BAB II KERANGKA TEORI A. Landasan Teori 1. Kinerja Karyawan a

advertisement
BAB II
KERANGKA TEORI
A.
Landasan Teori
1.
Kinerja Karyawan
a. Definisi
Kinerja berasal dari kata pengertian performance yang dapat
diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja.1 Menurut Anwar
Prabu Mangkunegara, “istilah kinerja berasa dari kata job
performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja)
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip dan
diterjemahkan oleh Hadari Nawawi, mengatakan bahwa “kinerja
adalah (a) sesuatu yang dicapai, (b) prestasi yang diperlihatkan, (c)
kemampuan kerja”.3 Menurut Malayu S.P. Hasibuan mengatakan
“kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan
1
Wibowo, Manajemen Kinerja, edisi ke-empat (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2014), hlm. 7.
2
Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Perusahaan (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 67.
3
Hadari Nawawi, Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan
Industri (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), hlm. 63
14
15
atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu”.4 Kinerja
karyawan adalah prestasi kerja atau hasil kerja nyata (output) baik
kualitas maupun kuantitas yang dicapai karyawan per-satuan
periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.5
Dari berbagai definisi kinerja di atas, dapat disimpulkan bahwa
kinerja dalah pencapaian kerja oleh seseorang karyawan atas beban
kerja yang diembannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
b. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor
kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
1) Faktor Kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan pegawai terdiri dari
kemampuan potensi dan kemampuan realiti. Artinya, pegawai
yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dengan terampil dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai
kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu
ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
4
Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), hlm. 94.
5
A.A Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM, Cet. Ke-3 (Bandung: PT
Refika Aditama, 2007), hlm. 14.
16
2) Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi (tujuan kerja).6
c. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah proses melalui dimana organisasiorganisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.
Adapun kegunaan-kegunaan penilaian kinerja yaitu sebagai berikut:
1) Perbaikan prestasi kerja
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan,
manajer dan departemen personalia dapat membetulkan
kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi.
2) Penyesuaian kompensasi
Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil
keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus
dan bentuk kompensasi lainnya.
3) Keputusan penempatan
Promosi, tansfer dan penurunan jabatan (demosi) biasanya
didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya.
6
Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Perusahaan (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 67-68.
17
4) Kabutuhan pelatihan dan pengembangan karir
Prestasi
kerja
yang
jelek
mungkin
menunjukkan
kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik mungkin
mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
5) Penyimpangan proses staffing
Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan
kekuatan
atau
kelemahan
prosedur
staffing
departemen
personalia.
6) Ketidak akuratan informasional
Prestasi kerja yang jelek mungkin menujukkan kesalahankesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumber
daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi
manajemen personalia. Menggantungkan diri pada informasi
yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan
personalia yang diambil tidak tepat.
7) Kesalahan desain pekerjaan
Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda
kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi kerja
membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.
8) Kesempatan kerja yang adil
Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin
keputusan-keputusan penempatan internal yang diambil tanpa
diskriminasi.
18
9) Tantangan eksternal
Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktorfaktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan,
kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi lainnya.7
d. Faktor - Faktor Penilaian Kinerja
Untuk mengukur perilaku itu sendiri atau sejauh mana individu
berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi atau
institusi, yaitu prestasi kerja pada umumnya dikaitkan dengan
pencapaian hasil dari standar kerja yang telah ditetapkan.
Pengukuran penilaian prestasi kerja diarahkan pada enam aspek yang
merupakan
bidang
prestasi
kunci
bagi
perusahaan
yang
bersangkutan. Enam aspek bidang prestasi kunci ini sekaligus
menjadi indikator dalam penelitian ini yaitu:
1) Hasil kerja, yaitu tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah
dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan.
2) Pengetahuan pekerjaan, yaitu terkait dengan tugas pekerjaan
yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas
dari hasil kerja.
3) Inisiatif, yaitu tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas
pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalah-masalah
yang timbul.
7
T Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia (Yogyakarta:
BPFE, 2008), hlm. 135-137.
19
4) Kecekatan mental, yaitu tingkat kemampuan dan kecepatan
dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara
kerja serta situasi kerja yang ada.
5) Sikap, yaitu tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam
melaksanakan tugas pekerjaan.
6) Disiplin waktu dan absensi, yaitu tingkat ketepatan waktu dan
tingkat kehadiran.8
Menurut Wether dan Davis bahwa “penilaian kinerja agar
dapat lebih dipercaya dan objektif”, maka perlu dilakukan batasan
atau faktor-faktor penilaian kinerja sebagai berikut:
1) Performance, yaitu hasil atau pencapaian tugas dalam jabatan.
2) Job Behavior, yaitu kesediaan untuk menampilkan perilaku dan
mentalitas yang mendukung peningkatan kinerja.
3) Potency, yaitu kemampuan pribadi yang akan dikembangkan.9
e. Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja antara lain sebagai berikut:
1) Untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan para pekerja, dengan
memberikan bantuan agar setiap pekerja mewujudkan dan
mempergunakan potensi yang dimilikinya secara maksimal
dalam melaksanakan misi organisasi atau perusahaan melalui
pelaksanaan pekerjaan masing-masing.
8
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 152-153.
9
Windy Yuliana, “Pengaruh Kepemimpinan dan Iklim Kerja terhadap Kinerja
Karyawan di KOSPIN JASA Syariah Pekalongan”, (Skripsi Program Studi Ekonomi
Syariah, Jurusan Syariah, STAIN Pekalongann, 2012), hlm. 88-89.
20
2) Untuk menghimpun dan mempersiapkan informasi bagi pekerja
dan para manajer dalam membuat keputusan yang dapat
dilaksanakan sesuai dengan bisnis organisasi atau perusahaan di
tempat bekerjanya. Setiap pekerja termasuk para manajer dalam
bekerja selalu dihadapkan dengan keharusan mengambil
keputusan yang berhubungan dengan bidang bisnis organisasi
atau perusahaan. Keputusan itu hanya akan dirumuskan secara
tepat untuk dilaksanakan apabila didasarkan pada informasiinformasi yang cukup benar.
Informasi penting yang didapat hanya dari penialaian
kinerja adalah data tentang tugas-tugas yang dilaksanakan dan
cara melaksanakannya dalam hubungannya dengan usaha
mencapai tujuan. Dengan menggunakan informasi itu harus
diambil keputusan, tentang perlu atau tidak memperbaiki,
meningkatkan dan mengembangkan tugas-tugas dan cara
melaksanakannya, agar lebih efektif dan efisien bagi pencapaian
tujuan organisasi atau perusahaan.
3) Untuk menyusun inventarisasi SDM di lingkungan organisasi
atau perusahaan yang dapat digunakan dalam mendesain
hubungan antara atasan dan bawahan, guna mewujudkan saling
pengertian dan penghargaan dalam rangka mengembangkan
keseimbangan antara kegiatan pekerja secara individual dengan
sasaran organisasi perusahaan.
21
4) Untuk meningkatkan motivasi kerja yang berpengaruh pada
prestasi para pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Untuk itu, hasil penilaian kinerja perlu diketahui oleh para
pekerja.
Dari
keberhasilannya,
satu
sisi
akan
tentang
pengetahuan
menjadi
motivasi
akan
untuk
mempertahankannya dan bahkan lebih meningkatkannya di
masa depan. Dengan kata lain, penilaian kinerja bertujaun untuk
meningkatkan prestasi kerja SDM.10
2.
Gaya Kepemimpinan
a. Definisi
Menurut Fiedler, “kepemimpinan adalah pengaruh antar
pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses
komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu
sebagai proses memengaruhi sekelompok orang sehingga mau
bekerja
dengan
sungguh-sungguh
untuk
meraih
tujuan
kelompoknya. Sebab, pada dasarnya kepemimpinan merupakan pola
hubungan antara individu-individu yang menggunakan wewenang
serta pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersamasama mencapai tujuan”.11 Menurut Vetihzal Rivai dan Deddy
Mulyadi, “gaya kepemimpinan merupakan sekumpulan ciri yang
10
Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif
(Yogyakarta: Gajah Mada University, 2008), hlm. 248.
11
56.
Endin Nasrudin, Psikologi Manajemen (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), hlm.
22
digunakan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran
organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang dikuasai dan
sering diterapkan oleh seorang pemimpin”.12 Menurut Davis dan
Newstroom, “gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung
pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang
pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin.
Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau berbentuk
tertentu”.13
Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin
melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat
oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungkin
sedang mengamati dari luar. James et. al. mengatakan “bahwa gaya
kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh
pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja.
Gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil
kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering
diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi
kinerja bawahannya”.14
12
Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 42.
13
Moeheriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Berbasis Kompetensi (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), hlm. 386.
14
Regina Aditya Reza, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja
terhadap Kinerja Karyawan PT Sinar Sentosa Perkasa Banjarnegara”, (Semarang: Skripsi
Fakultas Universitas Diponegoro Semarang, 2010), hlm.
24. Diakses dari
(https://core.ac.uk/download/pdf/11723380.pdf pada tanggal 29 Desember 2015).
23
Berdasarkan
definisi-definisi
di
atas
mengenai
gaya
kepemimpinan, maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
adalah
suatu
sikap
ataupun
proses
dalam
memengaruhi,
mengarahkan serta menggerakkan individu atau sekelompok orang
dengan pola tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan.
b. Jenis - Jenis Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan pada dasarnya dapat dilihat dari
bermacam-macam sudut pandangan. Adapun gaya kepemimpinan
yang ada, yaitu :
1) Gaya persuasif, yaitu gaya memimpin dengan menggunakan
pendekatan yang menggugah perasaan, pikiran atau dengan
kata lain dengan melakukan ajakan atau bujukan.
2) Gaya refresif, yaitu gaya kepemimpinan dengan cara
memberikan tekanan-tekanan, ancaman-ancaman, sehingga
bawahan merasa ketakutan.
