ii. tinjauan pustaka

advertisement
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Brand Equity
Definisi brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan
dengan suatu merek, nama, dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan (Aaker dalam Durianto
et al., 2004). Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek
harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol. Dengan demikian, jika dilakukan
perubahan terhadap nama dan simbol merek, maka beberapa atau semua aset dan liabilitas yang
menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula.
Menurut Kotler dan Keller (2009), ekuitas merek atau brand equity adalah nilai tambah
yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir,
merasa, dan bertindak terhadap merek, serta dalam harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang
dimiliki perusahaan. Sedangkan Kertajaya dalam Handayani et al. (2010) mendefinisikan ekuitas
merek sebagai aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan meningkatkan kepuasan dan
menghargai kualitas.
Menurut Aaker (1997), brand equity dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori, yaitu:
1. Brand awareness
Brand awareness menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali
dan mengingat kembali suatu merek, sebagai bagian dari suatu produk tertentu.
2. Brand association
Brand association adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait
dengan ingatannya mengenai suatu merek.
3. Perceived quality
Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan mutu atau keunggulan
suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan.
4. Brand loyalty
Brand loyalty merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek.
5. Other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya)
Aset-aset merek lainnya akan sangat bernilai jika aset-aset tersebut berhasil menghalangi
dan mencegah kompetitor menggerogoti loyalitas konsumen. Aset-aset lainnya seperti
paten, cap dagang, dan saluran hubungan.
Selanjutnya untuk mengetahui uraian mengenai konsep ekuitas merek maka akan
disajikan dengan menggunakan skema yang menggambarkan keterkaitan antar variabel
pembentuk ekuitas merek serta hubungannya dengan tujuan yang hendak diwujudkan, yaitu
dalam upaya menciptakan nilai bagi pelanggan dan nilai bagi perusahaan, seperti skema berikut
ini:
3
Perceived quality
Brand association
Brand awareness
Brand equity
Other proprietary
brand assets
Brand loyalty
Memberikan nilai kepada
pelanggan dengan memperkuat:
1. Interpretasi/proses informasi
2. Rasa percaya diri dalam
pembelian
3. Pencapaian kepuasan dari
pelanggan
Memberikan nilai kepada perusahaan
dengan memperkuat:
1. Efisiensi dan efektivitas program
pemasaran
2. Brand loyalty
3. Harga/laba
4. Perluasan merek
5. Peningkatan perdagangan
6. Keuntungan kompetitif
Gambar 1. Konsep brand equity (Aaker, 1997)
 Brand awareness (Kesadaran Merek)
Kesadaran merek diartikan sebagai kesanggupan calon pembeli untuk mengenali
dan mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari produk tertentu (Aaker dalam
Durianto et al., 2004). Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinu dari perasaan yang
tidak pasti bahwa produk tersebut, merek dalam suatu kelompok produk. Kesadaran merek
bukan hanya menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek dan pernah melihatnya,
namun berkaitan pula dengan mengaitkan merek (nama merek, logo, simbol, dan sebagainya)
(Tjiptono, 2005).
Kesadaran merek dapat dibagi menjadi 4 tingkatan, yakni:
1. Tidak menyadari merek (unaware brand)
Tingkat ini merupakan tingkat yang paling rendah dalam kesadaran merek. Pada
posisi ini, konsumen sama sekali tidak menyadari keberadaan merek suatu produk.
2. Pengenalan merek (brand recognition)
Pada tingkat ini, konsumen mengenal merek produk namun diperlukan bantuan
untuk mengingatnya.
3. Pengingatan kembali merek (brand recall)
Tingkat pengingatan kembali merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk
menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan
pengingatan kembali tanpa bantuan.
4. Puncak pikiran (top of mind)
Pada tingkat ini konsumen menyebutkan merek yang pertama kali diingatnya ketika
ditanyakan merek dalam suatu kelas produk tertentu. Dengan kata lain, merek
tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di benak konsumen.
Umumnya konsumen akan lebih mudah mengingat 2 jenis merek, yaitu merek yang
disukai atau merek yang dibenci, namun konsumen cenderung untuk mengingat merek yang
sering atau pernah digunakan. Maka dari itu, merek yang memiliki nilai top of mind paling
tinggi memiliki peluang yang paling tinggi pula untuk dipilih konsumen dalam pembelian.
4
Namun keadaan yang ideal bagi suatu merek di mata konsumen tidak hanya tergantung pada
nilai top of mind saja, tetapi juga bentuk grafik kesadaran mereknya. Dimana kondisi
pengingatan merek terbaik akan menghasilkan bentuk grafik yang cenderung menurun mulai
dari jumlah top of mind hingga unaware brand. Hal ini berarti bahwa sebagian besar
konsumen lebih banyak berada pada tingkatan kesadaran top of mind, dan semakin ke
tingkatan kesadaran merek di bawahnya maka jumlahnya semakin berkurang.
Durianto et al. (2004) mengemukakan bahwa peran brand awareness terhadap
brand equity dapat dipahami dengan membahas bagaimana brand awareness menciptakan
suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan paling sedikit dengan 4 cara:
1. Anchor to which other association can be attached
Suatu merek dapat digambarkan sebagai sebuah jangkar dengan beberapa rantai.
Rantai menggambarkan asosiasi dari merek tersebut.
2. Familiarity-liking
Dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa biasa terutama untuk produkproduk yang sifatnya low involvement (keterlibatan rendah), misalnya pasta gigi,
tissue, dan lain-lain. Suatu kebiasaan dapat menimbulkan ketertarikan dan kesukaan
yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat keputusan.
3. Substance/commitment
Kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan ini yang
sangat penting bagi suatu perusahaan. Secara logika, suatu nama dikenal karena
beberapa alasan mungkin karena program iklan perusahaan yang intensif, jaringan
distribusi yang luas, ekstensif yang sudah lama dalam industri, dan sebagainya. Jika
kualitas 2 merek sama, brand awareness akan menjadi faktor yang menentukan
dalam pengambilan keputusan pembelian.
4. Brand to consider
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu
kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan merek mana yang
akan dibeli. Merek yang memiliki posisi top of mind yang paling tinggi mempunyai
nilai yang tinggi pula. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, maka merek
tersebut tidak dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek-merek
yang disimpan dalam benak konsumen adalah merek yang disukai atau dibenci.
