perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh HENDRO BAGUS PRASETYO F.1109013 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Penelitian ini mengambil judul “Analisis Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia (2000-2010)”. Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh variabel suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2), output gap, terhadap Inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia. Lingkup data yang digunakan bersifat kuantitatif dengan mengambil data triwulanan, mulai Maret 2000 sampai dengan bulan Desember 2010. Data-data yang digunakan kesemuanya diambil dari data sekunder bersumber dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia dan Laporan Tahunan yang teah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, disertai dengan studi pustaka yang cukup intensif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi model VAR dan Uji Kausalitas Granger. Variabel ekonomi yang digunakan dalam peneltian ini adalah suku bunga SBI, suku bunga PUAB, money supply, output gap, dan tingkat Inflasi. Dari perhitungan analisis didapatkan hasil penelitian bahwa suku bunga SBI dan suku bunga PUAB berpengaruh secara siginfikan terhadap variabel dependen yaitu tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%. Sedangkan suku bunga SBI dan suku bunga PUAB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%. Dari hasil penelitian yang diperoleh maka diberikan saran-saran diantaranya diperlukan upaya-upaya oleh Bank Indomesia disarankan untuk senantiasa menjaga atau mengawasi dan mengendalikan tingkat suku bunga SBI sehingga makin memperkuat terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia. Kata kunci : suku bunga, mekanisme transmisi kebijakan moneter, var commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi dengan judul ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010) Surakarta, September 2011 Disetujui dan Diterima oleh : Dosen Pembimbing Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE NIP. 19820414 200501 1 002 commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN PENGESAHAN Telah diuji dan diterima baik oleh Tim Penguji Skripsi untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta, Desember 2011 Tim Penguji Skripsi Drs. Wahyu Agung Setyo, Msi ( ………………………… ) NIP. 19650522 199203 1 002 Ketua Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE ( ………………………… ) NIP. 19820414 200501 1 002 Pembimbing Riwi Sumantyo, S.E , M.E. ( ………………………… ) NIP. 19710412 199402 1 001 Anggota commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTTO Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan. Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahsaia dari masa muda yang abadi. Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan. Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan. Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan. Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan. Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati. Ambillah waktu untuk memberi, itu adalah membuat hidup terasa bererti. Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan. Ambillah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju surga. (Penulis) commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Subhanallah Walhamdulillah Walaailaahaillallah Allahuakbar Laahaulawalaaquwwata Illaabillaahil'aliyyil 'adziim Syukur-ku hanya kepada Allah SWT atas segala kemurahan dan pertolongan-Nya Karya ini penulis persembahkan kepada: · Ibu dan Bapak tersayang · Nurul Hidayah · Teman-temanku · Almamaterku Universitas Sebelas Maret Surakarta commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kemudahan, kesabaran dan kesanggupan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)”. Penulisan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas berkat bantuan baik materiil maupun non materiil serta dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Wisnu Untoro. MS selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Drs. Supriyono. MSi selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Sutanto, Drs., MESP selaku Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE selaku dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 6. Bank Indonesia cabang Solo yang telah mengijinkan untuk mengambil data yang diperlukan. 7. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Muhammad Subeki dan Ibu Hj. Anik Suprapti, terimakasih atas segala kesabaran, doa, motivasi, dukungan moril dan materiel, dan kasih sayang yang tiada tara sepenjang masa yang telah diberikan selama ini kepada penulis. 8. My Inspiration Nurul Hidayah yang tidak henti-hentinya memberikan curahan doa, semangat, kasih sayang,dan kesabarannya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan semua masalah yang penulis hadapi selama penulis menyelesaikan skripsi. 9. For my friend in the kost thank you for all aid and its support. I will never forget our friendship during the time. 10. For all my friend in our beloved faculty of economics specially generation 09. And for all security (SatPam) in faculty of economics. Surakarta, September 2011 Penulis commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i ABSTRAK ................................................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... iv MOTTO ..................................................................................................................... v PERSEMBAHAN ...................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiv DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ..................................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6 E. Hipotesis ...................................................................................................... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 8 A. Landasan Teori ............................................................................................ 8 1. Kebijakan Moneter .................................................................................. 8 2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ............................................. 11 commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id a. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku Bunga.................................................................................................. 14 b. Indikator Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ...... 16 c. Tenggat Waktu (Lag) ......................................................................... 17 3. Teori Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ................................... 19 a. Kerangka Makroekonomi Sederhana ................................................. 19 b. Tujuan Kebijakan ............................................................................... 19 c. Aturan Suku Bunga Sederhana........................................................... 21 d. Agregat Demand dan Agregat Supply ................................................ 24 4. Instrumen Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ............................ 38 a. Tingkat Suku Bunga ........................................................................... 38 (1)Fungsi-Fungsi Tingkat Bunga ....................................................... 40 (2)Jenis Tingkat Suku Bunga ............................................................. 41 (a) Tingkat Suku Bunga Nominal dan Tingkat Bunga Riil ............ 41 (b)Tingkat Suku Bunga Jangka Pendek dan Jangka Panjang ........ 43 (c) Teori-Teori Tingkat Suku Bunga .............................................. 45 b. Jumlah Uang Beredar ......................................................................... 55 (1)Definisi Uang ................................................................................. 55 (2)Konsep Jumlah Uang Beredar ....................................................... 55 c. Produk Domestik Bruto ...................................................................... 57 (1)Definisi Produk Domestik Bruto (PDB) ........................................ 57 (2)PDB Nominal dan PDB Riil .......................................................... 58 (3)Cara Perhitungan PDB................................................................... 58 commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id d. Inflasi .................................................................................................. 59 (1)Definisi Inflasi ............................................................................... 59 (2)Jenis-Jenis Inflasi ........................................................................... 66 (a) Inflasi Berdasarkan Terjadinya ................................................. 67 (b)Inflasi Berdasarkan Intensitasnya ............................................. 67 (c) Inflasi Berdasarkan Bobotnya ................................................... 68 B. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 70 C. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 83 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 84 A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 84 B. Jenis dan Sumber Data ................................................................................. 84 C. Definisi Operasional Variabel ..................................................................... 85 D. Metode Analisis Data................................................................................... 86 1. Model Vector Autoregression (VAR) ..................................................... 86 2. Bentuk Estimasi VAR ............................................................................. 89 a. Respon terhadap Kebijakan (Impulse Respon) ................................... 89 b. Dekomposisi Varian (Variance Decomposition) ............................... 90 3. Uji Prasyarat dalam Model VAR ............................................................ 90 4. Uji Kausalitas Granger ............................................................................ 92 5. Uji Signifikasi Parameter ........................................................................ 93 a. Uji t ..................................................................................................... 93 b. Uji F .................................................................................................... 95 c. Uji R2 .................................................................................................. 96 commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ................................................... 97 A. Gambaran Umum Bank Sentral dan Kebijakan Moneter di Indonesia ....... 97 B. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ................................................ 112 C. Analisis Hasil Penelitian .............................................................................. 130 1. Uji Prasyarat Model VAR ....................................................................... 130 a. Uji Stasioneritas ................................................................................. 130 b. Uji Tingkat Kelambanan (Lag) Optimal ............................................ 132 2. Uji Kausalitas Granger ............................................................................ 133 3. Hasil Estimasi VAR ................................................................................ 135 a. Pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter ............................................................... 135 (1) Impulse Respon ........................................................................... 135 (2) Variance Decomposition ............................................................. 139 b. Pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter ............................................................... 140 (1) Impulse Respon ........................................................................... 140 (2) Variance Decomposition ............................................................. 144 4. Uji Signifikasi Parameter ........................................................................ 145 a. Uji t ..................................................................................................... 145 b. Uji F .................................................................................................... 146 c. Uji R2 ................................................................................................. 147 D. Pembahasan ................................................................................................. 147 commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 151 A. Kesimpulan .................................................................................................. 151 B. Saran ............................................................................................................ 154 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 155 LAMPIRAN commit to user xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga .................................. 5 Gambar 2.1 Mekanisme Transmisi Moneter sebagai Black Box ....................... 12 Gambar 2.2 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga .................................. 16 Gambar 2.3 Tenggat Waktu (Lag)..................................................................... 17 Gambar 2.4 (a) Uang............................................................................................... 26 Gambar 2.4 (b) Investasi yang direncanakan .......................................................... 26 Gambar 2.4 (c) Output (Pendapatan) Agregat ........................................................ 26 Gambar 2.5 Kurva Permintaan Agregat (AD) ................................................... 27 Gambar 2.6 Efek Peningkatan Penawaran Uang atas Kurva AD ...................... 28 Gambar 2.7 EfekPeningkatan Belanja Pemerintah atau Penurunan Pajak Nettto atas Kurva AD .................................................................... 29 Gambar 2.8 Kurva IS - LM ............................................................................... 30 Gambar 2.9 Agregat Demand ............................................................................ 31 Gambar 2.10 Kurva Penawaran Agregat Jangka Pendek .................................... 33 Gambar 2.11 (a) Penurunan Penawaran Agregat ...................................................... 34 Gambar 2.11 (b) Peningkatan Penawaran Agregat ................................................... 34 Gambar 2.12 Tingkat Harga Ekuilibrium ............................................................ 35 Gambar 2.13 Kurva Penawaran Agregat Jangka Panjang ................................... 36 Gambar 2.14 Kurva Hasil .................................................................................... 44 Gambar 2.15 Teori Klasik tentang Tingkat Bunga.............................................. 47 Gambar 2.16 Teori Keynes tentang Tingkat Bunga ............................................ 49 commit to user xiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 2.17 Tingkat Bunga Keseimbangan Hicks ............................................ 53 Gambar 2.18 Inflationary Gap ............................................................................ 61 Gambar 2.19 Demand Pull Inflation ................................................................... 62 Gambar 2.20 Cost Push Inflation ........................................................................ 65 Gambar 4.1 Hubungan Kausalitas ..................................................................... 134 Gambar 4.2 Hasil Uji Impulse Respon .............................................................. 137 Gambar 4.3 Time Lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga ........................... 138 Gambar 4.4 Hasil Uji Impulse Respons ............................................................. 142 Gambar 4.5 Time Lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga ........................... 144 commit to user xv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perilaku Perusahaan Individu yang Membentuk Perekonomian ... 34 Tabel 4.1 Uji ADF pada Tingkat Level ......................................................... 131 Tabel 4.2 Uji ADF pada tingkat First Difference .......................................... 131 Tabel 4.3 Nilai Kriteria Akaike dan Schwartz pada Masing-Masing Tingkat Kelambanan ...................................................................... 132 Tabel 4.4 Uji Kausalitas Granger .................................................................. 134 Tabel 4.5 Variance Decomposition ............................................................... 140 Tabel 4.6 Variance Decomposition ............................................................... 145 Tabel 4.7 Koefisien dan Nilai t Statistik Hasil Estimasi VAR ...................... 145 Tabel 4.8 Nilai F Statistik Hasil Estimasi VAR ............................................ 146 Tabel 4.9 Nilai R2 Hasil Estimasi VAR......................................................... 147 commit to user xvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010) Hendro Bagus Prasetyo F.1109013 ABSTRAK Penelitian ini mengambil judul “Analisis Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia (2000-2010)”. Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh variabel suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2), output gap, terhadap Inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia. Lingkup data yang digunakan bersifat kuantitatif dengan mengambil data triwulanan, mulai Maret 2000 sampai dengan bulan Desember 2010. Data-data yang digunakan kesemuanya diambil dari data sekunder bersumber dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia dan Laporan Tahunan yang teah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, disertai dengan studi pustaka yang cukup intensif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi model VAR dan Uji Kausalitas Granger. Variabel ekonomi yang digunakan dalam peneltian ini adalah suku bunga SBI, suku bunga PUAB, money supply, output gap, dan tingkat Inflasi. Dari perhitungan analisis didapatkan hasil penelitian bahwa suku bunga SBI dan suku bunga PUAB berpengaruh secara siginfikan terhadap variabel dependen yaitu tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%. Sedangkan suku bunga SBI dan suku bunga PUAB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap output gap pada tingkat signifikasi α 5%. Dari hasil penelitian yang diperoleh maka diberikan saran-saran diantaranya diperlukan upaya-upaya oleh Bank Indomesia disarankan untuk senantiasa menjaga atau mengawasi dan mengendalikan tingkat suku bunga SBI sehingga makin memperkuat terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia. Kata kunci : suku bunga, mekanisme transmisi kebijakan moneter, var commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era perekonomian global yang terjadi sejak beberapa dasawarsa yang lalu hingga saat ini, interaksi ekonomi antar negara merupakan salah satu aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi suatu negara yang semakin terbuka. Terlebih lagi, kepesatan perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi, serta kebijakan perdagangan dalam dasawarsa terakhir telah mendorong pesatnya keterbukaan ekonomi dan ketergantungan antar negara. Sebagai contoh, hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Jepang saat ini jauh lebih erat dibandingkan dengan hubungan perdagangan yang terjadi pada masa awal kemerdekaan. Keterikatan antar negara yang semakin besar, maka semakin terbuka perekonomian suatu negara yang bersangkutan. Keterbukaan ekonomi tersebut berdampak pada peningkatan transaksi perdagangan antar negara. Sebuah negara yang tidak dapat memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa tertentu dapat membeli (impor) barang dan jasa tersebut dari negara lain. Di sisi lain, suatu negara dapat memperdagangkan (ekspor) barang dan jasa yang dihasilkan kepada negara lain yang membutuhkannya. Perkembangan perdagangan umumnya diikuti pula oleh perkembangan di sektor keuangan internasional. Keterbukaan ekonomi suatu negara akan membawa konsekuensi pada perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi makro, termasuk kebijakan commit to user 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 moneternya. Hal ini mengingat semakin besar transaksi perdagangan dan keuangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara maka semakin besar foreign capital flows (aliran dana luar negeri). Aliran dana luar negeri tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Dalam hal terjadi capital inflows (aliran dana luar negeri masuk), maka akan terjadi penambahan jumlah uang beredar. Sebaliknya, dalam hal terjadi capital outflow (aliran dana luar negeri keluar), maka akan terjadi pengurangan jumlah uang beredar. Dengan demikian, kebijakan moneter perlu diarahkan agar jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan perekonomian. Aliran dana luar negeri yang masuk menyebabkan bank sentral melakukan kontraksi moneter untuk mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya, jika terjadi aliran dana luar negeri keluar yang besar maka bank sentral dapat melakukan ekspansi moneter untuk menambah jumlah uang beredar. Kontaksi atau ekspansi moneter akan dapat meningkatkan atau menurunkan suku bunga dalam negeri. Sasaran akhir perekonomian, terutama pendapatan nasional dan inflasi sangat dipengaruhi oleh bagaimana jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter tersebut bekerja pada perekonomian suatu negara. Perangkat perangkat mekanisme transmisi kebijakan moneter diawali dengan instrumen, sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Secara operasional kebijakan moneter, kesulitan tersebut tercermin dari masih terbatasnya informasi yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam menentukan waktu yang tepat, pilihan kebijakan moneter yang harus dilakukan, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 dan jangka waktu yang diperlukan bagi pelaksanaan suatu kebijakan moneter. Kondisi ini seringkali menyebabkan kesulitan dalam penyusunan suatu rekomendasi sebagai landasan kebijakan moneter yang harus dilakukan Bank Indonesia pada saat terjadi tekanan inflasi yang cukup tinggi. Kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter umumnya mengacu pada peranan uang dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan oleh Quantity Theory of Money ‘Teori Kuantitas Uang’. Teori ini pada dasarnya mengambarkan kerangka kerja yang jelas mengenai analisis hubungan langsung yang sistemastis antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi, yang dinyatakan dalam suatu identitas yang dikenal sebagai “The Equation of Exchange” : Jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan perputaran uang/income velocity (V) sama dengan jumlah output atau transaksi ekonomi/output riil (T) dikalikan dengan tingkat harga (P). dengan kata lain, dalam keseimbangan, jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah output yang dihitung dengan harga yang berlaku, yang ditransaksikan (PT). Berdasarkan mekanisme ini, dalam jangka pendek pertumbuhan jumlah uang beredar hanya mempengaruhi perkembangan output riil. Selajutnya dalam jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendorong kenaikan harga (inflasi) yang pada gilirannya menyebabkan penurunan perkembangan output riil menuju posisi semula. Dalam keseimbangan jangka panjang, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 pertumbuhan jumlah uang beredar tidak mempengaruhi perkembangan output riil, tetapi mendorong laju inflasi secara proporsional. Jalur moneter yang bersifat langsung ini dianggap tidak dapat menjelaskan faktor-faktor lain selain uang terhadap inflasi, seperti suku bunga, nilai tukar, harga aset, kredit, dan ekspektasi. Dalam perkembangan selanjutnya, selain jalur moneter langsung, mekanisme transmisi pada umumnya juga dapat terjadi melalui lima jalur lainnya, yaitu direct monetary channel (jalur moneter langsung), interest rate channel (jalur suku bunga), exchange rate channel (jalur nilai tukar), assets price channel (jalur harga aset), credit channel (jalur kredit), dan expectation channel (jalur ekspektasi). Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan pentingnya aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di sektor riil. Dalam kaitan ini, kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga di sektor keuangan dan selanjutnya akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil. commit to user perpustakaan.uns.ac.id Suku Bunga · SBI · PUAB Kebijakan Moneter digilib.uns.ac.id 5 Suku Bunga deposito Transmisi di Sektor Keuangan Suku Bunga Kredit Konsumsi Transmisi di Sektor Riil Inflasi Permintaan Agregat Output Gap Investasi Gambar 1.1 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga Sumber : Warjiyo, 2004:20 Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah meliputi faktorfaktor yang mempengaruhi besarnya inflasi. Keterkaitan antara variabel-variabel ekonomi memang cukup kompleks, tetapi dalam penelitian ini hanya akan membahas beberapa variabel saja dalam perekonomian agar hasil penelitian lebih fokus terhadap masalah yang dibahas. Variabel- variabel tersebut meliputi suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2), Output Gap, dan inflasi di Indonesia. Berdasarkan uraian diatas akan dilakukan suatu penelitian dengan judul “Analisis Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia (2000-2010).” commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa 1. Bagaimanakah pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter? 2. Bagaimanakah pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. 2. Untuk mengetahui pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak pengambil kebijakan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan yang tepat, guna kepentingan bangsa dan negara. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 2. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini digunakan sebagai salah satu sarana untuk menetapkan teori yang diperoleh dari berbagai literatur selama mengikuti perkuliahan. 