BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Industri Perkebunan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Karakteristik Industri Perkebunan
Industri perkebunan memiliki karakteristik khusus yang membedakannya
dengan sektor industri lain, ditunjukkan oleh adanya aktivitas pengelolaan dan
transformasi biologis atas tanaman untuk menghasilkan produk yang akan
dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Kegiatan industri perkebunan umumnya
dapat digolongkan menjadi:
1. Pembibitan dan penanaman, yaitu proses pengelolaan bibit tanaman
agar siap untuk ditanam dan diikuti dengan proses penanaman.
2. Pemeliharaan,
berupa
pemeliharaan
tanaman
melalui
proses
pertumbuhan dan pemupukan hingga dapat menghasilkan produk.
3. Pemungutan hasil, yaitu proses pengambilan atau panen atas produksi
tanaman untuk kemudian dijual atau dibibitkan kembali.
4. Pengemasan atau pemasaran, yaitu proses lebih lanjut yang dibutuhkan
agar produk tersebut siap dijual.
Dalam kegiatannya, perusahaan perkebunan seringkali bekerja sama
dengan masyarakat setempat dan pihak terkait lainnya. Bentuk kerja sama
meliputi pengadaan proyek kebun plasma diatas lahan milik masyarakat atau
penyediaan lahan perusahaan yang dikelola oleh masyarakat. Kerjasama tersebut
merupakan karakteristik tambahan sektor perkebunan yang tercermin dalam
penyajian laporan keuangan perusahaan.
20
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Adiningsih (1988:155), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah
terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai mata
uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai
tukar rupiah terhadap Dolar Amerika, nilai tukar rupiah terhadap Euro dan lain
sebagainya.
Kurs merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di
pasar saham maupun di pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati
untuk melakukan investasi portofolio. Terdepresiasinya kurs rupiah terhadap mata
uang asing khususnya dolar Amerika memiliki pengaruh yang negatif terhadap
ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari,2003).
Menurut Samsul (2006: 202), perubahan suatu variabel makro ekonomi
memiliki dampak yang berbeda terhadap harga saham, yaitu suatu saham dapat
terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif.
Misalnya, perusahaan yang berorientasi impor, depresiasi kurs rupiah terhadap
dolar Amerika yang tajam akan berdampak negatif terhadap harga saham
perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang berorientasi ekspor akan menerima
dampak positif dari depresiasi kurs rupaih terhadap dolar Amerika. Ini berarti
harga saham yang terkena dampak negatif mengalami penurunan harga di Bursa
Efek Indonesia (BEI), sementara perusahaan yang terkena dampak positif akan
mengalami kenaikan harga saham.
Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan
mata uang negara lain. Penentuan nilai kurs mata uang suatu negara dengan mata
21
Universitas Sumatera Utara
uang negara lain ditentukan sebagai mana halnya barang yaitu oleh permintaan
dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Hukum ini juga berlaku untuk kurs
rupiah, jika demand akan rupiah lebih banyak daripada suplynya maka kurs rupiah
ini akan terapresiasi, demikian pula sebaliknya. Apresiasi dan Depresiasi akan
terjadi apabila negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas (free
floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme
pasar (Kuncoro, 2001).
Saat ini sebagian besar bahan baku bagi perusahaan-perusahaan di
Indonesia masih mengandalkan impor dari luar negeri (www.kompas.com).
Ketika mata uang rupiah terdepresiasi, hal ini mengakibatkan naiknya biaya bahan
baku tersebut. Kenaikan biaya produksi akan mengurangi tingkat keuntungan
perusahaan. Bagi investor, proyeksi penurunan tingkat laba tersebut akan
dipandang negatif. Hal ini akan mendorong investor untuk melakukan aksi
menjual saham yang dimilikinya.
2.2.1.
Penetuan Nilai Tukar
Ada bebrapa faktor penentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar,
yaitu (Madura, 1993):
1. Faktor Fundamental
Faktor funda mental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi,
suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, espektasi pasar
dan investasi bank sentral.
22
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran
devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara
penawaran tetap, maka harga valuta asing akan terapresiasi, sebaliknyas
apabila ada kekurangan permintaan, sementara penawaran tetap maka
nilai tukar valuta asing akan terdepresiasi.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik
yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik
atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita
sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
2.2.2.
Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Koncoro (2001:26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang
berlaku di perekonomian internasional, yaitu :
1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate)
Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau
tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs
mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :
a. Mengambang bebas (murni) diman kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan
bank sentral/otoritas moneter. Sistem ini sering disebut clean
floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa
23
Universitas Sumatera Utara
tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk
menetapkan atau memanipulasi kurs.
b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange
rate)
dimana
otoritas
moneter
berperan
aktif
dalam
menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu,
cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter
perlu membeli atau menjual valuta asing untuk mepengaruhi
pergerakan kurs.
2. Sistem Kurs tertambat (pegged exchange rate)
Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai tukar mata uangnya
dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang
biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama
“menambatkan” ke suatu mata uang berarti nilai tukar mata uang
tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi
sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi
tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain yang mengikuti mata
uang yang menjadi tambatannya.
3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs).
Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai
tukar mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak
menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama
sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kurnya
dalam periode lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena
24
Universitas Sumatera Utara
itu,
sistem
ini
dapat
menghindari
kejutan-kejutan
terhadap
perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies).
Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai
tukar mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan
dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara
karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang.
Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang” umumnya
ditentukan oleh peranannya dalam mebiayai perdagangan negara
tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda
tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang
mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari bebrapa mata uang yang
berbeda dengan bobot yang berbeda.
5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate).
Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas
nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual
atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs
biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat
sempit.
2.2.3.
Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia.
Menurut Ocktaviana (2007:21), sejak tahun 1970, negara Indonesia telah
menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu :
1. Sistem kurs tetap (1970 – 1978)
25
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut
sistem nilai tukar kurs resmi Rp.250/dolar Amerika sementara kurs
lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang
ditetapkan. Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta
asing.
2. Sistem kurs mengambang terkendali (1978 – 1997)
Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang
mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama
dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem
ini, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan
membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Bank
Indonesia hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi
batas atas atau batas bawah dari spread.
3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997 – Sekarang)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka
mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka Bank
Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai
tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem tukar
mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14
Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan
26
Universitas Sumatera Utara
untuk mengurangi kegiatan intervensi Bank Indonesia terhadap rupiah
dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter
2.3.
dalam negeri.
Tingkat Suku Bunga
Menurut Prawoto dan Avonti (2004), Suku bunga adalah pembayaran yang
dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah yang harus dibayar
per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk
meminjam uang. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197) dalam Wardane,
Suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, diukur dalam Dolar per tahun
setiap Dolar yang dipinjam.
Menurut Keynes (1991), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan
penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang).
Perubahan tingkat suku
bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi,
misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada
tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dn sebaliknya),
sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan mengalami capital loss
atau gain. Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini
merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini
menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu Rupiah yang
diinvestasikan.
2. Suku bunga riil
Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat
inflasi dan didefenisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju
27
Universitas Sumatera Utara
inflasi. Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest
(bunga, kepentingan, hak) merupakan : [1] beban atas penggunaan uang
dalam suatu periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan
dalam suatu perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya.
Unsur- unsur di dalam tingkat Suku bunga meliputi :
1. Syarat jatuh tempo
Berbagai pinjaman
mempunyai syarat atau jatuh tempo. Pinjaman
terpendek adalah pinjaman satu malam. Surat- surat berharga jangka
pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Suratsurat berharga jangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang
lebih tinggi dibandingkan dengan jangka pendek.
2. Resiko
Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki resiko, sementara
lainnya sangat bersifat spekulatif. Obligasi obligasi dan tagihan tagihan
pemerintah didukung dengan penuh kepercayaan, oleh kredit dan
kekuatan pajak dari pemerintah. Unsur unsur ini dapat dipercaya karena
bunga pinjaman pemerintah akan benar benar dibayar. Risiko menengah
terdapat pada pinjaman atas kredit kredit perusahaan yang kondisinya
baik. Sedangkan investasi yang beresiko mempunyai peluang gagal atau
tidak dibayar yang sangat tinggi termasuk investasi pada perusahaan
yang hampir bangkrut.
