perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI
KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
HENDRO BAGUS PRASETYO
F.1109013
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit
to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini mengambil judul “Analisis Jalur Suku Bunga Dalam
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia (2000-2010)”. Tujuan
yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
pengaruh variabel suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2),
output gap, terhadap Inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.
Lingkup data yang digunakan bersifat kuantitatif dengan mengambil data
triwulanan, mulai Maret 2000 sampai dengan bulan Desember 2010. Data-data
yang digunakan kesemuanya diambil dari data sekunder bersumber dari Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia dan Laporan Tahunan yang teah dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, disertai dengan studi pustaka yang cukup intensif. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi model VAR dan Uji
Kausalitas Granger.
Variabel ekonomi yang digunakan dalam peneltian ini adalah suku bunga
SBI, suku bunga PUAB, money supply, output gap, dan tingkat Inflasi.
Dari perhitungan analisis didapatkan hasil penelitian bahwa suku bunga
SBI dan suku bunga PUAB berpengaruh secara siginfikan terhadap variabel
dependen yaitu tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%. Sedangkan suku
bunga SBI dan suku bunga PUAB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%.
Dari hasil penelitian yang diperoleh maka diberikan saran-saran
diantaranya diperlukan upaya-upaya oleh Bank Indomesia disarankan untuk
senantiasa menjaga atau mengawasi dan mengendalikan tingkat suku bunga SBI
sehingga makin memperkuat terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter di
Indonesia.
Kata kunci : suku bunga, mekanisme transmisi kebijakan moneter, var
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul
ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI
KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)
Surakarta, September 2011
Disetujui dan Diterima oleh :
Dosen Pembimbing
Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE
NIP. 19820414 200501 1 002
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diuji dan diterima baik oleh Tim Penguji Skripsi untuk melengkapi
tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana ekonomi
pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Surakarta,
Desember 2011
Tim Penguji Skripsi
Drs. Wahyu Agung Setyo, Msi
( ………………………… )
NIP. 19650522 199203 1 002
Ketua
Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE
( ………………………… )
NIP. 19820414 200501 1 002
Pembimbing
Riwi Sumantyo, S.E , M.E.
( ………………………… )
NIP. 19710412 199402 1 001
Anggota
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan.
Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahsaia dari masa muda yang
abadi.
Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan.
Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan.
Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa yang
diberikan Tuhan.
Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan.
Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati.
Ambillah waktu untuk memberi, itu adalah membuat hidup terasa bererti.
Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan.
Ambillah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju surga.
(Penulis)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Subhanallah Walhamdulillah Walaailaahaillallah Allahuakbar
Laahaulawalaaquwwata Illaabillaahil'aliyyil 'adziim
Syukur-ku hanya kepada Allah SWT atas segala kemurahan dan
pertolongan-Nya
Karya ini penulis persembahkan kepada:
· Ibu dan Bapak tersayang
· Nurul Hidayah
· Teman-temanku
· Almamaterku Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala berkah,
rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kemudahan, kesabaran dan
kesanggupan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI
KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)”. Penulisan karya
ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas berkat bantuan baik
materiil maupun non materiil serta dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Wisnu Untoro. MS selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Supriyono. MSi selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Sutanto, Drs., MESP selaku Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE selaku dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan
memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Bank Indonesia cabang Solo yang telah mengijinkan untuk mengambil data
yang diperlukan.
7. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Muhammad Subeki dan Ibu Hj. Anik
Suprapti, terimakasih atas segala kesabaran, doa, motivasi, dukungan moril dan
materiel, dan kasih sayang yang tiada tara sepenjang masa yang telah diberikan
selama ini kepada penulis.
8. My Inspiration Nurul Hidayah yang tidak henti-hentinya memberikan curahan
doa, semangat, kasih sayang,dan kesabarannya kepada penulis, sehingga
penulis mampu menyelesaikan semua masalah yang penulis hadapi selama
penulis menyelesaikan skripsi.
9. For my friend in the kost thank you for all aid and its support. I will never
forget our friendship during the time.
10. For all my friend in our beloved faculty of economics specially generation 09.
And for all security (SatPam) in faculty of economics.
Surakarta, September 2011
Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
ABSTRAK ................................................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... iv
MOTTO ..................................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
E. Hipotesis ...................................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 8
A. Landasan Teori ............................................................................................ 8
1. Kebijakan Moneter .................................................................................. 8
2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ............................................. 11
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku
Bunga.................................................................................................. 14
b. Indikator Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ...... 16
c. Tenggat Waktu (Lag) ......................................................................... 17
3. Teori Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ................................... 19
a. Kerangka Makroekonomi Sederhana ................................................. 19
b. Tujuan Kebijakan ............................................................................... 19
c. Aturan Suku Bunga Sederhana........................................................... 21
d. Agregat Demand dan Agregat Supply ................................................ 24
4. Instrumen Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ............................ 38
a. Tingkat Suku Bunga ........................................................................... 38
(1)Fungsi-Fungsi Tingkat Bunga ....................................................... 40
(2)Jenis Tingkat Suku Bunga ............................................................. 41
(a) Tingkat Suku Bunga Nominal dan Tingkat Bunga Riil ............ 41
(b)Tingkat Suku Bunga Jangka Pendek dan Jangka Panjang ........ 43
(c) Teori-Teori Tingkat Suku Bunga .............................................. 45
b. Jumlah Uang Beredar ......................................................................... 55
(1)Definisi Uang ................................................................................. 55
(2)Konsep Jumlah Uang Beredar ....................................................... 55
c. Produk Domestik Bruto ...................................................................... 57
(1)Definisi Produk Domestik Bruto (PDB) ........................................ 57
(2)PDB Nominal dan PDB Riil .......................................................... 58
(3)Cara Perhitungan PDB................................................................... 58
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Inflasi .................................................................................................. 59
(1)Definisi Inflasi ............................................................................... 59
(2)Jenis-Jenis Inflasi ........................................................................... 66
(a) Inflasi Berdasarkan Terjadinya ................................................. 67
(b)Inflasi Berdasarkan Intensitasnya ............................................. 67
(c) Inflasi Berdasarkan Bobotnya ................................................... 68
B. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 70
C. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 83
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 84
A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 84
B. Jenis dan Sumber Data ................................................................................. 84
C. Definisi Operasional Variabel ..................................................................... 85
D. Metode Analisis Data................................................................................... 86
1. Model Vector Autoregression (VAR) ..................................................... 86
2. Bentuk Estimasi VAR ............................................................................. 89
a. Respon terhadap Kebijakan (Impulse Respon) ................................... 89
b. Dekomposisi Varian (Variance Decomposition) ............................... 90
3. Uji Prasyarat dalam Model VAR ............................................................ 90
4. Uji Kausalitas Granger ............................................................................ 92
5. Uji Signifikasi Parameter ........................................................................ 93
a. Uji t ..................................................................................................... 93
b. Uji F .................................................................................................... 95
c. Uji R2 .................................................................................................. 96
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ................................................... 97
A. Gambaran Umum Bank Sentral dan Kebijakan Moneter di Indonesia ....... 97
B. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ................................................ 112
C. Analisis Hasil Penelitian .............................................................................. 130
1. Uji Prasyarat Model VAR ....................................................................... 130
a. Uji Stasioneritas ................................................................................. 130
b. Uji Tingkat Kelambanan (Lag) Optimal ............................................ 132
2. Uji Kausalitas Granger ............................................................................ 133
3. Hasil Estimasi VAR ................................................................................ 135
a. Pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam mekanisme
transmisi kebijakan moneter ............................................................... 135
(1) Impulse Respon ........................................................................... 135
(2) Variance Decomposition ............................................................. 139
b. Pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam mekanisme
transmisi kebijakan moneter ............................................................... 140
(1) Impulse Respon ........................................................................... 140
(2) Variance Decomposition ............................................................. 144
4. Uji Signifikasi Parameter ........................................................................ 145
a. Uji t ..................................................................................................... 145
b. Uji F .................................................................................................... 146
c. Uji R2 ................................................................................................. 147
D. Pembahasan ................................................................................................. 147
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 151
A. Kesimpulan .................................................................................................. 151
B. Saran ............................................................................................................ 154
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 155
LAMPIRAN
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga .................................. 5
Gambar 2.1
Mekanisme Transmisi Moneter sebagai Black Box ....................... 12
Gambar 2.2
Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga .................................. 16
Gambar 2.3
Tenggat Waktu (Lag)..................................................................... 17
Gambar 2.4 (a)
Uang............................................................................................... 26
Gambar 2.4 (b) Investasi yang direncanakan .......................................................... 26
Gambar 2.4 (c)
Output (Pendapatan) Agregat ........................................................ 26
Gambar 2.5
Kurva Permintaan Agregat (AD) ................................................... 27
Gambar 2.6
Efek Peningkatan Penawaran Uang atas Kurva AD ...................... 28
Gambar 2.7
EfekPeningkatan Belanja Pemerintah atau Penurunan Pajak
Nettto atas Kurva AD .................................................................... 29
Gambar 2.8
Kurva IS - LM ............................................................................... 30
Gambar 2.9
Agregat Demand ............................................................................ 31
Gambar 2.10
Kurva Penawaran Agregat Jangka Pendek .................................... 33
Gambar 2.11 (a) Penurunan Penawaran Agregat ...................................................... 34
Gambar 2.11 (b) Peningkatan Penawaran Agregat ................................................... 34
Gambar 2.12
Tingkat Harga Ekuilibrium ............................................................ 35
Gambar 2.13
Kurva Penawaran Agregat Jangka Panjang ................................... 36
Gambar 2.14
Kurva Hasil .................................................................................... 44
Gambar 2.15
Teori Klasik tentang Tingkat Bunga.............................................. 47
Gambar 2.16
Teori Keynes tentang Tingkat Bunga ............................................ 49
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.17
Tingkat Bunga Keseimbangan Hicks ............................................ 53
Gambar 2.18
Inflationary Gap ............................................................................ 61
Gambar 2.19
Demand Pull Inflation ................................................................... 62
Gambar 2.20
Cost Push Inflation ........................................................................ 65
Gambar 4.1
Hubungan Kausalitas ..................................................................... 134
Gambar 4.2
Hasil Uji Impulse Respon .............................................................. 137
Gambar 4.3
Time Lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga ........................... 138
Gambar 4.4
Hasil Uji Impulse Respons ............................................................. 142
Gambar 4.5
Time Lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga ........................... 144
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Perilaku Perusahaan Individu yang Membentuk Perekonomian ... 34
Tabel 4.1
Uji ADF pada Tingkat Level ......................................................... 131
Tabel 4.2
Uji ADF pada tingkat First Difference .......................................... 131
Tabel 4.3
Nilai Kriteria Akaike dan Schwartz pada Masing-Masing
Tingkat Kelambanan ...................................................................... 132
Tabel 4.4
Uji Kausalitas Granger .................................................................. 134
Tabel 4.5
Variance Decomposition ............................................................... 140
Tabel 4.6
Variance Decomposition ............................................................... 145
Tabel 4.7
Koefisien dan Nilai t Statistik Hasil Estimasi VAR ...................... 145
Tabel 4.8
Nilai F Statistik Hasil Estimasi VAR ............................................ 146
Tabel 4.9
Nilai R2 Hasil Estimasi VAR......................................................... 147
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI
KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)
Hendro Bagus Prasetyo
F.1109013
ABSTRAK
Penelitian ini mengambil judul “Analisis Jalur Suku Bunga Dalam
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia (2000-2010)”. Tujuan
yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
pengaruh variabel suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2),
output gap, terhadap Inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.
Lingkup data yang digunakan bersifat kuantitatif dengan mengambil data
triwulanan, mulai Maret 2000 sampai dengan bulan Desember 2010. Data-data
yang digunakan kesemuanya diambil dari data sekunder bersumber dari Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia dan Laporan Tahunan yang teah dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, disertai dengan studi pustaka yang cukup intensif. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi model VAR dan Uji
Kausalitas Granger.
Variabel ekonomi yang digunakan dalam peneltian ini adalah suku bunga
SBI, suku bunga PUAB, money supply, output gap, dan tingkat Inflasi.
Dari perhitungan analisis didapatkan hasil penelitian bahwa suku bunga
SBI dan suku bunga PUAB berpengaruh secara siginfikan terhadap variabel
dependen yaitu tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%. Sedangkan suku
bunga SBI dan suku bunga PUAB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
output gap pada tingkat signifikasi α 5%.
Dari hasil penelitian yang diperoleh maka diberikan saran-saran
diantaranya diperlukan upaya-upaya oleh Bank Indomesia disarankan untuk
senantiasa menjaga atau mengawasi dan mengendalikan tingkat suku bunga SBI
sehingga makin memperkuat terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter di
Indonesia.
Kata kunci : suku bunga, mekanisme transmisi kebijakan moneter, var
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era perekonomian global yang terjadi sejak beberapa dasawarsa yang
lalu hingga saat ini, interaksi ekonomi antar negara merupakan salah satu aspek
yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi suatu negara yang semakin
terbuka. Terlebih lagi, kepesatan perkembangan teknologi informasi, komunikasi
dan transportasi, serta kebijakan perdagangan dalam dasawarsa terakhir telah
mendorong pesatnya keterbukaan ekonomi dan ketergantungan antar negara.
Sebagai contoh, hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Jepang saat ini
jauh lebih erat dibandingkan dengan hubungan perdagangan yang terjadi pada
masa awal kemerdekaan.
Keterikatan antar negara yang semakin besar, maka semakin terbuka
perekonomian suatu negara yang bersangkutan. Keterbukaan ekonomi tersebut
berdampak pada peningkatan transaksi perdagangan antar negara. Sebuah negara
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa tertentu dapat
membeli (impor) barang dan jasa tersebut dari negara lain. Di sisi lain, suatu
negara dapat memperdagangkan (ekspor) barang dan jasa yang dihasilkan kepada
negara lain yang membutuhkannya. Perkembangan perdagangan umumnya diikuti
pula oleh perkembangan di sektor keuangan internasional.
Keterbukaan ekonomi suatu negara akan membawa konsekuensi pada
perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi makro, termasuk kebijakan
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
moneternya. Hal ini mengingat semakin besar transaksi perdagangan dan
keuangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara maka semakin besar
foreign capital flows (aliran dana luar negeri). Aliran dana luar negeri tersebut
pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Dalam hal terjadi capital inflows (aliran dana luar negeri masuk),
maka akan terjadi penambahan jumlah uang beredar. Sebaliknya, dalam hal terjadi
capital outflow (aliran dana luar negeri keluar), maka akan terjadi pengurangan
jumlah uang beredar. Dengan demikian, kebijakan moneter perlu diarahkan agar
jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan perekonomian.
Aliran dana luar negeri yang masuk menyebabkan bank sentral
melakukan kontraksi moneter untuk mengurangi jumlah uang beredar.
Sebaliknya, jika terjadi aliran dana luar negeri keluar yang besar maka bank
sentral dapat melakukan ekspansi moneter untuk menambah jumlah uang beredar.
Kontaksi atau ekspansi moneter akan dapat meningkatkan atau menurunkan suku
bunga dalam negeri.
Sasaran akhir perekonomian, terutama pendapatan nasional dan inflasi
sangat dipengaruhi oleh bagaimana jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter
tersebut bekerja pada perekonomian suatu negara. Perangkat perangkat
mekanisme transmisi kebijakan moneter diawali dengan instrumen, sasaran
operasional, sasaran antara dan sasaran akhir.
Secara operasional kebijakan moneter, kesulitan tersebut tercermin dari
masih terbatasnya informasi yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam
menentukan waktu yang tepat, pilihan kebijakan moneter yang harus dilakukan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
dan jangka waktu yang diperlukan bagi pelaksanaan suatu kebijakan moneter.
Kondisi ini seringkali menyebabkan kesulitan dalam penyusunan suatu
rekomendasi sebagai landasan kebijakan moneter yang harus dilakukan Bank
Indonesia pada saat terjadi tekanan inflasi yang cukup tinggi.
Kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter umumnya
mengacu pada peranan uang dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan
oleh Quantity Theory of Money ‘Teori Kuantitas Uang’. Teori ini pada dasarnya
mengambarkan kerangka kerja yang jelas mengenai analisis hubungan langsung
yang sistemastis antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi, yang
dinyatakan dalam suatu identitas yang dikenal sebagai “The Equation of
Exchange” :
Jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan perputaran uang/income
velocity (V) sama dengan jumlah output atau transaksi ekonomi/output riil (T)
dikalikan dengan tingkat harga (P). dengan kata lain, dalam keseimbangan, jumlah
uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV)
sama dengan jumlah output yang dihitung dengan harga yang berlaku, yang
ditransaksikan (PT).
Berdasarkan mekanisme ini, dalam jangka pendek pertumbuhan jumlah
uang beredar hanya mempengaruhi perkembangan output riil. Selajutnya dalam
jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendorong kenaikan
harga (inflasi) yang pada gilirannya menyebabkan penurunan perkembangan
output riil menuju posisi semula. Dalam keseimbangan jangka panjang,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
pertumbuhan jumlah uang beredar tidak mempengaruhi perkembangan output riil,
tetapi mendorong laju inflasi secara proporsional. Jalur moneter yang bersifat
langsung ini dianggap tidak dapat menjelaskan faktor-faktor lain selain uang
terhadap inflasi, seperti suku bunga, nilai tukar, harga aset, kredit, dan ekspektasi.
Dalam perkembangan selanjutnya, selain jalur moneter langsung, mekanisme
transmisi pada umumnya juga dapat terjadi melalui lima jalur lainnya, yaitu direct
monetary channel (jalur moneter langsung), interest rate channel (jalur suku
bunga), exchange rate channel (jalur nilai tukar), assets price channel (jalur harga
aset), credit channel (jalur kredit), dan expectation channel (jalur ekspektasi).
Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan pentingnya
aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di sektor riil.
Dalam kaitan ini, kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan
berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga di sektor keuangan dan
selanjutnya akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Suku Bunga
· SBI
· PUAB
Kebijakan
Moneter
digilib.uns.ac.id
5
Suku Bunga
deposito
Transmisi di
Sektor
Keuangan
Suku Bunga
Kredit
Konsumsi
Transmisi
di Sektor
Riil
Inflasi
Permintaan
Agregat
Output Gap
Investasi
Gambar 1.1 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga
Sumber : Warjiyo, 2004:20
Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah meliputi faktorfaktor yang mempengaruhi besarnya inflasi. Keterkaitan antara variabel-variabel
ekonomi memang cukup kompleks, tetapi dalam penelitian ini hanya akan
membahas beberapa variabel saja dalam perekonomian agar hasil penelitian lebih
fokus terhadap masalah yang dibahas. Variabel- variabel tersebut meliputi suku
bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2), Output Gap, dan inflasi di
Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas akan dilakukan suatu penelitian dengan judul
“Analisis Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan
Moneter Di Indonesia (2000-2010).”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
1.
Bagaimanakah pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam
mekanisme transmisi kebijakan moneter?
2.
Bagaimanakah pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam
mekanisme transmisi kebijakan moneter?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian seperti yang telah diungkapkan
sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap
dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.
2. Untuk mengetahui pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi
dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini antara
lain:
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak
pengambil kebijakan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan yang
tepat, guna kepentingan bangsa dan negara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
2. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini digunakan sebagai salah satu sarana
untuk menetapkan teori yang diperoleh dari berbagai literatur selama
mengikuti perkuliahan.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang juga
tertarik terhadap masalah serupa dengan penelitian ini.
4. Sebagai bahan yang mampu memperkaya kepustakaan penelitian yang
telah ada sebelumnya.
E. Hipotesis
Hipotesis yang dapat dikemukakan berdasarkan perumusan
masalah diatas adalah sebagai berikut:
1. Diduga jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan
moneter berpengaruh terhadap output gap.
2. Diduga jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan
moneter berpengaruh terhadap inflasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan langkah-langkah pemerintah, yang
dilaksanakan oleh bank sentral untuk mempengaruhi atau mengubah
penawaran uang dalam perekonomian atau mengubah tingkat bunga, dengan
maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat. Sedangkan Warjiyo (2003)
mendefinisikan kebijakan moneter sebagai kebijakan otoritas moneter atau
bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Besaran moneter yang
dimaksud di sini antara lain dapat berupa uang beredar, uang primer, atau
kredit perbankan. Sedangkan tujuan untuk mencapai perkembangan ekonomi
yang diinginkan yang dimaksud adalah stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan
ekonomi, dan cukup luasnya kesempatan kerja yang ada.
Kebijakan moneter adalah salah satu kebijakan dari Bank Sentral atau
otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter atau suku bunga
untuk
mencapai
perkembangan
perekonomian
bangsa
yang
dapat
mensejahterakan rakyat. Perkembangan perekonomian dapat tercermin pada
stabilitas makro yang dapat dilihat pada kestabilan harga atau rendahnya laju
inflasi, membaiknya perkembangan pendapatan nasional, dan luasnya
kesempatan kerja.
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijakan makro ekonomi
yang mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian negara,
serta faktor-faktor fundamental dalam perekonomian suatu negara sehingga
dalam pelaksanaannya, kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh suatu negara
berbeda dengan kebijakan moneter yang digunakan oleh negara lain. Dalam
pelaksanaannya masing-masing negara menggunakan kerangka strategis
kebijakan moneter yang berbeda-beda. Masing-masing strategi tersebut
memiliki karakteristik sesuai dengan indikator tertentu yang digunakan sebagai
nominal anchor atau sasaran antara dalam mencapai tujuan akhir. Kerangka
operasi kebijakan moneter tersebut adalah:
1) Instrumen-Instrumen Moneter
Instrumen pengendalian moneter merupakan alat-alat operasi moneter yang
dapat digunakan oleh Bank Sentral dalam mewujudkan tujuan akhir yang
telah ditetapkan (Solikin dan Suseno, 2002: 26) dan (Ascarya, 2002:51).
Instrumen-instrumen kebijakan moneter terdiri dari: (1). Operasi Pasar
Terbuka (OPT), (2).Tingkat Bunga Diskonto, (3). Giro Wajib Minimum
(Reserve requirement), (4). Himbauan Moral.
2) Sasaran Operasional (Operational Target)
Sasaran operasional merupakan sasaran yang ingin segera yang dicapai oleh
Bank Sentral dalam operasi moneternya. Variabel sasaran operasional
digunakan untuk mengarahkan tercapainya sasaran antara. Kriteria sasaran
operasional antara lain: (1). Dipilih dari variabel moneter yang memiliki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
hubungan yang stabil dengan sasaran antara, (2). Dapat dikendalikan oleh
Bank Sentral, (3). Akurat dan tidak sering direvisi
3) Sasaran Antara
Hubungan antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter
bersifat tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan time lag yang
panjang. Untuk alasan itu, para ahli moneter dan praktisi Bank Sentral
mendesain simple rule untuk membantu pelaksanaan kebijakan moneter
dengan cara menambahkan indikator yang disebut sebagai sasaran antara.
Sasaran tersebut merupakan indikator untuk menilai kinerja keberhasilan
kebijakan moneter, sasaran ini dipilih dari varibel-variabel yang memiliki
keterkaitan stabil dengan sasaran akhir, cakupannya luas, dapat dikendalikan
oleh bank sentral, tersedia relatif cepat, akurat dan tidak sering direvisi.
Variabel sasaran antara meliputi:: agregat moneter (M1dan M2), kredit
perbankan dan nilai tukar.
4) Sasaran Akhir (Final Target)
Sasaran akhir kebijakan moneter yang ingin dicapai oleh Bank Sentral
tergantung pada tujuan yang dimandatkan oleh UU bank sentral suatu
negara. Tujuan akhir kebijakan moneter di Indonesia mengacu pada Pasal 7
ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2004 yang secara eksplisit mencantumkan
bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Mekanisme
transmisi
kebijakan
moneter
pada
dasarnya
menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral
mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada
akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang diterapkan. Secara spesifik Taylor
(1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah “the
process through which monetary policy decision are transmitted into changes
in real GDP and inflation”.
Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral
dengan menggunakan instrumen moneter, apakah OPT atau yang lain, dalam
melaksanakan kebijakan moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh
terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran transmisi
kebijakan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga
aset, dan ekspektasi.
Mekanisme
transmisi
kebijakan
moneter
dalam
kenyataannya
merupakan proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi
moneter sering disebut dengan “black box” (Miskin,1995) seperti digambarkan
dalam skema berikut. Hal ini terutama karena transmisi dimaksud banyak
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : (i) perubahan perilaku bank sentral,
perbankan dan keuangannya, (ii) lamanya tengat waktu (lag) sejak kebijakan
moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai, serta (iii) terjadinya
perubahan pada saluran transmisi moneter itu sendri sesuai dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan
(Warjiyo,2004:3).
Kebijakan
Moneter
?
Tujuan Akhir
Inflasi
Gambar 2.1 Mekanisme Transmisi Moneter sebagai Black Box
Sumber : Warjiyo,2004:4
Mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam jalur moneter langsung
mengacu pada peranan uang dalam perekonomian dimana dalam jangka
pendek pertumbuhan jumlah uang beredar akan mempengaruhi perkembangan
output riil. Selain itu, mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat pula
terjadi melalui jalur lainnya, yaitu ( Warjiyo, 2003 :19)
1) Jalur Suku Bunga
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga
merupakan standar model dalam
literatur-literatur. Mekanisme ini
didasarkan pada model dasar Keynesian IS-LM. Berdasarkan model ini
kebijakan moneter ekspansif akan mendorong pada turunnya suku bunga riil
yang pada gilirannya akan menurunkan biaya modal. Selanjutnya hal ini
akan menyebabkan kenaikan pengeluaran investasi sehingga kemudian akan
meningkatkan permintaan agregat dan kenaikan output.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2)
digilib.uns.ac.id
13
Jalur nilai tukar
Jalur ini juga melibatkan efek suku bunga karena saat suku bunga riil
domestik turun, maka deposito domestik menjadi kurang menarik bila
dibandingkan dengan deposito dalam mata uang luar negeri. Hal ini akan
menyebabkan depresiasi. Nilai tukar domestik lebih murah daripada barangbarang luar negeri, sehingga akan menaikkan ekspor yang kemudian juga
menaikkan output agregat.
3) Jalur harga aset
Melalui jalur harga asset kebijakan moneter ekspansif akan
mendorong peningkatan suku bunga yang kemudian akan menekan harga
asset perusahaan. Hal ini akan menyebabkan kemampuan perusahaan untuk
melakukan ekspansi berkurang. Selain itu juga menyebabkan nilai kekayaan
dan pendapatan berkurang, yang kemudian akan mengurangi pengeluaran
konsumsi. Secara keseluruhan kedua hal tersebut akan menurunkan
pengeluaran agregat.
4) Jalur kredit
Ada dua jalur utama dalam mekanisme transmisi kebijakanmoneter
melalui jalur kredit, yaitu :
a) Jalur pinjaman bank
Jalur pinjaman bank didasarkan pada pandangan bahwa bank
memiliki peran khusus commit
dalam sistem
to user keuangan. Oleh karenanya, para
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
peminjam tertentu tidak akan memiliki akses terhadap pasar kredit
kecuali mereka meminjam dari bank. Sedangkan mekanisme transmisi
melalui jalur ini adalah sebagai berikut. Kebijakan moneter ekspansif,
yang menaikkan cadangan dan deposito bank, akan menaikkan
penyediaan pinjaman bank. Kenaikan pinjaman ini akan menaikkan
investasi dan selanjutnya mendorong kenaikan output.
b) Jalur neraca perusahaan
Kebijakan moneter dapat mempengaruhi neraca perusahaan
dengan mekanisme sebagai berikut. Kebijakan moneter ekspansif, yang
akan menaikkan harga ekuitas, akan menaikan nilai perusahaan sehingga
akan menaikkan investasi dan permintaan agregat karena penurunan
adverse selection dan moral hazard.
a. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku Bunga
Konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter secara
teoritis dimulai dari ketika bank sentral mengubah instrumen-instrumennya
yang selanjutnya mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara dan
sasaran akhir. Misalnya Bank Sentral (BI) menaikkan rSBI. Peningkatan
tersebut akan mendorong naiknya Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank
(rPUAB), suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan
ekspektasi inflasi di masyarakat. Perkembangan ini mencerminkan
commit to user
bekerjanya jalur-jalur transmisi moneter yang akan selanjutnya berpengaruh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
terhadap konsumsi dan investasi, ekspor dan impor yang merupakan
komponen permintaan eksternal dan keseluruhan permintaan agregat.
