BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak dimana satu atau orang (principal) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal. Teori agensi (agency theory) merupakan pendekatan yang digunakan dalam pembahasan konsep manajemen laba maupun perataan laba. Teori ini menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika semua pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Ketika manajer mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan pihak eksternal, maka akan ada asimetri informasi antara agen dan prinsipal. Agen atau manajer sebagai pihak internal 10 lebih mengetahui keadaan perusahaan daripada pemilik. Manajer kemudian lebih memiliki kesempatan untuk melakukan disfunctional behavior, yakni menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan dalam usaha memaksimalkan kemakmurannya. Anggapan yang melekat pada teori keagenan adalah bahwa antara agen dengan prinsipal terdapat konflik kepentingan. Konflik kepentingan bisa terjadi antara seorang manajer yang ingin memaksimumkan kekayaannya sendiri dengan pemegang saham yang juga ingin memaksimumkan kekayannya. Konflik akan terjadi jika usaha manajer untuk memaksimumkan kekayaannya memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Upaya untuk tidak mengatasi kepentingan antara agen dan prinsipal, maka manajer melakukan perataan laba. Teori agensi (agency theory) berkaitan dengan usaha-usaha untuk memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan keagenan (Dewi, 2011). Masalah keagenan muncul jika: 1. Terdapat perbedaan tujuan (goals) antara agent dan principal, 2. Terdapat kesulitan atau membutuhkan biaya yang mahal bagi prinsipal untuk senantiasa memantau tindakan-tindakan yang diambil oleh agen. Selain itu, masalah keagenan juga akan terjadi jika antara agen dan prinsipal mempunyai sikap atau pandangan yang berbeda terhadap risiko (Dewi, 2011). 2.1.2 Manajemen Laba Sugiri dalam Tundjung (2015) membagi definisi manajemen laba menjadi dua yaitu : 11 1) Definisi sempit Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dalam arti sempit didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accrual dalam menentukan besarnya pendapatan. 2). Definisi luas Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan atau penurunan profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Scott (2000) menjelaskan bahwa pola manajemen laba yang sering dilakukan oleh suatu perusahaan adalah sebagai berikut : 1.) Taking Bath Taking bath yaitu tindakan manajemen dengan cara melaporkan biayabiaya pada masa mendatang di masa kini dan menghapus beberapa aktiva. Hal ini juga memberi kesempatan bagi manajer yang mempunyai net income di bawah bogey (tingkat laba minimum untuk memperoleh bonus) untuk menaikkan bonus di masa mendatang. Tindakan ini biasanya dilakuan bila perusahaan mengadakan restrukturisasi atau reorganisasi 2.) Income Minimization Income minimization merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghapus modal aset, beban iklan, pengeluaran R&D, dan sebagainya dengan tujuan untuk mencapai suatu tingkat return on asset dan return on 12 investment tertentu. Tindakan ini biasanya dilakukan pada periode yang tingkat profitabilitasnya tinggi. 3.) Income Maximization Yang disebut income maximization yaitu manajer berusaha melaporkan net income yang tinggi dengan motivasi mendapat bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. 4.) Income Smoothing Manajer mempunyai kecenderungan untuk meratakan laba bersih sehingga berada tetap di antara bogey (laba minimum untuk mendapatkan bonus) dan cap (laba maksimum untuk mendapatkan bonus). Lebih jauh lagi apabila manajer mempunyai sikap menghindari resiko (risk-averse), mereka akan memilih untuk mengurangi aliran bonus yang tidak berubahubah sehingga perataan laba dipilih sebagai jalan keluar. Menurut Scott dalam Pujiningsih (2011) ada beberapa faktor yang mendorong manajer melakukan praktik manajemen laba, yaitu: 1) Perencanaan Bonus Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistik untuk melakukan earning management dengan memaksimalkan laba saat ini. Dengan adanya laba maksimal yang diterima oleh perusahaan, maka pihak prinsipal akan memberikan bonus tambahan kepada manajer sesuai dengan kinerja yang telah dilakukan. Hal 13 ini dimanfaatkan oleh seorang manajer untuk mendapatkan insentif bonus oleh perusahaan dengan melakukan praktik manajemen laba. 2) Motif Politik Earning management digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. 