laporan praktik kerja profesi

advertisement
BAB II
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
1.3
Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
1.3.1
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 3,
dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi, yaitu:
Tugas: Memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Fungsi: penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua
dan ketiga sesuai kebutuhan medis, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan, penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta
penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan
(Depkes RI, 2009).
1.3.2
Klasifikasi Rumah Sakit
1.3.2.1 Klasifikasi
Rumah
Sakit
berdasarkan
jenis
pelanggan
dan
pengelolaannya
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya:
1.
berdasarkan pengelolaan
(a) Rumah Sakit Publik, terdiri dari: rumah sakit yang langsung dikelola oleh
Departemen Kesehatan, rumah sakit Pemerintah Daerah, rumah sakit
Militer, dan rumah sakit BUMN
(b) Rumah Sakit Privat, merupakan rumah sakit swasta yang dikelola oleh
masyarakat, sering disebut rumah sakit sukarela, terdiri dari: rumah sakit
hak milik dan rumah sakit nirlaba
2.
berdasarkan jenis pelayanan, terdiri atas: rumah sakit umum dan rumah sakit
khusus.
3.
berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri atas 2 jenis, yaitu: rumah sakit
pendidikan, dan rumah sakit non pendidikan.
1.3.2.2 Klasifikasi
Rumah
Sakit
Umum
Berdasarkan
Fasilitas
dan
Kemampuan Pelayanan Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit:
a.
Rumah Sakit umum kelas A, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik paling sedikit 4 spesialis dasar, 5 spesialis
penunjang, 12 spesialis lain dan 13 sub spesialis.
b.
Rumah Sakit umum kelas B, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik 4 spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis
lain dan 2 sub spesialis dasar.
c.
Rumah Sakit umum kelas C, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik 4 spesialis dasar dan 4 spesialis penunjang.
d.
Rumah Sakit umum kelas D, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik 2 spesialis dasar (Depkes RI, 2009).
1.3.3
Visi dan Misi Rumah Sakit
Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan
keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi
pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi
maksud tersebut (Siregar dan Amalia, 2004).
1.3.4
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang
mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi,
sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi
Universitas Sumatera Utara
yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta
tenaga kesehatan lainnya (Depkes RI, 2004).
Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi yaitu :
1)
Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan
obat serta evaluasinya.
2)
Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan
terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai
kebutuhan.
Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:
1.
menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para
dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk
dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap
efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan
duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat
menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh
SMF.
2.
menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk kategori khusus.
3.
melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan
terapi.
4.
mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
5.
mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf
medis dan perawat.
Universitas Sumatera Utara
6.
membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun
nasional.
7.
Membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik (Siregar dan Amalia, 2004).
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya
secara baik dan benar, peran apoteker harus mendasar dan mendalam dibekali
dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmako epidemologi dan
farmako ekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk
memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di
rumah sakit (Depkes RI, 2004).
1.3.5
Formularium Rumah Sakit
Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh
Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi
pada setiap batas waktu yang ditentukan (Depkes RI, 2004).
Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik di
suatu rumah sakit yang disusun oleh panitia farmasi dan terapi yang bertujuan
untuk mengevaluasi, menilai dan memilih produk obat yang dianggap paling
berguna dalam perawatan penderita. Obat yang ditetapkan dalam formularium
harus tersedia di instalasi farmasi rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004).
Formularium dievaluasi oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk
menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan kesejahteraan pasien. Selama formularium di evaluasi,
formularium tersebut masih dapat digunakan oleh staf medis di rumah sakit
(Depkes RI, 2004).
Kegunaan formularium di rumah sakit adalah :
1.
Membantu meyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit
2.
Sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar
3.
Memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal
(Siregar dan Amalia, 2004)
1.3.6
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu bagian di rumah sakit dibawah
pimpinan seorang apoteker
dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang
memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
kompeten secara professional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan
serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup
perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan
farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat
jalan, pengendalian mutu, dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh
perbekalan kesehatan di rumah sakit, serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan
Amalia, 2004).