Besarnya permintaan agregat tidak selalu sama dengan penawaran
agregat. Jika terjadi selisih antara permintaan dan penawaran atau terjadi
output gap maka akan memberi tekanan terhadap kenaikan harga-harga
(inflasi) dari sisi domestik. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi luar
negeri terjadi melalui pengaruh langsung dan tidak langsung perubahan nilai
tukar terhadap perkembangan harga barang-barang yang diimpor.
Kebijakan moneter yang ditransmiskan melalui Jalur Suku Bunga
dapat dijelaskan dalam dua tahap: Pertama, transmisi di sektor keuangan
(moneter). Perubahan kebijakan moneter berawal dari perubahan instrumen
moneter (rSBI) akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga
PUAB, suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Proses transmisi ini
memerlukan tenggat waktu (time lag) tertentu. Kedua, transmisi dari sektor
keuangan ke sektor riil tergantung pada pengaruhnya terhadap konsumsi dan
investasi. Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi terjadi karena suku
bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat (income
effect) dan suku bunga kredit sebagai pembiayaan konsumsi (substitution
effect). Sedangkan pengaruh suku bunga terhadap investasi terjadi karena
suku bunga kredit merupakan komponen biaya modal.
Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi dan investasi selanjutnya
akan berdampak pada jumlah permintaan agregat. Jika peningkatan
permintaan agregat tidak dibarengi dengan peningkatan penawaran agregat,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
maka akan terjadi output gap (OG). Tekanan OG akan berpengaruh
terhadap tingkat inflasi. Mengacu pada penjelasan di atas, maka dapat
dikatakan bahwa inflasi yang terjadi melalui jalur ini adalah inflasi akibat
tekanan permintaan (demand pull-inflation). Mekanisme transmisi kebijakan
moneter melalui jalur suku bunga dapat disimak pada Gambar 2.2.
Kebijakan
Moneter
Suku Bunga
· SBI
· PUAB
Suku Bunga
deposito
Transmisi di
Sektor
Keuangan
Suku Bunga
Kredit
Konsumsi
Transmisi
di Sektor
Riil
Inflasi
Permintaan
Agregat
Output Gap
Investasi
Gambar 2.2 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga
Sumber : Warjiyo, 2004:20
b. Indikator Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebjakan Moneter
Efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter diukur dengan
dua indikator, yaitu: (1). Berapa kecepatan atau tenggat waktu (time lag)
dan (2). Kekuatan variabel-variabel pada jalur tranmsisi moneter dalam
merespons shock rSBI hingga terwujudnya sasaran akhir. Indikator
kecepatan diukur dari berapa time lag yang dibutuhkan oleh variabelcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
variabel dalam suatu jalur untuk merespons shock instrumen kebijakan
hingga tercapainya sasaran akhir (inflasi).
c. Tenggat Waktu (Lag) Efek dari Kebijakan Moneter
Tenggat waktu (Lag) adalah dampak kebijakan moneter terhadap kestabilan
dan pertumbuhan ekonomi, dimana tergantung pada :
- Kuat tidaknya hubungan antara perubahan kebijakan moneter yang
dilakukan dengan kegiatan ekonomi.
- Jangka waktu antara terjadinya perubahan kebijakan moneter sampai
terjadinya efek terhadap kegiatan ekonomi (lag).
Jangka waktu atau Lag yang dimaksud terdiri dari bebrapa komponen atau
unsur, yaitu :
Total Lag
Inside Lag
Recognition Lag
Need to Action
t0
Outside/Impact
Lag
Recognition Lag
Recognition of
Need to Action
Change in Policy
Instrumen
t1
t2
Gambar 2.3 Tenggat Waktu (Lag)
Dimana :
commit to user
Change in Economic
Activity
t3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
t0
: Periode awal adanya kebijakan moneter
t1
: kurun waktu pertama sejak adanya kebijakan moneter
t2
: kurun waktu kedua sejak adanya kebijakan moneter
t3
: kurun waktu ketiga sejak adanya kebijakan moneter
Periode t0 sampai dengan t1 merupakan Recognition lag, yakni waktu
yang diperlukan oleh Bank Indonesia untuk mengumpulkan data ekonomi
dan menganalisis perubahan aktivitas ekonomi yang diinginkan dengan
melaksanakan kebijakan moneter tersebut. Misalnya pada periode t0 telah
terjadi
perubahan
aktivitas
ekonomi,
misalnya
kenaikan
jumlah
pengangguran. Dengan fenomena itu, sebelum mengambil dan menentukan
kebijakan moneter untuk mengatasi pengangguran tersebut, Bank Indonesia
memerlukan waktu terlebih dahulu untuk mengumpulkan data yang
berkaitan dengan masalah pengangguran tersebut.
Administrative lag (t1 – t2 ) merupakan periode antara diketahuinya
(oleh BI) berbagai informasi yang akan diperkirakan untuk merubah
kebijakan moneter, dengan waktu dimana BI benar-benar merubah satu atau
beberapa instrumen kebijakan moneter (t2 ).
Keseluruhan antara Recognition lag dan Adminitrative lag ini
disebut dengan Inside lag, yakni kurun waktu antara perubahan/kejadia
ekonomi yang memerlukan perubahan kebijakan moneter dengan perubahan
satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter.
Selanjutnya, kurun waktu antara telah berubahnya satu atau beberapa
instrumen kebijakan moneter untuk mengatasi suatu masalah ekonomi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
sampai dengan efek atau dampak nyata kebijakan moneter tersebut pada
kegiatan ekonomi, disebut dengan Outside/Impact lag. Dengan kata lain,
Outside lag mengukur seberapa lama waktu yang dibutuhkan dari
perubahan instrumen kebijakan moneter, dapat memberi efek pada
penyelesaian masalah ekonomi yang dipecahkan/diselesaikan.
Lag inilah yang kemudian dijadikan salah satu alat ukur efektifitas
kebijakan moneter Bank Indonesia. Logikanya, semakin cepat atau pendek
lag/waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek, semakin baik
kebijakan moneter tersebut. Jangan sampai efek yang terjadi sudah
terlambat dan bahkan justru memperparah keadaan atau masalah yang
sedang terjadi dalam perekonomian
3. Teori Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Telah ada kebangkitan yang besar dalam masalah bagaimana
melakukan kebijakan moneter. Salah satu fenomena ini adalah besarnya kertas
kerja dan konfrensi pada topik tersebut. Hal yang lain adalah beberapa tahun
terakhir banyak pemuka makroekonomi mempunyai tujuan khusus aturan
kebijakan atau setidaknya telah mengamati posisi kebijakan moneter pada
umumnya. John Taylor merekomendasikan sebuah simple rule atas tingkat
suku bunga (Taylor 1993a) adalah contoh yang terkenal.
1) Kerangka Makroekonomi Sederhana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Dasar kerangka yang digunakan adalah sebuah model ekuilibrium
dinamis dengan uang dan tingkat harga tetap sementara. Dalam model,
kebijakan moneter berdampak pada ekonomi riil dalam jangka pendek, sama
seperti pada kerangka tradisional Keynesian IS/LM. Di samping itu, model
mengakomodasi
pandangan
yang
berbeda
tentang
bagaimana
makroekonomi berperilaku (Clarida, 1999:1664).
2) Tujuan Kebijakan
Fungsi objektif bank sentral menterjemahkan perilaku target variabel
ke dalam ukuran kesejahteraan sebagai panduan dalam memilih kebijakan.
α parameter adalah relatif berat pada penyimpangan output. Sejak ,
fungsi kerugian potensial mengambil Output Zt sebagai target.
Hal ini juga secara implisit membawa nol sebagai target inflasi, namun tidak
ada biaya dalam bentuk umum sejak inflasi dinyatakan dalam persen deviasi
dari trend.
Meskipun telah ada cukup besar kemajuan dalam memotivasi
perilaku makroekonomi model dari prinsip-prinsip pertama, sampai sangat
baru-baru ini, yang sama telah tidak benar tentang rasionalisasi tujuan
kebijakan. Selama beberapa tahun terakhir tahun, telah ada sejumlah upaya
untuk benar-benar koheren merumuskan masalah kebijakan dengan
mengambil sebagai kriteria kesejahteraan utilitas dari agen perwakilan di
dalam model (Clarida,1999:1668)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
3) Aturan Suku Bunga Sederhana
Taylor (1993a) memicu diskusi tentang tingkat suku bunga
sederhana. Taylor mengajukan kebijakan umpan balik dari model berikut :
dan,
,
,
dimana
adalah tingkat suku bunga yang ditargetkan mendefinisikan aturan
umpan balik,
adalah target tingkat inflasi, dan
adalah tingkat
ekuilibrium bunga riil jangka panjang.
Kontribusi Taylor adalah untuk merinci normatif dan implikasi
positif. Di sisi normatif, aturan terdiri dari prinsip-prinsip utama kebijakan
optimal yang digambarkan. Secara khusus, memiliki tingkat nominal
menyesuaikan lebih dari satu-untuk-satu dengan tingkat inflasi. Untuk
tingkat inflasi tertinggal adalah prediktor yang baik untuk inflasi ke depan,
sehingga memiliki tingkat riil menyesuaikan untuk ekonom inflasi kembali
ke target . Akhirnya, perhatikan bahwa tingkat suku bunga merespon ke
output gap sebagai lawan tingkat output. Jadi, setidaknya sebuah perkiraan
akal, aturan panggilan untuk countercydical menanggapi permintaan
guncangan dan akomodasi guncangan terhadap GDP potensial yang tidak
mempengaruhi output gap (Clarida,1999:1695).
a) Prinsip Dasar Model
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Taylor Rule menjelaskan seberapa besar tingkat bunga nominal
yang ditetapkan agar inflasi dapat dikendalikan sehingga mencapai target
inflasi (inflation targeting).
Taylor rule mempunyai 3 hal yang perlu diamati yaitu pertama,
instrumen kebijakan moneter yang digunakan adalah tingkat bunga bank.
Efisiensi kebijakan ini secara tidak langsung akan ditunjukkan oleh
Taylor Rule dengan melihat koefisien output dan inflasi. Dua, yang
menjadi sasaran akhir adalah inflasi. Tiga, sasaran lainnya adalah
pendapatan nasional.
Prinsip dasar model Taylor Rule adalah mengatur tingkat bunga
nominal pada tingkat tertentu yang dilakukan oleh bank sentral sehingga
pada keseimbangan jangka panjang tingkat bunga nominal setara yaitu
tingkat bunga riil ditambah inflasi. Penentuan tingkat bunga nominal
yang baik antara lain memperhatikan sasaran laju inflasi dan output gap
yang diyakini sebagai penyebab munculnya inflasi sehingga dalam taylor
rule mempunyai 2 cakupan dalam target moneter yaitu inflasi yang
rendah dan stabil serta pertumbuhan output yang berkelanjutan.
b) Teori dan Pendekatan Model
Pendekatan
Taylor
(1999),
fungsi
permintaan
agregat
perekonomian Indonesia mengikuti suatu persamaan reduced form:
Yt – Y*t = - (i-p)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
Y adalah PDB atau output aktual sebagai cerminan permintaan
agregat, y* adalah PDB atau output potensial sebagai cerminan
penawaran agregat, i adalah suku bunga dan p adalah inflasi agregat.
Persamaan diatas menyatakan bahwa perbedaan output aktual dan
potensinya akan dipengaruhi oleh suku bunga riil. Bila suku bunga riil
meningkat maka kesenjangan output tersebut akan semakin membesar.
Cerminan dari biaya (inflasi) yang harus ditanggung oleh perekonomian
bila menginginkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi digunakan kurva
philips yang menggambarkan trade-off antara output dan inflasi.
Pt+1 adalah inflasi agregat (headline inflation) dimasa datang, p*
ekspektasi inflasi, εt+1 adalah kejutan dari sisi penawaran yang bersifat
sementara dan c adalah kejutan kebijakan.
Perlu ditambahkan bahwa εt+1 adalah kejutan dari sisi penawaran
yang bersifat sementara, sehingga adalam jangka panjang bernilai 0
(white noise). Kejutan dari sisi penawaran ini memiliki tanda t+1, artinya
bahwa otoritas moneter sama sekali tidak memiliki informasi kejutan
macam apa yang akan terjadi pada periode mendatang. Adapun c adalah
konstan kejutan kebijakan (one time policy shocks) yang berasal dari
penyesuaian harga barang-barang yang dikendalikan pemerintah.
Kenaikan inflasi yang berasal dari unsur ini banyak ditemukan di negaranegara sedang berkembang, dimana pemerintah memiliki kewenangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
mengendalikan harga secara langsung dan mengatur tingginya tingkat
harga.
Untuk memperoleh makna dari persamaan diatas, maka dilakukan
penyederhanaan, dimana ekspektasi inflasi dianggap sama dengan
sasaran inflasi yang diterapkan (fully credible monetary policy). Selain
itu diasumsikan c=0, yang berarti tidak ada kebijakan penyesuaian harga
oleh pemerintah. Dengan demikian laju inflasi hanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang terkait dengan situasi permintaan (p dan output gap)
dan kejutan dari sisi penawaran (ε). Dengan demikian persamaan diatas
menggambarkan situasi trade off, bahwa kenaikan jumlah produksi
(output) periode sekarang (atau dengan kata lain, produksi semakin
mendekati kapasitas penuhnya) akan cenderung menaikkan tekanantekanan inflasi pada periode mendatang. Dengan model seperti
persamaan diatas, maka perubahan suku bunga sekarang hanya dapat
mempengaruhi laju inflasi periode mendatang. Ini merupakan cerminan
dari mekanisme penundaan waktu (time lag) kebijakan moneter atas
perkembangan output maupun inflasi.
4) Agregat Demand dan Agregat Supply
Permintaan agregat (agregat demand) adalah permintaan total
barang dan jasa dalam perekonomian. Kurva permintaan agregat diturunkan
dengan
mengasumsikan
bahwa
variabel-variabel
kebijakan
fiskal
(pembelian pemerintah (G) dan pajak neto (T) ) serta variabel kebijakan
moneter (M) tetap tak berubah. Dengan kata lain asumsi pemerintah tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
melakukan tindakan apapun dalam mempengaruhi perekonomian sebagai
tanggapan atas perubahan tingkat harga.
Tingkat bunga yang lebih tinggi, lebih sedikit proyek investasi yang
diinginkan, dan belanja investasi yang direncanakan (I) turun dari I0 ke I1. I
yang lebih rendah berarti pengeluaran agregat yang direncanakan (agregat
ekspendicture) lebih rendah. AE yang lebih rendah berarti persediaan lebih
besar dari pada yang direncanakan, perusahaan memotong output, dan Y
turun dari Y0 ke Y1 seperti yang ditunjukan pada gambar 2.4 (b).
Kenaikan tingkat harga menyebabkan tingkat output (pendapatan)
agregat turun.
Situasi ini terbalik ketika tingkat harga turun. Tingkat harga yang
lebih rendah menyebabkan permintaan uang turun, yang menyebabakan
tingkat bunga yang lebih rendah. Tingkat bunga yang lebih rendah
mendorong belanja investasi yang direncanakan, pengeluaran agregat yang
direncanakan meningkat, yang menyebabkan peningkatan Y.
Penurunan tingkat harga menyebabkan tingkat pengeluara agregat
yang direncanakan naik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
%
Tingkat bunga, r
M
9
6
0
M
uang, M
9
6
I
0
I1
I0
investasi yang direncanakan, I
Gambar 2.4 (a) Uang (M)
Sumber : Karl, 2009:193
Gambar 2.4 (b) Investasi yang
direncanakan (I)
Sumber :Karl, 2009:193
Pengeluaran agregat yang
direncanakan,
AE = C + I + G
Tingkat bunga, r
%
digilib.uns.ac.id
26
C +I0 + G
C + I1 + G
Y1
Y0
Output (pendapatan) agregat, Y
Gambar 2.4 (c), Output (pendapatan) agregat
Sumber : Karl, 2009:193
a. Kenaikan tingkat harga menaikan permintaan uang dari
ke
.
Dengan penawaran uang yang tetap, tingkat bunga meningkat dari 6
persen ke 9 persen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tingkat
digilib.uns.ac.id
27
bunga
yang
lebih
tinggi
menurunkan
investasi
yang
direncanakan dari I0 ke I1.
c. Penurunan investasi yang direncanakan mengurangi pengeluaran agregat
yang direncanakan dan menyebabakan output (pendapatan) ekuilibrium
turun dari Y0 ke Y1.
Kurva permintaan agregat (AD) adalah kurva yang memperlihatkan
hubungan negatif antara output (pendapatan) agregat dan tingkat harga.
Masing-masing titik pada kurva AD adalah titik di mana baik pasar barang
tingkat harga,, P
maupun pasar uang berbeda pada ekuilibrium (Karl,2009:193).
P2
P1
P0
AD
0
Y2
Y1
Y0
Gambar 2.5 Kurva Permintaan Agregat (AD)
Sumber : Karl,2009 :194
Permintaan agregat turun ketika harga naik karena tingkat harga
yang lebih tinggi menyebabkan permintaan uang (Md) naik. Dengan
penawaran uang tetap konstan, tingkat bunga akan naik untuk mewujudkan
kembali ekuilibrium di pasar uang. Tingkat bunga yang lebih tinggi akan
menyebabkan output agregat turun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Titik di sepanjang kurva permintaan agregat, kuantitas agregat yang
diminta tepat sama dengan pengeluaran agregat yang direncanakan, C + I +
G.
Kurva permintaan agregat pada gambar 2.5 diatas didasarkan pada
asumsi bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah G, T dan Ms itu tetap.
Jika ada variabel yang berubah, kurva permintaan agregat akan bergeser.
Jika kantitas uang ditambah pada segala tingkat harga tertenntu, tingkat
bunga akan turun, yang menyebabkan belanja investasi yang direncanakan
(dan pengeluaran agregat yang direncanakan) naik. Hasilnya adalah
peningkatan output pada tingkat harga tertentu. Seperti diperlihatkan pada
tingkat harga,, P
gambar 2.6.
AD1
AD0
0
output (pendapatan) agregat,
Y
Gambar 2.6 Efek Peningkatan Penawaran Uang atas
Kurva AD
Sumber : Karl, 2009:196
Peningkatan penawaran uang (Md) menyebabkan kurva permintaan
agregat bergeser ke kanan, dari AD0 ke AD1. Pergeseran ini terjadi karena
peningkatan Ms menurunkan tingkat bunga, yang meningkatkan investasi
yang direncanakan (sehingga juga meningkatkan pengeluaran agregat yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
direncanakan). Hasil akhirnya adalah penigkatan output pada tiap tingkat
harga yang mungkin.
tingkat harga,, P
G↑
atau T ↑
AD1
AD0
0
Output (pendapatan) agregat, Y
Gambar 2.7 Efek Peningkatan Belanja Pemerintah atau
Penurunan Pajak Neto atas Kurva AD
Sumber : Karl, 2009 : 197
Peningkatan belanja pemerintah (G) atau penurunan pajak neto (T)
menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan, dari AD0 ke
AD1. Kenaikan G meningkatkan pengeluaran agregat yang direncanakan,
yang menyebabkan peningkatan output pada tiap tingkat harga yang
mungkin. Penurunan T menyebabkan konsumsi naik. Konsumsi yang lebih
tinggi kemudian meningkatkan pengeluaran agregat yang direncanakan,
yang menyebabkan peningkatan output pada tiap tingkat harga yang
mungkin.
Kurva permintaan agregat adalah berasal dari model IS-LM. Dalam
ilustrasi di bawah ini, pendapatan ekuilibrium Y1 ketika tingkat harga P1.
Kenaikan tingkat harga ke tingkat yang lebih tinggi, dari P1 ke P2. Pada
tingkat yang lebih tinggi, dengan jumlah konstan uang, daya beli dipotong.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Jumlah tetap dolar tidak lagi membeli sebanyak. Dampak pada kurva LM
identik dengan apa yang terjadi ketika harga tetap tetap dan jumlah uang
yang jatuh. Kurva LM, dalam kasus lain, bergeser kiri, suku bunga naik, dan
pendapatan turun. tingkat output tersebut pada kedua P1 dan P2 akan
ditampilkan di bagian bawah ilustrasi. Kurva permintaan agregat
menghubungkan mereka dengan poin yang tingkat harga yang lainnya
menghasilkan.
Interest rate
IS
LM2
LM1
Output
AS
P2
P1
AD
Y2
Y1
Output
Gambar 2.8 Kurva IS-LM
Kurva penawaran agregat berasal dari pasar sumber daya. Meskipun
pasar ini dapat menyesuaikan perlahan, ketika mereka akhirnya melakukan
sepenuhnya menyesuaikan, tingkat harga harus memiliki pengaruh yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
kecil atau tidak ada pada jumlah sumber daya yang disediakan. Jika dua kali
lipat dari semua harga dan upah hasil output lebih atau kurang, seseorang
menderita ilusi uang. Orang percaya juga bahwa ia adalah lebih baik dengan
nominal yang lebih tinggi (tapi sama nyata) upah, atau bahwa ia adalah
lebih buruk dengan harga yang lebih tinggi yang telah dapat dikompensasi
dengan upah yang lebih tinggi. Jika orang menyadari bahwa uang hanyalah
perantara, dan akhirnya perdagangan barang untuk barang, tingkat harga
tidak masalah.
Setelah kita menambahkan lengket untuk harga dan memberikan
peran kepada inflasi yang diharapkan, perubahan dalam pengeluaran tidak
akan hanya memindahkan ekonomi atas atau bawah kurva agregatpenawaran vertikal. Kurva ke atas-miring di bawah ini menunjukkan apa
yang mungkin dalam jangka pendek. Sebuah perubahan pengeluaran akan
memindahkan kurva agregat-permintaan. Jika kurva agregat-penawaran
jangka pendek cukup datar, akan ada perubahan besar dalam output dan
perubahan kecil pada tingkat harga.
Price level
Agregat Demand
Short run AS
Output
Gambar 2.9 Agregat Demand
commit
to user
Sumber
: Karl,2009:196
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Penawaran agregat dan permintaan agregat adalah sebuah kerangka
menarik karena sederhana, dengan struktur yang sama dengan penawaran
dan permintaan. Namun, asumsi di balik penawaran agregat dan permintaan
agregat sama sekali berbeda dengan mereka yang berada dibalik penawaran
dan permintaan, yaitu kurva penawaran agregat dan permintaan agregat
tidak diperoleh dengan menjumlahkan semua kurva penawaran dan
permintaan dalam suatu perekonomian. Jika mereka, orang akan
mengharapkan bahwa kurva agregat-penawaran jangka panjang akan datar
dari kurva agregat-penawaran jangka pendek, seperti halnya dengan kurva
penawaran yang normal. Tetapi kurva penawaran agregat tumbuh curam
semakin lama waktu untuk penyesuaian.
Penawaran agregat dan permintaan agregat adalah lebih umum dari
IS-LM, dan mengatasi beberapa keterbatasan IS-LM. Ini mencakup tingkat
harga sebagai variabel, dan itu menunjukkan bahwa masalah sumber daya
pasar. Hal ini juga memungkinkan satu mempertimbangkan kasus-kasus di
mana gangguan berasal di pasar sumber daya, seperti gangguan pasokan
minyak, yang IS-LM tidak bisa menangani.
Permintaan agregat dan penawaran agregat menunjukkan proses
penyesuaian. Hal ini dengan serangkaian kesetimbangan jangka pendek.
Alfred Marshall berasal teknik ini dengan pasokan teratur dan permintaan.
Dia memiliki tiga periode: periode pasar atau jangka sangat pendek, di mana
output adalah tetap; jangka pendek, di mana modal tersebut tetap tetapi
pemanfaatan modal tidak; dan jangka panjang, di mana tidak ada yang tetap.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Sejauh ini eksposisi penawaran agregat dan permintaan agregat telah fuzzy
tentang apa yang tetap dalam jangka pendek yang tidak tetap dalam jangka
panjang. Ketidakjelasan ini tetap sebagai masalah permintaan agregat dan
penawaran agregat.
Penawaran agregat (AS) adalah penawaran total barang dan jasa
dalam perekonomia. Kurva penawaran agregat (AS) adalah grafik yang
memperlihatkan antara kuantitas output agregat yang ditawarkan oleh semua
perusahaan dalam perekonomian dengan tingkat harga keseluruhan
(Karl,2009:197).
p
tingkat harga,, P
D
AS
C
0
B
A
output (pendapatan) agregat, Y
Gambar 2.10 Kurva Penawaran Agregat Jangka
Pendek
Sumber : Karl,2009:199
Kurva penawaran agregat (kurva tanggapan harga/output) memiliki
slope positif dalam jangka pendek. Pada tingkat output agregat yang rendah,
kurva ini agak datar. Sewaktu perekonomian mendekati kapasitasnya, kurva
ini menjadi hampir vertikal. Pada tingkat kapasitas penuh, kurva ini vertikal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
Tabel 2.1
Perilaku Perusahaan Individu yang Membentuk Perekonomia.
Kebijakan moneter ekspansif
Kebijakan moneter kontraktif
Md ↑→ kurva AD bergeser ke kanan
Md ↓→ kurva AD bergeser ke kiri
Kebijakan fiskal ekspansif
Kebijakan fiskal kontraktif
G ↑→ kurva AD bergeser ke kanan
G ↓→ kurva AD bergeser ke kiri
T ↓→ kurva AD bergeser ke kanan
T ↑→ kurva AD bergeser ke kiri
Sumber : Karl, 2009:197
Tingkat harga
p
0
AS1
AS0
Output (pendapatan) agregat, Y
Tingkat harga
Gambar 2.11 (a) Penurunan Penawaran Agregat
Sumber : Karl,2009:203
p
0
AS0
AS1
Output (pendapatan) agregat, Y
Gambar 2.11
(b) Peningkatan
Penawaran Agregat
commit
to user
Sumber : Karl,2009:203
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
a. Penurunan penawaran agregat
Pergeseran kurva AS ke kiri dari AS0 ke AS1 bisa disebabkan oleh
peningkatan biaya, misalnya kenaikan tingkat upah atau harga energi,
bencana alam, stagnasi ekonomi, dan semacamnya.
b. Peningkatan penawaran agregat
Pergeseran ke kanan kurva AS dari AS0 ke AS1 bisa disebabkan oleh
penurunan biaya, kebijakan publik yang mendorong penawaran, dan
semacamnya.
Tingkat harga ekuilibrium adalah tingkat harga dimana kurva
permintaan agregat dan penawaran agregat berpotongan, seperti pada
gambar 2.9 dimana tingkat harga ekuilibrium adalah P0 dan tingkat output
(pendapatan) agregat ekuilibrium adalah Y0.
Tingkat harga, P
AS
P0
AD
0
Y0
Output (pendapatan) agregat,Y
Gambar 2.12 Tingkat Harga Ekuilibrium
Sumber : Karl,2009:205
Titik disepanjang kurva AD, baik pasar uang maupun pasar barang
berada
pada
menggambarkan
ekuilibrium.