3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang juga tertarik terhadap masalah serupa dengan penelitian ini. 4. Sebagai bahan yang mampu memperkaya kepustakaan penelitian yang telah ada sebelumnya. E. Hipotesis Hipotesis yang dapat dikemukakan berdasarkan perumusan masalah diatas adalah sebagai berikut: 1. Diduga jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter berpengaruh terhadap output gap. 2. Diduga jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter berpengaruh terhadap inflasi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan langkah-langkah pemerintah, yang dilaksanakan oleh bank sentral untuk mempengaruhi atau mengubah penawaran uang dalam perekonomian atau mengubah tingkat bunga, dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat. Sedangkan Warjiyo (2003) mendefinisikan kebijakan moneter sebagai kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Besaran moneter yang dimaksud di sini antara lain dapat berupa uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan. Sedangkan tujuan untuk mencapai perkembangan ekonomi yang diinginkan yang dimaksud adalah stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi, dan cukup luasnya kesempatan kerja yang ada. Kebijakan moneter adalah salah satu kebijakan dari Bank Sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter atau suku bunga untuk mencapai perkembangan perekonomian bangsa yang dapat mensejahterakan rakyat. Perkembangan perekonomian dapat tercermin pada stabilitas makro yang dapat dilihat pada kestabilan harga atau rendahnya laju inflasi, membaiknya perkembangan pendapatan nasional, dan luasnya kesempatan kerja. commit to user 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijakan makro ekonomi yang mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian negara, serta faktor-faktor fundamental dalam perekonomian suatu negara sehingga dalam pelaksanaannya, kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh suatu negara berbeda dengan kebijakan moneter yang digunakan oleh negara lain. Dalam pelaksanaannya masing-masing negara menggunakan kerangka strategis kebijakan moneter yang berbeda-beda. Masing-masing strategi tersebut memiliki karakteristik sesuai dengan indikator tertentu yang digunakan sebagai nominal anchor atau sasaran antara dalam mencapai tujuan akhir. Kerangka operasi kebijakan moneter tersebut adalah: 1) Instrumen-Instrumen Moneter Instrumen pengendalian moneter merupakan alat-alat operasi moneter yang dapat digunakan oleh Bank Sentral dalam mewujudkan tujuan akhir yang telah ditetapkan (Solikin dan Suseno, 2002: 26) dan (Ascarya, 2002:51). Instrumen-instrumen kebijakan moneter terdiri dari: (1). Operasi Pasar Terbuka (OPT), (2).Tingkat Bunga Diskonto, (3). Giro Wajib Minimum (Reserve requirement), (4). Himbauan Moral. 2) Sasaran Operasional (Operational Target) Sasaran operasional merupakan sasaran yang ingin segera yang dicapai oleh Bank Sentral dalam operasi moneternya. Variabel sasaran operasional digunakan untuk mengarahkan tercapainya sasaran antara. Kriteria sasaran operasional antara lain: (1). Dipilih dari variabel moneter yang memiliki commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 hubungan yang stabil dengan sasaran antara, (2). Dapat dikendalikan oleh Bank Sentral, (3). Akurat dan tidak sering direvisi 3) Sasaran Antara Hubungan antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter bersifat tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan time lag yang panjang. Untuk alasan itu, para ahli moneter dan praktisi Bank Sentral mendesain simple rule untuk membantu pelaksanaan kebijakan moneter dengan cara menambahkan indikator yang disebut sebagai sasaran antara. Sasaran tersebut merupakan indikator untuk menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter, sasaran ini dipilih dari varibel-variabel yang memiliki keterkaitan stabil dengan sasaran akhir, cakupannya luas, dapat dikendalikan oleh bank sentral, tersedia relatif cepat, akurat dan tidak sering direvisi. Variabel sasaran antara meliputi:: agregat moneter (M1dan M2), kredit perbankan dan nilai tukar. 4) Sasaran Akhir (Final Target) Sasaran akhir kebijakan moneter yang ingin dicapai oleh Bank Sentral tergantung pada tujuan yang dimandatkan oleh UU bank sentral suatu negara. Tujuan akhir kebijakan moneter di Indonesia mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2004 yang secara eksplisit mencantumkan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang diterapkan. Secara spesifik Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah “the process through which monetary policy decision are transmitted into changes in real GDP and inflation”. Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan menggunakan instrumen moneter, apakah OPT atau yang lain, dalam melaksanakan kebijakan moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran transmisi kebijakan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga aset, dan ekspektasi. Mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam kenyataannya merupakan proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi moneter sering disebut dengan “black box” (Miskin,1995) seperti digambarkan dalam skema berikut. Hal ini terutama karena transmisi dimaksud banyak dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : (i) perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan keuangannya, (ii) lamanya tengat waktu (lag) sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai, serta (iii) terjadinya perubahan pada saluran transmisi moneter itu sendri sesuai dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan (Warjiyo,2004:3). Kebijakan Moneter ? Tujuan Akhir Inflasi Gambar 2.1 Mekanisme Transmisi Moneter sebagai Black Box Sumber : Warjiyo,2004:4 Mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam jalur moneter langsung mengacu pada peranan uang dalam perekonomian dimana dalam jangka pendek pertumbuhan jumlah uang beredar akan mempengaruhi perkembangan output riil. Selain itu, mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat pula terjadi melalui jalur lainnya, yaitu ( Warjiyo, 2003 :19) 1) Jalur Suku Bunga Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga merupakan standar model dalam literatur-literatur. Mekanisme ini didasarkan pada model dasar Keynesian IS-LM. Berdasarkan model ini kebijakan moneter ekspansif akan mendorong pada turunnya suku bunga riil yang pada gilirannya akan menurunkan biaya modal. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan kenaikan pengeluaran investasi sehingga kemudian akan meningkatkan permintaan agregat dan kenaikan output. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 2) digilib.uns.ac.id 13 Jalur nilai tukar Jalur ini juga melibatkan efek suku bunga karena saat suku bunga riil domestik turun, maka deposito domestik menjadi kurang menarik bila dibandingkan dengan deposito dalam mata uang luar negeri. Hal ini akan menyebabkan depresiasi. Nilai tukar domestik lebih murah daripada barangbarang luar negeri, sehingga akan menaikkan ekspor yang kemudian juga menaikkan output agregat. 3) Jalur harga aset Melalui jalur harga asset kebijakan moneter ekspansif akan mendorong peningkatan suku bunga yang kemudian akan menekan harga asset perusahaan. Hal ini akan menyebabkan kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspansi berkurang. Selain itu juga menyebabkan nilai kekayaan dan pendapatan berkurang, yang kemudian akan mengurangi pengeluaran konsumsi. Secara keseluruhan kedua hal tersebut akan menurunkan pengeluaran agregat. 4) Jalur kredit Ada dua jalur utama dalam mekanisme transmisi kebijakanmoneter melalui jalur kredit, yaitu : a) Jalur pinjaman bank Jalur pinjaman bank didasarkan pada pandangan bahwa bank memiliki peran khusus commit dalam sistem to user keuangan. Oleh karenanya, para perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 peminjam tertentu tidak akan memiliki akses terhadap pasar kredit kecuali mereka meminjam dari bank. Sedangkan mekanisme transmisi melalui jalur ini adalah sebagai berikut. Kebijakan moneter ekspansif, yang menaikkan cadangan dan deposito bank, akan menaikkan penyediaan pinjaman bank. Kenaikan pinjaman ini akan menaikkan investasi dan selanjutnya mendorong kenaikan output. b) Jalur neraca perusahaan Kebijakan moneter dapat mempengaruhi neraca perusahaan dengan mekanisme sebagai berikut. Kebijakan moneter ekspansif, yang akan menaikkan harga ekuitas, akan menaikan nilai perusahaan sehingga akan menaikkan investasi dan permintaan agregat karena penurunan adverse selection dan moral hazard. a. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku Bunga Konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter secara teoritis dimulai dari ketika bank sentral mengubah instrumen-instrumennya yang selanjutnya mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Misalnya Bank Sentral (BI) menaikkan rSBI. Peningkatan tersebut akan mendorong naiknya Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (rPUAB), suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan ekspektasi inflasi di masyarakat. Perkembangan ini mencerminkan commit to user bekerjanya jalur-jalur transmisi moneter yang akan selanjutnya berpengaruh perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 terhadap konsumsi dan investasi, ekspor dan impor yang merupakan komponen permintaan eksternal dan keseluruhan permintaan agregat. Besarnya permintaan agregat tidak selalu sama dengan penawaran agregat. Jika terjadi selisih antara permintaan dan penawaran atau terjadi output gap maka akan memberi tekanan terhadap kenaikan harga-harga (inflasi) dari sisi domestik. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi luar negeri terjadi melalui pengaruh langsung dan tidak langsung perubahan nilai tukar terhadap perkembangan harga barang-barang yang diimpor. Kebijakan moneter yang ditransmiskan melalui Jalur Suku Bunga dapat dijelaskan dalam dua tahap: Pertama, transmisi di sektor keuangan (moneter). Perubahan kebijakan moneter berawal dari perubahan instrumen moneter (rSBI) akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga PUAB, suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Proses transmisi ini memerlukan tenggat waktu (time lag) tertentu. Kedua, transmisi dari sektor keuangan ke sektor riil tergantung pada pengaruhnya terhadap konsumsi dan investasi. Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi terjadi karena suku bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat (income effect) dan suku bunga kredit sebagai pembiayaan konsumsi (substitution effect). Sedangkan pengaruh suku bunga terhadap investasi terjadi karena suku bunga kredit merupakan komponen biaya modal. Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi dan investasi selanjutnya akan berdampak pada jumlah permintaan agregat. Jika peningkatan permintaan agregat tidak dibarengi dengan peningkatan penawaran agregat, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 maka akan terjadi output gap (OG). Tekanan OG akan berpengaruh terhadap tingkat inflasi. Mengacu pada penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa inflasi yang terjadi melalui jalur ini adalah inflasi akibat tekanan permintaan (demand pull-inflation). Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga dapat disimak pada Gambar 2.2. Kebijakan Moneter Suku Bunga · SBI · PUAB Suku Bunga deposito Transmisi di Sektor Keuangan Suku Bunga Kredit Konsumsi Transmisi di Sektor Riil Inflasi Permintaan Agregat Output Gap Investasi Gambar 2.2 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga Sumber : Warjiyo, 2004:20 b. Indikator Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebjakan Moneter Efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter diukur dengan dua indikator, yaitu: (1). Berapa kecepatan atau tenggat waktu (time lag) dan (2). Kekuatan variabel-variabel pada jalur tranmsisi moneter dalam merespons shock rSBI hingga terwujudnya sasaran akhir. Indikator kecepatan diukur dari berapa time lag yang dibutuhkan oleh variabelcommit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 variabel dalam suatu jalur untuk merespons shock instrumen kebijakan hingga tercapainya sasaran akhir (inflasi). c. Tenggat Waktu (Lag) Efek dari Kebijakan Moneter Tenggat waktu (Lag) adalah dampak kebijakan moneter terhadap kestabilan dan pertumbuhan ekonomi, dimana tergantung pada : - Kuat tidaknya hubungan antara perubahan kebijakan moneter yang dilakukan dengan kegiatan ekonomi. - Jangka waktu antara terjadinya perubahan kebijakan moneter sampai terjadinya efek terhadap kegiatan ekonomi (lag). Jangka waktu atau Lag yang dimaksud terdiri dari bebrapa komponen atau unsur, yaitu : Total Lag Inside Lag Recognition Lag Need to Action t0 Outside/Impact Lag Recognition Lag Recognition of Need to Action Change in Policy Instrumen t1 t2 Gambar 2.3 Tenggat Waktu (Lag) Dimana : commit to user Change in Economic Activity t3 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 t0 : Periode awal adanya kebijakan moneter t1 : kurun waktu pertama sejak adanya kebijakan moneter t2 : kurun waktu kedua sejak adanya kebijakan moneter t3 : kurun waktu ketiga sejak adanya kebijakan moneter Periode t0 sampai dengan t1 merupakan Recognition lag, yakni waktu yang diperlukan oleh Bank Indonesia untuk mengumpulkan data ekonomi dan menganalisis perubahan aktivitas ekonomi yang diinginkan dengan melaksanakan kebijakan moneter tersebut. Misalnya pada periode t0 telah terjadi perubahan aktivitas ekonomi, misalnya kenaikan jumlah pengangguran. Dengan fenomena itu, sebelum mengambil dan menentukan kebijakan moneter untuk mengatasi pengangguran tersebut, Bank Indonesia memerlukan waktu terlebih dahulu untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah pengangguran tersebut. Administrative lag (t1 – t2 ) merupakan periode antara diketahuinya (oleh BI) berbagai informasi yang akan diperkirakan untuk merubah kebijakan moneter, dengan waktu dimana BI benar-benar merubah satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter (t2 ). Keseluruhan antara Recognition lag dan Adminitrative lag ini disebut dengan Inside lag, yakni kurun waktu antara perubahan/kejadia ekonomi yang memerlukan perubahan kebijakan moneter dengan perubahan satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter. Selanjutnya, kurun waktu antara telah berubahnya satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter untuk mengatasi suatu masalah ekonomi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 sampai dengan efek atau dampak nyata kebijakan moneter tersebut pada kegiatan ekonomi, disebut dengan Outside/Impact lag. Dengan kata lain, Outside lag mengukur seberapa lama waktu yang dibutuhkan dari perubahan instrumen kebijakan moneter, dapat memberi efek pada penyelesaian masalah ekonomi yang dipecahkan/diselesaikan. Lag inilah yang kemudian dijadikan salah satu alat ukur efektifitas kebijakan moneter Bank Indonesia. Logikanya, semakin cepat atau pendek lag/waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek, semakin baik kebijakan moneter tersebut. Jangan sampai efek yang terjadi sudah terlambat dan bahkan justru memperparah keadaan atau masalah yang sedang terjadi dalam perekonomian 3. Teori Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Telah ada kebangkitan yang besar dalam masalah bagaimana melakukan kebijakan moneter. Salah satu fenomena ini adalah besarnya kertas kerja dan konfrensi pada topik tersebut. Hal yang lain adalah beberapa tahun terakhir banyak pemuka makroekonomi mempunyai tujuan khusus aturan kebijakan atau setidaknya telah mengamati posisi kebijakan moneter pada umumnya. John Taylor merekomendasikan sebuah simple rule atas tingkat suku bunga (Taylor 1993a) adalah contoh yang terkenal. 1) Kerangka Makroekonomi Sederhana commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 Dasar kerangka yang digunakan adalah sebuah model ekuilibrium dinamis dengan uang dan tingkat harga tetap sementara. Dalam model, kebijakan moneter berdampak pada ekonomi riil dalam jangka pendek, sama seperti pada kerangka tradisional Keynesian IS/LM. Di samping itu, model mengakomodasi pandangan yang berbeda tentang bagaimana makroekonomi berperilaku (Clarida, 1999:1664). 2) Tujuan Kebijakan Fungsi objektif bank sentral menterjemahkan perilaku target variabel ke dalam ukuran kesejahteraan sebagai panduan dalam memilih kebijakan. α parameter adalah relatif berat pada penyimpangan output. Sejak , fungsi kerugian potensial mengambil Output Zt sebagai target. Hal ini juga secara implisit membawa nol sebagai target inflasi, namun tidak ada biaya dalam bentuk umum sejak inflasi dinyatakan dalam persen deviasi dari trend. Meskipun telah ada cukup besar kemajuan dalam memotivasi perilaku makroekonomi model dari prinsip-prinsip pertama, sampai sangat baru-baru ini, yang sama telah tidak benar tentang rasionalisasi tujuan kebijakan. Selama beberapa tahun terakhir tahun, telah ada sejumlah upaya untuk benar-benar koheren merumuskan masalah kebijakan dengan mengambil sebagai kriteria kesejahteraan utilitas dari agen perwakilan di dalam model (Clarida,1999:1668) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 3) Aturan Suku Bunga Sederhana Taylor (1993a) memicu diskusi tentang tingkat suku bunga sederhana. Taylor mengajukan kebijakan umpan balik dari model berikut : dan, , , dimana adalah tingkat suku bunga yang ditargetkan mendefinisikan aturan umpan balik, adalah target tingkat inflasi, dan adalah tingkat ekuilibrium bunga riil jangka panjang. Kontribusi Taylor adalah untuk merinci normatif dan implikasi positif. Di sisi normatif, aturan terdiri dari prinsip-prinsip utama kebijakan optimal yang digambarkan. Secara khusus, memiliki tingkat nominal menyesuaikan lebih dari satu-untuk-satu dengan tingkat inflasi. Untuk tingkat inflasi tertinggal adalah prediktor yang baik untuk inflasi ke depan, sehingga memiliki tingkat riil menyesuaikan untuk ekonom inflasi kembali ke target . Akhirnya, perhatikan bahwa tingkat suku bunga merespon ke output gap sebagai lawan tingkat output. Jadi, setidaknya sebuah perkiraan akal, aturan panggilan untuk countercydical menanggapi permintaan guncangan dan akomodasi guncangan terhadap GDP potensial yang tidak mempengaruhi output gap (Clarida,1999:1695). a) Prinsip Dasar Model commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 Taylor Rule menjelaskan seberapa besar tingkat bunga nominal yang ditetapkan agar inflasi dapat dikendalikan sehingga mencapai target inflasi (inflation targeting). Taylor rule mempunyai 3 hal yang perlu diamati yaitu pertama, instrumen kebijakan moneter yang digunakan adalah tingkat bunga bank. Efisiensi kebijakan ini secara tidak langsung akan ditunjukkan oleh Taylor Rule dengan melihat koefisien output dan inflasi. Dua, yang menjadi sasaran akhir adalah inflasi. Tiga, sasaran lainnya adalah pendapatan nasional. Prinsip dasar model Taylor Rule adalah mengatur tingkat bunga nominal pada tingkat tertentu yang dilakukan oleh bank sentral sehingga pada keseimbangan jangka panjang tingkat bunga nominal setara yaitu tingkat bunga riil ditambah inflasi. Penentuan tingkat bunga nominal yang baik antara lain memperhatikan sasaran laju inflasi dan output gap yang diyakini sebagai penyebab munculnya inflasi sehingga dalam taylor rule mempunyai 2 cakupan dalam target moneter yaitu inflasi yang rendah dan stabil serta pertumbuhan output yang berkelanjutan. b) Teori dan Pendekatan Model Pendekatan Taylor (1999), fungsi permintaan agregat perekonomian Indonesia mengikuti suatu persamaan reduced form: Yt – Y*t = - (i-p) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 Y adalah PDB atau output aktual sebagai cerminan permintaan agregat, y* adalah PDB atau output potensial sebagai cerminan penawaran agregat, i adalah suku bunga dan p adalah inflasi agregat. Persamaan diatas menyatakan bahwa perbedaan output aktual dan potensinya akan dipengaruhi oleh suku bunga riil. Bila suku bunga riil meningkat maka kesenjangan output tersebut akan semakin membesar. Cerminan dari biaya (inflasi) yang harus ditanggung oleh perekonomian bila menginginkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi digunakan kurva philips yang menggambarkan trade-off antara output dan inflasi. Pt+1 adalah inflasi agregat (headline inflation) dimasa datang, p* ekspektasi inflasi, εt+1 adalah kejutan dari sisi penawaran yang bersifat sementara dan c adalah kejutan kebijakan. Perlu ditambahkan bahwa εt+1 adalah kejutan dari sisi penawaran yang bersifat sementara, sehingga adalam jangka panjang bernilai 0 (white noise). Kejutan dari sisi penawaran ini memiliki tanda t+1, artinya bahwa otoritas moneter sama sekali tidak memiliki informasi kejutan macam apa yang akan terjadi pada periode mendatang. Adapun c adalah konstan kejutan kebijakan (one time policy shocks) yang berasal dari penyesuaian harga barang-barang yang dikendalikan pemerintah. Kenaikan inflasi yang berasal dari unsur ini banyak ditemukan di negaranegara sedang berkembang, dimana pemerintah memiliki kewenangan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 mengendalikan harga secara langsung dan mengatur tingginya tingkat harga. Untuk memperoleh makna dari persamaan diatas, maka dilakukan penyederhanaan, dimana ekspektasi inflasi dianggap sama dengan sasaran inflasi yang diterapkan (fully credible monetary policy). Selain itu diasumsikan c=0, yang berarti tidak ada kebijakan penyesuaian harga oleh pemerintah. Dengan demikian laju inflasi hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan situasi permintaan (p dan output gap) dan kejutan dari sisi penawaran (ε). Dengan demikian persamaan diatas menggambarkan situasi trade off, bahwa kenaikan jumlah produksi (output) periode sekarang (atau dengan kata lain, produksi semakin mendekati kapasitas penuhnya) akan cenderung menaikkan tekanantekanan inflasi pada periode mendatang. Dengan model seperti persamaan diatas, maka perubahan suku bunga sekarang hanya dapat mempengaruhi laju inflasi periode mendatang. Ini merupakan cerminan dari mekanisme penundaan waktu (time lag) kebijakan moneter atas perkembangan output maupun inflasi. 4) Agregat Demand dan Agregat Supply Permintaan agregat (agregat demand) adalah permintaan total barang dan jasa dalam perekonomian. Kurva permintaan agregat diturunkan dengan mengasumsikan bahwa variabel-variabel kebijakan fiskal (pembelian pemerintah (G) dan pajak neto (T) ) serta variabel kebijakan moneter (M) tetap tak berubah. Dengan kata lain asumsi pemerintah tidak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 melakukan tindakan apapun dalam mempengaruhi perekonomian sebagai tanggapan atas perubahan tingkat harga. Tingkat bunga yang lebih tinggi, lebih sedikit proyek investasi yang diinginkan, dan belanja investasi yang direncanakan (I) turun dari I0 ke I1. I yang lebih rendah berarti pengeluaran agregat yang direncanakan (agregat ekspendicture) lebih rendah. AE yang lebih rendah berarti persediaan lebih besar dari pada yang direncanakan, perusahaan memotong output, dan Y turun dari Y0 ke Y1 seperti yang ditunjukan pada gambar 2.4 (b). Kenaikan tingkat harga menyebabkan tingkat output (pendapatan) agregat turun. Situasi ini terbalik ketika tingkat harga turun. Tingkat harga yang lebih rendah menyebabkan permintaan uang turun, yang menyebabakan tingkat bunga yang lebih rendah. Tingkat bunga yang lebih rendah mendorong belanja investasi yang direncanakan, pengeluaran agregat yang direncanakan meningkat, yang menyebabkan peningkatan Y. Penurunan tingkat harga menyebabkan tingkat pengeluara agregat yang direncanakan naik. commit to user perpustakaan.uns.ac.id % Tingkat bunga, r M 9 6 0 M uang, M 9 6 I 0 I1 I0 investasi yang direncanakan, I Gambar 2.4 (a) Uang (M) Sumber : Karl, 2009:193 Gambar 2.4 (b) Investasi yang direncanakan (I) Sumber :Karl, 2009:193 Pengeluaran agregat yang direncanakan, AE = C + I + G Tingkat bunga, r % digilib.uns.ac.id 26 C +I0 + G C + I1 + G Y1 Y0 Output (pendapatan) agregat, Y Gambar 2.4 (c), Output (pendapatan) agregat Sumber : Karl, 2009:193 a. Kenaikan tingkat harga menaikan permintaan uang dari ke . Dengan penawaran uang yang tetap, tingkat bunga meningkat dari 6 persen ke 9 persen. commit to user perpustakaan.uns.ac.id b. Tingkat digilib.uns.ac.id 27 bunga yang lebih tinggi menurunkan investasi yang direncanakan dari I0 ke I1. c. Penurunan investasi yang direncanakan mengurangi pengeluaran agregat yang direncanakan dan menyebabakan output (pendapatan) ekuilibrium turun dari Y0 ke Y1. Kurva permintaan agregat (AD) adalah kurva yang memperlihatkan hubungan negatif antara output (pendapatan) agregat dan tingkat harga. Masing-masing titik pada kurva AD adalah titik di mana baik pasar barang tingkat harga,, P maupun pasar uang berbeda pada ekuilibrium (Karl,2009:193). P2 P1 P0 AD 0 Y2 Y1 Y0 Gambar 2.5 Kurva Permintaan Agregat (AD) Sumber : Karl,2009 :194 Permintaan agregat turun ketika harga naik karena tingkat harga yang lebih tinggi menyebabkan permintaan uang (Md) naik. Dengan penawaran uang tetap konstan, tingkat bunga akan naik untuk mewujudkan kembali ekuilibrium di pasar uang. Tingkat bunga yang lebih tinggi akan menyebabkan output agregat turun. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 Titik di sepanjang kurva permintaan agregat, kuantitas agregat yang diminta tepat sama dengan pengeluaran agregat yang direncanakan, C + I + G. Kurva permintaan agregat pada gambar 2.5 diatas didasarkan pada asumsi bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah G, T dan Ms itu tetap. Jika ada variabel yang berubah, kurva permintaan agregat akan bergeser. Jika kantitas uang ditambah pada segala tingkat harga tertenntu, tingkat bunga akan turun, yang menyebabkan belanja investasi yang direncanakan (dan pengeluaran agregat yang direncanakan) naik. Hasilnya adalah peningkatan output pada tingkat harga tertentu. Seperti diperlihatkan pada tingkat harga,, P gambar 2.6. AD1 AD0 0 output (pendapatan) agregat, Y Gambar 2.6 Efek Peningkatan Penawaran Uang atas Kurva AD Sumber : Karl, 2009:196 Peningkatan penawaran uang (Md) menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan, dari AD0 ke AD1. Pergeseran ini terjadi karena peningkatan Ms menurunkan tingkat bunga, yang meningkatkan investasi yang direncanakan (sehingga juga meningkatkan pengeluaran agregat yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 direncanakan). Hasil akhirnya adalah penigkatan output pada tiap tingkat harga yang mungkin. tingkat harga,, P G↑ atau T ↑ AD1 AD0 0 Output (pendapatan) agregat, Y Gambar 2.7 Efek Peningkatan Belanja Pemerintah atau Penurunan Pajak Neto atas Kurva AD Sumber : Karl, 2009 : 197 Peningkatan belanja pemerintah (G) atau penurunan pajak neto (T) menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan, dari AD0 ke AD1. Kenaikan G meningkatkan pengeluaran agregat yang direncanakan, yang menyebabkan peningkatan output pada tiap tingkat harga yang mungkin. Penurunan T menyebabkan konsumsi naik. Konsumsi yang lebih tinggi kemudian meningkatkan pengeluaran agregat yang direncanakan, yang menyebabkan peningkatan output pada tiap tingkat harga yang mungkin. Kurva permintaan agregat adalah berasal dari model IS-LM. Dalam ilustrasi di bawah ini, pendapatan ekuilibrium Y1 ketika tingkat harga P1. Kenaikan tingkat harga ke tingkat yang lebih tinggi, dari P1 ke P2. Pada tingkat yang lebih tinggi, dengan jumlah konstan uang, daya beli dipotong. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 Jumlah tetap dolar tidak lagi membeli sebanyak. Dampak pada kurva LM identik dengan apa yang terjadi ketika harga tetap tetap dan jumlah uang yang jatuh. Kurva LM, dalam kasus lain, bergeser kiri, suku bunga naik, dan pendapatan turun. tingkat output tersebut pada kedua P1 dan P2 akan ditampilkan di bagian bawah ilustrasi. Kurva permintaan agregat menghubungkan mereka dengan poin yang tingkat harga yang lainnya menghasilkan. Interest rate IS LM2 LM1 Output AS P2 P1 AD Y2 Y1 Output Gambar 2.8 Kurva IS-LM Kurva penawaran agregat berasal dari pasar sumber daya. Meskipun pasar ini dapat menyesuaikan perlahan, ketika mereka akhirnya melakukan sepenuhnya menyesuaikan, tingkat harga harus memiliki pengaruh yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 kecil atau tidak ada pada jumlah sumber daya yang disediakan. Jika dua kali lipat dari semua harga dan upah hasil output lebih atau kurang, seseorang menderita ilusi uang. Orang percaya juga bahwa ia adalah lebih baik dengan nominal yang lebih tinggi (tapi sama nyata) upah, atau bahwa ia adalah lebih buruk dengan harga yang lebih tinggi yang telah dapat dikompensasi dengan upah yang lebih tinggi. Jika orang menyadari bahwa uang hanyalah perantara, dan akhirnya perdagangan barang untuk barang, tingkat harga tidak masalah. Setelah kita menambahkan lengket untuk harga dan memberikan peran kepada inflasi yang diharapkan, perubahan dalam pengeluaran tidak akan hanya memindahkan ekonomi atas atau bawah kurva agregatpenawaran vertikal. Kurva ke atas-miring di bawah ini menunjukkan apa yang mungkin dalam jangka pendek. Sebuah perubahan pengeluaran akan memindahkan kurva agregat-permintaan. Jika kurva agregat-penawaran jangka pendek cukup datar, akan ada perubahan besar dalam output dan perubahan kecil pada tingkat harga. Price level Agregat Demand Short run AS Output Gambar 2.9 Agregat Demand commit to user Sumber : Karl,2009:196 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 Penawaran agregat dan permintaan agregat adalah sebuah kerangka menarik karena sederhana, dengan struktur yang sama dengan penawaran dan permintaan. Namun, asumsi di balik penawaran agregat dan permintaan agregat sama sekali berbeda dengan mereka yang berada dibalik penawaran dan permintaan, yaitu kurva penawaran agregat dan permintaan agregat tidak diperoleh dengan menjumlahkan semua kurva penawaran dan permintaan dalam suatu perekonomian. Jika mereka, orang akan mengharapkan bahwa kurva agregat-penawaran jangka panjang akan datar dari kurva agregat-penawaran jangka pendek, seperti halnya dengan kurva penawaran yang normal. Tetapi kurva penawaran agregat tumbuh curam semakin lama waktu untuk penyesuaian. Penawaran agregat dan permintaan agregat adalah lebih umum dari IS-LM, dan mengatasi beberapa keterbatasan IS-LM. Ini mencakup tingkat harga sebagai variabel, dan itu menunjukkan bahwa masalah sumber daya pasar. Hal ini juga memungkinkan satu mempertimbangkan kasus-kasus di mana gangguan berasal di pasar sumber daya, seperti gangguan pasokan minyak, yang IS-LM tidak bisa menangani. Permintaan agregat dan penawaran agregat menunjukkan proses penyesuaian. Hal ini dengan serangkaian kesetimbangan jangka pendek. Alfred Marshall berasal teknik ini dengan pasokan teratur dan permintaan. Dia memiliki tiga periode: periode pasar atau jangka sangat pendek, di mana output adalah tetap; jangka pendek, di mana modal tersebut tetap tetapi pemanfaatan modal tidak; dan jangka panjang, di mana tidak ada yang tetap. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 Sejauh ini eksposisi penawaran agregat dan permintaan agregat telah fuzzy tentang apa yang tetap dalam jangka pendek yang tidak tetap dalam jangka panjang. Ketidakjelasan ini tetap sebagai masalah permintaan agregat dan penawaran agregat. Penawaran agregat (AS) adalah penawaran total barang dan jasa dalam perekonomia. Kurva penawaran agregat (AS) adalah grafik yang memperlihatkan antara kuantitas output agregat yang ditawarkan oleh semua perusahaan dalam perekonomian dengan tingkat harga keseluruhan (Karl,2009:197). p tingkat harga,, P D AS C 0 B A output (pendapatan) agregat, Y Gambar 2.10 Kurva Penawaran Agregat Jangka Pendek Sumber : Karl,2009:199 Kurva penawaran agregat (kurva tanggapan harga/output) memiliki slope positif dalam jangka pendek. Pada tingkat output agregat yang rendah, kurva ini agak datar. Sewaktu perekonomian mendekati kapasitasnya, kurva ini menjadi hampir vertikal. Pada tingkat kapasitas penuh, kurva ini vertikal. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 Tabel 2.1 Perilaku Perusahaan Individu yang Membentuk Perekonomia. Kebijakan moneter ekspansif Kebijakan moneter kontraktif Md ↑→ kurva AD bergeser ke kanan Md ↓→ kurva AD bergeser ke kiri Kebijakan fiskal ekspansif Kebijakan fiskal kontraktif G ↑→ kurva AD bergeser ke kanan G ↓→ kurva AD bergeser ke kiri T ↓→ kurva AD bergeser ke kanan T ↑→ kurva AD bergeser ke kiri Sumber : Karl, 2009:197 Tingkat harga p 0 AS1 AS0 Output (pendapatan) agregat, Y Tingkat harga Gambar 2.11 (a) Penurunan Penawaran Agregat Sumber : Karl,2009:203 p 0 AS0 AS1 Output (pendapatan) agregat, Y Gambar 2.11 (b) Peningkatan Penawaran Agregat commit to user Sumber : Karl,2009:203 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 a. Penurunan penawaran agregat Pergeseran kurva AS ke kiri dari AS0 ke AS1 bisa disebabkan oleh peningkatan biaya, misalnya kenaikan tingkat upah atau harga energi, bencana alam, stagnasi ekonomi, dan semacamnya. b. Peningkatan penawaran agregat Pergeseran ke kanan kurva AS dari AS0 ke AS1 bisa disebabkan oleh penurunan biaya, kebijakan publik yang mendorong penawaran, dan semacamnya. Tingkat harga ekuilibrium adalah tingkat harga dimana kurva permintaan agregat dan penawaran agregat berpotongan, seperti pada gambar 2.9 dimana tingkat harga ekuilibrium adalah P0 dan tingkat output (pendapatan) agregat ekuilibrium adalah Y0. Tingkat harga, P AS P0 AD 0 Y0 Output (pendapatan) agregat,Y Gambar 2.12 Tingkat Harga Ekuilibrium Sumber : Karl,2009:205 Titik disepanjang kurva AD, baik pasar uang maupun pasar barang berada pada menggambarkan ekuilibrium. Masing-masing commit to user keputusan harga/output titik semua pada kurva perusahaan AS dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 perekonomian. P0 dan Y0 berhubungan dengan ekuilibrium di pasar barang dan uang dan dengan sekumpulan keputusan harga/output dari semua perusahaan dalam perekonomian. Tingkat harga, P AS (jangka panjang) AS1 (jangka pendek) AS0 (jangka pendek) P2 C P1 B P0 A AD1 AD0 0 Y0 Y1 Output (pendapatan) agregat, Y Gambar 2.13 Kurva Penawaran Agregat Jangka Panjang Sumber : Karl, 2009: 206 Kurva AD bergeser dari AD0 ke AD1, maka tingkat harga ekuilibrium awalnya naik dari P0 ke P1 dan output naik dari Y0 ke Y1. Biaya merespon dalam jangka panjang, menggeser kurva AS dari AS0 ke AS1. Jika biaya akhirnya meningkat dengan presentase yang sama seperti tingkat harga, kuantitas yang ditawarkan akan kembali ke Y0. Y0 kadang disebut dengan GDP potensial. Tingkat bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter dalam model IS, model LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok uang akan menurunkan tingkat bunga riil dan biaya modal serta commit to user meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi akan meningkatkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 permintaan agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan agregat. Pada tingkat bunga nominal yang sangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi tingkat harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun. Penurunan tingkat bunga riil akan menurunkan biaya modal dan biaya memegang uang, kemudian menstimulasi pengeluaran bisnis dan konsumen. Peningkatan pengeluaran bisnis dan konsumen pada akhirnya akan mingkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu dimana : M = stok uang nominal, r = tingkat bunga riil, p = ekspektasi tingkat harga, π = investasi riil, dan y = output riil agregat. Kebijakan moneter mempengaruhi ekonomi riil dalam jangka pendek berjalan, seperti halnya dalam kerangka tradisional Keynesian IS / LM. Perbedaan utamanya adalah bahwa perilaku agregat berkembang secara eksplisit dari optimasi oleh rumah tangga dan perusahaan. Salah satu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 implikasi penting adalah bahwa saat ini perilaku ekonomi secara kritis tergantung pada ekspektasi masa depan ke arah kebijakan moneter, serta pada kebijakan saat ini. Selain itu, model mengakomodasi perbedaan pandangan tentang bagaimana makroekonomi berperilaku. Dalam membatasi kasus fleksibilitas harga sempurna, misalnya, siklus dinamika menyerupai orang-orang dari siklus bisnis riil model, dengan kebijakan moneter yang mempengaruhi hanya variabel nominal. Biarkan Yt dan Zt menjadi komponen stokastik output dan tingkat alami output, masing-masing, baik dalam logs. Yang terakhir adalah tingkat output yang akan muncul jika upah dan harga fleksibel yang sempurna. Perbedaan antara aktual dan output potensial merupakan variabel penting dalam model. Dengan demikian mudah untuk mendefinisikan "keluaran celah" xt: 4. Instrumen Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter a. Tingkat Suku Bunga Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga yaitu harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku bunga sebagai harga dapat juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu Rupiah sekarang dengan satu Rupiah nanti, misalnya setahun lagi. Hutang piutang timbul karena terjadi pertukaran semacam ini. Pembeli dari satu Rupiah sekarang sekaligus commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 penjual dari satu Rupiah nanti adalah peminjam (Debitur). Sedangkan penjual dari satu Rupiah sekarang yang sekaligus juga pembeli dari satu Rupiah nanti adalah orang yang meminjamkan (Kreditur). Debitur harus membayar kepada kreditur harga dari pertukaran tersebut dan harga ini adalah bunga yang dibayar debitur dan diterima oleh kreditur (Boediono, 1994 : 75-76). Hubungan inflasi dengan tingkat suku bunga diawali dengan pengertian bahwa tingkat bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang dibayar oleh bank, sedangkan tingkat bunga riil (real interes rate) adalah perbedaan antara tingkat bunga nominal dan tingkat inflasi. Jika i menyatakan tingkat bunga nominal, r adalah tingkat bunga riil, π adalah tingkat inflasi, maka hubungan diantara ketiga variabelini adalah (Mankiw, 2003) : r= i- π Tingkat suku bunga riil dengan inflasi terdapat hubungan negatif. Artinya jika terdapat kenaikan pada tingkat suku bunga riil, maka akan terjadi penurunan inflasi. Transmisinya adalah sebagai berikut : r↓→π↑ Terdapat berbagai macam tingkat suku bunga seperti tingkat suku bunga deposito berjangka, tingkat suku bunga internasional, tingkat suku bunga kredit, tingkat suku bunga instrumen pasar uang, tetapi pada dasarnya tingkat suku bunga dibedakan menjadi dua yaitu tingkat suku bunga nominal dan tingkat suku bunga riil. Di samping itu tingkat suku bunga juga commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 dibedakan menurut jangka waktu yang terdiri dari tingkat suku bunga jangka pendek dan tingkat suku bunga jangka panjang. (1) Fungsi-fungsi Tingkat Suku Bunga Tingkat suku bunga mempunyai tiga fungsi pokok. Pertama, dapat memobilisasikan tabungan. Tingkat suku bunga merupakan harga yang mempengaruhi pemilihan antara konsumsi sekarang dan masa mendatang. Kondisi-kondisi di Indonesia memperlihatkan bahwa tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemilihan bentuk kekayaan-kekayaan yang diwujudkan dengan tabungan. Kenaikan tingkat suku bunga menimbulkan substitusi dari aset-aset nyata yang tidak produktif yang digunakan sebagai usaha untuk menghindari inflasi kepada financial claims. Substitusi ini melepaskan sumber-sumber ekonomi untuk dapat digunakan pada usaha-usaha yang produktif. Kedua, tingkat suku bunga merupakan suatu kebijaksanaan pendistribusian yang efisien terhadap alokasi sumber-sumber ekonomi yang langka antara berbagai alternatif investasi. Sebagai suatu pendistribusian, tingkat suku bunga memaksimumkan tingkat pengembalian rata-rata (the average return) dari suatu jumlah investasi tertentu. Ketiga, tingkat suku bunga dapat memberikan suatu social discount rate kepada keputusan-keputusan untuk menabung dan untuk investasi. Dalam hal ini, tingkat suku bunga mempersamakan rencana untuk menabung dan untuk investasi. Dia akan bertindak sebagai a commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 market clearing device, yang mempengaruhi pemilihan apa yang diproduksikan dan bagaimana cara memproduksi. Dia dapat juga menghindarkan teknik produksi yang padat modal terhadap sesuatu produk tertentu di negara-negara yang menghadapi kelangkaan modal. Di mana tenaga kerja adalah cukup banyak dan modal adalah langka, tingkat suku bunga dapat mendorong aktivitas-aktivitas wiraswasta kepada halhal dan teknologi yang sederhana, akan tetapi dengan pengembalian yang tinggi terhadap modal. (2) Jenis Tingkat Suku Bunga (a) Tingkat Suku Bunga Nominal dan Tingkat Bunga Riil Tingkat suku bunga dibedakan menjadi tingkat suku bunga nominal (nominal rate of interest) dan tingkat suku bunga riil (real rate of interest). Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang berlaku di pasar uang. Tingkat suku bunga nominal sebenarnya merupakan penjumlahan unsur-unsur tingkat suku bunga yaitu : dimana : : tingkat suku bunga nominal : tingkat suku bunga riil : premi resiko : biaya transaksi :premi inflasi, (Boediono,1994:88) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 Tanda * dimaksudkan bahwa komponen tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor ekspektasi atau pengharapan. Sedangkan tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga nominal yang telah disesuaikan dengan laju inflasi yang terjadi pada periode yang sama. Jadi tingkat suku bunga riil merupakan selisih antara tingkat suku bunga nominal dengan laju inflasi sehingga diperoleh : dimana : : tingkat suku bunga riil : tingkat suku bunga nominal : laju inflasi adalah simbol untuk laju inflasi yang benar-benar terjadi selama periode tersebut, sedangkan adalah untuk laju inflasi yang diharapkan terjadi selama periode yang sama (dan laju inflasi yang diharapkan ini menambah tingkat bunga sebagai unsur premi inflasi). Dapat juga didefinisikan sebagai berikut. dimana : : tingkat suku bunga riil yang diharapkan : tingkat suku bunga nominal : laju inflasi yang diaharapkan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 atau actual real rate of interest menunjukan beberapa imbalan yang benar-benar diterima oleh kreditur (atau yang dibayar oleh debitur) untuk penggunaan dananya selama jangka waktu tertentu, apabila diukur sebagai daya beli atas barang dan jasa. Sedangkan atau expeted real rate of interest adalah imbalan (juga dinyatakan dalam jual belinya atas barang dan jasa) yang diharapkan diterima oleh kreditur atas penggunaan dana untuk jangka waktu tertentu. adalah yang diperkirakan diterima kreditur, sedang adalah kenyataanya yang diterima. Dengan demikian adalah relevan dalam memutuskan apakah mereka akan mengadakan transaksi pinjam-meminjam atau tidak. Bagi kreditur, tingkat bunga riil merupakan imbalan riil bagi pengorbanannya untuk menyerahkan penggunaan uangnya untuk jangka waktu tertentu. Bagi debitur, tingkat bunga riil merupakan beban riil atas penggunaan uang orang lain. (b)Tingkat Suku Bunga Jangka Pendek dan Jangka Panjang Perbedaan tingkat suku bunga untuk jangka waktu peminjaman merupakan hal yang sering dijumpai dalam praktek. Perbedaan tersebut dapat didaftar dari jangka waktu paling pendek sampai yang paling panjang. Daftar tersebut disebut sebagai struktur tingkat suku bunga menurut jangka waktu (Terms structure of interest rates). Apabila digambarkan sebagai berikut : commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 Tingkat Suku Bunga Per tahun (%) “Kurva Hasil” (yield curve) Jangka Waktu Pinjaman Gambar 2.14. Kurva Hasil Sumber : Boediono, 1994:94 Ada tiga teori pokok mengenai struktur tingkat suku bunga menurut jangka waktu : (a) Teori Liquidity Preference Teori ini mengatakan bahwa kurva hasil selalu mempunyai slope positif artinya tingkat suku bunga per tahun untuk pinjaman berjangka waktu lebih lama selalu lebih besar daripada tingkat suku bunga per tahun untuk jangka waktu lebih pendek. Hal ini dapat terjadi karena dengan imbalan yang sama kreditur selalu mempunyai preference untuk memilih piutang yang lebih likuid. (b)Teori Kelompok Pasar (The Prefered Market Habitat Theory) Teori ini mengatakan bahwa tingkat suku bunga yang berlaku bagi suatu kelompok pinjaman dengan jangka waktu tertentu ditentukan oleh permintaan dan penawaran untuk kelompok tersebut. Tingkat bunga untuk kelompok pinjaman dengan jangka waktu 1 bulan mungkin dapat lebih tinggi daripada to user kelompok 3 atau 6 commit bulan, tergantung dari kekuatan permintaan dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 penawaran kelompok tersebut. Kurva hasil dapat mempunyai slope positif atau negatif. Masing-masing kelompok seakan-akan mempunyai pasar sendiri dan situasi pasar kelompok tersebut yang terutama menentukan tingkat suku bunga pada kelompoknya. Namun teori ini mengukur adanya hubungan antar pasar. Seberapa besar hubungan antar pasar tersebut tergantung pada hubungan substitusinya. (c) Teori Klasik Teori ini menekankan : · Peranan harapan masyarakat atau expectation mengenai pola perkembangan tingkat suku bunga di masa mendatang dalam menentukan struktur tingkat suku bunga. · Bahwa ada kelompok pasar seperti yang digambarkan oleh Teori Kelompok Pasar, tetapi antar kelompok yang satu dengan yang lain sangat ditentukan situasi pasar lain dengan kata lain hubungan substitusinya sangat dekat (Boediono, 1994 : 97) (c) Teori-teori Tingkat Suku Bunga 1) Teori Bunga Moneter Teori Bunga Moneter terdiri dari Teori Bunga Klasik yang disebut juga Teori Loanable Funds, Teory Keynes yang disebut Teori Liquidity Preference, dan Teori Bunga Post Keynesian. a) Teori Bunga Klasik commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 Menurut Teori Klasik, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan pengeluaran untuk konsumsi. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga keinginan untuk melakukan investasi juga semakin kecil. Seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya jika keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana. Semakin rendah tingkat bunga, maka seorang pengusaha akan lebih terdorong untuk investasi karena biaya penggunaan dana juga semakin kecil. Grafik keseimbangan tingkat bunga dapat digambarkan seperti dalam gambar 2.15. Keseimbangan tingkat bunga ada pada titik io, di mana jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga di atas io, jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun kembali ke posisi io. Sebaliknya, apabila tingkat bunga di bawah io, para pengusaha akan saling bersaing untuk memperoleh dana yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47 relatif lebih kecil jumlahnya, persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke io. Tingkat bunga Tabungan i1 i0 investasi investasi S0 i 0 Jumlah Rupiah yang Ditabung & Diinvestasikan Gambar 2.15 Teori Klasik Tentang Tingkat Bunga Sumber : Nopirin, 1996 Kenaikan efisiensi produksi misalnya, akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik. Sehingga pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia meminjam dana yang lebih besar untuk membiayai investasinya atau untuk dana investasi yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini dalam gambar di atas ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan investasi ke kanan atas, dan keseimbangan tingkat bunga yang baru berada di titik i1 (Nopirin, 1996:70) b) Teori Bunga Keynes Teori Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan to user dan penawaran commit akan uang. Uang menurut Keynes merupakan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 salah satu dari bentuk kekayaan yang dipunyai seseorang (portofolio) seperti halnya kekayaan dalam bentuk tabungan di bank, saham, atau surat berharga lainnya. Keputusan masyarakat mengenai bentuk komponen dari kekayaan mereka akan sangat menentukan tingginya tingkat bunga (Nopirin, 1996:90). Keynes hanya membagi komponen kekayaan dalam dua bentuk, yakni uang kas dan surat berharga (obligasi). Kekayaan yang diwujudkan dalam bentuk uang kas mempunyai keuntungan berupa kemudahan dalam melakukan transaksi sebab uang kas merupakan alat pembayaran paling likuid. Likuidnya uang kas diukur dengan kecepatan menukar kekayaan dalam bentuk alat pembayaran tanpa adanya kerugian nilai. Bentuk kekayaan dalam uang kas tidak dapat memberikan penghasilan (misalnya berupa bunga). Sebaliknya kekayaan dalam bentuk surat berharga dapat naik turun tergantung dari tingkat bunga. Jadi bisa diartikan surat berharga mendatangkan pendapatan berupa bunga. Keynes berpendapat bahwa ada tiga motif mengapa orang menghendaki memegang uang tunai, yaitu motif transaksi, motif berjagajaga dan motif spekulasi. Tiga motif inilah yang merupakan sumber timbulnya permintaan akan uang yang diberi nama liquidity preference. Preferensi atau keinginan untuk tetap commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 likuid inilah yang membuat orang bersedia membayar dengan harga tertentu untuk penggunaan uang. Liquidity preference tergantung dari tingkat bunga. Dalam gambar 2.16, sumbu horizontal menunjukkan jumlah dan permintaan uang sedangkan sumbu vertikal menunjukkan tingkat bunga. Permintaan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga, sesuai dengan gambar 2.16 dibawah ini apabila tingkat bunga tinggi maka masyarakat lebih suka menabung daripada memegang uang sehingga menyebabkan permintaan akan uang turun begitu juga sebaliknya. Jumlah Uang Tingkat Bunga (%) Liquidity preference Jumlah Uang dan Permintaan Uang Gambar 2.16. Teori Keynes Tentang Tingkat Bunga Sumber : Nopirin, 1996:92 Permintaan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga yang dapat dijelaskan sebagai berikut : commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 · Keynes menyatakan bahwa masyarakat yakin akan adanya tingkat bunga yang normal. Seandainya tingkat bunga turun di bawah tingkat bunga normal, semakin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali normal. Dan mereka akan memegang surat berharga pada waktu tingkat bunga naik. Hubungan ini disebut motif spekulasi permintaan uang kas sebab mereka melakukan spekulasi tentang harga surat berharga di masa yang akan datang. · Berkaitan dengan ongkos memegang uang kas. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin tinggi pula ongkos memegang uang kas sehingga keinginan memegang uang kas juga semakin turun. Sebaliknya, jika tingkat bunga turun, berarti ongkos memegang uang kas juga semakin rendah sehingga permintaan akan uang kas naik. · Bersama dengan uang beredar yang tetap (dengan anggapan bahwa Jumlah Uang Beredar/JUB ini ditetapkan oleh pemerintah) permintaan uang ini akan menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga dalam keseimbangan (req pada gambar di atas) apabila jumlah uang kas yang diminta sama dengan penawaran dalam hal ini JUB. Apabila pada suatu ketika tingkat bunga berada di bawah tingkat keseimbangan, masyarakat akan menginginkan uang kas lebih banyak dengan cara menjual uang kas yang dipegangnya. Usaha commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 menjual surat berharga ini akan mendorong harganya turun yang berarti tingkat bunga naik sampai ke tingkat di mana masyarakat sudah puas dengan komposisi kekayaannya (permintaan sama dengan penawaran uang). Sebaliknya apabila tingkat bunga di atas tingkat keseimbangan, masyarakat akan menginginkan uang kas lebih sedikit dengan cara membeli surat berharga. Pembelian ini akan mengakibatkan naiknya harga surat berharga yang berarti tingkat bunga akan turun sampai keseimbangan tercapai kembali. c) Teori Bunga Post Keynesian Teori Mazhab Klasik menekankan bahwa bunga timbul karena uang adalah “produktif”, dalam arti bahwa dengan dana di tangan seorang pengusaha bisa menambah alat produksinya (modal) yang bisa menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain, uang bisa meningkatkan produktifitas, dan karena adanya kenaikan produktifitas inilah orang mau membayar bunga. Teori Mazhab Keynesian, uang bisa “produktif” dengan cara lain. Dengan uang tunai di tangan orang bisa berspekulasi di pasar surat berharga dengan kemungkinan memperoleh keuntungan. Dan karena adanya kemungkinan ini orang mau membayar bunga (Boediono, 1994 :83). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 Kedua pandangan tersebut saling melengkapi. Kaum Klasik memandang uang sebagai “dana investasi” (loanable funds) yang langsung dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan produksi barang dan jasa. Kaum Keynesian lebih menekankan sifat uang sebagai suatu “aktiva yang likuid” yang bisa digunakan untuk memanfaatkan kesempatan memperoleh keuntungan dari pasar surat berharga. Uang adalah sebenarnya dua-duanya, yaitu sebagai aktiva likuid dan sekaligus juga sebagai dana investasi. Tingkat bunga adalah “harga uang” yang timbul dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran uang sebagai suatu aktiva yang likuid. Orang pertama yang menekankan bahwa suatu tingkat bunga bisa dikatakan benar-benar merupakan tingkat bunga keseimbangan (equilibrium interest rate) bagi suatu perekonomian apabila tingkat bunga tersebut memenuhi keseimbangan di pasar dana investasi (loanable funds) dan sekaligus keseimbangan di pasar uang (sebagai aktiva likuid) adalah ekonom terkemuka asal Inggris Sir John Hicks. Alat analisanya adalah kurva IS-LM yang terkenal itu. Pertama kita lihat kurva IS. Sesuai dengan teori Keynes, Hicks menyatakan bahwa tabungan tidak hanya ditentukan oleh tingkat bunga, tetapi juga oleh tingkat pendapatan (marginal propensity to commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53 save) yang artinya tabungan akan naik apabila tingkat pendapatan nasional naik. (Tingkat Bunga) R LM Rm IS 0 Ye Y (Pendapatan Nasional) Gambar 2.17 Tingkat Bunga Keseimbangan Hicks Sumber : Boediono, 1994:85 Pendapatan nasional naik apabila investasi naik, dan investasi cenderung naik apabila tingkat bunga turun. Dari interaksi antara semua ini bisa diturunkan kurva IS (gambar 2.17) yang menunjukkan tingkat bunga keseimbangan di pasar dana investasi (loanable funds) pada setiap tingkat pendapatan nasional (Y). Sedangkan kurva LM menunjukkan tingkat bunga keseimbangan yang terjadi di pasar uang (sebagai aktiva likuid) pada setiap tingkat pendapatan nasional. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54 Jadi tingkat bunga keseismbangan yang sesungguhnya, menurut sintesis Hicks, adalah tingkat bunga yang merupakan tingkat bunga keseimbangan di pasar dana investasi dan sekaligus merupakan tingkat bunga keseimbangan di pasar uang. 2) Teori Paritas Tingkat Bunga Kenyataannya tidak ada satupun negara yang benar-benar menggunakan sistem perekonomian tertutup. Tentu ada perbedaanperbedaan dalam derajat keterbukaan suatu negara. Namun kiranya jelas bahwa adanya hubungan dengan luar negeri mempunyai pengaruh terhadap perkembangan tingkat bunga di dalam negeri (Boediono, 1994 : 101). Teori Paritas Tingkat Bunga adalah suatu teori yang penting mengenai penentuan tingkat bunga dalam sistem devisa bebas (yaitu apabila penduduk masing-masing negara bebas memperjualbelikan devisa). Teori ini pada pokoknya menyatakan bahwa : “Dalam sistem devisa bebas tingkat bunga di negara satu akan cenderung sama dengan tingkat bunga di negara lain, setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang negara yang satu terhadap mata uang negara yang lain” Atau secara Aljabar, dimana : commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55 = tingkat bunga (nominal) di dalam negeri = tingkat bunga (nominal) di luar negeri = laju depresiasi mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing yang diperkirakan akan terjadi b. Jumlah Uang Beredar (1) Definisi Uang Uang adalah sesuatu yang umum diterima di dalam pembayaran untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta utnuk pembayaran utang-utang. Dan juga sering dipandang sebagai kekayaan yang dimilikinya yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu uang dengan kepastian dan tanpa penundaan. (2) Konsep Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar adalah seluruh uang kartal ditambah uang giral. Uang kartal adalah uang tunai yang dikeluarkan oleh Bank Sentral yang dalam penggunaanya langsung dibawah masyarakat. Sementara uang giral adalah seluruh nilai saldo rekening koran (giro) yang dimiliki oleh masyarakat pada bank-bank umum (Boediono, 1993:86). Jumlah uang beredar pada suatu saat adalah penjumlahan dari uang kartal ditambah uang giral. Dalam kepustakaan ekonomi moneter commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56 rumus ini menyatakan uang beredar dalam arti sempit (narrow money). Dan dirumuskan sebagai berikut: M1 = K + D dimana : M1 = Uang beredar dalam arti sempit (narrow money) K = Uang kartal (currency) D = Uang giral (demand deposit) Pengertian uang beredar dalam arti luas yang lain adalah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) ditambah uang kuasi (quasy money). Uang kuasi adalah sesuatu yang mendekati ciri uang termasuk deposito dan tabungan. Hal diatas disebut dengan uang beredar dalam arti luas (broad money) dan dapat dirumuskan sebagai berikut : M2 = M1 + T dimana : M2 = Uang beredar dalam arti luas (broad money) M1 = Uang beredar dalam arti sempit (narrow money) T = Saldo deposito berjangka dan tabungan milik masyarakat pada bank Narrow money dan broad money berkembang sejalan satu sama lain dalam keadaan normal sehingga salah satu dapat digunakan untuk melakukan analisis moneter. Namun dalam keadaan tertentu narrow money mungkin tidak berkembang sejalan dengan perkembangan broad money seperti yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1970-an. Pada commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57 waktu itu broad money meningkat lebih cepat dari pada narrow money karenakenaikan yang mencolok dari deposito berjangka di bank-bank. Hal ini disebabkan beberapa faktor, sperti adanya aliran uang masuk dari luar negeri karena tingkat bunga deposito di Indonesia sangat tinggi. Perubahan kepercayaan masyarakat terhadap nilai uang dapat juga mempengaruhi masing-masing konsep uang beredar secara berbeda. Salah satu faktor penting yang menentukan jumlah uang kartal dan uang giral adalah uang inti atau reserve money. Uang inti atau base money atau high powered money adalah saldo rekening koran (giro) milik bank-bank umum atau masyarakat pada Bank Indonesia ditambah dengan uang tunai yang dipegang baik bank-bank umum. Uang inti dirumuskan sebagai berikut (Boediono, 1993) : B=K +R B = Uang inti K = Uang kartal R = Cadangan (reserve) bank-bank umum berupa uang tunai dan saldo rekening koran pada Bank Indonesia Saldo rekening koran milik masyarakat umum (maupun milik bank lain) pada suatu bank umum bukan merupakan uang inti. Gambar dibawah ini akan memperjelas hubungan antara uang inti, uang kartal, uang giral dan cadangan bank. c. Produk Domestik Bruto (1) Definisi Produk Domestik Bruto (PDB) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58 Produk Domestik Bruto (PDB) diartikan sebagai nilai barangbarang dan jasa-jasa yang diproduksi di dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu (Sadono Sukirno, 1998:33) Produk domestik bruto (GDP) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu (Mankiw, 2007:19) (2) PDB Nominal dan PDB Riil Perhitungan pendapatan nasional yang didasarkan pada nilai pasar barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam tahun tertentu. Gross domesti product mengukur nilai output atas dasar dolar tahun yang bersangkutan, yaitu nilai dolar pada saat output diproduksi. Bila GDP didasarkan pada dolar tahun yang bersangkutan, maka perhitungan pendapatan nasional mengukru nilai nominal dari output nasional. Sehingga GDP atas dasar dolar tahun yang bersangkutan, atau GDP nominal, didasarkan harga yang terjadi pada saat output diproduksi. GDP Riil, yaitu GDP yang telah disesuaikan terhadap perubahan tingkat harga (McEachern, 2000:156) GDP nominal adalah GDP yang menunjukan nilai barang dan jasa berdasarkan harga pasar. Sedangkan GDP riil adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara berdasarkan harga konstan. (3) Cara Perhitungan PDB (a) Melalui Pendekatan Pengeluaran commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59 Rumus umum untuk menghitung PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah sebagai berikut : dimana : C : Konsumsi I : Investasi G : Government (pengeluaran oleh pemerintah) X-M : nilai Ekspor dikurangi nilai Impor (b)Melalui Pendekatan Pendapatan Pendekatan pengeluaran menjumlahkan atau mengagregasikan pendapatan dari suatu produksi. Sistem pembukuan double entry dapat memastikan bahwa nilai output agregat sama dengan pendapatan agregat yang dibayarkan untuk sumber daya yang digunakan dalam produksi output tersebut : yaitu upah, bunga, sewa, dan laba dari produksi. Pendapatan agregat sama dengan penjumlahan semua pendapatan yang diterima pemilik sumber daya dalam perekonomian (karena sumber dayanya digunakan dalam proses produksi) d. Tingkat Inflasi (1) Definisi Inflasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60 Tingkat inflasi didefinisikan sebagai tingkat di mana tingkattingkat umum harga di dalam ekonomi tersebut mengalami perubahan. Ini merupakan perubahan yang seimbang dalam tingkat umum harga untuk setiap unit waktu. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari barang-barang lain (Boediono, 1994:161) Di dalam teori kuantitas dijelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah karena adanya kelebihan permintaan (demand) sehingga uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak. Teori Kuantitas membedakan sumber inflasi menjadi dua, yaitu teori Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation. Selain menggunakan pendekatan teori kuantitas dalam menganalisis sumber-sumber penyebab inflasi, juga menggunakan pendekatan struktur ekonomi dan pendekatan moneter. a) Demand Pull Inflation Demand Pull Inflation terjadi karena adanya kenaikan permintaan agregat dimana kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment). Kenaikan permintaan agregat selain dapat menaikkan harga-harga juga dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 61 output (produksi) tetapi hanya akan mendorong kenaikan harga-harga yang biasa juga disebut sebagai Inflasi Murni (pure inflation). Namun jika pertambahan permintaan melebihi Gross National Product (GNP) pada kondisi kesempatan kerja penuh, maka akan menyebabkan terjadinya inflationary gap dan selanjutnya terjadilah inflasi. Adapun penjelasan dari full employment adalah sebagai berikut (Ryan C. Amacher dan Holley H. Ulbirch dalam Khalwaty: 18): Full employment is the level of employment which approximately 94 to 95 percent of those who want to work are employed. Full employment is difficult to pinpoint clearly……... Inflationary gap C+I A C’ + I B YFE Y1 C+I Y Gambar 2.18 Inflationary Gap Sumber : Khalwaty, 2000 :16 Gambar 2.18 membuktikan bahwa kenaikan kurva pengeluaran total dari C+1 menjadi C’+1 mengakibatkan terjadinya pergeseran titik keseimbangan B berada di atas GNP Full Employment (YFE). Jarak antara titik A ke titik B (YFE-Y) adalah besarnya inflationary commit to semakin user gap. Hal tersebut akan terlihat jelas pada kurva permintaan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62 dan penawaran total yang menunjukan proses terjadinya demand pull inflation pada gambar 2.19. P AS P4 P3 AD4 P2 P1 AD2 AD1 Q1 QFE AD3 Q Gambar 2.19 Demand Pull Inflation Sumber : Boediono, 1994 : 163 Gambar 2.19 menunjukkan bahwa pada awalnya demand pull inflation bermula dari harga P1 dan output Q1, kemudian terjadi kenaikan permintaan total dari AD1 menjadi AD2. Kenaikan permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi seluruhnya, sehingga terjadilah kenaikan harga dari P1 menjadi P2 dan output juga mengalami kenaikan dari Q1 menjadi QFE. Kenaikan tersebut berlangsung terus dari AD2 ke AD3 sehingga harga juga turut naik dari P2 ke P3. Sedangkan total output tetap pada posisi Q FE. Kenaikan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 63 harga tersebut terjadi karena ada inflationary gap yang akan terus berlangsung selama permintaan total terus naik menjadi AD4. b) Cost Push Inflation Tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan pada kondisi cost push inflation,. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi kapasitas produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran total (aggregate supply) terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan ini berlangsung terus menerus, maka akan mengakibatkan inflasi yang disertai dengan resesi. Kenaikan biaya produksi yang menimbulkan cost push inflation didorong oleh beberapa faktor, antara lain: 1) Adanya tuntutan kenaikan upah dari para pekerja yang biasanya dikoordinir oleh organisasi serikat buruh atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). 2) Adanya industri yang monopolis, yang memberikan kekuatan pada pengusaha (produsen) untuk menguasai pasar dan selanjutnya menaikkan harga lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan hargaharga faktor produksi yang digunakan untuk industri mengalami kenaikan. 3) Kenaikan bahan baku industri, seperti yang terjadi pada tahun 1972 – 1973. Pada saat itu negara-negara Arab produsen minyak commit to user perpustakaan.uns.ac.id melakukan digilib.uns.ac.id 64 embargo terhadap negara-negara industri yang mendukung Israel merebut wilayah Arab. 4) Adanya kebijakan pemerintah, baik yang bersifat ekonomi maupun non-ekonomi yang dapat memicu kenaikan harga-harga, seperti kenaikan tarif angkutan umum, kenaikan tarif listrik, kenaikan gaji pegawai negeri, dan kenaikan anggaran belanja negara yang dibiayai dengan pencetakan uang baru (money creation). 5) Pemerintah terlalu berambisi untuk menguasai sumber-sumber ekonomi dalam jumlah besar yang seharusnya dapat diserahkan kepada pihak swasta. Pemerintah sebaiknya lebih banyak melibatkan kalangan swasta agar tidak terlalu membebani anggaran belanja negara yang selanjutnya mempertajam deficit neraca pembayaran. 6) Adanya efek psikologis di kalangan masyarakat, seperti isu devaluasi yang menyebabkan permintaan masyarakat terhadap produk barang melonjak drastis. 7) Pengaruh inflasi dari luar negeri, terutama bagi negara-negara yang menganut sistem ekonomi terbuka atau pasar bebas. Meningkatnya harga barang-barang impor dan komponen-komponen atau bahan baku industri yang belum dapat diproduksi di dalam negeri. 8) Pengaruh alam yang dapat menurunkan produksi dan menaikkan harga, seperti musim kemarau panjang yang mengakibatkan gagalnya panen, bencana alam, dan lain-lain. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 65 Gambar 2.20 menunjukkan proses kenaikan biaya produksi dan harga produksi serta penurunan jumlah produksi total secara terus menerus, akibatnya terjadilah cost push inflation. Kenaikan biaya produksi akan menggeser kurva penawaran total AS1 menjadi AS2. Dampaknya harga produksi juga mengalami kenaikan dari P1 menjadi P2 dan produksi total turun dari QFE menjadi Q1. Kenaikan harga yang terus berlanjut tersebut akan menggeser kurva AS2 menjadi AS3, sedang harga mengalami kenaikan dari P2 menjadi P3. Kondisi demikian disebut cost push inflation. AS1 AS3 P P3 AS2 P2 E P1 AD Q2 Q1 QFE Gambar 2.20 Cost Push Inflation Sumber : Boediono, 1994:163 c) Struktur Ekonomi Melalui pendekatan struktur ekonomi, terjadinya inflasi disebabkan oleh tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu melalui pendekatan ini, inflasi akan dapat ditanggulangi dengan melakukan pembenahan (penataan) pada semua sektor ekonomi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah misalnya to user guna menghindarkan ekonomi deregulasi sektor riil,commit debirokratisasi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 66 biaya tinggi agar produksi mampu meraih keunggulan bersaing dengan produk-produk impor sejenis, transparansi dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah terutama yang berdampak inflator, pemberantasan korupsi dan kolusi serta meningkatkan efisiensi anggaran belanja negara. d) Pendekatan Moneter Uang sangat berperan penting dalam kehidupan manusia, karena uang berfungsi sebagai alat tukar menukar, sebagai satuan pengukur nilai, dan sebagai alat akumulasi kekayaan. Sebagai alat tukar menukar, uang memiliki 2 (dua) perbedaan dalam hal keputusan, yaitu keputusan membeli dan keputusan menjual, sehingga tidak diperlukan adanya kesamaan keinginan sebelum melakukan tukar menukar (transaksi) sebagaimana yang terjadi dalam sistem barter. Berdasarkan pada ketiga fungsi uang tersebut di atas, terdapat 3 (tiga) macam pengertian mengenai uang ditinjau dari sudut likuiditasnya, yaitu: 1) M1 adalah uang yang terdiri dari uang kertas, uang logam, dan simpanan dalam bentuk rekening koran (demand deposit). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 67 2) M2 adalah uang yang terdiri dari uang yang termasuk kategori M1, tabungan dan deposito berjangka (time deposit) yang terdapat pada bank umum. 3) M3 adalah uang yang terdiri dari uang yang termasuk dalam kategori M2, tabungan dan deposito yang terdapat pada lembaga-lembaga keuangan bukan bank. (2) Jenis-jenis Inflasi Sehubungan dengan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat dilakukan pengelompokan jenis-jenis inflasi berdasarkan sudut pandang sebagai berikut : (a) Inflasi bedasarkan asal terjadinya Ditinjau dari asal terjadinya, maka inflasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 1) Domestic Inflation Domestic inflation (inflasi domestik) adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestik). Kenaikan harga disebabkan karena adanya kejutan (shock) dari dalam negeri, baik karena perilaku masyarakat maupun perilaku pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan – kebijakan yang secara psikologis berdampak inflator. Kenaikan harga terjadi secara absolute, akibatnya terjadi peningkatan angka laju inflasi. 2) Imported Inflation commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 68 Imported Inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan harga di dalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan harga-harga dari luar negeri terutama barang-barang impor atas kenaikan bahan baku industri. Keniakan Indeks Harga Luar Negeri (IHLN) akan mengakibatkan kenaikan pada Indeks Harga Dalam Negeri (IHDN) yang secara praktis turur mempengaruhi laju pertumbuhan inflasi di dalam negeri. (b)Inflasi berdasarkan intensitasnya Apabila ditinjau dari intensitasnya, dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 1) Creeping Inflation Creeping inflation atau inflasi merayap adalah inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan berlangsung lambat (merayap). Inflasi merayap terjadi karena kenaikan harga berlangsung secara perlahan-lahan. Inflasi jenis ini biasanya dialami oleh negaranegara yang sedang membangun atau negara-negara yang sedang berkembang, karena terjadinya melekat dengan pembangunan itu sendiri dan dinilai dapat mendorong pembangunan. 2) Galloping Inflation Galloping inflation adalah inflasi yang timbul sebagai akibat adanya kenaikan harga-harga umum yang berlangsung sangat cepat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 69 (c) Inflasi berdasarkan bobotnya Inflasi jika ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu : 1) Inflasi Ringan Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10% per tahun. 2) Inflasi Sedang Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat pertumbuhan berada diantara 10 – 30% per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam kestabilan ekonomi suatu negera. 3) Inflasi Berat Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30 – 100% per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai oleh negara. 4) Inflasi Sangat Berat Inflasi sangat berat atau hyper inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% per tahun., sebagaimana yang terjadi dimasa perang dunia II (1939-1945). commit to user 70 B. Penelitian Terdahulu Peneliti, Judul Variabel Alat analisis Hasil tahun m. Natsir Peranan Jalur Suku bunga Uji Suku Bunga SBI, suku bunga Stasioneritas, dalam Mekanisme PUAB, suku Uji Peranan jalur suku bunga dalam MTKM di Indonesia efektif mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia periode 1990:2-2007:1. Melalui jalur ini dibutuhkan time lag sekitar 10 Transmisi bunga Deposito, Kausalitas triwulan atau dua tahun enam bulan hingga terwujudnya sasaran Kebijakan suku bunga Granger, Uji akhir kebijakan moneter. Moneter di kredit, ouput Kointegrasi: Indonesia gap, inflasi Respons variabel-variabel pada jalur ini terhadap shock rSBI Johansen, relatif kuat dan variabel utama jalur ini yaitu rPUAB mampu Penentuan menjelaskan variasi sasaran akhir kebijakan moneter secara Lag Optimal, signifikan yakni sebesar 63,11%. Hasil ini sekaligus menunjukkan VAR bahwa rPUAB berfungsi secara efektif sebagai sasaran operasional kebijakan moneter di Indonesia. Sri Analisis PMA, tingkat VAR, Uji Hasil pengujian dengan analisis dekomposisi varian dengan basis Muwarni kebijakan bunga, Inflasi, Stasioneritas, VAR menunjukkan 2007 moneter Nilai tukar, kaitannya dengan penanaman modal Uji Lag bahwa inflasi paling berperan dalam menjelaskan fluktuasi PMA Optimal, di Indonesia dibandingkan tingkat bunga dan nilai tukar. Berdasarkan analisis 71 Peneliti, tahun Judul Variabel Alat analisis Hasil asing: pendekatan impulse response, guncangan pada inflasi mendapat respon paling taylor rule cepat dan paling kuat direspon oleh PMA, dibandingkan oleh kurs dan tingkat bunga. Doni Satria Perilaku Resiko Kredit investasi, 2011 dalam Mekanisme modal kerja dan sektor perbankan saat berinteraksi dengan stance kebijakan Transmisi konsumsi. GDP. moneter menyebabkan pembalikan arah dampak kebijakan Kebijakan Indeks persepsi moneter yang longgar. Stance kebijakan moneter yang longgar Moneter di resiko pelaku di dapat merupakan sinyal bagi pelaku ekonomi di sektor perbankan Indonesia sektor sebagai kondisi perekonomian sedang menuju perkembangan yang perbankan. kurang baik. Tingkat resiko sektor perbankan. Ukuran stance kebijakan moneter (Ketat dan Longgar). ECM Variabel persepsi risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko di 72 Peneliti, tahun Miranda Judul Variabel Alat analisis Hasil The Transmission Jumlah uang VAR, Krisis keuangan 1997 membawa perubahan yang signifikan of Monetary beredar, Suku VECM dalam perekonomian Indoensia, termasuk mekanisme transmisi Policy in bunga SBI, Nilai kebijakan moneter. Sebelum krisis perekonomian Indonesia berada Indonesia tukar, Inflasi, dalam periode “boom” dengan investasi asing yang masuk. Dari suku bunga hal ini mekanisme suku bunga bekerja dengan sangat baik dalam PUAB mekanisme kebijakan transmisi terhadap deposito dan suku bunga pinjaman. Setelah krisis perekonomian beralih ke sistem nilai tukar mengambang terkendali. Nilai tukar menjadi jelas dalam dampak terhadap ekonomi riil dan tingkat harga. Muhammad Analisis Fluktuasi Industrial VAR Berdasarkan hasil analisis impuls respon dapat disimpulkan bahwa Ilham Nilai Tukar Production depresiasi dari guncangan nilai tukar rupiah akan direspon dengan Riyadh Rupiah dan Index, Uang meningkatnya jumlah uang beredar, kenaikan tingkat harga, 2007 Inflasi Indonesia beredar, tingkat penurunan industrial production index. periode 1999- suku bunga SBI, Hasil forecast error variance decomposition menunjukkan bahwa 2006 nilai tukar, nilai tukar rupiah (DLER) secara dominan ditentukan oleh shock inflasi. terhadap dirinya sendiri, yaitu mencapai sebesar 95.49 persen. Inflasi juga secara dominan ditentukan oleh shock terhadap dirinya sendiri, yaitu sebesar 75.15 persen, diikuti dengan Sukubunga SBI memberikan kontribusi sebesar 9.88 persen. Hal ini 73 Peneliti, tahun Judul Variabel Alat analisis Hasil mengindikasikan bahwa nilai tukar rupiah cenderung bersifat eksogen sehingga sulit untuk dapat dikendalikan secara langsung, sedangkan inflasi masih relatif memungkinkan dikendalikan melalui guncangan sukubunga SBI. M. Natsir Analisis Empiris Inflasi, Kurs, VAR Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar Efektivitas Capital inflow, membutuhkan time lag atau kecepatan sekitar 16 triwulan hingga Mekanisme Output gap, terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi). Respons Transmisi Partisan suku variabel-variabel pada jalur nilai tukar terhadap perubahan Kebijakan bunga, suku instrumen moneter (Suku Bunga SBI) relatif lemah dan variabel Moneter di bunga SBI utama jalur ini yaitu nilai tukar/kurs hanya mampu menjelaskan Indonesia melalui variasi inflasi sebesar 19,70% lebih kecil dibandingkan dengan Jalur Nilai Tukar. porsi yang dapat dijelaskan oleh Paritas Suku Bunga (PSB) yakni sebesar 43,27%. Hasil ini menunjukkan Granger causality dan predictive power yang lemah antara Kurs dan Inflasi. Wijoyo Pengendalian Ekses reserve, VAR Pengujian empiris dengan menggunakan vector autoregression dan Santoso Moneter dalam PUAB, SBI, Granger causality test versi Hsiao menunjukkan bahwa kebijakan Sistem Nilai Nilai tukar, moneter dengan inflation targeting dapat digunakan di Indonesia Tukar yang Deposito, CPI, khususnya setelah era sistem nilai tukar fleksibel. Pengendalian Fleksibel PDB, REER moneter dalam kerangka inflation targeting dapat dilakukan 74 Peneliti, tahun Judul Variabel Alat analisis Hasil dengan menggunakan sukubunga PUAB overnight sebagai kandidat utama sasaran operasional dan MCI sebagai sasaran antara, sementara underlying inflation sebagai sasaran akhir tunggal. Lukman The Effect of Ekspor, GDP, VECM Monetary Condition Index (MCI) digunkan untuk menghitung Hakim Optimal Populasi,Jarak saluran utama dalam mekanisme transmisi moneter. Secara umum, 2008 Monetary Antar Negara, Indonesia dan Thailand mempunyai pola yang sama dalam Transmission and Land Border, mekanisme transmisi dengan tingkat suku bunga lebih kuat dari Financial Market MCI, FCI, pada saluran nilai tukar. Sementara Malaysia, Filipina dan Performance on Bahasa, Singapura mengindikasikan effek dari saluran nilai tukar lebih ASEAN-5 kuat dari pada saluran suku bunga. Economic Financial Condition Index (FCI) adalah indikator dari performa Integration sektor keuangan atau performa pasar keuangan. FCI digunakan untuk menghitung tingkat suku bunga, nilai tukar, kredit, dan stock price. Berdasarkan perhitungan FCI, dapat dilihat pola transmisi moneter dari negara-negara ASEAN-5. Secara umum Thailand, Indonesia, dan Malaysian mempunyai pola yang sama dalam mekanisme transmisi moneter dengan saluran nilai tukar lebih dominan dari saluran mekanisme transmisi yang lain. 75 Peneliti, tahun Judul Variabel Alat analisis Hasil Sementara Filipina lebih dominan saluran suku bunga daripada saluran yang lain, dan Singapura lebih didominasi saluran kredit dan stock. Model gravitasi digunakan untuk mengeksplorasi hubungan antara perdagangan internasional dan kemungkinan integrasi ekonomi. Dalam penelitian ini digunakan untuk variabel ekspor dari asal negara ke negara tujuan, produk domestik bruto (PDB), domestik bruto produk per kapita (PDB / kapita), jarak, variabel dummy terdiri dari bahasa umum (C), perbatasan darat (L), indeks kondisi moneter (MCI), indeks kondisi keuangan (FCI). Dalam umum menunjukkan bahwa transmisi moneter yang optimal dan kinerja pasar keuangan telah mendukung kemungkinan ASEAN-5 integrasi ekonomi, tetapi tanda yang optimal transmisi moneter adalah negatif dan positif bagi kinerja pasar keuangan. Lukman Kebijakan Kebijakan VAR kebijakan moneter memang berpengaruh terhadap volatilitas Hakim Moneter Moneter (LM2), harga-harga aset. Karena studi ini membandingkan tiga periode 2003 Ekspansif dan Volatilitas pasar maka pada setiap periode terdapat perbedaan pengaruh terbesar Volatilitas Harga- uang kebijakan moneter terhadap harga-harga aset. Dengan Harga Aset (LSDSPUAB), menggunakan metode variance decomposition, pada periode 76 Peneliti, tahun Judul Variabel Alat analisis Hasil volatilitas pasar 1990.1-1993.3 terlihat bahwa kebijakan moneter (LM2) paling valuta asing kuat berpengaruh terhadap volatilitas pasar valuta asing (LSDEXR), (LSDEXR), kemudian volatilitas pasar uang (LSDSPUAB) dan Volatilitas pasar terakhir volatilitas pasar modal (LSDIHSG). Pada periode 1993.4- modal 1997.2 kebijakan moneter (LM2) paling kuat berpengaruh (LSDIHSG) terhadap volatilitas pasar uang (LSDSPUAB), pasar modal (LSDIHSG), dan terakhir pasar valuta asing (LSDEXR). Pada periode 1997.3-2001.4, kebijakan moneter (LM2) paling kuat berpengaruh terhadap volatilitas pasar modal (LSDIHSG), volatilitas nilai tukar (LSDEXR), dan terakhir volatilitas pasar uang (LSDSPUAB). Dengan menggunakan metode impulse response terlihat bahwa selama periode 1990.1-1993.3 ini, pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas pasar modal paling kuat dibandingkan dengan pasar uang dan pasar modal. Sementara itu, pada periode 1993.41997.2, pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas pasar valas dan pasar uang jauh lebih besar dari pada terhadap pasar modal. Sementara pada periode krisis 1997.3-2001.4, pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas harga uang dan modal jauh 77 Peneliti, tahun Judul Variabel Alat analisis Hasil lebih besar dari pada pasar valas. Lukman Perbandingan Volume kredit VAR Dalam jangka panjang (1990.1-1999.3) dan jangka pendek Hakim Peranan Jalur riil, Suku Bunga Uji (1997.1-1999.3) dengan menggunakan metode VAR ditemukan 2001 Kredit dan Jalur Call (PUAB), Kausalitas bahwa jalur kredit lebih berperan dibandingkan dengan jalur Tingkat Suku GDP Riil, tingkat suku bunga. Khusus pada perspektif jangka pendek atau Bunga Pada Indeks Harga, pada masa krisis, peranan jalur kredit terbukti lebih sesuai dengan Mekanisme kenyataan, karena adanya fenomena “kegentingan kredit”. Oleh Transmisi karena itu, studi ini merekomendasikan agar Bank Indonesia Kebijakan mempertimbangkan jalur kredit digunakan sebagai jalur utama Moneter 1990- pada mekanisme transmisi kebijakan moneter. 