dampak desentralisasi fiskal terhadap transformasi

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan,
membuka kesempatan kerja, dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Guna
mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama pada tahap awal pembangunan,
diperlukan intervensi pemerintah.
Intervensi pemerintah diperlukan dalam
bentuk pengeluaran pemerintah untuk membiayai fasilitas umum, terutama untuk
membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum.
Intervensi pemerintah diperlukan karena adanya kegagalan pasar dalam
alokasi sumberdaya. Kegagalan pasar dapat terjadi karena adanya barang publik,
pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. Menurut
Musgrave (1989), peranan pemerintah dalam perekonomian meliputi 3 hal, yakni:
(1) peran alokasi, (2) peran distribusi, dan (3) peran stabilisasi. Oleh karena itu
dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah mempunyai wewenang untuk
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alokasi sumberdaya, distribusi faktor
input dan hasil-hasil pembangunan, serta mengatur stabilisasi ekonomi.
Tujuan pembangunan perekonomian Indonesia adalah untuk mencapai: (1)
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, (2) pemerataan hasil-hasil pembangunan, dan
(3) stabilisasi ekonomi.
Intervensi pemerintah untuk mencapai ketiga tujuan
tersebut adalah membuat berbagai instrumen kebijakan baik kebijakan moneter
maupun fiskal.
Instrumen kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh pemerintah pada
umumnya adalah kebijakan suku bunga dan penawaran uang.
Sedangkan
2
intrumen kebijakan fiskal adalah pajak dan subsidi. Kebijakan fiskal yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan setiap tahun.
Dalam
memacu
pertumbuhan
ekonomi,
biasanya
pemerintah
memprioritaskan pada satu sektor. Hal ini dapat dilihat dari besaran anggaran
pemerintah untuk suatu sektor tertentu.
Pada tahap awal pembangunan
perekonomian Indonesia mulai Pelita I (1968-1974) hingga Pelita III (1979-1984),
pemerintah memprioritaskan sektor pertanian khususnya tanaman padi dan
tanaman pangan lainnya, sebagian besar anggaran diarahkan untuk pembangunan
sektor pertanian.
produksi pertanian.
Berbagai program dibuat untuk mendorong peningkatan
Dalam program swasembada beras, kebijakan untuk
mendorong peningkatan produksi tanaman padi, antara lain dengan subsidi input,
dukungan harga output, subsidi kredit, penyuluhan, kelembagaan, serta
pengeluaran pemerintah untuk membangun infrastruktur, seperti sarana jalan,
pencetakan sawah baru dan jaringan irigasi.
Setelah tercapai swasembada beras dan ada keinginan pemerintah untuk
menjadikan Indonesia sebagai negara industri baru, maka sejak tahun 1984
kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia mulai bergeser dari sektor pertanian
ke sektor non pertanian terutama sektor industri dan jasa. Dukungan pemerintah
terhadap kebijakan sektor industri ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan mempercepat transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor
non pertanian.
Berbagai usaha dan program dibuat untuk mendorong percepatan
pertumbuhan sektor industri baik melalui kebijakan moneter maupun kebijakan
3
fiskal seperti deregulasi di bidang perbankan, kebijakan perdagangan, dan alokasi
anggaran untuk pengembangan infrastruktur sektor industri.
Kebijakan
pengembangan sektor industri ini akan berdampak langsung maupun tidak
langsung pada sektor pertanian.
Pertumbuhan di sektor industri seharusnya dapat menyerap angkatan kerja
yang terus meningkat sebagai akibat dari jumlah penduduk yang senantiasa
meningkat dari tahun ke tahun. Namun karena peningkatan angkatan kerja lebih
besar dari peningkatan kesempatan kerja maka tingkat pengangguran terus
mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah pengangguran menimbulkan
permasalahan sosial seperti terjadinya berbagai bentuk tindak kriminal. Dampak
lain bertambahnya jumlah pengangguran terhadap perekonomian adalah
berkurangnya penghasilan pemerintah dari pajak, berkurangnya kapasitas dari
mesin-mesin produksi dan pada akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya
produk domestik bruto (PDB).