3. Likuiditas
28
Universitas Sumatera Utara
Aktiva akan disebut likuid apabila dapat ditukarkan dengan kas secara
cepat dan hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit. Sebagian
besar surat berharga, termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan
pemerintah, dapat diukur dengan kas secara cepat mendekati nilai
sekarangnya. Aktiva tidak likuid termasuk aktiva aktiva unik yang tidak
memiliki pasar yang berkembang baik.
4. Biaya biaya administrasi
waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai jenis
pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan biaya administrasi yang
tinggi akan mempunyai bunga 5 sampai 10 persen per tahun lebih besar
dari tingkat bunga lainnya.
2.4.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sebagaimana tercantum dalam UU No. 13 Tahun 1986 tentang Bank
Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sbagai otoritas moneter adalah
membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilaI
Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti
moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimun (Reserve Requirement), Fasilitas
Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar
Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat
Bank Indonesia (SBI).
1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/13/DPM tentang
Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, SBI adalah surat
29
Universitas Sumatera Utara
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek
2. Tujuan penerbitan Sertifikat Bank Indonesia
Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai
Rupiah. Dlam paradigma yag dianut, jumlah uang primer (uang kuartal +
uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai
Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan
uang primer tersebut yang beredar di masyarakat.
3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia
Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral , Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR
tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank
Indonesia serta Intervensi Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentanbg Bank Indonesia.
Scripless Securities Settlement System.
4. Karakteristik SBI
SBI memiliki karakteristik sebagai berikut (www.bi.go.id) :
1. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya
diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan
2. Denominasi: dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan
tertinggi Rp 100 miliar.
3. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan
selebihnya dengan kelipatan Rp 50 juta.
30
Universitas Sumatera Utara
4. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan
diskonto murni (true discount) yang diperoleh dari rumus
Nilai Nominal x 360
Nilai Tunai= ----------------------------------------------------360 + [(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)]
5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa bunga diskonto yang
dibayar di muka.
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
6. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final
sebesar 15%.
7. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless).
8. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
2.5.
Inflasi
Inflasi adalah kecendrungan dari harga umum untuk naik secara terus
menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tida disebut inflasi,
kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian
besar dari harga barang lainnya (Boediono, 1999: 155). Samuelson (1995: 572)
menyatakan bahwa tingkat inflasi adalah meningkatnya arah harga secara umum
yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi (prosentase pertambahan
kenaikan harga) berbeda dari sutu periode satu ke periode lainnya, dan berbeda
pula dari satu negara ke negara lainnya (Sukirno, 2002:15). Kenaikan harga ini
dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang
sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain : indeks biaya hidup/indeks
31
Universitas Sumatera Utara
Harga komsumen (Consumer Price Index), indeks harga perdagangan besar
(Wholesales Price index), GNP deflator.
Inflasi adalah suatu variabel ekonomi makro yang dapat sekaligus
menguntungkan dan merugikan suatu perusahaan. Menurut Samuelson dan
Nordhaus dalam Daniel (1997 : 364) pada dasarnya inflasi yang tinggo tidak
disukai oleh para pelaku pasar modal karena akan meningkatkan biaya produksi.
Secara keseluruhan, laju inflasi yang sedang berlangsung tergantung pada
(i) permintaan, seperti yang ditujukan oleh senjang inflasi atau senjang resesi, (ii)
kenaikan biaya yang diharapkan, (iii) serangkaian kekuatan luar yang datang
terutama dari sisi penawaran. Laju inflasi dapat dipisahkan menjadi tiga
komponen yaitu inflasi inti, inflasi permintaan dan inflasi gejolak (Nopirin,1990).
Inflasi initi adalah inflasi yang komponen harganya dipengaruhi oleh faktor
fundamental. Inflasi permintaan yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah seperti kebijakan harga BBM, listrik, air minum, dan lainnya,
sedangkan inflasi bergejolak adalah inflasi yang dipengaruhi oleh kelancaran
produksi dan distribusi barang dan jasa. Kenaikan inflasi dapat diukur dengan
menggunakan indeks harga konsumen (Consumer Price Index).
Inflasi dapat dipilah berdasarkan sifat temporer atau permanen. Inflasi
yang bersifat permanen adalah laju inflasi yang disebabkan oleh meningktanya
tekanan permintaan barang dan jasa. Sedangkan inflasi yang bersifat temporer
adalah inflasi yang diakibatkan gangguan sementara (misalnya kenaikan biaya
energi,transportasi, dan bencana alam). Adapun cara yang digunakan untuk
mengukur inflasi (Nopirin, 1990).
