BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Pada bagian ini, peneliti akan menguraikan mengenai kesimpulan dari penelitian dan juga diskusi mengenai hasil-hasil yang didapatkan dalam penelitian. Selain itu, peneliti juga memberikan saran yang sekiranya dapat membantu untuk penelitian selanjutnya. 5.1 Simpulan Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi atau hubungan yang signifikan antara iklan televisi dan materialism, yang dimana didapatkan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 0,180. Hasil tersebut didapatkan dengan menggunakan metode olah data Spearman’s rho dalam software IBM SPSS Statistics (version 22). Namun seperti yang telah dibahas pada bab 4, nilai signifikansi korelasi antara iklan televisi dan materialisme termasuk dalam kategori yang rendah atau tidak kuat, karena mendekati angka 0. Sedangkan hubungan yang terjadi pada dua variabel tersebut adalah hubungan yang positif atau searah, yaitu semakin tinggi nilai pada pemahaman iklan televisi maka semakin tinggi juga nilai materialismnya, begitu juga sebaliknya, semakin rendah nilai dari pemahaman iklan televisi maka semakin rendah juga nilai materialisme pada anak. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu, hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara iklan televisi dan materialisme pada anak usia pertengahan di Jakarta. Berdasarkan hasil dari analisa tambahan yang dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa dari segi usia, yang memiliki nilai korelasi tertinggi adalah pada sampel dengan usia 7 tahun dengan skor korelasi sebesar 0,354 dan signifikansi sebesar 0,018. Hal tersebut menandakan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan arah positif antara iklan televisi dan materialisme pada anak usia 7 tahun di Jakarta. 5.2 Diskusi Seperti yang telah di bahas pada bab sebelumnya, didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan sebesar ρ = 0,180 antara iklan televisi dan materialisme pada anak usia pertengahan. Hal ini dapat terjadi karena keterbatasan kognitif anak usia pertengahan dalam memahami makna persuasi dari iklan televisi, seperti hasil penelitian oleh Chan (2003), yang mendapatkan bahwa perspektif yang dimiliki anak mengenai iklan mempengaruhi nilai-nilai materialistis, predictor terkuat dari nilai materialisme adalah pemahaman anak dari kekuatan manipulasi iklan. Arah dari prediksi ini menunjukkan arah yang positif, dimana mengindikasikan bahwa anak yang terkena pengaruh dari kekuatan manipulasi iklan akan lebih materialistis. Selain itu juga didapatkan bahwa anak yang menaruh kepercayaan pada iklan dan menyukai tayangan iklan, lebih materialistis. Wulfemeyer & Mueller (2007), Greenberg & Brand (1993) (dalam Abideen & Salaria, 2009) mengatakan bahwa hal ini seperti hasil penelitian oleh beberapa peneliti sebelumnya yang megatakan bahwa iklan menstimulasi nilai-nilai materialisme pada anak. Karena dikatakan bahwa iklan dapat meningkatkan materialisme, terutama dalam barang-barang yang bernilai material dan uang menjadi dianggap sangat penting untuk kebahagiaan personal dan peningkatan dalam sosial dibandingkan dengan nilai intelektual dan spiritual, hal tersebut meningkat diantara anak dan dewasa. Empat penelitian sebelumnya juga mendapatkan hasil hubungan positif yang signifikan dengan range r=0,13 sampai r=0.32 (Atkin, 1975a, 1975b; Moschis & Churchill, 1978; Moschis & Moore, 1982). Jika dilihat hasil dari analisa tambahan, didapatkan bahwa nilai koefisien korelasi antara variabel iklan televisi dan materialisme adalah rendah karena mendekati angka 0, namun menunjukkan arah yang positif. Tetapi jika dillihat berdasarkan signifikansinya, hanya usia 7 tahun yang memiliki hubungan yang signifikan. Sedangkan pada usia 8, 9, 10, dan 11 tahun memiliki hubungan yang tidak signifikan. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atkin (1975 dalam Buijzen & Valkenburg, 2003), yang mendapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada saat melihat perbedaan perkembangan dalam pengaruh dari iklan televisi dengan materialisme. Signifikansi hubungan yang terdapat pada usia 7 tahun dapat didasari dari tahapan pemahaman anak terhadap iklan (John, 1999). yang dimana dikatakan bahwa usia 7 tahun merupakan masa transisi dari tahap persepsi (belum ada nya kemampuan kognitif yang matang untuk memahami iklan) memasuki tahapan tahapan analitikal, yaitu anak dikarakterisasikan dengan menguasai sebagian pemahaman dan kemampuan sebagai consumer, konsep seperti kategorisasi produk atau harga juga sudah menjadi pemikiran dalam bentuk yang fungsional atau dimensi pokok, dan anak mulai memahami nilai dari kepemilikan berdasarkan