BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pemasaran (marketing)
American Marketing Assosiation (AMA) dalam Kotler dan Keller
(2009:5) mendefinisikan pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan
serangkaian proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan memberikan nilai
kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang
menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingan.
2.1.1 Konsep Pemasaran
Schiffman dan Kanuk (2007:5) mengatakan bahwa asumsi pokok yang
mendasari konsep pemasaran adalah bahwa untuk sukses, perusahaan harus
menentukan kebutuhan dan keinginan berbagai target pasar tertentu dan
memberikan kepuasan yang diinginkan lebih baik dari pada pesaing. Konsep
pemaaran didasarkan kepada dasar pemikiran bahwa pemasar harus membuat apa
yang dapat dijualnya, daripada berusaha menjual apa yang telah dibuatnya.
2.2
Pengertian Manajemen Pemasaran (marketing management)
Kotler dan Keller (2009:5) mendefinisikan manajemen pemasaran
adalah: “seni dalam ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan,
serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan
mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul”.
7
8
2.3
Citra Merek (Brand Image)
2.3.1
Pengertian Merek (brand)
American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:258)
mendefinisikan merek sebagai “nama, isyilah, tanda, lambang, atau desain, atau
kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa
dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mengidentifikasikan mereka
dari para pesaing.”
Keller dalam Tjiptono (2011:40) mendefinisikan merek adalah produk
yang mampu memberikan dimensi tambahan yang secara unik membedakannya
dari produk-produk lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan serupa.
Perbedaan tersebut bisa bersifat rasional dan tangibel (terkait dengan kinerja
produk dari merek bersangkutan) maupun simbolik, emosional dan intangibel
(berkenaan dengan representasi merek). Dengan kata lain, merek mencerminkan
keseluruhan persepsi dan perasaan konsumen mengenai atribut dan kinerja
produk, nama merek dan maknanya, dan perusahaan yang diasosiakan dengan
merek bersangkutan. Konsumen biasanya tidak menjalin relasi dengan barang
atau jasa tertentu, namun sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan merek
spesifik. Pendek kata, merek merupakan salah satu aset terpenting perusahaan.
Tjiptono (2011:23) menyatakan bahwa merek merupakan serangkaian
asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu, sebagai hasil
pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah merek.
9
2.3.2
Pengertian Citra Merek (brand image)
Kotler dan Keller (2009:346) dalam Dewi (2011:32) menyatakan bahwa
“citra merek adalah persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen,
seperti yang tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam ingatan konsumen.”
Citra merek menurut Isyanto, Hersona, dan Darmawan (2012:3) adalah
apa yang konsumen pelajari tentang merek. Dari beberapa definisi tersebut,
penulis menyimpulkan citra merek adalah hal yang ada dibenak konsumen
mengenai merek berdasarkan apa yang konsumen ketahui tentang merek tersebut.
Kotler dalam Isyanto, et al (2012:3) citra merek merupakan syarat dari
merek yang kuat. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila
dibandingkan dengan pesaing. Saat perbedaan dan keunggulan merek dihadapkan
dengan merek lain, dan muncullah posisi merek. Citra yang efektif dapat
mencerminkan tiga hal, yaitu :
1. Membangun karakter produk dan memberikan value proposition.
2. Menyampaikan karakter produk secara unik sehingga berbeda dengan
para pesaingnya.
3. Memberi kekuatan emosional dari kekuatan rasional.
Setiap perusahaan berlomba-lomba menciptakan produk yang positif agar
produknya tersebut dikenal dan diterima baik oleh pelanggan sehingga dapat
memiliki citra merek yang positif juga. Dengan melakukan berbagai cara tersebut,
citra merek suatu produk dapat meningkat dimata pelanggan.
10
2.3.3 Manfaat Merek
Tjiptono (2011:43) menjabarkan manfaat merek bagi perusahaan dan
pelanggan sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan
a) Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau
pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian
sediaan dan pencatatan akuntansi.
b) Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.
Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama
merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registred
trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten,
dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain.
Hak-hak
properti
intelektual
ini
memberikan
jaminan
bahwa
perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang
dikembangkannya dan meraup manfaat dari aset bernilai tersebut.
c) Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka
bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.
Loyalitas merek seperti ini menghasilkan predictability dan security
permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang
menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar.
d) Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan
produk dari para pesaing.
11
e) Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak
konsumen.
f) Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa
datang.
2. Bagi Pelanggan
a) Identifikasi, yaitu bisa dilihat dengan jelas; memberikan makna bagi
produk; gampang mengidentifikasikan produk yang dibutuhkan atau
dicari.
b) Praktikalitas, yaitu memfasilitasi penghematan waktu dan energi
melalui pembelian ulang identik dan loyalitas.
c) Jaminan, yaitu memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka
bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan
pada waktu dan ditempat berbeda.
d) Optimisasi, yaitu memberikan kepastian bahwa konsumen dapat
membeli alternatif terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan
terbaik untuk tujuan spesifik.
e) Karakterisasi, yaitu mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri
konsumen atau citra yang ditampilkannya kepada orang lain.
f) Kontinuitas, yaitu kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi
dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi pelanggan
selama bertahun-tahun.
12
g) Hedonistik, yaitu kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo, dan
komunikasinya.
h) Etis, yaitu kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab
merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat.
2.3.4
Fungsi Merek
Merek juga melaksanakan fungsi yang berharga bagi perusahaan, sebagai
berikut:
1. Merek menyederhanakan penanganan atau penelurusuran produk.
2. Merek membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi.
3. Merek juga menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk
fitur-fitur atau aspek unik produk.
