Respon tanaman jagung

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.)
Botani dan Nama Daerah
Jatropha curcas Linn. di Indonesia lebih dikenal sebagai tanaman pagar
atau tanaman pekarangan yang ditanam di tepian jalan. Tanaman bergetah ini
memiliki beberapa nama daerah diantaranya jarak kosta (Sunda), jarak budeg
(Jawa), kaleke (Madura), Jarak pageh (Bali), Balancai (Manado), nawabih nawas
(Aceh), Tanggang-tanggang kali kanjoli (Makasar), paku kase, paku luba, paku
lunat (Timor Timur), dan balacai bisa (Ternate dan Tidore) (Heyne (1987), Sinaga
(2005), Prihandana dan Hendroko (2006), Nurcholis dan Sumarsih (2007)).
Tanaman penghasil minyak ini diperkirakan pertama kali ditemukan
sekitar 7 juta tahun yang lalu di wilayah benua Amerika dengan susunan
taksonomi sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan vaskular)
Superdivisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Divisio
: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (dikotil)
Subkelas
: Rosidae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Jatropha
Spesies
: Jatropha curcas Linn.
Sumber : Nurcholis dan Sumarsih (2007)
Syarat Tumbuh
Jarak pagar memiliki percepatan tumbuh yang baik apabila kondisi
lingungannya menunjang. Tanaman ini dapat bersifat dorman pada saat musim
kering sehingga Bramasto (2003) mengatakan curah hujan yang sesuai berkisar
300-700 mm/tahun. Akan tetapi, tanaman ini mampu bertahan di daerah kering
yang lembab dengan curah hujan 48-200 mm/tahun (Henning, 2004). Wilayah
optimum pertumbuhan jarak di Indonesia berada pada ketinggian 0-600 mdpl,
5
suhu harian berkisar 22°C -35°C, curah hujan 500-1500 mm/tahun, dan hari hujan
sebanyak 100-120 hari/tahun (Wahid, 2006). Menurut Hariyadi (2005) jarak pagar
dapat tumbuh pada garis lintang 50°LU-40°LS, pada ketinggian tempat 2000
mdpl, suhu berkisar 18°C-30°C, berdrainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah
5.0-6.5.
Morfologi Tanaman
Tanaman penghasil minyak nabati ini merupakan tanaman perdu yang
dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 7 meter. Sistem perakarannya
tunggang dengan warna akar putih kecoklatan, batang silindris, berwarna putih
kelabu, berkayu dan bergetah, daun berwarna hijau berstruktur tunggal dan
berbentuk bulat telur berlekuk, bersudut tiga atau lima, tulang daun menjari
dengan 5-7 tulang daun utama, panjang daun 4-15 cm, dan lebar daun 6-16 cm
(Hariyadi, 2005).
Percabangannya tersusun tidak beraturan dengan tiga jenis cabang yaitu
cabang primer merupakan cabang yang pertama tumbuh atau batang utama,
cabang sekunder adalah yang tumbuh dari cabang primer serta akan menjadi
tempat tumbuh dari cabang terminal, dan cabang terminal ialah tempat tumbuh
dari daun, bunga, dan buah sehingga tindakan pemangkasan menjadi perlu untuk
mengatur produksi. Menurut Ferry (2006) jumlah cabang terminal yang dipelihara
melebihi 40 cabang akan menurunkan produksi sehingga yang terbaik dengan
memelihara tiga cabang terminal untuk setiap satu cabang sekunder.
Hasnam (2006c) mengatakan bahwa tanaman jarak merupakan tanaman
monoecius atau berumah satu. Bunga tersusun dalam malai (inflorescence) dengan
sepal dan petal yang berjumlah lima dan berwarna hijau hinga kecoklatan. Bunga
jantan memiliki 10 stamen dalam pola lingkaran (whorl) dengan membentuk dua
buah tabung sedangkan bunga betina berukuran lebih besar karena ovarium
membentuk lima ruang yang setiap ruang berisi satu bakal biji (ovulum) dan
tangkai putik (stilus) melekat pada kepala putik (stigma). Akan tetapi, Hariyadi
(2005) menyebutkan dalam satu bunga betina umumnya terdiri atas tiga ovulum
yang berarti hanya terdapat tiga ruang di dalam ovarium.
6
Buah masak setelah 40-50 hari dari penyerbukan, buah muda berdaging
dan berwarna kehijauan, kemudian menguning dan mengering. Buah dapat pecah
jika lewat masak dan biasanya berisi tiga biji berwarna kehitaman (Hasnam,
2006). Biji berbentuk ellips, mengandung minyak nabati hingga mencapai 40%,
jumlah produksi biji kering untuk kualitas terbaik adalah 1 300-1 500 biji/kg
(Ferry, 2006).
Jagung (Zea mays L.)
Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang responsif terhadap
kondisi lingkungan. Pertumbuhan tanaman ini sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor lingkungan tumbuhnya seperti ketersediaan hara dalam tanah, ketersediaan
air tanah, dan intensitas cahaya. Faktor lingkungan tersebut akan dapat
mempengaruhi produktivitas hasil tanaman ini, sesuai dengan pernyataan
Purnomo (2005) respon hasil produksi yang rendah terjadi pada pertanaman
jagung yang ditanam pada lahan dengan intensitas cahaya yang rendah atau
ternaungi, karena besarnya kompetisi yang terjadi dengan tanaman pokok
terutama dalam hal unsur hara dan air.
Zea mays akan menunjukkan pertumbuhan yang baik jika benih ditanam
saat musim penghujan. Hal ini memperlihatkan bahwa ketersediaan air untuk
tanaman ini berasal dari air hujan sedangkan ketersediaan hara pada jagung tidak
cukup jika mengandalkan ketersediaan hara mineral tanah sehingga perlu adanya
pemupukan. Cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang
tidak dapat diubah. Pada lahan kering, benih jagung ditanam sedikit lebih dalam
dari lahan basah karena untuk mendekatkan benih dengan sumber air yang dapat
membantu perkecambahan benih hingga dicapai hasil yang optimal (Subandi et
al., 2004).
Jagung termasuk kedalam jenis tanaman C4 yang memiliki respon yang
baik terhadap cahaya yang berbeda dibandingkan dengan tanaman C3 karena
perbedaan karakter fotosintesis. Tanaman C3 pada cahaya rendah kemungkinan
memiliki hasil yang lebih baik daripada tanaman C4 semacam jagung. Cahaya
yang dapat dipergunakan untuk proses fotosintesis adalah cahaya yang
mempunyai panjang gelombang antara 400 – 700 nm. Cahaya ini dikenal dengan
7
radiasi aktif untuk fotosintesis (Photosynthetic Active Radiation/PAR) (Gallo and
Daughtry, 1986; Taiz and Zieger, 1998; Hall and Rao, 1999). Tanaman yang
memperoleh pencahayaan dibawah optimum, produksinya menjadi rendah baik
pada tanaman C4 seperti jagung (Sitompul 2003) maupun tanaman C3 seperti
kedelai (Adisarwanto et al., 2000).
Kompos dan Pupuk Kandang
Tanah merupakan salah satu komponen yang penting bagi pertumbuhan
tanaman. Kondisi tanah yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kurang diperhatikan terutama masalah nutrisi atau hara tanah. Selain
pupuk anorganik yang ditambahkan ke dalam tanah, terdapat pula pupuk organik
diantaranya kompos. Kompos merupakan hasil dekomposisi bahan organik baik
dari sisa tanaman, sisa hewan, maupun limbah organik. Menurut Djuarnani et al.
(2005) menyatakan kompos diartikan sebagai partikel tanah bermuatan negatif
yang dapat berkoagulasi dengan kation dari tanah sesingga terbentuk granulgranul.
Bahan baku dalam pembuatan kompos dapat berupa kotoran sapi, kotoran
ayam, limbah pemotongan hewan, serbuk gergaji, rumput sisa ransum ternak,
jerami padi, kimbah tanaman, sampah rumah tangga, dan limbah industri makanan
(Djaja, 2008). Pembuatan kompos dapat dilakukan di dalam bak, drum, atau di
lahan sawah. Beberapa syarat yang perlu diperhatikan mengenai tempat
pembuatan kompos yaitu :
•
Tempat pembuatan diusahakan berada lebih tinggi dari sekitarnya agar
saat hujan tidak tergenang.
•
Beratap agar tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan.
•
Untuk memudahkan saat pembalikan kompos dan untuk keberlanjutan
produksi maka tempat pembuatan dibagi menjadi empat bagian (4 petak).
•
Satu dengan yang lainnya cukup disekat dengan papan atau bambu.
(Balai Penelitian Teknologi Pertanian, 2009)
Djaja (2008) mengemukakan bahwa pada dasarnya proses pengomposan
dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu oksigen dan aerasi karena mikroba pengurai
mengonsumsi oksigen sehingga perlu pengaturan aerasi, C/N ratio karena dapat
8
menunjukkan kondisi kompos yang telah matang, kandungan air karena dapat
meunjang proses metabolik mikroba, porositas, struktur, tekstur, dan ukuran
partikel bahan baku, pH bahan baku, temperatur, dan lamanya waktu.
Semua bahan organik yang berasal dari pembuangan kotoran ternak yang
digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah
dinamakan pupuk kandang (Balasubramanian dan Bell, 2006). Pupuk kandang
dan sumber organik lainnya digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah,
meningkatkan kadar bahan organik tanah menyediakan hara mikro, dan
memperbaiki
struktur
tanah.
Penggunaan
bahan-bahan
ini
juga
dapat
meningkatkan pertumbuhan mikroba dan perputaran hara dalam tanah. Pupuk
kandang (pukan) yang berasal dari kotoran ternak berbeda satu sama lain. Pukan
dari kotoran sapi dan kerbau banyak mengandung air, kotoran sapi potong
memiliki kandungan air yang lebih sedikit dibandingkan dengan kotoran sapi
perah. kotoran ayam mengandung unsur N tinggi dan sedikit kering, kualitas
pukan antara kotoran ayan petelur berbeda dengan ayam potong dan ayam
kampong (Djaja, 2008).