3) Motif Pajak Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earning management yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak penghasilan. 4) Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja perusahaan buruk akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. 5) Initial Public Offering (IPO) Informasi mengenai laba menjadi sinyal atas nilai perusahaan pada perusahaan yang akan melakukan IPO. Hal ini berakibat bahwa manajer perusahaan yang akan go public melakukan earning management menaikkan harga saham perusahaan. 14 6) Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Informasi mengenai kinerja dalam pelaporan laba perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga investor dapat menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. 2.1.3 Perataan Laba Perataan laba dapat didefinisikan sebagai usaha untuk memperkecil jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih besar dari laba normal, dan usaha untuk memperbesar jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih kecil dari laba normal (Amanza, 2012). Menurut Korch (1981) perataan laba adalah suatu alat yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai target yang diinginkan baik secara artifisial melalui metode akuntansi maupun secara riil melalui transaksi. Menurut Beidleman (1973) perataan laba didefinisikan sebagai suatu upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang dianggap normal bagi perusahaan. Definisi-definisi tersebut jelas memperlihatkan bahwa perataan laba merupakan tindakan manajemen yang sengaja dilakukan untuk mengurangi fluktuasi laba setiap periode yang diinginkan guna mencapai jumlah laba yang dianggap normal oleh suatu perusahaan dengan menggunakan alat atau metode akuntansi yang telah dipih sebelumnya. Tindakan yang dilakukan oleh manajemen ini merupakan motivasi untuk mempengaruhi berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan baik investor, kreditur, karyawan, pemerintah, dan pihakpihak lainnya. 15 Tidak berbeda jauh dengan yang telah dijelaskan pada motivasi manajemen melakukan pengelolaan laba, motivasi manajmen dalam melakukan perataan laba seperti yang dijelaskan oleh Jatiningrum dalam Amanza (2012) bahwa praktik perataan laba yang dilakukan oleh manajemen merupakan suatu tindakan yang rasional dan logis karena adanya alasan perataan laba sebagai berikut: 1.) Sebagai teknik untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada tahun berjalan sehingga pajak yang terutang atas perusahaan semakin kecil 2.) Sebagai bentuk peningkatan citra perusahaan dimata investor, karena mendukung kestabilan penghasilan dan kebijakan dividen sesuai dengan keinginan investor ketika perusahaan mengalami kenaikan atas laba yang diperolehnya 3.) Sebagai jembatan penghubung antara manajemen perusahaan dengan karyawannya. Perataan laba dapat menstabilkan adanya fluktuasi laba, sehingga dengan dilakukannya perataan laba tersebut karyawan dapat terhindar dari adanya penurunan upah dan manjemen pun dapat terhindar dari adanya tuntutan kenaikan upah yang diminta oleh karyawan ketika perusahaan mengalami penurunan atas laba yang diperolehnya. 2.1.4 Nilai Saham Saham merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Selembar saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemiliknya (berapapun porsinya atau jumlahnya) dari suatu perusahaan yang menerbitkan kertas (saham) 16 tersebut (Pratidina, 2010). Saham dapat didefinisikan sebagai surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan maupun institusi dalam suatu perusahaan (Anoraga, 2011). Jadi dapat disimpulkan bahwasanya saham adalah sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham memberikan indikasi kepemilikan atas perusahaan, sehingga para pemegang saham berhak menentukan arah kebijaksanaan perusahaan lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Para pemegang saham berhak memperoleh deviden yang dibagikan oleh perusahaan dan turut menanggung resiko sebesar saham yang dimiliki apabila perusahaan tersebut bangkrut. Pada dasarnya ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham, yaitu dividend dan capital gain (anoraga, 2011). Harga saham merupakan cerminan dari nilai suatu perusahaan bagi investor. Semakin baik perusahaan mengelolanya usahanya dalam memperoleh keuntungan, semakin tinggi juga nilai perusahaan tersebut di mata para investor. Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan return bagi para investor berupa capital gain yang pada akhirnya akan berpengaruh juga pada citra perusahaan (Wira, 2011). Secara umum, semakin banyak kinerja suatu perusahaan semakin tinggi laba usahanya dan semakin banyak keuntungan yang dapat dinikmati oleh pemegang saham, juga semakin besar kemungkinan harga saham akan naik. Meskipun demikian, saham yang memiliki kinerja baik sekalipun harganya bisa saja turun karena keadaan pasar. 17 Harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran. Harga saham akan naik jika permintaan terhadap saham perusahaan tersebut mengalami peningkatan dan sebaliknya. Harga dasar suatu saham merupakan harga perdana dan perubahan harga saham terjadi pada pasar sekunder, dimana semakin banyak investor yang ingin membeli atau menyimpan suatu saham, maka semakin tinggi pula harganya begitu juga sebaliknya. Harga saham adalah faktor yang membuat para investor menginvestasikan dananya dipasar modal dikarenakan dapat mencerminkan tingkat pengembalian modal. Pada prinsipnya investor membeli saham adalah untuk mendapatkan dividen serta menjual tersebut pada harga yang lebih tinggi (capital gain). Para emiten yang dapat menghasilkan laba yang semakin tinggi akan meningkatkan tingkat kembalian yang diperoleh investor yang tercermin dari harga saham perusahaan tersebut (Patriawan, 2011). Harga saham di bursa dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu : Penawaran dan permintaan, Prilaku investor, Kondisi pasar modal, Keadaan perekonomian dan politik (Pratidina, 2010). 2.1.5 Profitabilitas Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebagai kelebihan pendapatan daripada biaya (Foster, 1986). Profitabilitas diukur dengan menggunakan rasio profitabilitas. Menurut Subramanyam dan Wild (2010), rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu dibandingkan dengan modal dan aset yang merupakan hasil bersih dari berbagai kebijakan perusahaan. Rasio profitabilitas dibagi kedalam 18 tiga jenis rasio yaitu profit margin, ROA (return on asset), dan ROE (return on equity). Penelitian ini akan menggunakan ROA dalam mengukur profitabilitas perusahaan. Pemilihan ROA didasari atas tujuan penelitian yang ingin melihat langsung perilaku manajemen perusahaan dihubungkan dengan tindakan perataan laba, sehingga mudah bagi investor untuk menilai sejauh mana kemampuan manajemen dalam menghasilkan laba perusahaan berdasarkan penggunaan aset yang dimiliki. ROA diukur dari rasio laba setelah pajak dibagi dengan total aset. ROA akan menunjukkan efektivitas dan efisiensi investasi dalam menghasilkan laba. Apabila ROA rendah, maka manajemen dinilai memiliki kinerja yang tidak baik dimata pemegang saham sehingga kedudukan manajemen dapat terancam. Agar terhindar dair pengambilalihan kedudukan, maka manajemen cenderung melakukan tindakan perataan laba. Sebaliknya, apabila ROA tinggi, maka manajemen dinilai memiliki kinerja yang baik dimata pemegang saham. Namun, ROA yang tinggi yang dihasilkan oleh profitabilitas yang tinggi akan mengakibatkan fluktuasi laba yang berlebihan. Agar mengurangi fluktuasi laba yang berlebihan tersebut manajemen melakukan tindakan perataan laba. 2.1.6 Pajak penghasilan Pajak penghasilan yaitu pajak yang dikenakan atas penambahan kemampuan ekonomi dalam bentuk apapun yang dihasilkan oleh wajib pajak (Resmi, 2011). Menurut Yuliana (2011) pajak merupakan suatu beban bagi perusahaan, sehingga manajer akan berusaha untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan semaksimal mungkin. Salah satu cara yang digunakan 19 perusahaan agar pajak penghasilan yang harus dibayarkan menjadi rendah adalah dengan cara melakukan tindakan perataan laba. Setiap