Ketoprak (bahasa Jawa: kethoprak) adalah sejenis seni pentas

advertisement
Kesenian Tradisional Ketoprak
Ketoprak (bahasa Jawa: kethoprak) adalah sejenis seni pentas yang berasal dari Jawa Tengah.
Dalam pentasan ketoprak, terdiri dari sandiwara yang diselingi dengan lagu-lagu Jawa, yang
diiringi dengan gamelan.
Ketoprak merupakan kesenian tradisional yang mengangkat cerita tentang babad Tanah Jawa.
Sejarah yang dijadikan landasan cerita sering dibumbui dengan berbagai pemanis sehingga
menjadi cerita yang enak dinikmati.Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacammacam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil cerita dari
luar negeri. Tetapi tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita):
Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi
pertunjukan wayang orang. Dulu ketoprak sering dipentaskan di kraton saja. Seiring
meningkatnya waktu kesenian ini sering dimainkan oleh rakyat. Pada tahun 1942 tidak boleh
dipentaskan karena waktu itu di zaman Jepang menjajah. Setelah Jepang pergi barulah ketoprak
dipentaskan lagi atas jasa KRT Wongsonegoro yang pernah menjadi gubernur Jateng. Kini
ketoprak hampir punah. Selain kekurangan dana, ternyata regenerasinya hampir punah.
Ketoprak, Kesenian Daerah yang Mulai Redup
Perkembangan kesenian tradisional dewasa ini mulai mengalami pasang surut, terutama kesenian
tradisional ketoprak ini. Berbagai problem terus mewarnai eksistensi kesenian tradisional yang
menjadi aset masyarakat dalam menumpahkan segala kreativitasnya yang dimiliki. Padahal,
kesenian tradisional merupakan warisan budaya lokal yang dirintis oleh nenek moyang kita pada
masa lampau, sehingga sampai saat ini masih berkembang dan mewarnai berbagai kesenian
tradisional yang ada di Indonesia.
Namun, seiring dengan perkembangan kesenian modern yang lebih mapan dan menjanjikan,
kesenian tradisional mulai redup dari permukaan bahkan tidak menutup kemungkinan aset
budaya lokal tersebut akan sirna diterpa badai kepunahan. Lebih parah lagi, bila minat dan hasrat
kaum muda semakin terbuai oleh arus modernisasi yang mengusung kebudayaan global sehingga
perlahan-lahan bisa mengancam warisan monomental nenek moyang kita.
Pertunjukan ketoprak di wilayah DI Yogyakarta kian meredup. Pemanggungan rutin ketoprak
semakin jarang digelar. Seniman ketoprak yang bertebaran di wilayah pelosok pedesaan pun
akhirnya memilih beralih ke profesi lain.
Menurut Sutradara Ketoprak Bondan Nusantara , kelompok-kelompok ketoprak di DIY memang
semakin surut. Pergelaran rutin ketoprak kini hanya ditemui di Radio Republik Indonesia DIY
dengan pemanggungan tiap satu bulan satu kali. Beberapa stasiun radio lainnya seperti Retjo
Buntung, Arma, dan Kanca Tani tak lagi menggelar pentas ketoprak.
Problem Kesenian Ketoprak
Fenomena ketoprak yang banyak disorot, tentu memiliki faktor pemicu. Salah satunya adalah
pelaku kesenian ketoprak dinilai tidak mampu mengelola para penontonnya agar tetap bertahan
dan menikmati pertunjukan yang disuguhkan dalam ketoprak itu sendiri. Tidak heran bila
masyarakat sekarang sudah mulai meninggalkan kesenian ini dan beralih pada kesenian modern
yang lebih menantang dan menawarkan nuansa baru yang mencerahkan.
Sebagai generasi muda yang memiliki kepedulian terhadap kesenian tradisional, kita dituntut
untuk melakukan pengkajian terkait dengan meredupnya ketoprak di tengah-tengah masyarakat.
Ada dua hal utama yang menjadikan ketoprak tidak berkembang dan sepi dari minat penonton.
Pertama, sebagian besar masyarakat sekarang sudah menganggap bahwa ketoprak tidak lagi
relevan dengan perkembangan zaman dan tidak memiliki harapan untuk bersaing dengan
kesenian modern yang lebih menjanjikan. Alasan inilah yang barangkali membuat masyarakat
tidak tertarik lagi untuk menonton ketoprak, karena dianggap tidak menampilkan kesan atraktif
dan kreatif, sehingga masyarakat beralih pada media lain yang lebih dinamis dan memberikan
alternatif hiburan yang informatif dan inovatif, semisal televisi, radion, film dan lain sebagainya.
Kedua, sepinya penonton yang memadati pertunjukan ketoprak. Ketika minat penonton ketoprak
sudah tidak ada, maka implikasi adalah bermuara pada terancamnya pelestarian kesenian
tradisional ini. Kita dapat mengambil contoh berbagai kelompok ketoprak di Yogyakarta sendiri
yang benar-benar kembang kempis untuk mempertahankan eksistensinya. Apabila mengadakan
pertunjukan, setiap pentas mereka hanya ditonton segelintir orang. Sungguh sangat ironis, akan
tetapi inilah kenyataan pahit yang harus diterima dengan penuh kebesaran jiwa sehingga kita
menunggu keseriusan banyak pihak untuk tetap membuat ketoprak tetap lestari.
Download