3) Gaya
partisipatif,
yaitu
gaya
kepemimpinan
dimana
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk itu secara
aktif baik mental, spiritual, fisik, maupun materiil dalam
kiprahnya di organisasi.
4) Gaya inovatif, yaitu pemimpin yang selalu berusaha dengan
keras untuk mewujudkan usaha-usaha pembaruan di dalam
segala bidang.
24
5) Gaya investigatif, yaitu gaya pemimpin yang selalu melakukan
penelitian yang disertai dengan rasa penuh kecurigaan terhadap
bawahannya sehingga menyebabkan kreativitas, inovasi, serta
inisiatif dari bawahan kurang berkembang.
6) Gaya inspektif, yaitu pemimpin yang suka melakukan acaraacara yang sifatnya protokoler, kepemimpinan dengan gaya
inspektif menuntut penghormatan bawahan atau pemimpin
yang senang apabila dihormati.
7) Gaya motivatif, yaitu pemimpin yang dapat menyampaikan
informasi
mengenai
ide-idenya,
program-program
dan
kebijakan-kebijakan kepada bawahan dengan baik.
8) Gaya naratif, yaitu pemimpin yang banayak bicara namun
tidak disesuaikan dengan apa yang ia kerjakan, atau dengan
kata lain pemimpin yang banyak bicara tapi sedikit bekerja.
9) Gaya edukatif, yaitu pemimpin yang suka melakukan
pengembangan bawahan dengan cara memberikan pendidikan
dan keterampilan kepada
bawahan,
sehingga
bawahan
memiliki wawasan dan pengalaman yang lebih baik dari hari
ke hari.
10) Gaya retrogesif, yaitu pemimpin tidak suka melihat maju,
apalagi melebihi dirinya.15
15
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 221-223.
25
Menurut Moeheriono, jenis gaya kepemimpinan dapat
dijelaskan sebagaimana berikut:
1) Gaya kepemimpinan demokratis. Gaya kepemimpinan ini
diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan
hubungan manusiawi (human relationship) yang efektif.
Dalam gaya kepemimpinan ini, pelaksanaan setiap keputusan
tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru
sebaliknya, semua merasa terdorong menyukseskannya sebagai
tanggung jawab bersama. Setiap anggota kelompok/organisasi
merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau
beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama.
Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu
dihormati dan disegani secara wajar.16
2) Gaya
kepemimpinan otoriter.
Gaya
kepemimpinan ini
menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok
kecil orang yang di antara mereka tetap ada seorang yang
paling berkuasa. Pemimpin berindak sebagai penguasa tunggal,
orang-orang yang dipimpin jumlahnya jumlahnya lebih
banyak, merupakan pihak dikuasai yang disebut bawahan.
Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana perintah,
keputusan dan bahkan kehendak pimpinan. Perintah pemimpin
16
Moeheriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Berbasis Kompetensi (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), hlm. 388.
26
sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai
satu-satunya yang paling benar.17
3) Gaya
kepemimpinan
bebas
dan
gaya
kepemimpinan
pelengkap. Gaya kepemimpinan bebas merupakan kebalikan
dari gaya kepemimpinan otoriter. Dalam gaya kepemimpinan
ini,
pemimpin
berkedudukan
sebagai
simbol.
Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan
penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan.
Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat,
yang dilakukan dengan memberi kesempatan untuk bertanya
bagi anggota yang memerlukannya.18
Gaya kepemimpinan menurut Likert terbagi menjadi empat
(4) sistem yang mana keempat sistem ini sekaligus menjadi
indikator-indikator dari variabel gaya kepemimpinan dalam
penelitian ini19:
1) Sistem
1,
manajer
membuat
semua
keputusan
yang
berhubungan dengan keja dan memerintah para bawahan untuk
melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaannya juga
secara kaku ditetapkan oleh manajer.
17
Moeheriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Berbasis Kompetensi (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), hlm. 388.
18
19
Moeheriono, Pengukuran Kinerja ... hlm. 389.
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 224-226.
27
2) Sistem 2, manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi
memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar
terhadap perintah-perintah tersebut. Bawahan juga diberi
berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka
dalam
batas-batas
dan
prosedur-prosedur
yang
telah
ditetapkan.
3) Sistem 3, manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan
perintah-perintah setelah hal-hal itu didskusikan terlebih
dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusankeputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas.
Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan
daripada ancaman hukuman.
4) Sistem 4, tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan
kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer yang secara formal
membuat
keputusan,
mereka
melakukan
setelah
mempertimbangkan saran-saran dan pendapat-pendapat dari
para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer
tidak
hanya
menggunakan
penghargaan-penghargaan
ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan
perasaan dibutuhkan dan penting.
28
c. Tugas - Tugas Kepemimpinan
Tugas-tugas kepemimpinan cukup banyak, di antaranya:
1) Sebagai Konselor.
Konselor merupakan tugas seorang pemimpin dalam
suatu unit kerja, dengan membantu atau menolong SDM untuk
mengatasi masalah yang dihadapinya dalam melakukan tugas
yang dibebankan kepadanya. Dalam pengertian ini, maka
pekerjaan seorang konselor disebut sebagai konseling. Untuk
menjadi
konselor
yang
baik
diperlukan
keterampilan
komusikasi yang baik, agar konseling yang diadakan menjadi
efektif. Ada beberapa persyaratan yang perlu dimiliki seorang
konselor, yaitu:
a) Memiliki kesadaran yang tinggi.
b) Mempunyai sikap yang cocok antara kata dengan
perbuatan.
c) Menghormati orang lain.
d) Bersikap jujur.20
2) Sebagai Instruktur
Seorang bawahan mustahil dapat bekerja dengan baik
tanpa membuat kesalahan-kesalahan bila tidak diarahkan dan
diberi tahu oleh atasannya. Oleh sebab itu, seorang pemimpin
secara otomatis menjadi trainer atau instruktur sehingga
20
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 228-229.
29
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada bawahan dapat
menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna. Ada beberapa
persyaratan yang perlu dimiliki seorang trainer atau instruktur,
yaitu:
a) Diperlukan adanya keterampilan berkomunikasi.
b) Kemampuan menganggap bawahan sebagai orang yang
perlu dikasihani, karena masih buta terhadap materi yang
akan diberikan.21
3) Memimpin rapat.
Seorang pemimpin pada tingkat manapun, pada suatu
waktu perlu mengadakan rapat dan memimpinnya.
d. Syarat - Syarat Kepemimpinan
Syarat sebagai seorang pemimpin, sebenarnya banyak sekali
persyaratannya, hal ini dikaitkan dengan tiga hal penting, yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu:
1) Kekuasaan, yaitu otorisasi dan legalitas yang memberikan
wewenang kepada
pemimpin
untuk
mempengaruhi
dan
menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu dalam rangka
penyelesaian tugas tertentu.
2) Kewibawaan, yaitu keunggulan, kelebihan, keutamaan sehingga
pemimpin mampu mengatur orang lain dan patuh kepadanya.
21
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 229-230.
30
3) Kemampuan, yaitu sumber daya kekuatan, kesanggupan dan
kecakapan secara teknis maupun sosial, yang melebihi dari
anggota biasa.22
Sementara itu, Stogdill menyatakan pemimpin itu harus
mempunyai kelebihan sebagai persyaratan, yaitu antara lain:
1) Kepastian, kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara,
kemampuan menilai.
2) Prestasi, gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan dalam bidang
tertentu.
3) Tanggung jawab, berani, tekun, mandiri, kreatif, ulet, percaya
diri, agresif.
4) Partisipasi aktif, memiliki stabilitas tinggi, kooperatif, mampu
bergaul.
5) Status, kedudukan sosial ekonomi cukup tinggi dan tenar.23
e. Sifat - Sifat Kepemimpinan
Ordway Tead mengatakan “ada sepuluh macam sifat atau
perangai yang harus dimiliki seorang pemimpin”, yaitu:
1)
Energi jasmani dan rohani (physical and nervous energy).
2)
Kepastian akan maksud dan arah tujuan (a sense of purpose
and direction).
3)
Antusiasme atau perhatian yang besar (anthusiasm).
22
Moeheriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Berbasis Kompetens, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), hlm. 392
23
Moeheriono, Pengukuran Kinerja ... hlm. 393.
31
4)
Ramah tamah, penuh rasa persahabatan dan ketulusan hati
(friendlieness and effectiveness).
5)
Integritas atau pribadi yang bulat (integrity).
6)
Kecakapan teknis (technical mastery).
7)
Mudah mengambil keputusan (decisioness).
8)
Cerdas (intelligence).
9)
Kecakapan mengajar (teaching skill).
10) Kesetiaan (faith).24
Kemudian, Keith Davis mengemukakan empat macam
kelebihan dan sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh pemimpin, yaitu:
1) Inteligensia (intelligence), memiliki kecerdasan yang lebih
tinggi daripada bawahannya.
2) Kematangan dan keluasan pandangan sosial (social maturity
and breadth), pemimpin harus lebih matang dan lebih luas
dalam hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan sehingga
mudah mengendalikan keadaan, kerjasama sosial, serta
mempunyai keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri.
3) Mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi yang datang
dari dalam (inner motivation and achievment desires),
pemimpin diharapkan harus selalu mempunyai dorongan yang
besar untuk dapat menyelesaikan sesuatu.
24
Moeheriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Berbasis Kompetensi (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), hlm. 395.
32
4) Mempunyai kemampuan mengadakan hubungan antarmanusia
(human relations attitudes), pemimpin harus selalu lebih
mengetahui terhadap bawahannya, sebab dalam kehidupan
organisasi
diperlukan
ketergantungan
antara
adanya
kerja
sama
anggota-anggota
atau
kelompok
saling
dan
berorientasi pada bawahan.25
3. Latar Belakang Pendidikan
a. Definisi
Menurut Zainun dalam Sukoco, pendidikan adalah untuk
mempersiapkan SDM sebelum memasuki pasar kerja. Dengan
pengetahuan yang diperolehnya dari pendidikan yang diharapkan
sesuai dengan syarat-syarat yang dituntut oleh suatu pekerjaan.26
Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon
tenaga kerja yang diperlukan suatu instansi atau organisasi.27
Pendidikan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam memajukan perusahaan,
karena pendidikan merupakan modal dasar bagi karyawan dalam
25
Moeheriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Berbasis Kompetensi (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), hlm. 395.
