Laboratorium/SMF Tutorial Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSUD AW Sjahranie TRIKOTILOMANIA Oleh : Afiani Miftahul J. 05.48841.00242.09 Arum Sekar Negari 05.44838.00239.09 Pembimbing : dr. M. Darwis Toena, Sp. KK Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSUD AW Sjahranie Samarinda 2013 1 TRIKOTILOMANIA Arum Sekar Negari, Afiani Miftahul Jannah Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Mulawarman/RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda ABSTRAK Dilaporkan sebuah kasus trikotilomania pada seorang anak berusia 11 tahun. Diagnosis pada penderita ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang khas. Gambaran klinis didapatkan bercak kebotakan pada sebagian area di kepala, terdapat rambut pendek yang menunjukkan terjadinya pertumbuhan rambut. Tidak ditemukan skuama. Pasien mulai mencabuti rambutnya sejak 1 bulan yang lalu, karena merasa gatal. Faktor yang mempengaruhi perilaku ini mungkin disebabkan psikis pasien yang kurang mendapat perhatian orangtuanya sehingga menyebabkan depresi pada anak. Pemeriksaan fisik yang lain dalam batas yang normal. Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien. Pasien didiagnosis banding dengan alopesia areata. Penatalaksanaan pasien berupa terapi non farmakologis berupa edukasi kepada orang tua pasien mengenai penyakit anaknya dan pengendalian perilaku anak untuk tidak mencabuti rambutnya lagi. Terapi medika mentosa diberikan untuk mencegah perilaku anak mencabuti rambutnya serta merangsang pertumbuhan rambut. Kata Kunci: Trikotilomania, alopesia areata ABSTRACT A case of trichotillomania in an eleven years old girl was reported. Diagnosis was based on history and characteristic clinical manifestation. The clinical manifestation were patchy alopecia of head, include the presence of short vellus hairs. No squama detected. Other physical examination are normal. Laboratory examination wasn’t done to the patient. The patient was given non pharmalogical therapy, such as 2 educating parents and patient about the disease, control their child's behavior for not pulling her hair again. Key words: Trichotillomania, alopecia areata PENDAHULUAN Francois Hallopeau, seorang dermatologist berkebangsaan Perancis, memperkenalkan pertama kali istilah trikotilomania pada tahun 1889 sebagai perilaku kompulsif, yang memacu seseorang untuk mencabut rambutnya sendiri berulangulang. Berdasarkan data internasional, sebanyak 5 % pasien dengan trikotilomania ditemukan pada pasien dengan alopesia areata. Trikotilomania terjadi 2 kali lebih sering pada wanita dibanding laki-laki dan lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Perilaku ini dilakukan setengah sadar oleh anak dan mungkin sebagai pengganti dari perilaku mengisap jempol. Beberapa studi psikiatrik berpendapat bahwa adanya kurangnya perhatian orang tua sebagai penyebab penting terjadinya perilaku ini. Onset terjadinya trikotilomania pada rentang usia 11-40 tahun, dengan puncaknya pada umur antara 11-17 tahun. Semakin muda di usia saat ditemukan semakin baik prognosisnya.1,2 Pada literatur pasien usia muda mencabuti rambutnya secara tidak sadar dan berulang-ulang, namun pasien tidak menyangkal perilaku ini. Rambut biasanya dicabut pada satu area dibagian frontoparietal, yang tampak sebagai suatu pola tidak jelas dimana terdapat sebagian rambut yang terpelintir dan patah pada area yang terpisah dari kulit kepala normal. Pada kasus yang lebih ekstrim pasien dapat menyangkal sama sekali perilaku ini, dan biasanya pasien juga memiliki kebiasaan mencabuti