Masing-masing
commit
to user
keputusan
harga/output
titik
semua
pada
kurva
perusahaan
AS
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
perekonomian. P0 dan Y0 berhubungan dengan ekuilibrium di pasar barang
dan uang dan dengan sekumpulan keputusan harga/output dari semua
perusahaan dalam perekonomian.
Tingkat harga, P
AS (jangka panjang)
AS1 (jangka pendek)
AS0 (jangka pendek)
P2
C
P1
B
P0
A
AD1
AD0
0
Y0 Y1
Output (pendapatan) agregat, Y
Gambar 2.13 Kurva Penawaran Agregat
Jangka Panjang
Sumber : Karl, 2009: 206
Kurva AD bergeser dari AD0 ke AD1, maka tingkat harga
ekuilibrium awalnya naik dari P0 ke P1 dan output naik dari Y0 ke Y1. Biaya
merespon dalam jangka panjang, menggeser kurva AS dari AS0 ke AS1. Jika
biaya akhirnya meningkat dengan presentase yang sama seperti tingkat
harga, kuantitas yang ditawarkan akan kembali ke Y0. Y0 kadang disebut
dengan GDP potensial.
Tingkat bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter
dalam model IS, model LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok
uang akan menurunkan tingkat bunga riil dan biaya modal serta
commit
to user
meningkatkan investasi bisnis.
Peningkatan
investasi akan meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
permintaan agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan
pengeluaran untuk pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu
penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan
belanja atau konsumsi dan permintaan agregat. Pada tingkat bunga nominal
yang sangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi tingkat
harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun. Penurunan tingkat
bunga riil akan menurunkan biaya modal dan biaya memegang uang,
kemudian menstimulasi pengeluaran bisnis dan konsumen. Peningkatan
pengeluaran bisnis dan konsumen pada akhirnya akan mingkatkan
permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dirumuskan
dalam dua bentuk, yaitu
dimana :
M = stok uang nominal,
r = tingkat bunga riil,
p = ekspektasi tingkat harga,
π = investasi riil, dan
y = output riil agregat.
Kebijakan moneter mempengaruhi ekonomi riil dalam jangka
pendek berjalan, seperti halnya dalam kerangka tradisional Keynesian IS /
LM. Perbedaan utamanya adalah bahwa perilaku agregat berkembang secara
eksplisit dari optimasi oleh
rumah
tangga dan perusahaan. Salah satu
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
implikasi penting adalah bahwa saat ini perilaku ekonomi secara kritis
tergantung pada ekspektasi masa depan ke arah kebijakan moneter, serta
pada kebijakan saat ini. Selain itu, model mengakomodasi perbedaan
pandangan
tentang
bagaimana
makroekonomi
berperilaku.
Dalam
membatasi kasus fleksibilitas harga sempurna, misalnya, siklus dinamika
menyerupai orang-orang dari siklus bisnis riil model, dengan kebijakan
moneter yang mempengaruhi hanya variabel nominal.
Biarkan Yt dan Zt menjadi komponen stokastik output dan tingkat
alami output, masing-masing, baik dalam logs. Yang terakhir adalah tingkat
output yang akan muncul jika upah dan harga fleksibel yang sempurna.
Perbedaan antara aktual dan output potensial merupakan variabel penting
dalam model. Dengan demikian mudah untuk mendefinisikan "keluaran
celah" xt:
4. Instrumen Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
a. Tingkat Suku Bunga
Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga yaitu harga dari
penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku
bunga sebagai harga dapat juga dinyatakan sebagai harga yang harus
dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu Rupiah sekarang dengan satu
Rupiah nanti, misalnya setahun lagi. Hutang piutang timbul karena terjadi
pertukaran semacam ini. Pembeli dari satu Rupiah sekarang sekaligus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
penjual dari satu Rupiah nanti adalah peminjam (Debitur). Sedangkan
penjual dari satu Rupiah sekarang yang sekaligus juga pembeli dari satu
Rupiah nanti adalah orang yang meminjamkan (Kreditur). Debitur harus
membayar kepada kreditur harga dari pertukaran tersebut dan harga ini
adalah bunga yang dibayar debitur dan diterima oleh kreditur (Boediono,
1994 : 75-76).
Hubungan inflasi dengan tingkat suku bunga diawali dengan
pengertian bahwa tingkat bunga nominal (nominal interest rate) adalah
tingkat bunga yang dibayar oleh bank, sedangkan tingkat bunga riil (real
interes rate) adalah perbedaan antara tingkat bunga nominal dan tingkat
inflasi. Jika i menyatakan tingkat bunga nominal, r adalah tingkat bunga riil,
π adalah tingkat inflasi, maka hubungan diantara ketiga variabelini adalah
(Mankiw, 2003) :
r= i- π
Tingkat suku bunga riil dengan inflasi terdapat hubungan negatif.
Artinya jika terdapat kenaikan pada tingkat suku bunga riil, maka akan
terjadi penurunan inflasi. Transmisinya adalah sebagai berikut :
r↓→π↑
Terdapat berbagai macam tingkat suku bunga seperti tingkat suku
bunga deposito berjangka, tingkat suku bunga internasional, tingkat suku
bunga kredit, tingkat suku bunga instrumen pasar uang, tetapi pada dasarnya
tingkat suku bunga dibedakan menjadi dua yaitu tingkat suku bunga
nominal dan tingkat suku bunga riil. Di samping itu tingkat suku bunga juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
dibedakan menurut jangka waktu yang terdiri dari tingkat suku bunga
jangka pendek dan tingkat suku bunga jangka panjang.
(1) Fungsi-fungsi Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga mempunyai tiga fungsi pokok. Pertama,
dapat memobilisasikan tabungan. Tingkat suku bunga merupakan harga
yang mempengaruhi pemilihan antara konsumsi sekarang dan masa
mendatang. Kondisi-kondisi di Indonesia memperlihatkan bahwa tingkat
suku bunga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemilihan bentuk
kekayaan-kekayaan yang diwujudkan dengan tabungan. Kenaikan tingkat
suku bunga menimbulkan substitusi dari aset-aset nyata yang tidak
produktif yang digunakan sebagai usaha untuk menghindari inflasi
kepada financial claims. Substitusi ini melepaskan sumber-sumber
ekonomi untuk dapat digunakan pada usaha-usaha yang produktif.
Kedua, tingkat suku bunga merupakan suatu kebijaksanaan
pendistribusian yang efisien terhadap alokasi sumber-sumber ekonomi
yang langka antara berbagai alternatif investasi. Sebagai suatu
pendistribusian,
tingkat
suku
bunga
memaksimumkan
tingkat
pengembalian rata-rata (the average return) dari suatu jumlah investasi
tertentu.
Ketiga, tingkat suku bunga dapat memberikan suatu social
discount rate kepada keputusan-keputusan untuk menabung dan untuk
investasi. Dalam hal ini, tingkat suku bunga mempersamakan rencana
untuk menabung dan untuk investasi. Dia akan bertindak sebagai a
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
market clearing device, yang mempengaruhi pemilihan apa yang
diproduksikan dan bagaimana cara memproduksi. Dia dapat juga
menghindarkan teknik produksi yang padat modal terhadap sesuatu
produk tertentu di negara-negara yang menghadapi kelangkaan modal. Di
mana tenaga kerja adalah cukup banyak dan modal adalah langka, tingkat
suku bunga dapat mendorong aktivitas-aktivitas wiraswasta kepada halhal dan teknologi yang sederhana, akan tetapi dengan pengembalian yang
tinggi terhadap modal.
(2) Jenis Tingkat Suku Bunga
(a) Tingkat Suku Bunga Nominal dan Tingkat Bunga Riil
Tingkat suku bunga dibedakan menjadi tingkat suku bunga nominal
(nominal rate of interest) dan tingkat suku bunga riil (real rate of
interest). Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang
berlaku di pasar uang. Tingkat suku bunga nominal sebenarnya
merupakan penjumlahan unsur-unsur tingkat suku bunga yaitu :
dimana :
: tingkat suku bunga nominal
: tingkat suku bunga riil
: premi resiko
: biaya transaksi
:premi inflasi, (Boediono,1994:88)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
Tanda * dimaksudkan bahwa komponen tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor ekspektasi atau pengharapan. Sedangkan
tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga nominal yang telah
disesuaikan dengan laju inflasi yang terjadi pada periode yang sama.
Jadi tingkat suku bunga riil merupakan selisih antara tingkat suku
bunga nominal dengan laju inflasi sehingga diperoleh :
dimana :
: tingkat suku bunga riil
: tingkat suku bunga nominal
: laju inflasi
adalah simbol untuk laju inflasi yang benar-benar terjadi
selama periode tersebut, sedangkan
adalah untuk laju inflasi yang
diharapkan terjadi selama periode yang sama (dan laju inflasi yang
diharapkan ini menambah tingkat bunga sebagai unsur premi inflasi).
Dapat juga didefinisikan sebagai berikut.
dimana :
: tingkat suku bunga riil yang diharapkan
: tingkat suku bunga nominal
: laju inflasi yang diaharapkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
atau actual real rate of interest menunjukan beberapa
imbalan yang benar-benar diterima oleh kreditur (atau yang dibayar
oleh debitur) untuk penggunaan dananya selama jangka waktu
tertentu, apabila diukur sebagai daya beli atas barang dan jasa.
Sedangkan
atau expeted real rate of interest adalah imbalan (juga
dinyatakan dalam jual belinya atas barang dan jasa) yang diharapkan
diterima oleh kreditur atas penggunaan dana untuk jangka waktu
tertentu.
adalah yang diperkirakan diterima kreditur, sedang
adalah kenyataanya yang diterima.
Dengan demikian
adalah relevan dalam memutuskan
apakah mereka akan mengadakan transaksi pinjam-meminjam atau
tidak. Bagi kreditur, tingkat bunga riil merupakan imbalan riil bagi
pengorbanannya untuk menyerahkan penggunaan uangnya untuk
jangka waktu tertentu. Bagi debitur, tingkat bunga riil merupakan
beban riil atas penggunaan uang orang lain.
(b)Tingkat Suku Bunga Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Perbedaan tingkat suku bunga untuk jangka waktu peminjaman
merupakan hal yang sering dijumpai dalam praktek. Perbedaan
tersebut dapat didaftar dari jangka waktu paling pendek sampai yang
paling panjang. Daftar tersebut disebut sebagai struktur tingkat suku
bunga menurut jangka waktu (Terms structure of interest rates).
Apabila digambarkan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Tingkat Suku Bunga
Per tahun (%)
“Kurva Hasil”
(yield curve)
Jangka Waktu Pinjaman
Gambar 2.14. Kurva Hasil
Sumber : Boediono, 1994:94
Ada tiga teori pokok mengenai struktur tingkat suku bunga
menurut jangka waktu :
(a) Teori Liquidity Preference
Teori ini mengatakan bahwa kurva hasil selalu mempunyai
slope positif artinya tingkat suku bunga per tahun untuk pinjaman
berjangka waktu lebih lama selalu lebih besar daripada tingkat suku
bunga per tahun untuk jangka waktu lebih pendek. Hal ini dapat
terjadi karena dengan imbalan yang sama kreditur selalu
mempunyai preference untuk memilih piutang yang lebih likuid.
(b)Teori Kelompok Pasar (The Prefered Market Habitat Theory)
Teori ini mengatakan bahwa tingkat suku bunga yang
berlaku bagi suatu kelompok pinjaman dengan jangka waktu
tertentu ditentukan oleh permintaan dan penawaran untuk
kelompok tersebut. Tingkat bunga untuk kelompok pinjaman
dengan jangka waktu 1 bulan mungkin dapat lebih tinggi daripada
to user
kelompok 3 atau 6 commit
bulan, tergantung
dari kekuatan permintaan dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
penawaran kelompok tersebut. Kurva hasil dapat mempunyai slope
positif atau negatif. Masing-masing kelompok seakan-akan
mempunyai pasar sendiri dan situasi pasar kelompok tersebut yang
terutama menentukan tingkat suku bunga pada kelompoknya.
Namun teori ini mengukur adanya hubungan antar pasar. Seberapa
besar hubungan antar pasar tersebut tergantung pada hubungan
substitusinya.
(c) Teori Klasik
Teori ini menekankan :
· Peranan harapan masyarakat atau expectation mengenai pola
perkembangan tingkat suku bunga di masa mendatang dalam
menentukan struktur tingkat suku bunga.
· Bahwa ada kelompok pasar seperti yang digambarkan oleh
Teori Kelompok Pasar, tetapi antar kelompok yang satu dengan
yang lain sangat ditentukan situasi pasar lain dengan kata lain
hubungan substitusinya sangat dekat (Boediono, 1994 : 97)
(c) Teori-teori Tingkat Suku Bunga
1) Teori Bunga Moneter
Teori Bunga Moneter terdiri dari Teori Bunga Klasik yang disebut
juga Teori Loanable Funds, Teory Keynes yang disebut Teori
Liquidity Preference, dan Teori Bunga Post Keynesian.
a) Teori Bunga Klasik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Menurut Teori Klasik, tabungan merupakan fungsi dari
tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga semakin tinggi pula
keinginan masyarakat untuk menabung. Pada tingkat bunga
yang
lebih
tinggi
masyarakat
akan
terdorong
untuk
mengorbankan pengeluaran untuk konsumsi. Investasi juga
merupakan fungsi dari tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat
bunga keinginan untuk melakukan investasi juga semakin kecil.
Seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya
jika keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari
tingkat bunga yang harus dibayar untuk dana investasi tersebut
yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana. Semakin
rendah tingkat bunga, maka seorang pengusaha akan lebih
terdorong untuk investasi karena biaya penggunaan dana juga
semakin kecil.
Grafik keseimbangan tingkat bunga dapat digambarkan
seperti dalam gambar 2.15. Keseimbangan tingkat bunga ada
pada titik io, di mana jumlah tabungan sama dengan investasi.
Apabila tingkat bunga di atas io, jumlah tabungan melebihi
keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung
akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya dan
persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun kembali ke
posisi io. Sebaliknya, apabila tingkat bunga di bawah io, para
pengusaha akan saling bersaing untuk memperoleh dana yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
relatif lebih kecil jumlahnya, persaingan ini akan mendorong
tingkat bunga naik lagi ke io.
Tingkat bunga
Tabungan
i1
i0
investasi
investasi
S0
i
0
Jumlah Rupiah yang Ditabung
& Diinvestasikan
Gambar 2.15 Teori Klasik Tentang Tingkat Bunga
Sumber : Nopirin, 1996
Kenaikan
efisiensi
produksi
misalnya,
akan
mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik. Sehingga
pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia meminjam
dana yang lebih besar untuk membiayai investasinya atau untuk
dana investasi yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia
membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini dalam
gambar di atas ditunjukkan dengan bergesernya kurva
permintaan investasi ke kanan atas, dan keseimbangan tingkat
bunga yang baru berada di titik i1 (Nopirin, 1996:70)
b) Teori Bunga Keynes
Teori Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan
to user
dan penawaran commit
akan uang.
Uang menurut Keynes merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
salah satu dari bentuk kekayaan yang dipunyai seseorang
(portofolio) seperti halnya kekayaan dalam bentuk tabungan di
bank, saham, atau surat berharga lainnya. Keputusan masyarakat
mengenai bentuk komponen dari kekayaan mereka akan sangat
menentukan tingginya tingkat bunga (Nopirin, 1996:90).
Keynes hanya membagi komponen kekayaan dalam dua
bentuk, yakni uang kas dan surat berharga (obligasi). Kekayaan
yang
diwujudkan
dalam
bentuk
uang
kas
mempunyai
keuntungan berupa kemudahan dalam melakukan transaksi
sebab uang kas merupakan alat pembayaran paling likuid.
Likuidnya uang kas diukur dengan kecepatan menukar kekayaan
dalam bentuk alat pembayaran tanpa adanya kerugian nilai.
Bentuk kekayaan dalam uang kas tidak dapat memberikan
penghasilan (misalnya berupa bunga). Sebaliknya kekayaan
dalam bentuk surat berharga dapat naik turun tergantung dari
tingkat bunga. Jadi bisa diartikan surat berharga mendatangkan
pendapatan berupa bunga.
Keynes berpendapat bahwa ada tiga motif mengapa
orang menghendaki memegang uang tunai, yaitu motif transaksi,
motif berjagajaga dan motif spekulasi. Tiga motif inilah yang
merupakan sumber timbulnya permintaan akan uang yang diberi
nama liquidity preference. Preferensi atau keinginan untuk tetap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
likuid inilah yang membuat orang bersedia membayar dengan
harga tertentu untuk penggunaan uang.
Liquidity preference tergantung dari tingkat bunga.
Dalam gambar 2.16, sumbu horizontal menunjukkan jumlah dan
permintaan uang sedangkan sumbu vertikal menunjukkan
tingkat bunga. Permintaan uang mempunyai hubungan negatif
dengan tingkat bunga, sesuai dengan gambar 2.16 dibawah ini
apabila tingkat bunga tinggi maka masyarakat lebih suka
menabung daripada memegang uang sehingga menyebabkan
permintaan akan uang turun begitu juga sebaliknya.
Jumlah Uang
Tingkat Bunga
(%)
Liquidity preference
Jumlah Uang dan
Permintaan Uang
Gambar 2.16. Teori Keynes Tentang Tingkat Bunga
Sumber : Nopirin, 1996:92
Permintaan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat
bunga yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
· Keynes menyatakan bahwa masyarakat yakin akan adanya
tingkat bunga yang normal. Seandainya tingkat bunga turun
di bawah tingkat bunga normal, semakin banyak orang yakin
bahwa tingkat bunga akan kembali normal. Dan mereka akan
memegang surat berharga pada waktu tingkat bunga naik.
Hubungan ini disebut motif spekulasi permintaan uang kas
sebab mereka melakukan spekulasi tentang harga surat
berharga di masa yang akan datang.
· Berkaitan dengan ongkos memegang uang kas. Semakin
tinggi tingkat bunga, semakin tinggi pula ongkos memegang
uang kas sehingga keinginan memegang uang kas juga
semakin turun. Sebaliknya, jika tingkat bunga turun, berarti
ongkos memegang uang kas juga semakin rendah sehingga
permintaan akan uang kas naik.
· Bersama dengan uang beredar yang tetap (dengan anggapan
bahwa Jumlah Uang Beredar/JUB ini ditetapkan oleh
pemerintah) permintaan uang ini akan menentukan tingkat
bunga. Tingkat bunga dalam keseimbangan (req pada gambar
di atas) apabila jumlah uang kas yang diminta sama dengan
penawaran dalam hal ini JUB. Apabila pada suatu ketika
tingkat bunga berada di bawah tingkat keseimbangan,
masyarakat akan menginginkan uang kas lebih banyak
dengan cara menjual uang kas yang dipegangnya. Usaha
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
menjual surat berharga ini akan mendorong harganya turun
yang berarti tingkat bunga naik sampai ke tingkat di mana
masyarakat sudah puas dengan komposisi kekayaannya
(permintaan sama dengan penawaran uang). Sebaliknya
apabila tingkat bunga di atas tingkat keseimbangan,
masyarakat akan menginginkan uang kas lebih sedikit dengan
cara
membeli
surat
berharga.
Pembelian
ini
akan
mengakibatkan naiknya harga surat berharga yang berarti
tingkat bunga akan turun sampai keseimbangan tercapai
kembali.
c) Teori Bunga Post Keynesian
Teori Mazhab Klasik menekankan bahwa bunga timbul
karena uang adalah “produktif”, dalam arti bahwa dengan dana
di tangan seorang pengusaha bisa menambah alat produksinya
(modal) yang bisa menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi.
Dengan perkataan lain, uang bisa meningkatkan produktifitas,
dan karena adanya kenaikan produktifitas inilah orang mau
membayar bunga.
Teori Mazhab Keynesian, uang bisa “produktif” dengan
cara lain. Dengan uang tunai di tangan orang bisa berspekulasi
di pasar surat berharga dengan kemungkinan memperoleh
keuntungan. Dan karena adanya kemungkinan ini orang mau
membayar bunga (Boediono, 1994 :83).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
Kedua pandangan tersebut saling melengkapi. Kaum
Klasik memandang uang sebagai “dana investasi” (loanable
funds)
yang
langsung
dikaitkan
dengan
kemungkinan
peningkatan produksi barang dan jasa. Kaum Keynesian lebih
menekankan sifat uang sebagai suatu “aktiva yang likuid” yang
bisa digunakan untuk memanfaatkan kesempatan memperoleh
keuntungan dari pasar surat berharga. Uang adalah sebenarnya
dua-duanya, yaitu sebagai aktiva likuid dan sekaligus juga
sebagai dana investasi. Tingkat bunga adalah “harga uang” yang
timbul dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran
uang sebagai suatu aktiva yang likuid.
Orang pertama yang menekankan bahwa suatu tingkat
bunga bisa dikatakan benar-benar merupakan tingkat bunga
keseimbangan
(equilibrium
interest
rate)
bagi
suatu
perekonomian apabila tingkat bunga tersebut memenuhi
keseimbangan di pasar dana investasi (loanable funds) dan
sekaligus keseimbangan di pasar uang (sebagai aktiva likuid)
adalah ekonom terkemuka asal Inggris Sir John Hicks. Alat
analisanya adalah kurva IS-LM yang terkenal itu. Pertama kita
lihat kurva IS. Sesuai dengan teori Keynes, Hicks menyatakan
bahwa tabungan tidak hanya ditentukan oleh tingkat bunga,
tetapi juga oleh tingkat pendapatan (marginal propensity to
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
save) yang artinya tabungan akan naik apabila tingkat
pendapatan nasional naik.
(Tingkat Bunga)
R
LM
Rm
IS
0
Ye
Y (Pendapatan Nasional)
Gambar 2.17 Tingkat Bunga Keseimbangan Hicks
Sumber : Boediono, 1994:85
Pendapatan nasional naik apabila investasi naik, dan
investasi cenderung naik apabila tingkat bunga turun. Dari
interaksi antara semua ini bisa diturunkan kurva IS (gambar
2.17) yang menunjukkan tingkat bunga keseimbangan di pasar
dana investasi (loanable funds) pada setiap tingkat pendapatan
nasional (Y). Sedangkan kurva LM menunjukkan tingkat bunga
keseimbangan yang terjadi di pasar uang (sebagai aktiva likuid)
pada setiap tingkat pendapatan nasional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
Jadi tingkat bunga keseismbangan yang sesungguhnya,
menurut sintesis Hicks, adalah tingkat bunga yang merupakan
tingkat bunga keseimbangan di pasar dana investasi dan
sekaligus merupakan tingkat bunga keseimbangan di pasar uang.
2) Teori Paritas Tingkat Bunga
Kenyataannya tidak ada satupun negara yang benar-benar
menggunakan sistem perekonomian tertutup. Tentu ada perbedaanperbedaan dalam derajat keterbukaan suatu negara. Namun kiranya
jelas bahwa adanya hubungan dengan luar negeri mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan tingkat bunga di dalam negeri
(Boediono, 1994 : 101).
Teori Paritas Tingkat Bunga adalah suatu teori yang penting
mengenai penentuan tingkat bunga dalam sistem devisa bebas
(yaitu
apabila
penduduk
masing-masing
negara
bebas
memperjualbelikan devisa). Teori ini pada pokoknya menyatakan
bahwa :
“Dalam sistem devisa bebas tingkat bunga di negara satu akan
cenderung sama dengan tingkat bunga di negara lain, setelah
diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang
negara yang satu terhadap mata uang negara yang lain”
Atau secara Aljabar,
dimana :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
= tingkat bunga (nominal) di dalam negeri
= tingkat bunga (nominal) di luar negeri
= laju depresiasi mata uang dalam negeri terhadap mata
uang asing yang diperkirakan akan terjadi
b. Jumlah Uang Beredar
(1) Definisi Uang
Uang adalah sesuatu yang umum diterima di dalam pembayaran
untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta utnuk pembayaran
utang-utang. Dan juga sering dipandang sebagai kekayaan yang
dimilikinya yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu
uang dengan kepastian dan tanpa penundaan.
(2) Konsep Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar adalah seluruh uang kartal ditambah uang
giral. Uang kartal adalah uang tunai yang dikeluarkan oleh Bank Sentral
yang dalam penggunaanya langsung dibawah masyarakat. Sementara
uang giral adalah seluruh nilai saldo rekening koran (giro) yang dimiliki
oleh masyarakat pada bank-bank umum (Boediono, 1993:86).
Jumlah uang beredar pada suatu saat adalah penjumlahan dari
uang kartal ditambah uang giral. Dalam kepustakaan ekonomi moneter
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
rumus ini menyatakan uang beredar dalam arti sempit (narrow money).
Dan dirumuskan sebagai berikut:
M1 = K + D
dimana :
M1
= Uang beredar dalam arti sempit (narrow money)
K
= Uang kartal (currency)
D
= Uang giral (demand deposit)
Pengertian uang beredar dalam arti luas yang lain adalah uang
beredar dalam arti sempit (narrow money) ditambah uang kuasi (quasy
money). Uang kuasi adalah sesuatu yang mendekati ciri uang termasuk
deposito dan tabungan. Hal diatas disebut dengan uang beredar dalam arti
luas (broad money) dan dapat dirumuskan sebagai berikut :
M2 = M1 + T
dimana :
M2
= Uang beredar dalam arti luas (broad money)
M1
= Uang beredar dalam arti sempit (narrow money)
T
= Saldo deposito berjangka dan tabungan milik masyarakat
pada bank
Narrow money dan broad money berkembang sejalan satu sama
lain dalam keadaan normal sehingga salah satu dapat digunakan untuk
melakukan analisis moneter. Namun dalam keadaan tertentu narrow
money mungkin tidak berkembang sejalan dengan perkembangan broad
money seperti yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1970-an. Pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
waktu itu broad money meningkat lebih cepat dari pada narrow money
karenakenaikan yang mencolok dari deposito berjangka di bank-bank.
Hal ini disebabkan beberapa faktor, sperti adanya aliran uang masuk dari
luar negeri karena tingkat bunga deposito di Indonesia sangat tinggi.
Perubahan kepercayaan masyarakat terhadap nilai uang dapat juga
mempengaruhi masing-masing konsep uang beredar secara berbeda.
Salah satu faktor penting yang menentukan jumlah uang kartal
dan uang giral adalah uang inti atau reserve money. Uang inti atau base
money atau high powered money adalah saldo rekening koran (giro) milik
bank-bank umum atau masyarakat pada Bank Indonesia ditambah dengan
uang tunai yang dipegang baik bank-bank umum. Uang inti dirumuskan
sebagai berikut (Boediono, 1993) :
B=K +R
B
= Uang inti
K
= Uang kartal
R
= Cadangan (reserve) bank-bank umum berupa uang tunai dan
saldo rekening koran pada Bank Indonesia
Saldo rekening koran milik masyarakat umum (maupun milik
bank lain) pada suatu bank umum bukan merupakan uang inti. Gambar
dibawah ini akan memperjelas hubungan antara uang inti, uang kartal,
uang giral dan cadangan bank.
c. Produk Domestik Bruto
(1) Definisi Produk Domestik Bruto (PDB)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
Produk Domestik Bruto (PDB) diartikan sebagai nilai barangbarang dan jasa-jasa yang diproduksi di dalam negara tersebut dalam satu
tahun tertentu (Sadono Sukirno, 1998:33)
Produk domestik bruto (GDP) adalah nilai pasar semua barang
dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu
tertentu (Mankiw, 2007:19)
(2) PDB Nominal dan PDB Riil
Perhitungan pendapatan nasional yang didasarkan pada nilai pasar
barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam tahun tertentu. Gross
domesti product mengukur nilai output atas dasar dolar tahun yang
bersangkutan, yaitu nilai dolar pada saat output diproduksi. Bila GDP
didasarkan pada dolar tahun yang bersangkutan, maka perhitungan
pendapatan nasional mengukru nilai nominal dari output nasional.
