tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
5
TINJAUAN PUSTAKA
Sungai
Sejak jaman purba sungai merupakan suatu unsur alam yang berperan di
dalam membentuk corak kebudayaan suatu bangsa. Ketersediaan airnya,
lembahnya yang subur, dan lain-lain potensinya menarik manusia untuk
bermukim di sekitarnya. Kehidupan sehari-hari manusia tidak akan lepas dari
memanfaatkan sungai dengan konsekuensi manusia akan melakukan rekayasa
terhadapnya untuk lebih banyak mengambil manfaat darinya dan lambat laun akan
menimbulkan dampak yang merugikan bagi manusia sendiri (Mulyanto, 2007).
Sungai terbentuk oleh sumber air tanah atau oleh air permukaan tanah, air
sungai akan terus menerus mengalami perubahan karena larutan benda-benda
organik, erosi dan pengendapan. Temperatur air berfluktuasi, tetapi termperatur
lapisan atas dan bawah umumnya hampir seragam. Umumnya air sungai jernih,
mengandung oksigen terlarut, cahaya dan substratnya tidak banyak mengandung
bahan organik karena faktor terbawa arus (Widi, 2000).
Sungai mempunyai fungsi vital kaitannya dengan ekologi. Sungai dan
bantarannya merupakan habitat yang kaya akan flora dan fauna sekaligus
barometer kondisi ekologi daerah tersebut. Sungai yang masih alamiah dapat
berfungsi sebagai aerasi alamiah yang akan meningkatkan atau menjaga
kandungan oksigen air sungai (Maryono, 2005).
Menurut Diester (1996) dalam Maryono (2005), secara umum ekosistem
sungai juga mengikuti kaidah ekosistem lainnya. Komponen ekosistem sungai
Universitas Sumatera Utara
6
terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling berpengaruh menjadi satu
kesatuan dan memiliki kemampuan untuk membuat sistem aturannya sendiri.
Pengaruh kompenen fisik misalnya kecepatan aliran sungai, substrat, salinitas,
kualitas air, iklim mikro, karakteristik penyinaran matahari, dan pengaruh
temperatur sangat menentukan jenis-jenis fauna yang ada pada wilayah sungai
tersebut.
Dewasa ini terdapat berbagai klasifikasi atau pengelompokan sungai besar,
sungai menengah, dan sungai kecil. Klasifikasi biasanya berdasarkan pada lebar
sungai, kedalaman sungai, kecepatan aliran sungai, debit dan luas Daerah Aliran
Sungai (DAS). Dari sudut ekologi klasifikasi berdasarkan vegetasi yang hidup di
tebing atau pinggir sungai. Menurut Kern (1994) dalam Maryono (2005),
klasifikasi sungai dibedakan menjadi 3 (tiga) berdasarkan lebar sungai dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Sungai Berdasarkan Lebar Sungai
Klasifikasi
Sungai Kecil
Sungai Menengah
Sungai Besar
Nama
Lebar Sungai
Kali kecil dari suatu mata air
Kali kecil
Sungai kecil
Sungai menengah
Sungai
Sungai besar
Sungai bengawan
<1m
1-10 m
10-20 m
20-40 m
40-80 m
80-220 m
> 220 m
Sungai Belumai
Kabupaten Deli Serdang terdapat 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS)
yaitu DAS Belawan, DAS Deli, DAS Belumai, DAS Percut, dan DAS Ular,
dengan luas areal 378.841 ha, yang kesemuanya bermuara ke Selat Malaka
Universitas Sumatera Utara
7
dengan hulunya berada di Kabupaten Simalungun, dan Karo. Pada umumnya sub
DAS ini dimanfaatkan untuk mengairi areal persawahan sebagai upaya
peningkatan produksi pertanian (BPS Deli Serdang, 2014).