pengertian sosial. Kepemilikan terhadap barang material memiliki makna simbolik yang dapat digunakan untuk menutupi perasaan seperti rendah diri, mengapresiasikan kepemilikan atau harta sebagai cara untuk menentukan konsep diri nya, dan melihat kepemilikan atau harta sebagai bagian yang menonjol untuk melihat siapa diri mereka sebenarnya (Chaplin & John, 2005; Dixon & Street, 2005). Sedangkan berdasarkan hasil analisa tambahan yang melihat korelasi berdasarkan setiap dimensi alat ukur iklan televisi, didapatkan bahwa hanya dimensi Function of Advertising yang menunjukkan adanya korelasi dengan materialisme yaitu senilai nilai ρ = 0.137. Dimensi tersebut menunjukkan pemahaman anak terhadap iklan televisi, yang dimana pemahaman mengenai hal tersebut mulai berkembang selama usia pertengahan sampai masa anak-anak akhir (Chaplin & John, 2007). Sehingga saat anak memiliki skor tinggi pada dimensi Function of Advertising akan semakin besar kemungkinan anak tersebut terkena dampak negatif dari iklan, seperti salah satunya adalah materialisme. Jika dilihat berdasarkan tingkat uang jajan anak, didapatkan bahwa tidak ada hubungannya dengan materialisme, karena hasil (X2) < 5,991 = 0,529 < 5,991. Hal ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chan (2003) yang mendapatkan bahwa untuk anak usia Pertengahan di China, nilai materialisme lebih tinggi pada anak yang usianya lebih muda dan tingkat uang jajannya tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena tingginya hasrat atau keinginan anak dalam memiliki barangbarang, seperti kalimat-kalimat yang tertera pada alat ukur penelitian materialisme. Sehingga ada kemungkinan, dengan tingginya keinginan anak dalam memiliki barang-barang menyebabkan skor pada alat ukur materialisme tinggi yang menyimpulkan bahwa anak memiliki nilai materialisme yang tinggi walaupun uang jajannya rendah. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa berdasarkan skor alat ukur materialisme, didapatkan bahwa lebih banyak subjek yang skornya berada diatas ratarata, yaitu sebanyak 166 anak. Pengembangan nilai-nilai materialisme pada anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kelamin, teman sebaya, gaya komunikasi dengan orang tua, dan juga pemaparan dengan televisi (Chan, 2003). Crispell (dalam Achenreiner, 1997) juga mengatakan bahwa perbedaan pada nilai materialistis dapat didasari oleh kultur budaya atau etnis dari setiap individu. 5.3 5.3.1 Saran Saran Teoritis Dari hasil pengolahan dan analisa data yang telah dilakukan, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Yaitu penelitian ini memiliki distribusi data yang tidak normal, sehingga tidak bisa dilakukan beberapa analisa seperti T-test dan One way anova, yang dimana dapat dilakukan untuk menganalisa perbandingan skor materialisme berdasarkan data demografis seperti jenis kelamin, usia, lama waktu menonton tv dan banyaknya uang jajan anak. Disarankan agar penelitian selanjutnya dapat lebih melakukan kontrol pada subjek, agar data yang diambil dapat memiliki pendistribusian yang baik atau normal. Selain itu dalam pengambilan data untuk penelitian selanjutnya, peneliti disarankan untuk memberikan sedikit gambaran pada anak mengenai iklan-iklan tv yang terlihat mewah untuk anak seusia tersebut. Sehingga penelitian dapat lebih akurat lagi dan dapat dilakukan lebih luas lagi, guna mendapatkan manfaat yang lebih besar. Selain itu seperti yang di katakan oleh Chan (2003) penelitian mengenai materialisme pada anak masih rendah, terutama di Asia. Diharapkan akan lebih banyak lagi penelitian mengenai hal ini, agar dapat membandingkan hasil dari berbagai kalangan atau kultur budaya. 5.3.2 Saran Praktis Selain itu jika melihat hasil penelitian yang mengindikasikan adanya hubungan positif yang signifikan antara iklan televisi dan materialisme pada anak, diharapkan untuk para orang tua dan kalangan dalam bidang edukasi untuk menjaga anak-anak nya dari pengaruh negative yang dapat ditimbulkan dari menonton televisi. Seperti membatasi waktu menonton televisi, menemani saat anak menonton televisi dan sekaligus memberikan pemahaman yang baik mengenai iklan juga nilai-nilai materialisme. Anak harus diberikan pemahaman mengenai tujuan persuaif dari iklan, sehingga anak dapat memahami atau mengambil pesan positif yang disampaikan oleh iklan. Selain itu orang tua juga dapat membatasi keinginan anak dalam membeli barang sejak usia dini. Berilah anak pemahaman untuk membeli barang yag memang diperlukan saja. Hal tersebut dapat disampaikan melalui adanya penyuluhan atau seminar di sekolah, untuk memberikan edukasi pada orang tua serta guru-guru mengenai dampak dari iklan televisi pada anak-anak.