4. Nama merek dapat dilindungi melalui nama dagang terdaftar; proses
manufaktur dapat dilindungi melalui hak paten; dan kemasan dapat
dilindungi melalui hak cipta dan rancangan hak milik. Hak milik ini
intelektual ini memastikan keuntungan dari sebuah aset yang berharga.
2.3.5 Tipe-tipe Merek
Tjiptono (2011:43) mengatakan bahwa pemahaman strategik merek tidak
bisa dipisahkan dari tipe-tipe utama merek, karena masing-masing tipe memiliki
citra merek yang berbeda. Ketiga tipe tersebut meliputi:
1. Attribute brand, yakni merek-merek yang memiliki citra yang mampu
mengkomunikasikan keyakinan/kepercayaan terhadap atribut fungsional
13
produk. Kerapkali sangat sukar bagi konsumen untuk menilai kualitas
dan fitur secara obyektif atas begitu banyak tipe produk, sehingga merek
cenderung memilih merek-merek yang dipersepsikan sesuai dengan
kualitasnya. Contohnya, proporsi merek Holden adalah mobil Australia
yang diproduksi sesuai dengan kualitas tinggi; merek McKinsey
menjanjikan konsultasi strategik berkualitas tinggi; merek Harvard
Business School menjanjikan kualits analisis yang tinggi dan
komperhensif; dan seterusnya.
2. Aspirational brands, yaitu merek-merek yang menyampaikan citra
tentang tipe orang yang membeli merek yang bersangkutan. Citra
tersebut tidak banyak menyangkut produknya, tetapi justru lebih banyak
berkaitan dengan gaya hidup yang didambakan. Keyakinan yang
dipegang konsumen adalah bahwa dengan memiliki merek semacam ini,
akan tercipta asosiasi yang kuat antara dirinya dengan kelompok aspirasi
tertentu (misalnya, golongan kaya, prestisius dan populer). Dalam hal ini,
status, pengakuan sosial, dan identitas jauh lebih penting daripada
sekedar nilai fungsional produk. Salah satu contoh merek tipe ini adalah
arloji Rolex dan jaringan toserba Harrods. Beberapa tahun lalu banyak
orang yang berminat memiliki kartu kredit dari CitiBank dalam rangka
mendapatkan citra prestisius semacam ini.
3. Experience brand, mencerminkan merek-merek yang menyampaikan
citra asosiasi dan emosi bersama (shared associations and emotions).
Tipe ini memiliki citra melebihi sekedar aspirasi dan lebih berkenaan
14
dengan kesamaan filosofi antara merek dan konsumen individual.
Kesuksesan sebuah experience brand ditentuka oleh kemampuan merek
bersangkutan dalam mengekspesikan individualitas dan pertumbuhan
personal. Contoh-contohnya meliputi: Nike dengan “Just Do It” attitude
yang dikomunikasikan secara konsisten; Qantas dengan slogan “The
Sprit of Australia”; Disneyland yang menekankan pengalaman yang fun
dan adventurous; serta Marlboro yang mengkampanyekan pengalaman
nilai-nilai maskulin. Keempat contoh merek ini tidak membuat klaim
tentang superioritas atau fitur khusus dalam produknya, namun lebih
mengkomunikasikan pengalaman dan asosiasi bersama yang ingin
diwujudkan.
2.3.6 Tingkatan Merek
Rahman (2010:179) menyatakan bahwa merek memiliki 6 tingkatan
pengertian sebagai berikut:
1. Atribut
Merek mengingatkan pada atribut tertentu dari sebuah produk, baik dari
program purna jualnya, pelayanan, maupun kelebihannya. Dan perusahaan
menggunakan atribut tersebut sebagai materi iklan mereka.
2. Manfaat
Pelanggan tentu tidak membeli sebatas atribut dari suatu produk
melainkan manfaatnya.
15
3. Nilai
Merek mewakili nilai dari produknya. Jam tangan merek rolex, misalnaya
yang memberikan nilai tinggi bagi penggunanya.
4. Budaya
Merek juga mewakili budaya tertentu. Kemajuan jepang menjadi
representasi dari kerja keras dan kedisiplinan masyarakat jepang.
5. Kepribadian
Merek layaknya seseorang yang merefleksikan sebuah kepribadian
tertentu.
6. Pemakai
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
suatu produk tersebut.
2.4
Kualitas Produk (quality of products)
2.4.1 Pengertian Kualitas (quality)
American Society for Quality Control dalam Kotler dan Keller
(2009:143)
mendefinisikan
kualitas
(quality) adalah totalitas
fitur dan
karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Kotler dan Keller (2009:144) mengatakan bahwa pengaruh kualitas
produk dan jasa, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas perusahaan adalah tiga hal
yang terkait erat. Semakin tinggi pula tingkat kualitas, semakin tinggi tingkat
16
kepuasan pelanggan yang dihasilkan, yang mendukung harga yang lebih tinggi
dan (sering kali) biaya yang lebih rendah.
2.4.2 Pengertian Produk (product)
Kotler dan Armstrong (2010:253) mendefinisikan produk adalah segala
sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan
atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk
meliputi objek secara fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan ide.
2.4.3 Pengertian Kualitas Produk (quality of products)
Kotler dan Armstrong (2012:283) mendefinisikan arti dari kualitas
produk adalah kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal
itu
termasuk
keseluruhan
durabilitas,
reabilitas,
ketepatan,
kemudahan
pengoprasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya.