Sehingga GDP atas dasar dolar tahun yang bersangkutan, atau GDP
nominal, didasarkan harga yang terjadi pada saat output diproduksi.
GDP Riil, yaitu GDP yang telah disesuaikan terhadap perubahan
tingkat harga (McEachern, 2000:156)
GDP nominal adalah GDP yang menunjukan nilai barang dan jasa
berdasarkan harga pasar. Sedangkan GDP riil adalah nilai barang dan
jasa yang dihasilkan dalam suatu negara berdasarkan harga konstan.
(3) Cara Perhitungan PDB
(a) Melalui Pendekatan Pengeluaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Rumus umum untuk menghitung PDB dengan pendekatan
pengeluaran adalah sebagai berikut :
dimana :
C : Konsumsi
I : Investasi
G : Government (pengeluaran oleh pemerintah)
X-M
: nilai Ekspor dikurangi nilai Impor
(b)Melalui Pendekatan Pendapatan
Pendekatan pengeluaran menjumlahkan atau mengagregasikan
pendapatan dari suatu produksi. Sistem pembukuan double entry dapat
memastikan bahwa nilai output agregat sama dengan pendapatan
agregat yang dibayarkan untuk sumber daya yang digunakan dalam
produksi output tersebut : yaitu upah, bunga, sewa, dan laba dari
produksi.
Pendapatan
agregat
sama
dengan
penjumlahan
semua
pendapatan yang diterima pemilik sumber daya dalam perekonomian
(karena sumber dayanya digunakan dalam proses produksi)
d. Tingkat Inflasi
(1) Definisi Inflasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Tingkat inflasi didefinisikan sebagai tingkat di mana tingkattingkat umum harga di dalam ekonomi tersebut mengalami perubahan.
Ini merupakan perubahan yang seimbang dalam tingkat umum harga
untuk setiap unit waktu.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara
umum dan terus-menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari
barang-barang lain (Boediono, 1994:161)
Di dalam teori kuantitas dijelaskan bahwa sumber utama
terjadinya inflasi adalah karena adanya kelebihan permintaan (demand)
sehingga uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak. Teori
Kuantitas membedakan sumber inflasi menjadi dua, yaitu teori Demand
Pull Inflation dan Cost Push Inflation. Selain menggunakan pendekatan
teori kuantitas dalam menganalisis sumber-sumber penyebab inflasi, juga
menggunakan pendekatan struktur ekonomi dan pendekatan moneter.
a) Demand Pull Inflation
Demand Pull Inflation terjadi karena adanya kenaikan
permintaan agregat dimana kondisi produksi telah berada pada
kesempatan kerja penuh (full employment). Kenaikan permintaan
agregat selain dapat menaikkan harga-harga juga dapat meningkatkan
produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja
penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
output (produksi) tetapi hanya akan mendorong kenaikan harga-harga
yang biasa juga disebut sebagai Inflasi Murni (pure inflation). Namun
jika pertambahan permintaan melebihi Gross National Product (GNP)
pada kondisi kesempatan kerja penuh, maka akan menyebabkan
terjadinya inflationary gap dan selanjutnya terjadilah inflasi.
Adapun penjelasan dari full employment adalah sebagai berikut
(Ryan C. Amacher dan Holley H. Ulbirch dalam Khalwaty: 18):
Full employment
is the level of
employment
which
approximately 94 to 95 percent of those who want to work are
employed. Full employment is difficult to pinpoint clearly……...
Inflationary
gap
C+I
A
C’ + I
B
YFE
Y1
C+I
Y
Gambar 2.18 Inflationary Gap
Sumber : Khalwaty, 2000 :16
Gambar 2.18 membuktikan bahwa kenaikan kurva pengeluaran
total dari C+1 menjadi C’+1 mengakibatkan terjadinya pergeseran
titik keseimbangan B berada di atas GNP Full Employment (YFE).
Jarak antara titik A ke titik B (YFE-Y) adalah besarnya inflationary
commit
to semakin
user
gap. Hal tersebut akan
terlihat
jelas pada kurva permintaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
dan penawaran total yang menunjukan proses terjadinya demand pull
inflation pada gambar 2.19.
P
AS
P4
P3
AD4
P2
P1
AD2
AD1
Q1
QFE
AD3
Q
Gambar 2.19 Demand Pull Inflation
Sumber : Boediono, 1994 : 163
Gambar 2.19 menunjukkan bahwa pada awalnya demand pull
inflation
bermula dari harga P1 dan output Q1, kemudian terjadi
kenaikan permintaan total dari AD1 menjadi AD2. Kenaikan
permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi seluruhnya, sehingga
terjadilah kenaikan harga dari P1 menjadi P2 dan output juga
mengalami kenaikan dari Q1 menjadi QFE. Kenaikan tersebut
berlangsung terus dari AD2 ke AD3 sehingga harga juga turut naik dari
P2 ke P3. Sedangkan total output tetap pada posisi Q FE. Kenaikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
harga tersebut terjadi karena ada inflationary gap yang akan terus
berlangsung selama permintaan total terus naik menjadi AD4.
b) Cost Push Inflation
Tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan
tingkat permintaan pada kondisi cost push inflation,. Hal ini terjadi
karena adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen
terpaksa mengurangi kapasitas produksinya sampai pada jumlah
tertentu. Penawaran total (aggregate supply) terus menurun karena
semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan ini berlangsung
terus menerus, maka akan mengakibatkan inflasi yang disertai dengan
resesi.
Kenaikan biaya produksi yang menimbulkan cost push
inflation didorong oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Adanya tuntutan kenaikan upah dari para pekerja yang biasanya
dikoordinir oleh organisasi serikat buruh atau Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM).
2) Adanya industri yang monopolis, yang memberikan kekuatan pada
pengusaha (produsen) untuk menguasai pasar dan selanjutnya
menaikkan harga lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan hargaharga faktor produksi yang digunakan untuk industri mengalami
kenaikan.
3) Kenaikan bahan baku industri, seperti yang terjadi pada tahun 1972
– 1973. Pada saat itu negara-negara Arab produsen minyak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
melakukan
digilib.uns.ac.id
64
embargo
terhadap
negara-negara
industri
yang
mendukung Israel merebut wilayah Arab.
4) Adanya kebijakan pemerintah, baik yang bersifat ekonomi maupun
non-ekonomi yang dapat memicu kenaikan harga-harga, seperti
kenaikan tarif angkutan umum, kenaikan tarif listrik, kenaikan gaji
pegawai negeri, dan kenaikan anggaran belanja negara yang
dibiayai dengan pencetakan uang baru (money creation).
5) Pemerintah terlalu berambisi untuk menguasai sumber-sumber
ekonomi dalam jumlah besar yang seharusnya dapat diserahkan
kepada pihak swasta. Pemerintah sebaiknya lebih banyak
melibatkan kalangan swasta agar tidak terlalu membebani anggaran
belanja negara yang selanjutnya mempertajam deficit neraca
pembayaran.
6) Adanya efek psikologis di kalangan masyarakat, seperti isu
devaluasi yang menyebabkan permintaan masyarakat terhadap
produk barang melonjak drastis.
7) Pengaruh inflasi dari luar negeri, terutama bagi negara-negara yang
menganut sistem ekonomi terbuka atau pasar bebas. Meningkatnya
harga barang-barang impor dan komponen-komponen atau bahan
baku industri yang belum dapat diproduksi di dalam negeri.
8) Pengaruh alam yang dapat menurunkan produksi dan menaikkan
harga, seperti musim kemarau panjang yang mengakibatkan
gagalnya panen, bencana alam, dan lain-lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Gambar 2.20 menunjukkan proses kenaikan biaya produksi
dan harga produksi serta penurunan jumlah produksi total secara terus
menerus, akibatnya terjadilah cost push inflation. Kenaikan biaya
produksi akan menggeser kurva penawaran total AS1 menjadi AS2.
Dampaknya harga produksi juga mengalami kenaikan dari P1 menjadi
P2 dan produksi total turun dari QFE menjadi Q1. Kenaikan harga yang
terus berlanjut tersebut akan menggeser kurva AS2 menjadi AS3,
sedang harga mengalami kenaikan dari P2 menjadi P3. Kondisi
demikian disebut cost push inflation.
AS1
AS3
P P3
AS2
P2
E
P1
AD
Q2
Q1
QFE
Gambar 2.20 Cost Push Inflation
Sumber : Boediono, 1994:163
c) Struktur Ekonomi
Melalui pendekatan struktur ekonomi, terjadinya inflasi
disebabkan oleh tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu
melalui pendekatan ini, inflasi akan dapat ditanggulangi dengan
melakukan pembenahan (penataan) pada semua sektor ekonomi.
Langkah-langkah
yang
dapat
dilakukan
pemerintah
misalnya
to user guna menghindarkan ekonomi
deregulasi sektor riil,commit
debirokratisasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
biaya tinggi agar produksi mampu meraih keunggulan bersaing
dengan produk-produk impor sejenis, transparansi dalam setiap
kebijakan yang diambil pemerintah terutama yang berdampak inflator,
pemberantasan korupsi dan kolusi serta meningkatkan efisiensi
anggaran belanja negara.
d) Pendekatan Moneter
Uang sangat berperan penting dalam kehidupan manusia,
karena uang berfungsi sebagai alat tukar menukar, sebagai satuan
pengukur nilai, dan sebagai alat akumulasi kekayaan.
Sebagai alat tukar menukar, uang memiliki 2 (dua) perbedaan
dalam hal keputusan, yaitu keputusan membeli dan keputusan
menjual, sehingga tidak diperlukan adanya kesamaan keinginan
sebelum melakukan tukar menukar (transaksi) sebagaimana yang
terjadi dalam sistem barter. Berdasarkan pada ketiga fungsi uang
tersebut di atas, terdapat 3 (tiga) macam pengertian mengenai uang
ditinjau dari sudut likuiditasnya, yaitu:
1)
M1 adalah uang yang terdiri dari uang kertas, uang
logam, dan simpanan dalam bentuk rekening koran (demand
deposit).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
2)
M2 adalah uang yang terdiri dari uang yang termasuk
kategori M1, tabungan dan deposito berjangka (time deposit) yang
terdapat pada bank umum.
3)
M3 adalah uang yang terdiri dari uang yang termasuk
dalam kategori M2, tabungan dan deposito yang terdapat pada
lembaga-lembaga keuangan bukan bank.
(2) Jenis-jenis Inflasi
Sehubungan dengan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
inflasi, maka dapat dilakukan pengelompokan jenis-jenis inflasi
berdasarkan sudut pandang sebagai berikut :
(a)
Inflasi bedasarkan asal terjadinya
Ditinjau dari asal terjadinya, maka inflasi dapat dibagi menjadi
2 (dua) jenis, yaitu :
1) Domestic Inflation
Domestic inflation (inflasi domestik) adalah inflasi yang berasal
dari dalam negeri (domestik). Kenaikan harga disebabkan karena
adanya kejutan (shock) dari dalam negeri, baik karena perilaku
masyarakat maupun perilaku pemerintah dalam mengeluarkan
kebijakan – kebijakan yang secara psikologis berdampak inflator.
Kenaikan
harga terjadi secara absolute, akibatnya terjadi
peningkatan angka laju inflasi.
2) Imported Inflation
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
Imported Inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri
karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan
harga di dalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan
harga-harga dari luar negeri terutama barang-barang impor atas
kenaikan bahan baku industri. Keniakan Indeks Harga Luar Negeri
(IHLN) akan mengakibatkan kenaikan pada Indeks Harga Dalam
Negeri (IHDN) yang secara praktis turur mempengaruhi laju
pertumbuhan inflasi di dalam negeri.
(b)Inflasi berdasarkan intensitasnya
Apabila ditinjau dari intensitasnya, dapat dibedakan menjadi 2
(dua) jenis, yaitu :
1) Creeping Inflation
Creeping inflation atau inflasi merayap adalah inflasi yang terjadi
dengan laju pertumbuhan berlangsung lambat (merayap). Inflasi
merayap terjadi karena kenaikan harga berlangsung secara
perlahan-lahan. Inflasi jenis ini biasanya dialami oleh negaranegara yang sedang membangun atau negara-negara yang sedang
berkembang, karena terjadinya melekat dengan pembangunan itu
sendiri dan dinilai dapat mendorong pembangunan.
2) Galloping Inflation
Galloping inflation adalah inflasi yang timbul sebagai akibat
adanya kenaikan harga-harga umum yang berlangsung sangat
cepat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
(c)
Inflasi berdasarkan bobotnya
Inflasi jika ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan
menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
1) Inflasi Ringan
Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang
berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau
dibawah 10% per tahun.
2) Inflasi Sedang
Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat pertumbuhan
berada diantara 10 – 30% per tahun atau melebihi dua digit dan
sangat mengancam kestabilan ekonomi suatu negera.
3) Inflasi Berat
Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada
diantara 30 – 100% per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor
produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai oleh negara.
4) Inflasi Sangat Berat
Inflasi sangat berat atau hyper inflation adalah inflasi dengan laju
pertumbuhan melampaui 100% per tahun., sebagaimana yang
terjadi dimasa perang dunia II (1939-1945).
commit to user
70
B. Penelitian Terdahulu
Peneliti,
Judul
Variabel
Alat analisis
Hasil
tahun
m. Natsir
Peranan Jalur
Suku
bunga Uji
Suku Bunga
SBI, suku bunga Stasioneritas,
dalam Mekanisme PUAB,
suku Uji
Peranan jalur suku bunga dalam MTKM di Indonesia efektif
mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia periode
1990:2-2007:1. Melalui jalur ini dibutuhkan time lag sekitar 10
Transmisi
bunga Deposito, Kausalitas
triwulan atau dua tahun enam bulan hingga terwujudnya sasaran
Kebijakan
suku
bunga Granger, Uji akhir kebijakan moneter.
Moneter di
kredit,
ouput Kointegrasi:
Indonesia
gap, inflasi
Respons variabel-variabel pada jalur ini terhadap shock rSBI
Johansen,
relatif kuat dan variabel utama jalur ini yaitu rPUAB mampu
Penentuan
menjelaskan variasi sasaran akhir kebijakan moneter secara
Lag Optimal,
signifikan yakni sebesar 63,11%. Hasil ini sekaligus menunjukkan
VAR
bahwa rPUAB berfungsi secara efektif sebagai sasaran operasional
kebijakan moneter di Indonesia.
Sri
Analisis
PMA,
tingkat VAR, Uji
Hasil pengujian dengan analisis dekomposisi varian dengan basis
Muwarni
kebijakan
bunga,
Inflasi, Stasioneritas,
VAR menunjukkan
2007
moneter
Nilai tukar,
kaitannya dengan
penanaman modal
Uji Lag
bahwa inflasi paling berperan dalam menjelaskan fluktuasi PMA
Optimal,
di Indonesia
dibandingkan tingkat bunga dan nilai tukar. Berdasarkan analisis
71
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Alat
analisis
Hasil
asing: pendekatan
impulse response, guncangan pada inflasi mendapat respon paling
taylor rule
cepat dan paling kuat direspon oleh PMA, dibandingkan oleh kurs
dan tingkat bunga.
Doni Satria
Perilaku Resiko
Kredit investasi,
2011
dalam Mekanisme modal kerja dan
sektor perbankan saat berinteraksi dengan stance kebijakan
Transmisi
konsumsi. GDP.
moneter menyebabkan pembalikan arah dampak kebijakan
Kebijakan
Indeks persepsi
moneter yang longgar. Stance kebijakan moneter yang longgar
Moneter di
resiko pelaku di
dapat merupakan sinyal bagi pelaku ekonomi di sektor perbankan
Indonesia
sektor
sebagai kondisi perekonomian sedang menuju perkembangan yang
perbankan.
kurang baik.
Tingkat resiko
sektor
perbankan.
Ukuran stance
kebijakan
moneter (Ketat
dan Longgar).
ECM
Variabel persepsi risiko pelaku ekonomi dan tingkat risiko di
72
Peneliti,
tahun
Miranda
Judul
Variabel
Alat
analisis
Hasil
The Transmission
Jumlah uang
VAR,
Krisis keuangan 1997 membawa perubahan yang signifikan
of Monetary
beredar, Suku
VECM
dalam perekonomian Indoensia, termasuk mekanisme transmisi
Policy in
bunga SBI, Nilai
kebijakan moneter. Sebelum krisis perekonomian Indonesia berada
Indonesia
tukar, Inflasi,
dalam periode “boom” dengan investasi asing yang masuk. Dari
suku bunga
hal ini mekanisme suku bunga bekerja dengan sangat baik dalam
PUAB
mekanisme kebijakan transmisi terhadap deposito dan suku bunga
pinjaman. Setelah krisis perekonomian beralih ke sistem nilai
tukar mengambang terkendali. Nilai tukar menjadi jelas dalam
dampak terhadap ekonomi riil dan tingkat harga.
Muhammad Analisis Fluktuasi
Industrial
VAR
Berdasarkan hasil analisis impuls respon dapat disimpulkan bahwa
Ilham
Nilai Tukar
Production
depresiasi dari guncangan nilai tukar rupiah akan direspon dengan
Riyadh
Rupiah dan
Index, Uang
meningkatnya jumlah uang beredar, kenaikan tingkat harga,
2007
Inflasi Indonesia
beredar, tingkat
penurunan industrial production index.
periode 1999-
suku bunga SBI,
Hasil forecast error variance decomposition menunjukkan bahwa
2006
nilai tukar,
nilai tukar rupiah (DLER) secara dominan ditentukan oleh shock
inflasi.
terhadap dirinya sendiri, yaitu mencapai sebesar 95.49 persen.
Inflasi juga secara dominan ditentukan oleh shock terhadap dirinya
sendiri, yaitu sebesar 75.15 persen, diikuti dengan Sukubunga SBI
memberikan kontribusi sebesar 9.88 persen. Hal ini
73
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Alat
analisis
Hasil
mengindikasikan bahwa nilai tukar rupiah cenderung bersifat
eksogen sehingga sulit untuk dapat dikendalikan secara langsung,
sedangkan inflasi masih relatif memungkinkan dikendalikan
melalui guncangan sukubunga SBI.
M. Natsir
Analisis Empiris
Inflasi, Kurs,
VAR
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar
Efektivitas
Capital inflow,
membutuhkan time lag atau kecepatan sekitar 16 triwulan hingga
Mekanisme
Output gap,
terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi). Respons
Transmisi
Partisan suku
variabel-variabel pada jalur nilai tukar terhadap perubahan
Kebijakan
bunga, suku
instrumen moneter (Suku Bunga SBI) relatif lemah dan variabel
Moneter di
bunga SBI
utama jalur ini yaitu nilai tukar/kurs hanya mampu menjelaskan
Indonesia melalui
variasi inflasi sebesar 19,70% lebih kecil dibandingkan dengan
Jalur Nilai Tukar.
porsi yang dapat dijelaskan oleh Paritas Suku Bunga (PSB) yakni
sebesar 43,27%. Hasil ini menunjukkan Granger causality dan
predictive power yang lemah antara Kurs dan Inflasi.
Wijoyo
Pengendalian
Ekses reserve,
VAR
Pengujian empiris dengan menggunakan vector autoregression dan
Santoso
Moneter dalam
PUAB, SBI,
Granger causality test versi Hsiao menunjukkan bahwa kebijakan
Sistem Nilai
Nilai tukar,
moneter dengan inflation targeting dapat digunakan di Indonesia
Tukar yang
Deposito, CPI,
khususnya setelah era sistem nilai tukar fleksibel. Pengendalian
Fleksibel
PDB, REER
moneter dalam kerangka inflation targeting dapat dilakukan
74
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Alat
analisis
Hasil
dengan menggunakan sukubunga PUAB overnight sebagai
kandidat utama sasaran operasional dan MCI sebagai sasaran
antara, sementara underlying inflation sebagai sasaran akhir
tunggal.
Lukman
The Effect of
Ekspor, GDP,
VECM
Monetary Condition Index (MCI) digunkan untuk menghitung
Hakim
Optimal
Populasi,Jarak
saluran utama dalam mekanisme transmisi moneter. Secara umum,
2008
Monetary
Antar Negara,
Indonesia dan Thailand mempunyai pola yang sama dalam
Transmission and
Land Border,
mekanisme transmisi dengan tingkat suku bunga lebih kuat dari
Financial Market
MCI, FCI,
pada saluran nilai tukar. Sementara Malaysia, Filipina dan
Performance on
Bahasa,
Singapura mengindikasikan effek dari saluran nilai tukar lebih
ASEAN-5
kuat dari pada saluran suku bunga.
Economic
Financial Condition Index (FCI) adalah indikator dari performa
Integration
sektor keuangan atau performa pasar keuangan. FCI digunakan
untuk menghitung tingkat suku bunga, nilai tukar, kredit, dan
stock price. Berdasarkan perhitungan FCI, dapat dilihat pola
transmisi moneter dari negara-negara ASEAN-5. Secara umum
Thailand, Indonesia, dan Malaysian mempunyai pola yang sama
dalam mekanisme transmisi moneter dengan saluran nilai tukar
lebih dominan dari saluran mekanisme transmisi yang lain.
75
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Alat
analisis
Hasil
Sementara Filipina lebih dominan saluran suku bunga daripada
saluran yang lain, dan Singapura lebih didominasi saluran kredit
dan stock.
Model gravitasi digunakan untuk mengeksplorasi hubungan antara
perdagangan internasional dan kemungkinan integrasi ekonomi.
Dalam penelitian ini digunakan untuk variabel ekspor dari asal
negara ke negara tujuan, produk domestik bruto (PDB), domestik
bruto produk per kapita (PDB / kapita), jarak, variabel dummy
terdiri dari bahasa umum (C), perbatasan darat (L), indeks kondisi
moneter (MCI), indeks kondisi keuangan (FCI). Dalam umum
menunjukkan bahwa transmisi moneter yang optimal dan kinerja
pasar keuangan telah mendukung kemungkinan ASEAN-5
integrasi ekonomi, tetapi tanda yang optimal transmisi moneter
adalah negatif dan positif bagi kinerja pasar keuangan.
Lukman
Kebijakan
Kebijakan
VAR
kebijakan moneter memang berpengaruh terhadap volatilitas
Hakim
Moneter
Moneter (LM2),
harga-harga aset. Karena studi ini membandingkan tiga periode
2003
Ekspansif dan
Volatilitas pasar
maka pada setiap periode terdapat perbedaan pengaruh terbesar
Volatilitas Harga-
uang
kebijakan moneter terhadap harga-harga aset. Dengan
Harga Aset
(LSDSPUAB),
menggunakan metode variance decomposition, pada periode
76
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Alat
analisis
Hasil
volatilitas pasar
1990.1-1993.3 terlihat bahwa kebijakan moneter (LM2) paling
valuta asing
kuat berpengaruh terhadap volatilitas pasar valuta asing
(LSDEXR),
(LSDEXR), kemudian volatilitas pasar uang (LSDSPUAB) dan
Volatilitas pasar
terakhir volatilitas pasar modal (LSDIHSG). Pada periode 1993.4-
modal
1997.2 kebijakan moneter (LM2) paling kuat berpengaruh
(LSDIHSG)
terhadap volatilitas pasar uang (LSDSPUAB), pasar modal
(LSDIHSG), dan terakhir pasar valuta asing (LSDEXR). Pada
periode 1997.3-2001.4, kebijakan moneter (LM2) paling kuat
berpengaruh terhadap volatilitas pasar modal (LSDIHSG),
volatilitas nilai tukar (LSDEXR), dan terakhir volatilitas pasar
uang (LSDSPUAB).
Dengan menggunakan metode impulse response terlihat bahwa
selama periode 1990.1-1993.3 ini, pengaruh kebijakan moneter
terhadap volatilitas pasar modal paling kuat dibandingkan dengan
pasar uang dan pasar modal. Sementara itu, pada periode 1993.41997.2, pengaruh kebijakan moneter terhadap volatilitas pasar
valas dan pasar uang jauh lebih besar dari pada terhadap pasar
modal. Sementara pada periode krisis 1997.3-2001.4, pengaruh
kebijakan moneter terhadap volatilitas harga uang dan modal jauh
77
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Alat
analisis
Hasil
lebih besar dari pada pasar valas.
Lukman
Perbandingan
Volume kredit
VAR
Dalam jangka panjang (1990.1-1999.3) dan jangka pendek
Hakim
Peranan Jalur
riil, Suku Bunga
Uji
(1997.1-1999.3) dengan menggunakan metode VAR ditemukan
2001
Kredit dan Jalur
Call (PUAB),
Kausalitas
bahwa jalur kredit lebih berperan dibandingkan dengan jalur
Tingkat Suku
GDP Riil,
tingkat suku bunga. Khusus pada perspektif jangka pendek atau
Bunga Pada
Indeks Harga,
pada masa krisis, peranan jalur kredit terbukti lebih sesuai dengan
Mekanisme
kenyataan, karena adanya fenomena “kegentingan kredit”. Oleh
Transmisi
karena itu, studi ini merekomendasikan agar Bank Indonesia
Kebijakan
mempertimbangkan jalur kredit digunakan sebagai jalur utama
Moneter 1990-
pada mekanisme transmisi kebijakan moneter.
1999.
Lukman
Penerapan
Suku bunga
Uji
Akar
1) Bahwa dengan menggunakan metode simultan TSLS
Hakim
Pentargetan
PUAB, Suku
Unit,
Uji
ditemukan hubungan antara variabel yang diestimasi.
2001
Inflasi dalam
bunga SBI,
Derajat
Sebelum menggunakan TSLS, terlebih dahulu dilakukan
Mekanisme
Suku bunga
Integerasi,
pengujian data stasioneritas yang ternyata semua lolos pada
Transmisi
Deposito, GDP
Uji
data derivatif pertama.
Kebijakan
Riil, Nilai tukar,
Identifikasi,
Moneter 1990.1-
Jumlah uang
Uji Statistik,
2004.4
beredar(M0,M2)
2) Bahwa hasil pengolahan data menunjukkan bahwa
instrumen Bank Indonesia baik suku bunga SBI dan uang
kartal (M0) berpengaruh secara signifikan terhadap suku
78
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Alat
analisis
, Inflasi,
Hasil
bunga PUAB.
Government
3) Bahwa suku bunga PUAB merupakan layak ditempatkan
Expendicture,
sebagai sasaran operasional dari mekanisme transmisi
Cadangan
kebijakan moneter di Indonesia. Suku bunga PUAB akan
devisa
berpengaruh kuat terhadap sasaran antara seperti suku
bunga deposito, nilai tukar rupiah dan uang luas (M2).
4) Bahwa uang luas akan juga berpengaruh terhadap nilai
tukar rupiah, sedangkan nilai tukar rupiah akan
berpengaruh terhadap suku bunga deposito. Terakhir suku
bunga deposito akan berpengaruh terhadap sasaran akhir
yakni inflasi.
5) Bahwa kebijakan fiskal tidak berpengaruh dalam model
mekanisme transmisi kebijakan moneter ini.
6) Bahwa model pentargetan inflasi yang sedang
dilaksanakan oleh Bank Indonesia dewasa ini perlu
diteruskan.
