MODERASI ALIRAN KAS BEBAS TERHADAP HUBUNGAN DEVIDEND PAY OUT RATIO DAN LEVERAGE DENGAN EARNINGS RESPONSE COEFFICIENTS Khanifah1 Abstract Company growth toward bring us which competitive progressively. Financial statement is matter important to know monetary growth an company aside not deviden and debt policy with free cash flow in company. Strength level of accountancy profit relation in a few financial accounting literature measured by using Earnings Response Coefficients (ERC) as a reaction of by certain side of profit which have been company announced. The problems of the study about the influence of devidend payout ratio to Earnings Response Coefficients (ERC) with free cash flow moderating variable, influence of company which have not devidend payout ratio to Earnings Response Coefficients (ERC) with free cash flow moderating variable, influence of leverage to Earnings Response Coefficients (ERC) with free cash flow moderating variable. The goal of this study to know what is there are influence of devidend payout ratio to Earnings Response Coefficients (ERC) with free cash flow moderating variable, to know influence of company which have not devidend payout ratio there are Earnings Response Coefficients with free cash flow moderating variable, to know influence of leverage to Earnings Response Coefficients (ERC) with free cash flow moderating variable. The result of obtained analysis by t of tables of 1,990 while t count 0,331, meaning t count < t of tables of with level of signifikan equal to 0,744 so Ho accepted and is Ha refused. So can be concluded that there no which positive influence between variable of DPR (X1) with free cash flow moderating to earnings response coefficients. At obtained second hypothesis t of tables of 1,990 while t count - 0,011, meaning t count < t of tables of with level of signifikan equal to 0,991 so Ho accepted and Ha refused. So can be concluded that there no which positive influence between variable of leverage (X2) with free cash flow moderating to earnings response coefficients. At test of F got by f value count equal to 0,054 with probability 0,947 Because probability bigger than 0,05, so this indicate regression models that DPR and of Leverage with free cash flow as variable moderating not influence to Earning Response Coefficiets by together. Keyword : Free Cash Flow, Devidend, Leverage, Earnings Response Coefficients PENDAHULUAN Perkembangan perusahaan membawa kita kearah yang semakin kompetitif. Laporan keuangan merupakan hal yang penting untuk mengetahui perkembangan keuangan suatu perusahaan tidak terkecuali deviden dan kebijakan hutang dengan aliran kas bebas dalam suatu perusahaan. Besarnya kekuatan hubungan laba akuntansi dalam beberapa literatur akuntansi keuangan diukur dengan menggunakan Earnings Response Coefficients (ERC) yang diartikan sebagai sebuah reaksi oleh 1 Dosen Fakultas Ekonomi Unifersitas Wahid Hasyim Semarang E-mail:[email protected] Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 39 Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam pihak tertentu atas laba yang telah diumumkan perusahaan.2 Jadi reaksi yang diberikan terhadap laba yang dihasilkan perusahaan tersebut tergantung pada kualitas laba itu sendiri. Aliran kas bebas merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusi kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja (working capital) atau investasi pada aset tetap.3 Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Manajer lebih menginginkan dana tersebut diinvestasikan lagi pada proyek-proyek yang dapat menghasilkan keuntungan, karena alternatif ini akan meningkatkan insentif yang diterimanya. Disisi lain, pemegang saham mengharapkan sisa dana tersebut dibagikan sehingga akan menambah kesejahteraan mereka. Studi ini hanya difokuskan pada dampak sebagai akibat dari pemilihan atas dua pilihan tersebut, dan tidak akan membahas keberadaan konflik tersebut. Di Indonesia, masalah aliran kas bebas belum banyak mendapat perhatian karena perusahaanperusahaan tidak mengumumkan aliran kas bebas secara eksplisit. Berbeda dengan di Amerika Serikat, aliran kas bebas cukup mendapat perhatian karena terdapat badan independen seperti Value Line Investment yang mengumumkan secara berkala aliran kas bebas yang dimiliki perusahaan. Dari sisi hutang, hutang adalah instrument yang sangat sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh struktur modal.4 Semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil daripada biaya yang ditimbulkannya. Kebijakan hutang dan ukuran perusahaan yang relatif besar perlu didukung oleh kemampuan perusahaan memperoleh laba. Para investor menanamkan saham pada perusahaan adalah untuk mendapatkan return. Return saham terdiri dari yield dan capital gain. Semakin tinggi kemampuan memperoleh laba, maka semakin besar return yang diharapkan oleh investor. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan diminati sahamnya oleh para investor. Manajer perusahaan menganggap bahwa pembayaran deviden kepada pemegang saham akan mengurangi sumber daya yang ada dibawah pengawasannya. Pengurangan sumber daya yang ada dibawah pengawasannya menyebabkan berkurangnya kekuatan manajer (manager power). Selain itu, pembayaran deviden lebih memungkinkan peningkatan monitor pasar modal ketika perusahaan harus menghimpun modal baru untuk membiayai investas. Pembiayaan investasi dan kebijakan hutang secara internal akan mengurangi monitor pasar modal sehingga bila manajer tidak membayarkan kepada pemegang saham berarti manajer lebih menciptakan sumber pembiayaan internal bagi perusahaan.5 Alasan mengapa tertarik untuk meneliti tentang hubungan devidend payout ratio dan leverage terhadap earnings response coefficients karena adanya research gap mengenai pemoderasi aliran kas bebas yang berpengaruh terhadap ERC. Penelitian yang dilakukan oleh Assih dan M. Gudono (1999)6 yang menyimpulkan bahwa penerimaan laba maupun aliran kas bebas tidak mempunyai kandungan informasi. Temuan-temuan riset berlawanan dengan riset-riset yang dilakukan oleh Uyara dan Tausikal, bahwa laba dan aliran kas bebas mempunyai kandungan informasi.7 Adanya 2 Murwaningsari, Etty, Pengujian Simultan: Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficients, Artikel Program S3, di PIA Universitas Indonesia, 2006, hal 9-11. 3 Ross, et al, Fundamentals of Corporate Finance, Irwin Mc Graw-Hill, Boston, Fifth Edition, 2000, hal 46-52. 4 Bringham, EF & Gapenski, LC., Daves, PR, 1999, Intermediate Financial Management, The Dryden Press. New York, hal 76-81 5 Mahardtwartha dan Jogiyantho, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Yogyakarta: BPFE, 2002, hal 68. 