Agar brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki, ada 6 cara yang bisa dilakukan,
yakni:
1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan
lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori produknya.
2. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen untuk
mengingat merek.
3. Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan
dengan mereknya.
4. Perluasan nama merek yang dapat dipakai agar merek semakin layak diingat
pelanggan.
5. Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai dengan
kategori produk, merek, ataupun keduanya.
6. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk
ingatan lebih sulit dibanding membentuk pengenalan.
5
 Perceived Quality (Kesan Kualitas)
Kesan kualitas (perceived quality) adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
mutu atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang
diharapkan (Aaker, 1997). Menurut Gravin dalam Umar (2005), terdapat 8 dimensi yang bisa
digunakan untuk menentukan kualitas barang, yakni:
1. Performance, yaitu berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan
karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli suatu produk.
2. Features, yaitu aspek performansi yang berguna menambah fungsi dasar.
3. Reliability, yaitu hal yang berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berhasil
menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu.
4. Conformance, yaitu kesesuaian antara spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya
berdasarkan keinginan pelanggan.
5. Durability, yaitu daya tahan atau masa pakai barang.
6. Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi,
kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.
7. Aesthetics, yaitu karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika.
8. Fit and finish, yaitu sifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan
mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.
Berbagai hal yang harus diperhatikan dalam membangun perceived quality, antara
lain (Aaker, 1997):
1. Komitmen terhadap kualitas
Perusahaan harus memiliki komitmen yang tinggi untuk memproduksi barang dan
jasa dengan kualitas terbaik serta senantiasa memeliharanya secara terus menerus.
Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa basi tetapi tercermin dalam tindakan
tanpa kompromi.
2. Budaya kualitas
Komitmen kualitas harus tercermin dalam budaya perusahaan, norma perilaku, dan
nilai-nilai. Jika perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan biaya, maka
kualitas yang harus dimenangkan.
3. Informasi masukan dari pelanggan
Dalam membangun perceived quality, pelangganlah yang mendefinisikan kualitas.
Seringkali pimpinan perusahaan keliru dalam memperkirakan hal yang dianggap
penting oleh pelanggan.
4. Sasaran/standar yang jelas
Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum, sebab sasaran kualitas yang
terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki
standar yang jelas, dapat dipahami, dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa
prioritas, maka sama saja dengan tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada
akhirnya akan membahayakan kelangsungan perusahaan itu sendiri.
5. Kembangkan karyawan yang inisiatif
Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam
mencari solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi perusahaan dengan
pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam
pengendalian kualitas layanan.
Menurut Rangkuti (2002), terdapat 4 nilai yang dihasilkan dari perceived quality,
yakni:
6
1.
2.
3.
4.
Alasan untuk membeli
Persepsi mutu sebuah merek memberi alasan yang penting untuk membeli. Hal ini
mempengaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan dan selanjutnya
mempengaruhi merek apa yang akan dipilih. Selain itu keterbatasan uang dan waktu
membuat keputusan pembelian seorang pelanggan sangat dipengaruhi oleh
perceived quality yang ada di benak konsumen.
Diferensiasi atau posisi dan harga premium
Salah satu karakteristik yang penting dari merek produk adalah posisinya dalam
dimensi perceived quality, apakah merek tersebut merupakan yang terbaik? Atau
sama baiknya dengan merek lain? Apakah merek tersebut ekonomis? Selain itu
dengan perceived quality yang terbangun di benak konsumen, maka produsen dapat
menentukan harga premium yang dapat meningkatkan laba yang secara langsung
dapat meningkatkan profitabilitas.
Perluasan saluran distribusi
Dengan tingginya nilai perceived quality yang dimiliki oleh suatu merek produk,
maka para pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menjadi penyalurnya.
Dengan begitu jalur distribusi akan semakin luas dan kuat. Dengan citra
menyalurkan produk berkualitas, distributor dapat menawarkan harga yang menarik
dan dapat menguasai niaga distribusi.
Perluasan merek
Suatu merek produk dengan perceived quality yang kuat dapat dieksploitasi ke arah
perluasan merek. Produk dengan perceived quality yang kuat akan mempunyai
kemungkinan sukses lebih besar dibanding dengan yang lemah, sehingga perluasan
dari merek dengan perceived quality yang kuat memungkinkan perolehan pangsa
pasar yang lebih besar pula.
 Brand association (Asosiasi Merek)
Menurut Aaker (1997), brand association adalah segala hal yang berkaitan dengan
ingatan mengenai merek. Sedangkan menurut Durianto et al. (2004), brand association
adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya
mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait pada suatu merek akan semakin meningkat
dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam menggunakan suatu merek atau
dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya.
Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai, sehingga membentuk
citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen. Secara sederhana, definisi
brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak konsumen. Menurut
Aaker dalam Durianto et al. (2004), fungsi dari brand association adalah:
1. Membantu proses penyusunan informasi.
2. Memberikan landasan penting bagi upaya pembedaan suatu merek dengan merek
lainnya.
3. Membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat
memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan
merek tersebut.
4. Menciptakan sikap atau perasaan positif atas dasar pengalaman mereka serta
perubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang berbeda.
7
5.
Menjadi dasar bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of
fit) antara merek dengan sebuah produk baru.
Menurut Durianto et al. (2004), terdapat beberapa acuan dalam penentuan brand
association, yakni:
1. Atribut produk
Mengasosiasikan atribut atau karakteristik produk merupakan strategi positioning
yang sering digunakan. Mengembangkan asosiasi akan bermanfaat dan efektif
apabila atribut tersebut bermakna, atau dengan kata lain asosiasi dapat secara
langsung menerjemahkan alasan apa yang membuat konsumen membeli produk
tersebut.
2. Atribut tidak berwujud
Faktor yang tidak berwujud merupakan hal yang umum, seperti kualitas, kemajuan
teknologi, atau kesan nilai yang menyimpulkan serangkaian atribut yang obyektif.