Heiko
Monetary Policy,
Real Money
VAR
Secara khusus jika kebijakan moneter Thailand secara potensial
Hesse
Structural Break
(M1),
Uji Integrasi,
tidak dapat bergerak dalam periose sebelum krisis dengan rezim
2007
and The
Manufacturing
tingkat nilai tukar dan liberalisasi keuangan atas perekonomian
79
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Alat
analisis
Hasil
Monetary
Production
Thailand. Beberapa penelitian yang ada meneliti tentang
Transmission
Index (MPI),
mekanisme transmisi kebijakan moneter di Thailand tidak
Mechanism in
CPI (Thailand),
memperhitungkan fakta ini dan membuat asumsi atas kebijakan
Thailand
Nilai Tukar,
moneter dari stace Bank sentral Thailand pada periode ini. Sebagai
CPI(USA),
contoh, Patrawimolpon et al. (2001) mengasumsikan bahwa bank
Bank Lending,
sentral baiak target money supply atau tingkat suku bunga dalam
PPP
model sebelum krisis. Seperti asumsi yang tidak sah karena
Relation(CPI
mereka bertentangan dengan pendapat Mundell-Fleming tentang
Thailand-CPI
ketidakkonsisten dari trinity kebijakan moneter independent, rezim
USA – Nilai
nilai tukar tetap dan open capital account. Analogi argumen diatas,
Tukar
tidak termasuk sebuah fungsi kebijakan tingkat suku bunga.
Kedua vektor kointegrasi dalam model pra-krisis sesuai dengan
penyesuaian persamaan inflasi dan IS-jenis persamaan. Demikian
pula untuk Bhanthumnavin (2002), kita tidak dapat memasukan
kurva hubungan Phillips. Inflasi tampaknya terutama merupakan
fenomena moneter dan positif berhubungan dengan perputaran
kebalikan dari uang.
80
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Bernanke.
The Federal
Jumlah uang
Blinder
Funds Rate and
beredar, kredit,
bahkan untuk periode setelah 1979. Fund rate kemungkinan kecil
the Channels of
pendapatan
terkontaminasi oleh respon endogenous yang sejaman dengan
Alat
analisis
VAR
Hasil
Fund rate adalah indikator yang baik dalam kebijakan moneter,
Monetary
kondisi ekonomi dari pada tingkat pertumbuhan uang.
Transmission
Fakta tentang gaya yang terkenal yaitu tingkat suku bunga adalah
peramal yang baik dari variabel-variabel riil yang dicatat untuk
perlu untuk diperbaiki, federal fund rate adalah sebuah variabel
informasi khusus. Dalam fakta, ditemukan jika federal fund rate
mendominasi baik uang dan bill dan tingkat bond dalam
peramalan variabel riil terlihat lebih kuat dari pada temuan yang
sering dikutip oleh Sims (1980) dan Litterman dan Weiss (1985)
dimana tingkat tagihan mendominasi uang.
Michael
The Taylor Rule
Tingkat suku
VAR
Penggunaan output gap disarankan dalam the rule’s empirical fit
Woodford
and Optimal
bunga, GDP riil
analisis Taylor yang mungkin cukup berbeda dari ukuran teoritis
2001
Monetary Policy
– Potensial
yang sebenarnya, sama dengan tingkat efisien output pasti
Output ( Output
dipengaruhi oleh berbagai ukuran yang nyata. Taylor rule
Gap), Jumlah
mengasumsikan intercept konstan, tetapi aturan yang diinginkan
tenaga kerja
seperti membutuhkan jika intercept disesuaikan dalam merespon
fluktuasi dalam Wicksellian tingkat suku bunga alami, dan ini
81
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Alat
analisis
Hasil
sangat bervariasi dalam menanggapi gangguan yang ada.
Formula klasik mengasumsikan tingkat suku bunga harus diatur
pada ukuran variabel sasaran saja, tetapi optimal rule secara umum
akan melibatkan komitmen untuk catatan tergantung pada
perilaku: secara terpisah, penyesuaian bertahap dari level tingkat
suku bunga dari yang disarankan oleh nilai tertentu dari sasaran
variabel atau exsogenous yang ditentukan mempunyai keuntungan
yang penting.
Clarida,
The Science of
Jumlah uang
Gali,
Monetary Policy:
beredar, nilai
Gertler
A New Keynesian tukar tetap,
inflasi. Sebagai konsekuensinya, demikian pula kecepatan di
1999
Perspective
Tingkat suku
mana kebijakan moneter harus mencoba untuk mencapai inflasi
bunga, output
yang optimal tingkat.
gap, Inflasi,
VAR
1) Menekankan pada trade off dalam output/inflasi yang sangat
sensitif untuk derajat dan tekanan alami yang terjadi di dalam
2) Berdasarkan analisis ini, terbatas untuk model ekonomi
GDP, Tenaga
tertutup. Keberadaan kerangka ekonomi terbuka adalah untuk
kerja,
mendukung pandangan baru tentang keinginan untuk aturan
kebijakan moneter alternatif, dan meningkatkan jumlah isu-isu
atas tingkat suku bunga yang luar biasa, termasuk: pilihan atas
rejim nilai tukar, keuntungan potensial dari koordinasi
82
Peneliti,
tahun
Judul
Variabel
Alat
analisis
Hasil
kebijakan moneter, respon yang optimal terhadap shocks
(goncangan) yang berasal dari luar negeri, dan consumer price
index versus domestic inflation targeting.
3) Berdasarkan keseluruhan analisis, diasumsikan jika batas
bawah dari nol pada tingkat bunga nominal tidak kendala pada
kinerja moneter kebijakan.
4) Sebuah isu yang lebih spesifik, tapi tetap salah satu yang
penting, adalah memahami mengapa bunga bank sentral tingkat
suku bunga (smooth) disesuaikan. Kebijakan yang optimal
tersirat pada kerangka kerja makroekonomi yang ada sebagian
besar menghasilkan jalan untuk kepentingan tingkat suku
bunga yang jauh lebih tidak stabil daripada apa yang diamati
dalam realitas. Kemungkinan sehingga muncul bahwa model
yang ada mungkin gagal untuk secara memadai
mengkarakterisasi kendala yang dihadapi pembuat kebijakan
dalam praktek.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat dibuat suatu kerangka pemikiran dengan skema sebagai
berikut.
Suku Bunga
SBI
Interaksi
Suku Bunga PUAB
M2
Output Gap
Inflasi
Dalam kerangka permikiran diatas menggunakan analisis model VAR dimana
untuk bertujuan mencari interaksi yang terjadi dalam jalur suku bunga pada
mekanisme transmisi kebijakan moneter. Dengan menggunakan variabel-variabel
suku bunga SBI, suku bunga PUAB, jumlah uang beredar (M2), Output Gap, dan
Inflasi akan digunakan untuk mencari pengaruh dalam jalur suku bunga terhadap
output gap dan inflasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel jumlah uang
beredar, tingkat suku bunga dan nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia. Dengan
harapan dapat diperoleh variabel informasi yang dapat digunakan dalam pencapaian
inflasi sehingga dapat diketahui variabel yang mampu mendukung mekanisme
transmisi kebijakan moneter dalam rangka pencapaian stabilitas perekonomian di
Indonesia. Penelitian ini bersifat kuantitatif, dengan data triwulanan antara tahun
2000 sampai tahun 2010.
B.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa
data triwulanan dari tahun 2000:1 sampai dengan tahun 2010:4. Data-data tersebut
diperoleh dari dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh instansi-instansi terkait,
antara lain buku Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia dan Laporan Tahunan
Bank Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia.
commit to user
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
C. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitan ini adalah :
Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terkait dalam penelitian ini adalah sasaran akhir
kebijakan moneter yang diwakili dengan
82tingkat inflasi di Indonesia.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan
terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut
inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (mengakibatkan kenaikan) kepada barang
lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
1. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel bebas yang nilainya digunakan untuk
meramal, terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan moneter yaitu
sebagai berikut :
a. Suku Bunga SBI (rSBI)
Suku bunga SBI adalah tingkat suku bunga yang ditentukan atau dikenakan
oleh BI atas penerbitan SBI, suku bunga tersebut diukur dalam persen. Data
rSBI merupakan data triwulanan periode tahun 2000:1-2010:4. Data tersebut
diperoleh dari SEKI dan Laporan Tahunan BI.
b. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (rPUAB)
Suku bunga PUAB adalah tingkat suku bunga ditentukan atau dikenakan
oleh pihak bank kepada bank yang melakukan pinjaman di Pasar Uang
Antar Bank atas penerbitan PUAB. Suku bunga tersebut diukur dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
persen. Data rPUAB merupakan data triwulanan periode tahun 2000:12010:4. Data tersebut diperoleh dari SEKI dan Laporan Tahunan BI.
c. M2 (Board Money)
Jumlah Uang Beredar yang digunakan dalam penelitian ini adalah uang
beredar dalam arti luas (M2) yaitu uang giral dan uang kartal yang beredar
di masyarakat ditambah dengan uang kuasi (quasy money). Uang kuasi
adalah sesuatu yang mendekati ciri uang termasuk deposito dan tabungan.
Jumlah uang beredar tersebut diukur dalam miliar. Data M2 merupakan data
triwulanan periode tahun 2000:1-2010:4. Data tersebut diperoleh dari SEKI
dan Laporan Tahunan BI.
d. Output Gap (OG)
OG adalah selisih antara PDB aktual dengan PDB potensial. PDB potensial
di-proxy dari trend PDB aktual yang dihitung dengan metode HodrickPrescott Filter (HPF). Metode ini merupakan metode smoothing yang lazim
digunakan untuk estimasi yang akurat mengenai komponen kecenderungan
jangka panjang suatu data time series. Data OG merupakan data triwulanan
periode tahun 2000:1-2010:4. Data tersebut diperoleh dari SEKI dan
Laporan Tahunan BI.
D. Metode Analisis Data
1. Model Vector Autoregression (VAR)
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode Vector
Autoregression (VAR). Pemilihan model tersebut disesuaikan dengan tujuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
penelitian ini, yaitu untuk mengetahui impulse response dari fluktuasi indikator
makroekonomi yang memiliki pengaruh terhadap output gap dan inflasi sehingga
dapat ditemukan instrumen yang tepat yang dapat digunakan dalam penetapan
target inflasi dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat mendukung kebijakan
moneter.
VAR biasa digunakan untuk peramalan variabel-variabel runtut waktu dan
untuk menganalisis dampak dinamis dari sistem variabel-variabel tersebut. Pada
dasarnya model VAR seperti model persamaan simultan karena dalam kedua
model tersebut beberapa variabel endogen dipertimbangkan bersama-sama dalam
suatu model. Perbedaannya dengan model persamaan simultan adalah dalam
model VAR masing-masing variabel endogen selain dijelaskan oleh nilainya pada
masa lampau (lag) juga dijelaskan oleh nilai masa lampau dari semua variabel
endogen lainnya di dalam model, dan tidak ada variabel eksogen di dalamnya
(Gujarati, 2003).
Keunggulan dari analisis VAR antara lain :
a)
Metode ini sederhana, karena semua variabel dianggap endogen
sehingga tidak perlu khawatir untuk membedakan mana variabel
endogen dan mana yang eksogen.
b) Estimasinya sederhana, dimana metode OLS (Ordinary Least Square)
biasa dapat diaplikasikan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah.
c)
Hasil peramalan yang diperoleh dengan menggunakan metode ini
dalam banyak kasus lebih bagus dibandingkan hasil yang didapat
dengan model persamaan simultan yang kompleks sekalipun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
Secara umum persamaan matematis model VAR dapat dirumuskan sebagai
berikut,
dimana yt adalah nx1 vektor dari variabel endogen, A0 adalah nx1 vektor dari
intersept, Ai adalah nxn matriks dari koefisien variabel-variabel,
adalah nx1
vektor gangguan, dan p adalah jumlah lag.
Model penelitian mengenai efektivitas MTKM menggunakan model
Vector Auto Regression (VAR). Apabila semua variabel yang dilibatkan dalam
penelitian ini dirumuskan dalam model VAR, maka model penelitian ini adalah
sebagai berikut:
rSBI
= C1 +a1i Æ©rSBIt-k + a1i Æ©rPUABt-k + a1i Æ©rM2t-k + a1i Æ©OGt-k + a1i
Æ©INFt-k + εi
rPUAB = C2 + a2i Æ©rSBIt-k + a2i Æ©rPUABt-k + a2i Æ©rM2t-k + a2i Æ©OGt-k + a2i
Æ©INFt-k + εi
M2
= C4 +a4i Æ©rSBIt-k + a4i Æ©rPUABt-k + a4i Æ©rM2t-k + a4i Æ©OGt-k + a4i
Æ©INFt-k + εi
OG
= C5 +a5i Æ©rSBIt-k + a5i Æ©rPUABt-k + a5i Æ©rM2t-k + a5i Æ©OGt-k + a5i
Æ©INFt-k + εi
INF
= C6 +a6i Æ©rSBIt-k + a6i Æ©rPUABt-k + a6i Æ©rM2t-k + a6i Æ©OGt-k + a6i
Æ©INFt-k + εi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
2. Bentuk Estimasi VAR
Dalam model VAR terdapat dua bentuk estimasi, yaitu impulse respon,
dan variance decomposition.
a. Respon terhadap Kebijakan (Impulse Respon)
Respons terhadap kebijakan adalah salah satu asesoris pada VAR yang
digunakan untuk melihat respon variabel endogen terhadap pengaruh inovasi
(shock) variabel endogen yang lain (Pindycks dan Rubinfeld; 1991: 385).
Inovasi diinterpretasikan sebagai “goncangan kebijakan” (policy shock), lihat
Bernanke dan Blinder (1992: 902) atau juga sering disebut kebijakan. Secara
statistis respons terhadap kebijakan dirumuskan dalam persamaan Sims
(1980b, 256-257). Jika kita mempunyai sebuah model linier vektor stokastik x
yang diformulasikan sebagai berikut:
Dimana et = xt – E(xt | xt-1 ,xt-2 , ), kemudian memilih matrik trangular
B, sehingga menghasilkan Bet yakni sebuah kovarian diagonal matriks dan B
juga mempunyai diagonalnya sendiri, oleh karena itu A perlu dipindah menjadi
C = AB1 dan e menjadi f = Be, sehingga menjadi :
Dari formula di atas koefisien C adalah respons terhadap kebijakan atau
inovasi (responses to innovations).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
b. Dekomposisi Varian (Variance Decomposition)
Dekomposisi varian merupakan metode lain dari sistem dinamik dengan
menggunakan VAR. Jika respons terhadap kebijakan menunjukkan efek dari
sebuah kebijakan (shock) variabel endogen terhadap variabel lain. Sebaliknya
dekomposisi varian akan menguraikan inovasi pada sebuah variabel endogen
terhadap komponen goncangan (shock) variabel endogen yang lain di dalam
VAR.
Berhubungan dengan persamaan di atas, perlu ditetapkan terlebih dahulu
matriks varian-kovarian dari xt – E (xt | xt-k’ ,xt -k –1’ ,… ) pada periode k
sehingga persamaannya menjadi :
Sehingga nilai Var (ft) inilah yang disebut sebagai dekomposisi varian.
3. Uji Prasyarat dalam model VAR
Kajian empiris yang menggunakan data runtut waktu mengasumsikan
bahwa data yang digunakan adalah stasioner. Untuk menguji stasioneritas data
dapat digunakan uji akar unit. Namun dalam model VAR tidak dianjurkan
menerapkan uji akar unit sehingga data yang digunakan adalah dalam tingkat level
meski mungkin data tersebut tidak stasioner (Gujarati, 2003). Alasannya, model
VAR bertujuan untuk melihat hubungan antar variabel, tidak untuk melihat
parameter yang diestimasi (Hakim, 2005). Selain itu, semua data yang digunakan
disarankan dalam bentuk logaritma, kecuali data yang sudah dalam bentuk persen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
Salah satu kesulitan menggunakan VAR adalah penetapan tingkat
kelambanan yang optimal. Beberapa penelitian mutakhir tentang VAR untuk
menetapkan tingkat kelambanan yang optimal menggunakan Akaike Information
Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC). Baik AIC ataupun SC kadang juga
dipergunakan sebagai pengganti R2 (coefficient of determination), sehingga R2
bukan satusatunya indikator validitas sebuah model ekonometri (Thomas, 1997;
181-182, Greene, 2000; 306). Namun sejak variabel kelambanan banyak
digunakan pada model-model ekonometri, AIC dan SC juga dapat digunakan
untuk menetapkan tingkat kelambanan yang optimal (Greene, 2000; 717):
AIC (q) = log (e’e)/T + 2q/T
SC (q) = AIC (q) + (q/T) (logT – 1)
Keterangan:
e adalah residual, sedangkan T dan q masing-masing merupakan jumlah sampel
jumlah variabel yang beroperasi dalam persamaan itu.
Untuk menetapkan tingkat kelambanan yang paling optimal, model VAR
harus diestimasi dengan berbeda-beda tingkat kelambanannya, kemudian
dibandingkan nilai AIC dan SC-nya, nilai yang paling rendah yang dipakai
sebagai patokan pada tingkat kelambanan paling optimal. Penelitian ini nantinya
akan menguji tingkat kelambanan yang paling optimal dari tingkat kelambanan 2,
3, 4 dan 5.
Kemudian selain dengan menentukan tingkat kelambanan yang paling
optimal, juga dilakukan uji stasioneritas dengan menggunakan uji akar unit yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
bisa dilakukan melalui kriteria dari Akaike Information Criterion (AIC) maupun
Schawarz Information Criterion (SIC).
4. Uji Kausalitas Granger
VAR juga dapat digunakan analisis kausalitas, selain uji kausalitas
Granger. Uji kausalitas VAR juga sering disebut sebaType equation here.gai uji
kausalitas Sims, karena kemukakan pertama kali oleh Sims (1972). Untuk
menggambarkan perbedaan uji kausalitas Granger dan Sims, dapat dilihat dalam
ilustrasi persamaan berikut ini (Thomas : 1997; 461)
Uji Kausalitas Granger (1969) :
Uji Kausalitas Sims (1972) :
Perbedaan fundamental antara uji kausalitas Granger dan Sim yang
pertama terletak pada penggunaan variabel akan datang, yang tidak terdapat pada
uji kausalitas Granger. Uji kausalitas Granger hanya memasukkan variabel masa
lampau, sedangkan uji kausalitas Sims menggunakan keduanya. Kedua, perbedaan
lain adalah pada penentu signifikansi pada uji kausalitas Granger menggunakan
uji serentak atau F-statistik, sedangkan uji kausalitas Sims, lebih melihat secara
uji individual (t-statistik).
VAR secara subtansial lebih dekat dengan kausalitas Sims namun secara
teknikal lebih dekat dengan kausalitas Granger. Hal ini dapat dilihat dari
commit to user
konstruksi model, dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut misalkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
terdapat dua variabel endogen indeks produksi (IP) dan penawaran uang (M1)
maka bentuk model VAR akan diformulasikan sebagai berikut (Gujarati: 1995:
747):
Perubahan ε1t akan berpengaruh terhadap perubahan nilai IP. Perubahan
tersebut akan merubah semua nilai IP dan M1 yang akan datang , sejak variabel IP
kelambatan (IPt-1) terjadi pada kedua persamaan itu.
Jika terdapat inovasi, ε1t dan ε2t tidak berkorelasi, interpretasi akan berlaku
terus menerus. ε1t adalah inovasi untuk IP dan ε2t adalah inovasi untuk M1.
Sedangkan ε2t adalah mengukur efek dari salah satu standar deviasi sebuah
kebijakan (shock) moneter terhadap variabel IP dan M1 yang diteliti pada saat ini
dan yang akan datang (Eviews; 1997; 497).
5. Uji Signifikasi Parameter
Dari estimasi VAR dapat dilihat hasil regresi tiap persamaannya sehingga
parameter yang dihasilkan dapat diuji signifikansinya. Untuk menguji signifikansi
parameter-parameter tersebut dapat digunakan uji t dan uji F.
a. Uji t
Uji t merupakan uji signifikansi parameter secara individual. Uji ini
digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel
independen. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
1) Menentukan hipotesis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
Hipotesis nihil
Ho :
0
Hipotesis alternatif Hi :
0
2) Menentukan derajat signifikasi (level of significance)
3) Menentukan kriteria pengujian
Ho diterima apabila
Ho ditolak apabila
4) Menghitung nilai t
dimana :
= parameter yang diestimasi
β
= nilai hipotesis awal dari parameter
= simpangan baku
5) Membuat kesimpulan
Kesimpulan dibuat dengan membandingkan nilai t dengan nilai t tabel
sesuai dengan kriteria pengujian untuk menentukan apakah Ho ditolak atau
diterima.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
b. Uji F
Uji F merupakan uji signifikasi parameter secara bersama-sama. Langkahlangkah pengujiannya adalah sebagai berikut.
1) Menentukan hipotesis
Hipotesis nihil
Ho : β1 = β2 = ……….= βk
Hipotesis alternatif Hi : β1
β2
………
βk
2) Menentukan derajat signifikasi (level of significance)
3) Menentukan kriteria pengujian
Ho diterima apabila
Ho ditolak apabila
4) Menghitung nilai F
dimana :
k
= jumlah parameter yang diestimasi
R2
= koefisien determinasi
n
commit
to user
= jumlah
pengamatan
perpustakaan.uns.ac.id
5)
digilib.uns.ac.id
96
Membuat kesimpulan
Kesimpulan dibuat dengan membandingkan nilai F dengan nilai F tabel
sesuai dengan kriteria pengujian untuk menentukan apakah Ho ditolak atau
diterima.
c. Test of Goodness of Fit (Uji R2)
Test of Goodness of Fit bertujuan untuk mengetahui berapa besar
variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel
independen. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan cara melihat nilai R2
dari hasil analisis VAR yang telah dilakukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Bank Sentral Dan Kebijakan Moneter Di Indonesia
1. Bank Sentral di Indonesia
Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dalam penjelasan
Bab VII pasal 23 UUD 1945 disebutkan bahwa dibentuk sebuah Bank Sentral
yang disebut Bank Indonesia dengan tugas mengeluarkan dan mengatur peredaran
uang kertas. Kemudian sebagai langkah awal dibentuklah Pusat Bank Indonesia
yang merupakan cikal bakal berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI). Akan tetapi
hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) memutuskan bahwa Bank Sentral
Indonesia adalah De Javache bank sehingga pada tanggal 6 Desember 1951
dikeluarkanlah Undang-Undang nasionalisasi De Javasche Bank.
Pada 1 Juli 1953 dikeluarkan UU No.11 Tahun 1953 tentang pokok Bank
Indonesia sebagai pengganti Javache Bank Wet tahun 1922. Mulai saat itu lahirlah
satu Bank Sentral di Indonesia yang diberi nama Bank Indonesia. Sejak
keberadaan bank Indonesia sebagai Bank Sentral hingga tahun 1968, tugas pokok
Bank Indonesia selain menjaga stabilitas moneter, mengedarkan uang dan
mengembangkan sistem perbankan juga tetap melaksanakan beberapa fungsi
perbankan sebagaimana bank komersial (Ascarya, 2004).
Pada tahun 1986, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) No. 13
tahun 1986 yang menyebutkan bahwa BI tidak lagi diperkenankan melakukan
jenis usaha bank yang bersifat konvensional. Bank Indonesia sebagai agen
commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
pembangunan, memiliki tugas pokok. Pertama, mengatur, menjaga dan
memelihara stabilitas nilai rupiah. Kedua, mendorong kelancaran produksi dan
pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup
rakyat.
Perubahan kebijakan Bank Indonesia melalui deregulasi moneter dan
perbankan tahun 1983 sampai dengan 1991 menuntut perubahan terhadap tata
perbankan di Indonesia. Oleh karena itu, dilakukan perubahan atas UndangUndang (UU) No. 14 tahun 1967 dengan Undang-Undang (UU) No. 7 tahun 1992
tentang Perbankan. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 tersebut, Bank Indonesia
diberikan wewenang dalam penetapan tingkat kesehatan bank berdasarkan aspek
permodalan, kualitas
aset, kekuatan
manajemen, rentabilitas,
likuiditas,
solvabilitas, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan bank.
Pada tanggal 17 Mei 1999, Undang-Undang (UU) No. 23 tahun 1999
tentang Bank Sentral diundangkan dan disahkan. UU ini dibuat untuk dapat lebih
mewujudkan independensi Bank Indonesia. Pada tanggal yang sama, diundangkan
pula UU No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Dan Sistem Nilai Tukar.
Dengan UU No. 24 tahun 1999 ini, UU No. 32 tahun 1964 tentang Peraturan Lalu
Lintas Devisa dinyatakan tidak berlaku.
2. Kebijakan Moneter di Indonesia
Kebijakan moneter yang telah diterapkan di Indonesia mengalami
pergantian dari waktu ke waktu disesuaikan dengan kondisi perekonomian
bangsa. Sebagaimana kebijakan yang diterapkan dewasa ini, kebijakan moneter di
Indonesia mengalami tranformasi yang cukup besar baik dari sisi mekanisme,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
target dan instrumen kebijakan. Undang-Undang No.23 Tahun 1999 merupakan
tonggak tranformasi kebijakan moneter di Indonesia dengan ditetapkannya
independensi otoritas moneter secara institusional dan ditetapkannya pula satu
sasaran kebijakan moneter yang dikenal dengan single objective yang ditujukan
untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Purwanto, 2005).
Warjiyo menyatakan bahwa secara umum, kebijakan moneter di Indonesia
dibagi menjadi tiga masa, yaitu masa sebelum krisis, masa krisis dan masa setelah
krisis. Masing-masing masa tersebut, terbagi pada beberapa periode, yaitu :
1) Masa Sebelum Krisis Ekonomi 1997
a. Periode 1945-1952
Kebijakan moneter pada masa ini adalah kebijakan pemerintah
Indonesia mengambil keputusan untuk mendirikan bank sirkulasi yang
berbentuk bank milik negara pada awal kemerdekaan. Pada masa tersebut,
di tahun 1946 pemerintah Indonesia mendirikan Bank Negara Indonesia
(BNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kedua bank tersebut dan beberapa
bank swasta lainnya yang ditunjuk oleh pemerintah melakukan tugas
pertukaran uang Hindia Belanda dan Jepang dengan Oeang Republik
Indonesia (ORI) yang dikeluarkan pemerintah Indonesia yang tujuannya
adalah untuk mengalihkan fungsi mata uang Hindia Belanda dan Jepang
dalam perekonomian Indonesia pada waktu tersebut.
Penggunaan ORI hanya mencapai usia 3 tahun 5 bulan, sebelum
akhirnya ditarik dari peredaran dan diganti dengan uang De Javasche Bank.
De Javasche Bank akhirnya diputuskan sebagai bank sentral pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
penyerahan kedaulatan Indonesia pada pemerintah Republik Indonesia
Serikat. Beberapa waktu setelah pembentukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dilakukan nasionalisasi terhadap De Javasche Bank pada
tanggal 6 Desember 1961.
b. Periode Tahun 1953-1967
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.11 tahun 1953,
tentang Pokok Bank Indonesia sebagai pengganti Javasce Bank Wet Tahun
1922. Dengan undang-Undang tersebut dibentuklah Dewan Moneter, dan
Menteri Keuangan bertindak sebagai ketua, sementara Meneteri Ekonomi
dan Gubernur Bank Indonesia bertindak sebagai anggota. Dewan Moneter
mempunyai berbagai tugas dan kewenangan yang terkait erat dengan uoayaupaya untuk mengendalikan kondisi moneter, antara lain menentukan
kebijakan moneter secara umum, mengatur dan menstabilkan mata uang,
serta memajukan urusan kredit dan perbankan pada umumnya.
Dengan diberlakukannya UU No. 11 tahun 1953 tentang Pokok
Bank Indonesia, tuntutan yang sangat besar diarahkan kepada Bank
Indoensia untuk ikut serta aktif dalam menata dan mengembangkan
perekonomian nasional pada waktu itu mengalami banyak permasalahan.
