80 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebanyak 30 isolat S. aureus dapat dideteksi secara langsung dari susu segar menggunakan latex agglutination berbasis biomarker protein A. 2. Plasma yang mengandung biomarker protein A dari kerbau yang paling sensitif digunakan untuk deteksi S. aureus pada uji latex agglutination test dibandingkan plasma kelinci dan kambing dengan kemampuan mendeteksi S. aureus konsentrasi 103 CFU. 3. Hasil uji S. aureus dengan uji latex agglutination menunjukkan hasil yang cukup spesifik dan sensitif dengan adanya kesesuaian hasil uji latex agglutination dengan uji konvensional. 4. Hasil uji S. aureus dengan uji latex agglutination menunjukkan hasil yang cukup spesifik dan sensitif dengan adanya kesesuaian hasil uji latex agglutination dengan uji molekular . Saran Plasma kerbau terbukti mempunyai kemampuan yang baik dalam mengikat protein A S. aureus sehingga dapat dijadikan sebagai media deteksi S. aureus maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peran plasma kerbau. 80 81 RINGKASAN Mastitis adalah kasus yang paling sering ditemukan pada ternak perah di Indonesia. Kejadian mastitis pada ternak menyebabkan penurunan produksi susu, masa laktasi yang lebih pendek, meningkatnya biaya penanganan dan pengobatan, serta meningkatnya jumlah ternak yang diafkir. Kejadian tersebut berdampak pada perekonomian khususnya peternak, sehingga menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Berdasarkan gejala klinis, mastitis diklasifikasikan menjadi mastitis klinis dan mastitis subklinis. Mastitis subklinis tidak memperlihatkan gejala klinis baik pada pemeriksaan fisik ternak, maupun fisik susu yang dihasilkan ternak penderita. Staphylococcus aureus adalah salah satu mikroorganisme penyebab mastitis subklinis (Petterson and Wolfe et al., 2010). Mastitis subklinis tidak bisa didiagnosa tanpa menggunakan alat bantu diagnosa. Metode diagnosa mastitis subklinis yang saat ini digunakan di lapangan adalah Somatic Cell Counter (SCC) dan California Mastitis Test (CMT). Di laboratorium identifikasi agen penyebab mastitis subklinis dapat dilakukan secara konvensional dengan identifikasi fenotipik mikroorganisme penyebab penyakit dan metode molekuler menggunakan PCR. Metode yang sudah ada ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan baik dari nilai sensitivitas, spesifisitas, harga, maupun berdasakan nilai kepraktisan aplikasi di lapangan. Protein A adalah salah satu protein penyusun permukaan dinding S. aureus. Secara biologis protein A memiliki kemampuan berikatan dengan Fc dari 81 82 Ig berbagai spesies. Berdasarkan mekanisme biologis protein A , maka protein ini dikatakan adalah salah satu faktor virulensi S. aureus. Peran penting protein A sebagai faktor virulensi pada saat proses adesi, invasi, infeksi dan infiltrasi dari mekanisme patogenesis kejadian penyakit. Secara serologis protein A merupakan reagen penting dalam imunologi dan teknik diagnostik penyakit. Kemampuan protein A yang berikatan dengan molekul IgG yang diarahkan terhadap antigen bakteri tertentu akan mengagglutinasi bakteri yang mempunyai antigen itu (koaglutinasi) (Djannatun, 2002). Mekanisme reaksi antara protein A dengan IgG dikenal dengan reaksi Antigen (Ag) dan Antibodi (Ab) (Jawetz et al, 1996). Latex telah digunakan semenjak tahun 1956 untuk membantu reaksi atau memvisualisasikan uji maupun diagnosa penyakit dan agen. Partikel latex akan mengikat reaksi yang terjadi antara zat yang diujikan, sehingga reaksi antara zatzat yang diujikan bisa terlihat. Pada reaksi antigen dan antibodi latex akan mengikat reaksi kedua reagen ini sehingga latex akan memperlihatkan bentuk gumpalan apabila rekasi positif. Plasma adalah komponen darah dimana dalam plasma terdapat protein yang mengandung Ig. Imunoglobulin G berperan penting dalam system pertahanan tubuh. berupa respon reaksi antibodi terhadap zat asing. Plasma beberapa spesies yang digunakan (kelinci, kambing, kerbau) memiliki kemampuan mengikat antigen yang berbeda. Dari hasil optimasi di laboratorium plasma kerbau adalah plasma yang paling tinggi kemampuan mengikat antigen. Plasma kerbau mampu mengikat total koloni bakteri sebanyak 103. Sebelumnya Salasia et al. (2013) telah melakukan penelitian diagnosa mastitis subklinis 82 83 dengan latex agglutination test menggunakan plasma kelinci. Kemampuan latex agglutination test menggunakan plasma kelinci mengikat koloni hanya mancapai 104. Ketiga hal inilah yang menjadi dasar pemikiran penelitian dan diperoleh hasil dari 30 sampel adalah positif CMT, positif identifikasi konvensional S. aureus, positif latex agglutination test. Setelah dilakukan uji konvensional dan latex agglutination test maka dilanjutkan dengan PCR. Uji molekular dengan PCR saat ini dikatakan uji gold standar, karena PCR memiliki nilai keakuratan tinggi dan sensitifitas tinggi. PCR mampu mendeteksi sampai pada susunan DNA dari organisme yang dilacak. Hasil PCR memperlihatkan bahwa dari isolat DNA yang diisolasi dari sampel, terdeteksi spesies S.aureus pada gen 23S rRNA. Dari penelitian yang telah dilaksanakan dapat dikatakan bahwa latex agglutination tes menggunakan plasma kerbau, dapat digunakan untuk mendiagnosa S. aureus sebagai agen penyebab mastitis subklinis. 83