3. Manfaat bagi pelanggan
Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi menjadi 2, yaitu rational benefits dan
psychological benefits. Manfaat rasional berkaitan dengan atribut produk yang dapat
menjadi bagian dalam pengambilan keputusan yang rasional. Sedangkan manfaat
psikologis seringkali merupakan konsekuensi ekstrim dalam proses pembentukkan
sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau
menggunakan merek tersebut.
4. Harga relatif
Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan
penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua tingkat dari harga.
5. Penggunaan
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu
penggunaan atau aplikasi tertentu.
6. Pengguna/pelanggan
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe
pengguna atau pelanggan dari merek tersebut.
7. Orang terkenal/khalayak
Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer
asosiasi yang kuat yang dimiliki orang terkenal ke merek tersebut.
8. Gaya hidup/kepribadian
Asosiasi sebuah merek dengan gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para
pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup
yang hampir sama.
9. Kelas produk
Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.
10. Para pesaing
Mengetahui pesaing dan berusaha atau bahkan mengungguli pesaing.
11. Negara/wilayah geografis
Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang
erat dengan produk, bahan, dan kemampuan.
8
 Brand Loyalty (Loyalitas Merek)
Menurut Rangkuti (2002), kesetiaan merek adalah ukuran dari kesetiaan pelanggan
kepada suatu merek. Loyalitas merek merupakan gagasan sentral dalam pemasaran, karena
merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan dengan sebuah merek. Apabila
loyalitas pelanggan meningkat, maka kerentanan kelompok pelanggan dari serangan pesaing
dapat dikurangi.
Menurut Aaker (1997), kesetiaan merek terdiri dari 5 tingkatan, yakni:
1. Berpindah-pindah (switcher)
Pelanggan yang berada pada posisi ini dapat dikatan sebagai pelanggan yang berada
pada tingkatan kesetiaan merek yang paling dasar. Semakin sering pelanggan
menindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek lainnya,
mengindikasikan bahwa pelanggan tersebut tidak loyal atau tidak tertarik pada
merek tersebut. Ciri pelanggan yang berada pada tingkatan ini adalah pelanggan
yang membeli suatu produk karena harganya yang murah.
2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer)
Pembeli yang berada pada tingkatan kesetiaan ini dikatakan sebagai pembeli yang
melakukan pembelian terhadap merek tertentu sebagai suatu kebiasaan.
3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (satisfied buyer)
Pembeli yang masuk ke dalam kategori ini adalah pembeli yang puas bila dapat
mengonsumsi merek tersebut, meski demikian mungkin saja mereka memindahkan
pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan
merek) yang terkait dengan waktu, uang, tenaga, atau risiko kerja yang melekat
dengan tindakan mereka beralih merek.
4. Menyukai merek (liking the brand)
Pembeli yang masuk ke dalam kategori ini adalah pembeli yang benar-benar
menyukai merek tersebut. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang
terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik
yang dialami pribadi ataupun oleh kerabatnya atau mungkin juga karena perceived
quality yang tinggi.
5. Pembeli yang komit (committed buyer)
Pembeli yang berada pada tingkatan ini merupakan pembeli yang setia, yaitu
pembeli yang memiliki kebanggaan dengan menggunakan suatu merek tertentu.
Merek tersebut menjadi sangat penting, dipandang dari segi fungsi maupun sebagai
suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya pembeli. Pada tingkatan ini salah satu
aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan dengan tindakan merekomendasikan dan
mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
Brand loyalty dapat menjadi suatu aset yang strategis bagi perusahaan apabila
dikelola dengan baik. Potensi-potensi tersebut menurut Durianto et al. (2004) antara lain
adalah:
1. Mengurangi biaya pemasaran
Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah biaya yang
dikeluarkan untuk mempertahankan pelanggan bila dibandingkan dengan biaya
menarik pelanggan yang baru. Sehingga, brand loyalty yang meningkat akan
berbanding terbalik dengan biaya pemasaran yang perlu dikeluarkan.
2. Meningkatkan perdagangan
9
3.
4.
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan
perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara perdagangan.
Menarik minat pelanggan baru
Banyaknya pelanggan yang merasa puas dan setia terhadap suatu merek merupakan
daya tarik tertentu bagi calon pelanggan baru untuk mengonsumsi merek produk
tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung risiko tinggi.
Memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing
Brand loyalty akan memberi waktu bagi sebuah perusahaan untuk merespon
gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul,
pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk
memperbarui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisirkannya.
2.2 Merek
Menurut AMA (American Marketing Association) seperti yang dikutip Kotler dan
Keller (2009) menyatakan bahwa merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan
atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa
penjual atau kelompok penjual, dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing.
Definisi merek juga diatur oleh peraturan perundangan Indonesia, yaitu UU Merek No.
15 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1 yang menyatakan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Berdasarkan 2 definisi merek tersebut dapat disimpulkan bahwa merek merupakan
sebuah sistem yang terdiri dari nama, istilah, disain, lambang, simbol atau kombinasi semuanya
yang membawa konsumen pada sebuah imajinasi atau proses simbolik yang berkontribusi pada
nilai yang tampak produk dan mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan penjual
untuk membedakannya dari pesaing.
Merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan fitur, manfaat, dan
jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik akan memberikan jaminan mutu. Menurut
Kotler (2003), merek dapat memiliki 6 tingkatan pengertian, yakni:
1. Atribut: merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.
2. Manfaat: suatu merek merupakan kumpulan lebih dari serangkaian atribut.
3. Nilai: merek menyertakan sesuatu tentang nilai produsen.
4. Budaya: merek dapat mewakili budaya tertentu.
5. Kepribadian: merek mencerminkan kepribadian tertentu.
6. Pemakai: merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk
tersebut.
Dalam sebuah merek terdapat nilai-nilai yang mendukung merek produk. Menurut
Aaker (1997), setiap merek mengandung 3 nilai, yakni:
1. Nilai fungsional
Nilai atribut produk yang mengutamakan kegunaan/utility kepada konsumen.
2. Nilai emosional
Nilai atribut produk yang melibatkan emosi pembeli atau pemakai dalam menawarkan
produk.
3. Nilai ekspresi diri
Nilai atribut produk yang menonjolkan perasaan positif dari pemakai, seperti perasaan
bangga, nyaman, dan gengsi dalam memakai produk tersebut.