6 Assih dan Gundono, “Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di BEJ”, Simposium Nasional Akuntansi II, Ikatan Akuntansi Indonesia, hal 35-53. 40 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 Khanifah research gap tersebut maka peneliti ingin dapat menyimpulkan sendiri melalui penelitian yang dilakukan dengan berpedoman pada penelitian sebelumnya sebagai penguat hasil penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Uyara dan Tausikal (2002) yang ingin mengetahui apakah rasio pembayaran deviden dan pengeluaran modal berpengaruh terhadap ERC ketika memasukkan aliran kas bebas sebagai variabel moderasi. Oleh karena itu perumusan masalah adalah (1) Apakah terdapat pengaruh devidend payout ratio terhadap Earnings Response Coefficients (ERC) dengan variabel pemoderasi aliran kas bebas, (2) Apakah terdapat pengaruh perusahaan yang tidak mempunyai devidend payout ratio terhadap Earnings Response Coefficients (ERC) dengan variabel pemoderasi aliran kas bebas dan (3) Apakah terdapat pengaruh leverage terhadap Earnings Response Coefficients (ERC) dengan variabel pemoderasi aliran kas bebas. TELAAH TEORITIS 1. Agency Theory Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal).8 Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemugkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang dapat diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.9 Dalam teori keagenan juga dijelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham mungkin bertentangan. Pemegang saham menginginkan agar kos perusahaan dibiayai oleh utang, tetapi manajer tidak menyukai dengan alasan bahwa utang mengandung risiko yang tinggi. Perbedaan kepentingan itulah maka timbullah konflik yang biasa disebut konflik agensi. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Akibat dari munculnya mekanisme pengawasan tersebut menyebabkan timbulnya suatu kos yang disebut agency cost.10 Biaya keagenan (agency cost), ukuran pertama adalah asset turnover. Variabel ini mengukur biaya keagenan berdasarkan tingkat perputaran aktiva (asset turnover) dan sebagai proksi dari asset utilization. Tingkat perputaran aktiva merupakan rasio antara total penjualan dengan total aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva oleh manajemen. Semakin tinggi rasio ini maka semakin produktif aktiva tersebut digunakan untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham. Ukuran kedua adalah selling and general administrative/ SAG&A. SAG & A merupakan proksi dari operating expense. Variabel ini mengukur biaya keagenan berdasarkan selling and general administrative yaitu rasio beban operasi terhadap total penjualan. Beban operasi merefleksikan diskresi manajerial dalam membelanjakan sumber daya perusahaan. Semakin tinggi 7 Uyara, Ali Sani dan Askam Tuasikal. Moderasi Aliran Kas Bebas terhadap Hubungan Rasio Pembayaran Dividen dan Pengeluaran Modal dengan Earnings Response Coefficients. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol 6 No. 2.,(2003) hal 89-112. 8 Jensen, M and W. Mecling, Theory of The Firm : Managerial Behavior Agency, and Ownership Stucture, Journal of Financial Economics, (1976), hal 305-360. 9 Ibid 10 Ibid. Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 41 Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam beban diskresi manajerial maka semakin tinggi biaya keagenan yang terjadi. Ada beberapa alternatif untuk mengurangi kos keagenan antara lain: Pertama, meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Analisisnya menyatakan bahwa proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan perusahaan. Selain itu kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan akan merasakan kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.11 Kedua, meningkatkan deviden payout ratio (Crutley dan Hansen 198912, Easterbook 198913, Ros 197714, Leland dan Pyle (197715). Penelitian mereka menyatakan bahwa pembayaran deviden akan mempengaruhi kebijakan pendanaan, karena dengan pembayaran deviden akan mengurangi cash flow perusahaan akibatnya perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasinya akan mencari alternatif sumber pendanaan yang relevan. Ketiga, meningkatkan pendanaan utang. Penurunan utang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen. Disamping itu, utang akan menurunkan exess cash flow yang ada didalam perusahaan, sehingga akan menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.16 Keempat, Institutional investor sebagai pihak yang memonitor agen menyatakan bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari luar seperti institutional investor dapat mengurangi agency cost.17 Hal ini sebabkan karena kepemilikan mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Jadi dengan adanya investor institusional (misalnya perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain) akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. 18 Dengan adanya alternatif-alternatif tersebut diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost). 2. Devidend Payout Ratio Dalam penelitian tentang agency cost dan perilaku pembayaran deviden perusahaan, Rozeff (1982) menyatakan bahwa pembayaran deviden adalah suatu bagian dari monitoring perusahaan.19 Dalam kondisi demikian perusahaan cenderung membayar deviden lebih besar jika kepemilikan manajerial (insiders) memiliki proporsi saham yang lebih rendah. Esterbook (1984) menyatakan bahwa pembayaran deviden kepada pemegang saham akan mengurangi sumber-sumber dana yang dikendalikan oleh manajer, sehingga mengurangi kekuasaan manajer dan membuat pembayaran deviden mirip dengan monitoring capital market yang terjadi bila perusahaan memperoleh modal 11 Ibid Crutcley Claire and Robert S. Hansen, A Test of Agency Theory of Managerial Ownership, Corporate Leverage, and Corporate Devidend, Financial Management, (1989), 18, hal 36-46 13 Easterbrook, Frank. H, Two Agency Cost as Explanations of Devidends, American Economic Review, (1984), hal. 650-659 14 Ross, S, The Determinations of Financial Structure : The Incentive Signaling Aproach, Bell Journal of Economics, (1977), hal. 23-40. 15 Leland, H and D. Pyle, Infomational Asymetris, Financial Structure, and Financial Intermediation, Journal of Finance, 32. (1977), hal 371-383. 