Fokus dari peran yang terkait dengan fungsi bank sirkulasi. Tantangan
terbesar pada masa ini adalah menyatukan mata uang yang pada waktu itu
banyak beredar dan berbeda-beda diberbagai wilayah Indonesia. Karena itu,
Bank Indonesia dituntut untuk menerbitkan mata uang baru, rupiah, sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
satu-satunya alat pembayaran yang sah diseluruh wilayah negara Indonesia
menggantikan mata-mata uang yang ada di masing-masing daerah.
Setelah mulai tertatanya mekanisme peredaran uang, pemerintah
menjadikan Bank Indonesia sebagai agen pembangunan, yaitu Bank
Indonesia berperan secara aktif dalam meningkatkan perekonomian
nasional. Peran tersebut terbagi menjadi dua. Pertama, bentuk pembiayaan
Bank Indonesia terhadap defisit anggaran pemerintah yang relatif besar dan
tidak terkontrol sebagai akibat besarnya kepentingan politik pada waktu
tersebut. Kedua, bentuk pembiayaan secara langsung oleh Bank Indonesia
untuk sejumlah kegiatan ekonomi. Dalam kondisi itu, Bank Indonesia
melaksanakan tekanan kebijakan moneter ekspansif yang bersumber pada
upaya pembiayaan defisit anggaran pemerintah.
Perkembangan politik pada waktu itu telah cenderung menimbulkan
ketimpangan dalam pelaksanaan kebijakan moneter, yang dicerminkan oleh
peningkatan yang berlebihan pencetakan uang untuk pembiayaan defisit
anggaran sebagai akibat kebijakan fiskal yang ekspansif. Keinginan yang
kuat untuk menyenangkan rakyat telah mendorong pemerintah untuk
menempuh kebijakan fiskal tanpa mengindahkan prinsip-prinsip kehatihatian, yang cenderung membutuhkan pengeluaran anggaran yang besar dan
menyebabkan membengkaknya defisit anggaran pemerintah. Demikian pula
pembangunan proyek-proyek mercusuar atau pengeluaran untuk militer
merupakan contoh kongkrit yang terjadi pada waktu itu. Kondisi seperti ini
telah menimbulkan melonjaknya uang beredar jauh melebihi dari kebutuhan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
riil perekonomian sehingga mendorong naiknya harga-harga secara tajam.
Akibatnya laju inflasi membumbung tinggi hingga mencapai sekitar 600%
pada tahun 1965, yang dikenal dengan periode hyperinflation.
c. Periode Tahun 1968-1972
Periode ini juga sering disebut sebagai periode stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi. Pengalaman selama periode awal kemerdekaan sampai
dengan pertengahan tahun 1960-an memberikan pengalaman penting
mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan kebijakan
moneter dan fiskal. Pertama, bahwa kebijakan fiskal harus mampu
mengendalikan defisit anggaran pada batas-batas yan wajar untuk itu,
pengeluaran anggaran harus diseleksi secara ketat dan diprioritaskan pada
jenis-jenis pengeluaran yang mampu mendorong kegiatan ekonomi riil, dan
karenanya pengeluaran –pengeluaran yang cenderung kurang strategis dan
berlebihan harus dihindarkan. Kedua, bahwa kebijakan moneter tidak boleh
dipergunakan untuk membiayai defisit anggaran pada sisi kebijakan fiskal.
Kebijakan moneter harus tetap difokuskan pada pengendalian inflasi, dan
karenanya pencetakan uang untuk membiayai defisit anggaran pemerintah
akan mengancam kestabilan harga dan kestabilan moneter secara
keseluruhan. Ketiga, bahwa kebijakan fiskal dan kebijakan moneter perlu
dikoordinasikan secara baik, dengan tetap berpegang prinsip independensi
masing-masing instansi, agar terjadi sinergi kedua kebijakan tersebut dalam
menjaga stabilitas ekonomi untuk berlangsungnya pembangunan secara
berkelanjutan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
Sejak akhir tahun 1960-an terus terjadi perkembangan dalam sektor
perekonomian dan keuangan. Pada awalnya, kebijakan pemerintah lebih
diprioritaskan untuk pemulihan stabilitas ekonomi yang sempat terancam
pada pertengahan tahun 1960. Di sisi moneter, pencetakan uang untuk
pembiayaan defisit anggaran pemerintah dihentikan dan jumlah uang
beredar dikendalikan. Langkah kebijakan ini membawa hasil dengan
menurunnya angka inflasi hingga di bawah 10 % sehingga kepercayaan
untuk pemulihan kegiatan ekonomi dapat terbangun dengan baik. Kemudian
pemerintah mulai melakukan perencanaan pembangunan nasional, baik
dalam jangka panjang, menengah maupun pendek sehingga kegiatan
perekonomian
nasional secara berangsur-angsur mulai tertata dan
mengalami peningkatan. Penataan ekonomi di bidang moneter dan
perbankan lebih dimantapkan dengan dikeluarkannya UU No.13 Tahun
1968 tentang Bank Sentral.
d. Periode Tahun 1973-1982
Peningkatan kegiatan perekonomian pada tahun 1960-an kemudian
mengalami dorongan lebih lanjut dengan hasil minyak yang meningkat pada
awal tahun 1970-an. Ditemukannya ladang-ladang minyak di Indonesia
memberikan dampak positif dan negatif bagi perekonomian Indonesia. Sisi
positifnya, hasil minyak yang berlimpah mampu memberikan kontribusi
terhadap penerimaan negara sehingga dapat dipergunakan untuk membiayai
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dalam APBN. Di sisi lain,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
peningkatan penerimaan devisa hasil minyak dan pengeluaran pemerintah
telah menyebabkan ekspansi jumlah uang beredar.
Pada tahun 1974 pemerintah mulai menempuh kebijakan kredit
selektif dari sisi moneter agar tidak terjadi kelebihan likuiditas dalam
jumlah uang beredar dalam perekonomian nasional yang dapat memicu
kenaikan tingkat inflasi. Hal ini dilakukan dengan pengaturan terhadap
besarnya ekspansi kredit yang diperbolehkan oleh perbankan.
Meskipun kehidupan sektor perbankan kurang bergairah akibat
kelangkaan sumber dana karena menurunnya penghimpunan dana
mayarakat dan adanya pembatasan dalam pemberian kredit, kegiatan
investasi terus berlanjut, khususnya yang dilakukan oleh pemerintah.
Selanjutnya untuk memberikan ruang gerak yang lebih besar kepada bank
dalam pemanfaatan dana terutama pemberian kreditnya kepada sektor
swasta, Bank Indonesia pada tahun 1978 menurunkan reserve requirement
bank dari 30 % menjadi 15 % (Warjiyo, 2004:36).
e. Periode tahun 1983-1997
Awal dekade 1980-an tejadi kemerosotan harga minyak dipasar
dunia sebagai akibat adanya kecenderungan terjadinya resesi dunia. Hal ini
telah menyebabkan terbatasnya penerimaan negara untuk pembiayaan
Anggaaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Dominasi pemerintah
dalam menopang peningkatan kegiatan ekonomi tidak dapat lagi
dipertahankan, dan
akibatnya kelangsungan
pembangunan nasional
terancam. Karena itu pemerintah kemudian menempuh serangkaian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
kebijakan reformasi dibidang ekonomi untuk mengatasi ancaman krisis
karena merosotnya harga minyak tersebut. Tujuannya adalah untuk
menumbuhkan,mendorong dan meningkatkan peran sektor swasta dalam
setiap aspek kehidupan ekonomi untuk mengantikan peran pemerintah
dalam rangka mempertahankan pembangunan nasional.
Pada 1 Juni 1983 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi
perbankan, yang menandai era liberalisasi disektor perbankan khusunya dan
sektor keuangan pada umumnya. Kebijakan ini telah mendorong begitu
pesatnya perkembangan sektor perbankan dan keuangan di Indonesia.
Pasar keuangan juga mengalami perkembangan yang pesat baik dari
sisi volume transaksi keuangan maupun berbagai produk keuangan (saham,
obligasi,
surat-surat
berharga,
dan
produk-produk
derivatif)
yang
diperdagangkan. Kondisi ekonomi khususnya sektor keuangan seperti ini
telah membawa implikasi mendasar pada pelaksanaan kebijakan moneter
oleh Bank Indonesia. Kebijakan moneter yang sebelumnya dilakukan secara
langsung dengan selective credit policy mulai beralih ke cara-cara tidak
langsung dan berorientasi pasar, antara lain dengan melakukan operasi di
pasar uang (operasi pasar terbuka) untuk mengendalikan likuiditas
perekonomian. Pengendalian moneter diarahkan pada jumlah uang beredar
(M1 dan M2) sebagai sasaran antara dan uang primer (M0) sebagai sasaran
operasional. Operasi dipasar uang dilakukan melalui lelang Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) yang mulai diterbitkan tahun 1984 sebagai instrumen utama
kebijakan moneter. Pengendalian likuiditas juga dibantu dengan intervensi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
pasar uang rupiah dengan cara memberi pinjaman jangka pendek antara
overnight hingga tujuh hari. Operasi di pasar uang dimaksudkan diarahkan
untuk mencapai sasaran operasional uang primer tersebut untuk diarahkan
agar sasaran antara jumlah uang beredar (M1 dan M2) tetap terkendali
sesuai dengan perkiraan yang telah ditetapkan.
Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan 27 Oktober 1988 yang
secara umum merupakan penyempurnaan kebijakan di bidang keuangan,
moneter dan perbankan. Dalam hubungannya dengan upaya peningkatan
efektivitas pengendalian moneter, langkah-langkah yang ditempuh antara
lain adalah penururnan reserve requirment dari 15% menjadi 2%. Selain itu
dibidang perbankan, dilakukan penciptaan iklim persaingan yang lebih
kodusif melalui pelonggaran izin pendirian bank-bank baru dan bank
campuran. Kebijakan deregulasi yang cukup longgar tersebut telah
megakibatkan perkembangan yang sangat pesat sektor perbankan dan
keuangan di Indonesia.
Dampak dari liberalisasi sektor keuangan adalah aliran keuangan
yang masuk ke perekonomia Indonesia, khususnya pinjaman luar negeri
swasta demikian besar dan pesat. Hal ini juga memanfaatkan periode boom
dalam perekonomia Indonesia dan didukung oleh gelombang globalisasi di
sektor keuangan, perdagangan, dan investasi yang demikian pesat pada
waktu itu. Di satu sisi besarnya aliran dana luar negeri tersebut mampu
menutup kesenjangan tabungan dengan investasi (saving-investment gap)
sehingga dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
pembangunan nasional. Namun di sisi lain aliran dana luar negeri tersebut
juga menimbulkan sejumlah permasalahan. Dana luar negeri tersebut pada
umumnya berupa pinjaman luar negeri swasta, berjangka pendek, tidak
memperhitungkan resiko perubahan nilai tukar, dan banyak dimanfaatkan
untuk membiayai proyek-proyek swasta yang berjangka panjang dan tidak
menghasilkan devisa. Dari sisi moneter besar dan mobilitas dana luar negeri
tersebut juga mempersulit pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia.
Untuk menghindari dampak negatif dari ekspansi uang beredar yang
berasal dari aliran dana luar negeri tersebut terhadap peningkatan inflasi dan
kestabilan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia melakukan penyerapan
kelebihan likuiditas dalam perekonomian sehingga mondorong kenaikan
suku bunga dalam negeri. Namun kenaikan suku bunga ini semakin
mendorong masuknya aliran dana luar negeri tersebut, khususnya dalam
bentuk surat-surat berharga jangka pandek. Akibatnya jumlah pinjaman luar
negeri swasta dalam berbagai bentuk dan jangka waktunya semakin
membesar. Kondisi ini diperburuk lagi dengan tidak dijalankan proyekproyek swasta yang dibiayai dari pinjaman luar negeri tersebut sesuai
dengan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang sehat (good corporate
governance) sehingga menjadi penyebab utama dari krisis sejak tahun 1997
(Warjiyo, 2004: 39).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
2) Periode Krisis Ekonomi 1997
Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1997 telah menimbulkan
berbagai permasalahan yang begitu sulit dan kompleks di berbagai bidang.
Krisis yang mulanya berasal dari krisis moneter telah berubah cepat menjadi
krisis ekonomi, krisis sosial budaya, krisis politik, dan menjadi krisis multi
dimensi. Pemicu utama krisis moneter tersebut adalah serangan spekulasi
terhadap mata uang bath Thailand yang kemudian berdampak menjalar
(contagion effect) ke mata uang rupiah Indonesia. Melemahnya rupiah telah
mendorong investor luar negeri menarik dananya pada waktu bersamaan dari
Indonesia yang diinvestasikan dalam bentuk portofolio surat-surat berharga
seperti commercial papers, promissory notes, dan medium term notes maupun
saham dan obligasi. Kepanikan kemudian terjadi pada pasar valuta asing
karena terutama perusahaan dan bank-bank di dalam negeri ingin memborong
devisa untuk membayar atau melindungi kewajiban luar negerinya dari resiko
nilai tukar. Akibatnya nilai rupiah semakin merosot hingga penah mencapai
tingkat terendah sekitar Rp 15.000 per dollar AS ada awal tahun 1998
(Wajoyo, 2004: 96).
Menghadapi tekanan yang begitu besar terhadap melemahnya nilai
tukar rupiah pada awal Bank Indonesia sesuai sistem nilai tukar mengambang
terkendali yang berlaku pada waktu itu, melakukan intevensi dipasar valuta
asing untuk mempertahankan kisaran nialai tukar yang ditetapkan. Demikian
besarnya pembelian valuta asing di pasar mengharuskan Bank Indonesia
menyelamatkan jumlah cadangan devisa yang tersedia dengan tetap berupaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
menstabilkan rupiah, antara lain dengan memperlebar kisaran intervensi nilai
tukar rupiah dan terus mengendalikan likuiditas di pasar. Akan tetapi tekanan
yang sangat kuat dan demikian cepat tehadap melemahnya nilai tukar rupiah
yang disertai dengan penurunan cadangan devisa dalam jumlah yang cukup
besar akhirnya memaksa pemerintah untuk mengubah sistem nilai tukar yang
berlaku. Pada 14 Agustus 1997 Indonesia menganut sistem nilai tukar
mengambang. Selain itu pemerintah Indoenesia kemudian meminta bantuan
pendanaan dengan mengikuti program IMF.
Kelangkaan dana perbankan akibat penarikan dana oleh masyarakat
yang sangat besar (rush) adalah tantangan yang selanjutnya terjadi dalam
pelaksanaan kebijakan moneter selama krisis. Perkembangan ini terjadi setelah
pemerintah menutup sejumlah bank yang dinilai tidak sehat sesuai dengan
langkah-langkah yang ditetapkan dalam program IMF. Ditambah dengan
semakin melemahnya nilai tular rupiah terhadap dollar AS, kepercayaan
masyarakat terhadap rupiah semakin berkurang sehingga nilai tukar rupiah
terus mengalami penurunan yang sangat tajam. Untuk mencegah kehancuran
sektor perbankan, sesuai dengan program penjaminan kewajiban bank-bank,
pemerintah melalui Bank Indonesia melakukan pembayaran atas penarikan
dana oleh masyarakat dari perbankan dan kewajiban perbankan lainnya dalam
jumlah yang sangat besar yang berakibat pada meningkatnya jumlah uang
beredar, Bank Indonesia harus menyerap kelebihan likuiditas di masyarakat
melalui kebijakan moneter kontraktif yang berakibat pada naiknya suku bunga
dan persoalan lain di pasar keuangan secara keseluruhan. Laju inflasi pernah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
mencapai 77,63% pada tahun 1998 sementara suku bunga SBI berjangka waktu
1 bulan mencapai 38,44% pada tahun yang sama.
3) Periode setelah krisis ekonomi 1997
Strategi dan kebijakan yang ditempuh pemerintah Indonesia dalam
upaya pemulihan ekonomi nasional mencakup pula sejumlah langkah
kebijakan dan penataan kelembagaan di bidang moneter. Dari sisi kebijakan
langkah-langkah kebijkan yang ditempuh lebih diarah kepada upaya
menciptakan dan menjaga stabilitas moneter. Dengan masih rentannya nilai
tukar rupiah dan relatif tingginya inflasi, kebijakan moneter yang pruden pada
mulanya lebih ditekankan pada pengendalian jumlah uang beredar dalam
perekonomian melalui pencapaian sasaran operasional uang primer yang
ditetapkan sesuai dengan program yang disepakati antara pemerintah dengan
IMF. Langkah kebijakan ini secara berangsur-angsur mampu menstabilkan
nilai tukar rupiah dan mengendalikan tekanan inflasi. Nilai tukar rupiah mulai
stabil dan menguat dari rata-rata Rp 9.316 per dollar AS pada tahun 2002
menjadi rata-rata Rp 8.572 per dollar AS pada tahun 2003. Demikian pula laju
inflasi menurun dari 10,03% pada tahun 2002 menjadi 5,06% pada tahun 2003.
Dengan perkembangan ini Bank Indonesia mulai dapat menurunkan suku
bunga SBI secara bertahap untuk lebih mendorong sektor riil dan pemulihan
ekonomi nasional. Suku bunga SBI menurun dari 13,02% pada akhir tahun
2002 menjadi 7,34% pada juni 2004.
Dari sisi kelembagaan penguatan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
RI dilakukan dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
Indonesia sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral.
Dalam landasan hukum yang baru ini Bank Indonesia mempunyai tujuan yang
lebih fokus, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan
nilai rupiah dalam arti terkendalinya laju inflasi dan stabilnya nilai tukar rupiah
, merupakan salah satu prasyarat mendasar bagi tercapainya pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan pada gilirannya akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Reorientasi sasaran Bank Indonesia tersebut merupakan
bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi perekonomian untuk keluar
dari krisis ekonomi yang tengah melanda Indonesia. Hal itu sekaligus
meletakan landasan yang kokoh bagi pelaksanaan dan pengembangan
perekonomian Indonesia di tengah-tengah perekonomian dunia yang semakin
kompetitif dan terintegrasi. Sebaliknya kegagalan untuk memelihara kestabilan
nilai rupiah seperti tercermin pada kenaikan harga-harga dapat merugikan
karena berakibat menurunkan pendapatan riil masyarakat dan melemahkan
daya saing perekonomian nasional dalam perekonomian dunia.
Untuk mencapai tujuan di atas Bank Indonesia melakukan tiga tugas
pokok yaitu, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi sistem
perbankan. Misalnya efektivitas pelaksanaan tigas kebijakan moneter
memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan
andal. Sementara itu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal
tersebut tergantung pada sistem perbankan yang sehat. Selain itu sistem
perbankan yang sehat juga akan mendukung efektifitas pelaksanaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
pengendalian moneter ke kegiatan ekonomi riil terutama berlangsung melalui
sistem perbankan.
Dalam menetapakan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank
Indonesia mempunyai wewenang untuk menetapkan sasaran-sasaran moneter
dan melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara antara lain: (i) operasi
pasar terbuka, (ii) penetapan tingkat diskonto, (iii) penetapan cadangan wajib
minimum, dan (iv) pengaturan kredit dan pembiayaan.
Terkait dengan hal tersebut efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter
sangat tergantung pada sistem nilai tukar dan sistem devisa yang dipilih. Untuk
itu Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan nilai
tukar dan pengelolaan cadangan devisa sesuai dengan sistem nilai tukar dan
sistem devisa yang ditetapkan sejalan dengan tujuan kebijakan moneter dalam
rangka mendukung kesinambungan pelaksanaan pembangunan ekonomi
(Warjiyo, 2004: 98).
B. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia.
1. Tahun 2000
Secara keseluruhan, selama tahun 2000 perekonomian Indonesia
menunjukkan pemulihan ekonomi yang semakin kuat dengan pola pertumbuhan
ekonomi yang semakin seimbang. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB)
tahun 2000 mencapai 4,8%, lebih tinggi dari prakiraan awal tahun Bank Indonesia
sebesar 3,0%–4,0%. Sejumlah kemajuan juga dicapai dalam proses penyelesaian
utang luar negeri pemerintah, telah selesainya program rekapitalisasi perbankan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
serta telah dicapainya kesepakatan dalam penyelesaian masalah BLBI antara
Pemerintah dan Bank Indonesia. Namun demikian, kecepatan proses pemulihan
ekonomi tersebut dibatasi dengan masih berlanjutnya beberapa permasalahan
mendasar
dalam
perekonomian,
terutama
berkaitan
dengan
lambatnya
restrukturisasi utang perusahaan, belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan,
dan relatif terbatasnya stimulus fiskal bagi pertumbuhan ekonomi.
Di sisi penawaran, semua sektor dalam perekonomian mencatat
pertumbuhan positif. Dengan dorongan permintaan baik yang berasal dari dalam
maupun luar negeri, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor
pengangkutan menjadi motor pertumbuhan dengan sumbangan terhadap
pertumbuhan PDB masing masing sebesar 1,6%, 0,9%, dan 0,7%. Sektor industri
pengolahan pada tahun 2000 mencatat pertumbuhan sebesar 6,2%, sementara
sektor perdagangan serta sektor pengangkutan masing-masing meningkat sebesar
5,7% dan 9,4%.
Di sektor eksternal, kinerja neraca pembayaran pada tahun 2000 tetap
menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Perkembangan transaksi
berjalan sepanjang tahun 2000 bahkan mencatat surplus yang cukup besar yakni
mencapai $7,7 miliar (5,0% dari PDB), atau meningkat $1,9 miliar dari tahun
sebelumnya. Surplus dalam transaksi berjalan ini tidak hanya didorong oleh
membaiknya neraca perdagangan migas, namun juga didorong oleh membaiknya
kinerja ekspor nonmigas, khususnya dari sektor barang industri dengan komoditi
utama barang elektronik serta sektor pertambangan dengan komoditi utama
tembaga dan nikel (Laporan tahunan BI).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
2. Tahun 2001
Perekonomian Indonesia dalam tahun 2001 mengalami perlambatan
meskipun masih relatif lebih baik dari pertumbuhan yang dialami oleh negaranegara di kawasan ASEAN. Perlambatan kegiatan perekonomian tersebut tidak
terlepas dari perkembangan kondisi di dalam dan luar negeri yang kurang
menguntungkan. Dari dalam negeri, perlambatan ini terutama disebabkan oleh
lambatnya restrukturisasi utang dan sektor korporasi, masih berlangsungnya
konsolidasi internal perbankan, serta beratnya beban keuangan pemerintah.
Sementara itu, masih tingginya risiko dan ketidakpastian sehubungan dengan
meningkatnya ketegangan sosial dan politik, serta lemahnya penegakan hukum
menyebabkan menurunnya kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan
produksi dan investasi yang pada akhirnya menghambat ekspansi ekonomi lebih
lanjut. Dari luar negeri, perkembangan perekonomian dunia yang cenderung
melambat sejak triwulan I-2001 dan kemudian menjadi lebih buruk pasca tragedi
World Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001 telah menyebabkan
perekonomian negara-negara maju terganggu, diantaranya adalah negara-negara
yang menjadi investor dan mitra dagang penting bagi Indonesia.
Hal ini menyebabkan sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan
yang semula diharapkan akan berasal dari kegiatan investasi dan ekspor, dalam
perkembangannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pertumbuhan ekonomi
pada tahun laporan sangat bertumpu pada pengeluaran konsumsi, baik untuk
sektor rumah tangga maupun pemerintah. Sementara itu, dari sisi penawaran,
hampir seluruh sektor ekonomi mencatat pertumbuhan yang positif meskipun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
dengan laju yang melambat, kecuali sektor pertambangan yang mencatat
kontraksi. Sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran
yang diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, tidak mampu
mendorong perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi terutama berkaitan dengan
berbagai kendala yang membatasi peningkatan utilisasi di kedua sektor tersebut.
Kegiatan ekonomi yang melambat tersebut pada gilirannya memberikan
dampak yang kurang menguntungkan bagi kondisi ketenagakerjaan. Pertumbuhan
angkatan kerja yang tinggi tidak dapat diimbangi oleh penyediaan lapangan kerja
secara memadai. Memburuknya kondisi ketenagakerjaan tersebut antara lain
tercermin dari meningkatnya angka pengangguran, maraknya aksi pemogokan dan
perselisihan buruh serta pemutusan hubungan kerja (Laporan Tahunan BI).
3. Tahun 2002
Bersamaan dengan membaiknya indikator makro moneter seperti inflasi,
nilai tukar, dan suku bunga, perekonomian Indonesia sepanjang 2002 secara
umum masih mengindikasikan proses pemulihan ekonomi. Produk Domestik
Bruto (PDB) 2002 dengan harga berlaku mencapai Rp1.610,0 triliun. Sementara
itu, pertumbuhan PDB 2002 dengan harga konstan mencapai 3,7%, meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,4%. Dengan pertumbuhan
tersebut, PDB 2002 dengan harga konstan baru mencapai Rp426,7 triliun, masih
lebih rendah dari PDB 1997 senilai Rp433,2 triliun. Perkembangan ini
menandakan perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih dari krisis yang
berlangsung sejak lima tahun silam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116
Aktivitas ekonomi yang meningkat tercermin dari meningkatnya
permintaan konsumsi baik di sektor rumah tangga maupun di sektor pemerintah,
sedangkan
kegiatan
investasi
belum
menunjukkan
perkembangan
yang
menggembirakan. Dari sisi permintaan luar negeri, kinerja ekspor yang
mengalami kontraksi tidak terlepas dari kondisi perekonomian dunia yang belum
pulih, persaingan yang semakin ketat di pasar global, adanya hambatan ekspor
seperti
pengalihan
perdagangan
seiring
dengan
terbentuknya blok-blok
perdagangan (trade diversion) dan proteksionisme, serta daya saing produk
Indonesia di pasar global yang menurun.
Pada sisi penawaran, seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan
positif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi,
sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor keuangan. Sementara itu, sektor
industri pengolahan dan sektor perdagangan yang memiliki pangsa dominan
dalam pembentukan PDB mengalami perlambatan. Namun melambatnya
pertumbuhan kedua sektor tersebut masih dapat diimbangi oleh membaiknya
kinerja sebagian besar sektor dalam pembentukan PDB, sehingga secara
keseluruhan pertumbuhan PDB tetap meningkat. Pertumbuhan sektor industri
pengolahan yang melemah dapat diimbangi oleh pasokan impor barang konsumsi
sehingga kondisi penawaran masih dapat memenuhi pertumbuhan permintaan
(Laporan tahunan BI).
4. Tahun 2003
Perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang membaik dan lebih
stabil selama 2003 sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
meningkat, laju inflasi dan suku bunga yang menurun tajam, dan nilai tukar rupiah
yang menguat dengan pergerakan yang lebih stabil. Walaupun demikian,
pertumbuhan ekonomi yang terjadi masih belum memadai untuk menyerap
tambahan angkatan kerja sehingga jumlah pengangguran masih mengalami
kenaikan. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh masih banyaknya permasalahan
struktural yang belum terselesaikan, dampak negatif tragedi bom di Bali, dan
perekonomian dunia yang masih lesu, terutama pada semester satu 2003
Aktivitas perdagangan dunia yang masih lesu mengakibatkan pertumbuhan
volume ekspor Indonesia, khususnya komoditas nonmigas, relatif rendah. Dalam
periode yang sama, tingkat suku bunga yang sangat rendah dan prospek usaha
yang masih terbatas di negara-negara maju telah mendorong kenaikan aliran
modal ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Jenis modal asing yang
masuk ke Indonesia lebih banyak berupa investasi portofolio daripada Penanaman
Modal Asing (PMA). Namun, peningkatan investasi portofolio tersebut lebih kecil
daripada kenaikan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan swasta sehingga
defisit lalu lintas modal mengalami sedikit kenaikan selama 2003. Dengan
perkembangan tersebut, secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
2003 masih mencatat surplus yang cukup besar. Surplus NPI tersebut telah
mendorong meningkatnya cadangan devisa di Bank Indonesia dalam jumlah
sangat signifikan menjadi $36,2 miliar.1 Jumlah tersebut setara kebutuhan
pembayaran impor dan kewajiban utang luar negeri pemerintah selama 7,1 bulan.