32
Universitas Sumatera Utara
a. Dengan menggunakan harga umum
b. Dengan menggunakan angka deflator
c. Dengan menggunakan indek harga umum (IHK)
d. Dengan menggunakan harga pengharapan
e. Dengan menggunakan indeks harga dalam dan luar negeri
Adapun data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laju inflasi
indeks harga umum tahunan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tahun 2007
sampai dengan 2012.
2.6.
Saham
Pasar modal merupakan pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan
dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan
sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan
obligasi. Dengan demikian paar modal dapat juga diartikan sebagai sarana
perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjangnya dengan
menjual saham atau megeluarkan obligasi. Pengertian pasar modal yang dalam
bahasa Inggris disebut stock exchange atau stock market, adalah “an organized
market or exchange where shares (stock) are traded”, yaitu suatu pasar yang
terorganisir di mana berbagai jenis efek-efek diperdagangkan.
Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena
pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi
keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar
menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu
pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan
33
Universitas Sumatera Utara
dana (issuer). Dengan adanya pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan
dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan
(return)
sedangkan
pihak
issuer
(dalam
hal
ini
perusahaan)
dapat
memenfaatkandana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu
tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi
keuangan, karena pasar modal memberikan kumungkinan dan kesempatan
memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik
investasi yang dipilih.
Ada beberapa tipe dari saham, ternasuk saham biasa (common stock),
saham preferen (prefrred stock), saham harta (treasury stock), dan saham kelas
ganda (dua class stock). Stock preferen bisanya memiliki prioritas lebih tinggi
dibanding saham biasa dalam pembagian dividen dan aset, dan kadangkala
memiliki hak pilih yang lebih tinggi seperti kemampuan menveto penggabungan
atau pengambilalihan atau hak menolak ketika saham yang dikeluarkan (yaitu,
pemegang saham preferen dapat membeli saham yang dikeluarkan sebanyak yang
dia mau sebelum saham tersebut ditawarkan kepada orang lain). Saham yang
biasa dijual di bursa efek adalah saham biasa dan saham preferen tidak
diperjualbelikan di bursa efek. Struktur kelas ganda memiliki beberapa kelas
saham (contohnya, kelas A, kelas B, kelas C) masing-masing dengan keuntungan
dan kerugaiannya, sendiri-sendiri. Saham harta adalah saham yang telah dibeli
kembali dari masyarakat.
Saham biasa, dikenal sebagai sekuritas penyertaan, sekuritas ekuitas atau
sukup disebut ekuitas (equitas), menunjukkan bagian kepemilikan di sebuah
34
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Masing – masing lembar saham bisa mewakili satu suara tentang
segala hal dalam pengurusan perusahaan suara tersebut dalam rapat tahunan
perusahaan dan pembagian keuntungan.
Pembayaran dividen dapat juga digunakan sebagai sinyal bahwa
perusahaan telah menunjukkan kinerjanya dengan baik dan penurunan dividen
menunjukkan kinerja perusahaan yang buruk. Argumen ini dapat menjelaskan
mengapa perusahaan membayarkan dividen yang disesuaikan dengan laba bersih.
Pada dasarnya, perusahaan cenderung menigkatkan dividen jika terdapat
tingkat profitabilitas yang tinggi di masa depan dan menurunkan jika manajemen
yakin bahwa tidak terdapat cash flows yang mendukung pembayaran dividen
sesuai dengan packing order theory. Perubahan pembayaran dividen ini
mengandung informasi yang memungkinkan investor merevisi prediski mereka
tentang prospek perusahaan dan akibatnya terjadi penyesuaian harga saham ketika
perubahan diumumkan. Di sekitar tanggal pengumuman dividen, peningkatan
dividen secara umum menimbulkan abnormal returns yang positif bagi investor.
Hal ini disebabkan karena pada umumnya peningkatan dividen diinterprestasi
sebagai sebuah kebijakan yang mengandung informasi baik dalam kaitannya
dengan prospek perusahaan di masa mendatang.
