Ringkasan Khotbah

advertisement
Ringkasan Khotbah - 03 November 2013
Totalitas Hidup Mengikut Kristus
Lukas 14:25-35
Pdt. Andi Halim, M.Th.
Totalitas mengikut Kristus seringkali digambarkan sebagai sesuatu yang tidak benar dan
berlebihan. Seringkali orang yang mengikut Tuhan sepenuh hatinya dianggap ekstrim. Buku
yang ditulis oleh Michael Greene yang berjudul Ambillah Aku Melayani Engkau justru
menjelaskan bahwa kita harus fanatik dan memiliki sikap hidup yang total dalam mengikut
Kristus. Dalam Alkitab tidak tertulis “jadilah orang Kristen yang ala kadarnya atau biasa-biasa
saja” tetapi justru di dalam Alkitab banyak contoh hidup orang yang total dalam mengikut
Tuhan.
Banyak juga contoh di sekitar kita di mana orang yang kehidupan keluarga, perusahaan, serta
apapun yang menjadi tanggung jawabnya berantakan dengan alasan karena ia total dalam
mengikut Tuhan. Hal ini adalah sebuah pergumulan dalam mengikut Tuhan. Kita harus total
dalam mengikut Tuhan tetapi tugas dan tanggung jawab hidup sehari-hari juga tetap harus
dikerjakan.
Tuhan Yesus juga tidak pernah mengajarkan untuk meninggalkan semua tugas yang kita miliki.
Kita tetap harus mengutamakan Tuhan di atas segala-galanya. Ini bukan berarti kita
meninggalkan tugas dan aspek lain dalam kehidupan kita melainkan justru bertanggung jawab
dalam memenuhinya.
Pada umumnya jika kita ada pekerjaan di kantor dan pelayanan di gereja dalam waktu yang
bersamaan maka kebanyakan orang cenderung akan mengutamakan pekerjaan dan
mengorbankan pelayanan karena berpikir harus bertanggung jawab dalam pekerjaan. Tetapi
kenapa logika ini muncul? Pada umumnya kita terikat dalam dunia pekerjaan karena uang. Ada
ikatan uang di sini.
Mengapa tidak berpikir terbalik? Demi pelayanan saya tinggalkan pekerjaan? Karena dalam
pelayanan tidak dapat uang. Oleh karena itu lebih banyak orang memilih untuk mengorbankan
pelayanan. Seringkali kita begitu mengutamakan pekerjaan dan hanya sisa-sisa yang kita
berikan untuk pelayanan. Padahal pelayanan adalah untuk kemuliaan Allah. Segala sesuatu
adalah untuk kemuliaan Allah, termasuk keluarga dan pekerjaan.
Untuk seimbang ketiganya memang tidak mungkin. Kita bukan manusia sempurna. Tetapi
jangan hanya mengutamakan pekerjaan atau keluarga saja. Jika keluarga /pekerjaan
ditinggalkan demi pelayanan seringkali dianggap tidak bermoral. Namun jika sebaliknya yang
terjadi dianggap bermoral dan wajar. Mari kita rubah paradigma kita. Apapun juga yang kita
kerjakan haruslah untuk Tuhan. Tidak boleh ada satupun yang dianaktirikan. Hidup kita itu demi
kerajaan Allah.
1/2
Ringkasan Khotbah - 03 November 2013
Tuhan Yesus mengatakan dalam injil Lukas ini bahwa bilamana seseorang mau mengikut
Tuhan ia harus menggumulkan hal ini dengan benar karena dalam mengikut Tuhan kita harus
memikul salib. Ini adalah suatu sikap hati yang mengutamakan Tuhan di atas segala sesuatu.
Prioritas utama di dalam hidup kita adalah Tuhan dan pernyataan ’membenci ayah, ibu,
maupun saudara’ artinya adalah kita mengutamakan Tuhan di atas segala sesuatu bukan
secara harafiah membenci mereka. Kita harus benar-benar hidup mengutamakan Tuhan.
Selanjutnya, jika kita sudah benar-benar memiliki hati yang mengutamakan Tuhan, hati tersebut
juga harus diterjemahkan dalam hidup mengasihi sesama kita. Kita harus mengerjakan tugas
sehari-hari seperti kita mengerjakan segala sesuatunya untuk Allah. Kita harus memusatkan
pandangan kita kepada Tuhan karena tujuan hidup kita adalah memuliakan Allah, hal ini tertulis
dalam katekismus singkat Westminster. Sungguh memalukan jikalau kita sesudah mengenal
Tuhan tetapi orientasi hidup kita hanyalah memuaskan hal-hal yang lain.
Seringkali ketika kita baru mengenal Allah kita membedakan antara hal-hal rohani dan hal-hal
duniawi. Kita lebih sibuk mengerjakan hal-hal yang rohani ketimbang mengerjakan hal-hal yang
duniawi, sehingga kita memisahkan antara mana yang tanggung jawab dan mana yang dapat
memuliakan Tuhan. Padahal kedua hal itu tidak bisa dipisahkan karena mengutamakan Tuhan
adalah berarti juga mengerjakan tugas dan tanggung jawab kita sebagai manusia di dunia.
Kehidupan kita di dunia bukanlah hal yang mudah. Karena kehidupan kita adalah sebuah
pergumulan untuk memuliakan Tuhan. Dalam hidup kita ada manusia lama dan manusia baru
yang saling berlawanan. Kita harus belajar taat pada kebenaran firman Tuhan.
Dalam hidup ini kita juga harus belajar memiliki, sekaligus harus belajar melepaskan. Seperti
Ayub dalam penderitaannya ia berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku,
dan dengan telanjang pula aku kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang
mengambil. Terpujilah nama Tuhan (Ayub 1:21).” Maka hidup adalah belajar memiliki yang
adalah titipan Tuhan tetapi hidup itu juga adalah belajar melepaskan apa yang kita miliki karena
itu bukanlah milik kita tetapi milik Tuhan.
Oleh karena itu hidup kita dalam dunia ini adalah segala-galanya bagi Tuhan. Semua untuk
kemuliaan Tuhan. Jika kita terpanggil menjadi dokter atau profesi lainnya maka itu adalah
segala-galanya bagi Tuhan. Demikian juga kalau kita terpanggil menjadi pengusaha maka itu
adalah juga segala-galanya bagi Tuhan. Tuhanlah yang menjadi prioritas utama hidup kita dan
bukan yang lain (Roma 14:7-9). Jika kita hidup, kita hidup untuk Allah. Dan jika kita mati, kita
mati untuk Allah. Dengan demikian tidak ada orang lagi yang memuliakan dirinya di atas
segalanya. Biarlah kemuliaan hanya bagi Allah kita. (Ringkasan ini belum diperiksa oleh
pengkotbah. KN)
2/2
Download