Sungai Belumai sendiri Daerah Aliran Sungai (DAS) + 78.624,55 ha
dengan melintasi 3 kecamatan yaitu: Kecamatan STM hilir, Kecamatan Tanjung
Morawa dan Kecamatan Beringin. Aktivitas yang ada di sepanjang aliran Sungai
Belumai meliputi industri, pertanian, PDAM rumah sakit dan perumahan.
Masyarakat di Sungai Belumai masih memanfaatkan sungai untuk kegiatan
penangkapan ikan, mandi, cuci dan kakus (MCK) (Fisesa, 2014).
Menurut Batubara (2011) dalam Fisesa (2014), menyatakan bahwa
masyarakat yang sering memanfaatkan air Sungai Belumai lebih rentan terjangkit
penyakit kulit dan iritasi mata. Data BPS Deli Serdang pada tahun 2012 terdapat
12.397 unit industri di Kabupaten Deli Serdang baik industri skala besar,
menengah dan kecil diantaranya pabrik kertas, perusahaan ternak ayam, perakit
mesin minyak kelapa sawit, pabrik sarung tangan, pabrik kayu, pabrik pengecoran
logam, dan pabrik tekstil. Umumnya industri ini membuang limbah baik yang
telah diolah maupun tidak melalui Sungai Belumai sehingga patut diduga telah
memberikan dampak pada perubahan kualitas perairan ini.
Menurut wawancara salah satu masyarakat setempat, jumlah nelayan tetap
yang menangkap ikan di sungai Belumai + 40 orang dengan setengahnya bukan
termasuk nelayan tetap. Jenis ikan yang sering tertangkap nelayan ialah seperti
ikan Jurung, Baung, Lemeduk, Hampala, Siakap, Paitan dll.
Universitas Sumatera Utara
8
Ikan
Ikan merupakan organisme air yang bernafas menggunakan insang dan
bergerak menggunakan sirip (fin). Ikan juga memiliki gelembung udara yang
berfungsi sebagai alat mengapung, melayang atau menenggelamkan diri pada
dasar perairan. Ikan tersebar diberbagai jenis perairan diseluruh permukaan bumi.
Ikan mempunyai pola adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang baik, sehingga
ikan mempunyai penyebaran yang luas. Hal ini dikarenakan ikan memiliki
mobilitas yang tinggi (Barus, 2004).
Menurut Tjakrawidjaya (2001) dalam Nursyahra (2012), menyatakan
bahwa ikan termasuk hewan bertulang belakang, berdarah dingin, berinsang dan
hidup di perairan. Diantara hewan bertulang belakang (vertebrata), ikan
merupakan kelompok terbesar dengan jumlah jenis terbanyak yaitu 42,6 % dari
jumlah vertebrata yang sudah dikenal. Kelompok ikan ini mempunyai
keanekaragaman yang cukup tinggi baik dalam bentuk, ukuran, prilaku maupun
habitatnya.
Jenis ikan yang hidup di sungai akan dipengaruhi oleh kecepatan arus,
tingkat sedimentasi air sungai, temperatur, morfologi sungai, vegetasi tepi sungai,
vegetasi akuatik dan lain sebagainya. Kemudian, ukuran panjang dan lebar ikan di
sungai dapat menggambarkan sifat karakteristik fisik sungai tersebut. Menurut
Maryono (2007), bahwa ikan bertubuh panjang dan membulat merupakan
penghuni wilayah perairan dengan kecepatan arus air tinggi, sebaliknya ikan
dengan postur tubuh pendek dan pipih sering dijumpai pada kondisi sungai
berarus rendah.
Universitas Sumatera Utara
9
Ikan dapat digunakan sebagai bioindikator karena mempunyai daya respon
terhadap adanya bahan pencemar. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap
perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut
dalam batas konsentrasi tertentu (Cahaya, 2003).
