Pembandingan Kinerja Antara Protokol Dynamic

advertisement
Pembandingan Kinerja Antara Protokol Dynamic Source Routing Dan
Zone Routing Pada Jaringan Ad-Hoc Wireless Bluetooth
Dicky Rachmad P, Achmad Affandi
Laboratorium Jaringan Telekomunikasi
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya 60111
Tel : (031) 5922937. Fax : (031) 5931237
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Bluetooth adalah sebuah teknologi komunikasi
wireless (tanpa kabel) yang beroperasi dalam pita frekuensi
2,4 GHz dengan menggunakan sebuah frequency hopping
tranceiver yang mampu menyediakan layanan komunikasi
data dan suara secara real-time antara host-host bluetooth
dengan jarak jangkauan layanan yang terbatas .
Routing merupakan operasi yang sangat penting,
pondasi dari pertukaran data antara perangkat nirkabel.
Setiap node pada perangkat nirkabel berfungsi sebagai
router dan bagian dari protokol routing. Routing utama
bertanggung-jawab dalam pertukaran informasi routing,
mencari path atau jalur yang memungkinkan antara sumber
dan penerima berdasarkan beberapa system metric, dan
pemeliharaan path.
Pada Tugas Akhir ini akan dianalisa performa dua
protokol, Dynamic Source Routing dan Zone Routing pada
jaringan Bluetooth. Dimana memakai time based dalam
mengujinya, Yakni waktu pengiriman dan penerimaan
paket data , Delay, Troughput, Average delay, Data packets
transmitted, Data packets succesfully received, dan Packet
dropped. Pengujian dilakukan dengan metode simulasi,
menggunakan network simulator. Tujuan simulasi ini untuk
mencari protokol yang lebih baik dan efisien, karena
penggunaan protokol yang tepat dapat mengembangkan
aplikasi Bluetooth menjadi teknologi wireless lebih baik
dan luas.
Kata kunci : Bluetooth, Frequency Hopping
Transceiver, Dynamic Source Routing, Zone Routing,
Time Based , Delay, Troughput, Average delay, Data
packets transmitted, Data packets succesfully received,
dan Packet dropped.
1. PENDAHULUAN
Bluetooth[1] merupakan suatu teknologi yang
menjanjikan dengan, rendahnya biaya, dekatnya jarak,
minimnya pasokan daya yang dibutuhkan, dimana
dimaksudkan untuk menggantikan kabel antar perangkat
elektronik. Protokol-protokol bluetooth dimaksudkan untuk
mempercepat pengembangan aplikasi-aplikasi dengan
menggunakan teknologi Bluetooth. Device bluetooth dapat
membentuk jaringan kecil yang dinamakan piconets,
dimana satu node bertindak sebagai master dan tujuh
lainnya adalah slaves. Sebuah piconets dapat digunakan
untuk menghubungkan alat elektronik seperti telepon
genggam, PDA, headset, yaitu yang termasuk dalam PAN
(Personal Area Network)
Pada tugas akhir ini akan dibahas efektifitas dari suatu
routing protocol yang dinamakan Zone Routing protocol
(ZRP) melalui simulasi dengan proses pengiriman dan
penerimaan paket informasi berdasarkan timely based lalu
membandingkannya dengan routing protocol yang telah
dikembangkan oleh Bluetooth, SIG yaitu Dynamic Source
Routing (DSR) dan performa dari dua protokol tadi.
2. DASAR TEORI
Sejumlah routing protocol [2] telah dianjurkan untuk
ad-hoc network. Protokol tersebut dapat diklasifikasikan
pada dua kategori, yakni proactive (table driven) dan
reactive (source-initiated or demand-driven)
Proactive routing protocol berusaha untuk menjaga
secara up-to-date peta topologi dari seluruh jaringan.
Dengan peta ini, rute dapat diketahui dan langsung tersedia
ketika paket informasi ingin segera dikirim. Pendekatan
semacam ini mirip seperti yang digunakan pada jaringan
wired IP.
Berlawanan dengan proactive routing, reactive tidak
berusaha untuk secara terus menerus menentukan
konektifitas jaringan. Melainkan prosedur penentuan rute
dibangkitkan sesuai kebutuhan ketika paket ingin
diteruskan. Teknik ini bergantung pada query yang
membanjiri seluruh jaringan..