10
Salah satu peranan penting merek adalah menjembatani harapan konsumen pada saat
produsen menjanjikan sesuatu pada konsumen. Dengan demikian, dapat diketahui adanya ikatan
emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek.
Pesaing dapat menawarkan produk yang mirip, namun tidak dapat menawarkan janji emosional
yang sama. Di sinilah sebenarnya perbedaan yang terjadi antara produk dengan merek. Produk
adalah sesuatu yang dibuat di pabrik, sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen
namun memiliki identitas khusus. Produk dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing, namun merek
memiliki keunikan, identitas, dan ekuitasnya masing-masing (Durianto et al., 2004).
Menurut Keller dalam Tjiptono (2005), merek akan memberikan manfaat pada
produsen sebagai sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produknya
dari pesaing. Merek juga merupakan sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui
perlindungan hukum, loyalitas konsumen, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
Merek sebagai cerminan nilai yang diberikan perusahaan kepada pelanggan. Merek
merupakan janji penjual kepada pembeli mengenai manfaat dan keistimewaan produk. Janji yang
terkandung dalam merek akan menjadikan konsumen setia pada produk tersebut, bila benarbenar diwujudkan oleh produsen (Aaker, 1997).
Menurut Doyle dalam Tjiptono (2005), kunci utama untuk membangun merek adalah
kualitas layanan, inovasi, dan diferensiasi. Merek yang sukses adalah nama, simbol, disain, atau
kombinasi di antaranya yang mengidentifikasi produk organisasi tertentu dengan keunggulan
diferensial berkesinambungan. Kriteria utamanya adalah:
1. Keunggulan diferensial yang membuat pelanggan lebih menyukai merek tertentu
dibanding merek lainnya.
2. Berkesinambungan yang berarti tidak mudah ditiru sehingga menciptakan hambatan
masuk dengan menciptakan citra unik dan kokoh dalam kualitas, layanan, dan
reliabilitas.
2.3 Kecap
Kecap adalah cairan yang berwarna coklat hingga hitam agak kental, mempunyai aroma
yang sedap dan merupakan hasil fermentasi kedelai. Kecap kedelai merupakan produk
fermentasi kedelai yang kaya flavour, baik flavour dari komponen volatil maupun flavour dari
komponen non volatil (Suliantri dan Winiati, 1990). Menurut Fukushima (2003), secara umum
pembuatan kecap dapat digolongkan menjadi 2 cara, yaitu fermentasi dan kimiawi.
Pembuatan kecap secara kimiawi adalah melalui hidrolisis protein dan karbohidrat pada
bahan baku dengan menggunakan HCl, dengan proses yang berlangsung dalam waktu yang
singkat dan biaya yang murah. Kecap jenis ini kurang lengkap komposisinya bila dibandingkan
dengan kecap jenis fermentasi. Sebab kecap ini hanya merupakan larutan garam dan asam-asam
amino saja, sedangkan komponen pembentuk citarasa, seperti peptida, alkohol, ester, dan
komponen lainnya tidak ada. Pembuatan kecap secara hidrolisis menggunakan asam memang
unggul dalam hal waktu proses yang singkat dan biaya yang murah, namun cara ini juga
memiliki kekurangan, yaitu selama proses dihasilkan produk sampingan yang sifatnya
karsinogen dan juga asam amino triptofan rusak selama proses.
Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya adalah pemecahan protein, lemak,
dan karbohidrat oleh aktivitas enzim dari kapang, ragi (khamir), dan bakteri menjadi fraksi-fraksi
yang lebih sederhana. Fraksi-fraksi inilah yang menentukan citarasa, aroma, dan komposisi
kecap. Oleh karena itu pembuatan kecap secara fermentasilah yang banyak digunakan di
Indonesia.
11
Proses pembuatan kecap secara fermentasi dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 2. Diagram alir pembuatan kecap dari kedelai (Sumber: Margono et al.,
2000)
Fermentasi terjadi sebanyak 2 kali, yaitu fermentasi kapang dan fermentasi dalam
larutan garam. Fermentasi kapang terjadi dengan bantuan beberapa mikroba, yaitu
Aspergillus oryzae, Aspergillus flavus, Aspergillus niger, dan Ryzophus oligosphorus.
Sedangkan fermentasi dalam larutan garam dibantu oleh beberapa jenis khamir dan bakteri,
antara lain Zygosacharomyces dan Hansenula (khamir) dan Lactobacillus (bakteri)
(Koswara, 1992). Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan kecap adalah kedelai
hitam. Berdasarkan pada rasa dan kadar air, kecap dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kecap manis,
kecap asin, dan kecap manis-asin (sweet-salty). Dengan rasa dan aroma yang khas, kecap
banyak digunakan sebagai saos maupun bumbu masakan. Di Indonesia dikenal berbagai
macam kecap kedelai, kedelai hitam termasuk dalam keluarga Leguminoceae, atau
taksonominya secara lengkap adalah sebagai berikut (Rukmana, 1996):
Kingdom
: Planteae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Polypitales
Family
: Leguminoseae (Papilionaseae)
Subfamili : Papilionoideae
Genus
: Glycine
12
Species
: Glycine max L Merril (kedelai kuning), Glycine soja (kedelai hitam)
Kedelai sebagai bahan baku utama pembuatan kecap mengandung banyak zat gizi yang
berguna bagi kesehatan tubuh manusia, diantaranya sebagai berikut:
Tabel 1. Kandungan gizi dalam 100 gram kedelai
No.
Zat Gizi
Kandungan Gizi
1.
Energi
86 kalori
2.
Air
57,4 gram
3.
Protein
5,5 gram
4.
Lemak
0,6 gram
5.
Karbohidrat
15,1 gram
6.
Serat
0,6 gram
7.
Abu
21,4 gram
8.
Kalsium
85 gram
9.
Besi
4,4 gram
10.
Vitamin B1
0,04 gram
11.
Vitamin B2
0,17 gram
Sumber: Direktorat Gizi Dept. Kesehatan RI dalam Santoso (1994)
Kedelai mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi dengan komposisi asam
amino esensial yang cukup seperti tercantum dalam tabel 2.
