10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai
suatu kontrak dimana satu atau orang (principal) memerintah orang lain (agent)
untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada
agen membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Jika kedua belah pihak
tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan,
maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan
prinsipal.
Teori agensi (agency theory) merupakan pendekatan yang digunakan
dalam pembahasan konsep manajemen laba maupun perataan laba. Teori ini
menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi konflik kepentingan
antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika semua pihak
berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang
dikehendakinya.
Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata
termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent. Ketika manajer mempunyai informasi
yang lebih banyak dibandingkan pihak eksternal, maka akan ada asimetri
informasi antara agen dan prinsipal. Agen atau manajer sebagai pihak internal
10
lebih mengetahui keadaan perusahaan daripada pemilik. Manajer kemudian lebih
memiliki
kesempatan
untuk
melakukan
disfunctional
behavior,
yakni
menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan
keuangan dalam usaha memaksimalkan kemakmurannya.
Anggapan yang melekat pada teori keagenan adalah bahwa antara agen
dengan prinsipal terdapat konflik kepentingan. Konflik kepentingan bisa terjadi
antara seorang manajer yang ingin memaksimumkan kekayaannya sendiri dengan
pemegang saham yang juga ingin memaksimumkan kekayannya. Konflik akan
terjadi jika usaha manajer untuk memaksimumkan kekayaannya
memaksimumkan
kekayaan
pemegang
saham.
Upaya
untuk
tidak
mengatasi
kepentingan antara agen dan prinsipal, maka manajer melakukan perataan laba.
Teori agensi (agency theory) berkaitan dengan usaha-usaha untuk
memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan keagenan (Dewi, 2011).
Masalah keagenan muncul jika:
1.
Terdapat perbedaan tujuan (goals) antara agent dan principal,
2.
Terdapat kesulitan atau membutuhkan biaya yang mahal bagi prinsipal
untuk senantiasa memantau tindakan-tindakan yang diambil oleh agen.
Selain itu, masalah keagenan juga akan terjadi jika antara agen dan prinsipal
mempunyai sikap atau pandangan yang berbeda terhadap risiko (Dewi, 2011).
2.1.2 Manajemen Laba
Sugiri dalam Tundjung (2015) membagi definisi manajemen laba menjadi
dua yaitu :
11
1) Definisi sempit
Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode
akuntansi. Manajemen laba dalam arti sempit didefinisikan sebagai
perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accrual
dalam menentukan besarnya pendapatan.
2). Definisi luas
Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan atau
mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer
bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan atau penurunan
profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.
Scott (2000) menjelaskan bahwa pola manajemen laba yang sering
dilakukan oleh suatu perusahaan adalah sebagai berikut :
1.) Taking Bath
Taking bath yaitu tindakan manajemen dengan cara melaporkan biayabiaya pada masa mendatang di masa kini dan menghapus beberapa aktiva.
Hal ini juga memberi kesempatan bagi manajer yang mempunyai net
income di bawah bogey (tingkat laba minimum untuk memperoleh bonus)
untuk menaikkan bonus di masa mendatang. Tindakan ini biasanya
dilakuan bila perusahaan mengadakan restrukturisasi atau reorganisasi
2.) Income Minimization
Income minimization merupakan tindakan yang dilakukan untuk
menghapus modal aset, beban iklan, pengeluaran R&D, dan sebagainya
dengan tujuan untuk mencapai suatu tingkat return on asset dan return on
12
investment tertentu. Tindakan ini biasanya dilakukan pada periode yang
tingkat profitabilitasnya tinggi.
3.) Income Maximization
Yang disebut income maximization yaitu manajer berusaha melaporkan net
income yang tinggi dengan motivasi mendapat bonus yang lebih besar.
Pola ini dilakukan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang
jangka panjang.
4.) Income Smoothing
Manajer mempunyai kecenderungan untuk meratakan laba bersih sehingga
berada tetap di antara bogey (laba minimum untuk mendapatkan bonus)
dan cap (laba maksimum untuk mendapatkan bonus). Lebih jauh lagi
apabila manajer mempunyai sikap menghindari resiko (risk-averse),
mereka akan memilih untuk mengurangi aliran bonus yang tidak berubahubah sehingga perataan laba dipilih sebagai jalan keluar.