26
Ega Sri Dini, dkk, “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan dan Pelatihan Terhadap
Kinerja Account Officer (AO) Kredit Komersial Bank BRI Sumatera Barat”, (Padang:
Penelitian Program Pendidikan Ekonomi Islam, STKIP PGRI Barat Sumatera, 2013), hlm.
61.
Diakses
dari
(http://ejournal.stkip-pgrisumbar.ac.id/index.php/economica/article/view/218/207 pada tanggal 10 Desember 2015).
27
Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, ed.revisi (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1998), hlm. 26.
33
melaksanakan
pekerjaan
dan
bertujuan
untuk
membantu
pencapaian tugas agar mencapai hasil kerja yang baik. Pentingnya
pendidikan bukan semata-mata bagi karyawan tetapi juga bagi
organisasi dalam rangka peningkatan kemampuan karyawan untuk
menghasilkan kinerja yang maksimal. Pendidikan dengan berbagai
programnya mempunyai peranan penting dalam memperoleh dalam
meningkatkan kualitas kemampuan profesional individu. Melalui
pendidikan seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap
tahu, mengenal dan mengembangkan metode berfikir secara
sistematis agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi
dalam kehidupan di kemudian hari. Manusia memerlukan
pendidikan, dan melalui pendidikan itu ia dapat mengembangkan
dirinya. Dengan demikian, kebutuhan akan pendidikan tidak lain
adalah kebutuhan yang bersumber dari kepentingan individunya.28
Latar belakang pendidikan mempunyai kaitan erat dengan
hasil seleksi yang telah dilaksanakan oleh manajer sumber daya
manusia. SDM yang memiliki latar belakang pendidikan tertentu
biasanya akan terlihat prestasinya pada seleksi tentang bidang yang
dikuasainya. Dengan kata lain hasil seleksi dapat memperkuat dan
meyakinkan manajer SDM untuk menempatkan orang yang
bersangkutan pada tempat yang tepat. Di samping itu, latar
28
Jennifer Octora Kapahang, dkk, “Pendidikan, Pengalaman Kerja, dan Kompetensi
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo”,
(Manado: Jurnal EMBA, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi), hlm.
504-505. Diakses dari (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/6358/5876
pada tanggal 10 Desember 2015).
34
belakang pendidikan dengan prestasi akademis yang diraihnya
dapat menjadi acuan pemberian beban kerja dan tanggung jawab
dalam melaksanakan pekerjaan. Prestasi akademik yang telah
dicapai oleh tenaga kerja selama mengikuti jenjang pendidikan
harus mendapatkan pertimbangan dalam penempatan, dimana
tenaga kerja seharusnya melaksanakan tugas dan pekerjaan serta
mengemban wewenang dan tanggung jawab. Prestasi akademis
yang menjadi pertimbangan bukan saja prestasi pada jenjang
pendidikan terakhir, tetapi lebih dari itu dengan melihat
perkembangan prestasi akademis sebelumnya.29
b. Dimensi Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan dapat dilihat dari dua sisi atau
dimensi, yaitu kesesuaian antara bidang ilmu yang ditempuh
dengan bidang tugas dan jenjang pendidikan, dua sisi ini sekaligus
menjadi indikator dalam penelitian ini.
1) Jenjang pendidikan
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 tahun 2003, jenjang pendidikan adalah tahapan
pendidikan yang ditetapkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang
dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri dari:
29
Ayuk Wahdanfiari, “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan dan Pengalaman Kerja
terhadap Etos Kerja Karyawan Bank BNI Syariah Kantor Cabang Kediri”, (Tulungagung:
Skripsi Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Tulungagung,
2014), hlm. 15. Diakses dari (http://repo.iain-tulungagung.ac.id/139/1/SKRIPSI.pdf, pada
tanggal 10 Desember 2015).
35
a) Pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan awal selama 9
(sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang
melandasi jenjang pendidikan menengah.
b) Pendidikan atas, yaitu jenjang pendidikan lanjutan
pendidikan menengah.
c) Pendidikan tinggi, yaitu jenjang pendidikan setelah
pendidikan
atas
yang
mencakup
program
sarjana,
magister, doktor dan spesialis yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi.
d) Spesifikasi/Jurusan Keilmuan
Kesesuaian jurusan adalah sebelum karyawan
direkrut
terlebih
dahulu
perusahaan
menganalisis
kesesuaian jurusan pendidikan karyawan tersebut agar
nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang
sesuai dengan kualifikasi pendidikannya tersebut.30
c. Pentingnya Pendidikan bagi Sumber Daya Manusia
Pendidikan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk
investasi. Oleh karena itu setiap organisasi atau instansi yang ingin
berkembang, maka pendidikan dan pelatihan bagi karyawannya
30
Ayuk Wahdanfiari, “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan dan Pengalaman Kerja
terhadap Etos Kerja Karyawan Bank BNI Syariah Kantor Cabang Kediri”, (Tulungagung:
Skripsi Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Tulungagung,
2014), hlm. 16. Diakses dari (http://repo.iain-tulungagung.ac.id/139/1/SKRIPSI.pdf pada
tanggal 10 Desember 2015).
36
harus memperoleh perhatian yang besar. Pentingnya program
pendidikan bagi suatu organisasi antara lain31:
1) Sumber daya manusia atau karyawan yang menduduki suatu
jabatan tertentu dalam organisasi, belum tentu mempunyai
kemampuan yang sesuai dengan persyaratan yang diperlukan
dalam jabatan. Hal ini terjadi karena sering seseorang
menduduki jabatan tertentu bukan karena kemampuannya,
melainkan karena tersedianya informasi.
2) Dengan adanya kemajuan kemajuan ilmu dan teknologi, jelas
akan mempengaruhi suatu organisasi/instansi. Oleh karena itu
jabatan-jabatan yang dulu
belum diperlukan,
sekarang
diperlukan. Kemampuan orang yang akan menempati jabatan
tersebut kadang-kadang tidak ada. Dengan demikian, maka
diperlukan penambahan atau peningkatan kemampuan yang
diperlukan oleh jabatan tersebut.
3) Promosi
dalam
suatu
organisasi/institusi
adalah
suatu
keharusan, apabila organisasi itu mau berkembang. Pentingnya
promosi bagi seseorang adalah sebagai salah satu reward dan
insentive (ganjaran dan perangsang). Adanya ganjaran dan
perangsang
yang
berupa
promosi
dapat
meningkatkan
produktivitas kerja bagi seseorang karyawan. Kadang-kadang
kemampuan seorang karyawan yang akan dipromosikan untuk
31
Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, ed.revisi (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1998), hlm. 27.
37
menduduki jabatan tertentu ini masih belum cukup. Maka dari
itu diperlukan pendidikan atau pelatihan tambahan.
4) Di dalam masa pembangunan ini organisasi-organisasi atau
intansi-instansi, baik pemerintah maupun swasta merasa
terpanggil untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi
karyawannya agar diperoleh efektivitas dan efisiensi kerja
sesuai dengan masa pembangunan.
Pentingnya pendidikan atau pelatihan bukan semata-mata
bagi karyawan atau pegawai yang bersangkutan saja, tetapi juga
keutungan
bagi
organisasi.
Karena
dengan
meningkatnya
kemampuan atau keterampilan para karyawan, meningkatkan
produktivitas kerja para karyawan. Produktivitas kerja para
karyawan meningkat, berarti organisasi yang bersangkutan akan
memperoleh keuntungan.32
4. Kompensasi
a. Definisi
Menurut Panggabean, “kompensasi dapat didefinisikan
sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada
karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan
kepada organisasi”. Menurut Handoko, “yang dimaksud dengan
kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan
32
Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, ed.revisi (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1998), hlm. 28.
38
sebagai balas jasa untuk kerja mereka”. Manurut Saydam,
“kompensasi dimaksudkan sebagai balas jasa (reward) perusahaan
terhadap pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran yang telah
diberikan mereka kepada perusahaan”.33
Kompensasi merupakan apa yang diterima oleh karyawan
sebagai kontribusi mereka kepada organisasi, dimana komponenkomponennya dapat dibagi dalam bentuk: kompensasi finansial
langsung yang meliputi gaji/upah, insentif, kenaikan berkala,
kemudian kompensasi finansial tidak langsung meliputi asuransi,
tunjangan dan fasilitas kantor, serta kompensasi non finansial yang
terdiri dari pekerjaan dan lingkungan pekerjaan.34
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kompensasi adalah suatu imbal jasa yang ditujukan kepada para
karyawan atas dasar sumbangsihnya terhadap perusahaan.
b. Komponen Kompensasi
1) Gaji
Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima
karyawan sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai
seorang karyawan yang memberikan sumbangan tenaga dan
pikiran dalam mencapai tujuan perusahaan. Gaji umumnya
berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan
33
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 181-183.
34
Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, ed.revisi (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1998), hlm. 143.
39
(terlepas dari lama jam kerja), yang umumnya diterapkan pada
kelompok karyawan manajemen, staf profesional dan staf
klerikal (pekerja kerah putih).
2) Upah
Upah merupakan imbalan finansial langsung yang
dibayarkan kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah
barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang
diberikan. Upah umumnya berhubungan degan tarif gaji per
jam (semakin lama jam kerja, semakin besar upah yang
diterima).
3) Insentif
Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan
kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang
ditentukan. Insentif merupakan bentuk lain dari upah langsung
di luar upah dan gaji yang merupakan kompensasi tetap, yang
biasa disebut kompensasi berdasarkan kinerja (pay for
performance plan).