16 Ibid 17 Moh’d, et. al, An Investigation of Dynamic Relation Between Theory and Devidend, The Financial Review, Vol 30, (1995), No. 20 May 18 Ibid 19 Rozeff, M, Growth Beta and Agency Cost as Determinants of Devidend Payout Ratio, Journal of Financial Research, (1982), hal 249-259 12 42 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 Khanifah baru.20 Jensen et. al menyatakan pembayaran deviden muncul sebagai pengganti hutang dalam struktur modal untuk mengawasi manajer. Dalam hal ini perusahaan yang mempunyai devidend payout ratio tinggi lebih menyukai pendanaan dengan modal sendiri, sehingga mengurangi biaya keagenan hutang21. Disamping itu pembayaran deviden dapat dilakukan setelah kewajiban terhadap pembayaran bunga dan cicilan hutang dipenuhi. Adanya kewajiban tersebut, akan membuat manajer semakin hati-hati dan efisien dalam menggunakan hutang. Hasil Moh’d et. al (1998), Jensen et. al (1992) menemukan bahwa devidend payout ratio mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif dengan debt ratio.22 Brigham dan Gapenski menyatakan bahwa perubahan besarnya deviden yang dibagikan terdapat dua akibat yang saling berlawanan. Apabila seluruh laba dibayarkan sebagai deviden maka kepentingan cadangan terabaikan, sebaliknya bila laba ditahan semua maka kepentingan pemegang saham terabaikan.23 Untuk menjaga kedua kepentingan tersebut, maka manajer dapat menempuh kebijakan yang optimal. Menurut Weston dan Brigham (1997) dalam Yuniningsih, kebijakan deviden optimal merupakan kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara deviden saat ini dan pertumbuhan dimasa yang akan datang sehingga dapat memaksimumkan laba.24 3. Leverage Hutang adalah instrumen yang sangat sensitive terhadap perubahan nilai perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh struktur modal. Semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil daripada biaya yang ditimbulkannya.25 Kebijakan hutang sering diukur dengan debt to equity ratio (DER) yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu semakin rendah DER semakin tinggi kemampuannya untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan dalam struktur modal maka semakin besar pula kewajibannya. Pada gilirannya peningkatan hutang akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham termasuk dividen yang akan diterima karena kewajiban membayar bunga dan hutang tersebut diprioritaskan daripada membayar deviden. Apabila beban hutang dan bunga semakin tinggi maka kemampuan perusahaan membayar deviden semakin rendah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebijakan hutang berhubungan negatif dengan devidend payout ratio.26 4. Aliran Kas Bebas Aliran kas bebas bagi emiten merupakan hal yang penting untuk menambah nilai perusahaan pada dasarnya perusahaan yang memliki aliran kas bebas tinggi bagi investor sebagai perusahaan yang memiliki prospek masa depan yang bagus dan menjanjikan pengembalian return investasi 20 ibid Jensen, M and W. Mecling, Theory of The Firm : Managerial Behavior Agency, and Ownership Stucture, Journal of Financial Economics, (1976), hal 305-360. 22 ibid 23 Bringham, EF & Gapenski, LC., Daves, PR, Intermediate Financial Management, New York , The Dryden Press, 1999, hal 437. 24 Yuniningsih, Interdependensi Antara Kebijakan Devidend Payout Ratio, Financial Leverage, dan Investasi Pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 9, No. 2, September 2002, hal. 164-182. 25 Ibid 26 Ibid 21 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 43 Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam atau pembagian deviden tunai yang tinggi bagi investor. Aliran kas bebas secara umum didefinisikan oleh Agasti dalam Uyara dan Tausikal (2002)27 sebagai arus kas operasi perusahaan dikurangi investasi ekuitas atau merupakan kelebihan arus kas yang tidak digunakan untuk aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Oleh karena itu tidak digunakan dalam modal kerja, dengan demikian perusahaan bisa mendistribusikan aliran kas bebas melalui pembagian deviden tunai atau menggunakan kelebihan kas tersebut dalam operasi perusahaan yang akan menghasilkan keuntungan modal. 5. Earnings Respons Coefficients (ERC) Umumnya dalam mengetahui kualitas laba yang baik dapat diukur dengan menggunakan Earnings Response Coefficients, yang merupakan bentuk pengukuran kandungan informasi dalam laba. Pengertian Koefisien Respon Laba (Earnings Response Coefficients) menurut Cho dan Jung (1991) dalam Etty Murwaningsari28 adalah Koefisien Respon Laba didefinisikan sebagai efek setiap dolar unexpected earnings terhadap return saham, dan biasanya diukur dengan slopa koefisien dalam regresi abnormal return saham dan unexpected earnings. Cho dan Jung (1991) dalam Etty Murwaningsari mengklasifikasi pendekatan teoritis ERC menjadi dua kelompok yaitu:29 (1) Model penilaian yang didasarkan pada informasi ekonomi (information economics based valuation model) seperti yang dikembangkan oleh Houlthausen dan Verrechia (1988) dan Lev (1989) dalam Etty Murwaningsari (2006) yang menunjukkan bahwa kekuatan respon investor terhadap sinyal informasi laba (ERC) merupakan fungsi dari ketidakpastian dimasa mendatang. Semakin besar noice dalam sistem pelaporan perusahaan (semakin rendah kualitas laba), semakin kecil ERC dan (2) Model penelitian yang didasarkan pada time series laba (times series based valuation model. Informasi laba merupakan salah satu bagian dari pelaporan keuangan yang banyak mendapat perhatian. Studi yang dilakukan oleh Beaver dkk (1979) dalam Etty Murwaningsari menunjukkan bahwa laba mempunyai kandungan informasi yang tercermin dalam harga saham.30 Sedangkan Lev dan Zarowin (1999) dalam Etty Murwaningsari menggunakan ERC sebagai alternatif untuk mengukur value relevance informasi laba. Rendahnya ERC menunjukkan bahwa laba kurang informatif bagi investor untuk membuat keputusan ekonomi.31 Walaupun informasi laba merupakan hal yang paling direspon oleh investor karena memberikan gambaran mengenai kinerja perusahaan, namun informasi laba saja kadang tidak cukup untuk dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan investor karena ada kemungkinan informasi tersebut bias. Biasanya informasi laba antara lain disebabkan oleh penyampaian laporan keuangan yang tidak tepat waktu dan adanya praktek manajemen laba serta ketidakcukupan informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan. Asumsi yang mendasari penelitian ERC ini adalah bahwa pasar (investor) merespon secara berbeda terhadap informasi laba akuntansi tersebut. Kredibilitas atau kualitas laba dipengaruhi oleh berbagai faktor yang antara lain meliputi persistensi, pertumbuhan dan prediktibilitas laba, ukuran perusahaan, risiko (â), tingkat bunga risiko, jenis industri, metode akuntansi (succesfull 27 Ibid Murwaningsari, op. cit, hal 15 29 ibid 30 Murwaningsari, op.cit