Menurut Scott dalam Pujiningsih (2011) ada beberapa faktor yang
mendorong manajer melakukan praktik manajemen laba, yaitu:
1) Perencanaan Bonus
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan
bertindak secara oportunistik untuk melakukan earning management
dengan memaksimalkan laba saat ini. Dengan adanya laba maksimal yang
diterima oleh perusahaan, maka pihak prinsipal akan memberikan bonus
tambahan kepada manajer sesuai dengan kinerja yang telah dilakukan. Hal
13
ini dimanfaatkan oleh seorang manajer untuk mendapatkan insentif bonus
oleh perusahaan dengan melakukan praktik manajemen laba.
2) Motif Politik
Earning management digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan
pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang
dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah
menetapkan peraturan yang lebih ketat.
3) Motif Pajak
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earning management yang
paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan
penghematan pajak penghasilan.
4) Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan
pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja perusahaan
buruk akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5) Initial Public Offering (IPO)
Informasi mengenai laba menjadi sinyal atas nilai perusahaan pada
perusahaan yang akan melakukan IPO. Hal ini berakibat bahwa manajer
perusahaan yang akan go public melakukan earning management
menaikkan harga saham perusahaan.
14
6) Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja dalam pelaporan laba perusahaan harus
disampaikan kepada investor sehingga investor dapat menilai bahwa
perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
2.1.3 Perataan Laba
Perataan laba dapat didefinisikan sebagai usaha untuk memperkecil
jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih besar dari laba normal, dan
usaha untuk memperbesar jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih kecil
dari laba normal (Amanza, 2012). Menurut Korch (1981) perataan laba adalah
suatu alat yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang
dilaporkan agar sesuai target yang diinginkan baik secara artifisial melalui metode
akuntansi maupun secara riil melalui transaksi. Menurut Beidleman (1973)
perataan laba didefinisikan sebagai suatu upaya yang sengaja dilakukan untuk
memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang dianggap normal bagi perusahaan.
Definisi-definisi tersebut jelas memperlihatkan bahwa perataan laba
merupakan tindakan manajemen yang sengaja dilakukan untuk mengurangi
fluktuasi laba setiap periode yang diinginkan guna mencapai jumlah laba yang
dianggap normal oleh suatu perusahaan dengan menggunakan alat atau metode
akuntansi yang telah dipih sebelumnya. Tindakan yang dilakukan oleh manajemen
ini merupakan motivasi untuk mempengaruhi berbagai pihak yang berkepentingan
terhadap perusahaan baik investor, kreditur, karyawan, pemerintah, dan pihakpihak lainnya.
15
Tidak berbeda jauh dengan yang telah dijelaskan pada motivasi
manajemen melakukan pengelolaan laba, motivasi manajmen dalam melakukan
perataan laba seperti yang dijelaskan oleh Jatiningrum dalam Amanza (2012)
bahwa praktik perataan laba yang dilakukan oleh manajemen merupakan suatu
tindakan yang rasional dan logis karena adanya alasan perataan laba sebagai
berikut:
1.) Sebagai teknik untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada tahun
berjalan sehingga pajak yang terutang atas perusahaan semakin kecil
2.) Sebagai bentuk peningkatan citra perusahaan dimata investor, karena
mendukung kestabilan penghasilan dan kebijakan dividen sesuai dengan
keinginan investor ketika perusahaan mengalami kenaikan atas laba yang
diperolehnya
3.) Sebagai jembatan penghubung antara manajemen perusahaan dengan
karyawannya. Perataan laba dapat menstabilkan adanya fluktuasi laba,
sehingga dengan dilakukannya perataan laba tersebut karyawan dapat
terhindar dari adanya penurunan upah dan manjemen pun dapat terhindar
dari adanya tuntutan kenaikan upah yang diminta oleh karyawan ketika
perusahaan mengalami penurunan atas laba yang diperolehnya.
2.1.4 Nilai Saham
Saham merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau
badan dalam suatu perusahaan. Selembar saham adalah selembar kertas yang
menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemiliknya (berapapun
porsinya atau jumlahnya) dari suatu perusahaan yang menerbitkan kertas (saham)
16
tersebut (Pratidina, 2010). Saham dapat didefinisikan sebagai surat berharga
sebagai bukti penyertaan atau pemilikan maupun institusi dalam suatu perusahaan
(Anoraga, 2011). Jadi dapat disimpulkan bahwasanya saham adalah sebagai tanda
penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan
atau perseroan terbatas.
Saham memberikan indikasi kepemilikan atas perusahaan, sehingga para
pemegang saham berhak menentukan arah kebijaksanaan perusahaan lewat Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Para pemegang saham berhak memperoleh
deviden yang dibagikan oleh perusahaan dan turut menanggung resiko sebesar
saham yang dimiliki apabila perusahaan tersebut bangkrut. Pada dasarnya ada dua
keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham, yaitu
dividend dan capital gain (anoraga, 2011).