4) Kompensasi Tidak Langsung (Fringe Benefit)
Fringe Benefit merupakan kompensasi tambahan yang
diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap semua
karyawan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan para
karyawan.
Contohnya
berupa
fasilitas-fasilitas,
seperti:
40
asuransi-asuransi, tunjangan-tunjangan, uang pensiun dan lainlain.35
Adapun
indikator-indikator
dari
kompensasi
dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut36:
1) Gaji, yaitu kompensasi yang diberikan kepada karyawan secara
periodik (biasanya sebulan sekali).
2) Tunjangan-tunjangan, yaitu sudah termasuk di dalam gaji yang
diberikan peusahaan misalnya tunjangan anak, tunjangan istri,
tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), TASPEN
dan TAPERUM.
c. Tujuan Kompensasi
Singodimedjo mengatakan “pemberian kompensasi kepada
para karyawan mempunyai tujuan antara lain menjamin sumber
nafkah karyawan beserta keluarganya, meningkatkan prestasi kerja
(kinerja), meningkatkan harga diri para karyawan, mempererat
hubungan
kerja
antar
karyawan,
mencegah
karyawan
meninggalkan perusahaan, meningkatkan disiplin kerja, efisiensi
tenaga karyawan yang potensial, perusahaan dapat bersaing dengan
tenaga kerja di pasar, mempermudah perusahaan mencapai tujuan,
35
Veithzal Rivai Zainal, Salim Basalamah dan Natsir Muhammad, Islamic Human
Capital Management, ed.revisi (Jakarta: Rajawaali Pers, 2014) , hlm. 556-557.
36
Nur Priyantomo, Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kota Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 5 Februari 2016.
41
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
perusahaan dapat memberikan teknologi baru”.37
Kompensasi adalah sebagai bagian dari fungsi manajemen
sumber daya manusia, maka pemberian kompensasi kepada
karyawan bertujuan untuk:
1) Memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan qualified,
salah satu cara organisasi untuk memperoleh karyawan yang
memenuhi persyaratan qualified tersebut, dapat dilakukan
dengan pemberian sistem kompensasi.
2) Mempertahankan karyawan yang ada, sistem kompensasi yang
kurang baik dengan iklim usaha yang kompetitif dapat
menyulitkan organisasi/perusahaan dalam mempertahankan
karyawan yang qualified.
3) Menjamin keadilan, pemberian kompensasi yang baik juga
bertujuan untuk menjamin keadilan. Dalam arti, perusahaan
memberikan imbalan yang sepadan untuk hasil karya atau
prestasi kerja yang diberikan pada organisasi.
4) Menghargai
perilaku
yang
diinginkan,
bila
karyawan
berperilaku sesuai harapan organisasi, maka penilaian kerja
yang diberikan akan lebih baik daripada karyawan yang
berperilaku
kurang
sesuai
dengan
harapan
organisasi.
Pemberian nilai kinerja yang baik diiringi dengan pemberian
37
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 188.
42
kompensasi yang baik, dapat meningkatkan kesadaran
karyawan bahwa perilakunya dinilai dan dihargai sehingga
karyawan akan selalu berusaha memperbaiki perilakunya.
5) Mengendalikan
kompensasi
biaya-biaya
pada
jangka
karyawan
pendek,
yang
pemberian
berprestasi
akan
memperbesar biaya, namun secara jangka panjang, kerja
karyawan bisa lebih efektif dan efisien akibat pemberian
kompensasi yang baik dapat mengendalikan biaya-biaya yang
tidak perlu.
6) Memenuhi
peraturan-peraturan
legal,
kompensasi
juga
bertujuan untuk memenuhi peraturan legal seperti Upah
Minimum Rata-rata (UMR), ketentuan lembur, jaminan sosial
tenaga kerja (Jamsostek), asuransi tenaga kerja (Astek), dan
fasilitas lainnya.38
Samsudin dalam Kadarisman, tujuan pemberian kompensasi
adalah:
1) Pemenuhan kebutuhan ekonomi.
2) Meningkatkan produktivitas kerja.
3) Memajukan organisasi atau perusahaan.
4) Menciptakan keahlian dan keseimbangan.39
38
Moeheriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Berbasis Kompetensi (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), hlm. 249-250.
39
M. Kadarisman, Manajemen Kompensasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 78.
43
d. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
Dalam pelaksanaannya, kompensasi tidak dapat lepas dari
faktor internal maupun faktor eksternal perusahaan. Hal inilah yang
harus diperhatikan oleh perusahaan agar pelaksanaan kompensasi
dapat benar-benar berjalan dengan baik sehingga nantinya akan
menimbulkan dampak positif bagi perusahaan. Anwar Prabu
Mangkunegara
mengemukakan
enam
(6)
faktor
yang
mempengaruhi kebijakan kompensasi, yaitu:
1) Faktor pemerintah.
2) Penawaran bersama antara karyawan dan pegawai.
3) Standar dan biaya hidup pegawai.
4) Ukuran perbandingan upah.
5) Permintaan dan persediaan.
6) Kemampuan membayar.40
Menurut
Soekidjo
Notoatmodjo,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kompensasi adalah:
1) Produktivitas.
2) Kemampuan untuk membayar.
3) Kesediaan untuk membayar.
4) Suplai dan permintaan tenaga kerja.
5) Organisasi karyawan.
6) Berbagai peraturan dan perundang-undangan.41
40
Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Perusahaan (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 84-85.
44
Kemudian, Prof. Sondang P. Siagian mengemukakan faktorfaktor yang mempengaruhi kompensasi antara lain42:
1) Tingkat upah dan gaji yang berlaku.
2) Tuntutan serikat pekerja.
3) Produktivitas.
4) Kebijaksanaan organisasi mengenai upah dan gaji.
5) Peraturan perundang-undangan.
e. Azas - Azas Kompensasi
Agar pelaksanaan program kompensasi dapat berjalan secara
efektif, maka program tersebut harus menerapkan azas-azas
kompensasi. Azas-azas tersebut antara lain43:
1) Azas keadilan
Artinya besaran kompensasi yang diberikan kepada karyawan
harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko
pekerjaan, tanggung jawab dan jabatan pekerjaan.44
2) Azas layak dan wajar
Artinya kompensasi yang diberikan kepada karyawan harus
dapat memnuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal.
Kelayakan ini bisa dibandingkan dengan pengupahan pada
41
Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, ed.revisi (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1998), hlm. 144-145.
42
Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2007), hlm. 265-267.
43
Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan, Manajemen Personalia (Yogyakarta:
BPFE, 1989), hlm. 140-141.
44
Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), hlm. 147.
45
perusahaan-perusahaan
lain.
Atau
bisa
juga
dengan
menggunakan peraturan pemerintah tentang upah minimum
atau juga dengan menggunakan kebutuhan pokok minimum.45
5. Etos Kerja Islam
a. Definisi
Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan
arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas
sesuatu. Di dalam etos, terkandung gairah atau semangat yang amat
kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik dan
bahkan berupaya untuk mencapai kualitas yang sesempurna
mungkin. Dalam etos tersebut, ada semacam semangat untuk
menyempurnakan segala sesuatu dan menghindari segala kerusakan
(fasad) sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk mengurangi
bahkan menghilangkan sama sekali cacat dari hasil pekerjaannya.46
Menurut Nurcholis Madjid, “etos kerja Islami adalah hasil
suatu kepercayaan seorang muslim, bahwa kerja mempunyai kaitan
dengan tujuan hidupnya, yaitu memperoleh perkenan Allah SWT.
Berkaitan dengan ini, penting untuk ditegaskan bahwa pada
dasarnya, Islam adalah agama amal atau kerja (praxis). Inti
ajarannya ialah bahwa hamba mendekati dan berusaha memperoleh
45
Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan, Manajemen Personalia (Yogyakarta:
BPFE, 1989), hlm. 140-141.
46
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), hlm. 15.
46
ridha Allah SWT melalui kerja atau amal shaleh dan dengan
memurnikan sikap penyembahan hanya kepada-Nya”.47 Etos kerja
Islam adalah sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang
sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan
dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai
manifestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya mempunyai nilai
ibadah yang sangat luhur.48 Etos kerja muslim adalah semangat
untuk menapaki jalan terus. Di dalam hal mengambil keputusan
pun, para pemimpin pemegang amanah, termasuk para hakim harus
berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud
sewaktu ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus
didasarkan pada nilai-nilai kebenaran.49
Dari kata etos ini, dikenal pula etika, etiket, yang hampir
mendekati pada pengertian akhlak atau nilai yang berkaitan dengan
baik buruk (moral). Makna nilai moral merupakan suatu pandangan
batin yang bersifat mendarah daging. Dia merasakan bahwa hanya
dengan menghasilkan pekerjaan yang terbaik, bahkan sempurna
mungkin. Oleh karena itu, etos bukan sekedar kepribadian atau
47
Mohammad Irham, “Etos Kerja dalam Perspektif Islam”, (Banda Aceh: Jurnal
Substantia,
No.
1,
April,
XIV,
2012),
hlm.
15.
Diakses
dari
(http://substantiajurnal.org/index.php/subs/article/view/77/75 pada tanggal 5 September
2016).
48
Isny Choiriyati, “Pengaruh Motivasi dan Etos Kerja Islam terhadap Kinerja
Karyawan (Studi Kasus pada Karyawan KJKS BMT Fastabiq di Pati)”, (Semarang: Jurusan
Ekonomi Islam, Fakultas Syariah, IAIN Walisongo, 2011), hlm. 18-19. Diakses dari
(http://eprints.walisongo.ac.id/2066/3/62411071_Bab2.pdf pada tanggal 30 Desember
2015).
49
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), hlm. 22.