Namun demikian, peningkatan dividen dapat pula menjadi sinyal negatif
bagi investor. Perusahaan yang meningktkan pembayaran dividen dapat dianggap
sebagai perusahaan yang sudah tidak berprospek di masa mendatang, karena
dividen pada dasarnya adalah sisa dana yang dibagikan karena kebutuhan
35
Universitas Sumatera Utara
reinvestasi sudah terpenuhi, maka dividen yang tinggi dapat mengandung arti
tidak adanya investasi yang prospektif di masa mendatang.
2.7.
Signalling Theory
Signalling theory menyatakan bahwa perusahaan melakukan penyesuaian
dividen untuk menunjukkan sinyal akan prospek perusahaan. Yang membuat
metode ini menjadi kompleks adalah kenyataan bahwa dividen yang meningkat
oleh suatu perusahaan dapat diterjemahkan sebagai sinyal positif, namun dapat
pula diartikan sebagai sinyal negatif.
Menurut Sharpe (1997: 211) dan Ivana (2005:16), pengumuman informasi
akuntansi memberikan signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di
masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan
perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui
perubahan dalam volume perdagangan saham. Dengan demikian hubungan antara
publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial
politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi
pasar.
Ada kecendrungan harga saham akan naik jika ada pengumuman kenaikan
dividen, dan harga saham akan turun jika ada pengumuman penurunan dividen,
namun ada argument lain yang lebih rasional, yakni dividen itu sendiri tidak
menyebabkan kenaikan (penurunan) harga saham, tetapi prospek perusahaan,
yang ditunjukkan oleh meningkatnya (menurunnya) dividen yang dibayarkan,
yang menyebabkan perubahan harga saham. Teori tersebut kemudian dikenal
sebagai teori isi informasi dari dividen (information content of dividen). Menurut
36
Universitas Sumatera Utara
teori tersebut, dividen mempunyai kandungan informasi, yaitu prospek
perusahaan di masa mendatang.
Dalam penilaian saham terdapat beberapa model teoritis yang dapat
digunakan. Model yang dikembangkan adalah pendekatan Gordon yaitu Divident
Discount Model (DDM) dengan Constant Growth. Turunan pendekatan DDM
dalam menetukan harga saham adalah :
2.8.
Pengaruh Nilai Tukar Dollar terhadap Rupiah, Tingkat Suku Bunga,
dan Laju Inflasi terhadap Harga Saham.
2.8.1.
Pengaruh Nilai Tukar terhadap Harga saham
Harga saham juga mempengaruhi nilai tukar uang melalui permintaan
uang (money demand equation) yang membentuk satu bisnis model alokasi
portofolio dan moneter dari determinasi nilai tukar uang. Pada kondisi tertentu
yang mencerminkan aktivitas ekonomi riil, perubahan harga saham menyebabkan
peningkatan permintaan uang riil dan nilai mata uang domestik. Disamping itu
harga saham dapat mencerminkan variabel makroekonomi, karena menunjukkan
espektasi pasar terhadap aktivitas ekonomi riil (Ibrahim, 2000). Semenjak model
nilai tukar uang misalnya model moneter mengkorelasikan nilai tukar tersebut
terhadap variabel makro ekonomi, maka perubahan dalam harga saham dapat
menyebabkan efek dari nilai tukar. Ibrahim (2000) juga menemukan hubungan
positif yang lemah antara perbedaan return saham (domestik dikurangi luar
negeri) dengan perubahan dalam nilai tukar. Mok (1993) menemukan bahwa nilai
tuka (FOREX) dan harga saham merupakan dua variabel yang independen, tetapi
37
Universitas Sumatera Utara
ada kausalitas dua arah antara FOREX dan harga saham, tapi pertumbuhan pasar
saham juga mendesak pengaruh positif dari nilai tukar. Indeks SCC (Structural
Contagion Coefficient) yang negatif juga menunjukkan bahwa hubungan antara
harga saham dan nilai tukar adalah positif, yang berarti ketika dolar Hongkong
terdepresiasi, harga saham juga turun dan begitu pula sebaliknya.