Tetapi penurunan PDB sebagai dampak dari
peningkatan pengangguran lebih kecil dari peningkatan PDB sebagai akibat dari
penggunaan kapital intensif pada sektor industri, sehingga secara keseluruhan
PDB menjadi meningkat. Peningkatan penggunaan kapital intensif pada sektor
industri akan mempengaruhi pasar tenaga kerja
Pasar tenaga kerja selalu dipengaruhi oleh dua sisi, yakni sisi permintaan
tenaga kerja dan sisi penawaran tenaga kerja (jumlah angkatan kerja).
Keseimbangan pada pasar tenaga kerja akan tercapai apabila tingkat permintaan
sama dengan tingkat penawaran. Jika terjadi peningkatan harga barang dan jasa,
sementara tingkat upah nominal tidak berubah maka akan menyebabkan
penurunan upah riil. Hal ini menyebabkan peningkatan permintaan tenaga kerja
4
dan menciptakan
kelebihan permintaan (excess demand) tenaga kerja.
Sebaliknya, jika terjadi kenaikan upah nominal, sementara tingkat harga tetap
maka akan menyebabkan upah riil meningkat.
Hal ini menyebabkan kelebihan
penawaran (excess supply) tenaga kerja dan terjadi pengangguran. Peningkatan
upah riil dapat juga terjadi akibat peningkatan permintaan tenaga kerja di suatu
daerah.
Hal ini akan menimbulkan
excess demand tenaga kerja dan akan
mendorong mobilitas tenaga kerja ke daerah tersebut (Hadi, 2002).
Pergerakan tingkat upah dan tingkat penyerapan tenaga kerja dapat
disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran
tenaga kerja.
Kurva permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh indikator
makroekonomi, seperti upah riil, inflasi, investasi, pertumbuhan ekonomi, dan
konsumsi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kurva penawaran tenaga
kerja adalah populasi penduduk dan mobilitas tenaga kerja.
Strategi pembangunan yang dilakukan oleh sebagian negara-negara di
dunia sampai pada dekade 1960-an masih menitikberatkan pada pertumbuhan
ekonomi. Namun mulai awal tahun 1960-an pola pembangunan ekonomi yang
masih menitikberatkan kepada pertumbuhan ekonomi mulai berubah.
Karena
pada kenyataannya di sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia, walaupun
telah mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi, tetapi ternyata taraf hidup sebagian
besar masyarakatnya tidak berubah.
Pada umumnya taraf hidup masyarakat Indonesia yang masih tergolong
rendah diperparah lagi dengan perkembangan perekonomian Indonesia yang tidak
stabil. Goncangan terhadap perekonomian Indonesia terjadi pada tahun 1997,
dimulai dari anjloknya nilai tukar rupiah dan dilanjutkan dengan terjadinya krisis
5
ekonomi dan krisis moneter. Krisis ekonomi dan moneter tersebut berdampak
buruk terhadap sektor riil sehingga mengakibatkan taraf hidup masyarakat
menjadi turun.
Beberapa tahapan untuk mengatasi krisis ekonomi mulai dilakukan. Nilai
tukar rupiah mulai mengalami penguatan kembali, tingkat inflasi menurun dan
pertumbuhan ekonomi meningkat.
Namun, masyarakat menginginkan bukan
hanya peningkatan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pemerataan hasil-hasil
pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya secara optimal untuk kesejahteraan
masyarakat.
Pada tahun 2001, Indonesia mulai menerapkan pola pembangunan dengan
kebijakan desentralisasi fiskal.
Dengan desentralisasi fiskal ini Pemerintah
Daerah diberi kebebasan untuk menyusun sendiri program-program kerja dan
merealokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas daerah yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi daerah serta mengurangi
kesenjangan antar daerah. Kebijakan desentralisasi fiskal akan berdampak pada
perubahan struktur output dan perubahan struktur tenaga kerja serta transformasi
kelembagaan.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang telah siap
melaksanakan UU No 22 dan 25 tahun 1999 (Nuriana, 2000).