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, fasilitas dan peralatan harus tersedia untuk
mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi,
sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional,
profesional dan etis, terdiri atas :
Universitas Sumatera Utara
1. Tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin semua
barang farmasi tetap dalam kondisi yang baik dan dapat dipertanggung
jawabkan sesuai dengan spesifikasi masing-masing barang farmasi dan sesuai
dengan peraturan.
2. Tersedianya fasilitas produksi obat yang memenuhi standar.
3. Tersedianya fasilitas untuk pendistribusian obat.
4. Tersedianya fasilitas pemberian informasi dan edukasi.
5. Tersedianya fasilitas untuk penyimpanan arsip resep.
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi instalasi farmasi rumah
sakit mencakup penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
farmasi klinik dan manajemen mutu.
1.3.6.1
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain.
Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, kegiatannya mencakup
perencanaa, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan
dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.
a.
Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
Universitas Sumatera Utara
antara lain: konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Depkes RI, 2004).
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan
jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhkan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Pedoman perencanaan berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, Standar
Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik,
anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,data
pemakaian periode yang lalu, dan perencanaan pengembangan (Depkes RI, 2004).
b. Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan
dan disetujui, melalui pembelian secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang
Farmasi)
dan
secara
langsung
dari
pabrik/distributor/pedagang
besar
farmasi/rekanan, melalui produksi/pembuatan sediaan farmasi (produksi steril dan
produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah (Depkes RI, 2004).
c.
Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria perbekalan farmasi yang diproduksi
adalah : sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan mutu
sesuai standar dengan harga lebih murah, sediaan farmasi yang memerlukan
pengemasan kembali, sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran, sediaan
farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, rekonstitusi sediaan
perbekalan farmasi sitostatika, sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru.
Universitas Sumatera Utara
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin
perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah
maupun waktu kedatangan.
e.
Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan adalah: memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari
penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan, memudahkan
pencarian dan pengawasan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut
bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO), dan disertai sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan
sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dan pemakai agar
tercapai efisiensi.
Tempat penyimpanan harus memenuhi persyaratan seperti yang telah
ditetapkan dalam Permenkes No. 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Narkotika adalah
sebagai berikut, yaitu:
a. Harus terbuat dari kayu dan bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
Universitas Sumatera Utara
c. Tempat tersebut terbagi menjadi dua bagian yang satu dipakai untuk
menyimpan morfin, petidin dan garam-garam lain-nya sedangkan yang
lain nya untuk menyimpan persediaan narkotik sehari-hari
d. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk selain narkotik
e. Anak kunci harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai yang
dikuasakan.
f. Lemari khusus tersebut ditempatkan di tempat yang aman dan tidak
terlihat oleh umum.
f. Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah
tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat
jenis dan jumlah.
Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, ada beberapa metode
yang dapat digunakan oleh IFRS dalam mendistribusikan perbekalan farmasi
dilingkungannya. Adapun metode yang dimaksud antara lain : resep perorangan,
sistem distribusi persediaan lengkap di ruangan, dan sistem distribusi unit dosis.
Sistem distribusi dosis unit dapat dioperasikan dengan metode sentralisasi,
desentralisasi, dan kombinasi.
Beberapa keuntungan sistem distribusi dosis unit:
a. Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja
b. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS
c. Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi
Universitas Sumatera Utara
d. Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.
e. Meningkatkan pemberdayaan petugas profesional dan non profesional yang
lebih efisien
f. Mengurangi resiko kehilangan dan pemborosan perbekalan farmasi
g. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/order sampai pasien yang lebih
baik.
h. Peningkatan pengendalian dan pemantauan penggunaan perbekalan farmasi
menyeluruh
i. Memberikan peluang yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi.
Beberapa kelemahan sistem distribusi dosis unit :
a. Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi
b. Meningkatnya biaya operasional.
(Depkes, 2008)
1.3.6.2
Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinis adalah pelayanan langsung yang diberikan
apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat. Pelayanan farmasi
klinis meliputi:
a. pengkajian pelayanan dan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
Universitas Sumatera Utara
pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian
obat (medication error).
