I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Betok merupakan spesies ikan air tawar yang hidup liar di perairan tawar, payau, dan rawa. Pada umumnya berukuran kecil, panjang maksimal sekitar 25 cm, bersisik keras kaku, sisi atas tubuh (dorsal) gelap kehitaman agak kecoklatan atau kehijauan, sisi samping (lateral) kekuningan, terutama di sebelah bawah, dengan garis-garis gelap melintang yang samar dan tak beraturan, sisi belakang tutup insang bergerigi tajam seperti duri, dan berkepala besar (Anonim, 2011). Ikan betok dikenal dengan nama bethok atau bethik, puyu, pepuyu. Ikan betok dikenal juga sebagai climbing gouramy atau climbing perch, karena kemampuannya memanjat ke daratan. Nama ilmiahnya adalah Anabas testudineus. Distribusi populasi ikan betok (Anabas testudineus) yang hidup di air tawar mulai langka. Pemangsa serangga yang juga menjadi musuh alami wereng ini makin susah ditemukan dalam ukuran besar. Berikut klasifikasi ilmiah ikan betok pada umumnya. Klasifikasi ilmiah : Kerajaan: Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Anabantidae Genus : Anabas Spesies : Anabas testudineus Sumber : Anonim, 2011 Suhu yang sesuai sebagai syarat hidup ikan betok adalah 15 – 31°C . Ikan betok merupakan ikan penghuni asli Asia Tenggara, India, Srilanka, Taiwan, Bangladesh, Afrika, Hindia Timur, Indo-Cina dan Cina bagian selatan serta menjadi ikan introduksi untuk Papua (daerah Merauke), kemudian menyebar ke arah timur Papua New Guinea (www.fishbase.org) 1 Ikan ini mempunyai naluri yang kuat untuk mendeteksi di mana keberadaan sumber air. Banyak orang yang menyebutnya ikan gaib karena ikan ini dapat dengan cepat menghilang padahal ikan ini hanya kabur dari air dengan cara berjalan di darat (merayap). Saat berjalan ikan ini merayap dengan tutup insang sebagai kaki depannya, selain itu ikan ini mempunyai daya tahan kuat. Ikan betok liar di Kalimantan, semula bisa mencapai sampai bobot 250 gram. Kini ikan betok hanya berbobot 70-100 gram per ekor dengan kisaran harga Rp 40.000-Rp 70.000 per kilogram. Selain itu produksi tangkapan ikan betok di provinsi Kalimantan Timur antara tahun 2002-2008 mengalami peningkatan tiap tahunnya yaitu 91 ton pada tahun 2004 menjadi 1505 ton pada tahun 2005 (DKP, 2006 dalam Pellokila, 2009). Semakin meningkatnya penangkapan terhadap ikan ini menimbulkan kekhawatiran akan menurunnya populasi ikan ini di kemudian hari. Berdasarkan hal tersebut maka pengelolaan perikanan berkelanjutan perlu secepatnya dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan populasi ikan betok. Beberapa informasi dasar dibutuhkan dalam upaya pengelolaan yaitu kajian mengenai informasi karakteristik genotip dan fenotipnya. Identifikasi genotip dapat dilakukan dengan beberapa teknik, diantaranya adalah Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) (Muladno, 2002). Sedangkan identifikasi fenotip dapat dilakukan dengan analisis karakter morfometrik. 1.2. Tujuan Mengetahui hubungan ikan betok (Anabas testudineus) yang berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa, Sumatera, dan Kalimantan dengan metode Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dan karakter morfometrik 2