Tabel 2. Kandungan asam amino yang terdapat dalam kecap
Jenis
Jumlah
Jenis
(mg/100 g N total)
Jumlah
(mg/100 g N total)
Nitrogen
5990
Validin
291
Isoleusin
290
Arginin
428
Leusin
4949
Histidin
168
Lisin
391
Alanin
279
Metionin
84
Asam aspartat
728
Sistein
81
Asam glutamat
1185
Fenilalanin
341
Glisin
259
Treonin
247
Prolin
332
Triptofan
76
Serin
309
Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi (1985)
Pada umumnya, kualitas produk sejenis kecap dinilai dari kadar protein yang
dikandungnya (total nitrogen). Walaupun preferensi konsumen lebih dominan terhadap flavour
13
kecap, namun kandungan nitrogen tetap merupakan hal yang mendasar dalam standar kualitas.
Kualitas kecap juga ditentukan oleh rasio nitrogen terlarut terhadap nitrogen total dapat
menunjukkan tingkat konversi protein yang berhasil dipecah menjadi peptida terlarut dan asam
amino. Asam amino yang dihasilkan tersebut sangat berperan dalam pembentukan flavor kecap
(Judoamidjojo, 1989).
2.4 Pemasaran dan Strategi Pemasaran
Dengan semakin berkembangnya kondisi pasar, baik konsumen sendiri maupun
persaingan yang ada di dalamnya, maka diperlukan suatu definisi pemasaran yang tepat untuk
dianut oleh para pemasar sehingga produknya dapat memenangkan pasar (market leader).
American Marketing Association/AMA (2004), mendefinisikan pemasaran sebagai kegiatan,
seperangkat institusi, dan proses untuk membuat, berkomunikasi, memberikan, dan persembahan
bertukar yang memiliki nilai bagi pelanggan, klien, mitra, dan masyarakat pada umumnya.
Menurut Drucker (1973), pemasaran meliputi penilaian kebutuhan (need assessment), riset
pemasaran (marketing research), pengembangan produk (product development), penetapan
harga (pricing), dan distribusi (distribution).
Kotler (1991) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai suatu pemikiran tentang
pemasaran untuk mendekatkan satuan-satuan bisnis kepada sasarannya. Strategi pemasaran
terdiri dari pengambilan keputusan dalam anggaran pemasaran, marketing mix (bauran
pemasaran), dan alokasi pemasaran dalam hubungannya dengan kondisi kompetitif serta
lingkungan yang diinginkan. Menurut Porter (1995), membangun strategi pemasaran merupakan
usaha merumuskan formula mengenai suatu kompetisi bisnis, target yang seharusnya dicapai,
dan kebijakan yang dibutuhkan untuk mencapai target tersebut. Terdapat 4 kunci utama yang
perlu dipertimbangkan oleh suatu perusahaan dalam menentukan strategi pemasaran guna
menggapai kesuksesan, yaitu: (1). Kekuatan dan kelemahan perusahaan, (2). Nilai SDM sebagai
pelaksana kunci, (3). Peluang dan hambatan dalam industri, dan (4). Masyarakat dan sosial.
2.5 Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran atau marketing mix merupakan sejumlah variabel pemasaran yang
terkontrol oleh perusahaan dan dapat digunakan oleh perusahaan untuk mencapai target pasar
yang telah ditetapkan dan memberikan kepuasan konsumen (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Bauran pemasaran (marketing mix) dibedakan dalam 4 komponen utama yang lazim disebut 4P
yakni :
a. Produk (product)
b. Saluran distribusi (place)
c. Promosi (promotion)
d. Harga (price)
Empat komponen utama tersebut mempengaruhi satu sama lain, sehingga semuanya
penting sebagai satu kesatuan strategi bauran pemasaran sebagai seperangkat alat pemasaran
yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran. Produk diartikan sebagai segala
sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi
sehingga memuaskan keinginan atau kebutuhan. Sedangkan strategi produk adalah bagaimana
menetapkan cara dan penyediaan produk yang tepat bagi pasar yang dituju. Strategi produk
mencakup keputusan mengenai mutu, pengemasan, pelayanan, ciri khas, nama merek, jaminan,
dan lain-lain (McCarthy, 1960).
14
Harga adalah sejumlah nilai yang dibutuhkan untuk mendapat sejumlah kombinasi dari
barang beserta pelayanannya. Sedangkan dari sudut pandang konsumen harga seringkali
digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang
dirasakan atas suatu barang atau jasa. Bila manfaat yang dirasakan konsumen meningkat, maka
nilainya akan meningkat (Tjiptono, 1997). Strategi harga meliputi berbagai aspek, yaitu biaya
produksi, laba usaha, dan tingkat kompetisi. Tujuan dari strategi harga adalah mencapai
keseimbangan antara laba usaha dengan tingkat kepuasan pelanggan, disamping tujuan untuk
memaksimumkan laba, memperoleh pangsa pasar tertentu dan mencapai tingkat penjualan yang
sesuai dengan perencanaan. Strategi penetapan harga tergantung kepada tujuan perusahaan, yaitu
peningkatan harga untuk peningkatan penjualan, penetapan harga menghadapi kompetitor atau
penetapan harga untuk mengacaukan pasar (Stanton dan Lamarto, 1994).
Definisi distribusi adalah kegiatan yang digunakan untuk menyalurkan produk dan
status kepemilikan dari titik produksi sampai ke titik konsumsi (Stanton dan Lamarto, 1994).
Strategi distribusi berkaitan dengan pemilihan saluran yang akan digunakan dalam mencapai
pelanggan. Saluran distribusi yang dipilih dapat berupa distribusi langsung, tak langsung atau
kombinasi keduanya. Pemilihan dari strategi tergantung pada karakteristik produk, perilaku
konsumen, kemampuan penjualan, serta tata letak pasar sasaran sehingga dapat dipilih saluran
distribusi yang efektif (Kotler, 1997).
Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk menyampaikan
posisi produk kepada konsumen atau mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan
yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Melalui kegiatan promosi diharapkan
perusahaan dapat meningkatkan penjualan serta lebih meningkatkan keterkenalan suatu produk.
Strategi promosi merupakan pilihan terhadap sarana promosi seperti advertising, penjualan
perorangan (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat
(publicity), dan pemasaran langsung (direct marketing) (Kotler, 1997).