Rahardjo (2011), menyatakan bahwa ikan terbagi kedalam 3 (tiga) kelas
berdasarkan taksonominya, yaitu:
1) Kelas Cephalaspidomorphi
Ciri ikan ini tidak memiliki rahang, sungut, tidak mempunyai lengkungan
insang sejati untuk menyokong dan melindungi insang dan sebagai gantinya
mempunyai suatu kantung yang terletak diluar insang, arteri insang dan saraf
insang terletak didalamnya. Satu lubang hidung, tidak mempunyai sirip
berpasangan, sirip dorsal satu atau dua. Salah satu contoh spesies ikan ini ialah
ikan Lamprey. Ikan ini tergolong jenis parasit atau predator dan jumlah anggota
spesies ini tercatat hampir 40 spesies.
2) Kelas Elasmobranchii
Ciri ikan ini mempunyai rahang. Jumlah insang dan celah insang berkisar
antara 5-7 pasang, lengkung insang berupa tulang rawan yang didalamnya
terdapat arteri insang dan saraf insang dan mempunyai sirip yang berpasangan.
3) Kelas Actinopterygii
Kelas ini merupakan kelas yang dominan di dunia. Ciri ikan ini
mempunyai rahang, rangka terdiri atas tulang sejati, lengkung insang merupakan
tulang sejati yang terletak dibagian tengah insang, mempunyai arteri dan saraf,
terdapat sirip berpasangan, sepasang lubang hidung serta mempunyai sisik.
Universitas Sumatera Utara
10
Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai
Diperkirakan terdapat 50.000 jenis ikan yang hidup di perairan seluruh
dunia dan hanya 22.000 - 25.000 jenis saja yang telah diberi nama. Di Indonesia
terdapat tidak kurang 4000 jenis ikan, 800 jenis diantaranya merupakan ikan tawar
dan payau (Djajadireja, 1977 dalam Muchlisin dkk, 2003).
Jumlah jenis ikan yang hidup di perairan Indonesia mungkin sudah jauh
bertambah seiring dengan ditemukannya jenis-jenis baru dan bahkan genus baru,
selama kurun waktu 30 tahun terakhir. Kottelat et al., (1993), melaporkan paling
kurang ada 900 jenis ikan air tawar baik bersifat hidup menetap maupun
sementara berada di kawasan Indonesia bagian barat dan Sulawesi, sebagai
pembanding di perairan Amerika Utara hanya hidup 2500 jenis ikan saja.
Menurut Lloyod & Ghelardi (1964) dalam Genisa (2006), menyatakan
bahwa keanekaragaman tinggi apabila banyak jenis yang mendominasi ekosistem
tersebut, dan keanekaragaman rendah bila hanya satu jenis saja yang terdapat di
dalamnya mendominasi komunitas tersebut. Tinggi rendahnya keanekaragaman
dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satu faktor adalah kualitas lingkungan.
Beragamnya habitat yang ada, akan memberikan relung yang luas bagi
tingginya keanekaragaman dan populasi ikan, sehingga sumberdaya ikan akan
berlimpah. Kondisi ini memicu terjadinya tingkat eksploitasi ikan yang cukup
tinggi, apabila tidak diantisipasi maka akan terjadi menurunnya keanekaragaman
dan populasi ikan yang ada (Syahrir, 2013).
Hasil penelitian Mulya (2004), dijumpai lima jenis ikan yang ada di
perairan Sungai Deli Sumatera Utara yaitu: C. batrachus, C. cyanospylus, C.
carpio, Dactyloptena sp dan T. mossambica. Selain itu, hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
11
Simanjuntak (2012), pada sungai Asahan ditemukan 31 spesies dan 11 famili.
Cyprinidae umumnya paling banyak tertangkap. Sungai Deli dan sungai Asahan
memiliki karakteristik hampir sama dengan Sungai Belumai.
Menurut nelayan di sekitar Sungai Belumai keanekaragaman jenis ikan
yang ada cukup tinggi seperti ikan Jurung, Baung, Lemeduk, Hampala, Siakap,
Paitan dll. Namun, semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk maupun
industri-industri di sekitar DAS Sungai Belumai membuat kondisi ini
membahayakan bagi organisme-organisme air khususnya ikan.