Harga saham merupakan cerminan dari nilai suatu perusahaan bagi
investor. Semakin baik perusahaan mengelolanya usahanya dalam memperoleh
keuntungan, semakin tinggi juga nilai perusahaan tersebut di mata para investor.
Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan return bagi para investor
berupa capital gain yang pada akhirnya akan berpengaruh juga pada citra
perusahaan (Wira, 2011). Secara umum, semakin banyak kinerja suatu perusahaan
semakin tinggi laba usahanya dan semakin banyak keuntungan yang dapat
dinikmati oleh pemegang saham, juga semakin besar kemungkinan harga saham
akan naik. Meskipun demikian, saham yang memiliki kinerja baik sekalipun
harganya bisa saja turun karena keadaan pasar.
17
Harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan
penawaran. Harga saham akan naik jika permintaan terhadap saham perusahaan
tersebut mengalami peningkatan dan sebaliknya. Harga dasar suatu saham
merupakan harga perdana dan perubahan harga saham terjadi pada pasar
sekunder, dimana semakin banyak investor yang ingin membeli atau menyimpan
suatu saham, maka semakin tinggi pula harganya begitu juga sebaliknya. Harga
saham adalah faktor yang membuat para investor menginvestasikan dananya
dipasar modal dikarenakan dapat mencerminkan tingkat pengembalian modal.
Pada prinsipnya investor membeli saham adalah untuk mendapatkan dividen serta
menjual tersebut pada harga yang lebih tinggi (capital gain). Para emiten yang
dapat menghasilkan laba yang semakin tinggi akan meningkatkan tingkat
kembalian yang diperoleh investor yang tercermin dari harga saham perusahaan
tersebut (Patriawan, 2011). Harga saham di bursa dipengaruhi oleh banyak faktor,
yaitu : Penawaran dan permintaan, Prilaku investor, Kondisi pasar modal,
Keadaan perekonomian dan politik (Pratidina, 2010).
2.1.5 Profitabilitas
Profitabilitas
menggambarkan
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan laba sebagai kelebihan pendapatan daripada biaya (Foster, 1986).
Profitabilitas
diukur dengan
menggunakan
rasio
profitabilitas.
Menurut
Subramanyam dan Wild (2010), rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan
untuk menilai kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama
periode tertentu dibandingkan dengan modal dan aset yang merupakan hasil
bersih dari berbagai kebijakan perusahaan. Rasio profitabilitas dibagi kedalam
18
tiga jenis rasio yaitu profit margin, ROA (return on asset), dan ROE (return on
equity).
Penelitian ini akan menggunakan ROA dalam mengukur profitabilitas
perusahaan. Pemilihan ROA didasari atas tujuan penelitian yang ingin melihat
langsung perilaku manajemen perusahaan dihubungkan dengan tindakan perataan
laba, sehingga mudah bagi investor untuk menilai sejauh mana kemampuan
manajemen dalam menghasilkan laba perusahaan berdasarkan penggunaan aset
yang dimiliki. ROA diukur dari rasio laba setelah pajak dibagi dengan total aset.
ROA akan menunjukkan efektivitas dan efisiensi investasi dalam menghasilkan
laba. Apabila ROA rendah, maka manajemen dinilai memiliki kinerja yang tidak
baik dimata pemegang saham sehingga kedudukan manajemen dapat terancam.
Agar terhindar dair pengambilalihan kedudukan, maka manajemen cenderung
melakukan tindakan perataan laba. Sebaliknya, apabila ROA tinggi, maka
manajemen dinilai memiliki kinerja yang baik dimata pemegang saham. Namun,
ROA yang tinggi yang dihasilkan oleh profitabilitas yang tinggi akan
mengakibatkan fluktuasi laba yang berlebihan. Agar mengurangi fluktuasi laba
yang berlebihan tersebut manajemen melakukan tindakan perataan laba.
2.1.6 Pajak penghasilan
Pajak penghasilan yaitu pajak yang dikenakan atas penambahan
kemampuan ekonomi dalam bentuk apapun yang dihasilkan oleh wajib pajak
(Resmi, 2011). Menurut Yuliana (2011) pajak merupakan suatu beban bagi
perusahaan, sehingga manajer akan berusaha untuk mengurangi beban pajak yang
harus dibayarkan semaksimal mungkin. Salah satu cara yang digunakan
19
perusahaan agar pajak penghasilan yang harus dibayarkan menjadi rendah adalah
dengan cara melakukan tindakan perataan laba.