Primaldy (2010) mendefinisikan kualitas produk adalah keseluruhan ciri
serta sifat dari suatu produk atau layanan yang berpengaruh pada kemampuannya
untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Kualitas produk
merupakan yang bisa dinilai dari suatu merek dalam menjalankan fungsinya.
Kualitas terdiri dari keandalan, ketepatan, kemudahan pemeliharaan, dan
perbaikan dari yang sudah ada. Kualitas yang baik adalah kuyalitas yang
memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Termasuk didalamnya kualitas
produk serta kualialitas kinerja dari perusahaan yang tidak secara langsung
17
tampak pada sebuah produk, seperti layanan, kemudahan untuk mendapatkan
barang, jalur distribusi dan lain sebagainnya.
2.4.4
Identifikasi Produk
Griffin dan Ebert (2007:315) menyatakan bahwa pentingnya pemberian
merek, pengemasan dan pelabelan. Lebih lengkap penjabarannya sebagai berikut:
1. Pemberian merek produk
Pemberian merek (branding) sebenarnya merupakan proses penggunaan
simbol untuk mengkomunikasikan ciri-ciri produk tertentu yang dibuat
oleh produsen tertentu. Merek-merek dirancang untuk menandai kualitas
yang seragam: konsumen yang mencoba dan menyukai produk dapat
kembali ke produk tersebut hanya dengan mengingat namanya saja.
2. Pengemasan produk
Produk-produk yang akan dijual memerlukan beberapa bentuk kemasan
(packaging). Pengemasan juga berperan sebagai iklan dalam toko yang
dapat membuat produknya terlihat menarik, memamerkan nama
mereknya, serta mengidentifikasi ciri dan manfaatnya. Pengemasan juga
mengurangi risiko kerusakan, pecah, atau pembusukan serta mempersulit
pencurian barang-barang
kecil.
Kemajuan
baru-baru
ini dalam
penggunaan produk dan bahan yang siap untuk dikemas juga
menciptakan peran tambahan bagi pengemasan.
3. Pelabelan produk
18
Setiap produk memiliki label pada kemasannya. Seperti pengemasan,
pelabelan dapat membantu memasarkan produknya. Pertama, label
mengidentifikasi produk atau merek, seperti terjadi pada nama-nama
seperti Cambell pada kaleng atau Chiquita pada pisang. Label juga
mempromosikan produk dengan menarik perhatian konsumen; warna dan
grafik yang menarik memberikan petunjuk visual bagi produk yang
sesungguhnya mungkin tidak terlalu dioerhatikan di rak. Akhirnya, label
juga mengambarkan produk: memberikan informasi tentang kandungan
nutrisi, petunjuk penggunaan cara membuang yang tepat, dan kemasan.
2.4.5
Tingkatan Produk
Kotler dan Armstrong (2010:250) mengatakan bahwa tingkatan produk
terdiri dari 3 tingkatan yang pada masing-masing tingkatannya menambahkan
nilai lebih untuk pelanggan, yaitu:
1. Core costumer value, yaitu merupakan tingkatan paling dasar ketika
mendesain suatu produk maka seorang marketer pertama kali harus
mendefinisikan inti, manfaat penyelesaian masalah atau pelayanan yang
pelanggan lihat.
2. Actual product, yaitu pada tingkatan kedua ini marketer harus mengubah
manfaat inti menjadi produk aktual. Perlu untuk mengembangkan produk
dan fitur layanan, desain dan tingkat kualitas, nama merek, dan kemasan.
19
3. Augmented product, yaitu di tingkat akhir perencanaan produk harus
membangun tambahan produk disekitar manfaat inti dan produk aktual
dengan menawarkan tambahan manfaat dan layanan konsumen.
2.4.6
Klasifikasi Produk
Kotler dan Armstrong (2010:250) manyatakan bahwa produk konsumen
adalah produk atau jasa yang dibeli oleh konsumen akhir untuk konsumsi pribadi.
Produk konsumen biasanya diklasifikasi berdasarkan bagaimana usaha konsumen
untuk membelinya, yaitu:
1. Produk Konsumen
Adalah produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk konsumsi pribadi.
Produk ini dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok yaitu:
a) Produk sehari-hari (convenience goods)
Produk sehari-hari adalah barang atau jasa yang biasa dibeli pelanggan
dalam frekuensi tinggi, dalam waktu cepat dan untuk memperolehnya
tidak membutuhkan upaya terlalu banyak.
Karakteristik dari produk
yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah konsumen dengan mudah
berganti merek karena masyarakat sering memperoleh informasi baru
dari pelbagai media (radio, televisi, koran, dan lain-lain) dan harganya
relatif murah. Produk ini meliputi:
 Produk kebutuhan pokok adalah produk yang dibeli secara teratur.
 Produk impuls adalah produk yang dibeli dengan sedikit perancanaan.
20
 Produk keadaan darurat adalah produk yang dibeli ketika konsumen
membutuhkan.
b) Produk belanjaan (shopping goods)
Produk kelompok ini biasanya dibeli konsumen setelah mereka
membandingkan, baik harga, kualitas maupun spesifikasi lainnya dari
pedagang lainnya. Karekteristiknya antara lain adalah pembeli sangat
mempertimbangkan penampilan fisik produk (phsyical attributes),
pelayanan purna jual (after sales services), harga (price), gaya (style) dan
tempat penjualan. Produk ini meliputi:

Produk homogen adalah produk yang mempunyai mutu sama, tetapi
harganya cukup berbeda.