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran.
Betapapun berkualitasnya suatu produk, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak
yakin produk itu akan berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan membelinya. Promosi
adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran, yaitu aktivitas pemasaran yang berusaha
menyebarkan informasi, mempengaruhi, dan mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan
produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan
perusahaan yang bersangkutan (Tjiptono, 2008). Menurut Kotler (2003), promosi bertujuan
untuk membangun kesadaran konsumen tentang produk yang ditawarkan sehingga konsumen
akan mengetahui keberadaan produk. Preferensi yang dibangun melalui promosi meliputi mutu,
nilai, kinerja, dan keistimewaan mengenai produk yang ditawarkan. Promosi dilakukan untuk
menciptakan keyakinan di benak konsumen bahwa produk tersebut bermanfaat bagi mereka
sehingga mendorong mereka untuk melakukan pembelian.
Tujuan utama dari promosi adalah menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk,
serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran pemasarannya. Meskipun
secara umum bentuk-bentuk promosi memiliki fungsi yang sama, namun bentuk-bentuk tersebut
dapat dibedakan berdasarkan tugas-tugas khususnya. Beberapa tugas khusus itu atau sering
disebut bauran promosi adalah personal selling, mass selling, promosi penjualan, public relation,
dan direct marketing (Tjiptono, 2008).
 Personal Selling
Personal selling adalah komunikasi langsung antara penjual dan calon pelanggan
untuk memperkenalkan suatu produk kepada calon pelanggan dan membentuk pemahaman
15
pelanggan terhadap produk sehingga kemudian mereka akan coba membelinya. Sifat-sifat
personal selling, antara lain:
1. Personal confrontation: adanya hubungan yang hidup, langsung, dan interaktif.
2. Cultivation: sifat yang memungkinkan berkembangnya segala macam hubungan,
mulai dari sekedar hubungan jual beli hingga hubungan yang lebih akrab.
3. Response: situasi yang seolah-olah mengharuskan pelanggan untuk mendengar,
memperhatikan, dan menanggapi.
Oleh karena sifat-sifat tersebut maka metode ini memiliki beberapa kelebihan, antara
lain operasinya lebih fleksibel karena penjual dapat mengamati reaksi pelanggan dan
menyesuaikan pendekatannya, usaha yang sia-sia dapat diminimalkan, pelanggan yang
berminat biasanya langsung membeli, dan penjual dapat membina hubungan jangka panjang
dengan pelanggannya. Namun karena menggunakan armada penjual dalam jumlah yang
relatif besar, metode ini biasanya mahal. Di samping itu spesifikasi penjual yang diinginkan
perusahaan biasanya sulit dicari. Namun demikian, personal selling tetaplah penting dan
biasanya digunakan untuk mendukung metode promosi lainnya (Tjiptono, 2008).
 Mass Selling
Mass selling merupakan pendekatan yang menggunakan media komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada khalayak ramai dalam satu waktu. Metode ini tidak
sefleksibel personal selling namun merupakan alternatif yang lebih murah untuk
menyampaikan informasi kepada masyarakat yang jumlahnya sangat banyak dan tersebar
luas. Ada 2 bentuk mass selling, yaitu periklanan dan publisitas (Tjiptono, 2008).
Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung yang didasari pada informasi tentang
keunggulan produk yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa
menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian.
Sedangkan periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan iklan. Iklan mempunyai 4 fungsi utama, yaitu memberitahukan
masyarakat tentang seluk beluk produk yang diiklankan (informative), mempengaruhi
masyarakat untuk membelinya (persuading), menyegarkan kembali informasi yang telah
diterima (reminding), dan menciptakan suasana yang menyenangkan sewaktu masyarakat
menerima dan mencerna informasi.
Publisitas adalah bentuk penyajian dan penyebaran ide, barang, dan jasa secara nonpersonal, yang mana orang atau organisasi yang diuntungkan tidak membayar itu. Publisitas
merupakan pemanfaatan nilai berita yang terkandung dalam suatu produk untuk membentuk
citra produk yang bersangkutan. Publisitas mempunyai kredibilitas yang lebih baik
dibandingkan dengan iklan, karena pembenaran dilakukan oleh pihak selain pemilik iklan
(Tjiptono, 2008).
 Promosi Penjualan
Promosi penjualan adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai
bentuk insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk yang meningkatkan
jumlah barang yang dibeli pelanggan. Tujuan promosi penjualan adalah meningkatkan
permintaan dari para konsumen industri maupun konsumen akhir, meningkatkan kinerja
pemasaran perantara, mendukung dan mengoordinasikan kegiatan personal selling dan iklan
(Tjiptono, 2008).
16
 Public Relation
Public relation merupakan komunikasi menyeluruh dari suatu perusahaan untuk
mempengaruhi persepsi, opini, keyakinan, dan sikap berbagai kelompok terhadap perusahaan
tersebut. Kelompok merupakan orang-orang yang terlibat, mempunyai kepentingan, dan
dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Kelompok tersebut
dapat terdiri dari karyawan dan keluarganya, pemegang saham, pelanggan, masyarakat yang
tinggal di sekitar organisasi, serta media massa (Tjiptono, 2008).
 Direct Marketing
Direct marketing adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif, yang
memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon yang terukur atau
transaksi di sembarang lokasi. Dalam direct marketing, komunikasi promosi ditujukan
langsung kepada konsumen individu, dengan tujuan agar pesan-pesan tersebut ditanggapi
konsumen yang bersangkutan, baik melalui telepon, pos, atau dengan datang langsung
kepada pemasar (Tjiptono, 2008).
2.6 Konsumen
Definisi konsumen dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
adalah orang yang memakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk
kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Sedangkan menurut Kotler (1997), konsumen adalah individu atau kelompok
yang berusaha memenuhi atau mendapatkan barang maupun jasa yang dipengaruhi untuk
kehidupan pribadi atau kelompoknya. Menurut Sumarwan (2002), konsumen dapat dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Konsumen akhir adalah setiap individu atau rumah tangga yang membeli produk atau
jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk dikonsumsi secara langsung.