Adapun keunggulan dari kompos bila dibandingkan dengan pupuk
anorganik diantaranya kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang
lengkap walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, dapat memperbaiki
struktur tanah dengan cara menggemburkan tanah atau meningkatkan ketersediaan
bahan organik dalam tanah, meningkatkat daya serap air dan hara, menyediakan
makanan
bagi
mikroorganisme
tanah,
memperbesar
daya
jerap tanah,
memperbaiki drainase dan aerasi tanah, membantu proses pelapukan bahan
mineral, dan melindungi tanah dari kerusakan, kompos juga menyebabkan
beberapa jenis tanaman tahan terhadap serangan penyakit, dan menurunkan
aktivitas patogen tanah (Djuarnani et al., 2005).
Biodekomposer (EM4, Orgadec, Mdec, dan Biotriba)
Biodekomposer atau aktivator merupakan suatu organisme pengurai materi
organik yang telah diisolasi dan dioptimasi, serta dikemas dalam berbagai bentuk
pada keadaan inaktif yang dapat digunakan untuk mempercepat proses
pengomposan dan meningkatkan kualitas hasil kompos (Sulistyawati et al., 2008).
9
Biasanya organisme ini berupa bakteri, aktinomycetes, atau jamur (Djaja, 2008).
Beberapa jenis biodekomposer telah banyak diaplikasikan oleh masyarakat
terutama petani diantaranya EM4, Orgadec, Mdec, dan Biotriba.
Effective Microorganism (EM4) merupakan suatu bahan pelarut yang
mengandung sejumlah mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan
seperti lumbricus (bakteri asam laktat), actinomycetes, Streptomyces sp., ragi dan
sedikit bakteri fotosintetik dengan mekanisme kerja meningkatkan fermentasi
limbah (mempercepat hilangnya bau), meningkatkan ketersediaan hara, serta
menekan aktivitas organisme pengganggu tanaman dan patogen (Djuarnani et al.,
2005).
Organic decomposer (Orgadec) adalah bioaktivator yang memiliki
kemampuan untuk mengurai bahan organik mentah dalam waktu yang relatif
singkat serta menekan munculnya beberapa penyakit akar. Mikroorganisme yang
terkandung dalam Orgadec diantaranya Trichoderma pseudokoningii dan
Cytophaga sp. yang dapat menghasilkan enzim penghancur lignin dan selulosa
sehingga biodekomposer ini sesuai diaplikasikan pada limbah padat organik
tandan kosong kelapa sawit, kulit kakao, jerami padi, dan pangkasan sisa teh.
Orgadec memiliki mekanisme kerja menurunkan C/N secara efisien, tidak
menimbulkan bau tidak sedap, menghasilkan mutu kompos yang seragam,
efisiensi tenaga kerja karena tidak perlu pembalikan bahan baku, menekan
pertumbuhan gulma, mengandung unsur hara makro dan zat pengatur tumbuh
serta sesuai untuk kondisi tropis (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2008).
Microorganic decomposer (Mdec) merupakan suatu bioaktivator yang
memiliki kemampuan untuk meningkatkan efisiensi perombakan bahan organik,
mikroorganisme yang terkandung dalam Mdec sama dengan Orgadec tetapi
formulasi yang dimiliki berbeda. Dekomposer ini mampu mempercepat proses
pengomposan bahan organik yang bahan bakunya banyak mengandung selulosa
seperti jerami padi yang waktu dekomposisinya selama 2 bulan dapat dipersingkat
menjadi 2 minggu dan yang banyak mengandung lignin seperti tandan kosong
kelapa sawit yang membutuhkan waktu 3 bulan untuk proses penguraian
dipersingkat menjadi 1 bulan. Selain itu, Mdec juga dapat menekan penyakit yang
berasal dari tanah (tertular tanah), menekan larva serangga, menghambat
10
perkecambahan biji gulma, dan volume bahan buangan (Balai Penelitian tanah,
2009).
Biotriba
merupakan
suatu
formulasi
larutan
dekomposer
yang
mengandung mikroorganisme berupa Bacillus panteketkus strain J2 dan
Trichoderma lactae strain TB1. Kedua jenis mikroorganisme tersebut dapat
berfungsi sebagai aktivator dalam proses dekomposisi limbah pasar, limbah
rumah tangga, limbah hewan ternak, dan sisa-sisa tanaman menjadi pupuk organik
yang berkualitas baik. Mekanisme kerja dari kedua mikroorganisme tersebut yaitu
menghambat pertumbuhan cendawan patogenik pada tanaman yang dapat
menyebabkan penyakit tular tanah (soil borne pathogen) dan mampu mengurai
bahan baku kompos yang mengandung lignin dalam waktu yang relatif singkat
(Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 2009).
Download