Produk haterogen adalah produk yang mana konsumen memandang
sifat produk lebih penting daripada harga.
c) Produk khusus (specialty goods)
Adalah kelompok produk yang memiliki karakteristik istimewa atau
unik sehingga pelanggan mau membayarnya dengan harga tinggi dan
rela mengorbankan waktu dan tenaga untuk memperolehnya.
d) Produk yang tidak dicari (unsought goods)
Kelompok produk adalah produk yang keberadaannya dan juga
kemanfaatannya tidak banyak diketahui oleh konsumen. Konsumen
biasanya tidak pernah menyadari bahwa mereka memerlukannya. Oleh
karena itu, tidak banyak yang berfikir untuk membeli kelompok ini.
21
2. Produk Industri
Adalah produk yang dibeli oleh individu/organisasi untuk diproses lebih
lanjut atau dipergunakan dalam melakukan bisnis. Produk Industri ini
meliputi:
a. Bahan dan suku cadang (material and parts)
Produk industri yang sepenuhnya masuk kedalam produk yang dibuat
pabrik, termasuk bahan baku serta material dan suku cadang yang ikut
dalam proses manufaktur.
b. Barang modal (Capital item)
Produk industri yang sebagian masuk ke dalam produk jadi, termasuk
barang yang dibangun dan peralatan tambahan.
c. Perlengkapan dan jasa (Supplies and services)
Produk industri yang sama sekali tidak masuk kedalam produk akhir.
2.4.7
Tahapan Daur Hidup Produk
Griffin dan Ebert (2007:313) mengatakan bahwa Bila produk mencapai
pasar, dia memasuki daur hidup produk (biasa disebut daur produk atau life cycle
– PLC): serangkaian tahap yang dilewati oleh produk selama masa menghasilkan
laba. Bergantung pada kemampuan produk itu menarik minat dan menjaga
kesetiaan para pelanggan setiap waktu. Empat tahap PLC diterapkan pada
beberapa produk yang baiasa Anda temui, yaitu:
1. Perkenalan. Tahapan perkenalan dimulai sewaktu produk mencapai
tempat pasar. Selama tahap ini, tenaga-tenaga pemasaran berfokus pada
22
usaha membuat konsumen potensial sadar akan keberadaan produk dan
manfaatnya. Biaya promosi dan pengembangan yang sangat besar
menghapus semua laba.
2. Pertumbuhan. Jika produk baru menarik perhatian dan cukup memuaskan
konsumen, penjualan mulai menanjak cepat. Selama tahap ini produk
mulai menghasilkan laba. Perusahaan-perusahaan lain dalam industri
akan bergerak cepat untuk memperkenalkan produk versi mereka.
3. Dewasa. Pertumbuhan penjualan mulai melambat. Walaupun produk
menghasilkan laba tertinggi di awal tahap ini, meningkatnya persaingan
dapat mengakibatkan pemotongan harga dan laba yang lebih rendah.
Pada akhir tahap ini, penjualan mulai jatuh.
4. Penurunan. Selama tahap akhir, penjualan dan laba terus jatuh. Produkproduk baru dalam tahap perkenalan mengambil alih penjualan.
Perusahaan membuang atau mengurangi dukungan promosi (iklan dan
staf penjualan) tetapi tetap membiarkan produk tersebut beredar untuk
memberikan laba tambahan.
2.4.8
Dimensi Kualitas Produk
Kotler dan Armstrong (2010:361) menjelaskan bahwa terdapat 9
(sembilan) dimensi kualitas produk yang membedakan suatu produk dengan yang
lainnya, yaitu:
1. Bentuk (From), produk dapat dibedakan secara jelas dengan yang lainnya
berdasarkan bentuk, ukuran, atau struktur fisik produk.
23
2. Ciri-ciri Produk (Feutures), merupkan karakteristik atau sifat yang
menunjang fungsi-fungsi dasar suatu produk.
3. Kualitas Kinerja (Performance Quality), mengambarkan kinerja atau
tingkat kemampuan operasional suatu produk.
4. Kualitas Ketepatan (Comformance Quality), menunjukkan sejauh mana
rancangan dan kinerja suatu produk dapat memenuhi standar yang telah
ditetapkan.
5. Ketahanan (Durability), diartikan sebagai harapan hidup suatu produk
atau berapa lama suatu produk dapat digunakan.
6. Kehandalan (Reliability), mengukur kemungkinan suatu produk tidak
akan rusak dalam jangka waktu tertentu. konsumen akan lebih menyukai
membayar mahal untuk mendapat produk berkualitas tinggi daripada
membayar mahal untuk reparasi produk.
7. Kemudahan Perbaikan (Repairability), jika produk tersebut rusak, dapat
dengan mudah untuk diperbaiki. Idealnya, produk dapat diperbaiki
sendiri dengan mudah dan cepat oleh pengguna.
8. Gaya (Style), menjelaskan penampilan produk dan perasaan konsumen
mengenai produk tersebut.
9. Desain atau Model (Design), menunjukkan keseluruhan keistimewaan
produk yang akan mempengaruhi penampilan dan fungsi produk dalam
memenuhi keinginan konsumen.
24
2.5
Perilaku Konsumen (consumer behavior)
2.5.1 Pengertian perilaku konsumen (consumer behavior)
Kotler dan Keller (2009:166) mendefinisikan perilaku konsumen adalah
studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
James F. Engel dalam Prabu (2009:3) mendefinisikan perilaku konsumen
sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha
memperoleh menggunakan barang-barang
jasa ekonomis termasuk proses
pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan
tersebut.