47
sikap, melainkan lebih mendalam lagi. Sehingga dalam etos
tersebut gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan
sesuatu secara optimal, lebih baik dan bahkan berupaya untuk
kualitas yang sesempurna mungkin.50
b. Ciri - Ciri Etos Kerja Islam
Ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja
Islam akan tampak dalam setiap sikap dan tingkah lakunya yang
dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa
bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah
Allah SWT yang akan memuliakan dirinya, memanusiakan dirinya
sebagai bagian dari manusia pilihan.51
Ada beberapa ciri etos kerja muslim sekaligus menjadi
indikator dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut52:
1) Al-Shalah atau baik dan manfaat
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT, QS.
An-Nahl ayat 97 yang berbunyi:
ً‫صالِحًا ِم ْن َذ َك ٍر أَوْ أُ ْنثَى َوهُ َو ُم ْؤ ِم ٌن فَلَنُحْ يِيَنَّهُ َحيَاةً طَيِّبَة‬
َ ‫َم ْن َع ِم َل‬
َ‫َولَنَجْ ِزيَنَّهُ ْم أَجْ َرهُ ْم بِأَحْ َس ِن َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬
50
Isny Choiriyati, “Pengaruh Motivasi dan Etos Kerja Islam terhadap Kinerja
Karyawan (Studi Kasus pada Karyawan KJKS BMT Fastabiq di Pati)”, (Semarang: Jurusan
Ekonomi Islam, Fakultas Syariah, IAIN Walisongo, 2011), hlm. 21. Diakses dari
(http://eprints.walisongo.ac.id/2066/3/62411071_Bab2.pdf pada tanggal 30 Desember
2015).
51
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), hlm. 103.
52
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah dalam Praktik, cet
ke-1 (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 40-41.
48
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl [16] :
97).
2) Al-Itqan atau kemantapan dan perfectness
Al-Itqan dapat diartikan sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Thabrani berikut
ini:
َّ ‫إِ َّن‬.
ُ‫َّللاَ ي ُِحبُّ إِ َذا َع ِم َل أَ َح ُد ُك ْم َع َمالً أَ ْن يُ ْتقِنَه‬
“Sesungguhnya Allah SWT sangat mencintai jika
seseorang melakukan suatu pekerjaan yang dilakukannya
dengan itqan/sempurna (profesional)”. (HR Thabrani
dari Aisyah r.a).
3) Al-Ihsan atau melakukan yang terbaik dan lebih baik lagi
Kualitas ihsan mempunyai dua makna dan memberikan
dua pesan, yaitu:
Pertama, melakukan yang terbaik dari yang dapat
dilakukan. Dengan makna pertama ini, maka pengertian ihsan
sama dengan itqan. Pesan yang dikandungnya ialah agar setiap
muslim mempunyai komitmen terhadap dirinya untuk berbuat
yang terbaik dalam segala hal yang ia kerjakan, apalagi untuk
kepentingan umat.
Kedua, makna lebih baik dari prestasi atau kualitas
pekerjaan sebelumnya. Makna ini memberi pesan peningkatan
yang
terus-menerus,
seiring
dengan
bertambahnya
49
pengetahuan, pengalaman, waktu dan sumber daya lainnya.
Hal ini juga termasuk peningkatan kualitas dan kuantitas
dakwah.
4) Al-Mujahadah atau kerja keras dan optimal
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT, QS.
Al-Ankabuut ayat 69 yang berbunyi:
َّ ‫َوالَّ ِذينَ َجاهَ ُدوا فِينَا لَنَ ْه ِديَنَّهُ ْم ُسبُلَنَا ۚ َوإِ َّن‬
َ‫َّللاَ لَ َم َع ْال ُمحْ ِسنِين‬
“… dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya
Allah SWT benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik.” (al-Ankabuut [29] : 69).
5) Tanafus dan ta’awun atau berkompetisi dan tolong-menolong
Fiman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 2 :
‫وان َو اتَّقُوا‬
َ ‫َو تَعا َونُوا َعلَى ْالبِرِّ َو التَّ ْقوى َو ال ت‬
ِ ‫اْل ْث ِم َو ْال ُع ْد‬
ِ ْ ‫َعاونُوا َعلَى‬
َّ ‫َّللاَ إِ َّن‬
َّ
‫ب‬
ِ ‫َّللاَ َشدي ُد ْال ِعقا‬
“... dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran
dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT,
sesungguhnya Allah SWT amat berat siksanya.” (alMaidah [5] : 2).
6) Mencermati nilai waktu.
Waktu adalah hidup itu sendiri, maka jangan sekali-kali
engkau sia-siakan, sedetikpun dari waktumu untuk hal-hal
yang
tidak
berfaidah.
Setiap
orang
akan
mempertanggungjawabkan usianya yang tidak lain adalah
50
rangkaian dari waktu. Sikap negatif terhadap waktu niscaya
membawa kerugian, seperti gemar menangguhkan atau
mengukur waktu, yang berarti menghilangkan kesempatan.
Namun, kemudian ia mengkambing hitamkan waktu saat ia
merugi, sehingga tidak punya kesempatan untuk memperbaiki
kekeliruan.53
c. Karakteristik Etos Kerja Islami
Menurut perspektif hukum Islam, iman, ilmu dan amal
merupakan serangkaian yang saling mensyaratkan dan saling
menyempurnakan. Jadi tidak berlebihan jika dikatakan Islam
adalah agama ilmu di samping agama amal, iman sendiri baru
dapat menjadi aqidah dan berfungsi dengan baik bila sudah
didukung dengan ilmu minimal tentang iman atau aqidah,
menyebabkan lahirnya kesadaran dan niat harus beramal saleh.
Iman
yang
dicerahkan
oleh
pemahaman
ilmiah
bolistik
proporsional terhadap ajaran-ajaran agama, memang berpotensi
besar untuk menjadi sebuah motivasi internal maupun eksternal
bagi etos kerja Islami, di samping menjadi sumber-sumber ilmu
dan nilai.54
53
Isni Choiriyati, “Pengaruh Motivasi dan Etos Kerja Islam terhadap Kinerja
Karyawan (Studi Kasus pada Karyawan KJKS BMT Fastabiq di Pati)”, (Semarang: Jurusan
Ekonomi Islam, Fakultas Syariah, IAIN Walisongo, 2011), hlm. 29. Diakses dari
(http://eprints.walisongo.ac.id/2066/3/62411071_Bab2.pdf pada tanggal 30 Desember
2015).
54
Annidjatuz Zahra, “Pengaruh Etos Kerja Islami terhadap Kinerja Karyawan di CV.
Sidiq Manajemen Yogyakarta”, (Yogyakarta: Skripsi Jurusan Manajemen Dakwah,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
51
Dari konsep iman, ilmu dan amal shaleh ini, maka dapat
digali dan dirumuskan karakteristik-karakteristik etos kerja Islami
sebagai berikut:
1) Kerja merupakan penjabaran aqidah
Etos kerja dalam Islam merupakan pancaran keyakinan
orang muslim dan muslimah bahwa bekerja berkaitan dengan
tujuan mencari ridha Allah SWT, yakni dalam rangka ibadah.
Kerja berlandaskan niat beribadah hanya kepada Allah
SWT adalah salah satu karakteristik penting etos kerja Islami
yang tergali dan timbul dari karakteristik yang pertama (kerja
merupakan penjabaran aqidah). Karakteristik ini juga menjadi
sumber pembeda etos kerja Islami dari etos kerja lainnya.
2) Kerja dilandasi ilmu
Pemahaman akal dengan dinamika sifat-sifatnya terhadap
wahyu merupakan sumber penyebab terbentuknya aqidah dan
sistem keimanan yang pada gilirannya dapat menjadi sumber
motivasi terbentuknya etos kerja Islami sekaligus menjadi
sumber nilai.
Kerja dilandasi keimanan yang benar pada hakikatnya
memang amat penting, agar kerja terkendali oleh tujuan yang
luhur. Tanpa iman kerja dapat menjadi hanya berorientasi pada
2015),
hlm.
20.
Diakses
dari
(http://digilib.uinsuka.ac.id/16877/1/BAB%20I%2C%20IV%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
pada
tanggal 5 September 2016).
52
pengejaran materi. Kemungkinan besar hal itu akan melahirkan
keserakahan, sikap terlalu mementingkan diri sendiri dan orang
lain. Tanpa ilmu, iman mudah menjadi salah arah dan
tergelincir,
karena
dilandasi
pemahaman
yang
tidak
proporsional. Jadi, iman, ilmu dan kerja dalam rangka
mewujudkan amal ibadah, ternyata masing-masing memang
memainkan peranan urgen bagi yang lain.
3) Kerja dengan meneladani sifat-sifat Ilahi serta mengikuti
petunjuk-petunjuk Nya
Orang beretos kerja Islami menyadari potensi yang
dikaruniakan dan dapat dihubungkan dengan sifat-sifat Ilahi
pada dasarnya merupakan amanah yang mesti dimanfaatkan
sebaik-baiknya secara bertanggung jawab sesuai dengan ajaran
(Islam) yang ia imani.55
d. Prinsip - Prinsip Dasar Etos Kerja dalam Islam
Sebagai agama yang menekankan arti penting amal dan kerja,
Islam mengajarkan bahwa kerja itu harus dilaksanakan berdasarkan
beberapa prinsip berikut:
55
Annidjatuz Zahra, “Pengaruh Etos Kerja Islami terhadap Kinerja Karyawan di CV.
Sidiq Manajemen Yogyakarta”, (Yogyakarta: Skripsi Jurusan Manajemen Dakwah,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2015),
hlm.
20-22.
Diakses
dari
(http://digilib.uinsuka.ac.id/16877/1/BAB%20I%2C%20IV%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
pada
tanggal 5 September 2016).
53
1) Bahwa perkerjaan itu dilakukan berdasarkan pengetahuan
sebagaimana dapat dipahami dari firman Allah dalam alQur’an:
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya.” (alIsra [17] : 36).