Setiap penghasilan dikenakan pajak dengan jumlah yang berbanding lurus
dengan penghasilannya, sehingga bagi perusahaan yang memiliki profitabilitas
yang tinggi mengakibatkan manajer untuk mencari cara agar pajak penghasilan
yang harus dibayarkan menjadi rendah, salah satunya dengan cara melakukan
tindakan pertaan laba.
Menurut Alim (2009) beberapa alternatif kebijakan yang dilakukan
manajemen untuk meminimalkan beban pajak adalah : (1) Metode persediaan, (2)
Metode depresiasi, (3) Pembelian ekstra. Salah satu insentif yang dapat
mempengaruhi manajer untuk melakukan perataan laba adalah keinginan untuk
meminimalkan beban pajak atau meminimalkan total nilai pajak yang harus
dibayarkan.
Perusahaan melakukan tindakan perataan laba untuk mengurangi jumlah
pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah (Arens, elder Beasley, 2008).
Mengingat adanya perbedaan kebutuhan untuk meminimalkan jumlah pajak yang
harus dilaporkan dengan kebutuhan penyajian laporan keuangan yang berkualitas
tinggi untuk kebutuhan pemegamg saham, kreditur, dan investor maka ketika akan
melakukan tindakan perataan laba, manajemen sering menghadapi suatu konflik
kepentingan.
Di
satu
sisi,
manajemen
umumnya
berkeinginan
untuk
meningkatkan laba yang dilaporkan kepada pemegang saham dan pihak eksternal
lainnya, namun di sisi lain manajemen biasanya juga berkeinginan untuk
20
meminimalisir penghasilan kena pajak yang dilaporkan ke kantor pajak (Alim,
2009).
2.2
Pembahasan Hasil penelitian Sebelumnya
Adapun penelitian terdahu yang terkait dengan perataan laba adalah
sebagai berikut:
1) Namazi dan Khansalar (2011) yang meneliti pengaruh Pertumbuhan
Perusahaan dan Nilai Perusahaan terhadap praktik perataan laba. Hasil dari
penelitian ini menemukan bahwa semua variabel yang diteliti berpengaruh
terhadap praktik perataan laba.
2) Saedi (2012) yang meneliti pengaruh pajak penghasilan dan profitabilitas
terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa
semua variabel yang diteliti berpengaruh terhadap praktik perataan laba.
3) Luqman dan Shazad (2012) yang meneliti pengaruh profitabilitas dan
pajak penghasilan terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini
menemukan bahwa semua variabel yang diteliti berpengaruh terhadap
praktik perataan laba.
4) Rahmawati dan Muid (2012) yang meneliti pengaruh ukuran perusahaan,
net profit margin, dan debt to equity ratio terhadap praktik perataan laba.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa variabel ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap perataan laba, sedangkan net profit
margin dan debt to equity ratio tidak berpengaruh.
5) Ramdani (2012) yang meniliti pengaruh financial leverage, net profit
margin, besaran usaha, dan return on asset terhadap praktik perataan laba.
21
Hasil dari penelitian menemukan bahwa variabel financial leverage dan
besaran usaha berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sedangkan net
profit margin dan return on asset tidak berpengaruh.
6) Nafea (2013) yang meneliti pengaruh current ratio, interest cover, dan
return on equity terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini
menemukan bahwa semua variabel berpengaruh terhadap praktik perataan
laba.
7) Algery (2013) yang meneliti pengaruh profitabilitas, financial leverage
dan harga saham terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini
menemukan bahwa hanya variabel financial leverage yang berpengaruh
terhadap praktik perataan laba, sedangkan variabel profitabilitas dan harga
saham tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.
8) Prayadi dan Daud (2013) yang meneliti pengaruh profitabilitas, risiko
keuangan, nilai perusahaan, dan stuktur kepemilikan terhadap praktik
perataan laba. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa hanya variabel
nilai perusahaan yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba,
sedangkan variabel lainnya tidak ada yang berpengaruh.
9) Pramono (2013) yang meneliti pengaruh return on asset, net profit margin,
debt to equity ratio dan company size terhadap praktik perataan laba. Hasil
dari penelitian ini menemukan bahwa semua variabel tidak ada yang
berpengaruh terhadap praktik perataan laba.
10) Pratiwi
(2014) yang meneliti pengaruh profitabilitas, kepemilikan
manajerial, dan pajak tehadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian
22
ini menemukan bahwa hanya variabel profitabilitas yang berpengaruh
terhadap praktik perataan laba, sedangkan pajak dan kepemilikan
manjerial tidak berpengaruh.