2.5.2 Model Perilaku Konsumen
Gambar 2.1
Model Perilaku Konsumen
Psikologi
Konsumen
Motivasi
Persepsi
Pembelajaran
Memori
Rangsangan
Pemasaran
Produk dan jasa
Harga
Distribusi
Komunikasi
Rangsangan
Lain
Ekonomi
Teknologi
Politik
Budaya
Karakteristik
Konsumen
Budaya
Sosial
Pribadi
Proses Keputusan
Pembelian
Keputusan
Pembelian
Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku paska
pembelian
Pilihan produk
Pilihan merek
Pilihan penyalur
Jumlah pembelian
Waktu pembelian
metode
pembayaran
25
Sumber: Kotler dan Keller (2009:178). Manajemen Pemasaran.
Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah model respons
rangsangan yang diperlihatkan dalam gambar 2.1. Rangsangan pemasaran dan
lingkungan memasuki kesadaran konsumen, dan sekelompok psikologis
digabungkan dengan karakteristik konsumen tertentu menghasilkan proses
pengambilan keputusan dan keputusan akhir pembelian. Tugas pemasar adalah
memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen antara kedatangan
rangsangan pemasaran dari luar dan keputusan pembelian akhir. Empat proses
psikologis kunci-motivasi, persepsi, pembelajaran, dan memori-mempengaruhi
respons konsumen secara fundamental.
2.5.3 Pengertian Keputusan Pembelian (purchasing decisions)
Suharno (2010:96) mendefinisikan keputusan pembelian adalah tahap
dimana pembeli telah menentukan pilihannya dan melakukan pembelian produk,
serta
mengkonsumsinya.
Pengambilan keputusan oleh
konsumen untuk
melakukan pembelian suatu produk diawali adanya kesadaran atas kebutuhan dan
keinginan. Selanjutnya jika sudah disadari adanya kebutuhan dan keinginan, maka
konsumen akan mencari informasi mengenai keberadaan produk yang diinginkan.
Setiadi (2010) menyatakan bahwa “inti dari pengambilan keputusan
konsumen (consumer decision making) adalah proses pengitegrasian yang
mengombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku
alternatif, dan memilih salah satu diantaranya. Setiadi (2010) juga mengatakan
bahwa sikap terhadap produk tertentu akan mempengaruhi apakah konsumen jadi
26
beli atau tidak. Sikap positif terhadap produk tertentu akan memungkinkan
konsumen melakukan pembelian terhadap produk tersebut, tetapi sebaliknya sikap
negatif akan menghalangi konsumen untuk melakukan pembelian.
2.5.4 Peranan Konsumen Dalam Pembelian
Ada beberapa peranan yang mungkin dimainkan orang dalam mengambil
keputusan untuk membeli suatu barang, yaitu :
1. Orang yang mengambil inisiatif (Initiator)
Orang yang pertama kali mengemukakan ide untuk membeli produk
tertentu disebut sebagai orang yang memiliki inisiatif pembelian.
2. Orang yang mempengaruhi (Influencer)
Orang yang pendangan atau nasehatnya diperhitungkan dalam membuat
keputusan akhir.
3. Orang yang mengambil keputusan (Decider)
Orang yang menentukan jadi atau tidaknya membeli suatu barang.
4. Orang yang membeli (Buyer)
Orang yang benar-benar melakukan pembelian.
5. Orang yang memakai (User)
Orang yang mengonsumsi atau memakai produk atau jasa yang dibeli.
27
2.5.5 Tahapan Pengambilan Keputusan Pembelian
Proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dilakukan dan
dimiliki dampak yang lama setelah itu. Proses tersebut dapat dipahami melalui
gambar 2.2 sebagai berikut:
Gambar 2.2
Tahapan Pengambilan Keputusan
Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Paska Pembelian
Sumber: Kotler dan Keller (2009:185). Manajemen pemasan.
Kotler dan Keller (2009:185) menyatakan bahwa ada lima tahap dalam
proses pembelian konsumen yaitu:
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau
kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal.
Rangsangan internal. Salah satu dari kebutuhan normal seseorang—rasa
28
lapar, haus, seks—naik ketingkat maksimum dan menjadi dorongan; atau
kebutuhan bisa timbul akibat rangsangan eksternal. Seseorang mungkin
mengagumi mobil baru tetangga atau melihat iklan televisi untuk liburan
ke Hawaii, yang memicu pemikiran tentang kemungkinan melakukan
pembelian. Pemasar harus mengidentifikasi keadaan yang memicu
kebutuhan tertentu dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah
konsumen. Lalu mereka dapat mengembangkan strategi pemasaran yang
memicu minat konsumen. Terutama untuk pembelian fleksibel seperti
barang-barang mewah, paket liburan, dan pilihan hiburan, pemasar
meningkatkan motivasi konsumen
sehingga
pembelian potensial
mendapat pertimbangan serius.
2. Pencarian Informasi
Kita tidak dapat membedakan antara dua tingkat keterlibatan dengan
pencarian. Keadaan pencarian yang lebih rendah disebut perhatian tajam.
Pada tingkat ini seseorang hanya menjadi lebih reseptif terhadap
informasi tentang sebuah produk. Pada tingkat berikutnya, seseorang
dapat memasuki pencarian informasi aktif: mencari bahan bacaan,
menelepon teman, melakukan kegiatan online, dan mengunjungi toko
untuk
mempelajari
produk
tersebut.
Setiap
sumber
informasi
melaksanakan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan
pembelian. Sumber komersial biasanya melaksanakan fungsi informasi,
sementara sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi atau evaluasi.
29
3. Evaluasi Alternatif
Beberapa konsep dasar yang akan membantu kita memahami proses
evaluasi: pertama, konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan.
Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga,
konsumen melihat masing-masing produk sebagai sekelompok atribut
dengan berbagai kemampuan untuk menghantarkan manfaat yang
diperlukan untuk memuaskan ini. Atribut minat pembeli bervariasi sesuai
produk. Konsumen akan memberikan perhatian terbesar pada atribut
yang menghantarkan manfaat yang memenuhi kebutuhan.
4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk prefensi antar merek dalam
kumpulan pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk maksud untuk
membeli merek yang paling disukai. Dalam melaksanakan maksud
pembelian, konsumen dapat membentuk lima subkeputusan: merek
(merek A); penyalur (penyalur 2); kuantitas (satu komputer); waktu
(akhir minggu); dan metode pembayaran (kartu kredit).
5. Perilaku Pasca Pembelian
Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami konflik dikarenakan
melihat fitur menghawatirkan tertentu atau mendengar hal-hal menyenangkan tentang
merek lain dan waspada terhadap informasi yang
mendukung keputusanny. Komunikasi pemasaran seharusnya memasok
keyakinan dan evaluasi yang memperkuat pilihan konsumen dan
membantunya merasa nyaman tentang merek tersebut.
30
2.5.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Keputusan konsumen untuk membeli biasanya berbeda antara yang satu
denagan yang lain. Hal ini bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi
proses
keputusan
pembelian
tersebut.
Kotler
dan
Keller
(2009:166)
mengemukakan bahwa ada empat faktor utama yang mempengaruhi proses
keputusan pembelian konsumen, yaitu: kebudayaan; sosial; pribadi; psikologis
dari pembeli. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan
oleh pemasar tetapi harus benar-benar diperhitungkan. Oleh karena itu penting
untuk membahas pengaruh tiap faktor terhadap prilaku pembelian.
Kotler dan Keller (2009:166) menjelaskan dengan lebih rinci keempat
faktor yang mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian tersebut
sebagai berikut:
1. Faktor Budaya
a) Budaya (culture)
Determinan dasar keinginan dan perilaku seseorang. Melalui keluarga
atau institusi lainnya, seorang anak yang tumbuh di Amerika Serikat
terpapar oleh nilai-nilai berikut: pencapaian dan keberhasilan,
aktivitas, efisiensi dan kepraktisan, proses, kenyamanan materi,
individualisme, kebebasan, kenyamanan eksternal, humanitarianisme
dan jiwa muda. Seorang yang tumbuh di negara lain mungkin
mempunyai pandangan berbeda-beda tentang diri sendiri, hubungan
dengan
orang
lain,
dan
ritual.
Pemasar
harus
benar-benar
memperhatikan nilai-nilai budaya disetiap negara untuk memahami
31
cara terbaik memasarkan produk lama mereka dan mencari peluang
untuk produk baru.
b) Subbudaya (subculture)
Yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang
lebih spesifik untuk anggota mereka. Subbudaya meliputi kebangsaan,
agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Ketika subbudaya
tumbuh besar dan kaya, perusahaan sering merancang program
pemasaran khusus untuk melayani mereka.
c) Kelas sosial
Divisi yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah
masyarakat, tersusun secara hierarki dan mempunyai anggota yang
berbagai nilai, minat, dan perilaku yang sama. Kelas sosial
mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, orang-orang yang berada
dalam masing-masing kelas cenderung mempunyai kemiripan dalam
cara berpakaian, pola bicara, dan prefensi reaksional dibandingkan
orang dari kelas yang berbeda. Kedua, orang dianggap menduduki
posisi lebih rendah atau lebih tinggi menurut kelas sosial. Ketiga,
kelompok variabel—misalnya, pekerjaan, penghasilan, kekayaan,
pendidikan, dan orientasi nilai—mengidentifikasikan kelas sosial,
alih-alih variabel tunggal. Keempat, kelas sosial seseorang dalam
tangga kelas sosial dapat bergerak naik atau turun sepanjang hidup
mereka. Seberapa mudah dan seberapa jauh gerakannya tergantung
pada seberapa kaku stratifikasi sosial itu. Kelas sosial memperlihatkan
32
berbagai prefensi produk dan merek di banyak bidang, mencangkup
pakaian, peralatan rumah, kegiatan santai, dan mobil.
2. Faktor Sosial
a) Kelompok referensi (reference group)
Semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka)
atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut.
Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung tersebut kelompok
keanggotaan (membership group). Beberapa dari kelompok ini
merupakan kelompok primer (primary group), dengan siapa seseorang
berinteraksi dengan apa adanya secara terus menerus dan tidak resmi,
seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja. Masyrakat juga
menjadi kelompok sekunder (secondary group), seperti agama,
profesional, dan kelompok persatuan perdagangan yang cenderung
lebih resmi dan memerlukan interaksi yang kurang berkelanjutan.
Kelompok refrensi mempengaruhi anggota setidaknya dengan tiga
cara. Mereka memperkenalkan perilaku dan gaya hidup baru kepada
sesorang, mereka mempengaruhi sikap dan konsep diri, dan mereka
menciptakan tekanan kenyamanan yang dapat mempengaruhi pilihan
produk dan merek. Orang juga dipengaruhi oleh kelompok di luar
kelompoknya. Kelompok aspirasional (aspirational group) adalah
kelompok yang ingin diikuti oleh orang itu; kelompok diasosiatif
(diassociative group) adalah kelompok yang nilai dan perilakunya
ditolak oleh orang tersebut.