Penguatan rupiah menjadi salah satu faktor yang secara fundamental
mendorong penurunan laju inflasi selama 2003. Laju inflasi IHK 2003 tercatat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118
5,06%, menurun tajam dibandingkan 2002 (10,03%) dan lebih rendah daripada
sasaran inflasi 2003 (9% ± 1%). Selain nilai tukar, faktor-faktor lain yang secara
fundamental menyebabkan penurunan laju inflasi adalah menurunnya ekspektasi
inflasi dan rendahnya tekanan inflasi yang berasal dari kesenjangan permintaan
dan penawaran agregat.
Inflasi ke depan yang cenderung menurun telah memberikan peluang bagi
Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga SBI yang kemudian mendorong
perbankan untuk menurunkan suku bunga simpanan dan kredit. Sepanjang 2003,
suku bunga SBI 1 dan 3 bulan masing-masing mengalami penurunan sebesar 462
bps dan 478 bps menjadi 8,31% dan 8,34%. Sejalan dengan itu rata-rata
tertimbang suku bunga deposito 1 bulan mengalami penurunan sebesar 619 bps
hingga mencapai 6,62% dan suku bunga deposito 3 bulan turun sebesar 649 bps
menjadi 7,14%. Sementara itu, suku bunga kredit juga menurun meski dengan laju
yang lebih lambat, yaitu hanya sekitar 100-300 bps. Penurunan berbagai suku
bunga ini selanjutnya telah menciptakan iklim yang kondusif bagi sektor riil, baik
terhadap kegiatan investasi maupun konsumsi (Laporan Tahunan BI).
5. Tahun 2004
Perekonomian Indonesian pada tahun 2004 secara umum menunjukan
perbaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi
meningkat, inflasi IHK terkendali pada sasaran yang ditetapkan pada awal tahun,
nilai tukar rupiah relatif stabil, dan suku bunga masih dalam kecenderungan
menurun. Perkembangan tersebut didukung dengan kondisi perekonomian global
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119
yang kondusif, optimisme pelaku usaha terhadap membaiknya kondisi
fundamental perekonomian, serta kondisi makroekonomi yang stabil.
Sepanjang tahun 2004 perkembangan nilai tukar rupiah secara umum
bergerak relatif stabil, meskipun sempat mengalami tekanan depresiasi terutama
pada pertengahan tahun. Permintaan valas yang meningkat sejalan dengan
peningkatan kegiatan impor dan pembayaran utang luar negeri swasta secara
umum dapat dipenuhi oleh pasokan valas yang berasal dari aliran masuk modal
asing serta devisa hasil ekspor. Meskipun demikian nilai tukar rupiah sempat
mengalami tekanan depresiasi khususnya pada akhir triwulan kedua tahun
laporan. Secara rata-rata nilai tukar rupiah per dollar AS mencapai Rp8.940 atau
melemah 3,9% dari tahun sebelumnya. Depresiasi tersebut terjadi akibat
pembalikan aliran modal asing jangka pendek yang dipicu oleh penerapan
kebijakan moneter ketat di AS. Mengingat dampak gejolak nilai tukar rupiah yang
cukup besar terhadap kestabilan makroekonomi dan untuk meredam dampak
negatif yang ditimbulkan oleh aliran modal jangka pendek yang mudah berbalik
arah, pada pertengahan tahun Bank Indonesia mengeluarkan peket kebijakan
stabilisasi rupiah. Pemberlakuan kebijakan tersebut telah berhasil menurunkan
tingkat volatilitas nilai tukar rupiah selama paruh kedua 2004.
Inflasi yang diukur berdasarkan indeks harga konsumen (IHK) pada 2004
relatif terkendali dan berada pada sasaran yang ditetapkan Bank Indonesia pada
kisaran 5,5% + 1,0%. Secara fundamental peningkatan permintaan domestik dapat
diimbangi oleh memadainya pasokan barang sehingga menyebakan minimalnya
tekanan harga. Sementara itu sejalan dengan terjaganya kesetabilan nilai tukar dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120
tidak berlakunya kebijakan administered price berarti menyebabkan ekspektasi
inflasi relatif stabil sehingga inflasi inti tetap berada pada kisaran 6-7%. Dari sisi
fkator nonfundamental, tekanan inflasi bersumber dari kenaikan harga barangbarang yang termasuk dalam kelompok volatile food, yaitu barang-barang
makanan yang harganya berfluktuasi tinggi setelah pada tahun lalu mengalami
deflasisehingga inflasi IHK mencapai 6,40% y-o-y (Laporan tahunan BI).
6. Tahun 2005
Perekonomian Indonesia di 2005 tumbuh sebesar 5,6%, terutama ditopang
oleh pertumbuhan permintaan domestik yang relatif tinggi di paro pertama 2005.
Meskipun lebih tinggi dari pertumbuhan sebesar 5,1% pada 2004, laju
pertumbuhan yang dicapai 2005 lebih rendah dari perkiraan di awal tahun dan
cenderung melambat. Setelah mencapai 6,1% pada triwulan I-2005, pertumbuhan
ekonomi terus menurun hingga menjadi 5,1% pada triwulan IV-2005.
Perlambatan pertumbuhan terjadi terutama pada konsumsi dan investasi, sehingga
pola ekspansi ekonomi yang sejak triwulan II-2004 telah didukung oleh kuatnya
investasi menjadi lebih lemah sejak triwulan II-2005. Di sisi lain, melambatnya
permintaan domestik pada paro kedua 2005 juga telah mendorong menurunnya
impor, terutama impor bahan baku dan barang modal, sehingga memperbaiki
kontribusi sektor eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi.
Inflasi IHK di 2005 mengalami peningkatan tinggi mencapai 17,1%
terutama sejak kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005. Kenaikan inflasi IHK
yang sangat tajam terutama didorong oleh kenaikan harga BBM dan kenaikan
harga yang diatur Pemerintah (administered prices) lainnya, khususnya tarif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121
angkutan. Di samping menyebabkan tingginya ekspektasi inflasi, kenaikan harga
dan kelangkaan BBM telah pula menyebabkan kenaikan harga yang tinggi pada
kelompok bahan makanan yang bersifat fluktuatif (volatile foods) akibat
kelangkaan pasokan dan gangguan distribusi di berbagai daerah. Kenaikan
ekspektasi inflasi dan pelemahan nilai tukar rupiah telah menyebabkan pula
kenaikan pada inflasi inti, sementara tekanan inflasi inti yang bersumber dari
kesenjangan output relatif belum begitu besar. Dengan perkembangan tersebut,
inflasi IHK jauh lebih tinggi dari target yang ditetapkan Pemerintah, yaitu 6% ±
1% untuk 2005. Tekanan berbagai faktor yang mempengaruhi inflasi di 2005
diprakirakan masih akan berlanjut di 2006 karena pengusaha belum sepenuhnya
menyesuaikan harga barang di 2005 meskipun ongkos produksi cenderung
meningkat.
Perkembangan inflasi inti yang cukup tinggi di 2005, yaitu mencapai
9,7%, terutama disebabkan oleh tingginya ekspektasi inflasi dan depresiasi nilai
tukar. Kecenderungan peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat telah terlihat
sejak triwulan I-2005 berkaitan dengan rencana Pemerintah untuk menyesuaikan
harga BBM di dalam negeri dengan harga minyak dunia serta perkembangan nilai
tukar yang cenderung melemah. Namun demikian, tekanan dari pass-through nilai
tukar tersebut relatif minimal terkait dengan kecenderungan pengusaha untuk
menahan kenaikan harga barang seiring dengan daya beli masyarakat yang masih
lemah. Besarnya tekanan kenaikan harga BBM antara lain tercermin dari
perkembangan inflasi core traded yang relatif stabil meskipun terjadi lonjakan
inflasi yang signifikan pada kelompok traded pada akhir 2005. Sementara itu,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122
tekanan inflasi yang bersumber dari permintaan dan penawaran selama 2005
relatif tidak signifikan. Hal ini diindikasikan oleh output gap yang masih negatif
walaupun cenderung semakin menyempit tercermin dari tingkat utilisasi kapasitas
terpasang yang pada triwulan III-2005 yang mencapai sekitar 70% (Laporan
tahunan BI).
7. Tahun 2006
Pertumbuhan ekonomi pada 2006 masih dalam tren membaik, meskipun
daya beli masyarakat menurun pascakenaikan harga BBM di Oktober 2005.
Dalam periode pelaku ekonomi masih melakukan penyesuaian terhadap dampak
kenaikan harga BBM tersebut, perekonomian pada 2006 masih tumbuh 5,5% atau
hanya sedikit menurun dibandingkan pertumbuhan pada 2005 sebesar 5,7%.
Kinerja perekonomian tersebut banyak dipengaruhi peran kuat stimulus fiskal dan
dampak positif peningkatan harga komoditas primer dunia. Stimulus fiskal
memberikan dampak pengganda dalam menahan pelambatan pertumbuhan
konsumsi swasta. Stimulus fiskal ini lebih jauh juga cukup berperan menopang
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengingat peran investasi swasta
menurun dibandingkan 2005. Sementara itu, masih tingginya harga komoditas
primer di pasar dunia berdampak positif terhadap kinerja ekspor yang tetap kuat
selama 2006, meskipun melambat dibandingkan pertumbuhan pada 2005. Peran
kedua faktor tersebut dalam perkembangannya mampu mendorong percepatan
pemulihan ekonomi yang mulai terjadi sejak paro kedua 2006.
Selama
meningkatkan
2006
Pemerintah
kapasitas
membuat
berbagai
perekonomian, namun
commit to user
kebijakan
diperkirakan
baru
untuk
dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123
berpengaruh secara signifikan dalam jangka menengah. Beberapa paket kebijakan
di bidang industri dan perdagangan, infrastruktur dan iklim investasi telah
digulirkan, meskipun belum sepenuhnya dapat diimplementasikan sesuai rencana.
Di bidang industri dan perdagangan, berbagai kebijakan yang telah dilaksanakan
antara lain berupa harmonisasi tarif untuk mengurangi distorsi tata niaga,
pencabutan tarif multiguna listrik, dan peraturan di bidang perizinan perdagangan.
Di bidang iklim investasi dan infrastruktur, Pemerintah menerbitkan Inpres No. 3
tahun 2006 yang antara lain mencakup bidang umum, perpajakan, kepabeanan,
ketenagakerjaan, dan UMKM. Beberapa implementasi kebijakan tersebut antara
lain mencakup percepatan pengurusan dokumen impor, pengurusan ijin usaha, dan
penanganan pengembalian pajak. Sementara itu, berbagai peraturan di bidang
pengembangan infrastruktur telah dikeluarkan seperti kebijakan strategis lintas
sektoral serta transaksi proyek pembangunan infrastruktur (Laporan tahunan BI).
8. Tahun 2007
Tahun 2007 diawali dengan tingginya optimisme masyarakat terhadap
prospek ekonomi ke depan. Memasuki tahun itu, perekonomian Indonesia meraih
kembali stabilitas makroekonomi pascagejolak harga minyak pada akhir tahun
2005 yang dampaknya terasa hingga pertengahan tahun 2006. Optimisme itu
dilandasi oleh meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan
kebijakan makroekonomi yang didukung oleh keselarasan arah kebijakan moneter
yang konsisten terhadap pencapaian sasaran inflasi dan kebijakan fiskal yang
berkomitmen kuat terhadap terjaganya kesinambungan fiskal. Seiring dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124
meningkatnya kredibilitas pengelolaan kebijakan makro, kepercayaan masyarakat
internasional terhadap perekonomian Indonesia menguat.
Dalam perjalanannya, pada paruh kedua tahun 2007 perekonomian
Indonesia kembali menghadapi tantangan yang datang dari perekonomian global,
termasuk rambatan krisis subprime mortgage di AS, serta tingginya harga minyak
dan komoditas internasional lainnya. Perkembangan harga minyak dunia yang
membubung mendekati $100 per barel1 mendorong tingginya permintaan valas
untuk kegiatan impor dan memperberat beban fiskal, terutama untuk menutup
kebutuhan subsidi BBM yang membengkak. Rambatan krisis subprime mortgage
menimbulkan kecemasan yang meluas terhadap perlambatan laju pertumbuhan
ekonomi dunia dan mendorong investor global untuk menghindari aset yang
dipandang berisiko tinggi (flight to quality), terutama aset-aset dari negara
emerging markets termasuk Indonesia. Perkembangan tersebut juga memicu
pembalikan arus investasi portofolio asing (capital reversal) di pasar keuangan
domestik terutama di pasar SBI, SUN, dan pasar modal.
Perkembangan nilai tukar yang relatif stabil mendukung perkembangan
inflasi IHK menjadi relatif stabil dan berada pada kisaran sasaran yang ditetapkan.
Di samping itu, stabilitas perkembangan IHK juga ditopang oleh menurunnya
inflasi komoditas makanan yang bergejolak (volatile foods) dan rendahnya inflasi
komoditas yang harganya diatur pemerintah (administered prices). Keberhasilan
pencapaian inflasi tersebut tidak terlepas dari dukungan Pemerintah dalam
mengendalikan faktor-faktor yang memengaruhi inflasi, terutama yang bersumber
dari kenaikan harga-harga komoditas dunia, termasuk harga komoditas nonmigas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125
Selain itu, pencapaian inflasi juga didukung oleh komitmen Pemerintah untuk
tidak mengubah administered prices komoditas strategis (Bahan Bakar Minyak
atau BBM dan Tarif Dasar Listrik atau TDL). Kredibilitas kebijakan yang
semakin membaik berpengaruh positif terhadap ekspektasi inflasi masyarakat
yang pada gilirannya dapat memfasilitasi pencapaian sasaran inflasi yang
ditetapkan (Laporan tahunan BI).
9. Tahun 2008
Pada tahun 2008, kondisi perekonomian Indonesia kembali diwarnai oleh
perkembangan yang sangat dinamis dan penuh tantangan akibat gejolak
perekonomian dunia yang relatif drastis perubahannya. Meskipun tumbuh tinggi
sampai dengan triwulan III-2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara drastis
melambat pada triwulan IV-2008 seiring dengan perlambatan ekonomi dunia yang
semakin dalam. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh komponen
permintaan agregat, terutama ekspor yang anjlok secara tajam seiring dengan
turunnya harga komoditas dan pertumbuhan negara mitra dagang.
Perlambatan ekonomi dunia yang tajam dan krisis keuangan global belum
ada indikasi kuat akan mereda dalam waktu dekat. Meluasnya imbas
permasalahan sektor perumahan di Amerika Serikat (AS) dan upaya penyelamatan
yang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Sentral terhadap beberapa lembaga
pembiayaan masih direspon secara negatif oleh pasar sehingga menimbulkan
intensitas gejolak yang semakin tinggi di pasar keuangan global. Ketidakstabilan
di pasar keuangan ini selanjutnya memicu sentimen negatif yang menyurutkan
risk appetite investor sehingga memunculkan tren perubahan komposisi portofolio
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126
global. Disamping tingginya faktor ketidakpastian, ketatnya likuiditas semakin
memperberat usaha peningkatan ekspor dan mendorong penarikan investasi asing
dari emerging market termasuk dari Indonesia.
Dampak krisis global juga tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah
yang ditandai oleh tekanan depresiasi yang tinggi dan volatilitas yang meningkat,
terutama sejak Oktober 2008. Selama semester I-2008, surplus neraca transaksi
berjalan dan respons kebijakan ekonomi makro yang prudent mampu meredam
tekanan yang ditimbulkan oleh gejolak eksternal. Namun sejak triwulan III-2008,
imbas krisis pasar keuangan global semakin kuat seiring dengan jatuhnya berbagai
lembaga keuangan besar di AS serta proses deleveraging di pasar keuangan
global. Meningkatnya risiko secara global memicu pelepasan investasi portofolio
asing di pasar keuangan domestik. Di pihak lain, neraca transaksi berjalan mulai
tertekan akibat jatuhnya harga komoditas dan merosotnya kegiatan ekonomi mitra
dagang. Perkembangan tersebut menyebabkan rupiah tertekan hingga sempat
mencapai Rp12.150 per dolar AS di November 2008 disertai melonjaknya
volatilitas yang mencapai 4,67%. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah terdepresiasi
sebesar 5,4% dari Rp9.140 tahun 2007 menjadi Rp9.666 tahun 2008 (Laporan
tahunan BI).
10. Tahun 2009
Kondisi perekonomian global yang masih mengalami tekanan akibat krisis
menghadapkan perekonomian Indonesia pada beberapa tantangan yang tidak
ringan pada tahun 2009. Tantangan tersebut cukup mengemuka terutama pada
awal tahun 2009, akibat masih kuatnya dampak krisis perekonomian global yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127
mencapai puncaknya pada triwulan terakhir tahun 2008. Ketidakpastian yang
terkait dengan sampai seberapa dalam kontraksi global dan sampai seberapa cepat
pemulihan ekonomi global akan terjadi, bukan saja menyebabkan tingginya risiko
di sektor keuangan, tetapi juga berdampak negatif pada kegiatan ekonomi di
sektor riil domestik. Kondisi ini mengakibatkan stabilitas moneter dan sistem
keuangan pada triwulan I 2009 masih mengalami tekanan berat, sementara
pertumbuhan ekonomi masih dalam tren menurun akibat kontraksi ekspor barang
dan jasa yang cukup dalam. Perkembangan yang kurang menguntungkan tersebut
pada gilirannya telah menurunkan kepercayaan pelaku ekonomi di sektor
keuangan dan sektor riil, serta berisiko menurunkan berbagai capaian positif
beberapa tahun sebelumnya.
Sejumlah kebijakan telah ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah
untuk menghadapi tantangan tersebut sepanjang tahun 2009. Kebijakan yang
diambil pada prinsipnya merupakan lanjutan dari berbagai kebijakan yang telah
ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah sejak triwulan IV 2008. Di tengah
kondisi masih kuatnya ketidakpastian di sektor keuangan dan sektor riil, berbagai
kebijakan diarahkan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem
keuangan, dan daya tahan perekonomian domestik. Di bidang moneter, Bank
Indonesia menempuh kebijakan pelonggaran moneter yang dilengkapi dengan
berbagai kebijakan lainnya, termasuk upaya meredam volatilitas yang berlebihan
di pasar valuta asing. Kebijakan Bank Indonesia di bidang perbankan diarahkan
untuk memperkuat daya tahan industri perbankan dengan tetap melanjutkan
upaya-upaya untuk meningkatkan peran intermediasi perbankan. Di bidang fiskal,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128
Pemerintah dengan dukungan persetujuan DPR mengeluarkan berbagai kebijakan
stimulus, baik melalui insentif pajak maupun upaya menjaga daya beli
masyarakat. Pemerintah pada awal tahun juga menurunkan harga BBM bersubsidi
untuk premium dan solar. Di samping itu, Pemerintah mengimplementasikan
kebijakan sektoral untuk memperkuat daya tahan perekonomian domestik
(Laporan tahunan 2009).
11. Tahun 2010
Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 terus membaik, didukung oleh
permintaan domestik yang solid dan kondisi eksternal yang kondusif. Pemulihan
ekonomi global yang berangsur mulai terjadi sejak paruh pertama 2009 masih
terus berlanjut di tahun 2010, ditopang oleh tingginya pertumbuhan ekonomi di
negara-negara emerging markets. Sejalan dengan proses perbaikan tersebut, harga
komoditas global terus menunjukkan peningkatan sehingga meningkatkan tekanan
inflasi, khususnya di negara-negara emerging markets. Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju relatif masih terbatas dengan
tekanan inflasi yang masih rendah. Kondisi tersebut mendorong negara-negara
emerging markets mulai menempuh kebijakan moneter yang ketat baik melalui
kebijakan makroprudensial maupun melalui peningkatan suku bunga acuan.
Sebaliknya negara-negara maju cenderung menerapkan kebijakan moneter yang
masih longgar dengan mempertahankan tingkat suku bunga pada level yang
rendah, bahkan beberapa negara maju melakukan injeksi likuiditas yang cukup
besar (quantitative easing). Perbedaan kinerja dan respons kebijakan antara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129
negaranegara emerging markets dan negara-negara maju mengakibatkan derasnya
arus modal masuk ke negara- negara emerging markets, termasuk Indonesia.
Perkembangan yang kondusif di perekonomian global tersebut mendukung
kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2010. Pada tahun laporan, NPI
mencatat surplus yang cukup besar mencapai 30,3 miliar dolar AS, baik yang
bersumber dari transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial. Ekspor
mencatat pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu mempertahankan surplus
transaksi berjalan di tengah impor dan pembayaran transfer pendapatan yang
meningkat tajam. Sementara itu, seiring dengan kuatnya aliran masuk modal
asing, neraca transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang sangat besar
dengan komposisi yang semakin membaik. Hal ini tercermin dari kuatnya aliran
masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung (FDI) yang meningkat tajam,
di samping investasi dalam bentuk portofolio yang juga meningkat cukup
signifikan. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir
tahun 2010 tercatat sebesar 96,2 miliar dolar AS, cukup memadai untuk
mendukung kebutuhan impor dan kewajiban eksternal, serta memberikan
keyakinan dalam menjaga stabilitas nilai tukar.
Inflasi Indeks Harga Komsumen (IHK) pada tahun 2010 tercatat 6,96%,
lebih tinggi dari target yang ditetapkan sebesar 5%±1%. Sampai dengan
pertengahan tahun laporan, stabilitas harga masih cukup terjaga sebagaimana
tercermin dari inflasi yang relatif rendah (5,05%). Memasuki triwulan III 2010,
intensitas gangguan dari sisi pasokan, khususnya bahan makanan, meningkat
tajam akibat anomali cuaca baik di tingkat global maupun domestik. Kondisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130
tersebut memicu lonjakan harga komoditas pangan di pasar global, dan dalam
waktu yang bersamaan kenaikan yang tinggi pada hargaharga komoditas tersebut
juga terjadi di pasar domestik. Komoditas bahan pokok seperti beras dan aneka
bumbu memberi kontribusi kenaikan harga yang sangat besar sehingga inflasi
kelompok volatile food mencapai 17,74%, lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang hanya sebesar 3,95%. Meski pada tahun laporan terdapat
lonjakan inflasi volatile food, inflasi inti tetap terjaga pada level yang cukup
rendah, yaitu 4,28%. Hal ini didukung oleh terkendalinya faktor fundamental
sebagaimana diindikasikan oleh nilai tukar rupiah yang menguat, ekspektasi
inflasi yang terjaga, serta kapasitas perekonomian yang sejauh ini masih dapat
memenuhi peningkatan permintaan. Sementara itu, kelompok administered prices
menunjukkan inflasi yang moderat, yaitu sebesar 5,40% (Laporan tahunan BI).
C. Analisis Hasil Penelitian
Pada sub bab ini akan dibahas hasil penelitian mengenai jalur suku bunga
dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Sistematika pembahasannya diawali
dengan uji stasioneritas, uji kelambanan (lag) optimal, uji kausalitas granger, hasil
estimasi VAR, responsi terhadap adanya inovasi (impulse response) dan dekomposisi
varian (varian Decomposition).
1. Uji Prasyarat dalam Model VAR
a. Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas variabel dilakukan dengan Uji Akar Unit metode
Augmented Dickey- Fuller test (ADF) dengan cara membandingkan antara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131
ADF statistic dengan critical values Mac Kinnon pada derajat signifikansi 1%,
5% dan 10%. Dari uji stasioneritas disimpulkan tidak menolak Ho artinya
keenam variabel mengandung akar unit, kecuali untuk variabel L(OG) yang
sudah stasioner. Untuk alasan itu, maka dilakukan uji stasioneritas pada first
difference.
Tabel 4.1 Uji ADF pada Tingkat Level
Variabel
Uji ADF tingkat level
Keterangan
rSBI
-0.746096
Tidak Stasioner
rPUAB
-1.349146
Tidak Stasioner
L(M2)
0.751163
Tidak Stasioner
L(OG)
-5.752809
Stasioner
INF
-1.539271
Tidak Stasioner
Sumber : Eviews, diolah
Test critical values: 1% level
-3.592462
5% level
-2.931404
10% level
-2.603944
Tabel 4.2 Uji ADF tingkat 1st Difference
Variabel
Uji ADF tingkat level
Keterangan
rSBI
-3.285426
Stasioner
rPUAB
-6.824434
Stasioner
L(M2)
-10.99365
Stasioner
L(OG)
-8.502866
Stasioner
INF
-6.709787
Stasioner
Sumber : Eviews, diolah
Test critical values: 1% level
-3.596616
5% level
-2.933158
10% level
-2.604867
Dari hasil Uji Augmented Dickey- Fuller test (ADF) pada first
difference menunjukan bahwa masing-masing variabel telah berintegrasi pada
derajat pertama atau I(1).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132
b. Uji Tingkat Kelambanan (Lag) Optimal
Pada metode VAR, penetapan tingkat kelambanan (lag) menjadi sangat
penting, karena variabel independen yang dipakai adalah kelambanan dari
variabel endogennya (Hakim, 2000). Dari tingkat kelambanan itulah dapat
diketahui pengaruh jalur suku bunga yang terdiri dari suku bunga SBI, suku
bunga PUAB, Money Supply dan Output terhadap sasaran akhir Inflasi dalam
mekanisme transmisi kebijakan moneter. Nilai dari lag optimal ini
diinterpretasikan bahwa semakin kecil nilainya akan dinilai lebih baik, karena
artinya pengaruh dari kebijakan tersebut dapat berpengaruh terhadap kondisi
makro ekonomi dengan waktu yang lebih singkat. Penetapan tingkat
kelambanan optimal ini menggunakan nilai Akaike Information Creteria (AIC)
dan Schwartz Creteria (SC). Penetapan tingkat kelambanan penelitian ini
didasarkan atas nilai terendah dari Akaike Information Creteria (AIC) dan
Schwartz Creteria (SC) yang dihasilkan dari operasi metode VAR dengan
membandingkan kelambanan 1, 2, 3, 4, dan 5.
Masing-masing nilai dari
tingkat kelambanan dapat dilihat pada tabel. 4.3.
Tabel 4.3 Nilai Kriteria Akaike dan Schwartz pada Masing-Masing
Tingkat Kelambanan
Tingkat
Akaike
Schwartz
Kelambanan
1
-1.806425
-0.526762*
2
-2.444511
-0.098463
3
-1.813384
1.599050
4
-2.571214
1.907606
5
-4.090297
1.454909
Sumber : Eviews, diolah
* : tingkat lag yang digunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133
Hasil penggolahan data yang menggunakan metode VAR untuk
mengetahui pengaruh jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan
moneter, nilai terendah dari kriteria informasi Akaike (AIC) terletak pada tingkat
kelambanan 5, sedangkan dengan menggunakan kriteria informasi Schwartz (SIC)
terletak pada tingkat kelambanan 1
2. Uji Kausalitas Granger
Uji Kausalitas Granger antar variable penelitian dimaksudkan untuk
mengetahui dan membuktikan arah hubungan jangka pendek antar variabel
(Widarjono,2007:244).
Uji Kausalitas Granger pada intinya dapat mengindikasikan apakah suatu
variabel mempunyai hubungan dua arah, atau hanya satu
arah saja
(Nachrowi,2006:262).
Dari hasil Uji Kausalitas variabel penelitian yang ditunjukan oleh tabel 4.5
diketahui bahwa rPUAB dengan Log INF, rSBI dengan Log INF, Log OG dengan
rPUAB, Log OG dengan rSBI, rPUAB dengan rSBI memiliki hubungan satu arah.
