PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - JERMAN PERIODE : JANUARI - JUNI 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Jerman 1. Neraca perdagangan Jerman pada periode Januari - Juni 2015 tercatat surplus sebesar € 123,7 miliar, dimana ekspor mencapai € 595,3 miliar (+7,0%), dan impor € 471,6 miliar (+3,0%). 2. Ekspor Jerman ke negara-negara Uni Eropa sebesar € 347,2 miliar, dan impor dari negara-negara Uni Eropa sebesar € 308,9 miliar. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014, ekspor ke negara-negara Uni Eropa meningkat sebesar 6,1%, dan impornya juga meningkat sebesar 2,6%. Ekspor Jerman keluar wilayah Uni Eropa pada periode Januari-Juni 2015 mencapai nilai € 248,1 miliar, dan impor dari luar negara Uni Eropa mencapai € 162,7 miliar. Bila dibandingkan dengan tahun 2014, ekspor Jerman keluar wilayah Uni Eropa meningkat sebesar 8,2%, dan impor dari luar Uni Eropa juga meningkat sebesar 3,8%. 3. Negara tujuan ekspor Jerman adalah negara Eropa, yang mencapai 58,32%, sedangkan negara di luar Eropa mencapai 41,68% antara lain Amerika Serikat, China, Jepang, Korea Selatan, Brasil, India. 4. Kinerja impor Jerman pada periode Januari-Juni 2015 mencapai € 471,6 miliar, atau naik sebesar 3,0% bila dibandingkan periode yang sama tahun 2014, yang mencapai € 457,9 miliar. Sementara itu, negara asal impor Jerman adalah Eropa, yang mencapai 65,50%, sedangkan negara-negara di luar Eropa mencapai 34,50%, antara lain China, Amerika Serikat, Jepang, Taiwan, India, Vietnam, Korea Selatan, dll. Pada periode ini, terdapat 3 (tiga) Produk utama yang diimpor Jerman dengan nilai di atas € 14,9 miliar, yaitu : Electrical Machinery dan Equipment, dengan nilai impor dari Dunia sebesar € 53,38 miliar, dan meningkat 10,68% dibanding periode yang sama tahun 2014. Negara-negara pemasok utama, antara lain : China dan Belanda, dengan pangsa pasar masing-masing 15,31% dan 11,20%. Kemudian Republik Ceko; Perancis dan Polandia, dimana ke-5 negara mengalami peningkatan nilai pasokan. Pada periode ini, dari 5 negara pemasok utama dimana Polandia dan China, mengalami peningkatan nilai pasokan paling tinggi, yang masing-masing mencapai 32,85% dan 15,63%. Sementara itu, Indonesia berada di posisi ke-37 senilai € 164,26 juta, dan nilai ekspornya naik sebesar 27,85%. Tekstil dan Produk Tekstil, dengan nilai sebesar € 20,35 miliar, nilai impor dari Dunia, naik 7,93% dibanding periode yang sama tahun 2014. Negara-negara pemasok utama, antara lain : China, dengan pangsa pasar yang cukup dominan, sebesar 17,62%; Belanda; Turki; Bangladesh dan Italia, yang semuanya mengalami peningkatan nilai pasokan. Kecuali Turki, yang nilai pasokannya turun sebesar 1,78% pada periode ini. Sementara itu, Indonesia berada di posisi ke-20 dengan nilai € 257,38 juta, dan naik 4,34% . Suku Cadang Otomotif, dengan nilai sebesar € 14,91 miliar, naik 4,15% dibanding periode yang sama tahun 2014. Negara-negara pemasok utama, antara lain : Republik Ceko, Polandia dan Perancis, dengan pangsa pasar masing-masing secara berturut-turut adalah : 14,95% , 11,85% dan 10,41% . Kemudian, Italia dan Austria, dimana dari ke-5 negara pemasok utama yang nilai pasokannya meningkat pada periode ini, hanya Rep. Ceko dan Perancis. Sementara itu, Indonesia berada di posisi ke-41 dengan nilai € 9,20 juta, dan naik 31,51% . B. Perkembangan perdagangan bilateral Jerman dengan Indonesia 1. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Jerman periode Januari-Juni 2015 menunjukan angka surplus sebesar € 252,36 juta bagi Indonesia, atau meningkat 56,87% dibanding periode yang sama tahun 2014, yang tercatat surplus sebesar € 160,87 juta. Dari total ekspor Indonesia ke Jerman, ekspor non migas memberikan kontribusi yang sangat dominan yaitu sebesar 99,95%, sedangkan ekspor minyak dan gas bumi dari Indonesia (hanya sebesar 0,05%). Sementara itu, ekspor Jerman ke Indonesia, masih tetap didominasi dengan produk non migas dengan kontribusi sebesar 99,774% dan produk minyak dan gas bumi sebesai 0,226%. Pada periode ini, neraca perdagangan di sektor migas, Indonesia mengalami defisit sebesar € 2,22 juta terhadap Jerman. Namun, di sektor non migas Indonesia berhasil surplus yang lebih besar yaitu sebesar € 254,58 juta terhadap Jerman, dalam neraca perdagangannya. 2. Dari 10 produk utama yang diekspor Indonesia ke Jerman periode Januari-Juni 2015, yang mengalami peningkatan nilai ekspor adalah : Kopi (naik 59,81%); Minyak Sawit (naik 35,49%); Alas Kaki (naik 33,71%); Komponen Otomotif (naik 31,51%); Mesinmesin Elektrik (naik 27,85%); Furniture (naik 9,76%); Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), naik 4,34%; dan Udang (naik 3,63%). Sedangkan, yang mengalami penurunan nilai ekspor adalah : Coklat (turun 27,71%) serta Karet dan Produk Karet (turun 20,50%). Untuk komoditi Minyak Sawit, pada periode ini Indonesia tercatat sebagai pemasok di urutan kedua dari Dunia, setelah Belanda. Sedangkan, pesaing Indonesia lainnya adalah : Malaysia, Papua New Guinea dan Italia. Penurunan nilai ekspor Indonesia, selain disebabkan turunnya permintaan juga akibat menurunnya harga beberapa komoditi di pasar dunia serta semakin meningkatnya produk bersertifikasi dari negara-negara yang merupakan pesaing Indonesia. C. Informasi Lainnya 1. Prediksi pertumbuhan ekonomi Jerman dan Uni Eropa Berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi terbaru yang diterbitkan lembaga penelitian ekonomi German Institute for Economic Research Halle (IWH), GDP Jerman diperkirakan meningkat sebesar 1,8% pada tahun 2015, dan meningkat sebesar 1,7% pada tahun 2016. Untuk kawasan Uni Eropa, komisi Uni Eropa memperkirakan pertumbuhan BIP meningkat sebesar 1,8 persen pada tahun 2015, dan diharapkan peningkatan sebesar 2,1 persen pada tahun 2016. Hal tersebut dikarenakan nilai inflasi Uni Eropa pada kuartal pertama tahun 2015 hampir mendekati nilai nol, yang disebabkan karena penurunan harga energi. Diharapkan dengan menurunnya kesenjangan output akibat dari turunnya harga bahan baku dan menurunnya nilai Euro (€), harga konsumen menjadi meningkat dan terjadi peningkatan inflasi sebesar 1,5 persen pada tahun 2016. Selain itu juga, penurunan nilai mata uang Euro dan kebijakan Uni Eropa yang menyokong kinerja perdagangan, memacu pertumbuhan ekonomi Uni Eropa menjadi lebih baik. 2. Pelayanan Permintaan Hubungan Dagang (Inquiry) Pada bulan September 2015, Indonesian Trade Promotion Center Hamburg menangani sebanyak 4 (empat) inquiry offer to buy. Produk yang diminati Pengusaha Jerman adalah Peralatan Kesehatan; Tembakau; Rempah-rempah; serta Desiccated Coconut dan