2. Konsumen organisasi adalah organisasi, perusahaan, pedagang, pemerintah, dan
lembaga non profit yang membeli barang atau jasa untuk diproses lebih lanjut hingga
menjadi produk akhir.
Penelitian ini akan dilakukan terhadap konsumen akhir atau rumah tangga, dengan
melihat kesadaran merek mereka terhadap Kecap Korma. Sebab berdasarkan literatur yang
menjadi dasar ide penelitian ini, Kecap Korma telah berhasil menggarap segmen konsumen
hotel, restoran, dan katering atau konsumen organisasi yang terbukti dengan mayoritasnya
pengguna Kecap Korma merupakan pedagang sate, namun lain halnya dengan segmen
konsumen rumah tangga yang belum terlalu banyak yang mengenalnya. Fakta yang kontras
inilah yang mendasari ide penelitian, supaya Kecap Korma menjadi sebuah merek kecap yang
dikenal baik di kalangan konsumen akhir maupun konsumen organisasi.
2.7 Perilaku Konsumen
Pengertian perilaku konsumen disampaikan oleh Engel (1994), bahwa perilaku
konsumen merupakan suatu tindakan yang terlibat langsung dalam mendapatkan, mengonsumsi,
dan menghabiskan produk atau jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti
tindakan tersebut.
Faktor utama yang mempengaruhi perilaku pembeli adalah faktor budaya, faktor sosial,
faktor pribadi, dan faktor psikologis. Faktor budaya terdiri dari budaya, sub budaya, dan kelas
sosial. Faktor sosial yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kelompok acuan, keluarga,
17
serta peran dan status sosial. Sedangkan faktor pribadi meliputi usia dan tahap siklus hidup,
pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri dalam hal pembelian.
Dari faktor psikologi yang mempengaruhi pembelian adalah motivasi, persepsi, pembelajaran,
keyakinan, dan pendirian (Kotler, 2002).
2.8 Segmenting, Targeting, and Positioning
Segmentasi pasar adalah suatu upaya untuk mengelompokkan pasar, dari pasar yang
bersifat heterogen menjadi bagian-bagian pasar yang bersifat homogen. Segmentasi pasar itu
dimulai dari pemikiran bahwa manusia itu berbeda-beda (heterogen), akan tetapi dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa bagian/pangsa/segmen yang memiliki sifat-sifat yang serupa
(homogen). Setiap segmen memiliki dimensi sendiri yang berbeda dengan segmen yang lain
(Gitosudarmo, 1995).
Menurut Kotler (2004), ada 4 variabel segmentasi utama bagi pasar konsumen, yaitu:
a. Segmentasi geografis (membagi pasar menjadi unit-unit geografis misalnya berdasarkan
negara, negara bagian, wilayah, propinsi, kota, ataupun lingkungan).
b. Segmentasi demografis (pasar dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan usia,
jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pekerjaan, ukuran keluarga, kelas sosial, agama,
ras, dan kewarganegaraan).
c. Segmentasi psikografis (pasar dibagi berdasarkan gaya hidup dan kepribadian).
d. Segmentasi perilaku (pasar dibagi berdasarkan pengetahuan, sikap, pemakaian atau
tanggapan mereka terhadap suatu produk).
Targeting atau penentuan target pasar merupakan langkah selanjutnya setelah
melakukan segmentasi. Produk dari targeting adalah target market (pasar sasaran), yaitu satu
atau beberapa segmen pasar yang akan menjadi fokus dalam kegiatan pemasaran (Kasali, 2003).
Menurut Kasali (1998), positioning adalah strategi komunikasi untuk memasuki jendela
otak konsumen, agar produk/merek/nama mengandung arti tertentu yang dalam beberapa segi
mencerminkan keunggulan terhadap produk/merek/nama lain dalam bentuk asosiatif. Kasali
(2003) menyatakan bahwa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam positioning, yaitu:
1. Positioning adalah strategi komunikasi yang dilakukan untuk menjembatani
produk/merek/nama dengan calon konsumen. Komunikasi ini terkait dengan penyaluran
citra melalui berbagai saluran pemasaran
2. Positioning bersifat dinamis, sebab persepsi konsumen terhadap suatu
produk/merek/nama bersifat relatif terhadap struktur pasar/persaingan. Begitu keadaan
pasar berubah, maka positioning pun berubah, sehingga strategi positioning ini harus
selalu mengalami evaluasi untuk dikembangkan, dipelihara, dan disebarkan
3. Positioning berhubungan dengan event marketing, sebab positioning berhubungan
dengan citra di benak konsumen
4. Positioning berhubungan dengan atribut-atribut produk. Konsumen pada dasarnya tidak
membeli produk, namun mengkombinasikan atribut-atribut produk
5. Positioning harus memberi arti dan arti tersebut harus bermakna bagi konsumen
6. Atribut-atribut yang dipilih harus yang unik dan hendaknya keunikan yang ingin
ditonjolkan tersebut berbeda dengan yang sudah diakui milik pesaing
7. Positioning harus diungkapkan ke dalam suatu bentuk pernyataan
18
2.9 Keunggulan Bersaing
Keunggulan bersaing atau biasa disebut dengan keunggulan kompetitif merupakan
suatu keunggulan di atas pesaing yang diperoleh dengan menawarkan nilai secara lebih baik
kepada konsumen, baik melalui penawaran harga lebih rendah atau dengan menyediakan
manfaat lebih banyak yang mendukung penetapan harga yang lebih mahal. Konsumen biasanya
memilih produk atau jasa yang menurut mereka memberikan nilai terbaik. Oleh karena itu kunci
memenangkan konsumen dan memeliharanya adalah dengan mengerti apa yang mereka inginkan
melebihi pesaing dan menyampaikan nilai dengan lebih baik (Kotler dan Armstrong, 1991).
Menurut Kotler dan Armstrong (1991), keunggulan bersaing pada dasarnya
berhubungan dengan positioning sebuah produk atau merek. Untuk membangun positioning di
benak konsumen, ada 3 tahapan yang harus dilakukan, yaitu mengidentifikasikan sejumlah
keunggulan bersaing yang mungkin dibangun untuk membangun positioning, memilih
keunggulan bersaing yang tepat, dan mengkomunikasikan secara efektif keunggulan bersaing
yang telah dipilih.
