PENDAHULUAN Latar Belakang Modal dasar pembangunan subsektor peternakan nasional sangat ditentukan oleh pemilikan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya hayati ternak baik berupa ternak yang sudah dikembangkan maupun yang masih dipelihara secara subsisten. Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan ternak ruminansia besar yang penting bagi masyarakat Indonesia. Populasi kerbau di Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak 2.191.636 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan 2008). Kerbau memiliki keunggulan tersendiri untuk dikembangkan karena dapat bertahan hidup dengan pakan berkualitas rendah, toleran terhadap parasit setempat serta keberadaannya telah menyatu sedemikian rupa dengan kehidupan sosial dan budaya petani Indonesia. Kerbau di Indonesia pada umumnya digunakan sebagai sumber daging, dan sebagai tenaga kerja dalam mengolah lahan usahatani. Pada beberapa daerah, kerbau digunakan sebagai penghasil susu, dan pelengkap upacara adat. Ternak yang secara genetik beradaptasi terhadap kondisi lingkungan spesifik, akan lebih produktif karena dapat dikembangkan dengan menggunakan biaya rendah, mendukung keanekaragaman pangan, pertanian, dan budaya, serta efektif dalam mencapai tujuan keamanan pangan. Bertujuan untuk mempertahankan, menggali dan mengembangkan potensi sumberdaya genetik kerbau lokal, langkah awal yang perlu dilakukan antara lain dengan menghimpun informasi, karakterisasi dan identifikasi baik pada performa maupun parameter genetik terutama yang berkaitan dengan sejumlah sifat ekonomis penting. Informasi asal-usul, karakteristik ternak (sifat-sifat produksi dan reproduksi), dan karakteristik populasi (keragaman, status populasi) kerbau lokal belum banyak diketahui. Informasi tersebut sangat penting dan diperlukan bagi pengembangan dan perbaikan mutu genetik sebagai bagian dari pengembangan ternak kerbau secara nasional. Kualitas daging merupakan salah satu faktor yang penting bagi konsumen dalam menentukan jenis daging yang akan dikonsumsi. Penentuan kualitas daging dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya preferensi, pengalaman, dan latar belakang budaya konsumen. Kualitas daging juga dapat ditentukan melalui 2 beberapa peubah, antara lain nilai pH, daya ikat air, susut masak, dan keempukan. Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan (ante mortem) seperti genetik, spesies, bangsa, jenis kelamin, umur dan jenis pakan, dan faktor setelah pemotongan (post mortem) seperti metode penyimpanan, preservasi, dan pemasakan daging tersebut (Aberle et al. 2001). Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH) merupakan hormon anabolik yang disintesis dan disekresikan oleh sel somatotrof pada lobus anterior pituitari (Ayuk dan Sheppard 2006). GH memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan longitudinal pascanatal, pertumbuhan jaringan, laktasi, reproduksi, dan metabolisme protein, lipid, dan karbohidrat (Akers 2006; ThidarMyint et al. 2008). Keragaman gen GH berpengaruh terhadap sifat karkas dan komposisi asam lemak pada sapi Japanese Black (Ardiyanti et al. 2009). Reseptor hormon pertumbuhan atau growth hormone receptor (GHR) merupakan protein transmembran yang mengikat GH dengan afinitas dan spesifitas yang tinggi. Ekspresi reseptor diperlukan untuk menghasilkan aktivitas selular terhadap GH. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perubahan fungsi GHR dapat berpengaruh terhadap kemampuan mengikat GH dan aktivitas GH dalam jaringan target (Di Stasio et al. 2005). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kualitas karkas dan daging kerbau, serta keragaman gen GH dan GHR pada kerbau. Kerangka Pemikiran Karakteristik fenotipe yang diamati dalam penelitian ini adalah penilaian kualitas daging, dan kualitas karkas. penilaian kualitas daging mewakili nilai pH, daya putus Warner Bratzler, persentase susut masak, dan persentasse air bebas. Penilaian kualitas karkas meliputi bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas, tebal lemak punggung, dan rib eye area (luas urat daging mata rusuk). Laporan tentang adanya pengaruh dari faktor genetik, fisiologi, dan lingkungan terhadap sifat fenotipe telah banyak dilaporkan pada sapi. Penelitian ini dirancang untuk mendapatkan informasi keragaman kualitas karkas dan daging kerbau, serta 3 keragaman gen GH dan GHR pada Kerbau. Penelitian ini dirancang berdasarkan tinjuan pustaka yang terkait dengan topik penelitian. Kerangka pemikiran diatas kemudian diringkas dalam Gambar 1. Genetik: Gen GH Gen GHR Fisiologi: Umur Lingkungan Analisis Fenotipe - Kualitas Daging Nilai pH Daya putus Warner Bratzler % Susut masak % Air bebas - Kualitas Karkas Bobot potong Bobot karkas % Bobot karkas Tebal lemak punggung Luas urat daging mata rusuk Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.