5 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Syarat Tumbuh Jagung Jagung (Zea mays L.) termasuk tanaman semusim dari jenis graminae yang memiliki batang tunggal dan termasuk tanaman monoceous. Siklus hidup tanaman ini terdiri dari fase vegetatif dan generatif. Jagung memiliki akar serabut dan memiliki batang tegak dengan daun tunggal di setiap buku (Farnham et al., 2003). Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri atas 52 % akar adventif dan seminal serta 48 % akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada satu atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menyangga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang serta membantu penyerapan hara dan air (Subekti et al., 2007). Akar seminal berfungsi dalam pengambilan air pada 2-3 minggu setelah tanam. Akar adventif berkembang pada minggu berikutnya dan mengambil alih tugas dalam penyerapan air dan hara. Akar tanaman jagung mampu tumbuh hingga 1-2 meter (Farnham et al., 2003). Perkembangan akar jagung (kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada varietas, pengolahan tanah, sifat fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Iriany et al. (2007) mengemukakan bahwa tanaman jagung dapat tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik, dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air. Pada dataran rendah, umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1000 m dpl berumur 4-5 bulan. Menurut Warisno (1998) suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 23ºC-27ºC. 6 Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku berhadapan satu sama lain. Bunga jantan dan betina terletak pada bagian yang terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu (Subekti et al., 2007). Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis (Subekti et al., 2007). Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). Bundles vaskuler tertata dalam lingkaran konsentris dengan kepadatan bundles yang tinggi, dan lingkaran-lingkaran menuju perikarp dekat epidermis. Kepadatan bundles berkurang begitu mendekati pusat batang. Konsentrasi bundles vaskuler yang tinggi di bawah epidermis menyebabkan batang tahan rebah (Subekti et al., 2007). Tanaman jagung memerlukan beberapa minggu untuk berkembang dari benih hingga dewasa, rata-rata tingginya mencapai 2-3.5 m (Riahi dan Ramaswamy, 2003). Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai terbuka. Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun (Subekti et al., 2007). Daun tanaman jagung 7 mampu berkembang hingga 20-21 helai daun, walaupun jagung memproduksi 20 helai daun namun hanya 14-15 saja yang menyelesaikan stadia vegetatifnya (Farnham et al., 2003). Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoceuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina muncul dari axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30.5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan kelobot (Subekti et al., 2007). Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, yang bergantung pada varietasnya. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap. Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan kulit biji atau testa, membentuk dinding buah (Subekti et al., 2007). Pupuk Kandang Ayam Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia. Pupuk kandang ayam termasuk salah satu jenis pupuk organik. Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara yang tersedia bagi tanaman (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006). Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak (Setyorini, 2005). Pupuk organik berperan selain sebagai sumber hara juga berperan dalam memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi tanah. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan kualitas maupun kuantitas produk pertanian, mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) mengemukakan bahwa 8 penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Pupuk organik dapat berperan sebagai “pengikat” butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Sutedjo (1987) menyatakan bahwa pupuk organik mempunyai fungsi yang penting yaitu menggemburkan lapisan tanah permukaan (top soil), meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk kandang adalah campuran antara kotoran hewan dengan sisa makanan dan alas tidur hewan (Marsono dan Sigit, 2001), selanjutnya Hartatik dan Widowati (2006) mengemukakan bahwa pupuk kandang merupakan semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah. Salah satu jenis pupuk kandang yang banyak digunakan oleh petani yaitu pupuk yang berasal dari kandang ayam. Peranan pupuk organik terhadap sifat fisik tanah adalah memperbaiki struktur tanah. Pada perbaikan sifat kimia tanah pupuk organik menyumbang hara ke tanah dan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah sedangkan perbaikan sifat biologi tanah, pupuk organik yang berasal dari berbagai sumber bahan organik dapat membawa jasad renik yang bermanfaat bagi perbaikan sifat fisik dan kimia tanah, pada akhirnya akan berpengaruh positif pada pertumbuhan dan hasil tanaman (Kapugu, 2009). Pemberian pupuk organik yang berupa kotoran ayam sebanyak 1000 kg dalam 1 hektar tanah pertanian, berarti telah