rambut di bagian tubuh yang lain seperti alis dan janggut. Pasien juga dapat memakan rambut yang dicabutnya yang disebut dengan trichopagy, pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya rambut pada mulut dan adanya keluhan mual, kesulitan menelan, rasa tidak nyaman pada perut bahkan muntah yang berisi bolabola rambut. Kejadian ini terjadi pada 10% anak-anak dengan trikotilomania.3,4 Pada kasus ini dibahas mengenai trikotilomania yang terjadi pada anak usia 11 tahun. Kondisi pada Trikotilomania dapat menyerupai alopesia areata karena 3 keduanya sama-sama tidak menimbulkan jaringan parut dan patchy. Namun hal ini sangat penting untuk diketahui karena prognosis dan terapinya yang sangat berbeda.5 Gambaran klinis pada pasien ini hampir mirip dengan penyakit tinea kapitis dan alopesia areata. Pada tinea kapitis terdapat keabnormalan tekstur dari rambut yang terinfeksi serta ditemukannya skuama pada kulit kepala. Pemeriksaan dengan lampu wood maupun pemeriksaan dengan mikroskop pada sediaan langsung rambut yang rusak dengan menggunakan larutan KOH 20% mungkin dapat menjadi pilihan utama untuk menyingkirkan diagnosis banding tersebut. Alopesia areata mungkin sulit dibedakan dengan trikotilomania pada pemeriksaan awal, namun penyebab terjadinya penyakit ini dapat membantu menentukan diagnosis yang benar. Pada alopesia areata dapat berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya, misalnya penyakit tiroid, maka evaluasi laboratorium mungkin diperlukan. Pemeriksaan dermoskopi telah terbukti sangat berguna untuk membedakan kondisi trikotilomania dari alopesia areata. Adanya garis patahan rambut yang khas pada dermoskopi merupakan indikasi dari trikotilomania, sedangkan adanya sisa rambut seperti tanda seru (exclamation mark hair) mengindikasikan suatu alopesia areata. 1,5 Gambar dermoskopi pada pasien dengan trikotilomania (kiri) dan alopesia areata (kanan) 4 Diagnosis banding antara trikotilomania dan alopesia areata Selain itu trikotilomania juga dapat di diagnosis banding dengan alopesia areolaris. Pada sifilis stadium II dapat terjadi kerontokan rambut. Alopesia areolaris merupakan alopesia yang terjadi pada sifilis stadium II lanjut. Kerontokan terjadi setempat-setempat, tampak sebagai bercak-bercak yang ditumbuhi oleh rambutrambut yang tipis, seolah-olah seperti digigit ngengat (moth eaten appearance). untuk menyingkirkan diagnosis banding ini dapat dilakukan pemeriksaan penunjang tes VDRL, yang akan menunjukkan hasil positif kuat pada pasien dengan sifilis stadium II.6 Gambar alopesia areolaris pada pasien sifilis stadium II. Tampak gambaran moth eaten appearance7 5 Penatalaksanaan utama pada trikotilomania adalah dengan terapi pengendalian perilaku, namun obat-obatan juga dapat membantu. Terapi medikamentosa tidak dapat menyembuhkan penyakit ini, tujuan pemberian obat-obatan hanya untuk mengurangi gejala pada pasien sehingga pasien dapat menahan keinginan untuk tidak mencabut rambutnya lagi. FDA (Food and Drug Administration) belum menetapkan rekomendasi untuk terapi medikamentosa pada trikotilomania, pengobatan biasanya bersifat empiris atau berdasarkan pengalaman klinis dari dokter. Selain pengobatan di bidang psikiatri, terdapat obat-obatan di bidang dermatologi yang dapat diberikan terutama untuk mengurangi gejala yang dapat menyebabkan pasien mencabuti rambutnya. Rasa gatal dapat dikurangi dengan pemberian kortikosteroid topikal atau dengan pemberian obat anti histamin.8 Minoxidil 2 % topikal, fasilitator kanal kalium yang telah lama digunakan sebagai stimulan pertumbuhan