penghasilan dikenakan pajak dengan jumlah yang berbanding lurus dengan penghasilannya, sehingga bagi perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi mengakibatkan manajer untuk mencari cara agar pajak penghasilan yang harus dibayarkan menjadi rendah, salah satunya dengan cara melakukan tindakan pertaan laba. Menurut Alim (2009) beberapa alternatif kebijakan yang dilakukan manajemen untuk meminimalkan beban pajak adalah : (1) Metode persediaan, (2) Metode depresiasi, (3) Pembelian ekstra. Salah satu insentif yang dapat mempengaruhi manajer untuk melakukan perataan laba adalah keinginan untuk meminimalkan beban pajak atau meminimalkan total nilai pajak yang harus dibayarkan. Perusahaan melakukan tindakan perataan laba untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah (Arens, elder Beasley, 2008). Mengingat adanya perbedaan kebutuhan untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dilaporkan dengan kebutuhan penyajian laporan keuangan yang berkualitas tinggi untuk kebutuhan pemegamg saham, kreditur, dan investor maka ketika akan melakukan tindakan perataan laba, manajemen sering menghadapi suatu konflik kepentingan. Di satu sisi, manajemen umumnya berkeinginan untuk meningkatkan laba yang dilaporkan kepada pemegang saham dan pihak eksternal lainnya, namun di sisi lain manajemen biasanya juga berkeinginan untuk 20 meminimalisir penghasilan kena pajak yang dilaporkan ke kantor pajak (Alim, 2009). 2.2 Pembahasan Hasil penelitian Sebelumnya Adapun penelitian terdahu yang terkait dengan perataan laba adalah sebagai berikut: 1) Namazi dan Khansalar (2011) yang meneliti pengaruh Pertumbuhan Perusahaan dan Nilai Perusahaan terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa semua variabel yang diteliti berpengaruh terhadap praktik perataan laba. 2) Saedi (2012) yang meneliti pengaruh pajak penghasilan dan profitabilitas terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa semua variabel yang diteliti berpengaruh terhadap praktik perataan laba. 3) Luqman dan Shazad (2012) yang meneliti pengaruh profitabilitas dan pajak penghasilan terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa semua variabel yang diteliti berpengaruh terhadap praktik perataan laba. 4) Rahmawati dan Muid (2012) yang meneliti pengaruh ukuran perusahaan, net profit margin, dan debt to equity ratio terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perataan laba, sedangkan net profit margin dan debt to equity ratio tidak berpengaruh. 5) Ramdani (2012) yang meniliti pengaruh financial leverage, net profit margin, besaran usaha, dan return on asset terhadap praktik perataan laba. 21 Hasil dari penelitian menemukan bahwa variabel financial leverage dan besaran usaha berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sedangkan net profit margin dan return on asset tidak berpengaruh. 6) Nafea (2013) yang meneliti pengaruh current ratio, interest cover, dan return on equity terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa semua variabel berpengaruh terhadap praktik perataan laba. 7) Algery (2013) yang meneliti pengaruh profitabilitas, financial leverage dan harga saham terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa hanya variabel financial leverage yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sedangkan variabel profitabilitas dan harga saham tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. 8) Prayadi dan Daud (2013) yang meneliti pengaruh profitabilitas, risiko keuangan, nilai perusahaan, dan stuktur kepemilikan terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa hanya variabel nilai perusahaan yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sedangkan variabel lainnya tidak ada yang berpengaruh. 9) Pramono (2013) yang meneliti pengaruh return on asset, net profit margin, debt to equity ratio dan company size terhadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa semua variabel tidak ada yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba. 10) Pratiwi (2014) yang meneliti pengaruh profitabilitas, kepemilikan manajerial, dan pajak tehadap praktik perataan laba. Hasil dari penelitian 22 ini menemukan bahwa hanya variabel profitabilitas yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sedangkan pajak dan kepemilikan manjerial tidak berpengaruh. 