Cashew Nuts. Sedangkan, sebanyak 5 (lima) inquiry offer to sell dari pengusaha Indonesia mencakup Produk Aluminium; Food & Beverages (kopi, teh, coklat, sereal, susu), dan produk2 kecantikan; Rempah-rempah; Komoditi Agrikultur, dan Hortikultur (kopi, teh, coklat, buah-buahan segar,dll). Sehingga, jumlah total Inquiry sebanyak 9 (sembilan) permintaan. Seluruh permintaan hubungan dagang telah ditindaklanjuti dengan menghubungi importir produk yang bersangkutan serta menyampaikan kepada produsen di Indonesia. 3. Memerangi illegal fishing: Komisi memberi peringatan kepada Taiwan dan Comoros dengan kartu kuning dan menyambut reformasi di Gahna dan Papua New Ginea dengan tangan terbuka. Komisi Uni Eropa (UE) memberi peringatan keras kepada Taiwan dan Comoros, karena mereka tidak kooperatif dalam memberantas illegal fishing. Ghana dan Papua New Guinea mereformasikan sistem perikanan mereka, dan tidak lagi termasuk dalam daftar negara dengan masalah illegal fishing. Komisi UE menekankan ''Zero tolerance policy'' illegal fishing di seluruh dunia dengan memberi peringatan kepada Taiwan dan Comoros sebagai negara yang tidak kooperatif dalam memberantas pemancingan yang tidak dilaporkan, illegal dan tidak terregulasi. Dalam waktu yang bersamaan, komisi UE juga mencabut kartu kuning (peringatan keras) dari negara Ghana dan Papua New Guinea, disebabkan negara ini telah mereformasi sistem perikanan mereka. Komisi pun menggunakan aspek komunikasi sebagai kunci utama dalam IUU Regulation, pada 5 tahun pertama sejak berlakunya peraturan ini. Pemancingan yang tidak dilaporkan, illegal dan tidak terregulasi (IUU) merupakan ancaman terbesar kepada sumber daya laut secara global, karena pemancingan yang tidak terregulasi merusak kehidupan komunitas-komunitas yang tergantung pada pemancingan. Diperkirakan 11-26 juta ton ikan dipancing secara illegal setiap tahunnya (15% dari total pemancingan ikan). Nilai penjualan ikan yang dipancing secara illegal mencapai € 10 triliun. Uni Eropa, sebagai importer ikan terbesar di dunia, mengambil sikap yang tegas terhadap illegal fishing di seluruh dunia. Tidak ada akses masuk untuk produk-produk ikan ke Uni Eropa, tanpa adanya sertifikasi yang legal. Sanksi seperti ini sudah diterapkan untuk negara-negara Kamboja, Guinea, Srilanka. Komisi Uni Eropa untuk lingkungan hidup, maritim dan perikanan, Kermenu Vella mengatakan: keputusan ini menunjukkan ketegasan dari pihak Uni Eropa dalam memberantas pemancingan IUU. Ghana dan Papua New Guinea telah mereformasi sistem perikanan mereka, dan mempunyai kerangka yang legal untuk memberantas pemancingan IUU. Dihimbau kepada authoritas Comoros dan Taiwan untuk mengikuti jejak Ghana dan Papua New Guinea dan bergabung dengan Uni Eropa untuk mempromosikan pemancingan yang legal dan berkesinambungan“. Keputusan untuk memberi peringatan keras kepada Taiwan, didasarkan karena tidak ada kerangka pemancingan yang legal, atau sistem sanksi untuk mengurangi pemancingan IUU dan tidak adanya kontrol, pengawasan serta pemantauan terhadap kapal-kapal pemancingan. Selain itu, Taiwan tidak mematuhi obligasi-obligasi RFMO. Komisi UE telah mengusulkan rencana pelaksanaan kepada Komoro dan Taiwan, agar masalah identifikasi diselesaikan dalam jangka waktu 6 bulan ke depan. Jika kekurangan tidak ditangani