ABSTRAK Pemosisian perempuan sebagai makhluk di bawah lelaki bisa dikatakan telah terjadi dalam waktu yang lama. Hegemoni dari kaum lelaki yang didorong dengan adanya ideologi patriarki ini menjadi sebuah momok yang merendahkan derajat kaum perempuan. Itulah mengapa mulai bermunculan para pekerja seni yang memproduksi media-media yang mendobrak industri yang berkembang. Salah satunya seperti film Perempuan Punya Cerita. Penelitian ini menggunakan judul Sosok Perempuan Terpinggirkan Dalam Film Perempuan Punya Cerita dengan menggunakan model analisis wacana kritis Sara Mills. Tujuan dari penelitian ini untuk merepresentasikan praktik-praktik marjinalisasi dari sudutpandang perempuan sebagai aktor sosialnya. Selain itu dengan penelitian ini kita bisa menemukan penyapaan langsung kepada khalayak seperti yang diinginkan pembuat cerita. Demi tercapainya hasil yang diinginkan, penulis mengumpulkan teori-teori yang dapat menunjang selama proses penelitian ini. sebagai sebuah media, tentu komunikasi menjadi landasan utama. Media massa seperti film, merupakan produk dari komunikasi massa yang merupakan penyampaian pesan kepada khalayak. Selain komunikasi, terdapat dasar pemikiran yang menjadi kerangka utama dalam penelitian ini, yakni gender. Karena penelitian ini mengangkat perbedaan posisi yang dialami kaum perempuan dan lelaki. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh ideologi seperti patriarki yang memunculkan tindak marjinalisasi. Berawal dari tujuan-tujuan penelitian yang telah disebutkan, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis wacana kritis, model Sara Mills. Selama pembahasan, masih banyak sekali ditemukan dialog-dialog yang menunjukkan tindak marjinalisasi kaum lelaki terhadap perempuan. Hal ini terbukti dari dampak-dampak yang terjadi terhadap kaum perempuan. Pada bagian ini, komunikasi antara pembuat cerita dan penonton mulai terjalin. Bahwa ada sesuatu yang salah dalam kondisi masyarakat saat ini. Secara keseluruhan, hasil penelitian dalam film ini menunjukkan bahwa perempuan pun bisa memperoleh porsi yang lebih banyak dalam menjadi subyek pencerita dalam media. Ini membuktikan bahwa media bisa lepas dari hegemoni ideologi patriarki. Meskipun kesempatan menjadi subyek aktor sosial tersebut adalah merepresentasikan tindak marjinalisasi yang mereka hadapi. Namun, dari sinilah penyampaian pesan kepada masayarakat bisa sampai dengan tepat. i