hal 17-18 31 ibid 28 44 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 Khanifah effort dan full cost), variasi perubahan harga, kualitas audit, jumlah pengeluaran research dan development cost, dan utang lingkungan (Kormendi dan Lipe, 198732 ; Imhoff dan lobo, 1992;33 dan Teoh dan Wong, 199334). State of the art of ERC studies menunjukkan bahwa dari sekitar tahun 1970 an hingga sekarang, studi tentang kasus laba akuntansi bisa dikategorikan kedalam dua kategori yaitu studi tentang kandungan informasi laba akuntansi dan studi tentang koefisien respon laba (ERC). Riset yang dilakukan oleh Ball dan Brown pada tahun 1968 merupakan riset awal yang menjelaskan hubungan informasi laba akuntansi dan harga saham. Jika riset yang dilakukan oleh Ball dan Brown lebih mengeksplorasi bahwa laba mempunyai kandungan informasi, arah riset berikutnya adalah studi akuntansi yang mendasarkan pada mekanisme pasar yang lebih berfokus pada studi ERC. Penelitian ERC adalah penelitian tentang berbagai faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kredibilitas atau kualitas laba dan karenanya berpengaruh terhadap ERC. Dalam hal ini yang dimaksud dengan ERC menurut Cho dan Jung (1991) adalah pengaruh nilai laba bukan ekspektasian dengan return saham. Secara umum ERC diukur dengan menunjukkan slope koefisien dalam regresi return saham tidak normal dengan laba atau bukan ekspektasian.35 Kallapur (1994)36 yang menguji rasio pembayaran deviden sebagai penjelas atas ERC dihubungkan dengan teori aliran kas bebas yang dikemukakan oleh Jensen (1986)37. Kallapur memakai rasio pembayaran deviden sebagai variabel bebas dan earnings response coefficients sebagai variabel terkait serta persistensi laba serta tingkat bunga bebas resiko sebagai variabel kontrol, Kallapur meregresi data 112 perusahaan pemanufakturan selama perioda 1951-1986. Hasil risetnya menunjukkan bahwa devidend payout ratio berpengaruh positif terhadap ERC. Temuan lainnya menunjukkan bahwa pengaruh sesaat (immediate) laba pada deviden hubungannya lebih dekat dengan ERC dibandingkan dengan rasio pembayaran rata-rata.38 Dhaliwal, Lee dan Farger dalam Etty Murwaningsari membuktikan adanya bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap koefisien respon laba yaitu ERC. Perusahaan yang tingkat leveragenya tinggi berarti memiliki hutang yang lebih besar dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi peningkatan laba maka yang diuntungkan adalah debtholder, sehingga semakin baik kondisi laba perusahaan maka semakin negatif respon pemegang saham, karena pemegang saham beranggapan bahwa laba tersebut hanya menggantungkan kreditur.39 Berdasarkan penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa manfaat aliran kas bebas dapat mempengaruhi hubungan antara deviden dengan ERC, yaitu pengumuman dividen lebih besar kandungan informasinya untuk perusahaan yang mempunyai aliran kas bebas tertinggi. Mengacu 32 Kormendi dan Lipe, The Relation Between Stock Returns and Accounting Earning Given Alternative Information. The Accounting Review 65, 1987. hal 149-163. 33 Imhoff, E. dan Lobo, G., The Effect of Ex-Ante Earnings Uncertainty on Earnings Responsse Coefficients. Journal of Accounting and Economics 67(April), (1992). hal. 427-439 34 Teoh, S. H. dan Wong, T. J. ,Perceived Auditor Quality and the Earnings Responses Coefficient. Journal Accounting Review. Vol. 66, No.2, (1993), hal. 346—366. 35 Cho, Jang Youn dan Kooyul Jung, Earnings Response Coefficient: A Synthesis of Theory and Empirical Evidence, Journal of Accounting Literature Vol. 10, (1991) hal 85-116. 36 Kallapur, Sanjay, Devidend Payout Ratio as Determinants of Earnings Response Coefficients, Journal of Accounting and Economics, (1994), hal . 359-75 37 Jensen, M and W. Mecling, Theory of The Firm : Managerial Behavior Agency, and Ownership Stucture, Journal of Financial Economics, (1976), hal 305-360. 38 ibid 39 Ibid Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 45 Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam pada riset-riset diatas maka hipot%sis yang diajukan penulis sebagai berikut: H1 : Semakin besar devidend payout ratio maka earnigs response coefficients semakin besar terutama perusahaan yang mempunyai aliran kas bebas tinggi. H2 : Semakin besar leverage maka earnings response coefficients semakin kecil terutama perusahaan yang mempunyai aliran kas bebas rendah. METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Iakarta (BEI) yaitu sebanyak 52 perusahaan. Sedangkan sampel penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang ditentukan. Kriteria tersebut antara lain: (1) Perusahaan yang membagikan deviden secara berturut-turut dari tahun 2002- 2007, (2) Perusahaan yang tidak membagikan deviden dan (3) Menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember periode tahun 20022007. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh sampel 52 perusahaan selama 6 tahun, sehingga data pooling sejumlah 312 sampel. Besarnya kekuatan hubungan laba akuntansi dalam beberapa literatur akuntansi keuangan diukur dengan menggunakan Earnings Response Coefficients (ERC). ERC adalah sebuah reaksi oleh pihak tertentu atas laba yang telah diumumkan perusahaan. ERC merupakan koefisien yang diperoleh dari regresi antara CAR (Cumulative Abnormal Return) sebagai proksi harga saham dengan UE (Unexpected EPS) sebagai proksi laba akuntansi (Teets and Wasley 1996). CAR menunjukkan besar respon pasar terhadap akuntansi yang dipublikasikan. Persamaan regresi yang digunakan adalah : CARit = á 0 + á 1 UEit + á 2Rit + åit Dalam hal ini : CARit = abnormal return kumulatif perusahaan i selama periode amatan ± 5 hari dari publikasi laporan keuangan UEit = unexpected earnings Rit = return perusahaan pada perioda ke-t åit = komponen error dalam model atas perusahaan i pada perioda t Dimana dalam penelitian ini CAR dihitung dengan rumus : CARi(-5,+5) = t=5"+5 ARit Dalam hal ini : CARi(-5,+5) = abnormal return kumulatif perusahaan i selama periode pengamatan kurang lebih 5 hari dari tanggal publikasi laporan keuangan. (5 hari sebelum, 1 hari tanggal publikasi dan 5 hari setelah tanggal penyerahan laporan keuangan ke Bapepam) ARit = abnormal return perusahaan i pada hari t Dalam penelitian ini abnormal return dihitung menggunakan model sesuaian pasar (market adjusted model). Hal ini sesuai dengan Jones (1999) dalam Etty Murwaningsari (2006) yang menjelaskan bahwa estimasi return sekuritas terbaik return pasar saat itu. Abnormal return diperoleh dari : ARi,t = Ri,t – Rm,t Dimana : ARi,t = abnormal return perusahaan i pada periode