dalam waktu 6 bulan, Uni Eropa dapat mempertimbangkan sanksi perdagangan impor perikanan. Ekspor perikanan ke Uni Eropa dari Taiwan berjumlah €13 juta per tahun. Ghana dan Papua Nugini telah berhasil membahas kekurangan dalam sistem perikanan mereka, sejak menerima peringatan dari Komisi UE masing-masing pada November 2013, dan Juni 2014. Mereka telah mengubah kerangka hukum dalam memerangi IUU fishing, memperkuat sistem sanksi mereka, meningkatkan pemantauan dan pengendalian armada mereka dan disesuaikan dengan hukum internasional. Ghana dan Papua New Guinea juga bergabung dalam daftar negara (Korea, Filipina, Fiji, Belize, Panama, Togo dan Vanuatu) yang telah mereformasi sistem mereka, menyusul peringatan dari Uni Eropa, Komisi UE berharap dapat bekerjasama dengan partner internasional untuk memerangi IUU fishing. Memerangi illegal fishing adalah bagian dari upaya Uni Eropa dalam memastikan penggunaan yang berkelanjutan dari laut dan sumber dayanya, sesuai dengan Kebijakan Perikanan Umum Uni Eropa dan penanganan lautan yang lebih baik di seluruh dunia, seperti juga komitmen yang dibuat dalam Sustainable Development Goals ( Goal14: Life Below Watter). Prestasi kunci dari IUU Regulation sejak pelaksanaannya tahun 2010, adalah kepemimpinan Uni Eropa yang telah terbukti mempengaruhi penangkapan ikan di seluruh dunia, penurunan kegiatan ilegal dan perbaikan kondisi untuk masyarakat pesisir, yang bergantung pada perikanan. Pembahasan juga menjabarkan langkah-langkah berikutnya dalam pelaksanaan aturan IUU: misalnya, Komisi UE akan terus bekerja dengan sistem yang sederhana dan hemat biaya, modernisasi dan lainnya. Secara eksternal, Komisi akan terus bekerja dengan negara-negara ketiga, melalui kerjasama dan dialog bilateral serta melalui proses formal pra-identifikasi, identifikasi dan listing yang bertujuan menyelesaikan masalah identifikasi IUU fishing. Latar Belakang Keputusan ini didasarkan pada ''IUU Regulation'' Uni Eropa, yang mulai berlaku tahun 2010. Instrumen utama yang digunakan untuk memerangi penangkapan ikan ilegal, dengan memastikan hanya produk perikanan yang telah disertifikasi legal dapat masuk ke pasar Uni Eropa. Sejak November 2012, Komisi UE telah berdialog formal dengan beberapa negaranegara ketiga (pra-identifikasi atau "kartu kuning"), mengenai peringatan perlunya mengambil tindakan tegas untuk memerangi IUU fishing. Dengan adanya kemajuan yang signifikan, Komisi dapat mengakhiri dialog. Hal ini telah dilakukan untuk Fiji, Panama, Togo dan Vanuatu sejak Oktober 2014, dan untuk Korea dan Filipina sejak April 2015. Dialog formal sedang berlangsung dengan Curaçao (sejak November 2013), Kepulauan Solomon, Tuvalu, Saint Kitts dan Nevis, Saint Vincent and the Grenadines (sejak Desember 2014), dan Thailand (sejak April 2015). Beberapa negara belum menunjukkan komitmen yang nyata untuk reformasi. Sebagai hasilnya produk perikanan yang ditangkap oleh kapal-kapal dari Sri Lanka (sejak Oktober 2014), serta dari Guinea dan Kamboja (sejak November 2013) dilarang untuk diimpor ke Uni Eropa (identifikasi dan daftar atau "kartu merah"). Belize ditarik dari daftar hitam pada Desember 2014, setelah mengadopsi langkahlangkah untuk mengatasi kekurangan dari sistem perikanan mereka. (bth) Sumber : Laporan Atdag (ITPC) Hamburg, September 2015