Komunitas Berpendidikan Lebih Ramah Lingkungan

advertisement
Komunitas Berpendidikan Lebih Ramah Lingkungan
Kamis, 03 Juni 2010 WIB, Oleh: Gusti
JOGJA (KU) – Tingkat pendidikan sebuah komunitas tidak hanya mampu meningkatkan
pengetahuan dan berpikir rasional, tetapi juga meningkatkan kesadaran ramah lingkungan. Hal ini
dibuktikan dari hasil penelitian Tasdiyanto terhadap empat komunitas masyarakat di Yogyakarta.
Daerah penelitian meliputi komunitas Keraton Yogyakarta, komunitas berpendidikan di Bulaksumur,
komunitas bisnis di Malioboro, dan komunitas kampung Gondolayu Lor.
Menurut Tasdiyanto, komunitas berpendidikan di kompleks dosen UGM, Bulaksumur, terbukti
meningkatkan kesadaran untuk peduli terhadap lingkungan. Di komunitas ini, sebagian besar dihuni
masyarakat berpendidikan yang memiliki pengetahuan tentang lingkungan. “Inovasi muncul,
taman sangat terawat. Mereka membentuk organisasi lingkungan yang bisa mendorong komunitas
lain,” kata Kepala Bidang Pusat Penataan Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas, Pusat
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Regional Jawa, ini dalam ujian promosi doktor ilmu
lingkungan di Sekolah Pascasarjana UGM, Rabu (2/6).
Berbeda dengan komunitas kampung Gondolayu Lor, kesadaran tentang lingkungan memang
menjadi kebutuhan masyarakat setempat akibat semakin sempitnya ruang untuk membuang
sampah. Tidak heran, di Gondolayu banyak ditemukan tempat pengolahan sampah menjadi barang
yang bermanfaat, seperti produk tas dan barang lainnya. “Sebelumnya, komunitas ini membuang
sampah di sungai. Setelah ada penyadaran dan program dari pihak luar, komunitas kampung
akhirnya bisa lebih peduli dengan lingkungannya,” ujar bapak dua anak ini.
Selain faktor kebutuhan, tingkat kesadaran ramah lingkungan komunitas Gondolayu ternyata
didukung oleh tingkat solidaritas antarsesama warga yang cukup baik. Kondisi ini memudahkan bagi
pemerintah dan LSM untuk melaksanakan program ramah lingkungan.
Sementara itu, di komunitas bisnis Jalan Malioboro, sebagian besar masyarakat tidak memiliki
kepedulian terhadap lingkungan karena terbatasnya waktu mereka untuk memperbaiki lingkungan.
Meskipun demikian, beberapa anggota masyarakat ada juga yang membuat taman di atas bangunan
(roof garden). “Di komunitas bisnis, mereka memang tidak punya waktu khusus memikirkan
lingkungan. Hanya sebagian kecil yang sadar,” ucap Tasdiyanto yang berhasil lulus cum laude
dalam ujian doktornya ini.
Adapun di lingkungan Keraton Yogyakarta, kearifan budaya ramah lingkungan lebih didasarkan atas
pengabdian para abdi dalem terhadap keraton. “Mereka secara rutin membersihkan lingkungan
keraton. Mereka tidak berpikir banyak tentang lingkungan karena hal itu adalah kewajiban dari
tugas yang mereka lakukan,” tutur pria kelahiran Banyumas, 20 juli 1972 ini. (Humas UGM/Gusti
Grehenson)
Berita Terkait
●
●
●
Fakultas Geografi dan BNI KCP UGM Sepakat Bekerja Sama
Pengaruh Strategi Lingkungan Alami Bagi Kinerja Perusahaan
Menpora, Sri Sultan dan Rektor UGM Luncurkan Gerakan Daulat Bersepeda
●
●
E-Dom, Dompet Ramah Lingkungan Kreasi Mahasiswa UGM
Peringati Dies, HMTG UGM Menggelar Jogja Green Expo 2009
Download