A. Dynamic Source Routing (DSR) [3]
Berdasarkan namanya, DSR adalah protokol dimana
node sumber yang menentukan rute paket yang dikirim
setelah mengetahui serangkaian rute yang lengkap. Proses
ruting pada protokol ini terdiri atas 2 mekanisme yaitu
Route Discovery dan Route Maintenance. Route discovery
yaitu node ingin mengirimkan paket data ke tujuan yang
belum diketahui rutenya. Sehingga sumber mengirim route
request (RREQ). RREQ akan melakukan proses flooding
yaitu proses pengiriman data atau control message ke setiap
node pada jaringan untuk mencari rute ke tujuan. RREQ
akan menyebar ke seluruh node dalam jaringan. Tiap node
akan mengirim paket RREQ ke node lain kecuali node
tujuan. Kemudian node-node yang menerima RREQ akan
mengirim paket route reply (RREP) ke node yang mengirim
RREQ tadi. Setelah rute ditemukan node sumber mulai
mengirim paket data. Gambar di bawah ini merupakan
ilustrasi dari mekanisme kerja Route Discovery.
Gambar 1. Mekanisme Route Discovery
Sedang Route Maintenance yaitu mekanisme dimana
sumber mendeteksi adanya perubahan topologi jaringan
sehingga pengiriman paket mengalami kongesti. Hal ini
disebabkan karena salah satu node yang terdaftar dalam rute
sebelumnya bergerak menjauh dari range node yang lain.
Saat route maintenance mendeteksi masalah pada rute yang
ada, paket route error (RERR) akan dikirim pada node
pengirim. Saat RERR diterima, hop ke node yang menjauh
akan dihilangkan dari route cache. Kemudian rute lain yang
masih tersimpan di cache akan digunakan. Jika tidak ada
rute lagi maka protokol DSR akan melakukan proses route
discovery lagi untuk menemukan rute baru. Gambar
dibawah ini merupakan ilustrasi dari mekanisme kerja
Route Maintenance.
Gambar 2. Mekanisme Route Maintenence
Keuntungan penggunaan DSR ini adalah intermediate
node tidak perlu memelihara secara up to date informasi
routing pada saat melewatkan paket, karena setiap paket
selalu berisi informasi routing di dalam headernya. Routing
jenis ini juga menghilangkan juga proses periodic route
advertisement dan neighbor detection yang dijalankan oleh
routing ad hoc lainnya. Dibandingkan dengan on demand
routing lainnya DSR memiliki kinerja yang paling baik
dalam hal throughput, routing overhead (pada paket) dan
rata-rata panjang path, akan tetapi DSR memiliki delay
waktu yang buruk bagi proses untuk pencarian route baru.
Kerugian dari routing ini adalah mekanisme route
maintenance tidak dapat memperbaiki link yang rusak atau
down. Penggunaan routing ini akan sangat optimal pada
jumlah node yang kecil atau kurang dari 200 node. Untuk
jumlah yang lebih besar akan mengakibatkan collision antar
paket dan menyebabkan bertambahnya delay waktu pada
saat akan membangun koneksi baru.
B. Zone routing Protocol (ZRP) [4]
Zone
routing
protocol
merupakan
hybrid
proactive/reactive routing protocol. Pada satu sisi ZRP
membatasi jangkauan prosedur proaktif hanya untuk node
lokal tetangga saja. Sisi lainnya pencarian atau trace pada
jaringan diadopsi ketika device tidak dapat mencari tujuan
(destination) dalam jangkauan proactive routing. ZRP
terdiri dari dua prosedur, IntrAzone Routing Protocol
(IARP) dan IntErzone Routing Protocol (IERP) . IARP
digunakan di dalam zona routing, dan EIRP digunakan saat
jarak antara sumber (source) dan tujuan (destination) lebih
lebar daripada radius zona routing. Setiap device harus
menjaga informasi routing dari seluruh device di dalam
zona routing, dan memperbarui informasi ketika topologi
berubah. Ketika jarak menuju destination lebih pendek
daripada zona radius, destination dapat ditemukan oleh
IARP berdasarkan informasi routing pada setiap device.
Akan tetapi, jika destination berada di luar zona, IERP akan
bergantung pada broadcasting sebuah route request untuk
mencari atau menemukan destination. Setiap device yang
menerima route request akan selalu mengulangi prosedur
yang sama sampai destination ditemukan.
Melalui hybrid ractive routing dan proactive routing,
ZRP dapat mengkontrol sisa penyimpanan dari informasi
routing dan jumlah broadcasting. Meskipun banyak ad hoc
routing protocol telah banyak diulas, namun tidak begitu
cocok bagi bluetooth scatternets, dimana terdiri dari dua
atau lebih piconets.
Gambar 3. Arsitektur ZRP
Langkah pada ZRP :
Langkah pertama :
 Radius zona, p = 2. Node menggunakan routing
table yang disediakan IARP untuk pertama kali
mengecek apakah node tujuan berada dalam zona.
 Jika tidak ditemukan didalam zona, maka route
request dikeluarkan menggunakan IERP.