2)
Pekerjaan
harus
dilaksanakan
berdasarkan
keahlian
sebagaimana dapat dipahami dari hadis Nabi Saw,
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan
ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (Hadis
Shahih riwayat al-Bukhari).56
3)
Berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik sebagaimana
dapat dipahami dari firman Allah,
“Dialah Tuhan yang telah menciptakan mati dan
hidup untuk menguji siapa di antara kalian yang dapat
melakukan amal (pekerjaan) yang terbaik; kamu akan
dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang
ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan
kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (alMulk [67] : 2).
Dalam Islam, amal atau kerja itu juga harus dilakukan dalam
bentuk saleh sehingga dikatakan amal saleh, yang secara
harfiah berarti sesuai, yaitu sesuai dengan standar mutu.
4)
Pekerjaan itu diawasi oleh Allah, Rasul dan masyarakat, oleh
karena itu harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab,
sebagaimana dapat dipahami dari firman Allah,
56
Mohammad Irham, “Etos Kerja dalam Perspektif Islam”, (Banda Aceh: Jurnal
Substantia,
No.
1,
April,
XIV,
2012),
hlm.
16.
Diakses
dari
(http://substantiajurnal.org/index.php/subs/article/view/77/75 pada tanggal 5 September
2016).
54
“Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul
dan orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu.”
(at-Taubah [9] : 105).
5)
Pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang
tinggi. Pekerja keras dengan etos yang tinggi itu digambarkan
oleh sebuah hadis sebagai orang yang tetap menaburkan benih
sekalipun hari telah akan kiamat.
6)
Orang berhak mendapatkan imbalan atas apa yang telah ia
kerjakan. Ini adalah konsep pokok dalam agama. Konsep
imbalan bukan hanya berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan
dunia, tetapi juga berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan ibadah
yang bersifat ukhrawi.
7)
Berusaha menangkap makna sedalam-dalamnya sabda Nabi
yang amat terkenal bahwa nilai setiap bentuk kerja itu
tergantung kepada niat-niat yang dipunyai pelakunya:
jika tujuannya tinggi (seperti tujuan mencapai ridha
Allah) maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang
tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti, hanya
bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka),
maka setingkat itu pulalah nilai kerjanya tersebut.57
8)
Ajaran Islam menunjukkan bahwa “kerja” atau “amal” adalah
bentuk keberadaan manusia. Artinya, manusia ada karena
kerja, dan kerja itulah yang membuat atau mengisi keberadaan
kemanusiaan.
57
Mohammad Irham, “Etos Kerja dalam Perspektif Islam”, (Banda Aceh: Jurnal
Substantia,
No.
1,
April,
XIV,
2012),
hlm.
17.
Diakses
dari
(http://substantiajurnal.org/index.php/subs/article/view/77/75 pada tanggal 5 September
2016).
55
9)
Menangkap pesan dasar dari sebuah hadis shahih yang
menuturkan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi
“Orang mukmin yang kuat lebih disukai Allah”.
Dengan demikian, untuk membuat kuatnya seorang mukmin
seperti dimaksudkan oleh Nabi SAW, manusia beriman harus
bekerja dan aktif. Karena perintah agama untuk aktif bekerja
itu, maka Robert N. Bellah mengatakan, dengan menggunakan
suatu istilah dalam sosiologi modern, bahwa etos yang
dominan dalam Islam ialah menggarap kehidupan dunia ini
secara giat, dengan mengarahkannya kepada yang lebih baik
(ishlah).58
6. Pengalaman Kerja
a. Definisi
Menurut Knoers dan Hadinoto, “pengalaman kerja adalah
sebagai suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan
potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non
formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang
membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih
tinggi”.59 Sedangkan menurut Manullang, “pengalaman kerja
58
Mohammad Irham, “Etos Kerja dalam Perspektif Islam”, (Banda Aceh: Jurnal
Substantia,
No.
1,
April,
XIV,
2012),
hlm.
18-19.
Diakses
dari
(http://substantiajurnal.org/index.php/subs/article/view/77/75 pada tanggal 5 September
2016).
59
A.M Knoers dan Siti Rahayu Hadinoto, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam
Berbagai Bagiannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), hlm. 19.
56
adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang
metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut
dalam pelaksanaan tugas pekerjaan”.60
Pengalaman kerja merupakan suatu pengetahuan yang
didapat seseorang secara langsung melalui proses pekerjaan seharihari sesuai dengan pekerjaannya. Karena, pengalaman kerja
didapatkan pada karyawan yang telah memiliki jam kerja lebih
banyak. Pekerja berpengalaman bekerja lebih baik karena memiliki
dasar pengetahuan yang lebih besar dan lebih mahir mengorganisir
pengetahuan
mereka.
Untuk
mencapai
keberhasilan
juga
diperlukan landasan yang kuat berupa kompetensi. Karena
kompetensi merupakan suatu kemampuan atau keahlian seseorang
yang diimbangi dengan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas
kerja dan mengatasi permasalahan dalam pekerjaan dengan penuh
ketenangan dan tanggung jawab.61
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengalaman kerja adalah suatu pengetahuan maupun keterampilan
seseorang karyawan yang didapat dari kegiatan sehari-hari terkait
dengan pekerjaannya.
60
Manullang, Manajemen Personalia, (Jakarta: Gadjah Mada University Press, 2001),
hlm. 84.
61
Jennifer Octora Kapahang, dkk, “Pendidikan, Pengalaman Kerja, dan Kompetensi
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo”,
(Manado: Jurnal EMBA, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi), hlm.
504. Diakses dari (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/6358/5876 pada
tanggal 10 Desember 2015).
57
b. Faktor - Faktor Penentu Pengalaman Kerja Karyawan
Ada beberapa hal untuk menentukan berpengalaman tidaknya
seorang karyawan, sekaligus menjadi indikator dalam penelitian ini
yaitu:
1) Lama waktu/masa kerja
Ukuran tentang lama waktu masa kerja yang telah
ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu
pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.
2) Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur,
kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh pegawai.
Sedangkan keterampilan merujuk pada kemampuan fisik yang
dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau
pekerjaan.
3) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan
Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspekaspek teknik peralatan dan teknik pekerjaan.62
c. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pengalaman Kerja Karyawan
Beberapa faktor lain mungkin juga berpengaruh dalam
kondisi-kondisi tertentu, tetapi adalah tidak mungkin untuk
62
Ayuk Wahdanfiari, “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan dan Pengalaman Kerja
terhadap Etos Kerja Karyawan Bank BNI Syariah Kantor Cabang Kediri”, (Tulungagung:
Skripsi Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Tulungagung,
2014), hlm. 19. Diakses dari (http://repo.iain-tulungagung.ac.id/139/1/SKRIPSI.pdf, pada
tanggal 10 Desember 2015).
58
menyatakan secara tepat semua faktor yang dicari dalam diri
karyawan potensial. Beberapa faktor tersebut adalah :
1) Latar belakang pribadi, mencakup pendidikan, kursus, latihan,
bekerja. Untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan
seseorang di waktu yang lalu.
2) Bakat dan minat, untuk memperkirakan minat dan kapasitas
atau kemampuan seseorang.
3) Sikap dan kebutuhan (attitudes and needs) untuk meramalkan
tanggung jawab dan wewenang seseorang.
4) Kemampuan-kemampuan analitis dan manipulatif untuk
mempelajari kemampuan penilaian dan penganalisaan.
5) Keterampilan
kemampuan
dan
dalam
kemampuan
pelaksanaan
tehnik,
untuk
menilai
aspek-aspek
tehnik
pekerjaan.63
d. Pengukuran Pengalaman Kerja
Pengukuran
pengalaman
kerja
sebagai
sarana
untuk
menganalisa dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan tugas
pekerjaan. Beberapa hal yang digunakan untuk mengukur
pengalaman kerja seseorang adalah :
63
Evo Templates, “Skripsi Manajemen-Pemasaran, Keuangan, SDM”, http://skripsimanajemen.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-pengalaman-kerja.html,
(Diakses
pada
tanggal 3 September 2016).
59
1) Gerakannya mantap dan lancar
Setiap karyawan yang berpengalaman akan melakukan
gerakan yang mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan.
2) Gerakannya berirama
Artinya terciptanya dari kebiasaan dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari.
3) Lebih cepat menanggapi tanda-tanda
Artinya tanda-tanda seperti akan terjadi kecelakaan kerja
4) Dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap
menghadapinya
Karena didukung oleh pengalaman kerja dimilikinya
maka seorang pegawai yang berpengalaman dapat menduga
akan adanya kesulitan dan siap menghadapinya.
5) Bekerja dengan tenang
Seorang pegawai yang berpengalaman akan memiliki
rasa percaya diri yang cukup besar.64
B.
Tinjauan Pustaka
Di dalam penulisan penelitian ini, penulis mengumpulkan referensi
dari penelitian-penelitian terdahulu, adapun uraian dari penelitian-penelitian
terdahulu tersebut adalah sebagai berikut :
64
Evo Templates, “Skripsi Manajemen-Pemasaran, Keuangan, SDM”, http://skripsimanajemen.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-pengalaman-kerja.html,
(Diakses
pada
tanggal 3 September 2016).
60
No.
1.
Peneliti
Judul
dan Tahun
Penelitian
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Perbedaan
Persamaan
Lia
Ayu Pengaruh
 Jenis penelitian  Variabel
independen  Menggunakan
 Menggunakan
Wigati
Komitmen
ini
adalah
yang
berpengaruh
tiga
variabel
variabel bebas
(2012)65
Organisasi,
penelitian studi
sigifikan
terhadap
bebas (X) yang
(X)
gaya
Gaya
lapangan (field
kinerja
manajerial
terdiri
dari
kepemimpinan.