33
b) Keluarga
Organisasi pembelian konsumen
yang paling penting dalam
masyarakat, dan anggota keluarga mempresentasikan kelompok
refrensi utama paling berpengaruh. Ada dua keluarga dalam
kehidupan pembeli. Keluarga orientasi (family of orientation) terdiri
dari orang tua dan saudara kandung. Dari orang tua, seseorang
mendapatkan orientasi terhadap agama, politik, dan ekonomi serta
rasa ambisi pribadi, harga diri, dan cinta. Pengaruh yang lebih
langsung terhadap perilaku pembelian setiap hari adalah keluarga
prokreasi (family of procreation), yaitu pasangan dan anak-anak.
c) Peran status
Orang berpartisipasi dalam banyak kelompok—keluarga, klub,
organisasi. Peran (role) terdiri dari kegiatan yang diharapkan dapat
dilakukan seseorang. Setiap peran menyandang status. Orang memilih
produk yang mencerminkan dan mengkomunikasikan peran mereka
serta status aktual atau status yang diinginkan dalam masyarakat.
Pemasar harus menyadari potensi simbol status dari produk dan
merek.
3. Faktor Kepribadian
a) Umur dan tahapan dalam siklus hidup
Selera kita dalam makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering
berhubungan dengan usia kita. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus
34
hidup keluarga dan jumlah, usia, serta kelamin orang dalam rumah
tangga pada satu waktu tertentu.
b) Pekerjaan dan keadaan ekonomi
Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang
mempunyai minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa mereka
dan bahkan menghantarkan produk khusus untuk kelompok pekerja
tertentu: perusahaan piranti lunak komputer, misalnya, merancang
beragam produk untuk manajer merek, insinyur, pengacara, dan
dokter. Penghasilan yang dapat dibelanjakan (tingkat, stbilitas, dan
pola waktu), tabungan dan aset (termasuk persentase aset likuid),
utang, kekuatan pinjaman, dan sikap terhadap pengeluaran dan
tabungan. Pembuat bang mewah seperti Gucci, Prada, dan Burberry
rentan terhadap penurunan ekonomi.
c) Gaya hidup
Sebagian gaya hidup terbentuk oleh keterbatasan uang atau
keterbatasan waktu konsumen. Perusahaan yang bertujuan melayani
konsumen dengan keuangan terbatas akan menciptakan produk dan
jasa murah.
Konsumen yang mengalami keterbatasan waktu
cenderung multitugas (multitasking), melakukan dua atau lebih
pekerjaan pada waktu yang sama.
d) Kepribadian dan konsep diri
Setiap orang mempunyai karakteristik pribadi yang mempengaruhi
perilaku pembelian. Yang dimaksudkan kepribadian (personality),
35
sekumpulan sifat psikologis manusia yang menyebabkan respons yang
relatif konsisten dan tahan lama terhadap rangsangan lingkungan
(termasuk perilaku pembelian). Kita sering mengambarkannya sebagai
sifat seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, rasa hormat,
kemampuan bersosialisasi, pertahanan, dan kemampuan beradaptasi.
Kepribadian juga dapat menjadi variabel yang berguna dalam
menganalisis pilihan merek konsumen. Idenya bahwa merek juga
mempunyai kepribadian, dan konsumen mungkin memilih merek yang
kepribadiannya sesuai dengan merek.
4.
Faktor Psikologis
a) Motivasi
Kita semua mempunyai banyak kebutuhan pada waktu tertentu.
beberapa kebutuhan bersifat bogenik; kebutuhan itu timbul dari
keadaan psikologis seperti rasa lapar, rasa haus, atau rasa tidak
nyaman. Kebutuhan lain bersifat psikogenik; kebutuhan yang timbul
dari keadaan tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan,
penghargaan, atau rasa memiliki. Kebutuhan menjadi motif (motive)
ketika kebutuhan itu meningkat sampai tingkat intensitas yang cukup
sehingga mendorong kita bertindak. Motivasi mempunyai dua arah,
kita memilih satu tujuan di atas tujuan lainnya, dan itensitas energi
yang kita gunakan untuk mengejar tujuan.
36
b) Persepsi (perception)
Persepsi adalah proses dimana kita memilih, mengatur, dan
menerjemahkan masukaninformasi untuk menciptakan gambaran
dunia yang berarti. Dalam pemasaran, persepsi lebih penting daripada
realitas, kerena persepsi yang mempengaruhi perilaku aktual
konsumen. Orang bisa mempunyai persepsi berbeda tentang obyek
yang sama karena tiga proses pemahaman: atensi selektif, distorsi
selektif, dan retensi selektif.
c) Proses belajar
Pembelajaran mendorong perubahan dalam perilaku kita yang timbul
dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia dipelajari,
meskipun sebagian besar pembelajaran itu tidak disengaja.
d) Kepercayaan dan sikap
Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang
terhadap sesuatu. Sedangkan sikap adalah evalusi keseluruhan terhadap
objek.
37
2.6
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
NO
1
JUDUL
“Pengaruh Iklan & Citra
Merek Honda Terhadap
Keputusan Pembelian
Sepeda Motor Honda
Scoopy (studi kasus
pengguna sepeda motor
Honda Scoopy pada
mahasiswa S1
UNAND)”.
PENELITI
Erick Devry
Sumarno
(2011)
VARIABEL
-Variabel X:
iklan & citra
merek. Variabel
yang sama yaitu
citra merek.
- Variabel Y:
keputusan
pembelian.
Variabel yang
sama yaitu
keputusan
pembelian.
HASIL
PENELITIAN
Citra merek mempunyai
pengaruh yang signifikan
tehadap keputusan
pembelian konsumen.
Konsumen dalam membeli
dan mengkonsumsi sesuatu
bukan hanya
mengharapkan sekedar
barang saja, akan tetapi
ada sesuatu yang lain.