 Node I tidak menemukan node tujuan pada routing
table. Maka, konsekuensinya, akan mengirimkan
request ke node sekeliling
Gambar 4. Langkah pertama ZRP
Langkah kedua :
 Route request diterima node T, dimana dapat
mencari node tujuan dalam jangkauan zona
routingnya. Node T menambahkan jalur sendiri ke
node X ke jalur pada route request
 Route pun membalas, mengandung jalur
berlawanan dan mengirimkan kembali ke node
sumber. Jika beberapa jalur ke node tujuan
tersedia, maka sumber akan menerima beberapa
balasan.
Gambar 5. Langkah kedua ZRP
3. METODOLOGI
Metode yang digunakan pada tugas akhir ini adalah
simulasi. Adapun software yang digunakan adalah Network
Simulator-2 (NS-2) [5] yang telah dilengkapi tool CMU
Monarch Project’s Wireless and Mobility Extensios to ns
[7]. Tool ini sangat berguna dalam pembangkitan trafik dan
skenario pergerakan node. Adapun parameter yang
digunakan antara lain sumber trafik CBR (Continuous Bit
Rate), node sumber dan node tujuan tersebar secara acak
dalam jaringan, Model sistem yang digunakan pada
simulasi adalah topologi jaringan ad hoc. Simulasi
dilakukan dengan software Network Simulator 2 (NS-2).
Adapun parameter yang dgunakan sebagai berikut :
menggunakan 19 node, waktu simulasi yaitu 110 detik
untuk DSR dan 60 detik untuk ZRP, dengan environment
size 50 x 50. Routing Protocol yang digunakan adalah,
Dynamic Source Routing dan Zone Routing.
Gambar 6. Metoda DSR dan ZRP
Tabel 1
PARAMATER SIMULASI
Parameter
Simulator
Routing protocol
Waktu simulasi
Area simulasi
Model pergerakan node
Kecepatan
Jumlah Node
Nilai
NS-2
DSR dan ZRP
110 detik (DSR) 60 detik (ZRP)
50 m x 50 m
Random Way Point
0-25 m/s dengan interval 5 m/s
19 buah
Adapun parameter unjuk kerja yang digunakan tugas
akhir ini adalah :
1. Time Based : waktu pengiriman dan penerimaan paket
data oleh node tujuan..
2. Nilai Delay, Troughput, Average delay, Data packets
transmitted, Data packets succesfully received, dan
Packet dropped.
Gambar 7. Contoh hasil simulasi DSR
Sedangkan pada ZRP, meski meningkat pula, tetapi tak
setajam pada DSR, hal ini dikarenakan pada ZRP
membutuhkan proses pengiriman dan penerimaan lebih
sedikit. Pada satu sisi ZRP membatasi jangkauan prosedur
proaktif hanya untuk node lokal tetangga saja. Sisi lainnya
pencarian atau trace pada jaringan diadopsi ketika device
tidak dapat mencari tujuan (destination) dalam jangkauan
proactive routing. Penggunaan radius zona, contoh p : 2
dapat mempercepat proses pengiriman dan penerimaan
paket data.
B. Nilai Delay, Troughput, Average delay, Data packets
transmitted, Data packets succesfully received, dan Packet
dropped.
Untuk mengetahui banyaknya packet loss pada hasil
simulasi, digunakan program GAWK dengan listing
sebagai berikut ; awk –f nama_gawk.awk nama_tracefile.tr
Dan berikut hasilnya :
Gambar 8. Contoh hasil similasi ZRP
4. HASIL DAN ANALISA
Tabel 1. Jumlah packet loss yang terjadi pada simulasi
Hasil simulasi ditunjukkan pada bagian ini dalam
bentuk grafik garis. Grafik menunjukkan perbandingan
antara DSR dan ZRP.
A. Time Based
Gambar dibawah ini menunjukan perbandingan packet
sending dan time received antara kedua routing protocol
tersebut dengan banyaknya sumber trafik yang berbeda.
Waktu pengiriman dan penerimaan DSR lebih besar
daripada ZRP.
Type
Routing
DSR
ZRP
Packets
Transmit
64
30
Packets
Received
42
16
Packets
Loss
22
14
Selanjutnya untuk hasil simulasi rata – rata delay pada
protokol DSR dan ZRP :
Tabel 2. Besarnya rata – rata delay pada DSR dan ZRP
Time Received (m /s)
Tabel Perbandingan Time Based DRP
dan ZRP
Type Routing
DSR
ZRP
120
100
80
DSR
60
ZRP
40
20
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Packets Sending
DSR
cenderung
meningkat
tajam
seiring
meningkatnya jumlah pengiriman paket. Hal ini disebabkan
pencarian rute membutuhkan semakin banyak paket
routing. Oleh karena itu semakin sedikit kanal yang
diperuntukkan
untuk pengiriman data,
sehingga
menurunkan pengiriman paket. Meningkatnya jumlah
pengiriman paket membuat waktu penerimaan paket data
juga turun karena semakin banyak paket routing yang
dibangkitkan karena DSR menggunakan flooding (global
search) untuk pencarian rute.