Pada masa
pelaksanaan otomoni daerah, di Provinsi Jawa Barat telah terjadi perubahan
pangsa sektor pertanian dan sektor non pertanian (Tabel 1).
Namun demikian
tenaga kerja di sektor pertanian masih termasuk kategori over supply sehingga
masih perlu dilakukan penelitian yang lebih khusus yang berkaitan dengan
6
dampak kebijakan fiskal terhadap perubahan struktur output dan tenaga kerja di
Provinsi Jawa Barat.
1.2. Perumusan Masalah
Pada waktu pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan sentralistik,
pemerintah pusat tidak mendelegasikan kekuasaannya kepada daerah. Hal ini
menyebabkan terabaikannya aspirasi dan kemampuan kreativitas dari masyarakat
lokal dan daerah. Kondisi tersebut berimplikasi kepada kinerja pembangunan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat lokal dan
daerah.
Pada Undang-Undang No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, pola
pemerintahan desa diambil dari pola pemerintahan desa di Jawa dan diseragamkan
ke seluruh wilayah-wilayah di luar Jawa yang mempunyai tatanan kelembagaan
serta adat istiadat dan ekosistem wilayah yang berbeda-beda. Akibatnya posisi
tawar menawar masyarakat dan inisiatif masyarakat lokal menjadi lemah (Anwar,
2000).
Masyarakat menjadi tidak mempunyai kekuatan untuk menolak kebijakan
Pemerintah Pusat yang dicirikan oleh terkonsentrasinya kekuasaan yang bias ke
perkotaan.
Keadaan ini mendorong terjadinya net transfer sumberdaya lokal dari
wilayah pedesaan ke pusat-pusat perkotaan di lokasi kekuasan, khususnya Jakarta,
yang disebut backwash process.
Dampak dari adanya backwash process ini akan menyebabkan terjadinya
aglomerasi industri serta menjadikan populasi penduduk di pusat-pusat perkotaan
meningkat. Aglomerasi ekonomi yang besar-besaran tersebut akan menciptakan
berbagai eksternalitas yang menimbulkan biaya-biaya sosial besar dan selanjutnya
7
menurunkan efisiensi ekonomi kota dan tingkat kesejahteraan masyarakat
keseluruhan. Dalam hal ini, teori penetesan pembangunan (trickle down effect)
seperti yang diharapkan tidak pernah terjadi, bahkan sebaliknya justru yang terjadi
adalah proses ke arah backwash effect.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 mengenai
Otonomi Daerah akan berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan
di wilayah-wilayah di tingkat lokal dimana otonomi tersebut diletakkan pada
tingkat kabupaten.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut Pemerintah Daerah
akan memiliki kewenangan yang lebih besar di dalam merencanakan arah
pembangunan daerahnya sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada.
Di
samping itu Pemerintah Daerah juga akan semakin dituntut untuk lebih mandiri
dalam memecahkan masalah-masalah pembangunan di daerahnya dengan lebih
memberdayakan masyarakatnya.
Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal didasarkan pada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dengan kebijakan desentralisasi fiskal ini
diharapkan fungsi alokasi akan lebih baik. Fungsi alokasi yang lebih baik ini akan
mengarahkan pembangunan ekonomi yang lebih baik.
Pembangunan ekonomi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja,
partisipasi dan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata.
Pertumbuhan
ekonomi yang dialami oleh hampir setiap negara selalu disertai dengan perubahan
struktur perekonomian, yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan
8
meningkatnya pangsa sektor non pertanian, baik dalam hal sumbangan terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB), maupun dalam penyerapan kesempatan kerja.