Positioning dimulai dengan melakukan diferensiasi terhadap produk atau merek yang
akan dipasarkan, sehingga memberikan nilai yang lebih kepada konsumen daripada yang
dilakukan pesaing. Perusahaan dapat melakukan diferensiasi melalui produk, jasa, personil, dan
citra merek. Ketika perusahaan pesaing menawarkan produk atau jasa yang sama, maka
konsumen akan melihat perbedaan melalui citra merek yang dibangun tersebut (Kotler dan
Armstrong, 1991).
2.10 Penelitian Terdahulu
Rohmiati (2010) melakukan penelitian tentang strategi bauran pemasaran berdasarkan
analisis brand equity kopi GS PT. Gasandry. Berdasarkan informasi brand awareness diperoleh
bahwa kesadaran merek kopi GS masih rendah jika dibandingkan dengan merek pesaing yang
berturut-turut memiliki kesadaran merek tertinggi, yaitu kopi ABC, Torabika, Kapal Api, Liong
Bulan, dan Oplet. Hal ini dikarenakan merek GS merupakan pemain baru dalam industri kopi
kemasan. Dari hasil brand association didapati bahwa atribut yang melekat pada kopi GS antara
lain harganya terjangkau, mutunya terjamin, informasi label lengkap, mudah diperoleh,
bubuknya halus, dan aman dikonsumsi. Hasil serupa juga diperoleh dari analisis perceived
quality dengan menggunakan metode Importance Performance Analysis, analisis sikap Fishbein,
skala semantic differential, dan uji Biplot. Namun hasilnya menunjukkan bahwa tingkat
kepercayaan konsumen terhadap kopi GS adalah yang terendah dibanding merek lain yang
dikaji. Dari segi atribut rasa, aroma, dan mutu pun kopi GS dinilai masih rendah oleh konsumen.
Hasil analisis brand loyalty menunjukkan sebagian besar pelanggan kopi GS masih tergolong ke
dalam switcher (berpindah-pindah merek), namun angka satisfied buyer menunjukkaan nilai
yang tinggi. Hal ini berarti bahwa pelanggan merasa puas dengan menggunakan kopi GS.
Strategi STP untuk diterapkan pada kopi GS sebaiknya diarahkan pada segmen konsumen
peminum kopi kalangan ekonomi menengah bawah. Dengan target semua jenis kelamin pada
usia 15 tahun ke atas, dengan tingkat pendapatan di bawah Rp 2.500.000 serta dari berbagai
tingkat pendidikan dan pekerjaan. Kopi GS sebaiknya diposisikan sebagai kopi kemasan yang
aman diminum, rasa yang enak, harga terjangkau, dan cocok diminum kapan saja. Bauran
pemasaran yang perlu diterapkan adalah dengan bauran produk, yaitu memperbaiki atribut rasa
dan aroma. Sedangkan untuk bauran distribusi ke ritel-ritel kecil agar lebih dikenal dan mudah
didapat. Untuk bauran promosi sebaiknya kopi GS melakukan iklan di TV, memasang billboard
di angkot, dan mempertahankan penggunaan tenaga sales yang unik.
19
Ghozali (2009) meneliti tentang brand equity camilan kacang Mr. P dengan tujuan
merumuskan strategi bauran promosi yang seharusnya diterapkan. Dalam penelitian ini
digunakan merek pesaing sesama merek camilan kacang, yaitu Garuda, Dua Kelinci, dan Kaya
King. Hasil analisis kesadaran merek menunjukkan bahwa kesadaran konsumen akan merek Mr.
P sebagai merek camilan kacang sudah cukup baik meskipun belum sebaik merek pesaing yang
dikaji. Hal ini dibuktikan dengan nilai top of mind dan brand recall yang cukup baik. Lalu
atribut yang berasosiasi membentuk citra merek Mr. P adalah rasa enak, aroma sedap, kemasan
menarik, kerenyahan tinggi, dapat dimakan kapan saja, dan produknya bersih. Sedangkan hasil
analisis persepsi kualitas menunjukkan hasil yang berbeda dengan analisis asosiasi merek, atribut
yang dinilai baik oleh konsumen dari Mr. P adalah aroma sedap, kemasan menarik, dan pilihan
rasa yang beraneka ragam. Loyalitas merek pelanggan terhadap camilan kacang Mr. P tergolong
baik dengan dibuktikan oleh bentuk piramida kesetiaan merek yang hampir sempurna. Jumlah
committed buyer dan liking the brand tidak lebih banyak dibanding jumlah satisfied buyer.
Berdasarkan keseluruhan analisis brand equity tersebut, maka rumusan bauran promosi yang
sebaiknya dilakukan adalah mengefektifkan promosi sesuai dengan pasar yang dituju.
Realisasinya adalah dengan memasang iklan, event, serta membina hubungan baik dengan
pelanggan.
Budiman (2010) meneliti tentang pengaruh promosi terhadap perpindahan merek kopi
kemasan dengan merek yang dikaji adalah kopi kemasan merek GS. Namun dalam penelitiannya
juga menganalisis tingkat kesadaran merek dan loyalitas merek konsumen terhadap merek GS.
Hasil analisis kesadaran merek ternyata masih banyak konsumen yang tergolong unaware brand
atau tidak menyadari merek. Kesetiaan merek yang terbangun pun masih belum baik, sehingga
masih ada kemungkinan konsumen berpindah-pindah merek. Hasil analisis korelasi antara
promosi dengan perpindahan merek pun memperlihatkan nilai yang kecil. Hal ini
mengindikasikan masih sedikit pengaruh yang ditimbulkan dari promosi sehingga konsumen
masih sering beralih merek. Dari hasil analisis tersebut maka dirumuskan mengenai jenis
promosi yang sebaiknya dilakukan perusahaan untuk mengurangi angka perpindahan merek,
yaitu dengan melakukan pemberian hadiah atau bonus, memasang iklan di TV dengan
menggunakan endorser atau bintang terkenal. Saran untuk perusahaan dari hasil penelitian ini
adalah lebih menggiatkan aktifitas promosi terutama dengan menyebarkan informasi ke pasarpasar tradisional.
20
Download