Rata – rata Delay (s)
0.492157
2.323911
Lalu untuk nilaii Troughput pada simulasi adalah
sebagai berikut :
Tabel 3. Nilai Troughput pada DSR dan ZRP
Type Routing
DSR
ZRP
Troughput (Bps)
265
227
Sedangkan untuk nilai maksimum delay dan minimum
delay didapatkan dari hasil simulasi sebagai berikut :
Tabel 4. Nilai maksimum dan minimum delay
Type
Routing
DSR
ZRP
Minimum
Delay (s)
0.005545
0.006288
Maximum
Delay (s)
5.008772
18.040043
Dari beberapa tabel diatas dapat dilihat hasil simulasi
nilai ZRP yang lebih baik dari DSR dari nilai Time Based,
yakni waktu yang dibutuhkan paket untuk diterima tujuan,
dan nilai Packet Loss. Sedangkan nilai Troughput, Delay,
maksimum dan minimum delay, DSR lebih baik daripada
ZRP dikarenakan protokol DSR yang selalu
mengirimkan data ke seluruh node secara kontinyu
dan terus menerus sampai menemukan path yang
benar.
5. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan antara lain :
1. Untuk sisi Time Based, yakni packet sending dan
time received antara kedua routing protocol DSR
dan ZRP, waktu penerimaan pada DSR meningkat
sangat tajam seiring bertambahnya pengiriman
paket data. Hal ini disebabkan pencarian rute
membutuhkan semakin banyak paket routing. Oleh
karena itu semakin sedikit kanal yang
diperuntukkan untuk pengiriman data, sehingga
menurunkan pengiriman paket. Meskipun waktu
penerimaan paket pada ZRP juga meningkat
seiring peningkatan pengiriman paket, tetapi
waktunya berkisar setengah dari waktu yang
dibutuhkan DSR.
2. Packet loss pada ZRP lebih baik dari pada DSR.
Dimana kalau dibuat prosentase ratio, ratio packet
loss DSR adalah 65.62% sedangkan pada ZRP
sebesar 53.3%. Packet loss terjadi karena adanya
banyaknya node, transaksi data (Sent atau receive)
yang terjadi secara bersamaan, padatnya trafik
dalam suatu topologi jaringan yang berakibat pada
perubahan rute maka node sumber akan
melakukan proses flooding ulang.
3. Nilai Troughput atau ukuran nilai berhasilnya
pengiriman paket pada DSR lebih besar daripada
ZRP, dikarenakan banyaknya proses routing yang
terjadi pada DSR , sehingga ukuran atau jumlah
data yang dikirimkan ikut besar pula
4. Delay yang terjadi pada ZRP lebih besar daripada
DSR, karena sesuai protokol ZRP yang
menggunakan radius zona atau melakukan hoping
tranciever (lompatan node) saat pengiriman paket
data sehingga mengakibatkan delay yang lebih
besar. Baik itu minimum delay, maksimum delay
maupun nilai rata – rata delay.
REFERENCES
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
http://journal.amikom.ac.id/index.php/informatika/arti
cle/view/116.htm
http://www.ittelkom.ac.id/library
http://tools.ietf.org/html/rfc4728
http://www.ietf.org/proceedings/55/I-D/draft-ietfmanet-zone-zrp-04.txt
K. Fall and K. Vardhan, The Network Simulator (ns-2).
Available : http://www.isi.edu/nsnam/ns.
[6]
Computer Science Department, Carnegie Mellon
University, Pittsburgh, PA 15213. The CMU Monarch
Project’s Wireless and Mobility Extensions to ns.
http://www.monarch.cs.cmu.edu/
[7]
[8]
Orinoco 11b Client PC Card specification booklet.
D. Johnson dan D. Maltz, Y. Hu, 2001. "The Dynamic
Source Routing Protocol for Mobile Ad Hoc Networks
(DSR)" IETF Internet-Draft, draft-ietf-manet-dsr06.txt.
RIWAYAT PENULIS
Dicky
Rachmad
Pambudi
dilahirkan di kota Surabaya pada
tanggal
6
Nopember
1981
merupakan anak dari pasangan Edhi
Surachmad
dan
Mira
Diana.
Memulai pendidikan di SDN
Kalirungkut I pada tahun 1988,
SLTPN 13 Surabaya pada tahun
1994, dan SMUN 6 Surabaya pada
tahun 1997. Pada tahun 2000
terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan
Teknik elektro, Fakultas Teknologi
Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Penulis mengambil bidang studi Telekomunikasi
Multimedia.
Download