UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA JL. YOS SUDARSO NO. 27-29 PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Santi Yanuarti Utami, S.Farm. 1206330072 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA JL. YOS SUDARSO NO. 27-29 PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker Santi Yanuarti Utami, S.Farm. 1206330072 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 iii Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 iv Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur dipanjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara yang dilaksanakan mulai tanggal 19 Agustus sampai 30 Agustus 2013. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan wawasan kefarmasian di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok. Pada penyelesaian penyusunan laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mengarahkan, yaitu kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Depok. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt selaku Pjs. Fakultas Famasi Universitas Indonesia, Depok sampai dengan 20 Desember 2013. 3. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. 4. Drs. Kusnaidi, Apt., sebagai dosen pembimbing PKPA dan Kepala Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara yang telah membimbing dengan sabar dan mengarahkan penulis dengan penuh kesungguhan hati selama PKPA berlangsung. 5. Dr. Harmita, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini. 6. Drg. Leny Aryani sebagai Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara beserta seluruh staf yang telah v Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 menerima, mendukung, dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA. 7. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Papa dan mama, sang perpanjangan tangan-Nya yang paling dekat dan nyata. Terima kasih atas ruahan kasih sayang, doa yang tak pernah putus, seluruh motivasi dan dukungan, serta dekapan dan pelukan, yang telah dan akan selalu menemani Santi dari kecil hingga kini dan nanti. Kakak, Ika Reny Retnowati dan Adik, Sinta Yanuarti Dewi yang selalu memberikan motivasi dan dukungan, serta mau mendengarkan keluhan selama penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Ravi Rays Chaudhary atas kesediaannya mendengarkan keluhan penulis, memberikan saran, dan menyemangati penulis selama penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 9. Teman-teman Apoteker Angkatan 76 dan 77 atas semangat, dukungan dan kerjasama selama ini. 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini menjadi amal ibadah yang dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pihak yang membacanya. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita bimbingan dan balasan kebaikan atas amal ibadah kita. Amin. Penulis 2014 vi Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 vii Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 ABSTRAK Nama NPM Program Studi Judul : Santi Yanuarti Utami, S. Farm : 1206330072 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara Periode 19 Agustus – 30 Agustus 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Utara dan juga memahami tugas pokok dan fungsi dari bagian tenaga kesehatan, bagian standarisasi mutu kesehatan dan bagian farmasi, makanan dan minuman yang termasuk di dalam seksi sumber daya kesehatan (SDK). Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk mengetahui hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 dan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 dalam Penarikan Destrometorfan Sediaan Tunggal. Kata kunci : Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, Bagian farmasi, makanan dan minuman, pemetaan tenaga kesehatan Tugas umum : xi + 63 halaman; 7 lampiran Tugas khusus : iii + 54 halaman; 4 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 15 (2002 - 2011) Daftar Acuan Tugas Khusus : 14 (1984 - 2013) viii Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 ABSTRACT Name NPM Program Study Title : Santi Yanuarti Utami, S. Farm : 1206330072 : Apothecary profession : Pharmacist Internship Program at Health Agency of North Jakarta Administration Period August 19th - August 30th 2013 Pharmacists Professional Practice in Health Agency of North Jakarta Administration aims to understand the duties and functions of parts of North Jakarta Health Office and also to understand the duties and functions of the part of health personnel, parts standardization and quality health pharmacy, food and beverage included in the resources in the health section (SDK). While the purpose of the special task is to determine the relationship of the Indonesian Government Regulation No. 44 in 2010 and the decision of the Head of National Agency of Drug and Food Control Republic of Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 in 2013 in preparation Destrometorfan Single Withdrawal. Keywords : Health Dept North Jakarta, Part pharmaceutical, food and beverage, health workers mapping General Assignment : xi + 63 pages; 7 appendices Specific Assignment : iii + 54 pages, 4 appendices Bibliography of General Assignment: 15 (2002 - 2011) Bibliography of Specific Assignment: 14 (1984 - 2013) ix Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…………………………………….................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………... HALAMAN PENGESAHAN……………………………………….. KATA PENGANTAR……………………………………………...... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……… ABSTRAK…………………………………………………………… DAFTAR ISI………………………………………………………..... DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….... BAB 1 PENDAHULUAN…...………………………………………. 1.1 Latar Belakang……………………………………………. 1.2 Tujuan…………………………………………………….. BAB 2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA….…………………. 2.1 Suku Dinas Kesehatan…………………………………..... ii iii iv v vii viii x xii 1 1 2 3 3 2.2 Visi dan Misi…………………………………………….... 4 2.3 Struktur Organisasi……………………………………...... 4 2.3.1 Subbagian Tata Usaha...…………………………… 5 2.3.2 Seksi Kesehatan Masyarakat....……………………. 6 2.3.3 Seksi Pelayanan Kesehatan……………...………… 8 2.3.4 Seksi Sumber Daya Kesehatan…………………….. 9 2.3.5 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan…………… 11 2.4 Puskesmas……………………………………………….. 