2.3 Rumusan Hipotesis Penelitian 2.3.1 Pengaruh Nilai Saham Terhadap Perataan Laba Nilai saham merupakan cerminan dari nilai perusahaan. Nilai saham yang tinggi akan mencerminkan nilai perusahaan yang tinggi. Salah satu tujuan perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan, peningkatan nilai perusahaan ini berhubungan dengan harga saham, sedangkan pola dari naik turunnya saham dipengaruhi oleh respon investor terhadap laba (informasi keuangan). Penelitian Ilaminir dalam Dewi (2011) menemukan bukti bahwa perataan laba didorong oleh harga saham, perbedaan antara laba aktual dan laba normal dan pengaruh perubahan kebijakan akuntansi yang dipilih oleh manajemen. Dari uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan yaitu : H1 : Nilai saham berpengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan. 2.3.2 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Perataan Laba Profitabilitas merupakan salah satu ukuran penting dari rasio keuangan perusahaan yang sering dijadikan acuan oleh investor dalam membeli atau menjual saham suatu perusahaan. Profitabilitas yang tinggi yang dilihat dari ROA yang tinggi mencerminkan kinerja perusahaan yang baik. Sebaliknya, ROA yang rendah mencerminkan kinerja perusahaan yang tidak baik dimata pemegang 23 saham sehingga kedudukan manajemen dapat terancam. Agar terhindar dari pengambilalihan kedudukan, maka manajemen cenderung melakukan tindakan perataan laba. Namun, ROA yang tinggi yang dihasilkan oleh profitabilitas yang tinggi juga akan mengakibatkan fluktuasi laba yang berlebihan. Agar mengurangi fluktuasi laba yang berlebihan, maka manajemen cemderung melakukan tindakan perataan laba. Penelitian Atarwaman (2011) membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba, proporsi tertingginya ada pada saat profitabilitas perusahaan tersebut tinggi. Menurut hasil penelitian terbukti bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Sedangkan menurut Ashari dkk (1994) menyimpulkan bahwa perusahaan yang tingkat ROA nya rendah mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meratakan labanya. Dari uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah : H2 : Profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan. 2.3.3 Pengaruh Pajak Penghasilan Terhadap Perataan Laba Pajak penghasilan yaitu pajak yang dikenakan atas penambahan kemampuan ekonomi dalam bentuk apapum yang dihasilkan oleh wajib pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yang berkaitan erat dengan profitabilitas. Profitabilitas yang tinggi akan menyebabkan pajak penghasilan yang harus dibayarkan tinggi juga. Sistem pajak memainkan peran kunci dalam laporan keuangan perusahaan dan peraturan pajak adalah faktor utama dalam memilih jenis kebijakan dan 24 metode akuntansi. Perusahaan cenderung untuk melakukan tindakan perataan laba agar dapat meminimalkan jumlah pajak penghasilan yang harus dibayarkan, karena profitabilitas yang tinggi mengarah untuk membayar pajak penghasilan yang tinggi. Hal ini yang menyebabkan manajemen melakukan tindakan perataan laba dengan mengurangi laba serta menaikkan biaya agar pajak penghasilan yang harus dibayarkan menjadi rendah. Jadi, semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan yang menyebabkan pajak penghasilan yang harus dibayarkan juga tinggi, maka semakin tinggi pula kemunghkinan manajemen untuk melakukan tindakan perataan laba. Penelitian Saedi (2012) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba, proporsi tertingginya ada pada saat profitabilitas perusahaan tersebut tinggi dan mengakibatkan pajak penghasilan yang harus dibayarkan juga tinggi. Menurut hasil penelitian terbukti bahwa pajak penghasilan berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Sedangkan penelitian Pratiwi (2014) menunjukkan bahwa pajak yang tinggi maupun rendah perusahaan akan tetap melakukan praktik perataan laba dengan kata lain pajak tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Dari uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah : H3 : Pajak penghasilan berpengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan. 25