Citra merek adalah
persepsi atau emosional
beralasan bahwa
konsumen melekat pada
merek tertentu. Citra yang
ada pada perusahaan
terbantuk dari
bagaimana perusahaan
tersebut melakukan
kegiatan
operasionalnya yang
mempunyai landasan
utama pada segi
pelayanan.
2
“Analisis Pengaruh
Kualitas Layanan dan
Citra merek Terhadap
Minat Beli dan
Dampaknya Pada
Keputusan Pembelian
(studi pada pengguna
telepon seluler merek
Sony Ericson di kota
Semarang)”.
Eva Selia
-Variabel X:
Rahma (2007) kualitas layanan
& citra merek.
Variabel yang
sama yaitu citra
merek.
- Variabel Y:
minat beli &
keputusan
pembelian.
Variabel yang
sama yaitu
keputusan
pembelian.
citra merek dan kualitas
layanan berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap minat beli
konsumen, dan minat beli
konsumen berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap keputusan
pembelian, sehingga
penelitian ini dapat
memberikan jawaban atas
masalah dalam penelitian
ini yaitu rendahnya
sensitivitas konsumen
konsumen terhadap harga
menunjukkan bahwa
merek menjadi prioritas
utama dalam menentukan
pilihan diantara handphone
38
yang berada di pasar.
Sehingga dalam
meningkatkan pembelian
dari konsumen perlu
meningkatkan minat beli
terlebih dahulu melalui
citra merek yang tinggi
dan kualitas layanan yang
prima.
3
“Analisis Pengaruh Citra
Merek, Kualitas Produk
& Promosi Penjualan
Terhadap Citra
perusahaan (studi pada
CV. Aneka Ilmu cabang
Cirebon)”.
Nurmiyati
(2009)
- Variabel X:
citra merek,
kualitas produk
& promosi.
Variabel yang
sama yaitu citra
merek &
kualitas produk.
- Variabel Y: citra
perusahaan.
Dari hasil perhitungan
yang di peroleh nilai
regressi 0,243 yang berarti
bahwa citra merek
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap citra
perusahaan. Semakin baik
citra merek yang yang
diberikan kepada pihak
CV. Aneka Ilmu akan
memperkuat citra
perusahaan dari CV.
Aneka Ilmu. Hasil
perhitungan yang di
peroleh nilai koefisien
0,118 yang berarti bahwa
kualitas produk memiliki
pengaruh yang signifikan
terhadap citra perusahaan.
Semakin besar kualitas
produk dari CV. Aneka
Ilmu maka citra
perusahaan dari CV Aneka
Ilmu akan semakin besar.
2.7 Pengaruh Antar Variabel
2.7.1 Citra Merek Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian
Perusahaan perlu menciptakan posisi merek yaitu melalui citra merek
yang diciptakan secara relatif dengan pesaing. Melalui posisi yang dimiliki, merek
akan memiliki citra yang jelas, berbeda, dan unggul di benak konsumen
39
(Simamora, 2003). Salah satu cara yang dapat dibangun adalah melalui
pembentukan citra yang positif. Dipertegas Sutisna (2003) yang menyatakan
bahwa konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek tertentu, lebih
memungkinkan untuk melakukan pembelian. Dalam penelitian Hossain (2007)
juga menyimpulkan bahwa pembangunan citra merek menjadi landasan yang baik
dalam membangun hubungan terhadap pemilihan oleh konsumen.
2.7.2 Kualitas Produk Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian
Schiffman dan Kanuk dalam Lindawati (2005) konsumen percaya bahwa
berdasarkan evaluasi mereka terhadap kualitas produk akan dapat membantu
mereka untuk mempertimbangkan produk mana yang akan mereka beli. Menurut
Lindawati (2005) sendiri menyatakan beberapa peneliti telah mencoba untuk
mengintegrasikan konsep kualitas produk sebagai dasar pembelian produk oleh
konsumen dan sebuah studi menunjukkan bahwa dengan adanya product quality
akan menyebabkan tingkat pembelian yang semakin tinggi pula.
2.7.3 Citra Merek dan Kualitas Produk Pengaruhnya Terhadap Keputusan
Pembelian
Dauglas (2006:1) salah satu bentuk usaha konsumen dalam keputusan
pembelian sebuah produk adalah pertimbangan memilih Merek. Merek yang
sudah kuat dalam persepsi konsumen cenderung akan menjadi pilihan utama
konsumen dalam keputusan pembelian produk dimana, merek yang kuat adalah
sebuah merek yang kepada merek itu sekelompok pelanggan menunjukan
40
kesetiaan atau dedikasi mereka yang amat tinggi. Dari keterangan diatas dapat
disimpulkan bagaimana sebuah merek yang sudah kuat dan memberikan nilai dan
manfaat akan menjadi alasan utama konsumen dalam membeli sebuah produk.
Dengan begitu merek akan menjadi kepercayaan dan jaminan mutu bahwa sebuah
merek tidak diragukan lagi kualitas dan kekuatanya dan ini dapat mensedikitkan
kesalahan dalam pembelian.
2.8
Kerangka Pemikiran Teoritis
Dari pemaparan landasan teori diatas, maka dapat dikembangkan suatu
Kerangka Pemikiran Teoritis yang dapat dilihat pada Gambar 2.3. sebagai berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran Teoritis
Citra
Merek
H1
Keputusan
Pembelian
H3
Kualitas
Produk
H2
Sumber: Kotler dan Keller (2009:346) dalam Dewi (2011:32); Kotler &
Amstrong (2012:283); Suharno (2010:96).
Download