Tujuan pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisa adanya masalah
terkait obat; bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep. Kegiatan yang dilakukan yaitu apoteker harus melakukan
pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi: nama, umur, jenis kelamin, dan berat
badan serta tinggi badan pasien, nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter,
tanggal resep, ruangan/unit asal resep. Persyaratan farmasetik meliputi: nama
obat, bentuk, dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas, aturan dan
cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi: ketepatan indikasi, dosis, dan waktu
penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan efek samping obat,
kontraindikasi, interaksi obat.
b. pelayanan lnformasi obat (PIO)
Pelayanan informasi obat adalah kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.
Tujuan pelayanan informasi obat (PIO) meliputi: menyediakan informasi
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan
pihak lain di luar rumah sakit, menyediakan informasi untuk membuat kebijakan
yang berhubungan dengan obat/perbekalan farmasi, terutama bagi komite/sub
komite farmasi dan terapi, menunjang penggunaan obat yang rasional.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi: menjawah pertanyaan,
menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter, menyediakan informasi bagi
komite/sub komite farmasi dan terapi sehubungan dengan
penyusunan
formularium rumah sakit, bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan
penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, melakukan pendidikan
berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya, melakukan
penelitian. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan: sumber daya manusia, tempat,
perlengkapan
c. konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Konseling bertujuan memberikan pemahaman yang benar mengenai obat
kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan,
jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping
obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat
lain.
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling meliputi: membuka komunikasi
antara apoteker dengan pasien, mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien
tentang penggunaan obat melalui three prime questions, menggali informasi lebih
lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah
penggunaan obat, memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat, melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek
pemahaman pasien, dokumentasi.
Universitas Sumatera Utara
Faktor yang perlu diperhatikan:
(a) kriteria pasien, yaitu : pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan
fungsi hati dan ginjal, ibu hamil dan menyusui), pasien dengan terapi
jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dll), pasien yang
menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off), pasien yang menggunakan
obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin), pasien yang
menggunakan banyak obat (polifarmasi), pasien yang memiliki riwayat
kepatuhan rendah
(a) sarana dan prasarana, yaitu : ruangan atau tempat konseling dan alat
bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling)
d. visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit atas
permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah
(home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien
dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
Universitas Sumatera Utara
e. pemantauan terapi obat (PTO)
Pemantauan terapi obat adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan
pemantauan terapi obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan
resiko efek samping obat.
Kegiatan yang dilakukan meliputi: pengkajian pemilihan obat, dosis, cara
pemberian obat, respon terapi, pemberian rekomendasi penyelesaian masalah
terkait obat, pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat. Tahapan
pemantauan terapi obat yaitu: pengumpulan data pasien, identifikasi masalah
terkait obat, rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, pemantauan, tindak
lanjut. Faktor yang harus diperhatikan: kemampuan penelusuran informasi dan
penilaian kritis bukti terkini dan terpercaya kerahasiaan informasi dan kerjasama
dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
f. monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis lazim
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi. Efek
samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja
farmakologi.
Tujuan monitoring efek samping obat meliputi: menemukan efek samping
obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya
jarang, menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal
dan yang baru saja ditemukan, mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat,
Universitas Sumatera Utara
meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki, mencegah
terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan pemantauan
dan pelaporan efek samping obat (ESO) meliputi: mengidentifikasi obat-obatan
dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat,
mengevaluasi laporan efek samping obat, mengisi laporan efek samping obat,
melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional. Faktor yang perlu
diperhatikan: kerjasama dengan komite farmasi dan terapi dan ruang rawat dan
ketersediaan formulir monitoring efek samping obat.
g. pengkajian penggunaan obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat
yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah untuk : mendapatkan gambaran
keadaan saat ini atas pola penggunaan, membandingkan pola penggunaan obat
pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan
obat, dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Kegiatan pengkajian penggunaan obat adalah mengevaluasi penggunaan obat
secara kualitatif dan kuantitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan meliputi
indikator peresepan, indikator pelayanan dan indikator fasilitas.
h. dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan
tekhnik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas
dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah untuk menjamin sterilitas dan
Universitas Sumatera Utara
stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat. Dispensing sediaan khusus terdiri atas
pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan
sitotoksik.