1999. Lukman Penerapan Suku bunga Uji Akar 1) Bahwa dengan menggunakan metode simultan TSLS Hakim Pentargetan PUAB, Suku Unit, Uji ditemukan hubungan antara variabel yang diestimasi. 2001 Inflasi dalam bunga SBI, Derajat Sebelum menggunakan TSLS, terlebih dahulu dilakukan Mekanisme Suku bunga Integerasi, pengujian data stasioneritas yang ternyata semua lolos pada Transmisi Deposito, GDP Uji data derivatif pertama. Kebijakan Riil, Nilai tukar, Identifikasi, Moneter 1990.1- Jumlah uang Uji Statistik, 2004.4 beredar(M0,M2) 2) Bahwa hasil pengolahan data menunjukkan bahwa instrumen Bank Indonesia baik suku bunga SBI dan uang kartal (M0) berpengaruh secara signifikan terhadap suku 78 Peneliti, tahun Judul Variabel Alat analisis , Inflasi, Hasil bunga PUAB. Government 3) Bahwa suku bunga PUAB merupakan layak ditempatkan Expendicture, sebagai sasaran operasional dari mekanisme transmisi Cadangan kebijakan moneter di Indonesia. Suku bunga PUAB akan devisa berpengaruh kuat terhadap sasaran antara seperti suku bunga deposito, nilai tukar rupiah dan uang luas (M2). 4) Bahwa uang luas akan juga berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah, sedangkan nilai tukar rupiah akan berpengaruh terhadap suku bunga deposito. Terakhir suku bunga deposito akan berpengaruh terhadap sasaran akhir yakni inflasi. 5) Bahwa kebijakan fiskal tidak berpengaruh dalam model mekanisme transmisi kebijakan moneter ini. 6) Bahwa model pentargetan inflasi yang sedang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dewasa ini perlu diteruskan. Heiko Monetary Policy, Real Money VAR Secara khusus jika kebijakan moneter Thailand secara potensial Hesse Structural Break (M1), Uji Integrasi, tidak dapat bergerak dalam periose sebelum krisis dengan rezim 2007 and The Manufacturing tingkat nilai tukar dan liberalisasi keuangan atas perekonomian 79 Peneliti, tahun Judul Variabel Alat analisis Hasil Monetary Production Thailand. Beberapa penelitian yang ada meneliti tentang Transmission Index (MPI), mekanisme transmisi kebijakan moneter di Thailand tidak Mechanism in CPI (Thailand), memperhitungkan fakta ini dan membuat asumsi atas kebijakan Thailand Nilai Tukar, moneter dari stace Bank sentral Thailand pada periode ini. Sebagai CPI(USA), contoh, Patrawimolpon et al. (2001) mengasumsikan bahwa bank Bank Lending, sentral baiak target money supply atau tingkat suku bunga dalam PPP model sebelum krisis. Seperti asumsi yang tidak sah karena Relation(CPI mereka bertentangan dengan pendapat Mundell-Fleming tentang Thailand-CPI ketidakkonsisten dari trinity kebijakan moneter independent, rezim USA – Nilai nilai tukar tetap dan open capital account. Analogi argumen diatas, Tukar tidak termasuk sebuah fungsi kebijakan tingkat suku bunga. Kedua vektor kointegrasi dalam model pra-krisis sesuai dengan penyesuaian persamaan inflasi dan IS-jenis persamaan. Demikian pula untuk Bhanthumnavin (2002), kita tidak dapat memasukan kurva hubungan Phillips. Inflasi tampaknya terutama merupakan fenomena moneter dan positif berhubungan dengan perputaran kebalikan dari uang. 80 Peneliti, tahun Judul Variabel Bernanke. The Federal Jumlah uang Blinder Funds Rate and beredar, kredit, bahkan untuk periode setelah 1979. Fund rate kemungkinan kecil the Channels of pendapatan terkontaminasi oleh respon endogenous yang sejaman dengan Alat analisis VAR Hasil Fund rate adalah indikator yang baik dalam kebijakan moneter, Monetary kondisi ekonomi dari pada tingkat pertumbuhan uang. Transmission Fakta tentang gaya yang terkenal yaitu tingkat suku bunga adalah peramal yang baik dari variabel-variabel riil yang dicatat untuk perlu untuk diperbaiki, federal fund rate adalah sebuah variabel informasi khusus. Dalam fakta, ditemukan jika federal fund rate mendominasi baik uang dan bill dan tingkat bond dalam peramalan variabel riil terlihat lebih kuat dari pada temuan yang sering dikutip oleh Sims (1980) dan Litterman dan Weiss (1985) dimana tingkat tagihan mendominasi uang. Michael The Taylor Rule Tingkat suku VAR Penggunaan output gap disarankan dalam the rule’s empirical fit Woodford and Optimal bunga, GDP riil analisis Taylor yang mungkin cukup berbeda dari ukuran teoritis 2001 Monetary Policy – Potensial yang sebenarnya, sama dengan tingkat efisien output pasti Output ( Output dipengaruhi oleh berbagai ukuran yang nyata. Taylor rule Gap), Jumlah mengasumsikan intercept konstan, tetapi aturan yang diinginkan tenaga kerja seperti membutuhkan jika intercept disesuaikan dalam merespon fluktuasi dalam Wicksellian tingkat suku bunga alami, dan ini 81 Peneliti, tahun Judul Variabel Alat analisis Hasil sangat bervariasi dalam menanggapi gangguan yang ada. Formula klasik mengasumsikan tingkat suku bunga harus diatur pada ukuran variabel sasaran saja, tetapi optimal rule secara umum akan melibatkan komitmen untuk catatan tergantung pada perilaku: secara terpisah, penyesuaian bertahap dari level tingkat suku bunga dari yang disarankan oleh nilai tertentu dari sasaran variabel atau exsogenous yang ditentukan mempunyai keuntungan yang penting. Clarida, The Science of Jumlah uang Gali, Monetary Policy: beredar, nilai Gertler A New Keynesian tukar tetap, inflasi. Sebagai konsekuensinya, demikian pula kecepatan di 1999 Perspective Tingkat suku mana kebijakan moneter harus mencoba untuk mencapai inflasi bunga, output yang optimal tingkat. gap, Inflasi, VAR 1) Menekankan pada trade off dalam output/inflasi yang sangat sensitif untuk derajat dan tekanan alami yang terjadi di dalam 2) Berdasarkan analisis ini, terbatas untuk model ekonomi GDP, Tenaga tertutup. Keberadaan kerangka ekonomi terbuka adalah untuk kerja, mendukung pandangan baru tentang keinginan untuk aturan kebijakan moneter alternatif, dan meningkatkan jumlah isu-isu atas tingkat suku bunga yang luar biasa, termasuk: pilihan atas rejim nilai tukar, keuntungan potensial dari koordinasi 82 Peneliti, tahun Judul Variabel Alat analisis Hasil kebijakan moneter, respon yang optimal terhadap shocks (goncangan) yang berasal dari luar negeri, dan consumer price index versus domestic inflation targeting. 3) Berdasarkan keseluruhan analisis, diasumsikan jika batas bawah dari nol pada tingkat bunga nominal tidak kendala pada kinerja moneter kebijakan. 4) Sebuah isu yang lebih spesifik, tapi tetap salah satu yang penting, adalah memahami mengapa bunga bank sentral tingkat suku bunga (smooth) disesuaikan. Kebijakan yang optimal tersirat pada kerangka kerja makroekonomi yang ada sebagian besar menghasilkan jalan untuk kepentingan tingkat suku bunga yang jauh lebih tidak stabil daripada apa yang diamati dalam realitas. Kemungkinan sehingga muncul bahwa model yang ada mungkin gagal untuk secara memadai mengkarakterisasi kendala yang dihadapi pembuat kebijakan dalam praktek. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 83 C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dibuat suatu kerangka pemikiran dengan skema sebagai berikut. Suku Bunga SBI Interaksi Suku Bunga PUAB M2 Output Gap Inflasi Dalam kerangka permikiran diatas menggunakan analisis model VAR dimana untuk bertujuan mencari interaksi yang terjadi dalam jalur suku bunga pada mekanisme transmisi kebijakan moneter. Dengan menggunakan variabel-variabel suku bunga SBI, suku bunga PUAB, jumlah uang beredar (M2), Output Gap, dan Inflasi akan digunakan untuk mencari pengaruh dalam jalur suku bunga terhadap output gap dan inflasi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 84 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel jumlah uang beredar, tingkat suku bunga dan nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia. Dengan harapan dapat diperoleh variabel informasi yang dapat digunakan dalam pencapaian inflasi sehingga dapat diketahui variabel yang mampu mendukung mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam rangka pencapaian stabilitas perekonomian di Indonesia. Penelitian ini bersifat kuantitatif, dengan data triwulanan antara tahun 2000 sampai tahun 2010. B. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data triwulanan dari tahun 2000:1 sampai dengan tahun 2010:4. Data-data tersebut diperoleh dari dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh instansi-instansi terkait, antara lain buku Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia dan Laporan Tahunan Bank Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia. commit to user 84 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 85 C. Definisi Operasional Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitan ini adalah : Variabel Dependen Variabel dependen atau variabel terkait dalam penelitian ini adalah sasaran akhir kebijakan moneter yang diwakili dengan 82tingkat inflasi di Indonesia. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. 1. Variabel Independen Variabel independen adalah variabel bebas yang nilainya digunakan untuk meramal, terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan moneter yaitu sebagai berikut : a. Suku Bunga SBI (rSBI) Suku bunga SBI adalah tingkat suku bunga yang ditentukan atau dikenakan oleh BI atas penerbitan SBI, suku bunga tersebut diukur dalam persen. Data rSBI merupakan data triwulanan periode tahun 2000:1-2010:4. Data tersebut diperoleh dari SEKI dan Laporan Tahunan BI. b. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (rPUAB) Suku bunga PUAB adalah tingkat suku bunga ditentukan atau dikenakan oleh pihak bank kepada bank yang melakukan pinjaman di Pasar Uang Antar Bank atas penerbitan PUAB. Suku bunga tersebut diukur dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 86 persen. Data rPUAB merupakan data triwulanan periode tahun 2000:12010:4. Data tersebut diperoleh dari SEKI dan Laporan Tahunan BI. c. M2 (Board Money) Jumlah Uang Beredar yang digunakan dalam penelitian ini adalah uang beredar dalam arti luas (M2) yaitu uang giral dan uang kartal yang beredar di masyarakat ditambah dengan uang kuasi (quasy money). Uang kuasi adalah sesuatu yang mendekati ciri uang termasuk deposito dan tabungan. Jumlah uang beredar tersebut diukur dalam miliar. Data M2 merupakan data triwulanan periode tahun 2000:1-2010:4. Data tersebut diperoleh dari SEKI dan Laporan Tahunan BI. d. Output Gap (OG) OG adalah selisih antara PDB aktual dengan PDB potensial. PDB potensial di-proxy dari trend PDB aktual yang dihitung dengan metode HodrickPrescott Filter (HPF). Metode ini merupakan metode smoothing yang lazim digunakan untuk estimasi yang akurat mengenai komponen kecenderungan jangka panjang suatu data time series. Data OG merupakan data triwulanan periode tahun 2000:1-2010:4. Data tersebut diperoleh dari SEKI dan Laporan Tahunan BI. D. Metode Analisis Data 1. Model Vector Autoregression (VAR) Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode Vector Autoregression (VAR). Pemilihan model tersebut disesuaikan dengan tujuan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 87 penelitian ini, yaitu untuk mengetahui impulse response dari fluktuasi indikator makroekonomi yang memiliki pengaruh terhadap output gap dan inflasi sehingga dapat ditemukan instrumen yang tepat yang dapat digunakan dalam penetapan target inflasi dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat mendukung kebijakan moneter. VAR biasa digunakan untuk peramalan variabel-variabel runtut waktu dan untuk menganalisis dampak dinamis dari sistem variabel-variabel tersebut. Pada dasarnya model VAR seperti model persamaan simultan karena dalam kedua model tersebut beberapa variabel endogen dipertimbangkan bersama-sama dalam suatu model. Perbedaannya dengan model persamaan simultan adalah dalam model VAR masing-masing variabel endogen selain dijelaskan oleh nilainya pada masa lampau (lag) juga dijelaskan oleh nilai masa lampau dari semua variabel endogen lainnya di dalam model, dan tidak ada variabel eksogen di dalamnya (Gujarati, 2003). Keunggulan dari analisis VAR antara lain : a) Metode ini sederhana, karena semua variabel dianggap endogen sehingga tidak perlu khawatir untuk membedakan mana variabel endogen dan mana yang eksogen. b) Estimasinya sederhana, dimana metode OLS (Ordinary Least Square) biasa dapat diaplikasikan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah. c) Hasil peramalan yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dalam banyak kasus lebih bagus dibandingkan hasil yang didapat dengan model persamaan simultan yang kompleks sekalipun. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 88 Secara umum persamaan matematis model VAR dapat dirumuskan sebagai berikut, dimana yt adalah nx1 vektor dari variabel endogen, A0 adalah nx1 vektor dari intersept, Ai adalah nxn matriks dari koefisien variabel-variabel, adalah nx1 vektor gangguan, dan p adalah jumlah lag. Model penelitian mengenai efektivitas MTKM menggunakan model Vector Auto Regression (VAR). Apabila semua variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini dirumuskan dalam model VAR, maka model penelitian ini adalah sebagai berikut: rSBI = C1 +a1i Æ©rSBIt-k + a1i Æ©rPUABt-k + a1i Æ©rM2t-k + a1i Æ©OGt-k + a1i Æ©INFt-k + εi rPUAB = C2 + a2i Æ©rSBIt-k + a2i Æ©rPUABt-k + a2i Æ©rM2t-k + a2i Æ©OGt-k + a2i Æ©INFt-k + εi M2 = C4 +a4i Æ©rSBIt-k + a4i Æ©rPUABt-k + a4i Æ©rM2t-k + a4i Æ©OGt-k + a4i Æ©INFt-k + εi OG = C5 +a5i Æ©rSBIt-k + a5i Æ©rPUABt-k + a5i Æ©rM2t-k + a5i Æ©OGt-k + a5i Æ©INFt-k + εi INF = C6 +a6i Æ©rSBIt-k + a6i Æ©rPUABt-k + a6i Æ©rM2t-k + a6i Æ©OGt-k + a6i Æ©INFt-k + εi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 89 2. Bentuk Estimasi VAR Dalam model VAR terdapat dua bentuk estimasi, yaitu impulse respon, dan variance decomposition. a. Respon terhadap Kebijakan (Impulse Respon) Respons terhadap kebijakan adalah salah satu asesoris pada VAR yang digunakan untuk melihat respon variabel endogen terhadap pengaruh inovasi (shock) variabel endogen yang lain (Pindycks dan Rubinfeld; 1991: 385). Inovasi diinterpretasikan sebagai “goncangan kebijakan” (policy shock), lihat Bernanke dan Blinder (1992: 902) atau juga sering disebut kebijakan. Secara statistis respons terhadap kebijakan dirumuskan dalam persamaan Sims (1980b, 256-257). Jika kita mempunyai sebuah model linier vektor stokastik x yang diformulasikan sebagai berikut: Dimana et = xt – E(xt | xt-1 ,xt-2 , ), kemudian memilih matrik trangular B, sehingga menghasilkan Bet yakni sebuah kovarian diagonal matriks dan B juga mempunyai diagonalnya sendiri, oleh karena itu A perlu dipindah menjadi C = AB1 dan e menjadi f = Be, sehingga menjadi : Dari formula di atas koefisien C adalah respons terhadap kebijakan atau inovasi (responses to innovations). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 90 b. Dekomposisi Varian (Variance Decomposition) Dekomposisi varian merupakan metode lain dari sistem dinamik dengan menggunakan VAR. Jika respons terhadap kebijakan menunjukkan efek dari sebuah kebijakan (shock) variabel endogen terhadap variabel lain. Sebaliknya dekomposisi varian akan menguraikan inovasi pada sebuah variabel endogen terhadap komponen goncangan (shock) variabel endogen yang lain di dalam VAR. Berhubungan dengan persamaan di atas, perlu ditetapkan terlebih dahulu matriks varian-kovarian dari xt – E (xt | xt-k’ ,xt -k –1’ ,… ) pada periode k sehingga persamaannya menjadi : Sehingga nilai Var (ft) inilah yang disebut sebagai dekomposisi varian. 3. Uji Prasyarat dalam model VAR Kajian empiris yang menggunakan data runtut waktu mengasumsikan bahwa data yang digunakan adalah stasioner. Untuk menguji stasioneritas data dapat digunakan uji akar unit. Namun dalam model VAR tidak dianjurkan menerapkan uji akar unit sehingga data yang digunakan adalah dalam tingkat level meski mungkin data tersebut tidak stasioner (Gujarati, 2003). Alasannya, model VAR bertujuan untuk melihat hubungan antar variabel, tidak untuk melihat parameter yang diestimasi (Hakim, 2005). Selain itu, semua data yang digunakan disarankan dalam bentuk logaritma, kecuali data yang sudah dalam bentuk persen. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 91 Salah satu kesulitan menggunakan VAR adalah penetapan tingkat kelambanan yang optimal. Beberapa penelitian mutakhir tentang VAR untuk menetapkan tingkat kelambanan yang optimal menggunakan Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC). Baik AIC ataupun SC kadang juga dipergunakan sebagai pengganti R2 (coefficient of determination), sehingga R2 bukan satusatunya indikator validitas sebuah model ekonometri (Thomas, 1997; 181-182, Greene, 2000; 306). Namun sejak variabel kelambanan banyak digunakan pada model-model ekonometri, AIC dan SC juga dapat digunakan untuk menetapkan tingkat kelambanan yang optimal (Greene, 2000; 717): AIC (q) = log (e’e)/T + 2q/T SC (q) = AIC (q) + (q/T) (logT – 1) Keterangan: e adalah residual, sedangkan T dan q masing-masing merupakan jumlah sampel jumlah variabel yang beroperasi dalam persamaan itu. Untuk menetapkan tingkat kelambanan yang paling optimal, model VAR harus diestimasi dengan berbeda-beda tingkat kelambanannya, kemudian dibandingkan nilai AIC dan SC-nya, nilai yang paling rendah yang dipakai sebagai patokan pada tingkat kelambanan paling optimal. Penelitian ini nantinya akan menguji tingkat kelambanan yang paling optimal dari tingkat kelambanan 2, 3, 4 dan 5. Kemudian selain dengan menentukan tingkat kelambanan yang paling optimal, juga dilakukan uji stasioneritas dengan menggunakan uji akar unit yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 92 bisa dilakukan melalui kriteria dari Akaike Information Criterion (AIC) maupun Schawarz Information Criterion (SIC). 4. Uji Kausalitas Granger VAR juga dapat digunakan analisis kausalitas, selain uji kausalitas Granger. Uji kausalitas VAR juga sering disebut sebaType equation here.gai uji kausalitas Sims, karena kemukakan pertama kali oleh Sims (1972). Untuk menggambarkan perbedaan uji kausalitas Granger dan Sims, dapat dilihat dalam ilustrasi persamaan berikut ini (Thomas : 1997; 461) Uji Kausalitas Granger (1969) : Uji Kausalitas Sims (1972) : Perbedaan fundamental antara uji kausalitas Granger dan Sim yang pertama terletak pada penggunaan variabel akan datang, yang tidak terdapat pada uji kausalitas Granger. Uji kausalitas Granger hanya memasukkan variabel masa lampau, sedangkan uji kausalitas Sims menggunakan keduanya. Kedua, perbedaan lain adalah pada penentu signifikansi pada uji kausalitas Granger menggunakan uji serentak atau F-statistik, sedangkan uji kausalitas Sims, lebih melihat secara uji individual (t-statistik). VAR secara subtansial lebih dekat dengan kausalitas Sims namun secara teknikal lebih dekat dengan kausalitas Granger. Hal ini dapat dilihat dari commit to user konstruksi model, dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut misalkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 93 terdapat dua variabel endogen indeks produksi (IP) dan penawaran uang (M1) maka bentuk model VAR akan diformulasikan sebagai berikut (Gujarati: 1995: 747): Perubahan ε1t akan berpengaruh terhadap perubahan nilai IP. Perubahan tersebut akan merubah semua nilai IP dan M1 yang akan datang , sejak variabel IP kelambatan (IPt-1) terjadi pada kedua persamaan itu. Jika terdapat inovasi, ε1t dan ε2t tidak berkorelasi, interpretasi akan berlaku terus menerus. ε1t adalah inovasi untuk IP dan ε2t adalah inovasi untuk M1. Sedangkan ε2t adalah mengukur efek dari salah satu standar deviasi sebuah kebijakan (shock) moneter terhadap variabel IP dan M1 yang diteliti pada saat ini dan yang akan datang (Eviews; 1997; 497). 5. Uji Signifikasi Parameter Dari estimasi VAR dapat dilihat hasil regresi tiap persamaannya sehingga parameter yang dihasilkan dapat diuji signifikansinya. Untuk menguji signifikansi parameter-parameter tersebut dapat digunakan uji t dan uji F. a. Uji t Uji t merupakan uji signifikansi parameter secara individual. Uji ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : 1) Menentukan hipotesis commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 94 Hipotesis nihil Ho : 0 Hipotesis alternatif Hi : 0 2) Menentukan derajat signifikasi (level of significance) 3) Menentukan kriteria pengujian Ho diterima apabila Ho ditolak apabila 4) Menghitung nilai t dimana : = parameter yang diestimasi β = nilai hipotesis awal dari parameter = simpangan baku 5) Membuat kesimpulan Kesimpulan dibuat dengan membandingkan nilai t dengan nilai t tabel sesuai dengan kriteria pengujian untuk menentukan apakah Ho ditolak atau diterima. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 95 b. Uji F Uji F merupakan uji signifikasi parameter secara bersama-sama. Langkahlangkah pengujiannya adalah sebagai berikut. 1) Menentukan hipotesis Hipotesis nihil Ho : β1 = β2 = ……….= βk Hipotesis alternatif Hi : β1 β2 ……… βk 2) Menentukan derajat signifikasi (level of significance) 3) Menentukan kriteria pengujian Ho diterima apabila Ho ditolak apabila 4) Menghitung nilai F dimana : k = jumlah parameter yang diestimasi R2 = koefisien determinasi n commit to user = jumlah pengamatan perpustakaan.uns.ac.id 5) digilib.uns.ac.id 96 Membuat kesimpulan Kesimpulan dibuat dengan membandingkan nilai F dengan nilai F tabel sesuai dengan kriteria pengujian untuk menentukan apakah Ho ditolak atau diterima. c. Test of Goodness of Fit (Uji R2) Test of Goodness of Fit bertujuan untuk mengetahui berapa besar variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan cara melihat nilai R2 dari hasil analisis VAR yang telah dilakukan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 97 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Bank Sentral Dan Kebijakan Moneter Di Indonesia 1. Bank Sentral di Indonesia Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dalam penjelasan Bab VII pasal 23 UUD 1945 disebutkan bahwa dibentuk sebuah Bank Sentral yang disebut Bank Indonesia dengan tugas mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas. Kemudian sebagai langkah awal dibentuklah Pusat Bank Indonesia yang merupakan cikal bakal berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI). Akan tetapi hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) memutuskan bahwa Bank Sentral Indonesia adalah De Javache bank sehingga pada tanggal 6 Desember 1951 dikeluarkanlah Undang-Undang nasionalisasi De Javasche Bank. Pada 1 Juli 1953 dikeluarkan UU No.11 Tahun 1953 tentang pokok Bank Indonesia sebagai pengganti Javache Bank Wet tahun 1922. Mulai saat itu lahirlah satu Bank Sentral di Indonesia yang diberi nama Bank Indonesia. Sejak keberadaan bank Indonesia sebagai Bank Sentral hingga tahun 1968, tugas pokok Bank Indonesia selain menjaga stabilitas moneter, mengedarkan uang dan mengembangkan sistem perbankan juga tetap melaksanakan beberapa fungsi perbankan sebagaimana bank komersial (Ascarya, 2004). Pada tahun 1986, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) No. 13 tahun 1986 yang menyebutkan bahwa BI tidak lagi diperkenankan melakukan jenis usaha bank yang bersifat konvensional. Bank Indonesia sebagai agen commit to user 97 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 98 pembangunan, memiliki tugas pokok. Pertama, mengatur, menjaga dan memelihara stabilitas nilai rupiah. Kedua, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Perubahan kebijakan Bank Indonesia melalui deregulasi moneter dan perbankan tahun 1983 sampai dengan 1991 menuntut perubahan terhadap tata perbankan di Indonesia. Oleh karena itu, dilakukan perubahan atas UndangUndang (UU) No. 14 tahun 1967 dengan Undang-Undang (UU) No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 tersebut, Bank Indonesia diberikan wewenang dalam penetapan tingkat kesehatan bank berdasarkan aspek permodalan, kualitas aset, kekuatan manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan bank. Pada tanggal 17 Mei 1999, Undang-Undang (UU) No. 23 tahun 1999 tentang Bank Sentral diundangkan dan disahkan. UU ini dibuat untuk dapat lebih mewujudkan independensi Bank Indonesia. Pada tanggal yang sama, diundangkan pula UU No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Dan Sistem Nilai Tukar. Dengan UU No. 24 tahun 1999 ini, UU No. 32 tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa dinyatakan tidak berlaku. 