Menurut Damele dkk (2004), pergerakan pasar dan juga merupakan hasil
dari market contagion (penularan dari pasar lain). Dalam kondisi asimetri
informasi terhadap harga pasar, perubahan harga pada satu segmen pasar dapat
bergantung dari perubahan harga dalam segmen lain melalui SCC. Pada kondisi
ini, pasar tidak menyerap seluruh informasi secara simultan dan pergerakan harga
menunjukkan lead/lag struktur korelasi. Bany, Amain dan Hook dalam Damele et
al (2004) meneliti nilai tukar di Kuala Lumpur Stock Exchange, menemukan
bahwa return saham nampak mengikuti pergerakan nilai tukar selama periode ini.
Sementara itu Ang (1997) dalam Damele et al (2004) menemukan bahwa harga
saham bergerak secara tepat mengikuti pergerakan nilai tukar. Karmarkar dan
Kawadia (dalam Damele et.al., 2004) menemukan hubungan yang kuat antara
nilai tukar Dollar AS terhadap Rupee dengan Stock Market India. Dengan
menggunakan indeks sektoral yang berbeda, penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa ketika Rupee terdepresiasi maka stock market terdepresiasi begitu pula
sebaliknya.
Oskccee dan Sohrabian (1992) menawarkan penjelasan lain dari efek
harga saham terhadap nilai tukar, dimana hasil kenaikan dalam keseimbangan riil
akan menghasilkan kenaikan tingkat bunga. Akhrirnya, aset financial domestik
38
Universitas Sumatera Utara
akan menjadi lebih atraktif. Sebagai hasilnya, para investor akan menyesuaikan
portofolio asset dalam dan luar negeri melalui permintaan yang lebih banyak aset
domestik. Penyesuaian portofolio dari perusahaan tersebut akan menghasilkan
apresiasi mata uang domestik, karena mereka membutuhkan mata uang domestik
untuk transaksi tersebut. Menurut Ibrahim (2000) jga menegaskan bahwa
perubahan dalam harga saham dapat mempengaruhi aliran masuk dan aliran
keluar modal, yang akan menghasilkan perubahan dalam nilai mata uang. Ibrahim
(2002) menemukan bahwa dalam pengujian multivariat ada kausalitas satu arah
(uni-directional) dari indeks pasar saham (stock market index) terhadap nilai
tukar. Selanjutnya, milai tukar dan indeks pasar saham dipengaruhi oleh suplai
uang dan begitu pula sebaliknya.
Para ekonom yakin bahwa apresiasi mata uang dalam sistem nilai tukar
mengambang (the floating exchange rate regime) akan mempengaruhi daya saing
produk lokal secara internasional dan posisi neraca perdagangan. Nantinya, aliran
kas perusahaan di masa mendatang akan terpengaruh karena buruknya output riil
dan hal ini menurunkan harga saham. Intinya, model tersebut menyimpulkan
bahwa nilai tukar berpengaruh pada harga saham secara positif (Saini .2002).
Dengan melihat porsi kepemilikan saham di bursa efek indonesia yang di
dominasi oleh asing maka kecendrungannya adalah semakin tinggi nilai mata
uang dollar maka semakin tinggi pula indeks harga saham sektor perkebunan.
Artinya, jika dollar naik dari Rp.8.000,- menjadi Rp.9.000,- maka indeks harga
saham sektor perkebunan akan naik.
39
Universitas Sumatera Utara
Dari paparan diatas dapat diajukan hipotesis berikut :
H1
: Terdapat pengaruh positif nilai tukar dollar terhadap harga saham
sektor perkebunan yang terdaftar di BEI.
2.8.2.
Pengaruh suku bunga terhadap harga saham
Ketika suku bunga yang ditetapkan oleh BI naik, maka pada dasarnya akan
menaikkan suku bunga kredit yang dikeluarkan oleh bank. Dengan meningkatnya
suku bunga kredit maka akan mempengaruhi permintaan akan kredit perkebunan.
Dengan naiknya suku bunga kredit akan mempengaruhi permintaan akan produk
perkebunan akan mempengaruhi kinerja perusahaan perkebunan yang terdaftar
pada pasar saham.
Pengaruh signifikan dari suku bunga terhadap harga saham sebagaiman
yang ditemukan Mok (1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif
antara suku bunga dan harga saham. Pengaruh antara suku bunga terhadap harga
saham dikemukanan pula oleh Boediono (1995) yang menyatakan bahwa
perubahan harga saham dipengaruhi oleh bebrapa faktor, yang salah satunya
adalah suku bunga. Hal tersebut didukung pula dengan penelitian yang dilakukan
oleh Utami dan Rahayu (2003) yang menemukan secara empiris pengaruh negatif
suku bunga terhadap harga saham selama masa krisis di Indonesia.