ke- t Ri,t = Return perusahaan pada periode ke- t 46 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 Khanifah Rm,t = Return pasar pada periode ke- t åit = standar error Untuk memperoleh data abnormal return, terlebih dahulu harus mencari Returns saham harian dan Returns pasar harian. Returns saham harian dihitung dengan rumus : Rit = (Pit-Pit-1)/Pit-1 Dimana : Rit = return saham perusahaan i pada hari t Pit = harga penutupan saham i pada hari t Pit-1 = harga penutupan saham i pada hari t-1 Returns pasar harian perusahaan dihitung sebagai berikut : Rmt = (IHSGt-IHSGt-1)/IHSGt-1 Dimana : Rmt = returns pasar harian IHSGt = indeks harga saham gabungan pada hari t IHSGt-1 = indeks harga saham gabungan pada hari t-1. Sedangkan Unexpected Earnings (UE) diartikan sebagai selisih laba akuntansi yang direalisasi dengan laba akuntansi yang diharapkan oleh pasar. UE diukur sesuai dengan penelitian Kallapur (1994) : UEit = (EPSit-EPSit-1) Pit-1 Dalam hal ini : UEit = unexpected earnings perusahaan i pada periode t EPSit = earnings per share perusahaan i pada periode t EPSit-1 = earnings per share perusahaan i pada periode t-1 Pit-1 = harga saham sebelumnya Kebijakan deviden merupakan keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali dalam perusahaan. Apabila deviden yang dibayarkan secara tunai semakin meningkat, maka semakin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi. Hal ini menyebabkan tingkat pertumbuhan masa mendatang rendah dan akan menekan harga saham. Untuk menjaga kedua kepentingan tersebut, maka manajer dapat menempuh kebijakan yang optimal. Dalam penelitian ini devidend payout ratio diukur dengan menggunakan variabel dumy, dimana : (1) Perusahaan yang membagikan deviden ditandai dengan angka “1”, (2) Perusahaan yang tidak membagikan deviden ditandai dengan angka “0”. Hutang adalah instrumen yang sangat sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh struktur modal (Mogdiliani & Miller dalam Brigham, 1999). Semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil daripada biaya yang ditimbulkannya. Variabel ini diukur melalui perbandingan total hutang dengan total modal sendiri.40 40 ibid Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 47 Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam Dalam penelitian ini terdapat variabel moderasi yaitu variabel aliran kas bebas. Aliran kas bebas bagi emiten merupakan hal yang penting untuk menambah nilai perusahaan pada dasarnya perusahaan yang memliki aliran kas bebas tinggi bagi investor sebagai perusahaan yang memiliki prospek masa depan yang bagus dan menjanjikan pengembalian return investasi atau pembagian deviden tunai yang tinggi bagi investor. Aliran kas bebas secara umum didefinisikan oleh Agasti dalam Uyara dan Tausikal (2002) sebagai arus kas operasi perusahaan dikurangi investasi ekuitas atau merupakan kelebihan arus kas yang tidak digunakan untuk aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.41 Aliran kas bebas diukur dengan mengurangkan aliran kas operasi dengan kebijakan hutang dan modal kerja bersih. Modal kerja diukur dengan cara mengurangkan total nilai aktiva dengan total kewajiban. Jadi variabel ini dapat dirumuskan sebagai berikut : AKBit = AKOit – KHit- MKit Dimana : AKBit AKOit KHit MKit = Aliran kas bebas perusahaan i pada tahun t = Aliran kas operasi perusahaan i pada tahun t = Kebijakan hutang perusahaan i pada tahun t = Modal kerja perusahaan i pada tahun t Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis yang dirumuskan adalah analisis regresi dengan variabel dummy. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: Hipotesis 1 ERC = á 1 + â1DPR + â2AKB + â3DPRAKB + å (1) Dalam hal ini : ERC = Earnings Response Coefficients DPR = Devidend Payout Ratio AKB = Aliran Kas Bebas á = Intercept â 1-â3 = Koefisien Regresi å = Galat Hipotesis II ERC = á 1 + â1KH + â2AKB + â3KHAKB + å (2) Dalam hal ini : ERC = Earnings Response Coefficients KH = Kebijakan Hutang AKB = Aliran Kas Bebas á = Intercept â 1-â 3 = Koefisien Regresi å = Galat Dalam pengujian ini menggunakan penambahan cross-product terms (interaction terms) bertujuan untuk mengetahui pengaruh aliran kas bebas terhadap hubungan rasio pembayaran dividen dan kebijakan hutang dengan earnings response coefficients. Atas dasar model analisis, selanjutnya analisa dapat menggunakan bantuan program computer SPSS sebagai alat untuk meregresikan model yang telah dirumuskan diatas. Tentu saja pengujian dilakukan setelah model regresi tersebut bebas dari gejala asumsi klasik agar hasil analisis dapat diinterprestasikan secara akurat. 41 48 Ibid Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 Khanifah PEMBAHASAN Dari proses pemilihan sampel, diperoleh data penelitian terdiri dari 52 perusahaan dengan 6 tahun periode pengamatan sehingga data yang terkumpul merupakan pooled data dengan objek penelitian sebanyak 312 data observasi dijelaskan pada tabel 1 Tabel 1 Deskriptif Variabel Penelitian Descriptive Statistics ERC DPR LEVERAGE AKB MODERAT1 MODERAT2 Valid N (listwise) N 312 312 312 312 312 312 312 Minimum Maximum Mean Std. Deviation -1.78 1822.78 5.9527 103.24374 0 1 .76 .426 .8340 3991.2228 229.167446 527.7663344 -74041052.19 1553155942.5 10461392.4190927 97298158.203547 -74041052.19 1553155942.5 8931965.4577 94041030.90578 -1.09E+010 60819985916 396374670.2617 5191583934.1145 Sumber : Data sekunder yang diolah Deskripsi terhadap keseluruhan variabel penelitian pada tabel 1 terlihat bahwa data yang dimasukkan dalam model analisis cukup bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai minimum dan maksimumnya yang cukup ekstrim. Serta dilihat dari nilai deviasi standar yang cukup besar pada masing-masing variabel. Hasil perhitungan statistik deskriptif dengan menggunakan SPSS sebagai berikut. Statistik deskriptif menunjukkan Earning response coefficient merupakan bentuk pengukuran kandungan informasi dari laba yang memiliki nilai minimum dan maksimum yaitu 1,78 dan 1822,78. Perbedaaan nilai minimum dan maksimum yang cukup jauh menunjukkan adanya variabilitas data yang cukup besar. Hal tersebut juga ditunjukkan pada deviasi standar variabel ini sebesar 103,24374. Rata-rata dari variabel ini 5,9527. Demikian juga untuk variabel yang lain. Sebelum dilakukan pengujian model regresi linier berganda untuk mengetahui adakah pengaruh Devident Payout Ratio (DPR) dan Leverage dan arus kas bebas sebagai variabel pemoderasi terhadap Earning response coefficient. Sebagai syarat model regresi yang baik, sebelumnya akan dilihat penyimpangan terhadap asumsi klasik (uji