2. Kebijakan Moneter di Indonesia Kebijakan moneter yang telah diterapkan di Indonesia mengalami pergantian dari waktu ke waktu disesuaikan dengan kondisi perekonomian bangsa. Sebagaimana kebijakan yang diterapkan dewasa ini, kebijakan moneter di Indonesia mengalami tranformasi yang cukup besar baik dari sisi mekanisme, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 99 target dan instrumen kebijakan. Undang-Undang No.23 Tahun 1999 merupakan tonggak tranformasi kebijakan moneter di Indonesia dengan ditetapkannya independensi otoritas moneter secara institusional dan ditetapkannya pula satu sasaran kebijakan moneter yang dikenal dengan single objective yang ditujukan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Purwanto, 2005). Warjiyo menyatakan bahwa secara umum, kebijakan moneter di Indonesia dibagi menjadi tiga masa, yaitu masa sebelum krisis, masa krisis dan masa setelah krisis. Masing-masing masa tersebut, terbagi pada beberapa periode, yaitu : 1) Masa Sebelum Krisis Ekonomi 1997 a. Periode 1945-1952 Kebijakan moneter pada masa ini adalah kebijakan pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk mendirikan bank sirkulasi yang berbentuk bank milik negara pada awal kemerdekaan. Pada masa tersebut, di tahun 1946 pemerintah Indonesia mendirikan Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kedua bank tersebut dan beberapa bank swasta lainnya yang ditunjuk oleh pemerintah melakukan tugas pertukaran uang Hindia Belanda dan Jepang dengan Oeang Republik Indonesia (ORI) yang dikeluarkan pemerintah Indonesia yang tujuannya adalah untuk mengalihkan fungsi mata uang Hindia Belanda dan Jepang dalam perekonomian Indonesia pada waktu tersebut. Penggunaan ORI hanya mencapai usia 3 tahun 5 bulan, sebelum akhirnya ditarik dari peredaran dan diganti dengan uang De Javasche Bank. De Javasche Bank akhirnya diputuskan sebagai bank sentral pada commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 100 penyerahan kedaulatan Indonesia pada pemerintah Republik Indonesia Serikat. Beberapa waktu setelah pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dilakukan nasionalisasi terhadap De Javasche Bank pada tanggal 6 Desember 1961. b. Periode Tahun 1953-1967 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.11 tahun 1953, tentang Pokok Bank Indonesia sebagai pengganti Javasce Bank Wet Tahun 1922. Dengan undang-Undang tersebut dibentuklah Dewan Moneter, dan Menteri Keuangan bertindak sebagai ketua, sementara Meneteri Ekonomi dan Gubernur Bank Indonesia bertindak sebagai anggota. Dewan Moneter mempunyai berbagai tugas dan kewenangan yang terkait erat dengan uoayaupaya untuk mengendalikan kondisi moneter, antara lain menentukan kebijakan moneter secara umum, mengatur dan menstabilkan mata uang, serta memajukan urusan kredit dan perbankan pada umumnya. Dengan diberlakukannya UU No. 11 tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia, tuntutan yang sangat besar diarahkan kepada Bank Indoensia untuk ikut serta aktif dalam menata dan mengembangkan perekonomian nasional pada waktu itu mengalami banyak permasalahan. Fokus dari peran yang terkait dengan fungsi bank sirkulasi. Tantangan terbesar pada masa ini adalah menyatukan mata uang yang pada waktu itu banyak beredar dan berbeda-beda diberbagai wilayah Indonesia. Karena itu, Bank Indonesia dituntut untuk menerbitkan mata uang baru, rupiah, sebagai commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 101 satu-satunya alat pembayaran yang sah diseluruh wilayah negara Indonesia menggantikan mata-mata uang yang ada di masing-masing daerah. Setelah mulai tertatanya mekanisme peredaran uang, pemerintah menjadikan Bank Indonesia sebagai agen pembangunan, yaitu Bank Indonesia berperan secara aktif dalam meningkatkan perekonomian nasional. Peran tersebut terbagi menjadi dua. Pertama, bentuk pembiayaan Bank Indonesia terhadap defisit anggaran pemerintah yang relatif besar dan tidak terkontrol sebagai akibat besarnya kepentingan politik pada waktu tersebut. Kedua, bentuk pembiayaan secara langsung oleh Bank Indonesia untuk sejumlah kegiatan ekonomi. Dalam kondisi itu, Bank Indonesia melaksanakan tekanan kebijakan moneter ekspansif yang bersumber pada upaya pembiayaan defisit anggaran pemerintah. Perkembangan politik pada waktu itu telah cenderung menimbulkan ketimpangan dalam pelaksanaan kebijakan moneter, yang dicerminkan oleh peningkatan yang berlebihan pencetakan uang untuk pembiayaan defisit anggaran sebagai akibat kebijakan fiskal yang ekspansif. Keinginan yang kuat untuk menyenangkan rakyat telah mendorong pemerintah untuk menempuh kebijakan fiskal tanpa mengindahkan prinsip-prinsip kehatihatian, yang cenderung membutuhkan pengeluaran anggaran yang besar dan menyebabkan membengkaknya defisit anggaran pemerintah. Demikian pula pembangunan proyek-proyek mercusuar atau pengeluaran untuk militer merupakan contoh kongkrit yang terjadi pada waktu itu. Kondisi seperti ini telah menimbulkan melonjaknya uang beredar jauh melebihi dari kebutuhan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 102 riil perekonomian sehingga mendorong naiknya harga-harga secara tajam. Akibatnya laju inflasi membumbung tinggi hingga mencapai sekitar 600% pada tahun 1965, yang dikenal dengan periode hyperinflation. c. Periode Tahun 1968-1972 Periode ini juga sering disebut sebagai periode stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Pengalaman selama periode awal kemerdekaan sampai dengan pertengahan tahun 1960-an memberikan pengalaman penting mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal. Pertama, bahwa kebijakan fiskal harus mampu mengendalikan defisit anggaran pada batas-batas yan wajar untuk itu, pengeluaran anggaran harus diseleksi secara ketat dan diprioritaskan pada jenis-jenis pengeluaran yang mampu mendorong kegiatan ekonomi riil, dan karenanya pengeluaran –pengeluaran yang cenderung kurang strategis dan berlebihan harus dihindarkan. Kedua, bahwa kebijakan moneter tidak boleh dipergunakan untuk membiayai defisit anggaran pada sisi kebijakan fiskal. Kebijakan moneter harus tetap difokuskan pada pengendalian inflasi, dan karenanya pencetakan uang untuk membiayai defisit anggaran pemerintah akan mengancam kestabilan harga dan kestabilan moneter secara keseluruhan. Ketiga, bahwa kebijakan fiskal dan kebijakan moneter perlu dikoordinasikan secara baik, dengan tetap berpegang prinsip independensi masing-masing instansi, agar terjadi sinergi kedua kebijakan tersebut dalam menjaga stabilitas ekonomi untuk berlangsungnya pembangunan secara berkelanjutan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 103 Sejak akhir tahun 1960-an terus terjadi perkembangan dalam sektor perekonomian dan keuangan. Pada awalnya, kebijakan pemerintah lebih diprioritaskan untuk pemulihan stabilitas ekonomi yang sempat terancam pada pertengahan tahun 1960. Di sisi moneter, pencetakan uang untuk pembiayaan defisit anggaran pemerintah dihentikan dan jumlah uang beredar dikendalikan. Langkah kebijakan ini membawa hasil dengan menurunnya angka inflasi hingga di bawah 10 % sehingga kepercayaan untuk pemulihan kegiatan ekonomi dapat terbangun dengan baik. Kemudian pemerintah mulai melakukan perencanaan pembangunan nasional, baik dalam jangka panjang, menengah maupun pendek sehingga kegiatan perekonomian nasional secara berangsur-angsur mulai tertata dan mengalami peningkatan. Penataan ekonomi di bidang moneter dan perbankan lebih dimantapkan dengan dikeluarkannya UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. d. Periode Tahun 1973-1982 Peningkatan kegiatan perekonomian pada tahun 1960-an kemudian mengalami dorongan lebih lanjut dengan hasil minyak yang meningkat pada awal tahun 1970-an. Ditemukannya ladang-ladang minyak di Indonesia memberikan dampak positif dan negatif bagi perekonomian Indonesia. Sisi positifnya, hasil minyak yang berlimpah mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara sehingga dapat dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dalam APBN. Di sisi lain, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 104 peningkatan penerimaan devisa hasil minyak dan pengeluaran pemerintah telah menyebabkan ekspansi jumlah uang beredar. Pada tahun 1974 pemerintah mulai menempuh kebijakan kredit selektif dari sisi moneter agar tidak terjadi kelebihan likuiditas dalam jumlah uang beredar dalam perekonomian nasional yang dapat memicu kenaikan tingkat inflasi. Hal ini dilakukan dengan pengaturan terhadap besarnya ekspansi kredit yang diperbolehkan oleh perbankan. Meskipun kehidupan sektor perbankan kurang bergairah akibat kelangkaan sumber dana karena menurunnya penghimpunan dana mayarakat dan adanya pembatasan dalam pemberian kredit, kegiatan investasi terus berlanjut, khususnya yang dilakukan oleh pemerintah. Selanjutnya untuk memberikan ruang gerak yang lebih besar kepada bank dalam pemanfaatan dana terutama pemberian kreditnya kepada sektor swasta, Bank Indonesia pada tahun 1978 menurunkan reserve requirement bank dari 30 % menjadi 15 % (Warjiyo, 2004:36). e. Periode tahun 1983-1997 Awal dekade 1980-an tejadi kemerosotan harga minyak dipasar dunia sebagai akibat adanya kecenderungan terjadinya resesi dunia. Hal ini telah menyebabkan terbatasnya penerimaan negara untuk pembiayaan Anggaaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Dominasi pemerintah dalam menopang peningkatan kegiatan ekonomi tidak dapat lagi dipertahankan, dan akibatnya kelangsungan pembangunan nasional terancam. Karena itu pemerintah kemudian menempuh serangkaian commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 105 kebijakan reformasi dibidang ekonomi untuk mengatasi ancaman krisis karena merosotnya harga minyak tersebut. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan,mendorong dan meningkatkan peran sektor swasta dalam setiap aspek kehidupan ekonomi untuk mengantikan peran pemerintah dalam rangka mempertahankan pembangunan nasional. Pada 1 Juni 1983 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi perbankan, yang menandai era liberalisasi disektor perbankan khusunya dan sektor keuangan pada umumnya. Kebijakan ini telah mendorong begitu pesatnya perkembangan sektor perbankan dan keuangan di Indonesia. Pasar keuangan juga mengalami perkembangan yang pesat baik dari sisi volume transaksi keuangan maupun berbagai produk keuangan (saham, obligasi, surat-surat berharga, dan produk-produk derivatif) yang diperdagangkan. Kondisi ekonomi khususnya sektor keuangan seperti ini telah membawa implikasi mendasar pada pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia. Kebijakan moneter yang sebelumnya dilakukan secara langsung dengan selective credit policy mulai beralih ke cara-cara tidak langsung dan berorientasi pasar, antara lain dengan melakukan operasi di pasar uang (operasi pasar terbuka) untuk mengendalikan likuiditas perekonomian. Pengendalian moneter diarahkan pada jumlah uang beredar (M1 dan M2) sebagai sasaran antara dan uang primer (M0) sebagai sasaran operasional. Operasi dipasar uang dilakukan melalui lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang mulai diterbitkan tahun 1984 sebagai instrumen utama kebijakan moneter. Pengendalian likuiditas juga dibantu dengan intervensi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 106 pasar uang rupiah dengan cara memberi pinjaman jangka pendek antara overnight hingga tujuh hari. Operasi di pasar uang dimaksudkan diarahkan untuk mencapai sasaran operasional uang primer tersebut untuk diarahkan agar sasaran antara jumlah uang beredar (M1 dan M2) tetap terkendali sesuai dengan perkiraan yang telah ditetapkan. Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan 27 Oktober 1988 yang secara umum merupakan penyempurnaan kebijakan di bidang keuangan, moneter dan perbankan. Dalam hubungannya dengan upaya peningkatan efektivitas pengendalian moneter, langkah-langkah yang ditempuh antara lain adalah penururnan reserve requirment dari 15% menjadi 2%. Selain itu dibidang perbankan, dilakukan penciptaan iklim persaingan yang lebih kodusif melalui pelonggaran izin pendirian bank-bank baru dan bank campuran. Kebijakan deregulasi yang cukup longgar tersebut telah megakibatkan perkembangan yang sangat pesat sektor perbankan dan keuangan di Indonesia. Dampak dari liberalisasi sektor keuangan adalah aliran keuangan yang masuk ke perekonomia Indonesia, khususnya pinjaman luar negeri swasta demikian besar dan pesat. Hal ini juga memanfaatkan periode boom dalam perekonomia Indonesia dan didukung oleh gelombang globalisasi di sektor keuangan, perdagangan, dan investasi yang demikian pesat pada waktu itu. Di satu sisi besarnya aliran dana luar negeri tersebut mampu menutup kesenjangan tabungan dengan investasi (saving-investment gap) sehingga dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 107 pembangunan nasional. Namun di sisi lain aliran dana luar negeri tersebut juga menimbulkan sejumlah permasalahan. Dana luar negeri tersebut pada umumnya berupa pinjaman luar negeri swasta, berjangka pendek, tidak memperhitungkan resiko perubahan nilai tukar, dan banyak dimanfaatkan untuk membiayai proyek-proyek swasta yang berjangka panjang dan tidak menghasilkan devisa. Dari sisi moneter besar dan mobilitas dana luar negeri tersebut juga mempersulit pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia. Untuk menghindari dampak negatif dari ekspansi uang beredar yang berasal dari aliran dana luar negeri tersebut terhadap peningkatan inflasi dan kestabilan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia melakukan penyerapan kelebihan likuiditas dalam perekonomian sehingga mondorong kenaikan suku bunga dalam negeri. Namun kenaikan suku bunga ini semakin mendorong masuknya aliran dana luar negeri tersebut, khususnya dalam bentuk surat-surat berharga jangka pandek. Akibatnya jumlah pinjaman luar negeri swasta dalam berbagai bentuk dan jangka waktunya semakin membesar. Kondisi ini diperburuk lagi dengan tidak dijalankan proyekproyek swasta yang dibiayai dari pinjaman luar negeri tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang sehat (good corporate governance) sehingga menjadi penyebab utama dari krisis sejak tahun 1997 (Warjiyo, 2004: 39). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 108 2) Periode Krisis Ekonomi 1997 Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1997 telah menimbulkan berbagai permasalahan yang begitu sulit dan kompleks di berbagai bidang. Krisis yang mulanya berasal dari krisis moneter telah berubah cepat menjadi krisis ekonomi, krisis sosial budaya, krisis politik, dan menjadi krisis multi dimensi. Pemicu utama krisis moneter tersebut adalah serangan spekulasi terhadap mata uang bath Thailand yang kemudian berdampak menjalar (contagion effect) ke mata uang rupiah Indonesia. Melemahnya rupiah telah mendorong investor luar negeri menarik dananya pada waktu bersamaan dari Indonesia yang diinvestasikan dalam bentuk portofolio surat-surat berharga seperti commercial papers, promissory notes, dan medium term notes maupun saham dan obligasi. Kepanikan kemudian terjadi pada pasar valuta asing karena terutama perusahaan dan bank-bank di dalam negeri ingin memborong devisa untuk membayar atau melindungi kewajiban luar negerinya dari resiko nilai tukar. Akibatnya nilai rupiah semakin merosot hingga penah mencapai tingkat terendah sekitar Rp 15.000 per dollar AS ada awal tahun 1998 (Wajoyo, 2004: 96). Menghadapi tekanan yang begitu besar terhadap melemahnya nilai tukar rupiah pada awal Bank Indonesia sesuai sistem nilai tukar mengambang terkendali yang berlaku pada waktu itu, melakukan intevensi dipasar valuta asing untuk mempertahankan kisaran nialai tukar yang ditetapkan. Demikian besarnya pembelian valuta asing di pasar mengharuskan Bank Indonesia menyelamatkan jumlah cadangan devisa yang tersedia dengan tetap berupaya commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 109 menstabilkan rupiah, antara lain dengan memperlebar kisaran intervensi nilai tukar rupiah dan terus mengendalikan likuiditas di pasar. Akan tetapi tekanan yang sangat kuat dan demikian cepat tehadap melemahnya nilai tukar rupiah yang disertai dengan penurunan cadangan devisa dalam jumlah yang cukup besar akhirnya memaksa pemerintah untuk mengubah sistem nilai tukar yang berlaku. Pada 14 Agustus 1997 Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang. Selain itu pemerintah Indoenesia kemudian meminta bantuan pendanaan dengan mengikuti program IMF. Kelangkaan dana perbankan akibat penarikan dana oleh masyarakat yang sangat besar (rush) adalah tantangan yang selanjutnya terjadi dalam pelaksanaan kebijakan moneter selama krisis. Perkembangan ini terjadi setelah pemerintah menutup sejumlah bank yang dinilai tidak sehat sesuai dengan langkah-langkah yang ditetapkan dalam program IMF. Ditambah dengan semakin melemahnya nilai tular rupiah terhadap dollar AS, kepercayaan masyarakat terhadap rupiah semakin berkurang sehingga nilai tukar rupiah terus mengalami penurunan yang sangat tajam. Untuk mencegah kehancuran sektor perbankan, sesuai dengan program penjaminan kewajiban bank-bank, pemerintah melalui Bank Indonesia melakukan pembayaran atas penarikan dana oleh masyarakat dari perbankan dan kewajiban perbankan lainnya dalam jumlah yang sangat besar yang berakibat pada meningkatnya jumlah uang beredar, Bank Indonesia harus menyerap kelebihan likuiditas di masyarakat melalui kebijakan moneter kontraktif yang berakibat pada naiknya suku bunga dan persoalan lain di pasar keuangan secara keseluruhan. Laju inflasi pernah commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 mencapai 77,63% pada tahun 1998 sementara suku bunga SBI berjangka waktu 1 bulan mencapai 38,44% pada tahun yang sama. 3) Periode setelah krisis ekonomi 1997 Strategi dan kebijakan yang ditempuh pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan ekonomi nasional mencakup pula sejumlah langkah kebijakan dan penataan kelembagaan di bidang moneter. Dari sisi kebijakan langkah-langkah kebijkan yang ditempuh lebih diarah kepada upaya menciptakan dan menjaga stabilitas moneter. Dengan masih rentannya nilai tukar rupiah dan relatif tingginya inflasi, kebijakan moneter yang pruden pada mulanya lebih ditekankan pada pengendalian jumlah uang beredar dalam perekonomian melalui pencapaian sasaran operasional uang primer yang ditetapkan sesuai dengan program yang disepakati antara pemerintah dengan IMF. Langkah kebijakan ini secara berangsur-angsur mampu menstabilkan nilai tukar rupiah dan mengendalikan tekanan inflasi. Nilai tukar rupiah mulai stabil dan menguat dari rata-rata Rp 9.316 per dollar AS pada tahun 2002 menjadi rata-rata Rp 8.572 per dollar AS pada tahun 2003. Demikian pula laju inflasi menurun dari 10,03% pada tahun 2002 menjadi 5,06% pada tahun 2003. Dengan perkembangan ini Bank Indonesia mulai dapat menurunkan suku bunga SBI secara bertahap untuk lebih mendorong sektor riil dan pemulihan ekonomi nasional. Suku bunga SBI menurun dari 13,02% pada akhir tahun 2002 menjadi 7,34% pada juni 2004. Dari sisi kelembagaan penguatan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral RI dilakukan dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 111 Indonesia sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Dalam landasan hukum yang baru ini Bank Indonesia mempunyai tujuan yang lebih fokus, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dalam arti terkendalinya laju inflasi dan stabilnya nilai tukar rupiah , merupakan salah satu prasyarat mendasar bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Reorientasi sasaran Bank Indonesia tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi perekonomian untuk keluar dari krisis ekonomi yang tengah melanda Indonesia. Hal itu sekaligus meletakan landasan yang kokoh bagi pelaksanaan dan pengembangan perekonomian Indonesia di tengah-tengah perekonomian dunia yang semakin kompetitif dan terintegrasi. Sebaliknya kegagalan untuk memelihara kestabilan nilai rupiah seperti tercermin pada kenaikan harga-harga dapat merugikan karena berakibat menurunkan pendapatan riil masyarakat dan melemahkan daya saing perekonomian nasional dalam perekonomian dunia. Untuk mencapai tujuan di atas Bank Indonesia melakukan tiga tugas pokok yaitu, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi sistem perbankan. Misalnya efektivitas pelaksanaan tigas kebijakan moneter memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal. Sementara itu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut tergantung pada sistem perbankan yang sehat. Selain itu sistem perbankan yang sehat juga akan mendukung efektifitas pelaksanaan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 112 pengendalian moneter ke kegiatan ekonomi riil terutama berlangsung melalui sistem perbankan. Dalam menetapakan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara antara lain: (i) operasi pasar terbuka, (ii) penetapan tingkat diskonto, (iii) penetapan cadangan wajib minimum, dan (iv) pengaturan kredit dan pembiayaan. Terkait dengan hal tersebut efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter sangat tergantung pada sistem nilai tukar dan sistem devisa yang dipilih. Untuk itu Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan nilai tukar dan pengelolaan cadangan devisa sesuai dengan sistem nilai tukar dan sistem devisa yang ditetapkan sejalan dengan tujuan kebijakan moneter dalam rangka mendukung kesinambungan pelaksanaan pembangunan ekonomi (Warjiyo, 2004: 98). B. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia. 1. Tahun 2000 Secara keseluruhan, selama tahun 2000 perekonomian Indonesia menunjukkan pemulihan ekonomi yang semakin kuat dengan pola pertumbuhan ekonomi yang semakin seimbang. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun 2000 mencapai 4,8%, lebih tinggi dari prakiraan awal tahun Bank Indonesia sebesar 3,0%–4,0%. Sejumlah kemajuan juga dicapai dalam proses penyelesaian utang luar negeri pemerintah, telah selesainya program rekapitalisasi perbankan, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 113 serta telah dicapainya kesepakatan dalam penyelesaian masalah BLBI antara Pemerintah dan Bank Indonesia. Namun demikian, kecepatan proses pemulihan ekonomi tersebut dibatasi dengan masih berlanjutnya beberapa permasalahan mendasar dalam perekonomian, terutama berkaitan dengan lambatnya restrukturisasi utang perusahaan, belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan, dan relatif terbatasnya stimulus fiskal bagi pertumbuhan ekonomi. Di sisi penawaran, semua sektor dalam perekonomian mencatat pertumbuhan positif. Dengan dorongan permintaan baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor pengangkutan menjadi motor pertumbuhan dengan sumbangan terhadap pertumbuhan PDB masing masing sebesar 1,6%, 0,9%, dan 0,7%. Sektor industri pengolahan pada tahun 2000 mencatat pertumbuhan sebesar 6,2%, sementara sektor perdagangan serta sektor pengangkutan masing-masing meningkat sebesar 5,7% dan 9,4%. Di sektor eksternal, kinerja neraca pembayaran pada tahun 2000 tetap menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Perkembangan transaksi berjalan sepanjang tahun 2000 bahkan mencatat surplus yang cukup besar yakni mencapai $7,7 miliar (5,0% dari PDB), atau meningkat $1,9 miliar dari tahun sebelumnya. Surplus dalam transaksi berjalan ini tidak hanya didorong oleh membaiknya neraca perdagangan migas, namun juga didorong oleh membaiknya kinerja ekspor nonmigas, khususnya dari sektor barang industri dengan komoditi utama barang elektronik serta sektor pertambangan dengan komoditi utama tembaga dan nikel (Laporan tahunan BI). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 114 2. Tahun 2001 Perekonomian Indonesia dalam tahun 2001 mengalami perlambatan meskipun masih relatif lebih baik dari pertumbuhan yang dialami oleh negaranegara di kawasan ASEAN. Perlambatan kegiatan perekonomian tersebut tidak terlepas dari perkembangan kondisi di dalam dan luar negeri yang kurang menguntungkan. Dari dalam negeri, perlambatan ini terutama disebabkan oleh lambatnya restrukturisasi utang dan sektor korporasi, masih berlangsungnya konsolidasi internal perbankan, serta beratnya beban keuangan pemerintah. Sementara itu, masih tingginya risiko dan ketidakpastian sehubungan dengan meningkatnya ketegangan sosial dan politik, serta lemahnya penegakan hukum menyebabkan menurunnya kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan produksi dan investasi yang pada akhirnya menghambat ekspansi ekonomi lebih lanjut. Dari luar negeri, perkembangan perekonomian dunia yang cenderung melambat sejak triwulan I-2001 dan kemudian menjadi lebih buruk pasca tragedi World Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001 telah menyebabkan perekonomian negara-negara maju terganggu, diantaranya adalah negara-negara yang menjadi investor dan mitra dagang penting bagi Indonesia. Hal ini menyebabkan sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan yang semula diharapkan akan berasal dari kegiatan investasi dan ekspor, dalam perkembangannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pertumbuhan ekonomi pada tahun laporan sangat bertumpu pada pengeluaran konsumsi, baik untuk sektor rumah tangga maupun pemerintah. Sementara itu, dari sisi penawaran, hampir seluruh sektor ekonomi mencatat pertumbuhan yang positif meskipun commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 115 dengan laju yang melambat, kecuali sektor pertambangan yang mencatat kontraksi. Sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, tidak mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi terutama berkaitan dengan berbagai kendala yang membatasi peningkatan utilisasi di kedua sektor tersebut. Kegiatan ekonomi yang melambat tersebut pada gilirannya memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi kondisi ketenagakerjaan. Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi tidak dapat diimbangi oleh penyediaan lapangan kerja secara memadai. Memburuknya kondisi ketenagakerjaan tersebut antara lain tercermin dari meningkatnya angka pengangguran, maraknya aksi pemogokan dan perselisihan buruh serta pemutusan hubungan kerja (Laporan Tahunan BI). 3. Tahun 2002 Bersamaan dengan membaiknya indikator makro moneter seperti inflasi, nilai tukar, dan suku bunga, perekonomian Indonesia sepanjang 2002 secara umum masih mengindikasikan proses pemulihan ekonomi. Produk Domestik Bruto (PDB) 2002 dengan harga berlaku mencapai Rp1.610,0 triliun. Sementara itu, pertumbuhan PDB 2002 dengan harga konstan mencapai 3,7%, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,4%. Dengan pertumbuhan tersebut, PDB 2002 dengan harga konstan baru mencapai Rp426,7 triliun, masih lebih rendah dari PDB 1997 senilai Rp433,2 triliun. Perkembangan ini menandakan perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih dari krisis yang berlangsung sejak lima tahun silam. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 116 Aktivitas ekonomi yang meningkat tercermin dari meningkatnya permintaan konsumsi baik di sektor rumah tangga maupun di sektor pemerintah, sedangkan kegiatan investasi belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Dari sisi permintaan luar negeri, kinerja ekspor yang mengalami kontraksi tidak terlepas dari kondisi perekonomian dunia yang belum pulih, persaingan yang semakin ketat di pasar global, adanya hambatan ekspor seperti pengalihan perdagangan seiring dengan terbentuknya blok-blok perdagangan (trade diversion) dan proteksionisme, serta daya saing produk Indonesia di pasar global yang menurun. Pada sisi penawaran, seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor keuangan. Sementara itu, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan yang memiliki pangsa dominan dalam pembentukan PDB mengalami perlambatan. Namun melambatnya pertumbuhan kedua sektor tersebut masih dapat diimbangi oleh membaiknya kinerja sebagian besar sektor dalam pembentukan PDB, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan PDB tetap meningkat. Pertumbuhan sektor industri pengolahan yang melemah dapat diimbangi oleh pasokan impor barang konsumsi sehingga kondisi penawaran masih dapat memenuhi pertumbuhan permintaan (Laporan tahunan BI). 4. Tahun 2003 Perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang membaik dan lebih stabil selama 2003 sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 117 meningkat, laju inflasi dan suku bunga yang menurun tajam, dan nilai tukar rupiah yang menguat dengan pergerakan yang lebih stabil. Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi yang terjadi masih belum memadai untuk menyerap tambahan angkatan kerja sehingga jumlah pengangguran masih mengalami kenaikan. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh masih banyaknya permasalahan struktural yang belum terselesaikan, dampak negatif tragedi bom di Bali, dan perekonomian dunia yang masih lesu, terutama pada semester satu 2003 Aktivitas perdagangan dunia yang masih lesu mengakibatkan pertumbuhan volume ekspor Indonesia, khususnya komoditas nonmigas, relatif rendah. Dalam periode yang sama, tingkat suku bunga yang sangat rendah dan prospek usaha yang masih terbatas di negara-negara maju telah mendorong kenaikan aliran modal ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Jenis modal asing yang masuk ke Indonesia lebih banyak berupa investasi portofolio daripada Penanaman Modal Asing (PMA). Namun, peningkatan investasi portofolio tersebut lebih kecil daripada kenaikan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan swasta sehingga defisit lalu lintas modal mengalami sedikit kenaikan selama 2003. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2003 masih mencatat surplus yang cukup besar. Surplus NPI tersebut telah mendorong meningkatnya cadangan devisa di Bank Indonesia dalam jumlah sangat signifikan menjadi $36,2 miliar.1 Jumlah tersebut setara kebutuhan pembayaran impor dan kewajiban utang luar negeri pemerintah selama 7,1 bulan. Penguatan rupiah menjadi salah satu faktor yang secara fundamental mendorong penurunan laju inflasi selama 2003. Laju inflasi IHK 2003 tercatat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 118 5,06%, menurun tajam dibandingkan 2002 (10,03%) dan lebih rendah daripada sasaran inflasi 2003 (9% ± 1%). Selain nilai tukar, faktor-faktor lain yang secara fundamental menyebabkan penurunan laju inflasi adalah menurunnya ekspektasi inflasi dan rendahnya tekanan inflasi yang berasal dari kesenjangan permintaan dan penawaran agregat. Inflasi ke depan yang cenderung menurun telah memberikan peluang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga SBI yang kemudian mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga simpanan dan kredit. Sepanjang 2003, suku bunga SBI 1 dan 3 bulan masing-masing mengalami penurunan sebesar 462 bps dan 478 bps menjadi 8,31% dan 8,34%. Sejalan dengan itu rata-rata tertimbang suku bunga deposito 1 bulan mengalami penurunan sebesar 619 bps hingga mencapai 6,62% dan suku bunga deposito 3 bulan turun sebesar 649 bps menjadi 7,14%. Sementara itu, suku bunga kredit juga menurun meski dengan laju yang lebih lambat, yaitu hanya sekitar 100-300 bps. Penurunan berbagai suku bunga ini selanjutnya telah menciptakan iklim yang kondusif bagi sektor riil, baik terhadap kegiatan investasi maupun konsumsi (Laporan Tahunan BI). 5. Tahun 2004 Perekonomian Indonesian pada tahun 2004 secara umum menunjukan perbaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi meningkat, inflasi IHK terkendali pada sasaran yang ditetapkan pada awal tahun, nilai tukar rupiah relatif stabil, dan suku bunga masih dalam kecenderungan menurun. Perkembangan tersebut didukung dengan kondisi perekonomian global commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 119 yang kondusif, optimisme pelaku usaha terhadap membaiknya kondisi fundamental perekonomian, serta kondisi makroekonomi yang stabil. Sepanjang tahun 2004 perkembangan nilai tukar rupiah secara umum bergerak relatif stabil, meskipun sempat mengalami tekanan depresiasi terutama pada pertengahan tahun. Permintaan valas yang meningkat sejalan dengan peningkatan kegiatan impor dan pembayaran utang luar negeri swasta secara umum dapat dipenuhi oleh pasokan valas yang berasal dari aliran masuk modal asing serta devisa hasil ekspor. Meskipun demikian nilai tukar rupiah sempat mengalami tekanan depresiasi khususnya pada akhir triwulan kedua tahun laporan. Secara rata-rata nilai tukar rupiah per dollar AS mencapai Rp8.940 atau melemah 3,9% dari tahun sebelumnya. Depresiasi tersebut terjadi akibat pembalikan aliran modal asing jangka pendek yang dipicu oleh penerapan kebijakan moneter ketat di AS. Mengingat dampak gejolak nilai tukar rupiah yang cukup besar terhadap kestabilan makroekonomi dan untuk meredam dampak negatif yang ditimbulkan oleh aliran modal jangka pendek yang mudah berbalik arah, pada pertengahan tahun Bank Indonesia mengeluarkan peket kebijakan stabilisasi rupiah. Pemberlakuan kebijakan tersebut telah berhasil menurunkan tingkat volatilitas nilai tukar rupiah selama paruh kedua 2004. Inflasi yang diukur berdasarkan indeks harga konsumen (IHK) pada 2004 relatif terkendali dan berada pada sasaran yang ditetapkan Bank Indonesia pada kisaran 5,5% + 1,0%. Secara fundamental peningkatan permintaan domestik dapat diimbangi oleh memadainya pasokan barang sehingga menyebakan minimalnya tekanan harga. Sementara itu sejalan dengan terjaganya kesetabilan nilai tukar dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 120 tidak berlakunya kebijakan administered price berarti menyebabkan ekspektasi inflasi relatif stabil sehingga inflasi inti tetap berada pada kisaran 6-7%. Dari sisi fkator nonfundamental, tekanan inflasi bersumber dari kenaikan harga barangbarang yang termasuk dalam kelompok volatile food, yaitu barang-barang makanan yang harganya berfluktuasi tinggi setelah pada tahun lalu mengalami deflasisehingga inflasi IHK mencapai 6,40% y-o-y (Laporan tahunan BI). 6. Tahun 2005 Perekonomian Indonesia di 2005 tumbuh sebesar 5,6%, terutama ditopang oleh pertumbuhan permintaan domestik yang relatif tinggi di paro pertama 2005. Meskipun lebih tinggi dari pertumbuhan sebesar 5,1% pada 2004, laju pertumbuhan yang dicapai 2005 lebih rendah dari perkiraan di awal tahun dan cenderung melambat. Setelah mencapai 6,1% pada triwulan I-2005, pertumbuhan ekonomi terus menurun hingga menjadi 5,1% pada triwulan IV-2005. Perlambatan pertumbuhan terjadi terutama pada konsumsi dan investasi, sehingga pola ekspansi ekonomi yang sejak triwulan II-2004 telah didukung oleh kuatnya investasi menjadi lebih lemah sejak triwulan II-2005. Di sisi lain, melambatnya permintaan domestik pada paro kedua 2005 juga telah mendorong menurunnya impor, terutama impor bahan baku dan barang modal, sehingga memperbaiki kontribusi sektor eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi. Inflasi IHK di 2005 mengalami peningkatan tinggi mencapai 17,1% terutama sejak kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005. Kenaikan inflasi IHK yang sangat tajam terutama didorong oleh kenaikan harga BBM dan kenaikan harga yang diatur Pemerintah (administered prices) lainnya, khususnya tarif commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 121 angkutan. Di samping menyebabkan tingginya ekspektasi inflasi, kenaikan harga dan kelangkaan BBM telah pula menyebabkan kenaikan harga yang tinggi pada kelompok bahan makanan yang bersifat fluktuatif (volatile foods) akibat kelangkaan pasokan dan gangguan distribusi di berbagai daerah. Kenaikan ekspektasi inflasi dan pelemahan nilai tukar rupiah telah menyebabkan pula kenaikan pada inflasi inti, sementara tekanan inflasi inti yang bersumber dari kesenjangan output relatif belum begitu besar. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK jauh lebih tinggi dari target yang ditetapkan Pemerintah, yaitu 6% ± 1% untuk 2005. Tekanan berbagai faktor yang mempengaruhi inflasi di 2005 diprakirakan masih akan berlanjut di 2006 karena pengusaha belum sepenuhnya menyesuaikan harga barang di 2005 meskipun ongkos produksi cenderung meningkat. Perkembangan inflasi inti yang cukup tinggi di 2005, yaitu mencapai 9,7%, terutama disebabkan oleh tingginya ekspektasi inflasi dan depresiasi nilai tukar. Kecenderungan peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat telah terlihat sejak triwulan I-2005 berkaitan dengan rencana Pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM di dalam negeri dengan harga minyak dunia serta perkembangan nilai tukar yang cenderung melemah. Namun demikian, tekanan dari pass-through nilai tukar tersebut relatif minimal terkait dengan kecenderungan pengusaha untuk menahan kenaikan harga barang seiring dengan daya beli masyarakat yang masih lemah. Besarnya tekanan kenaikan harga BBM antara lain tercermin dari perkembangan inflasi core traded yang relatif stabil meskipun terjadi lonjakan inflasi yang signifikan pada kelompok traded pada akhir 2005. Sementara itu, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 122 tekanan inflasi yang bersumber dari permintaan dan penawaran selama 2005 relatif tidak signifikan. Hal ini diindikasikan oleh output gap yang masih negatif walaupun cenderung semakin menyempit tercermin dari tingkat utilisasi kapasitas terpasang yang pada triwulan III-2005 yang mencapai sekitar 70% (Laporan tahunan BI). 7. Tahun 2006 Pertumbuhan ekonomi pada 2006 masih dalam tren membaik, meskipun daya beli masyarakat menurun pascakenaikan harga BBM di Oktober 2005. Dalam periode pelaku ekonomi masih melakukan penyesuaian terhadap dampak kenaikan harga BBM tersebut, perekonomian pada 2006 masih tumbuh 5,5% atau hanya sedikit menurun dibandingkan pertumbuhan pada 2005 sebesar 5,7%. Kinerja perekonomian tersebut banyak dipengaruhi peran kuat stimulus fiskal dan dampak positif peningkatan harga komoditas primer dunia. Stimulus fiskal memberikan dampak pengganda dalam menahan pelambatan pertumbuhan konsumsi swasta. Stimulus fiskal ini lebih jauh juga cukup berperan menopang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengingat peran investasi swasta menurun dibandingkan 2005. Sementara itu, masih tingginya harga komoditas primer di pasar dunia berdampak positif terhadap kinerja ekspor yang tetap kuat selama 2006, meskipun melambat dibandingkan pertumbuhan pada 2005. Peran kedua faktor tersebut dalam perkembangannya mampu mendorong percepatan pemulihan ekonomi yang mulai terjadi sejak paro kedua 2006. Selama meningkatkan 2006 Pemerintah kapasitas membuat berbagai perekonomian, namun commit to user kebijakan diperkirakan baru untuk dapat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 123 berpengaruh secara signifikan dalam jangka menengah. Beberapa paket kebijakan di bidang industri dan perdagangan, infrastruktur dan iklim investasi telah digulirkan, meskipun belum sepenuhnya dapat diimplementasikan sesuai rencana. Di bidang industri dan perdagangan, berbagai kebijakan yang telah dilaksanakan antara lain berupa harmonisasi tarif untuk mengurangi distorsi tata niaga, pencabutan tarif multiguna listrik, dan peraturan di bidang perizinan perdagangan. Di bidang iklim investasi dan infrastruktur, Pemerintah menerbitkan Inpres No. 3 tahun 2006 yang antara lain mencakup bidang umum, perpajakan, kepabeanan, ketenagakerjaan, dan UMKM. Beberapa implementasi kebijakan tersebut antara lain mencakup percepatan pengurusan dokumen impor, pengurusan ijin usaha, dan penanganan pengembalian pajak. Sementara itu, berbagai peraturan di bidang pengembangan infrastruktur telah dikeluarkan seperti kebijakan strategis lintas sektoral serta transaksi proyek pembangunan infrastruktur (Laporan tahunan BI). 8. Tahun 2007 Tahun 2007 diawali dengan tingginya optimisme masyarakat terhadap prospek ekonomi ke depan. Memasuki tahun itu, perekonomian Indonesia meraih kembali stabilitas makroekonomi pascagejolak harga minyak pada akhir tahun 2005 yang dampaknya terasa hingga pertengahan tahun 2006. Optimisme itu dilandasi oleh meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan kebijakan makroekonomi yang didukung oleh keselarasan arah kebijakan moneter yang konsisten terhadap pencapaian sasaran inflasi dan kebijakan fiskal yang berkomitmen kuat terhadap terjaganya kesinambungan fiskal. Seiring dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 124 meningkatnya kredibilitas pengelolaan kebijakan makro, kepercayaan masyarakat internasional terhadap perekonomian Indonesia menguat. Dalam perjalanannya, pada paruh kedua tahun 2007 perekonomian Indonesia kembali menghadapi tantangan yang datang dari perekonomian global, termasuk rambatan krisis subprime mortgage di AS, serta tingginya harga minyak dan komoditas internasional lainnya. Perkembangan harga minyak dunia yang membubung mendekati $100 per barel1 mendorong tingginya permintaan valas untuk kegiatan impor dan memperberat beban fiskal, terutama untuk menutup kebutuhan subsidi BBM yang membengkak. Rambatan krisis subprime mortgage menimbulkan kecemasan yang meluas terhadap perlambatan laju pertumbuhan ekonomi dunia dan mendorong investor global untuk menghindari aset yang dipandang berisiko tinggi (flight to quality), terutama aset-aset dari negara emerging markets termasuk Indonesia. Perkembangan tersebut juga memicu pembalikan arus investasi portofolio asing (capital reversal) di pasar keuangan domestik terutama di pasar SBI, SUN, dan pasar modal. Perkembangan nilai tukar yang relatif stabil mendukung perkembangan inflasi IHK menjadi relatif stabil dan berada pada kisaran sasaran yang ditetapkan. Di samping itu, stabilitas perkembangan IHK juga ditopang oleh menurunnya inflasi komoditas makanan yang bergejolak (volatile foods) dan rendahnya inflasi komoditas yang harganya diatur pemerintah (administered prices). Keberhasilan pencapaian inflasi tersebut tidak terlepas dari dukungan Pemerintah dalam mengendalikan faktor-faktor yang memengaruhi inflasi, terutama yang bersumber dari kenaikan harga-harga komoditas dunia, termasuk harga komoditas nonmigas. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 125 Selain itu, pencapaian inflasi juga didukung oleh komitmen Pemerintah untuk tidak mengubah administered prices komoditas strategis (Bahan Bakar Minyak atau BBM dan Tarif Dasar Listrik atau TDL). Kredibilitas kebijakan yang semakin membaik berpengaruh positif terhadap ekspektasi inflasi masyarakat yang pada gilirannya dapat memfasilitasi pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan (Laporan tahunan BI). 9. Tahun 2008 Pada tahun 2008, kondisi perekonomian Indonesia kembali diwarnai oleh perkembangan yang sangat dinamis dan penuh tantangan akibat gejolak perekonomian dunia yang relatif drastis perubahannya. Meskipun tumbuh tinggi sampai dengan triwulan III-2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara drastis melambat pada triwulan IV-2008 seiring dengan perlambatan ekonomi dunia yang semakin dalam. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh komponen permintaan agregat, terutama ekspor yang anjlok secara tajam seiring dengan turunnya harga komoditas dan pertumbuhan negara mitra dagang. Perlambatan ekonomi dunia yang tajam dan krisis keuangan global belum ada indikasi kuat akan mereda dalam waktu dekat. Meluasnya imbas permasalahan sektor perumahan di Amerika Serikat (AS) dan upaya penyelamatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Sentral terhadap beberapa lembaga pembiayaan masih direspon secara negatif oleh pasar sehingga menimbulkan intensitas gejolak yang semakin tinggi di pasar keuangan global. Ketidakstabilan di pasar keuangan ini selanjutnya memicu sentimen negatif yang menyurutkan risk appetite investor sehingga memunculkan tren perubahan komposisi portofolio commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 126 global. Disamping tingginya faktor ketidakpastian, ketatnya likuiditas semakin memperberat usaha peningkatan ekspor dan mendorong penarikan investasi asing dari emerging market termasuk dari Indonesia. Dampak krisis global juga tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah yang ditandai oleh tekanan depresiasi yang tinggi dan volatilitas yang meningkat, terutama sejak Oktober 2008. Selama semester I-2008, surplus neraca transaksi berjalan dan respons kebijakan ekonomi makro yang prudent mampu meredam tekanan yang ditimbulkan oleh gejolak eksternal. Namun sejak triwulan III-2008, imbas krisis pasar keuangan global semakin kuat seiring dengan jatuhnya berbagai lembaga keuangan besar di AS serta proses deleveraging di pasar keuangan global. Meningkatnya risiko secara global memicu pelepasan investasi portofolio asing di pasar keuangan domestik. Di pihak lain, neraca transaksi berjalan mulai tertekan akibat jatuhnya harga komoditas dan merosotnya kegiatan ekonomi mitra dagang. Perkembangan tersebut menyebabkan rupiah tertekan hingga sempat mencapai Rp12.150 per dolar AS di November 2008 disertai melonjaknya volatilitas yang mencapai 4,67%. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 5,4% dari Rp9.140 tahun 2007 menjadi Rp9.666 tahun 2008 (Laporan tahunan BI). 10. Tahun 2009 Kondisi perekonomian global yang masih mengalami tekanan akibat krisis menghadapkan perekonomian Indonesia pada beberapa tantangan yang tidak ringan pada tahun 2009. Tantangan tersebut cukup mengemuka terutama pada awal tahun 2009, akibat masih kuatnya dampak krisis perekonomian global yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 127 mencapai puncaknya pada triwulan terakhir tahun 2008. Ketidakpastian yang terkait dengan sampai seberapa dalam kontraksi global dan sampai seberapa cepat pemulihan ekonomi global akan terjadi, bukan saja menyebabkan tingginya risiko di sektor keuangan, tetapi juga berdampak negatif pada kegiatan ekonomi di sektor riil domestik. Kondisi ini mengakibatkan stabilitas moneter dan sistem keuangan pada triwulan I 2009 masih mengalami tekanan berat, sementara pertumbuhan ekonomi masih dalam tren menurun akibat kontraksi ekspor barang dan jasa yang cukup dalam. Perkembangan yang kurang menguntungkan tersebut pada gilirannya telah menurunkan kepercayaan pelaku ekonomi di sektor keuangan dan sektor riil, serta berisiko menurunkan berbagai capaian positif beberapa tahun sebelumnya. Sejumlah kebijakan telah ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menghadapi tantangan tersebut sepanjang tahun 2009. Kebijakan yang diambil pada prinsipnya merupakan lanjutan dari berbagai kebijakan yang telah ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah sejak triwulan IV 2008. Di tengah kondisi masih kuatnya ketidakpastian di sektor keuangan dan sektor riil, berbagai kebijakan diarahkan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, dan daya tahan perekonomian domestik. Di bidang moneter, Bank Indonesia menempuh kebijakan pelonggaran moneter yang dilengkapi dengan berbagai kebijakan lainnya, termasuk upaya meredam volatilitas yang berlebihan di pasar valuta asing. Kebijakan Bank Indonesia di bidang perbankan diarahkan untuk memperkuat daya tahan industri perbankan dengan tetap melanjutkan upaya-upaya untuk meningkatkan peran intermediasi perbankan. Di bidang fiskal, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 128 Pemerintah dengan dukungan persetujuan DPR mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus, baik melalui insentif pajak maupun upaya menjaga daya beli masyarakat. Pemerintah pada awal tahun juga menurunkan harga BBM bersubsidi untuk premium dan solar. Di samping itu, Pemerintah mengimplementasikan kebijakan sektoral untuk memperkuat daya tahan perekonomian domestik (Laporan tahunan 2009). 11. Tahun 2010 Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 terus membaik, didukung oleh permintaan domestik yang solid dan kondisi eksternal yang kondusif. Pemulihan ekonomi global yang berangsur mulai terjadi sejak paruh pertama 2009 masih terus berlanjut di tahun 2010, ditopang oleh tingginya pertumbuhan ekonomi di negara-negara emerging markets. Sejalan dengan proses perbaikan tersebut, harga komoditas global terus menunjukkan peningkatan sehingga meningkatkan tekanan inflasi, khususnya di negara-negara emerging markets. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju relatif masih terbatas dengan tekanan inflasi yang masih rendah. Kondisi tersebut mendorong negara-negara emerging markets mulai menempuh kebijakan moneter yang ketat baik melalui kebijakan makroprudensial maupun melalui peningkatan suku bunga acuan. Sebaliknya negara-negara maju cenderung menerapkan kebijakan moneter yang masih longgar dengan mempertahankan tingkat suku bunga pada level yang rendah, bahkan beberapa negara maju melakukan injeksi likuiditas yang cukup besar (quantitative easing). Perbedaan kinerja dan respons kebijakan antara commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 129 negaranegara emerging markets dan negara-negara maju mengakibatkan derasnya arus modal masuk ke negara- negara emerging markets, termasuk Indonesia. Perkembangan yang kondusif di perekonomian global tersebut mendukung kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2010. Pada tahun laporan, NPI mencatat surplus yang cukup besar mencapai 30,3 miliar dolar AS, baik yang bersumber dari transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial. Ekspor mencatat pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu mempertahankan surplus transaksi berjalan di tengah impor dan pembayaran transfer pendapatan yang meningkat tajam. Sementara itu, seiring dengan kuatnya aliran masuk modal asing, neraca transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang sangat besar dengan komposisi yang semakin membaik. Hal ini tercermin dari kuatnya aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung (FDI) yang meningkat tajam, di samping investasi dalam bentuk portofolio yang juga meningkat cukup signifikan. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir tahun 2010 tercatat sebesar 96,2 miliar dolar AS, cukup memadai untuk mendukung kebutuhan impor dan kewajiban eksternal, serta memberikan keyakinan dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Inflasi Indeks Harga Komsumen (IHK) pada tahun 2010 tercatat 6,96%, lebih tinggi dari target yang ditetapkan sebesar 5%±1%. Sampai dengan pertengahan tahun laporan, stabilitas harga masih cukup terjaga sebagaimana tercermin dari inflasi yang relatif rendah (5,05%). Memasuki triwulan III 2010, intensitas gangguan dari sisi pasokan, khususnya bahan makanan, meningkat tajam akibat anomali cuaca baik di tingkat global maupun domestik. Kondisi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 130 tersebut memicu lonjakan harga komoditas pangan di pasar global, dan dalam waktu yang bersamaan kenaikan yang tinggi pada hargaharga komoditas tersebut juga terjadi di pasar domestik. Komoditas bahan pokok seperti beras dan aneka bumbu memberi kontribusi kenaikan harga yang sangat besar sehingga inflasi kelompok volatile food mencapai 17,74%, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 3,95%. Meski pada tahun laporan terdapat lonjakan inflasi volatile food, inflasi inti tetap terjaga pada level yang cukup rendah, yaitu 4,28%. Hal ini didukung oleh terkendalinya faktor fundamental sebagaimana diindikasikan oleh nilai tukar rupiah yang menguat, ekspektasi inflasi yang terjaga, serta kapasitas perekonomian yang sejauh ini masih dapat memenuhi peningkatan permintaan. Sementara itu, kelompok administered prices menunjukkan inflasi yang moderat, yaitu sebesar 5,40% (Laporan tahunan BI). C. Analisis Hasil Penelitian Pada sub bab ini akan dibahas hasil penelitian mengenai jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Sistematika pembahasannya diawali dengan uji stasioneritas, uji kelambanan (lag) optimal, uji kausalitas granger, hasil estimasi VAR, responsi terhadap adanya inovasi (impulse response) dan dekomposisi varian (varian Decomposition). 1. Uji Prasyarat dalam Model VAR a. Uji Stasioneritas Uji stasioneritas variabel dilakukan dengan Uji Akar Unit metode Augmented Dickey- Fuller test (ADF) dengan cara membandingkan antara commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 131 ADF statistic dengan critical values Mac Kinnon pada derajat signifikansi 1%, 5% dan 10%. Dari uji stasioneritas disimpulkan tidak menolak Ho artinya keenam variabel mengandung akar unit, kecuali untuk variabel L(OG) yang sudah stasioner. Untuk alasan itu, maka dilakukan uji stasioneritas pada first difference. Tabel 4.1 Uji ADF pada Tingkat Level Variabel Uji ADF tingkat level Keterangan rSBI -0.746096 Tidak Stasioner rPUAB -1.349146 Tidak Stasioner L(M2) 0.751163 Tidak Stasioner L(OG) -5.752809 Stasioner INF -1.539271 Tidak Stasioner Sumber : Eviews, diolah Test critical values: 1% level -3.592462 5% level -2.931404 10% level -2.603944 Tabel 4.2 Uji ADF tingkat 1st Difference Variabel Uji ADF tingkat level Keterangan rSBI -3.285426 Stasioner rPUAB -6.824434 Stasioner L(M2) -10.99365 Stasioner L(OG) -8.502866 Stasioner INF -6.709787 Stasioner Sumber : Eviews, diolah Test critical values: 1% level -3.596616 5% level -2.933158 10% level -2.604867 Dari hasil Uji Augmented Dickey- Fuller test (ADF) pada first difference menunjukan bahwa masing-masing variabel telah berintegrasi pada derajat pertama atau I(1). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 132 b. Uji Tingkat Kelambanan (Lag) Optimal Pada metode VAR, penetapan tingkat kelambanan (lag) menjadi sangat penting, karena variabel independen yang dipakai adalah kelambanan dari variabel endogennya (Hakim, 2000). Dari tingkat kelambanan itulah dapat diketahui pengaruh jalur suku bunga yang terdiri dari suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply dan Output terhadap sasaran akhir Inflasi dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Nilai dari lag optimal ini diinterpretasikan bahwa semakin kecil nilainya akan dinilai lebih baik, karena artinya pengaruh dari kebijakan tersebut dapat berpengaruh terhadap kondisi makro ekonomi dengan waktu yang lebih singkat. Penetapan tingkat kelambanan optimal ini menggunakan nilai Akaike Information Creteria (AIC) dan Schwartz Creteria (SC). Penetapan tingkat kelambanan penelitian ini didasarkan atas nilai terendah dari Akaike Information Creteria (AIC) dan Schwartz Creteria (SC) yang dihasilkan dari operasi metode VAR dengan membandingkan kelambanan 1, 2, 3, 4, dan 5. Masing-masing nilai dari tingkat kelambanan dapat dilihat pada tabel. 4.3. Tabel 4.3 Nilai Kriteria Akaike dan Schwartz pada Masing-Masing Tingkat Kelambanan Tingkat Akaike Schwartz Kelambanan 1 -1.806425 -0.526762* 2 -2.444511 -0.098463 3 -1.813384 1.599050 4 -2.571214 1.907606 5 -4.090297 1.454909 Sumber : Eviews, diolah * : tingkat lag yang digunakan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 133 Hasil penggolahan data yang menggunakan metode VAR untuk mengetahui pengaruh jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter, nilai terendah dari kriteria informasi Akaike (AIC) terletak pada tingkat kelambanan 5, sedangkan dengan menggunakan kriteria informasi Schwartz (SIC) terletak pada tingkat kelambanan 1 2. Uji Kausalitas Granger Uji Kausalitas Granger antar variable penelitian dimaksudkan untuk mengetahui dan membuktikan arah hubungan jangka pendek antar variabel (Widarjono,2007:244). Uji Kausalitas Granger pada intinya dapat mengindikasikan apakah suatu variabel mempunyai hubungan dua arah, atau hanya satu arah saja (Nachrowi,2006:262). Dari hasil Uji Kausalitas variabel penelitian yang ditunjukan oleh tabel 4.5 diketahui bahwa rPUAB dengan Log INF, rSBI dengan Log INF, Log OG dengan rPUAB, Log OG dengan rSBI, rPUAB dengan rSBI memiliki hubungan satu arah. Sementara itu, Log M2 dengan Log INF, Log INF dengan Log M2, Log OG dengan Log INF, Log INF dengan Log OG, Log INF dengan rPUAB, Log INF dengan rSBI, Log OG dengan Log M2, Log M2 dengan Log OG, rPUAB dengan Log M2, Log M2 dengan rPUAB, rSBI dengan Log M2, Log M2 dengan rSBI, rPUAB dengan Log OG, rSBI dengan Log OG, rPUAB dengan rSBI, tidak ditemukan hubungan yang signifikan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 134 Tabel 4.4 Uji Kausalitas Granger Null Hypothesis: LOG_M2 does not Granger Cause LOG_INF LOG_INF does not Granger Cause LOG_M2 Obs 43 F-Statistic 2.18084 1.74664 Prob. 0.1476 0.1938 LOG_OG does not Granger Cause LOG_INF LOG_INF does not Granger Cause LOG_OG 43 1.50248 0.75502 0.2275 0.3901 RPUAB does not Granger Cause LOG_INF LOG_INF does not Granger Cause RPUAB 43 5.31308 0.26636 0.0264* 0.6086 RSBI does not Granger Cause LOG_INF LOG_INF does not Granger Cause RSBI 43 8.37123 1.43194 0.0061* 0.2385 LOG_OG does not Granger Cause LOG_M2 LOG_M2 does not Granger Cause LOG_OG 43 0.00967 0.10366 0.9222 0.7492 RPUAB does not Granger Cause LOG_M2 LOG_M2 does not Granger Cause RPUAB 43 0.08595 1.87823 0.7709 0.1782 RSBI does not Granger Cause LOG_M2 LOG_M2 does not Granger Cause RSBI 43 0.36832 3.01158 0.5473 0.0904 RPUAB does not Granger Cause LOG_OG LOG_OG does not Granger Cause RPUAB 43 1.91905 7.76840 0.1736 0.0081* RSBI does not Granger Cause LOG_OG LOG_OG does not Granger Cause RSBI 43 2.84044 6.35274 0.0997 0.0158* RSBI does not Granger Cause RPUAB RPUAB does not Granger Cause RSBI 43 16.4452 1.99489 0.0002* 0.1656 Sumber : Eviews, diolah * : menunjukan signifikan dibawah 5% Gambar 4.1 Hubungan Kausalitas Log OG rSBI Log INF commit to user rPUAB perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 135 3. Hasil Estimasi VAR Analisis mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui Jalur Suku Bunga didasarkan pada hasil Estimasi VAR yang terdiri dari Uji Impulse Respon, hasil Uji Variance Decomposition, dan Uji Kausalitas Granger. a. Pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. (1) Impulse Respon (a) Tahap pertama Pada tahap ini diuraikan mengenai analisis hubungan antara instrumen kebijakan moneter rSBI dengan rPUAB sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Gambar 4.1 (a) menunjukan bahwa respons rPUAB terhadap shock rSBI mengalami peningkatan satu standar deviasi rSBI dan mencapai titik tertinggi pada periode keempat dan setelah periode tersebut rPUAB berangsur-angsur menuju posisi keseimbangan (konvergen). Gambar 4.1 (a) juga menunjukan bahwa diperlukan time lag 2 (dua) triwulan bagi rPUAB untuk dapat merespon shock rSBI dan respons rPUAB terhadap shock rSBI relatif lemah. (b)Tahap kedua Pada tahap ini diuraikan mengenai hubungan antara rPUAB dengan Log INF. Gambar 4.1 (b) menunjukan bahwa respon Log INF terhadap shock rPUAB mengalami peningkatan satu standar deviasi rPUAB yang mencapai titik tertinggi pada periode kelima setelah terjadi shock. Setelah periode tersebut Log M2 berangsur-angsur commit to user menuju keposisi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 136 keseimbangan (konvergen). Gambar 4.1 (b) juga menunjukan bahwa diperlukan time lag 2 (satu) triwulan bagi Log INF untuk dapat merenspon shock rPUAB, respons Log M2 terhadap shock rPUAB relatif lemah. (c) Tahap ketiga Pada tahap ini diuraikan mengenai anaisis hubungan antara rSBI dengan Log INF. Gambar 4.1 (c) menunjukan bahwa respons Log INF terhadap shock rSBI mengalami kenaikan satu standar deviasi Log INF yang mencapai titik tertinggi pada periode kelima setelah terjadi shock. Setelah periode tersebut, Log INF mengalami penurunan dan bergerak menuju daerah keseimbangan setelah periode kelima. Dari gambar 4.1 (c) tampak bahwa diperlukan time lag 1 (satu) triwulan bagi Log INF untuk merespon shock rSBI dan respon Log INF terhadap shock rSBI relatif kuat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 137 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of RPUAB to RSBI 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (a) Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LOG_INF to RPUAB .08 .06 .04 .02 .00 -.02 1 2 3 4 5 6 (b) commit to user 7 8 9 10 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 138 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LOG_INF to RSBI .08 .06 .04 .02 .00 -.02 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (c) Gambar 4.2 Hasil Uji Impulse Respons Sumber : Hasil Perhitungan dengan Eviews Dari hasil analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga, sejak dari perubahan kebijakan moneter melalui shock rSBI hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi) membutuhkan tenggat waktu (time lag) atau dengan kecepatan 5 triwulan atau 1 tahun 3 bulan. Gambar 4.3 Time lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga Suku Bunga SBI 2 Suku Bunga PUAB Inflasi 2 1 Keterangan: Angka-angka pada jalur merupakan time lag atau kecepatan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 139 (2) Variance Decomposition Dari tabel 4.5 Variance Decomposition terlihat bahwa pada periode pertama, variasi inflasi dapat dijelaskan oleh inflasi sendiri adalah sebesar 100%, rSBI sebesar 0,00%, rPUAB sebesar 0,00%, Log M2 sebesar 0,00%, dan Log OG sebesar 0,00%. Kemudian pada periode kedua, variasi inflasi dapat dijelaskan oleh inflasi sendiri adalah sebesar 96,90%, rSBI sebesar 1,16%, rPUAB sebesar 0,19%, Log M2 sebesar 0,02%, dan Log OG sebesar 1,70%. Selanjutnya pada periode kelima variasi inflasi yang dapat dijelaskan oleh inflasi sendiri semakin menurun menjadi 83,03%, rSBI meningkat menjadi 11,11%, rPUAB menjadi 2,42%, Log M2 menjadi 0,57% dan Log OG menjadi 2,84%. Sampai sepuluh periode mendatang variasi inflasi yang dapat dijelaskan inflasi sendiri semakin menurun menjadi 67,75%, rSBI meningkat menjadi 17,54%, rPUAB meningkat menjadi 4,33%, Log M2 menjadi 1,00% dan Log OG meningkat menjadi 9,36%. Hasil ini menunjukan bahwa rSBI merupakan variabel yang terkuat dalam merespon dan mampu menjelaskan variasi sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia pada periode (lag) kelima yaitu sebesar 11,11%. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 140 Tabel 4.5 Variance Decomposition Variance Decomposition of LOG_INF: Period S.E. LOG_INF 1 0.064921 100.0000 2 0.080869 96.90662 3 0.087787 93.54703 4 0.091761 88.61255 5 0.094987 83.03286 6 0.098057 77.94588 7 0.100939 73.94712 8 0.103475 71.08077 9 0.105573 69.11289 10 0.107236 67.75197 Sumber : Eviews, diolah LOG_M2 0.000000 0.028572 0.235771 0.459069 0.573525 0.576411 0.544174 0.566150 0.708134 1.004459 LOG_OG 0.000000 1.701716 1.474660 1.735782 2.848758 4.469922 6.139883 7.563847 8.634985 9.363991 RPUAB 0.000000 0.196462 0.715979 1.526241 2.426066 3.208455 3.771271 4.113118 4.282223 4.336260 RSBI 0.000000 1.166629 4.026557 7.666355 11.11879 13.79933 15.59755 16.67612 17.26177 17.54333 b. Pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. (1) Impulse Respon Untuk melihat pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dapat dilihat dari hasil analisis impulse respon dibawah ini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 141 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of RSBI to LOG_OG .8 .6 .4 .2 .0 -.2 -.4 -.6 -.8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (a) Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of RPUAB to RSBI 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 1 2 3 4 5 6 (b) commit to user 7 8 9 10 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 142 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of RPUAB to LOG_OG 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (c) Gambar 4.4 Hasil Uji Impulse Respons Sumber : Hasil Perhitungan dengan Eviews (a) Tahap pertama Pada tahap ini diuraikan mengenai analisis hubungan antara instrumen kebijakan moneter rSBI dengan output gap. Gambar 4.4 (a) menunjukan bahwa respons rSBI terhadap shock output gap mengalami peningkatan satu standar deviasi rSBI dan mencapai titik tertinggi pada periode kedua dan setelah periode tersebut rSBI berangsur-angsur menuju posisi keseimbangan (konvergen). Gambar 4.4 (a) juga menunjukan bahwa diperlukan time lag 1 (satu) triwulan bagi rSBI untuk dapat merespon shock output gap dan respons rSBI terhadap shock output gap relatif kuat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 143 b) Tahap kedua Pada tahap ini diuraikan mengenai analisis hubungan antara instrumen kebijakan moneter rSBI dengan rPUAB sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Gambar 4.4 (b) menunjukan bahwa respons rPUAB terhadap shock rSBI mengalami peningkatan satu standar deviasi rSBI dan mencapai titik tertinggi pada periode keempat dan setelah periode tersebut rPUAB berangsur-angsur menuju posisi keseimbangan (konvergen). Gambar 4.4 (b) juga menunjukan bahwa diperlukan time lag 2 (dua) triwulan bagi rPUAB untuk dapat merespon shock rSBI dan respons rPUAB terhadap shock rSBI relatif lemah. c) Tahap ketiga Pada tahap ini diuraikan mengenai anaisis hubungan antara rPUAB dengan output gap. Gambar 4.4 (c) menunjukan bahwa respons rPUAB terhadap shock output gap mengalami kenaikan satu standar deviasi rPUAB yang mencapai titik tertinggi pada periode kedua setelah terjadi shock. Setelah periode tersebut, rPUAB mengalami penurunan dan bergerak menuju daerah keseimbangan setelah periode kedua. Dari gambar 4.4 (c) tampak bahwa diperlukan time lag 1 (satu) triwulan bagi Log INF untuk merespon shock rSBI dan respon Log INF terhadap shock rSBI relatif kuat. Sedangkan pengaruh jalur suku bunga yang terdiri dari suku bunga SBI, suku bunga PUAB, dan output gap membutuhkan tenggat waktu (time lag) 4 triwulan atau 1 tahun untuk mempengaruhi output gap. Untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 144 jelasnya mengenai time lag sejak dari shock output gap hingga berpengaruh terhadap rSBI dan rPUAB dapat dilihat pada gambar 4.5. Gambar 4.5 Time lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga 1 Output Gap 1 Suku Bunga SBI 2 Suku Bunga PUAB Keterangan: Angka-angka pada jalur merupakan time lag atau kecepatan (2) Variance Decomposition Untuk output gap pada periode pertama pada tabel 4.6 dijelaskan oleh variabel output gap sendiri sebesar 97,29%, rSBI sebesar 0,00%, rPUAB sebesar 0,00%, Log M2 sebesar 1,32%, dan Log INF sebesar 1,38%. Semua variabel rata-rata mengalami kenaikan setelah periode pertama,kecuali variabel output gap sendiri dimana pada periode kedua sebesar 95,16%, dan periode ketiga sebesar 93,80% dan pada periode kesepuluh sebesar90,26%. Untuk rSBI pada periode kelima sebesar 3,23% dan pada periode akhir sebesar 3,62%, untuk rPUAB pada periode kelima sebesar 0,48% dan pada periode terakhir sebesar 0,71%. Untuk Log M2 pada periode kelima sebesar 2,37% dan pada periode kesepuluh sebesar 2,35%. Dan untuk Log INF pada periode kelima sebesar 1,99% dan pada periode akhir sebesar 3,03%. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 145 Hasil ini menunjukan bahwa rSBI merupakan variabel yang terkuat dalam merespon dan mampu menjelaskan variasi output gap di Indonesia pada periode (lag) keempat yaitu sebesar 2,85%. Tabel 4.6 Variance Decomposition Variance Decomposition of LOG_OG: Period S.E. LOG_INF 1 0.343065 1.382435 2 0.346917 1.680374 3 0.349760 1.653689 4 0.352476 1.754250 5 0.354900 1.994415 6 0.356830 2.288639 7 0.358220 2.564100 8 0.359138 2.783161 9 0.359701 2.937055 10 0.360026 3.033797 Sumber : Eviews, diolah LOG_M2 1.320414 1.835177 2.153569 2.312665 2.372645 2.381246 2.370415 2.358397 2.353561 2.358103 LOG_OG 97.29715 95.16669 93.80705 92.74970 91.91409 91.28777 90.84764 90.55660 90.37375 90.26258 RPUAB 0.000000 0.017946 0.149383 0.327369 0.484191 0.595102 0.662102 0.696979 0.712125 0.717028 RSBI 0.000000 1.299810 2.236312 2.856016 3.234655 3.447239 3.555738 3.604861 3.623510 3.628488 4. Uji Signifikasi Parameter a. Uji t Tabel 4.7 Koefisien dan Nilai t Statistik Hasil Estimasi VAR LOG_INF(-1) LOG_M2(-1) LOG_OG(-1) RPUAB(-1) RSBI(-1) C LOG_INF 0.676125 [ 5.98452]* -0.063882 [-0.67370] -0.041023 [-1.32877] -0.002870 [-0.30546] 0.012497 [ 1.48165] 1.008648 [ 1.36191] LOG_M2 -0.039412 [-1.50599] 0.987026 [ 44.9368]* -0.002039 [-0.28507] 0.002213 [ 1.01687] -0.001852 [-0.94810] 0.178774 [ 1.04209] LOG_OG -0.241736 [-0.40490] -0.519031 [-1.03582] 0.055299 [ 0.33896] 0.023919 [ 0.48172] -0.056588 [-1.26961] 4.353620 [ 1.11242] Sumber : Eviews, diolah Ket : - angka dalam kurung adalah nilai t - t tabel = 2,04 (α = 5%; df : 44 - 6 = 38) - tanda * menunjukan signifikan commit to user RPUAB 1.745760 [ 0.91067] -0.044772 [-0.02783] 1.515297 [ 2.89260]* 0.342144 [ 2.14600]* 0.551018 [ 3.85014]* -3.834966 [-0.30517] RSBI -3.000692 [-1.78365] -3.690445 [-2.61366] 0.990481 [ 2.15452]* -0.061294 [-0.43808] 1.006546 [ 8.01414]* 29.10482 [ 2.63913]* perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 146 Berdasarkan tabel 4.6 diatas memperlihatkan bahwa berdasarkan uji t variabel LOG_INF(-1), LOG_M2(-1), RPUAB(-1), RSBI(-1) berpengaruh signifikan terhadap dirinya sendiri. Variabel RPUAB selain signifikan dipengaruhi oleh RPUAB(-1) juga dipengaruhi oleh LOG_OG(-1) dan RSBI(1). Sedangkan variabel RSBI selain dipengaruhi oleh RSBI(-1) juga dipengaruhi oleh LOG_OG(-1). Sementara itu, tidak ada satupun variabel yang berpengaruh signifikan terhadap LOG_OG. b. Uji F Uji F memperlihatkan signifikasi parameter secara bersama-sama pada tiap persamaan. Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa berdasarkan nilai F statistik, persamaan dengan variabel dependent LOG_INF, LOG_M2, RPUAB, dan RSBI menunjukan hasil yang signifikan 5%. Artinya variabel LOG_INF, LOG_M2, RPUAB, RSBI secara bersama-sama signifikan dalam mempengaruhi perubahan LOG_INF, LOG_M2, LOG_OG, RPUAB, dan RSBI. Tabel 4.8 Nilai F Statistik Hasil Estimasi VAR Variabe Dependent F-statistic LOG_INF 37.83218* LOG_M2 1002.132* Sumber : Eviews, diolah Ket : - F tabel = 2,34 - (α = 5%; n-k = (44-6) = 38, k = 6 - tanda * menunjukan signifikan commit to user LOG_OG 0.879074 RPUAB RSBI 62.65303* 96.81137* perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 147 c. Uji Goodness of Fit (R2) Uji ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar variasi dari variabelvariabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Dari hasil estimasi data dengan motode VAR, berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa inflasi dijelaskan sekitar 83% oleh variasi dari variabel independennya, variabel jumlah uang beredar (M2) dijelaskan sekitar 99% oleh variasi dari variabel independennya. Variabel output gap dijelaskan sekitar 10% oleh variasi dari variabel independennya, dan variabel suku bunga PUAB dijelaskan sekitar 89% oleh variasi dari variabel independennya. Sedangkan variabel suku bunga SBI dijelaskan sekitar 92% oleh variasi dari variabel independennya. Tabel 4.9 Nilai R2 Hasil Estimasi VAR VARIABEL R-squared LOG_INF 0.836400 LOG_M2 0.992670 LOG_OG 0.106180 RPUAB 0.894366 RSBI 0.928990 Sumber : Eviews, diolah D. Pembahasan Perubahan kebijakan moneter melalui shock rSBI direspon dengan cepat oleh rPUAB. Hasil ini menunjukan bahwa rSBI secara efektif berfungsi sebagai instrumen moneter bagi Bank Indonesia dalam menerapkan kebijakan moneter di Indonesia. Respon rPUAB terhadap shock rSBI diteruskan ke variabel inflasi sebagai sasaran akhir. Dari hasil Uji Variance Decomposition yang terdapat pada Tabel 4.4 commit to user menunjukan bahwa rSBI sebagai sasaran operasional mampu menjelaskan variasi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 148 inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter sebesar 17,54%. Sementara, variabel rPUAB sebesar 4,33%, Log M2 sebesar 1,00%, dan Log OG sebesar 9,36%. Hasil ini menunjukan bahwa informasi masa lalu dan masa kini dari rSBI secara signifikan mampu menjelaskan forecast dari variasi sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi). Hasil penelitian ini merupakan konfirmasi yang baik bahwa terdapat hubungan yang kuat antara rSBI sebagai sasaran operasional dengan inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia. Hasil Uji Variance Decomposition sejalan dengan Uji Kausalitas Granger yang menunjukan bahwa terdapat hubungan kausalitas searah antara rSBI dengan inflasi dan rSBI dengan rPUAB, dimana rSBI mempengaruhi inflasi, dan rPUAB mempengaruhi inflasi. Sedangkan hubungan rSBI dan rPUAB dengan output gap berdasarkan hasil analisis di atas ditemukan hubungan searah dimana output gap mempengaruhi rSBI dan rPUAB. Dari hasil penelitian diatas ditemukan hal yang menarik, dimana dugaan awal jalur suku bunga akan berpengaruh terhadap output gap tetapi dari hasil analisis yang terjadi adalah sebaliknya. Output gap mempengaruhi rSBI dan rPUAB. Kemudian untuk dugaan yang pertama, rSBI dan rPUAB berpengaruh terhadap Log INF terbukti. Dimana rSBI dan rPUAB berpengaruh terhadap Log INF. Hal ini didasarkan pada uji kausalitas Granger dan Variance Decomposition. Dengan rSBI berpengaruh sebesar 11,11% pada periode kelima dan 17,54% pada periode kesepuluh. Secara teoritis, kerangka operasi kebijakan moneter di Indonesia mengacu pada paradigma uang pasif yang berpandangan bahwa transmisi kebijakan moneter berawal dari shock suku bunga sebagai instrumen kebijakan moneter yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 149 berpengaruh terhadap suku bunga jangka pendek/menengah dan nilai tukar selanjutnya mempengaruhi inflasi melalui perubahan permintaan agregat dan output gap serta ekspektasi inflasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui Jalur Suku Bunga telah bekerja dengan efektif dan mengikuti paradigma uang pasif, yakni shock rSBI berpengaruh terhadap suku bunga jangka pendek, misalnya rPUAB sebagai sasaran operasional. Selanjutnya ditransmisikan terhadap sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi). Hasil ini merupakan konfirmasi yang baik bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga mendukung teori Keynesians dan kerangka operasi kebijakan moneter dengan pendekatan harga (price approach) serta paradigma uang pasif. Dan dalam mengambil keputusan tingkat suku bunga SBI dan PUAB diambil berdasarkan atau dengan menggunakan pertimbangan tingkat output gap yang ada. Jalur suku bunga merupakan jalur transmisi utama dan efektif mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneter. Perubahan kebijakan moneter melalui shock rSBI akan menimbulkan efek likuiditas terhadap suku bunga pasar uang sehingga mendorong suku bunga bergerak naik turun. Kenaikan suku bunga pasar selanjutnya akan mengakibatkan turunnya pengeluaran investasi dan konsumsi yang kemudian berpengaruh terhadap output gap serta tujuan akhir kebijakan moneter (inflasi). Sementara itu, kebijakan moneter yang kontraktif direspons positif oleh suku bunga di pasar uang. Jika BI melakukan kontraksi moneter melalui peningkatan rSBI, maka direspons positif oleh suku bunga jangka pendek (misalnya rPUAB) sebagai sasaran operasional dan suku bunga lainnya di pasar keuangan. Artinya, jika commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 150 terjadi kenaikan rSBI, maka perbankan harus menaikkan rPUAB, karena jika tidak demikian, maka perbankan akan kehilangan nasabah (deposan) yang akan beralih menempatkan dananya ke SBI yang menawarkan suku bunga yang lebih tinggi dan memiliki jaminan risiko. Hasil penelitian diatas juga dikarenakan net interest margin Indonesia yang tinggi, dimana menurut data terakhir dari Statistik Perbankan Indonesia diatas 6%. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 151 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Studi ini menerapkan model VAR untuk mengetahui mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga untuk mencapai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil yang dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa analisis jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di indonesia efektif mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia periode 2000:1-2010:4. Melalui jalur ini dibutuhkan time lag sekitar 5 triwulan atau satu tahun tiga bulan hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter. Hal ini dapat dilihat dari hasil impulse respon dan variance decomposition dalam estimasi VAR. Dan dari uji Kausalitas Granger diketahui bahwa variabel money supply tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel lainnya, sehingga diketahui bahwa dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia periode 2000:1-2010:4 lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Hal ini juga didukung dengan hasil variance decomposition dimana variabel money supply memiliki tingkat koefisien yang terkecil dari variabel yang lain. Sehingga bisa dikatakan bahwa kebijakan yang digunakan oleh Bank Sentral adalah kebijakan melalui jalur suku bunga. commit to user 151 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 152 2. Untuk pengaruh tingkat suku bunga dengan output gap, berdasarkan uji kausalitas Granger ditemukan jika terjadi hubungan satu arah antara output gap mempengaruhi rSBI dan output gap mempengaruhi rPUAB. Dan dalam hubungan ini transmisi dari output gap hingga mempengaruhi rPUAB dan rSBI 151 membutuhkan time lag sebesar 4 triwulan atau selama satu tahun. 3. Respons variabel-variabel pada jalur suku bunga ini relatif kuat dan variabel utama jalur ini yaitu rSBI mampu menjelaskan variasi sasaran akhir kebijakan moneter secara signifikan yakni sebesar 17,54%. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa rSBI berfungsi secara efektif sebagai sasaran operasional kebijakan moneter di Indonesia. Hubungan rSBI terhadap rPUAB, dimana rPUAB membutuhkan time lag sebesar 2 triwulan dalam merespon rSBI, dan respons rPUAB terhadap shock rSBI mengalami peningkatan satu standar deviasi rSBI dan mencapai titik tertinggi pada periode keempat dan setelah periode tersebut rPUAB berangsur-angsur menuju posisi keseimbangan (konvergen). 4. Hubungan antara rPUAB dengan Log INF. Menunjukan bahwa respon Log INF terhadap shock rPUAB mengalami peningkatan satu standar deviasi rPUAB yang mencapai titik tertinggi pada periode kelima setelah terjadi shock. Setelah periode tersebut Log M2 berangsur-angsur menuju keposisi keseimbangan dan juga menunjukan bahwa diperlukan time lag 2 (satu) triwulan bagi Log INF untuk dapat merenspon shock rPUAB, respons Log M2 terhadap shock rPUAB relatif lemah. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 153 5. Untuk hubungan antara rSBI dengan Log INF. Menunjukan bahwa respons Log INF terhadap shock rSBI mengalami kenaikan satu standar deviasi Log INF yang mencapai titik tertinggi pada periode kelima setelah terjadi shock. Setelah periode tersebut, Log INF mengalami penurunan dan bergerak menuju daerah keseimbangan setelah periode kelima. Dan tampak bahwa diperlukan time lag 1 (satu) triwulan bagi Log INF untuk merespon shock rSBI dan respon Log INF terhadap shock rSBI relatif kuat. 6. Berdasarkan uji t, diketahui bahwa variabel LOG_INF(-1), LOG_M2(-1), RPUAB(-1), RSBI(-1) berpengaruh signifikan terhadap dirinya sendiri pada tingkat signifikasi 5%. Sedangkan variabel RSBI selain dipengaruhi oleh RSBI(1) juga dipengaruhi oleh LOG_OG(-1). Sementara itu, tidak ada satupun variabel yang berpengaruh signifikan terhadap LOG_OG pada tingkat signifikasi 5%. 7. Berdasarkan uji F, diketahui bahwa berdasarkan nilai F statistik, persamaan dengan variabel dependent LOG_INF, LOG_M2, RPUAB, dan RSBI menunjukan hasil yang signifikan. Artinya variabel LOG_INF, LOG_M2, RPUAB, RSBI secara bersama-sama signifikan dalam mempengaruhi perubahan LOG_INF, LOG_M2, LOG_OG, RPUAB, dan RSBI pada tingkat signifikasi 5%. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 154 B. SARAN Berdasarkan analisis dengan menggunakan model VAR diatas diharapkan agar hasil estimasi di atas dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau acuan oleh Bank Sentral dan Pemerintah dalam menentukan dan mengambil kebijakan yang sesuai agar tercapai sasaran akhir yaitu inflasi. Kepada pemerintah dan Bank Sentral disarankan untuk senantiasa menjaga atau mengawasi dan mengendalikan tingkat suku bunga SBI sehingga makin memperkuat terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia. commit to user