2.3
Rumusan Hipotesis Penelitian
2.3.1 Pengaruh Nilai Saham Terhadap Perataan Laba
Nilai saham merupakan cerminan dari nilai perusahaan. Nilai saham yang
tinggi akan mencerminkan nilai perusahaan yang tinggi. Salah satu tujuan
perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan, peningkatan nilai perusahaan
ini berhubungan dengan harga saham, sedangkan pola dari naik turunnya saham
dipengaruhi oleh respon investor terhadap laba (informasi keuangan). Penelitian
Ilaminir dalam Dewi (2011) menemukan bukti bahwa perataan laba didorong oleh
harga saham, perbedaan antara laba aktual dan laba normal dan pengaruh
perubahan kebijakan akuntansi yang dipilih oleh manajemen. Dari uraian tersebut,
maka hipotesis yang dapat dirumuskan yaitu :
H1 :
Nilai saham berpengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan
oleh perusahaan.
2.3.2 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Perataan Laba
Profitabilitas merupakan salah satu ukuran penting dari rasio keuangan
perusahaan yang sering dijadikan acuan oleh investor dalam membeli atau
menjual saham suatu perusahaan. Profitabilitas yang tinggi yang dilihat dari ROA
yang tinggi mencerminkan kinerja perusahaan yang baik. Sebaliknya, ROA yang
rendah mencerminkan kinerja perusahaan yang tidak baik dimata pemegang
23
saham sehingga kedudukan manajemen dapat terancam. Agar terhindar dari
pengambilalihan kedudukan, maka manajemen cenderung melakukan tindakan
perataan laba. Namun, ROA yang tinggi yang dihasilkan oleh profitabilitas yang
tinggi juga akan mengakibatkan fluktuasi laba yang berlebihan. Agar mengurangi
fluktuasi laba yang berlebihan, maka manajemen cemderung melakukan tindakan
perataan laba.
Penelitian Atarwaman (2011) membuktikan bahwa perusahaan yang
melakukan tindakan perataan laba, proporsi tertingginya ada pada saat
profitabilitas perusahaan tersebut tinggi. Menurut hasil penelitian terbukti bahwa
profitabilitas berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Sedangkan menurut
Ashari dkk (1994) menyimpulkan bahwa perusahaan yang tingkat ROA nya
rendah mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meratakan labanya.
Dari uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah :
H2 :
Profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan
oleh perusahaan.
2.3.3 Pengaruh Pajak Penghasilan Terhadap Perataan Laba
Pajak penghasilan yaitu pajak yang dikenakan atas penambahan
kemampuan ekonomi dalam bentuk apapum yang dihasilkan oleh wajib pajak
yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan. Objek pajak penghasilan adalah
penghasilan, yang berkaitan erat dengan profitabilitas. Profitabilitas yang tinggi
akan menyebabkan pajak penghasilan yang harus dibayarkan tinggi juga.
Sistem pajak memainkan peran kunci dalam laporan keuangan perusahaan
dan peraturan pajak adalah faktor utama dalam memilih jenis kebijakan dan
24
metode akuntansi. Perusahaan cenderung untuk melakukan tindakan perataan laba
agar dapat meminimalkan jumlah pajak penghasilan yang harus dibayarkan,
karena profitabilitas yang tinggi mengarah untuk membayar pajak penghasilan
yang tinggi. Hal ini yang menyebabkan manajemen melakukan tindakan perataan
laba dengan mengurangi laba serta menaikkan biaya agar pajak penghasilan yang
harus dibayarkan menjadi rendah. Jadi, semakin tinggi profitabilitas suatu
perusahaan yang menyebabkan pajak penghasilan yang harus dibayarkan juga
tinggi, maka semakin tinggi pula kemunghkinan manajemen untuk melakukan
tindakan perataan laba.
Penelitian Saedi (2012) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan
tindakan perataan laba, proporsi tertingginya ada pada saat profitabilitas
perusahaan tersebut tinggi dan mengakibatkan pajak penghasilan yang harus
dibayarkan juga tinggi. Menurut hasil penelitian terbukti bahwa pajak penghasilan
berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Sedangkan penelitian Pratiwi (2014)
menunjukkan bahwa pajak yang tinggi maupun rendah perusahaan akan tetap
melakukan praktik perataan laba dengan kata lain pajak tidak berpengaruh
terhadap praktik perataan laba. Dari uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah :
H3 :
Pajak penghasilan berpengaruh terhadap praktik perataan laba yang
dilakukan oleh perusahaan.
25
Download