normalitas, heteroskedastisitas, multikolonearitas, dan uji autokorelasi). Untuk mengetahui hasil regresi dapat digunakan program SPSS 13,00. Berdasarkan hasil pengolahan SPSS maka dapat disusun persamaan regresi berdasarkan unstandardized coefficient sebagai berikut: (1) Konstanta sebesar -3,093 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel independen (Devident Payout Ratio (DPR) dan leverage) dengan arus kas bebas sebagai variabel moderasi maka Earning response coefficient akan bernilai negatif dan (2) Koefisien regresi leverage sebesar 0,069 menunjukkan bahwa kenaikan leverage sebesar 1 kali akan menurunkan Earning response coefficient sebesar 0,069 dengan asumsi variabel Devident Payout Ratio (DPR) akan bernilai negatif. Dari uji F didapat nilai F hitung sebesar 0,054 dengan probabilitas 0,947 Karena probabilitas lebih besar dari 0,05, maka model regresi ini menunjukkan bahwa DPR dan Leverage dengan arus kas bebas sebagai variabel moderasi secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Earning response coefficient. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Halim (2005) bahwa tidak terdapat pengaruh antara DPR dan Leverage dengan arus kas bebas sebagai variabel moderasi terhadap praktik Earning response coefficient. Untuk menjawab hipotesis maka akan dianalisis tingkat signifikansi variabel-variabel tersebut secara individual, secara simultan, dan mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas pada variabel terikat perlu dilakukan pengujian signifikansi dari masing-masing koefisien regresi, Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 49 Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam yaitu dengan menggunakan uji “t” untuk menguji signifikansi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara sendiri-sendiri (parsial), dan uji “F” untuk menguji signifikansi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama-sama. Pengujian hipotesis variabel Devident Payout Ratio (DPR) dengan arus kas bebas sebagai varabel pemoderasi terhadap Earning response coefficients. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS, dimana t tabel 1,990 sedangkan t hitung -0,331 hal ini dapat diartikan bahwa t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara variabel Devident Payout Ratio (DPR) dengan arus kas bebas sebagai varabel pemoderasi terhadap Earning response coefficients. Pengujian hipotesis variabel leverage terhadap Earning response coefficients. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS, dimana t tabel 1,990 sedangkan t hitung -0,119 hal ini dapat diartikan bahwa t hitung > t tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel leverage terhadap Earning response coefficients. Pengujian hipotesis variabel leverage dengan arus kas bebas sebagai variabel pemoderasi terhadap Earning response coefficients Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS, dimana t tabel 1,990 sedangkan t hitung -0,011 hal ini dapat diartikan bahwa t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara variabel Devident Payout Ratio (DPR) dengan arus kas bebas sebagai varabel pemoderasi terhadap Earning response coefficients. Berdasarkan pengujian hipotesis diperoleh nilai adjusted R² sebesar 0,006 hal ini menunjukkan bahwa hanya 0,6 persen variasi earning responce coeficient yang dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independennya. Nilai adjusted R² yang berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sudah memadai. Sedangkan hasil pengujian model regresi secara simultan menunjukkan bahwa variabel DPR, Leverage dan Arus kas bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Earnings Response Coefficients. Hal tersebut berarti penelitian ini berhasil membuktikan bahwa faktor DPR, Leverage dan Arus kas bebas memiliki join effect terhadap earning responce coeficients. Kebijakan deviden merupakan keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali dalam perusahaan. Apabila deviden yang dibayarkan secara tunai semakin meningkat, maka semakin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi. Hal ini menyebabkan tingkat pertumbuhan masa mendatang rendah dan akan menekan harga saham. Berdasarkan pengujian secara individual diketahui bahwa tidak ada variabel independen yang terbukti berpengaruh terhadap earning response coeficient. Hasil pengujian menunjukkan bahwa DPR tidak berpengaruh yang signifikan terhadap earning response coeficient. Koefisien yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi kondisi DPR semakin tinggi peluang yang dimiliki manajer untuk melakukan earning response coeficient. Perubahan besarnya deviden yang dibagikan terdapat dua akibat yang saling berlawanan. Apabila seluruh laba dibayarkan sebagai deviden maka kepentingan cadangan terabaikan, sebaliknya bila laba ditahan semua maka kepentingan pemegang saham terabaikan. Untuk menjaga kedua kepentingan tersebut, maka manajer dapat menempuh kebijakan yang optimal. Kebijakan deviden optimal merupakan kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara deviden saat ini dan pertumbuhan dimasa yang akan datang sehingga dapat memaksimumkan laba. Nilai perusahaan ditentukan oleh struktur modal. Semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil daripada biaya yang ditimbulkannya. Kebijakan hutang sering diukur dengan debt ratio yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena 50 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 Khanifah itu semakin rendah DER semakin tinggi kemampuannya untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan dalam struktur modal maka semakin besar pula kewajibannya. Pada gilirannya peningkatan hutang akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham termasuk dividen yang akan diterima karena kewajiban membayar bunga dan hutang tersebut diprioritaskan daripada membayar deviden. Apabila beban hutang dan bunga semakin tinggi maka kemampuan perusahaan membayar deviden semakin rendah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebijakan hutang berhubungan negatif dengan devidend payout ratio. Pembayaran deviden akan mempengaruhi kebijakan pendanaan, karena dengan pembayaran deviden akan mengurangi cash flow perusahaan akibatnya perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasinya akan mencari alternatif sumber pendanaan yang relevan. Ketiga, meningkatkan pendanaan utang. Penurunan utang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen. Disamping itu, utang akan menurunkan exess cash flow yang ada didalam perusahaan, sehingga akan menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Pengujian hipotesis kedua menunjukan faktor Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap earning responce coeficient. Hal ini mungkin dikarenakan perusahaan-perusahaan besar lebih diteliti dan dipandang lebih kritis oleh investor sehingga apabila perusahaan besar tersebut terbukti melakukan manajemen laba maka nama baik perusahaan tersebut akan jatuh. Sedangkan hasil sebaliknya ditemukan oleh Moses (1987) yang menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan besar cenderung melakukan perataan laba daripada perusahaan yang lebih kecil karena perusahaanperusahaan besar menjadi subyek penelitian yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum. Sebenarnya setiap perusahaan mempunyai intensitas yang sama untuk melakukan manajemen laba misalnya untuk penghematan pajak tidak peduli apakah perusahaan tersebut berukuran besar atau kecil karena setiap perusahaan ingin selalu terlihat baik di mata pihak eksternal. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Ashari et al. (1994), Zuhroh (1996), Jatiningrum (2000), Salno dan Baridwan (2000), Pandu (2005) dan Julia (2005). PENUTUP Berdasarkan pembahasan hasil analisis data yang telah diuraikan maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: (1) Devidend Payout Ratio (DPR) tidak berpengaruh secara signifikan dengan arus kas bebas sebagai variabel pemoderasi terhadap Earnings response coefficient. Pembagian deviden saling terkait dengan penentuan pembagian pendapatan antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai deviden atau untuk digunakan didalam perusahaan yang berarti pendapatan tersebut harus ditahan didalam perusahaan. Deviden merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut disatu pihak dan juga dapat membayarkan deviden kepada para pemegang saham dilain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab semakin tinggi tingkat deviden yang dibayarkan berarti semakin sedikit laba yang dapat ditahan dan sebagai akibatnya menghambat tingkat pertumbuhan dalam pendapatan dan harga sahamnya, (2) Leverage tidak berpengaruh secara signifikan dengan arus kas bebas sebagai variabel pemoderasi terhadap Earning response coefficients. Kalau perusahaan ingin menahan sebagian besar pendapatannya tetap didalam perusahaan berarti sebagian dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran deviden adalah semakin kecil. Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai kas deviden atau rasio pembayaran deviden, (3) DPR dan Leverage dengan arus kas bebas sebagai variabel moderasi secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Earning response coefficient. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Uyara (2002) bahwa tidak terdapat pengaruh antara DPR dan Leverage dengan arus kas bebas sebagai variabel moderasi terhadap praktik Earnings response coefficients. Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 51 Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam Penjelasan yang relevan atas kecilnya keterkaitaannya beberapa variabel tersebut terhadap Earning response coefficient.adalah karena motivasi tindakan manajemen laba yang hanya sangat kecil yang dapat dijelaskan oleh asimetri informasi maupun kondisi keuangan. Dengan kata lain diduga bahwa masih banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap Earning response coefficients. Aliran kas bebas merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusi kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja (working capital) atau investasi pada aset tetap (Ross et al., 2000). Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Manajer lebih menginginkan dana tersebut diinvestasikan lagi pada proyekproyek yang dapat menghasilkan keuntungan, karena alternatif ini akan meningkatkan insentif yang diterimanya. Disisi lain, pemegang saham mengharapkan sisa dana tersebut dibagikan sehingga akan menambah kesejahteraan mereka. Studi ini hanya difokuskan pada dampak sebagai akibat dari pemilihan atas dua pilihan tersebut, dan tidak akan membahas keberadaan konflik tersebut. Dalam penelitian tentang agency cost dan perilaku pembayaran deviden perusahaan, (Rozeff (1982) menyatakan bahwa pembayaran deviden adalah suatu bagian dari monitoring perusahaan. Disamping itu pembayaran deviden dapat dilakukan setelah kewajiban terhadap pembayaran bunga dan cicilan hutang dipenuhi. Adanya kewajiban tersebut, akan membuat manajer semakin hati-hati dan efisien dalam menggunakan hutang.Semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil daripada biaya yang ditimbulkannya. Kebijakan hutang sering diukur dengan debt ratio yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Penelitian ini memiliki kontribusi Konstribusi praktis dalam penelitian ini antara lain peneliti selanjutnya hendaknya menambah variabel lebih banyak dan memasukkan variabel penjelas ke dalam model, seperti kondisi keuangan yang antara lain dapat diukur menggunakan tingkat inflasi, tingkat bunga pinjaman dan indeks harga konsumen umum dan untuk penelitian selanjutnya dapat memperpanjang periode prediksi dan periode observasi. Adapun keterbatasan penelitian antara lain (1) Penggunaan model pooled cross section yang digunakan untuk memprediksikan Earning response coefficient masih memerlukan justifikasi model lain khususnya untuk mencari total acrualnya karena adanya beberapa metode lain yang ada saat ini. Selain itu pemilihan sample yang tidak random memungkinkan terjadinya selection bias (2) Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya perusahaan-perusahaan yang berasal dari satu sektor industri saja, yaitu perusahaan yang termasuk dalam perusahaan manufaktur menurut klasifikasi Indonesian Capital Market Directory. Dengan demikian hasil penelitian ini belum tentu dapat digeneralisasikan pada perusahaan di luar kelompok perusahaan manufaktur (3) Penelitian ini tidak membedakan jenis industri perusahaan yang mungkin saja dapat mempengaruhi Deviden Payout Ratio dan Leverage dalam laporan tahunan perusahaan, dan pengaruhnya terhadap ERC. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk membedakan industri perusahaan dan (4) Adanya masalah multikolinearitas seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Meskipun masalah multikolinearitas tersebut sudah coba diatasi tetapi tetap tidak dapat dihindari karena terkait dengan variabel utama yang akan diuji, yaitu variabel ERC. Untuk penelitian selanjutnya, harus dicari suatu cara mekanisme untuk ’mengobati’ masalah multikolinearitas tersebut. Sedangkan implikasi penelitian ini adalah (1) Penelitian ini hanya menggunakan variabel Deviden Payout Ratio, leverage dan arus kas bebas sebagai variabel pemoderasi. Sedangkan peneliti selanjutnya diharapkan menambah variabel lain selain variabel tersebut misalnya pengeluaran modal, Corporate Social Responsibility Disclosures, kualitas laba dan persistensi dan (2) Jumlah sampel yang terbatas, yaitu hanya sebanyak 52 laporan tahunan perusahaan dari 312 perusahaan yang 52 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 Khanifah terdaftar di BEJ pada tahun 2002. Selain itu, periode laporan tahunan dalam penelitian ini tidak diambil tahun yang paling mutakhir. DAFTAR PUSTAKA Assih dan Gundono, (1999), Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di BEJ, Simposium Nasional Akuntansi II, Ikatan Akuntansi Indonesi. Bathala, CT., Moon, KP., Rao, RP.,(1994), Managerial Ownership, Debt Policy, and The Impact of Institusional Holding : An Agency Perspective, Financial Management, Vol 23, No. 3, hal.38-50 Brickley, James A, (1983,) Sharehilder Wealth, Information Signalling and The Specially Designated Devidend, Journal of Financial Economics, 12: hal 187-209 Bringham, EF & Gapenski, LC., Daves, PR, (1999), Intermediate Financial Management, The Dryden Press. New York. Cho, Jang Youn dan Kooyul Jung. (1991), Earnings Response Coefficient: A Synthesis of Theory and Empirical Evidence, Journal of Accounting Literature Vol. 10 hal 85-116 Crutcley Claire and Robert S. Hansen,(1989), A Test of Agency Theory of Managerial Ownership, Corporate Leverage, and Corporate Devidend, Financial Management, 18, hal 36-46 Damsetz, Harold and Kenneth Lehn, (1985), The Structure of Corporate Ownership Causes and Consequences, Journal of Finance, 43 hal ,271-282 Easterbrook, Frank. H, (1984), Two Agency Cost as Explanations of Devidends, American Economic Review, hal. 650-659 Handoko, Jesica, (2002), Pengaruh Agency Costs Terhadap Kebijakan Deviden Perusahaanperusahaan Go Publik di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi, Vol. 2, No. 3, Desember 2002, Hal. 180-190 Husnan, Suad dan Pudjiastuti, Enny, (1998), Dasar-dasar Manajemen Keuangan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. (2004). Standar Akuntansi Keuangan : Buku Satu, Salemba Empat. Jakarta. Imhoff, E. dan Lobo, G. (1992). The Effect of Ex-Ante Earnings Uncertainty on Earnings Responsse Coefficients. Journal of Accounting and Economics 67(April), hal. 427-439 Jensen, M and W. Mecling, (1976), Theory of The Firm : Managerial Behavior Agency, and Ownership Stucture, Journal of Financial Economics,hal 305-360 Jensen, Michael C, (1986), Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers” American Economic Review, hal 325-29 Jensen,et. al, (1992), Simultaneous Determination of Insider Ownership, Debt, and Devidend Policies, Journal of Financial and Quantitative Analisys, Vol 27, hal . 247-263 Kale, J. R and T. H. Noe, (1990), Devidend Uncertainty and Underwriter Costs Under Asymmetric Information, Journal of Financial Research. 13, hal. 265-277 Kallapur, Sanjay, (1994), Devidend Payout Ratio as Determinants of Earnings Response Coefficients, Journal of Accounting and Economics, hal . 359-75 Keown, Arthur J., John D. Martin, J. William Petty, and David F. Scott Jr, (2000), Foundation of Finance, 3th Edition, Prentice Hall International, Inc Kormendi dan Lipe, 1987. The Relation Between Stock Returns and Accounting Earning Given Alternative Information. The Accounting Review 65 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 53 Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam Leland, H and D. Pyle, (1977), Infomational Asymetris, Financial Structure, and Financial Intermediation, Journal of Finance, 32.hal 371-383 Mahardtwartha dan Jogiyantho, (2002), Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFE, Yogyakarta. Mande, Viviek, (1994), Earnings Response Coefficients and Devidend Policy Parameters, Accounting and Business Research : hal .148-56 Moh’d, et. al, (1995), An Investigation of Dynamic Relation Between Theory and Devidend, The Financial Review, Vol 30, No. 20 May Murwaningsari, Etty, (2006), Pengujian Simultan : Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficients, Artikel Program S3, di PIA Universitas Indonesia Riyanto, Bambang, (1995), Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, BPFE UGM Ross, et al, (2000), Fundamentals of Corporate Finance, Irwin Mc Graw-Hill, Boston Fifth Edition Ross, S, (1977), The Determinations of Financial Structure : The Incentive Signaling Aproach, Bell Journal of Economics, hal. 23-40 Rozeff, M, (1982), Growth Beta and Agency Cost as Determinants of Devidend Payout Ratio, Journal of Financial Research, hal 249-259 Soliha, Euis dan Taswan, (2002), Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 9, No. 2, September 2002, hal. 149-163 Soliha, Euis dan Taswan, (2002), Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol 9, No. 2 September 2002, Hal 149-163 Syarifudin, M, (2002), Pengaruh Ketidaktepatwaktuan Penyampaian Laporan Keuangan Pada Earnings Response Coefficients : Studi di Bursa Efek Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi VII Denpasar Bali, 2-3 Desember 2004. Hal 754-765 Teets, W.R and C. E. Wesley, (1996), Estimating Earnings Response Coeffcients : Pooled Versus Firm Spesific Models, Journal of Accounting and Economics, 21, hal 279-295 Teoh, S. H. dan Wong, T. J. (1993),Perceived Auditor Quality and the Earnings Responses Coefficient. Journal Accounting Review. Vol. 66, No.2, hal. 346—366. Ujiyantho, Muh. Arief dan Pramuka, Bambang A, (2007), Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan, Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makassar 2628 Juli 2007, hal. 1-21 Uyara, Ali Sani dan Tausikal, (2002), Moderasi Aliran Kas Bebas Terhadap Hubungan Rasio Pembayaran Deviden dan Pengeluaran Modal Dengan Earnings Response Coefficients, Simposium Nasional Akuntansi 5 Semarang, 5-6 September 2002, Hal. 16-26 Voght, Stephen C and Vu, Joseph D, (2000), Free Cash Flow and Long-run Firm Value : Evidance from The Value Line Investment Survey, Journal of Managerial Issue : hal .20-32 Wahidahwati, (2007), Kepemilikan Manajerial dan Agency Conflict : Analisis Persamaan Simultan Non Linier dari Kepemilikan Manajerial, Penerimaan Risiko (Risk Taking), Kebijakan Hutang dan Kebijakan Deviden, Simposium Nasional Akuntansi 5 Semarang, 5-6 September 2002, hal. 601-625 Yuniningsih, (2002), Interdependensi Antara Kebijakan Devidend Payout Ratio, Financial Leverage, dan Investasi Pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 9, No. 2, September 2002, hal. 164-182. 54 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010