Kepemimpin
study) dengan
adalah variabel gaya
komitmen
 Menggunakan
an dan Peran
pendekatan
kepemimpinan,
dan
organisasi gaya
variabel terikat
Manajer
kuantitatif.
peran
manajer
kepemimpinan
(Y) yang sama
Pengelola
pengelola
keuangan
dan
peran
yaitu
kinerja
 Sampel
Keuangan
daerah.
manager.
penelitian
ini
karyawan.
Daerah
diambil
 Variabel
komitmen  Lokasi penelitian  Penelitian
Terhadap
berdasarkan
organisasi
tidak
yang berbeda.
dilakukan
di
Kinerja
metode sensus.
memiliki
pengaruh  Menggunakan
instansi
Manajerial
yang
signifikan
 Metode analisis
metode sensus.
DPPKAD.
(Studi Kasus
terhadap
variabel
data
regresi
pada
kinerja manajerial pada
linear berganda.
DPPKAD di
Dinas
Pendapatan,
Kabupaten
Pengelola
Keuangan
Wonogiri).
dan Aset Daerah di
65
Lia Ayu Wigati, “Pengaruh Komitmen Organisasi, Gaya Kepemimpinan dan Peran Manajer Pengelola Keuangan Daerah Terhadap Kinerja
Manajerial (Studi Kasus pada DPPKAD di Kabupaten Wonogiri)”, (Surakarta : Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2012), skripsi tidak diterbitkan. Diakses dari (http://eprints.ums.ac.id/19851/18/naskah_publikasi.pdf pada tanggal 17 Maret
2016).
61
2.
Dilian Diah Pengaruh
 Jenis penelitian
Pertiwi
Kompensasi,
ini
adalah
(2014)66
Motivasi dan
penelitian studi
Lingkungan
lapangan (field
Kerja
study) dengan
Terhadap
pendekatan
Kinerja
kuantitatif.
Karyawan
 Metode
(Studi
pengumpulan
Empiris pada
sampel
Dinas
menggunakan
Pendapatan
teknik
Pengelolaan
convenience
Keuangan
sampling.
dan
Aset  Teknik analisis
Daerah
data
yang
Kabupaten
digunakan
Klaten).
untuk menguji
hipotesis
mencakup
analisis
linier
berganda.
66
Kabupaten Wonogiri.
 Kompensasi

berpengaruh signifikan
terhadap
kinerja
karyawan.
 Motivasi berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja karyawan.
 lingkungan
kerja
berpengaruh signifikan 
terhadap
kinerja
karyawan.


Menggunakan
tiga
variabel
bebas (X), yang
terdiri
dari
kompensasi,
motivasi
dan
lingkungan
kerja.
Penentuan
sampel
menggunakan
teknik
convenience
sampling.
Dalam
uji
asumsi klasik
tidak
menggunakan
uji autokorelasi.
Lokasi
penelitian yang
berbeda.
 Menggunakan
variabel bebas
(X) komensasi.
 Menggunakan
variabel terikat
(Y) yang sama
yaitu
kinerja
karyawan.
 Penelitian
dilakukan
di
instansi
DPPKAD.
 Menggunakan
analisis regresi
linier berganda.
Dilian Diah Pertiwi, “Pengaruh Kompensasi, Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Empiris pada Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Klaten)”, (Surakarta: Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2014), skripsi tidak diterbitkan. Diakses dari (http://eprints.ums.ac.id/30342/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf pada tanggal 17
Maret 2016).
62
3.
Juni
Susantoso
(2013)67
67
Pengaruh
 Analisis
data
Gaya
memakai model
Kepemimpin
kausalitas.
an,
 Teknis analisis
Lingkungan
yang digunakan
Kerja
dan
adalah Partial
Budaya
Least
Square
Organisasi
(PLS).
Terhadap
 Teknik
Kinerja
pengambilan
Pegawai
sampel melalui
dengan
metode sensus.
Mediasi
Kepuasan
Kerja
di
Dinas
Pendapatan,
Pengelolaan
Keuangan
dan
Aset
Daerah
Kabupaten
Pati).
 Gaya
kepemimpinan  Menggunakan
 Menggunakan
tidak
mempunyai
tiga
variabel
variabel bebas
pengaruh
yang
bebas (X), yang
(X)
gaya
siginifikan
terhadap
terdiri dari gaya
kepemimpinan.
kepuasan kerja.
kepemimpinan,
 Menggunakan
lingkungan kerja
variabel terikat
 Lingkungan
kerja
dan
budaya
mempunyai pengaruh
(Y) yang sama
organisasi.
yang
signifikan
yaitu
kinerja
terhadap
kepuasan  Dalam penelitian
karyawan.
kerja.
ini
terdapat  Penelitian
variabel moderat
 Budaya
organisasi
dilakukan
di
yakni Kepuasan
mempunyai pengaruh
instansi
Kerja.
positif
terhadap
DPPKAD.
kepuasan kerja.
 Lokasi penelitian
yang berbeda.
 Gaya
kepemimpinan
mempunyai pengaruh  Teknik
yang
signifikan
pengambilan
terhadap
kinerja
sampel penelitian
pegawai.
ini menggunakan
tabel Krecjie.
 Lingkungan
kerja
mempunyai pengaruh
yang
signifikan
terhadap
kinerja
pegawai.
Juni Susantoso, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai dengan Mediasi
Kepuasan Kerja di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Pati)”, (Kudus : Tesis Fakultas Ekonomi Magister
Manajemen, Universitas Muria Kudus, 2013), tesis tidak diterbitkan. Diakses dari (http://eprints.umk.ac.id/2391/1/HALAMAN_JUDUL.pdf, pada
tanggal 13 Maret 2016).
63
 Budaya
organisasi
tidak
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
kinerja pegawai.
4.
Amwiarni
Sartika
(2015)68
68
Pengaruh
 Jenis penelitian  Kompetensi,
disiplin  Menggunakan
Kompetensi,
ini
adalah
kerja dan pengalaman
tiga
variabel
Disiplin
deskriptif dan
kerja secara simultan
bebas (X), yang
Kerja
dan
verifikatif.
berpengaruh signifikan
terdiri
dari
Pengalaman
terhadap
kinerja
kompetensi,
 Pendekatan
Kerja
pegawai
DPPKAD
disiplin kerja dan
penelitian
ini
Terhadap
Kota Palu.
pengalaman
adalah
Kinerja
kerja.
kuantitatif.
 Kompetensi
Pegawai
berpengaruh signifikan  Lokasi penelitian
 Metode analisis
Dinas
terhadap
kinerja
yang berbeda.
data
Pendapatan,
pegawai
DPPKAD  Jenis penelitian
menggunakan
Pengelolaan
Kota Palu.
regresi
linier
yang berbeda.
Keuangan
berganda.
 Disiplin
kerja  Responden hanya
dan
Aset
berpengaruh signifikan
pegawai
PNS
Daerah Kota
terhadap
kinerja
saja.
Palu.
pegawai
DPPKAD
Kota Palu.
 Pengalaman
kerja
 Menggunakan
variabel bebas
(X) pengalaman
kerja.
 Menggunakan
variabel terikat
(Y) yang sama
yaitu
kinerja
karyawan.
 Penelitian
dilakukan
di
instansi
DPPKAD.
 Menggunakan
analisis regresi
linier berganda.
Amwiarni Sartika, “Pengaruh Kompetensi, Disiplin Kerja dan Pengalaman Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kota Palu”, (Palu: e- Journal Katalogis, No. 1, Januari, III, 2015), hlm. 64. Diakses dari
(http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Katalogis/article/view/4247/3162, pada tanggal 13 Maret 2016).
64
5.
Veronika
Selviati
(2013)69
69
Pengaruh
Gaya
Kepemimpin
an, Motivasi,
Disiplin
Kerja
dan
Kompensasi
Terhadap
Kinerja
Pegawai
Bidang
Pendapatan,
Bidang
Anggaran
dan
Perbendahara
an DPPKAD
Kota Tanjung
Pinang.
berpengaruh signifikan
terhadap
kinerja
pegawai
DPPKAD
Kota Palu.
 Jenis penelitian  Tidak
terdapat  Menggunakan
 Menggunakan
ini
adalah
pengaruh baik secara
empat
variabel
variabel bebas
penelitian studi
parsial
maupun
bebas (X), yang
(X)
gaya
lapangan (field
simultan
antara
terdiri dari gaya
kepemimpinan
study) dengan
variabel bebas terhadap
kepemimpinan,
dan
pendekatan
variabel terikat.
motivasi, disiplin
kompensasi.
kuantitatif.
kerja
dan  Menggunakan
 Kinerja pegawai bidang
kompensasi.
pendapatan,
bidang
variabel terikat
 Teknik
pengembilan
anggaran
dan  Lokasi penelitian
(Y) yang sama
sampel melalui
perbendaharaan
yang berbeda.
yaitu
kinerja
metode sensus.
DPPKAD
Kota  Responden
karyawan.
Tanjung Pinang tidak
 Menggunakan
penelitian
ini  Penelitian
dipengaruhi oleh gaya
program
hanya
pegawai
dilakukan
di
kepemimpinan,
aplikasi SPSS
bidang
instansi
motivasi, disiplin kerja
17,0.
pendapatan,
DPPKAD.
dan juga kompensasi.
bidang anggaran  Menggunakan
 Teknik analisis
dan
data
analisis regresi
perbendaharaan.
menggunakan
linier berganda.
analisis regresi
linier berganda.
Veronika Selviati, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Disiplin Kerja dan Kompensasi Terhadap Kinerja Pegawai Bidang Pendapatan,
Bidang Anggaran dan Perbendaharaan DPPKAD Kota Tanjung Pinang”, (Tanjung Pinang : Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali haji
(UMRAH) Tanjung Pinang, 2013), skripsi tidak diterbitkan. Diakses dari (http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/JURNAL-VeronikaSelviati-090462201370-Akuntansi-2013.pdf pada tanggal 13 Maret 2016).
65
6.