Faktor yang perlu diperhatikan: tim yang terdiri dari dokter, apoteker,
perawat dan ahli gizi, sarana dan prasarana, ruangan khusus, lemari pencampuran
biological safety cabinet dan kantong khusus untuk nutrisi parenteral.
Penanganan obat sitotoksik (kanker) secara aseptis dalam kemasan siap pakai
sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada
keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan
kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat
pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada pasien sampai kepada
pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan
harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai.
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
i. melakukan perhitungan dosis secara akurat
ii. melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
iii. mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
iv. mengemas dalam pengemas tertentu
v. membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan pada penanganan obat kanker adalah ruangan
khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai, lemari pencampuran biological
safety cabinet, HEPA filter, alat pelindung diri, sumber daya manusia yang terlatih, dan
cara pemberian obat kanker.
Universitas Sumatera Utara
i. pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan untuk menginterpretasikan
hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat
karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter.
Tujuan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) meliputi: mengetahui kadar
obat dalam darah, memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat
Kegiatan yang dilakukan meliputi: memisahkan serum dan plasma darah,
memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat
TDM, membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
Faktor-faktor
yang
perlu
diperhatikan
adalah:
alat
therapeutic
drug
monitoring/instrument untuk mengukur kadar obat dan reagen sesuai obat yang
diperiksa.
1.3.7
Instalasi Central Sterilized Supply Department (CSSD)
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat
Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit/departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan dan sterilisasi terhadap semua
alat atau bahan yang dibutuhkan dalam kondisi steril (Depkes RI, 2001).
Tugas CSSD di rumah sakit adalah menurut Depkes RIa (2009) adalah
melakukan proses sterilisasi alat/bahan, mendokumentasikan setiap aktivitas
pembersihan, disinfeksi maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya
pengendalian mutu, melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka
pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian
infeksi nosokomial, memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan sterilisasi dan mengevaluasi hasil sterilisasi.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang
bersih, maka ruangan CSSD dibagi menjadi 5 bagian (Depkes RIa, 2009):
a. ruang dekontaminasi: terjadi proses penerimaan barang kotor, melakukan
dekontaminasi dan pembersihan.
b. ruang pengemasan alat: untuk melakukan pengemasan dan penyimpanan
alat/barang bersih.
c. ruang produksi dan prossesing
d. ruang sterilisasi
e. ruang penyimpanan barang steril
1.3.8
Instalasi Gas Medis
Penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan diatur berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002.
Instalasi gas medis adalah salah satu instalasi penunjang di rumah sakit yang
memiliki seperangkat sentral gas medis. Gas medis adalah gas dengan spesifikasi
khusus yang digunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan. Instalasi
pipa gas medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta peralatan yang
menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk penyaluran gas medis ke
titik outlet ke ruang tindakan dan ruang perawatan. Sentral gas medis adalah
seperangkat prasarana peralatan dan atau tabung gas/liquid yang menyimpan
beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan melalui pipa instalasi gas
medis. Outlet adalah keluaran gas medis melalui dinding.
Sesuai dengan SK MenKes No. 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang
penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan antara lain Gas Oksigen
(tabung 1m3, 2m3, 6m3), Oksigen cair (tangki), Gas N 2 O (tabung 25 kg), Gas
Universitas Sumatera Utara
CO 2 , Udara Tekan (UT), Siklopropana (C 3 H 6 ), Helium, Vaccum (suction), dan
Mixture gas yang terdiri dari O 2 + N 2 ; O 2 + CO 2 ;He + O 2 ; N 2 O + O 2 + N 2
Sesuai
dengan
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
1439/Menkes/SK/XI/2002, distribusi gas medis dalam pelayanan kesehatan di
rumah sakit adalah sebagai berikut : Distribusi gas medis dilayani dengan
menggunakan troly yang biasanya ditempatkan dekat dengan pasien, pemakaian
gas diatur melalui flowmeter pada regulator, regulator harus dites dan dikalibrasi,
Penggunaan gas medis sistem tabung hanya bisa dilakukan 1 tabung
untuk 1 orang, tabung gas beserta troly harus bersih dan memenuhi syarat sanitasi
(Depkes RI, 2002).
BAB II
Universitas Sumatera Utara
Download