Dari paparan diatas dapat diajukan hipotesis berikut:
H2
: Terdapat pengaruh negatif suku bunga SBI terhadap harga
saham sektor perkebunan di BEI.
40
Universitas Sumatera Utara
2.8.3.
Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham
Penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham
perkebunan dilakukan oleh Almilia (2006) yang menyatakan bahwa makin tinggi
inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya
profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham
dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Utami dan Rahayu (2003)
membuktikan secara empirik pengaruh inflasi terhadap harga saham, semakin
tinggi tingkat inflasi semakin rendah return saham. Penelitian tersebut juga
dilakukan oleh Adams et el (2004) yang menemukan secara signifikan pengaruh
negatif inflasi terhadap return saham. Inflasi yang tinggi bagi perusahaan
perkebunan akan menurunkan profitabilitas perusahaan sehingga return saham
pun dapat terpengaruh. Sangkyun Park (1997) yang meneliti kaitan antara
Variabel makroekonomi, Harga Konsumen, GDP dan tingkat inflasi, suku bunga
terhadap return saham dan variabel lainnya tidak berpengaruh.
Dari paparan di atas dapat diajukan hipotesis berikut :
H3
: Terdapat pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap harga saham
sektor perkebunan di BEI.
2.9.
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh variabel makro ekonomi
terhadap kinerja indeks harga saham menunjukkan hasil yang berbeda
sebagaimana yang ditemukan oleh Tripat dan Nitayagasetya (1999) bahwa
terdapat sensitivitas perusahaan terhadap variabel makro ekonomi yang disebut
41
Universitas Sumatera Utara
resiko sitematik perusahaan yang diperoleh dari hasil regesi return saham
perusahaan dengan variabel makro ekonomi tersebut.
Selanjutnya, beberapa penelitian sebelumnya tentang harga saham dengan
nilai tukar uang (domestik terhadap US dolar) yang akan dilakukan di berbagai
negara menunjukkan hasil yang berbeda. Frank dan Young (Saini et.al, 2002)
yang meneliti US MNC’s menemukan bahwa tidak ada pola yang pasti dari
hubungan harga saham dengan nilai tukar uang. Oskooee dan Sohrabian (1992)
menyimpulkan bahwa ada feedback interaction antara harga saham di Amerika
dengan nilai tukar. Tetapi Ang dan Ghalap (dalam Saini et al, 2002) yang meneliti
lima belas US MNC’s juga menunjukkan hal lain yaitu bursa saham sat itu adalah
efisien dan harga saham menyesuaikan dengan cepat terhadap perubahan nilai
tukar uang. Selanjutnya Smith (1992) menemukan bahwa nilai tukar mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap return saham di Jerman, Jepang dan Amerika.
Hal senada diungkapjan oleh Granger et al (2000) bahwa nilai tukar berpengaruh
(lead) terhadap harga saham di Jepang, Hongkong, dalam periode Januari 1995
sampai November 1997 dan Januari 1986 sampai November 1987.
Dengan menggunkana data bulana selama Juli 1985 sampai Juli 1994,
dalam kasus di emerging market seperti India, Pakistan, Korea Selatan dan
Filipina, Abdalla dan Murinde (1997) menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh
(lead) terhadap harga saham di India, Pakistan dan Korea Selatan. Di Filipina
justru harga saham yang takes the lead. Tetapi temuan Granger et al (2000)
menunjukkan hal lain. Dengan menggunakan data selama periode Janauri 1987
42
Universitas Sumatera Utara
sampai Desember 1994 di Filippinies Market dalam penelitian tersebut ditemukan
bahwa nilai tukar berpengaruh (lead) terhadap harga saham.
