Putusan Deptan Gegabah Tidak Mempertimbangkan Kebijakan Perdagangan Jangka Panjang Kamis, 10 Juli 2008 | 01:13 WIB Jakarta, Kompas - Tidak ada alasan yang mendesak bagi Departemen Pertanian untuk menghentikan sementara waktu impor karkas, daging, dan jeroan beku dari Selandia Baru. Kebijakan Deptan tersebut justru akan memicu persoalan baru dalam perdagangan internasional. ”Kebijakan itu menunjukkan kalau pemerintahan Indonesia berjalan sendiri-sendiri. Deptan seharusnya tidak gegabah melakukan itu karena ini terkait kebijakan perdagangan internasional,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring, Rabu (9/7) di Jakarta. Terhitung 7 Juli 2008, Deptan memutuskan menghentikan untuk sementara waktu impor karkas, daging, dan jeroan asal Selandia Baru. Alasannya, negara itu tidak akomodatif terkait audit aspek kehalalan. Menurut Thomas, kebijakan perdagangan antarnegara merupakan domain Departemen Perdagangan, termasuk membuka atau menutup impor suatu produk dari negara tertentu. Kewenangan Deptan terkait kebijakan penghentian importasi hanya sebatas memberikan masukan teknis. Dalam impor karkas, daging, dan jeroan asal Selandia Baru, masukan teknis yang diperlukan berkaitan dengan kesehatan masyarakat veteriner. Itu terkait bahaya penyakit hewan menular (zoonosis) ataupun penyakit menular ke hewan. Mengenai aspek halal tidaknya, bukan domain Deptan, tetapi Majelis Ulama Indonesia (MUI). ”Kalau memang aspek kehalalan yang dipersoalkan, mengapa dalam Surat Edaran Dirjen Peternakan Nomor 07026/2008 tidak mencantumkan usulan MUI. Lain halnya kalau di Selandia Baru ada out break soal penyakit mulut dan kuku (PMK) atau sapi gila (Bovine spongiform encephalopathy/BSE). Ada sesuatu di balik kebijakan ini,” paparnya. Tidak bisa seenaknya Mantan anggota Komisi Ahli Kesehatan Masyarakat Veteriner, Mangku Sitepu, mengatakan, Deptan tidak bisa seenaknya membuat kebijakan terkait perdagangan internasional. ”Karena masalah tersebut bisa di bawa ke sidang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan ada alasan bagi Selandia Baru untuk membawa persoalan ini ke sana,” katanya. ”Daging dan jeroan asal Amerika Serikat dan Kanada yang negaranya tidak bebas penyakit sapi gila saja bisa dimasukkan. Ini menunjukkan Deptan tidak peka dan tidak peduli dengan nasib rakyat,” katanya. Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi-Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Budiyana mengatakan, dampak penutupan impor karkas, daging, dan jeroan asal Selandia Baru akan memicu kenaikan harga daging di dalam negeri. Apalagi kebijakan itu dikeluarkan beberapa bulan menjelang Lebaran. Naiknya harga daging dan jeroan akan memberatkan konsumen di tengah tekanan hidup yang makin berat. Di salah satu pasar modern di Kota Bekasi, selisih harga daging sapi impor dan lokal melebihi Rp 25.000 per kg. Daging sapi impor yang dijual di pasar modern itu berasal dari Australia. (mas/COK)