terkandung 40 kg N, 32 kg P 2O5, dan 19 kg K2O (Sutedjo, 1987). Lebih lanjut dikemukakan kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih tinggi karena bagian cair (urine) bercampur dengan bagian padat. Menurut Yusnaini (2009) pupuk kandang ayam mengandung bahan organik yang memiliki pH dan kandungan kalsium yang tinggi. Pemberian pupuk organik ke dalam tanah, selain dapat meningkatkan pH dan kandungan bahan organik tanah, juga dapat meningkatkan aktivitas CMA dalam menginfeksi akar tanaman jagung. Yusnaini (2009) menyatakan bahwa 9 pemberian pupuk organik berupa kotoran ayam dapat meningkatkan kolonisasi CMA pada akar tanaman jagung. Cendawan Mikoriza Arbuskula Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan cendawan yang hidup secara simbiosis mutualisme dengan akar tanaman. Cendawan mikoriza arbuskula merupakan salah satu tipe cendawan mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza (Delvian, 2005). Cendawan mikoriza arbuskula bermanfaat bagi tanaman terutama dalam meningkatan unsur hara dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan. Cendawan mikoriza merupakan golongan cendawan yang memiliki kemampuan menyerang organ tanaman di bawah tanah dan mampu bertahan hidup dengan memanfaatkan unsur-unsur organik tanaman. Adapun mikoriza merupakan suatu struktur yang terbentuk sebagai akibat kerjasama yang saling menguntungkan antara cendawan dan akar tanaman. Cendawan mikoriza dapat menyerap unsur hara yang terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diserap oleh akar tanaman, juga membantu melindungi akar tanaman dari serangan organisme mikro lainnya yang dapat menimbulkan penyakit pada tanaman (Indriyanto, 2008). Menurut Fakuara (1988) kebanyakan tanaman khususnya yang memiliki nilai ekonomi bagi manusia membentuk mikoriza secara berlimpah pada akarnya, selanjutnya berdasarkan penelitian Nurbaity et al. (2009) menemukan bahwa tidak adanya respon CMA dari sumber inang inokulan yang berbeda (jarak dan sorgum) membuktikan bahwa CMA dapat berasosiasi dengan semua jenis tanaman. Asosiasi ini melibatkan dua macam organ dari CMA yang terdapat dalam akar yang terinfeksi yaitu arbuskel dan vesikel (Gambar 1). 10 Gambar 1. Penampang Longitudinal Akar yang Terinfeksi CMA (Sumber: Brundrett et al. dalam Delvian, 2005) Arbuskel merupakan hasil dari berlimpahnya cabang-cabang hifa dikotom yang akhirnya tidak dapat dipertahankan lebih lama dalam bentuk cabang dikotom tersebut tetapi nampak sebagai massa protoplasma yang berbutir-butir dan bercampur dengan protoplasma sel inang (Imas et al., 1992), selanjutnya Indriyanto (2008) menyatakan bahwa arbuskulus merupakan sistem percabangan hifa yang terdapat dalam sel korteks akar tumbuhan inang. Peranan arbuskel sebagai pemindah unsur hara diantara simbion-simbion (Imas et al., 1992) dan membantu dalam mentransfer nutrient (terutama fosfat) dari tanah ke sistem perakaran (Rao, 1994). Delvian (2005) mengemukakan bahwa arbuskula adalah struktur yang paling berarti dalam kompleks CMA yang berfungsi sebagai tempat pertukaran metabolit antara cendawan dan tanaman. Struktur yang dimiliki CMA selanjutnya yaitu vesikula. Vesikula merupakan struktur yang dibentuk secara interkalar atau apikal, seringkali dijumpai pada hifa-hifa utama. Vesikel merupakan organ berbentuk oval seperti kantong karena adanya penggelembungan bagian ujung hifa. Vesikel ini berfungsi sebagai penyimpan berbagai zat yang telah diambil dari akar tanaman, misalnya 11 karbohidrat, lemak, tanin, maupun zat yang telah diambil dari lingkungan, misalnya asam amino, nitrat, amonium, dan sejumlah unsur fosfor dan kalium (K) yang kemudian ditransfer ke dalam sel-sel tubuh inang (Indriyanto, 2008). Vesikula berfungsi sebagai organ reproduktif atau organ yang berfungsi sebagai tempat menyimpan makanan kemudian diangkut ke dalam sel dimana pencernaan oleh sel berlangsung (Delvian, 2005). Miselium yang terdapat diluar akar berperan dalam pertambahan permukaan untuk penyerapan unsur hara terutama fosfor (Imas et al., 1992). Peristiwa simbiosis pada cendawan ini sangat kompleks, tetapi aspek utama meliputi transfer nutrient mineral, khususnya phospat dari tanah ke tanaman (Delvian, 2006), selain adanya kecocokan antara cendawan dan inang ternyata mikoriza dapat terbentuk karena adanya pengaruh positif dari kondisi fisiologis akar, sehingga pada umumnya mikoriza terbentuk pada bagian ujung akar yang masih muda (Indriyanto, 2008; Khasa et al., 2008). Di sisi lain, aplikasi mikoriza dapat mengurangi pengaruh cekaman kekeringan dengan meningkatkan kadar prolina di dalam daun, sehingga mampu meningkatkan kemampuan tanaman beradaptasi terhadap adanya cekaman kekeringan (Mawardi dan Djazuli, 2006). Terjadinya asosiasi cendawan pembentuk mikoriza dengan akar tanaman dikendalikan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhinya yakni lingkungan. Indriyanto (2008) mengemukan bahwa kondisi lingkungan yang tidak terlalu basah dengan aerasi dan drainase yang baik juga merupakan kondisi lingkungan yang mendukung terbentuknya mikoriza. Selain itu, keberadaan mikroba tanah yang hidup di rhizosfer yang dapat hidup berdampingan dengan cendawan pembentuk mikoriza juga berpengaruh terhadap proses pembentukan mikoriza.