Pembangunan Nasional yang dimulai pada tahun 1969 telah membawa
hasil yang baik, khususnya bagi Provinsi Jawa Barat. Pertumbuhan ekonomi yang
dicapai Provinsi Jawa Barat merupakan bukti membaiknya kondisi perekonomian
Provinsi Jawa Barat.
Sumbangan sektor pertanian dan non pertanian terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.
Kontribusi PDRB sektor pertanian semakin menurun, sementara kontribusi sektor
non pertanian terhadap PDRB relatif meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
masih perlu dikaji lebih lanjut bagaimana pengaruh kontribusi sektor non
pertanian terhadap kontribusi sektor pertanian.
Angkatan kerja merupakan salah satu faktor produksi yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Namun peningkatan angkatan kerja tersebut membawa
permasalahan yakni penyediaan lapangan kerja. Apabila angkatan kerja tidak
dapat terserap seluruhnya di pasar kerja maka akan terjadi pengangguran. Oleh
karena itu peningkatan jumlah angkatan kerja dan pertumbuhan angkatan kerja
mengharuskan pemerintah untuk menyediakan dan memperluas lapangan kerja
yang diperuntukkan bagi angkatan kerja baru tersebut.
Pergerakan kontribusi tenaga kerja pada sektor pertanian dan sektor non
pertanian terhadap angkatan kerja yang bekerja di Provinsi Jawa Barat dapat
dilihat pada Tabel 1. Kontribusi tenaga kerja di sektor pertanian relatif menurun,
sementara kontribusi tenaga kerja di sektor non pertanian relatif meningkat. Tetapi
tingkat penurunan kontribusi tenaga kerja sektor pertanian hanya mengimbangi
9
penurunan kontribusi output sektor pertanian, sehingga kesejahteraan petani tidak
berubah. Oleh karena itu masih perlu dikaji lebih jauh dampak dari kebijakan
fiskal pada kontribusi tenaga kerja sektor pertanian maupun kontribusi tenaga
kerja di sektor non pertanian.
Tabel 1. Sumbangan Output dan Tenaga Kerja per Sektor Ekonomi di Provinsi
Jawa Barat Periode 1973-2007
Tahun
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sektor Pertanian (%)
Output
TK
41.20
62.03
36.14
61.00
34.59
62.00
32.28
60.18
30.70
60.18
31.44
56.85
29.97
56.85
26.80
49.08
26.74
50.88
25.21
48.86
24.22
50.21
23.13
49.44
20.23
48.80
22.46
48.18
21.61
47.59
23.06
47.06
22.94
45.76
21.62
44.56
21.10
41.63
19.02
35.38
16.89
39.43
15.96
36.08
15.03
34.09
13.21
33.24
12.63
32.86
16.05
33.24
18.15
32.21
15.51
30.92
16.04
31.90
15.39
32.40
14.45
31.00
13.15
29.82
12.85
31.23
11.12
25.47
10.36
24.38
Sektor Industri Pengolahan (%)
Output
TK
10.23
7.35
8.88
7.35
8.05
3.75
8.48
9.02
9.14
9.03
10.36
8.52
10.69
8.82
9.66
10.60
9.54
9.40
9.32
9.70
8.78
9.73
9.49
9.92
16.87
10.36
18.11
10.06
19.54
10.19
19.67
10.20
20.18
12.13
20.45
14.20
21.57
14.46
27.41
17.01
29.57
14.92
33.05
16.02
35.14
16.77
36.50
16.74
37.86
16.95
35.67
16.01
34.70
15.96
35.06
17.59
38.12
17.01
37.69
16.30
36.73
16.25
40.44
17.60
41.18
17.89
43.23
19.15
44.44
19.53
Sumber: BPS Jawa Barat Berbagai Tahun
Sektor Lainnya (%)
Output
TK
48.57
30.62
54.98
30.66
57.36
30.66
59.24
30.80
60.16
30.80
58.17
34.63
59.34
34.33
63.54
40.32
63.72
39.71
65.47
41.44
67.00
40.05
67.38
40.63
62.90
40.84
59.43
41.77
58.85
42.22
57.37
42.74
56.88
42.11
57.93
41.24
57.33
43.92
53.57
47.60
53.54
45.65
50.99
47.90
49.83
49.14
50.29
50.01
50.49
50.19
51.72
50.75
52.85
51.83
51.98
51.50
45.84
51.09
46.92
51.30
48.82
52.75
46.41
52.58
45.97
50.88
48.13
55.61
47.69
56.35
10
Sejalan dengan program pembangunan maka terjadi perubahan struktur