Penelitian yang dilakukan Ma dan Kao (1990) menemukan bahwa dengan
menggunakan data untuk enam negara, apresiasi (menguatnya) uang domestik
berpengaruh negatif pada pergerakan harga saham domestik untuk perekonomian
yang didominasi ekspor dan berpengaruh positif pada pergerakan harga saham
domestik di suatu perekonomian yang didominasi impor. Selanjutnya Ajayi dan
Mougue (dalam Setyorini et al., 2000) melalui pendekatan Error Corection Model
(EMC) menemukan bahwa pasangan indeks saham dan nilai tukar di tiap negara
saling berkaitan. Selanjutnya hasil estimasi menunjukkan bahwa keenam negara
tersebut (kecuali Kanada dan Belanda,) perubahan di pasar asing sitransmisikan
ke pasar saham dan sebaliknya. Setyorini et al (2000) menyimpulkan bahwa
pergerakan kurs rupiah terhadap US dolar di pasar valuta asing berpengaruh
secara signifikan terhadap harga saham dan bukan sebaliknya. IHSG berpengaruh
negatif dan signifikan pada kurs rupiah terhadap dolar US secara long run dan
short run.
Sementara itu, hubungan antara suku bunga (interest rate) dengan return
saham terdapat perbedaan hasil antara lain temuan Granger (dalam Mok, 1993)
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif suku bunga terhadap harga
saham. Dalam kesempatan lain, Mok (1993) sendiri dengan menggunakan model
analisis tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kedua variabel ini.
43
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham
seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia. 2003) menyatakan bahwa
makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan.
Park (2000) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara return
saham dan inflasi. Demikian juga Adams et al (2004) menyatakan bahwa berita
mengenai inflasi mempunyai dampak pada return saham. Dari beberapa penelitian
terdahulu dapat disajikan secara sistematis dalam tabel berikut:
2.10.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Menurunnya kurs Dollar terhadap rupiah berpengaruh positif terhadap
ekonomi dan pasar modal, sebaliknya kurs dollar terhadap rupiah berpengaruh
negatif (Harianto, 2000). Melemahnya rupiah akan menyebabkan pasar modal
dalam negeri kurang menarik karena adanya resiko nilai tukar yang meyebabkan
penurunan nilai investasi dan mempunyai hubungan negatif terhadap return
saham. Sebaliknya, hubungan antara nilai tukar dollar terhadap rupiah bisa saja
berpengaruh positif bila investor berasal dari luar negeri dan menggunakan mata
uang asing sehingga semakin terdepresiasinya mata uang rupaiah akan
menyebabkan investor luar cenderung melepas mata uang asingnya untuk
membeli saham yang harganya turun karean pengaruh kurs mata uang.
Suku bunga memiliki hubungan negatif terhadap return saham. Hal ini
disebabkan apabila tingkat suku bunga meningkat, orang cenderung untuk
menabung darpada menginvestasikan modalnya dengan harapab resiko yang
diharapkan lebih kecl dibandingkan bila menginvestasikan modalnya dalam
bentuk saham. Jika tingkat suku bunga turun, investor cenderung lebih suka
44
Universitas Sumatera Utara
investasi dengan membeli saham sehingga permintaan saham akan meningkat dan
akan mendorong peningkatan harga saham.
Tingkat inflasi yang tinggi memiliki hubungan yang negatif terhadap
indeks harga saham. Jika peningkatan biaya faktor produksi lebih tinggi daripada
peningkatan yang dapat dinikmati oleh perusahaan, profitabilitas perusahaan akan
menurun (Harianto, 1998), menyebabkan efek ekuitas menjadi kurang kompetitif
sehingga berdampak pada penurunan harga saham di pasar modal.
Berdasarkan telaah pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka akan
di uji apakah variabel kurs rupiah terhadap dollar US, suku bunga SBI dan laju
inflasi berpengaruh terhadap harga saham sektor perkebunan dan dapat
digambarkan model sebagai berikut ini
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Nilai Tukar rupiah terhadap
Dolar Amerika
+
Tingkat Suku Bunga SBI
-
Harga Saham
Sektor
Perkebunan
2.11. Perumusan Hipotesis
Tingkat Laju Inflasi
Berpedoman pada kerangka pemikiran di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
45
Universitas Sumatera Utara
H1
: Terdapat pengaruh positif nilai tukar dollar terhadap rupiah pada indeks
harga saham sektor perkebunan di BEI.
H2
: Terdapat pengaruh negatif suku bunga terhadap indeks harga saham
sektor perkebunan di BEI.
H3
: Terdapat pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap harga saham sektor
perkebunan di BEI.
46
Universitas Sumatera Utara
Download