rambut secara general pada alopesia androgenetik, juga dapat digunakan pada alopesia lain. Terapi imunosupresi yang telah teruji terdiri dari injeksi triamcinolone acetonide intradermal (5-10 mg/mL) diberikan tiap 2-6 minggu. Agen ini menstimulasi pertumbuhan kembali pada 60-67% kasus. Efek samping seperti nyeri, atropi kulit setempat, dan depigmentasi, serta relaps sering terjadi setelah terapi dihentikan.45 Glukokortikoid topikal poten banyak digunakan, khususnya pada anak-anak dan dewasa yang mengalami kerontokan kulit kepala < 50%.9 KASUS Seorang anak perempuan berusia 11 tahun datang ke poli kulit dan kelamin dengan keluhan utama berupa bercak kebotakan pada kepala sejak 1 bulan yang lalu. Kebotakan tidak didahului dengan kerontokan rambut pasien. Awalnya pasien mengaku mencabuti rambutnya akibat gatal, namun akhirnya pasien mengaku perilaku ini muncul karena pasien merasa kurang mendapat perhatian dari orang tuanya akibat sibuk dengan pekerjaannya. Pasien tidak memiliki binatang peliharaan, dan tidak terdapat binatang liar seperti kucing maupun anjing disekitar rumahnya. Pasien tidak memiliki penyakit kulit lainnya. 6 Pasien anak ketiga dari 4 bersaudara. Pasien memiliki hubungan baik dengan keluarga maupun teman sekolahnya. Ayah pasien jarang pulang ke rumah karena pekerjaannya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada regio kapitis tampak bercak kebotakan berbentuk oval pada sebagian area. Terdapat rambut pendek yang menunjukkan terjadinya pertumbuhan rambut. Tidak ditemukan skuama. Tes tarik rambut (-). Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan pada pasien ini. Pasien didiagnosis banding dengan trikotilomania dan alopesia areata. Diagnosis kerja pasien ini ialah trikotilomania. Penatalaksanaan pada pasien ini berupa terapi non farmakologi yaitu edukasi kepada orang tua mengenai penyakit anaknya dan pencegahan perilaku pasien mencabuti rambutnya sendiri. Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien yaitu terapi simtomatik dengan cetirizine 2 x 1 tab untuk mengurangi gatal sehingga diharapkan pasien tidak mencabuti rambutnya. Prognosis pada pasien ini bonam. DISKUSI 7 Pada kasus ini dibahas mengenai penyakit trikotilomania yang terjadi pada seorang anak perempuan berusia 11 tahun, hal ini sesuai dengan literatur yaitu di mana puncak usia terjadinya penyakit ini berkisar antara 11- 17 tahun dan lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Perilaku pasien ini muncul 1 bulan yang lalu dimana awalnya pasien mengaku mencabuti rambutnya akibat gatal, namun akhirnya pasien mengaku perilaku ini muncul karena pasien merasa kurang mendapat perhatian dari orang tuanya akibat sibuk dengan pekerjaannya. Alopesia areata mungkin sulit dibedakan dengan trikotilomania pada pemeriksaan awal, namun penyebab terjadinya penyakit ini dapat membantu menentukan diagnosis yang benar Dari pemeriksaan fisik, didapatkan bercak kebotakan pada sebagian area kepala dan terdapat rambut pendek yang menunjukkan pertumbuhan rambut. Tidak ditemukan skuama, dan kulit sekitarnya tampak normal, tes tarik rambut (-). Sedangkan, pada alopesia areata tes tarik rambut menunjukkan hasil positif sepanjang area lesi aktif. Pada literatur pasien usia muda mencabuti rambutnya secara tidak sadar dan berulang-ulang, namun pasien tidak menyangkal perilaku ini. Rambut biasanya dicabut pada satu area dibagian frontoparietal, yang tampak sebagai suatu pola tidak jelas dimana terdapat sebagian rambut yang terpelintir dan patah pada area yang terpisah dari kulit kepala normal. 