output dan struktur tenaga kerja. Salah satu program kebijakan yang bertujuan
untuk memberdayakan masyarakat adalah kebijakan desentralisasi fiskal. Hal
yang menarik untuk diteliti adalah apakah setelah pelaksanaan kebijakan fiskal
oleh Pemerintah Daerah ini perubahan struktur output sudah bisa diimbangi
dengan perubahan struktur di bidang ketenagakerjaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah pada penelitian ini adalah: (1)
bagaimana perubahan struktur output dan perubahan struktur tenaga kerja di
Provinsi Jawa Barat, (2) seberapa besar keterkaitan antar sektor ketika terjadi
perubahan struktur output dan tenaga kerja, (3) seberapa besar pengaruh kebijakan
fiskal terhadap peningkatan output dan perubahan struktur output di Provinsi
Jawa Barat, dan (4) seberapa besar pengaruh kebijakan fiskal terhadap
peningkatan tenaga kerja dan perubahan struktur tenaga kerja di Provinsi Jawa
Barat.
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dipaparkan di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1.
Menganalisis perubahan struktur output dan tenaga kerja di Provinsi
Jawa Barat.
2.
Mengkaji keterkaitan antar sektor pada saat berlangsungnya perubahan
struktur output dan tenaga kerja, terutama antara sektor pertanian,
industri dan sektor lainnya.
11
3.
Menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap peningkatan output dan
perubahan struktur output di Provinsi Jawa Barat.
4.
Mengkaji dampak kebijakan fiskal terhadap peningkatan tenaga kerja
dan perubahan struktur tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.
Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi yang baik
bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan
Pemerintah Kabupaten/Kota, dalam melaksanakan pembangunan daerah, untuk
mengatasi masalah distribusi pendapatan, meningkatkan output dan meningkatkan
penyerapan tenaga kerja.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan
pertimbangan bagi pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengambil kebijakankebijakan.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Cakupan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak
kebijakan fiskal terhadap perubahan struktur output dan tenaga kerja di Provinsi
Jawa Barat. Penelitian ini hanya dilakukan untuk Provinsi Jawa Barat sehingga
hasilnya belum dapat digeneralisasikan untuk provinsi lain. Pada penelitian tidak
menganalisis dampak investasi yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan
perekonomian.
Adapun keterbatasan lain pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Tidak membahas perdagangan internasional dan pasar bebas.
2.
Tidak memperhitungkan adanya konspirasi dari luar negeri.
3.
Tidak membahas kebijakan moneter.
4.
Tidak membahas tabungan dan investasi.
5.
Tidak membahas ketimpangan distribusi pendapatan antar daerah.
12
6.
Tidak membahas kemiskinan.
7.
Tidak memasukkan variabel harga.
8.
Tidak memasukkan variabel upah.
9.
Tidak menggunakan PDRB penggunaan.
Di Jawa Barat kontribusi
konsumsi non pangan meningkat, tetapi kontribusi konsumsi pangan
masih lebih tinggi (web site Jawa Barat,2008).
10. Simulasi menggunakan data kabupaten dan kota sehingga untuk spesifik
daerah perlu penyesuaian kembali.
11. Dianggap kemampuan dan keterampilan masyarakat sama padahal pada
kenyataanya kemampuan dan keterampilan masyarakat berbeda.
12. Tidak membahas investasi dan penanaman modal asing dan swasta.
13. Tidak membahas distribusi pendapatan.
Download