Sementara itu, Log M2 dengan Log INF, Log INF dengan Log M2, Log
OG dengan Log INF, Log INF dengan Log OG, Log INF dengan rPUAB, Log
INF dengan rSBI, Log OG dengan Log M2, Log M2 dengan Log OG, rPUAB
dengan Log M2, Log M2 dengan rPUAB, rSBI dengan Log M2, Log M2 dengan
rSBI, rPUAB dengan Log OG, rSBI dengan Log OG, rPUAB dengan rSBI, tidak
ditemukan hubungan yang signifikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134
Tabel 4.4 Uji Kausalitas Granger
Null Hypothesis:
LOG_M2 does not Granger Cause LOG_INF
LOG_INF does not Granger Cause LOG_M2
Obs
43
F-Statistic
2.18084
1.74664
Prob.
0.1476
0.1938
LOG_OG does not Granger Cause LOG_INF
LOG_INF does not Granger Cause LOG_OG
43
1.50248
0.75502
0.2275
0.3901
RPUAB does not Granger Cause LOG_INF
LOG_INF does not Granger Cause RPUAB
43
5.31308
0.26636
0.0264*
0.6086
RSBI does not Granger Cause LOG_INF
LOG_INF does not Granger Cause RSBI
43
8.37123
1.43194
0.0061*
0.2385
LOG_OG does not Granger Cause LOG_M2
LOG_M2 does not Granger Cause LOG_OG
43
0.00967
0.10366
0.9222
0.7492
RPUAB does not Granger Cause LOG_M2
LOG_M2 does not Granger Cause RPUAB
43
0.08595
1.87823
0.7709
0.1782
RSBI does not Granger Cause LOG_M2
LOG_M2 does not Granger Cause RSBI
43
0.36832
3.01158
0.5473
0.0904
RPUAB does not Granger Cause LOG_OG
LOG_OG does not Granger Cause RPUAB
43
1.91905
7.76840
0.1736
0.0081*
RSBI does not Granger Cause LOG_OG
LOG_OG does not Granger Cause RSBI
43
2.84044
6.35274
0.0997
0.0158*
RSBI does not Granger Cause RPUAB
RPUAB does not Granger Cause RSBI
43
16.4452
1.99489
0.0002*
0.1656
Sumber : Eviews, diolah
* : menunjukan signifikan dibawah 5%
Gambar 4.1
Hubungan Kausalitas
Log OG
rSBI
Log INF
commit to user
rPUAB
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135
3. Hasil Estimasi VAR
Analisis mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui Jalur Suku
Bunga didasarkan pada hasil Estimasi VAR yang terdiri dari Uji Impulse Respon,
hasil Uji Variance Decomposition, dan Uji Kausalitas Granger.
a. Pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam mekanisme transmisi
kebijakan moneter.
(1) Impulse Respon
(a) Tahap pertama
Pada tahap ini diuraikan mengenai analisis hubungan antara instrumen
kebijakan moneter rSBI dengan rPUAB sebagai sasaran operasional
kebijakan moneter. Gambar 4.1 (a) menunjukan bahwa respons rPUAB
terhadap shock rSBI mengalami peningkatan satu standar deviasi rSBI
dan mencapai titik tertinggi pada periode keempat dan setelah periode
tersebut
rPUAB
berangsur-angsur
menuju
posisi
keseimbangan
(konvergen). Gambar 4.1 (a) juga menunjukan bahwa diperlukan time lag
2 (dua) triwulan bagi rPUAB untuk dapat merespon shock rSBI dan
respons rPUAB terhadap shock rSBI relatif lemah.
(b)Tahap kedua
Pada tahap ini diuraikan mengenai hubungan antara rPUAB dengan Log
INF. Gambar 4.1 (b) menunjukan bahwa respon Log INF terhadap shock
rPUAB mengalami peningkatan satu standar deviasi rPUAB yang
mencapai titik tertinggi pada periode kelima setelah terjadi shock. Setelah
periode
tersebut
Log M2 berangsur-angsur
commit to user
menuju
keposisi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136
keseimbangan (konvergen). Gambar 4.1 (b) juga menunjukan bahwa
diperlukan time lag 2 (satu) triwulan bagi Log INF untuk dapat
merenspon shock rPUAB, respons Log M2 terhadap shock rPUAB relatif
lemah.
(c) Tahap ketiga
Pada tahap ini diuraikan mengenai anaisis hubungan antara rSBI dengan
Log INF. Gambar 4.1 (c) menunjukan bahwa respons Log INF terhadap
shock rSBI mengalami kenaikan satu standar deviasi Log INF yang
mencapai titik tertinggi pada periode kelima setelah terjadi shock. Setelah
periode tersebut, Log INF mengalami penurunan dan bergerak menuju
daerah keseimbangan setelah periode kelima. Dari gambar 4.1 (c) tampak
bahwa diperlukan time lag 1 (satu) triwulan bagi Log INF untuk
merespon shock rSBI dan respon Log INF terhadap shock rSBI relatif
kuat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
137
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of RPUAB to RSBI
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(a)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of LOG_INF to RPUAB
.08
.06
.04
.02
.00
-.02
1
2
3
4
5
6
(b)
commit to user
7
8
9
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
138
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of LOG_INF to RSBI
.08
.06
.04
.02
.00
-.02
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(c)
Gambar 4.2 Hasil Uji Impulse Respons
Sumber : Hasil Perhitungan dengan Eviews
Dari hasil analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa mekanisme
transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga, sejak dari perubahan
kebijakan moneter melalui shock rSBI hingga terwujudnya sasaran akhir
kebijakan moneter (inflasi) membutuhkan tenggat waktu (time lag) atau
dengan kecepatan 5 triwulan atau 1 tahun 3 bulan.
Gambar 4.3
Time lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga
Suku Bunga
SBI
2
Suku Bunga
PUAB
Inflasi
2
1
Keterangan: Angka-angka pada jalur merupakan time lag atau kecepatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
139
(2) Variance Decomposition
Dari tabel 4.5 Variance Decomposition terlihat bahwa pada periode
pertama, variasi inflasi dapat dijelaskan oleh inflasi sendiri adalah sebesar
100%, rSBI sebesar 0,00%, rPUAB sebesar 0,00%, Log M2 sebesar 0,00%,
dan Log OG sebesar 0,00%. Kemudian pada periode kedua, variasi inflasi
dapat dijelaskan oleh inflasi sendiri adalah sebesar 96,90%, rSBI sebesar
1,16%, rPUAB sebesar 0,19%, Log M2 sebesar 0,02%, dan Log OG sebesar
1,70%.
Selanjutnya pada periode kelima variasi inflasi yang dapat dijelaskan
oleh inflasi sendiri semakin menurun menjadi 83,03%, rSBI meningkat
menjadi 11,11%, rPUAB menjadi 2,42%, Log M2 menjadi 0,57% dan Log
OG menjadi 2,84%. Sampai sepuluh periode mendatang variasi inflasi yang
dapat dijelaskan inflasi sendiri semakin menurun menjadi 67,75%, rSBI
meningkat menjadi 17,54%, rPUAB meningkat menjadi 4,33%, Log M2
menjadi 1,00% dan Log OG meningkat menjadi 9,36%.
Hasil ini menunjukan bahwa rSBI merupakan variabel yang terkuat
dalam merespon dan mampu menjelaskan variasi sasaran akhir kebijakan
moneter di Indonesia pada periode (lag) kelima yaitu sebesar 11,11%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
140
Tabel 4.5 Variance Decomposition
Variance Decomposition of LOG_INF:
Period
S.E.
LOG_INF
1
0.064921
100.0000
2
0.080869
96.90662
3
0.087787
93.54703
4
0.091761
88.61255
5
0.094987
83.03286
6
0.098057
77.94588
7
0.100939
73.94712
8
0.103475
71.08077
9
0.105573
69.11289
10
0.107236
67.75197
Sumber : Eviews, diolah
LOG_M2
0.000000
0.028572
0.235771
0.459069
0.573525
0.576411
0.544174
0.566150
0.708134
1.004459
LOG_OG
0.000000
1.701716
1.474660
1.735782
2.848758
4.469922
6.139883
7.563847
8.634985
9.363991
RPUAB
0.000000
0.196462
0.715979
1.526241
2.426066
3.208455
3.771271
4.113118
4.282223
4.336260
RSBI
0.000000
1.166629
4.026557
7.666355
11.11879
13.79933
15.59755
16.67612
17.26177
17.54333
b. Pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam mekanisme transmisi
kebijakan moneter.
(1) Impulse Respon
Untuk melihat pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dapat
dilihat dari hasil analisis impulse respon dibawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
141
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of RSBI to LOG_OG
.8
.6
.4
.2
.0
-.2
-.4
-.6
-.8
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(a)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of RPUAB to RSBI
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
1
2
3
4
5
6
(b)
commit to user
7
8
9
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
142
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of RPUAB to LOG_OG
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(c)
Gambar 4.4 Hasil Uji Impulse Respons
Sumber : Hasil Perhitungan dengan Eviews
(a) Tahap pertama
Pada tahap ini diuraikan mengenai analisis hubungan antara instrumen
kebijakan moneter rSBI dengan output gap. Gambar 4.4 (a) menunjukan
bahwa respons rSBI terhadap shock output gap mengalami peningkatan
satu standar deviasi rSBI dan mencapai titik tertinggi pada periode kedua
dan setelah periode tersebut rSBI berangsur-angsur menuju posisi
keseimbangan (konvergen). Gambar 4.4 (a) juga menunjukan bahwa
diperlukan time lag 1 (satu) triwulan bagi rSBI untuk dapat merespon
shock output gap dan respons rSBI terhadap shock output gap relatif
kuat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
143
b) Tahap kedua
Pada tahap ini diuraikan mengenai analisis hubungan antara instrumen
kebijakan moneter rSBI dengan rPUAB sebagai sasaran operasional
kebijakan moneter. Gambar 4.4 (b) menunjukan bahwa respons rPUAB
terhadap shock rSBI mengalami peningkatan satu standar deviasi rSBI
dan mencapai titik tertinggi pada periode keempat dan setelah periode
tersebut
rPUAB
berangsur-angsur
menuju
posisi
keseimbangan
(konvergen). Gambar 4.4 (b) juga menunjukan bahwa diperlukan time
lag 2 (dua) triwulan bagi rPUAB untuk dapat merespon shock rSBI dan
respons rPUAB terhadap shock rSBI relatif lemah.
c) Tahap ketiga
Pada tahap ini diuraikan mengenai anaisis hubungan antara rPUAB
dengan output gap. Gambar 4.4 (c) menunjukan bahwa respons rPUAB
terhadap shock output gap mengalami kenaikan satu standar deviasi
rPUAB yang mencapai titik tertinggi pada periode kedua setelah terjadi
shock. Setelah periode tersebut, rPUAB mengalami penurunan dan
bergerak menuju daerah keseimbangan setelah periode kedua. Dari
gambar 4.4 (c) tampak bahwa diperlukan time lag 1 (satu) triwulan bagi
Log INF untuk merespon shock rSBI dan respon Log INF terhadap shock
rSBI relatif kuat.
Sedangkan pengaruh jalur suku bunga yang terdiri dari suku bunga
SBI, suku bunga PUAB, dan output gap membutuhkan tenggat waktu (time
lag) 4 triwulan atau 1 tahun untuk mempengaruhi output gap. Untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
144
jelasnya mengenai time lag sejak dari shock output gap hingga berpengaruh
terhadap rSBI dan rPUAB dapat dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5
Time lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga
1
Output Gap
1
Suku Bunga
SBI
2
Suku Bunga
PUAB
Keterangan: Angka-angka pada jalur merupakan time lag atau kecepatan
(2) Variance Decomposition
Untuk output gap pada periode pertama pada tabel 4.6 dijelaskan
oleh variabel output gap sendiri sebesar 97,29%, rSBI sebesar 0,00%,
rPUAB sebesar 0,00%, Log M2 sebesar 1,32%, dan Log INF sebesar
1,38%. Semua variabel rata-rata mengalami kenaikan setelah periode
pertama,kecuali variabel output gap sendiri dimana pada periode kedua
sebesar 95,16%, dan periode ketiga sebesar 93,80% dan pada periode
kesepuluh sebesar90,26%.
Untuk rSBI pada periode kelima sebesar 3,23% dan pada periode
akhir sebesar 3,62%, untuk rPUAB pada periode kelima sebesar 0,48% dan
pada periode terakhir sebesar 0,71%. Untuk Log M2 pada periode kelima
sebesar 2,37% dan pada periode kesepuluh sebesar 2,35%. Dan untuk Log
INF pada periode kelima sebesar 1,99% dan pada periode akhir sebesar
3,03%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
145
Hasil ini menunjukan bahwa rSBI merupakan variabel yang terkuat
dalam merespon dan mampu menjelaskan variasi output gap di Indonesia
pada periode (lag) keempat yaitu sebesar 2,85%.
Tabel 4.6 Variance Decomposition
Variance Decomposition of LOG_OG:
Period
S.E.
LOG_INF
1
0.343065
1.382435
2
0.346917
1.680374
3
0.349760
1.653689
4
0.352476
1.754250
5
0.354900
1.994415
6
0.356830
2.288639
7
0.358220
2.564100
8
0.359138
2.783161
9
0.359701
2.937055
10
0.360026
3.033797
Sumber : Eviews, diolah
LOG_M2
1.320414
1.835177
2.153569
2.312665
2.372645
2.381246
2.370415
2.358397
2.353561
2.358103
LOG_OG
97.29715
95.16669
93.80705
92.74970
91.91409
91.28777
90.84764
90.55660
90.37375
90.26258
RPUAB
0.000000
0.017946
0.149383
0.327369
0.484191
0.595102
0.662102
0.696979
0.712125
0.717028
RSBI
0.000000
1.299810
2.236312
2.856016
3.234655
3.447239
3.555738
3.604861
3.623510
3.628488
4. Uji Signifikasi Parameter
a. Uji t
Tabel 4.7
Koefisien dan Nilai t Statistik Hasil Estimasi VAR
LOG_INF(-1)
LOG_M2(-1)
LOG_OG(-1)
RPUAB(-1)
RSBI(-1)
C
LOG_INF
0.676125
[ 5.98452]*
-0.063882
[-0.67370]
-0.041023
[-1.32877]
-0.002870
[-0.30546]
0.012497
[ 1.48165]
1.008648
[ 1.36191]
LOG_M2
-0.039412
[-1.50599]
0.987026
[ 44.9368]*
-0.002039
[-0.28507]
0.002213
[ 1.01687]
-0.001852
[-0.94810]
0.178774
[ 1.04209]
LOG_OG
-0.241736
[-0.40490]
-0.519031
[-1.03582]
0.055299
[ 0.33896]
0.023919
[ 0.48172]
-0.056588
[-1.26961]
4.353620
[ 1.11242]
Sumber : Eviews, diolah
Ket
: - angka dalam kurung adalah nilai t
- t tabel = 2,04 (α = 5%; df : 44 - 6 = 38)
- tanda * menunjukan
signifikan
commit
to user
RPUAB
1.745760
[ 0.91067]
-0.044772
[-0.02783]
1.515297
[ 2.89260]*
0.342144
[ 2.14600]*
0.551018
[ 3.85014]*
-3.834966
[-0.30517]
RSBI
-3.000692
[-1.78365]
-3.690445
[-2.61366]
0.990481
[ 2.15452]*
-0.061294
[-0.43808]
1.006546
[ 8.01414]*
29.10482
[ 2.63913]*
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
146
Berdasarkan tabel 4.6 diatas memperlihatkan bahwa berdasarkan uji t
variabel LOG_INF(-1), LOG_M2(-1), RPUAB(-1), RSBI(-1) berpengaruh
signifikan terhadap dirinya sendiri. Variabel RPUAB selain signifikan
dipengaruhi oleh RPUAB(-1) juga dipengaruhi oleh LOG_OG(-1) dan RSBI(1). Sedangkan variabel RSBI selain dipengaruhi oleh RSBI(-1) juga
dipengaruhi oleh LOG_OG(-1). Sementara itu, tidak ada satupun variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap LOG_OG.
b. Uji F
Uji F memperlihatkan signifikasi parameter secara bersama-sama pada
tiap persamaan. Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa berdasarkan nilai F statistik,
persamaan dengan variabel dependent LOG_INF, LOG_M2, RPUAB, dan
RSBI menunjukan hasil yang signifikan 5%. Artinya variabel LOG_INF,
LOG_M2,
RPUAB,
RSBI
secara
bersama-sama
signifikan
dalam
mempengaruhi perubahan LOG_INF, LOG_M2, LOG_OG, RPUAB, dan
RSBI.
Tabel 4.8
Nilai F Statistik Hasil Estimasi VAR
Variabe Dependent
F-statistic
LOG_INF
37.83218*
LOG_M2
1002.132*
Sumber : Eviews, diolah
Ket
: - F tabel = 2,34
- (α = 5%; n-k = (44-6) = 38, k = 6
- tanda * menunjukan signifikan
commit to user
LOG_OG
0.879074
RPUAB
RSBI
62.65303* 96.81137*
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
147
c. Uji Goodness of Fit (R2)
Uji ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar variasi dari variabelvariabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Dari hasil estimasi
data dengan motode VAR, berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa inflasi
dijelaskan sekitar 83% oleh variasi dari variabel independennya, variabel
jumlah uang beredar (M2) dijelaskan sekitar 99% oleh variasi dari variabel
independennya. Variabel output gap dijelaskan sekitar 10% oleh variasi dari
variabel independennya, dan variabel suku bunga PUAB dijelaskan sekitar
89% oleh variasi dari variabel independennya. Sedangkan variabel suku bunga
SBI dijelaskan sekitar 92% oleh variasi dari variabel independennya.
Tabel 4.9
Nilai R2 Hasil Estimasi VAR
VARIABEL
R-squared
LOG_INF
0.836400
LOG_M2
0.992670
LOG_OG
0.106180
RPUAB
0.894366
RSBI
0.928990
Sumber : Eviews, diolah
D. Pembahasan
Perubahan kebijakan moneter melalui shock rSBI direspon dengan cepat oleh
rPUAB. Hasil ini menunjukan bahwa rSBI secara efektif berfungsi sebagai instrumen
moneter bagi Bank Indonesia dalam menerapkan kebijakan moneter di Indonesia.
Respon rPUAB terhadap shock rSBI diteruskan ke variabel inflasi sebagai sasaran
akhir.
Dari hasil Uji Variance Decomposition yang terdapat pada Tabel 4.4
commit to user
menunjukan bahwa rSBI sebagai sasaran operasional mampu menjelaskan variasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
148
inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter sebesar 17,54%. Sementara, variabel
rPUAB sebesar 4,33%, Log M2 sebesar 1,00%, dan Log OG sebesar 9,36%. Hasil ini
menunjukan bahwa informasi masa lalu dan masa kini dari rSBI secara signifikan
mampu menjelaskan forecast dari variasi sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi).
Hasil penelitian ini merupakan konfirmasi yang baik bahwa terdapat
hubungan yang kuat antara rSBI sebagai sasaran operasional dengan inflasi sebagai
sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia. Hasil Uji Variance Decomposition
sejalan dengan Uji Kausalitas Granger yang menunjukan bahwa terdapat hubungan
kausalitas searah antara rSBI dengan inflasi dan rSBI dengan rPUAB, dimana rSBI
mempengaruhi inflasi, dan rPUAB mempengaruhi inflasi. Sedangkan hubungan rSBI
dan rPUAB dengan output gap berdasarkan hasil analisis di atas ditemukan
hubungan searah dimana output gap mempengaruhi rSBI dan rPUAB.
Dari hasil penelitian diatas ditemukan hal yang menarik, dimana dugaan awal
jalur suku bunga akan berpengaruh terhadap output gap tetapi dari hasil analisis yang
terjadi adalah sebaliknya. Output gap mempengaruhi rSBI dan rPUAB. Kemudian
untuk dugaan yang pertama, rSBI dan rPUAB berpengaruh terhadap Log INF
terbukti. Dimana rSBI dan rPUAB berpengaruh terhadap Log INF. Hal ini
didasarkan pada uji kausalitas Granger dan Variance Decomposition. Dengan rSBI
berpengaruh sebesar 11,11% pada periode kelima dan 17,54% pada periode
kesepuluh.
Secara teoritis, kerangka operasi kebijakan moneter di Indonesia mengacu
pada paradigma uang pasif yang berpandangan bahwa transmisi kebijakan moneter
berawal dari shock suku bunga sebagai instrumen kebijakan moneter yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
149
berpengaruh terhadap suku bunga jangka pendek/menengah dan nilai tukar
selanjutnya mempengaruhi inflasi melalui perubahan permintaan agregat dan output
gap serta ekspektasi inflasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses mekanisme transmisi
kebijakan moneter melalui Jalur Suku Bunga telah bekerja dengan efektif dan
mengikuti paradigma uang pasif, yakni shock rSBI berpengaruh terhadap suku bunga
jangka pendek, misalnya rPUAB sebagai sasaran operasional. Selanjutnya
ditransmisikan terhadap sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi). Hasil ini
merupakan konfirmasi yang baik bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter
melalui jalur suku bunga mendukung teori Keynesians dan kerangka operasi
kebijakan moneter dengan pendekatan harga (price approach) serta paradigma uang
pasif. Dan dalam mengambil keputusan tingkat suku bunga SBI dan PUAB diambil
berdasarkan atau dengan menggunakan pertimbangan tingkat output gap yang ada.
Jalur suku bunga merupakan jalur transmisi utama dan efektif mewujudkan
sasaran akhir kebijakan moneter. Perubahan kebijakan moneter melalui shock rSBI
akan menimbulkan efek likuiditas terhadap suku bunga pasar uang sehingga
mendorong suku bunga bergerak naik turun. Kenaikan suku bunga pasar selanjutnya
akan mengakibatkan turunnya pengeluaran investasi dan konsumsi yang kemudian
berpengaruh terhadap output gap serta tujuan akhir kebijakan moneter (inflasi).
Sementara itu, kebijakan moneter yang kontraktif direspons positif oleh suku
bunga di pasar uang. Jika BI melakukan kontraksi moneter melalui peningkatan
rSBI, maka direspons positif oleh suku bunga jangka pendek (misalnya rPUAB)
sebagai sasaran operasional dan suku bunga lainnya di pasar keuangan. Artinya, jika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
150
terjadi kenaikan rSBI, maka perbankan harus menaikkan rPUAB, karena jika tidak
demikian, maka perbankan akan kehilangan nasabah (deposan) yang akan beralih
menempatkan dananya ke SBI yang menawarkan suku bunga yang lebih tinggi dan
memiliki jaminan risiko. Hasil penelitian diatas juga dikarenakan net interest margin
Indonesia yang tinggi, dimana menurut data terakhir dari Statistik Perbankan
Indonesia diatas 6%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
151
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Studi ini menerapkan model VAR untuk mengetahui mekanisme transmisi
kebijakan moneter melalui jalur suku bunga untuk mencapai sasaran akhir kebijakan
moneter di Indonesia. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil yang dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa analisis jalur suku bunga dalam
mekanisme transmisi kebijakan moneter di indonesia efektif mewujudkan sasaran
akhir kebijakan moneter di Indonesia periode 2000:1-2010:4. Melalui jalur ini
dibutuhkan time lag sekitar 5 triwulan atau satu tahun tiga bulan hingga
terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter. Hal ini dapat dilihat dari hasil
impulse respon dan variance decomposition dalam estimasi VAR. Dan dari uji
Kausalitas Granger diketahui bahwa variabel money supply tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel lainnya, sehingga diketahui bahwa dalam
mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia periode 2000:1-2010:4
lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Hal ini juga didukung dengan
hasil variance decomposition dimana variabel money supply memiliki tingkat
koefisien yang terkecil dari variabel yang lain. Sehingga bisa dikatakan bahwa
kebijakan yang digunakan oleh Bank Sentral adalah kebijakan melalui jalur suku
bunga.
commit to user
151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
152
2. Untuk pengaruh tingkat suku bunga dengan output gap, berdasarkan uji
kausalitas Granger ditemukan jika terjadi hubungan satu arah antara output gap
mempengaruhi rSBI dan output gap mempengaruhi rPUAB. Dan dalam
hubungan ini transmisi dari output gap hingga mempengaruhi rPUAB dan rSBI
151
membutuhkan time lag sebesar 4 triwulan atau selama satu tahun.
3. Respons variabel-variabel pada jalur suku bunga ini relatif kuat dan variabel
utama jalur ini yaitu rSBI mampu menjelaskan variasi sasaran akhir kebijakan
moneter secara signifikan yakni sebesar 17,54%. Hasil ini sekaligus
menunjukkan bahwa rSBI berfungsi secara efektif sebagai sasaran operasional
kebijakan moneter di Indonesia. Hubungan
rSBI terhadap rPUAB, dimana
rPUAB membutuhkan time lag sebesar 2 triwulan dalam merespon rSBI, dan
respons rPUAB terhadap shock rSBI mengalami peningkatan satu standar deviasi
rSBI dan mencapai titik tertinggi pada periode keempat dan setelah periode
tersebut rPUAB berangsur-angsur menuju posisi keseimbangan (konvergen).
4. Hubungan antara rPUAB dengan Log INF. Menunjukan bahwa respon Log INF
terhadap shock rPUAB mengalami peningkatan satu standar deviasi rPUAB yang
mencapai titik tertinggi pada periode kelima setelah terjadi shock. Setelah periode
tersebut Log M2 berangsur-angsur menuju keposisi keseimbangan dan juga
menunjukan bahwa diperlukan time lag 2 (satu) triwulan bagi Log INF untuk
dapat merenspon shock rPUAB, respons Log M2 terhadap shock rPUAB relatif
lemah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
153
5. Untuk hubungan antara rSBI dengan Log INF. Menunjukan bahwa respons Log
INF terhadap shock rSBI mengalami kenaikan satu standar deviasi Log INF yang
mencapai titik tertinggi pada periode kelima setelah terjadi shock. Setelah periode
tersebut, Log INF mengalami penurunan dan bergerak menuju daerah
keseimbangan setelah periode kelima. Dan tampak bahwa diperlukan time lag 1
(satu) triwulan bagi Log INF untuk merespon shock rSBI dan respon Log INF
terhadap shock rSBI relatif kuat.
6. Berdasarkan uji t, diketahui bahwa variabel LOG_INF(-1), LOG_M2(-1),
RPUAB(-1), RSBI(-1) berpengaruh signifikan terhadap dirinya sendiri pada
tingkat signifikasi 5%. Sedangkan variabel RSBI selain dipengaruhi oleh RSBI(1) juga dipengaruhi oleh LOG_OG(-1). Sementara itu, tidak ada satupun variabel
yang berpengaruh signifikan terhadap LOG_OG pada tingkat signifikasi 5%.
7. Berdasarkan uji F, diketahui bahwa berdasarkan nilai F statistik, persamaan
dengan variabel dependent LOG_INF, LOG_M2, RPUAB, dan RSBI
menunjukan hasil yang signifikan. Artinya variabel LOG_INF, LOG_M2,
RPUAB, RSBI secara bersama-sama signifikan dalam mempengaruhi perubahan
LOG_INF, LOG_M2, LOG_OG, RPUAB, dan RSBI pada tingkat signifikasi
5%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
154
B. SARAN
Berdasarkan analisis dengan menggunakan model VAR diatas diharapkan
agar hasil estimasi di atas dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau acuan
oleh Bank Sentral dan Pemerintah dalam menentukan dan mengambil kebijakan
yang sesuai agar tercapai sasaran akhir yaitu inflasi.
Kepada pemerintah dan Bank Sentral disarankan untuk senantiasa menjaga
atau mengawasi dan mengendalikan tingkat suku bunga SBI sehingga makin
memperkuat terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.
commit to user
Download