Raodhatul
Jannah
(2013)70
70
Pengaruh
 Jenis penelitian  Kompensasi finansial  Menggunakan
Kompensasi
adalah
berpengaruh positif dan
dua
variabel
Finansial dan
kuantitatif
signifikan
terhadap
bebas (X) yang
Nonfinansial
dengan metode
kinerja pegawai.
terdiri
dari
Terhadap
kausalitas.
kompensasi
 Kompensasi
Kinerja
finansial
dan
nonfinansial
 Penentuan
Pegawai
kompensasi
jumlah sampel
berpengaruh positif dan
Dinas
nonfinansial.
menggunakan
signifikan
terhadap
Pendapatan,
metode
kinerja pegawai.
 Lokasi penelitian
Pengelolaan
proportionate
yang berbeda.
 Kompensasi finansial
Keuangan
random
dan
nonfinansial
dan
Aset
sampling
memiliki
pengaruh
Daerah
dengan tingkat
terhadap
kinerja
Kabupaten
presisi 10%.
pegawai.
Jeneponto.
 Menggunakan
variabel bebas
(X) kompensasi.
 Menggunakan
variabel terikat
(Y) yang sama
yaitu
kinerja
karyawan.
 Penelitian
dilakukan
di
instansi
DPPKAD.
 Menggunakan
analisis regresi
linier berganda.
Raodhatul Jannah, “Pengaruh Kompensasi Finansial dan Nonfinansial Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten Jeneponto”, (Makassar: Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin, 2013), hlm. 73-74.
Diakses dari (http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/7860/SKRIPSI.pdf?sequence=1 pada tanggal 13 Maret 2016).
66
C.
Kerangka Berpikir
Kerangka
berpikir menggambarkan hubungan dari variabel
independen, dalam hal ini yaitu Gaya Kepemimpinan (X1), Latar Belakang
Pendidikan (X2), Kompensasi (X3), Etos Kerja Islam (X4) dan Pengalaman
Kerja (X5) terhadap variabel dependen yaitu Kinerja Karyawan (Y).
Berdasarkan landasan teori pada penelitian terdahulu, maka dapat disusun
sebuah kerangka pemikiran teoritis yang digunakan penulis seperti yang
disajikan dalam gambar berikut :
Gambar 2.1 :
Kerangka Berpikir
Gaya Kepemimpinan (X1)
H1
Latar Belakang Pendidikan
(X2)
Kompensasi (X3)
H2
H3
Kinerja
Karyawan (Y)
H4
Etos Kerja Islam (X4)
H5
Pengalaman Kerja (X5)
H6
67
1. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja Karyawan
Dalam suatu organisasi, faktor kepemimpinan memegang
peranan yang penting karena pemimpin itulah yang akan menggerakkan
dan mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan dan sekaligus
merupakan tugas yang tidak mudah. Kepemimpinan memainkan
peranan yang dominan, krusial dan kritikal dalam keseluruhan upaya
untuk meningkatkan prestasi kerja, baik pada tingkat individual,
kelompok dan organisasi.71 Lia Ayu Wigati telah melakukan penelitian
mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja, menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan secara signifikan mempengaruhi kinerja
karyawan.
2. Hubungan antara Latar Belakang Pendidikan dengan Kinerja
Karyawan
Pendidikan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam memajukan perusahaan, karena
pendidikan
merupakan
modal
dasar
bagi
karyawan
dalam
melaksanakan pekerjaan dan bertujuan untuk membantu pencapaian
tugas agar mencapai hasil kerja yang baik. Pentingnya pendidikan
bukan semata-mata bagi karyawan tetapi juga bagi organisasi dalam
rangka peningkatan kemampuan karyawan untuk menghasilkan kinerja
71
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 213-223.
68
yang maksimal.72 Jennifer Octora Kapahang, Christoffel Kojo dan
Yantje Uhing telah meneliti pengaruh pendidikan terhadap kinerja dan
menyatakan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap kinerja.
3. Hubungan antara Kompensasi dengan Kinerja Karyawan
Kompensasi merupakan salah satu fungsi yang penting dalam
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) karena kompensasi
merupakan salah satu aspek yang paling sensitif di dalam hubungan
kerja.
Pemberian
kompensasi
yang
layak
bukan
saja
dapat
mempengaruhi kondisi materi para karyawan, tetapi juga dapat
menenteramkan batin kerja karyawan agar dapat bekerja lebih tekun
dan mempunyai inisiatif. Sebaliknya, pemberian kompensasi yang tidak
layak akan meresahkan gairah kerja, sehingga prestasi kerja akan
merosot.73 Raodhatul Jannah telah melakukan penelitian mengenai
pengaruh kompensasi finansial dan nonfinansial terhadap kinerja
karyawan menemukan bahwa kedua jenis kompensasi tersebut terbukti
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
72
Jennifer Octora Kapahang, dkk, “Pendidikan, Pengalaman Kerja, dan Kompetensi
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo”,
(Manado: Jurnal EMBA, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi), hlm.
504-505. Diakses dari (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/6358/5876
pada tanggal 10 Desember 2015).
73
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 213-223.
69
4. Hubungan antara Etos Kerja Islam dengan Kinerja Karyawan
Etos kerja Islam adalah sikap kepribadian yang melahirkan
keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk
memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga
sebagai manifestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya mempunyai
nilai ibadah yang sangat luhur. Di dalam etos, terkandung gairah atau
semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal,
lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas yang
sesempurna mungkin.74 Karyawan yang memiliki etos kerja Islami
dalam pekerjaannya mampu meningkatkan komitmen organisasional
mereka. Selain mampu meningkatkan komitmen organisasional,
karyawan yang memiliki etos kerja Islami di dalam tempat mereka
bekerja maka kinerja karyawan tersebut akan meningkat.75 Penelitian
Fajar Rian Fitrianto menyimpulkan bahwa variabel etos kerja Islam
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
74
Isni Choiriyati, “Pengaruh Motivasi dan Etos Kerja Islam terhadap Kinerja
Karyawan (Studi Kasus pada Karyawan KJKS BMT Fastabiq di Pati)”, (Semarang: Jurusan
Ekonomi Islam, Fakultas Syariah, IAIN Walisongo, 2011), hlm. 18-19. Diakses dari
(http://eprints.walisongo.ac.id/2066/3/62411071_Bab2.pdf pada tanggal 30 Desember
2015).
75
I Wayan Marsalia Indica, “Pengaruh Etos Kerja Islami dan Gaya Kepemimpinan
Transformasional Terhadap Organisasional dan Kinerja Karyawan Studi pada Waroeng
Stike and Shake di Kota Malang”, (Malang: Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas
Brawijaya),
hlm.
4.
Diakses
dari
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=188719&val=6467&title=PENGARU
H%20ETOS%20KERJA%20ISLAMI%20DAN%20GAYA%20KEPEMIMPINAN%20TR
ANSFORMASIONAL%20TERHADAP%20KOMITMEN%20ORGANISASIONAL%20
DAN%20KINERJA%20KARYAWAN%20%28Studi%20Pada%20Waroeng%20Stike%20
And%20Shake%20Di%20Kota%20Malang%29 pada tanggal 30 Desember 2015)
70
5.
Hubungan antara Pengalaman Kerja dengan Kinerja Karyawan
Pengalaman kerja adalah suatu dasar atau acuan seorang
karyawan dapat menempatkan diri secara tepat kondisi, berani
mengambil
resiko,
mampu
menghadapi
tantangan
dan
penuh
tanggungjawab serta mampu berkomunikasi dengan baik terhadap
berbagai pihak untuk tetap menjaga produktivitas, kinerja dan
menghasilkan individu yang kompeten dalam bidangnya. 76 Amwiarni
Sartika telah meneliti tentang pengaruh pengalaman kerja terhadap
kinerja karyawan dan hasilnya menyatakan bahwa pengalaman kerja
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
D.
Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan sementara yang menunjukkan dugaan
tentang sesuatu. Dugaan tersebut merupakan jawaban sementara terhadap
suatu masalah. Dalam statistik selalu terdapat dua macam hipotesis, yaitu
hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Dua hipotesis tersebut merupakan
pasangan pasangan yang saling berlawanan. Hipotesis nol (Ho) merupakan
pernyataan yang bernilai negatif. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha)
76
Jennifer Octora Kapahang, dkk, “Pendidikan, Pengalaman Kerja, dan Kompetensi
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo”,
(Manado: Jurnal EMBA, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi), hlm.
505. Diakses dari (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/6358/5876 pada
tanggal 10 Desember 2015).
71
merupakan kebalikan dari hipotesis nol, jadi merupakan pernyataan yang
bernilai positif.77
Berdasarkan teori yang telah dijabarkan, penelitian terdahulu serta
kerangka berpikir yang terdapat dalam gambar 2.1 maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
: Gaya kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan DPPKAD Kota Pekalongan.
: Gaya kepemimpinan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan DPPKAD Kota Pekalongan.
: Latar belakang pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan DPPKAD Kota Pekalongan.
: Latar belakang pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan DPPKAD Kota Pekalongan.
: Kompensasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
DPPKAD Kota Pekalongan.
: Kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
DPPKAD Kota Pekalongan.
: Etos kerja Islam
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan DPPKAD Kota Pekalongan.
: Etos kerja Islam berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
DPPKAD Kota Pekalongan.
77
Salafudin & Nalim – Ahmad Rosyid (Eds), Statistik Inferensial (Pekalongan:
STAIN Pekalongan Press, 2014), hlm. 71-72.
72
: Pengalaman kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan DPPKAD Kota Pekalongan.
: Pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
DPPKAD Kota Pekalongan.
: Gaya kepemimpinan, latar belakang pendidikan, kompensasi, etos
kerja Islam dan pengalaman kerja secara simultan tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan DPPKAD Kota Pekalongan.
: Gaya kepemimpinan, latar belakang pendidikan, kompensasi, etos
kerja Islam dan pengalaman kerja secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan DPPKAD Kota Pekalongan.
Download