Menurut Kottelat et al., (1993), ancaman yang serius terhadap
kelangsungan hidup dan habitat ikan adalah penggundulan hutan. Ada 4 (empat)
alasan yang mendukung hal ini yaitu: Pertama, banyak jenis ikan yang hidupnya
bergantung kepada bahan yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang jatuh ke
dalam air serta vegetasi yang menggantung di atas air. Kedua, kenaikan suhu yang
disebabkan berkurangnya naungan. Dengan naiknya suhu air maka konsentrasi
oksigen terlarut dalam air akan menurun pula. Ketiga, meningkatnya kekeruhan
air karena endapan yang menumpuk, yang berasal dari tanah yang terhanyut
dalam sungai. Lumpur ini dapat menyebabkan kematian ikan, alga dan organisme
lainnya serta menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai. Keempat,
adanya hutan terutama hutan-hutan yang tergenang air akan menciptakan habitat
yang beragam dan bersifat heterogen yang tercermin dari keanekaragaman
hayatinya.
Selain penggundulan hutan ancaman lainnya adalah dari pencemaran.
Menurut Kottelat et al., (1993), bentuk pencemaran utama yang terdapat di sungai
dan danau adalah limbah organik yang berasal dari rumah tangga dan saluran
Universitas Sumatera Utara
12
pembuangan, serta limbah industri yang berupa bahan pewarna dan logam berat,
serta pestisida dan herbisida yang digunakan untuk kegiatan pertanian.
Fisika Kimia Air
Menurut Suin (2002), mengatakan bahwa faktor fisika kima perlu diukur
dalam penelitian ekologi perairan, antara lain:
1) Suhu
Diukur dengan menggunakan termometer Hg. Kisaran suhu yang optimal
untuk pertumbuhan dan kehidupan ikan berkisar antara 15-30oC. Suhu juga
merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran ikan di
perairan.
2) Kecepatan Arus
Kecepatan arus suatu perairan juga menentukan jenis ikan yang ada pada
suatu perairan. Biasanya sungai berarus deras bentuk tubuh ikan pipih memanjang
sebab sifat ikan akan melawan arus dan membutuhkan tenaga yang lebih.
3) Kekeruhan
Kekeruhan salah satu indikasi tingginya kelimpahan ikan. Kondisi ini
berkaitan dengan intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan. Semakin tinggi
kecerahan maka semakin tinggi kelimpahan ikan.
4) Kedalaman
Kedalaman suatu perairan juga merupakan faktor yang mempengaruhi
keanekaragaman suatu jenis ikan. Semakin dalam suatu perairan maka organisme
akuatik yang ada semakin banyak pula.
Universitas Sumatera Utara
13
5) pH Air
Kisaran pH atau derajat keasaman perairan yang cocok untuk ikan berkisar
antara 6 - 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam atau sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena dapat mengganggu sistem
metabolisme dan respirasi tubuh.
6) DO (Oksigen Terlarut)
Kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan memegang peranan
penting sebagai indikator kualitas perairan. Oksigen terlarut berperan dalam
proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Umumnya nilai DO
yang terlarut dalam air bervariasi antara 5 - 7 mg/l. Hal ini menunjukan bahwa
kondisi air cukup baik bagi kehidupan organisme akuatik, tetapi apabila DO
berada di bawah 4 mg/l maka hal ini merupakan suatu tanda bahwa kondisi air
cukup membahayakan bagi biota pengguna oksigen. Oksigen diperlukan oleh ikan
untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencemaran dan asimilasi
makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik dan aktivitas lainnya. Jika
persediaan oksigen di perairan sangat sedikit maka perairan tersebut tidak baik
bagi ikan dan makhluk hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
Download