3,4 Pada kuku pasien tidak ditemukan kelainan, sedangkan pada alopesia areata biasanya ditemukan kelainan kuku berupa nail pitting.9 Penatalaksanaan pasien ini meliputi terapi non farmakologis berupa edukasi kepada orang tua pasien mengenai penyakit anaknya, serta pencegahan untuk mencabut rambutnya akibat gatal. Berdasarkan literatur, para ahli berpendapat tidak perlu pemberian terapi medikamentosa karena perilaku ini dapat menghilang dalam waktu 1 tahun terutama bila terjadi pada anak-anak. Konsultasi ke psikiater anak mungkin dapat efektif untuk perbaikan perilaku dari anak.10 Terapi medikamentosa diberikan untuk mengurangi gejala yang dapat menyebabkan pasien ingin mencabuti rambutnya seperti rasa gatal. Pemberian kortikosteroid topikal atau preparat anti histamin efektif untuk mengurangi rasa gatal pada pasien. Pada pasien diberikan obat 8 golongan anti histamin yaitu cetirizine untuk mengurangi rasa gatal pada pasien. Selain itu diberikan obat minoxidil topikal 2% untuk merangsang kembali pertumbuhan rambut anak. Prognosis pasien ini bonam karena ditemukan pada usia muda dan diharapkan perilaku kompulsif ini dapat hilang dalam waktu dekat dengan adanya dukungan dari orang tua pasien. KESIMPULAN Berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis telah dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis trikotilomania pada seorang anak perempuan berusia 11 tahun. Efloresensi berupa bercak kebotakan pada sebagian area kepala dan terdapat rambut pendek yang menunjukkan pertumbuhan rambut. Tidak ditemukan skuama, dan kulit sekitarnya tampak normal, tes tarik rambut (-). Berdasarkan gambaran klinisnya, Trikotilomania didiagnosis banding dengan alopesia areata. Sesuai dengan literatur yang ada, maka penatalaksanaan pasien ini dengan terapi non farmakologis berupa edukasi kepada orangtua dan pencegahan perilaku anak untuk mencabutinya rambutnya sendiri. Terapi farmakologi yang diberikan yaitu terapi simtomatis untuk mengurangi rasa gatal dengan cetrizinie tab. Prognosis pada pasien ini bonam. 9 DAFTAR PUSTAKA 1. Adhi Djuanda. Trikotilomania. Dalam Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi Kelima. Cetakan Ketiga. Editor: Prof.Dr.Adhi Juanda. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008. Hal 306. 2. Elston, C. A. Trichotillomania. 26 Agustus 2012. Available from http://emedicine.medscape.com/article/1071854-overview 3. Abraham, L. S., et al. Dermoscopic Clues To Distinguish Trichotillomania From Patchy Alopecia Areata. An Bras Dermatology. 2010; 85(5):723-6 4. Golomb, R., et al. Expert Consensus: Treatment Guidelines for Trichotillomania, Skin Picking And Other Body-Focused Repetitive Behaviors. Trichotillomania Learning Center. 2011. 5. Shelleh, H. H., et al. A Case Report: Trichotillomania or Alopecia Areata. International Journal of Dermatology. 2006; 45: 1196-8 6. Wolf K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology Sixth Edition. Toronto: Mc Graw-Hill. 2009. 7. Adhi Djuanda. Sifilis. Dalam Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi Kelima. Cetakan Ketiga. Editor: Prof.Dr.Adhi Juanda. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008. Hal 391-411. 8. Bi, M. Y., et al. Alopecia syphilitica-report of a patient with secondary syphilis presenting as moth-eaten alopecia and a review of its common mimicker. Dermatology Online Journal. 2010; 15(10) 9. Gilhar A., Etzioni A., Medical Progress: Alopecia Areata. New England Journal of Medicine. 2012.366:1515-25 10. Vorvick, Linda J. Trichotillomania. Washington DC: A.D.A.M. Medical Encyclopedia, 2012. 10