2.4.1 Pelayanan farmasi klinik di puskesmas 13 14 (Direktorat jenderal bina kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI, 2006).…..... 2.4.2 Pengelolaan perbekalan farmasi di puskesmas 16 (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010)………………………………...... 19 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN………………………………………………... 3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan…………………………. 3.1.1 Standarisasi Manajemen Kesehatan……………… x 19 19 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 xi 3.1.2 Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin)… 23 3.1.3Tenaga Kesehatan……...………………………….. 25 3.2 Ruang Lingkup Perizinan…………………………………. 27 3.2.1 Apotek………………………………………………. 28 3.2.2 Toko Obat…………………..………………………. 31 3.2.3 Usaha Kecil Obat Rumah Tangga (UKOT)………... 33 3.2.4 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)…………….. 35 3.2.5 Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) dan Surat Izin 38 Praktek Apoteker (SIPA)……..…………………... 3.2.6 Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian 39 (SIKTTK)…............................................................... 3.3 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian (Binwasdal)... 40 3.4 Pelanggaran dan Sanksi………………………………....... 41 BAB 4 PEMBAHASAN……………………………………………... 42 4.1 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi, Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK), Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman………………………………………........... 42 4.2 Pelaporan Narkotika………………….…………………… 48 4.3 Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading…………………… 49 4.3.1 Pelayanan Farmasi Klinik…………………………... 49 4.3.2 Pengelolaan Obat…………………………………… 50 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………… 53 5.1 Kesimpulan………………………………....................... 53 5.2 Saran…………………………………………………....... 53 DAFTAR ACUAN…………………………………………………… 54 LAMPIRAN………………………………………………………….. 56 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara………….. Formulir Permohonan Izin Apotek………………………………… Format Surat Izin Apotek…………………………………………... Formulir Permohonan Izin Pedagang Eceran Obat ………………… Izin Pedagang Eceran Obat (Toko Obat)…………………………... Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan………………………….. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga……………… xii Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 56 57 58 60 61 62 63 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5. Tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Menurut Undang-undang No 36 Tahun 2009 pemerintah bertanggung jawab merencanakan, menyelenggarakan, mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Dengan adanya otonomi daerah, sebagian kewenangan dan tugas pemerintah pusat di bidang kesehatan dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut, pemerintah DKI Jakarta membentuk Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Suku Dinas Kesehatan di setiap kota administrasi yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Dinas Kesehatan Provinsi merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan sedangkan Suku Dinas Kesehatan merupakan unit kerja dari Dinas Kesehatan Provinsi. Suku Dinas Kesehatan bertanggung jawab melaksanakan pelayanan perizinan, perencanaan, pengendalian, dan penilaian efektivitas pelayanan kesehatan di wilayah kota adminstrasi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, Apoteker berperan penting untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian. Selain melakukan pekerjaan kefarmasian, Apoteker juga dapat berperan dalam pemerintahan sebagai penyusun kebijakan di bidang kefarmasian, perizinan, pengawasan, dan pengendalian sarana kefarmasian. Di dalam pemerintahan khususnya 1 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 2 Suku Dinas Kesehatan, peran Apoteker lebih diarahkan pada proses perizinan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sarana kefarmasian serta tenaga kefarmasian. Untuk lebih memahami serta mengetahui peran dan fungsi apoteker di pemerintahan, maka calon apoteker membutuhkan suatu program praktek kerja yang dapat memberikan pengalaman kerja, pengetahuan dan gambaran tentang peran apoteker di Pemerintahan. Oleh karena itu, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara dengan mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) untuk memberikan wawasan kepada calon apoteker mengenai perannya di Suku Dinas Kesehatan. 1.2 Tujuan Pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, bertujuan agar mahasiswa calon apoteker : 1. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara. 2. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi bagian Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman. 3. Mengetahui dan memahami tata cara perizinan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap sarana pelayanan kesehatan farmasi, makanan, dan minuman serta pelaksanaannya di lapangan. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 BAB 2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA 2.1 Suku Dinas Kesehatan Sejak sistem pemerintahan otonomi daerah diberlakukan, Provinsi DKI Jakarta membentuk Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang bertanggung jawab dan berkedudukan di bawah Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pembinaan, dan pengembangan urusan kesehatan. Suku Dinas Kesehatan adalah Unit Kerja Dinas Kesehatan di kota administrasi. Suku Dinas Kesehatan dibentuk di setiap kota administrasi yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat. Kepala Suku Dinas yang memimpin Suku Dinas Kesehatan diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional kepada Walikota Administrasi yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Suku Dinas Kesehatan merupakan penamaan baru yang atas penggabungan dari dua Suku Dinas yang terdahulu, yakni Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat. Hal ini menimbulkan perubahan pada struktur organisasi secara keseluruhan. Sebelum penggabungan, Suku Dinas Pelayanan Kesehatan terdiri dari 6 seksi; yaitu Seksi Pelayanan kesehatan Dasar, Seksi Farmasi Makanan Minuman, Seksi Pelayanan Kesehatan Spesialistik, Seksi Pendataan dan Program, Seksi Gawat Darurat Bencana dan Gakin, Seksi Pengobatan Tradisional, serta Subbag Tata Usaha. Suku Dinas Kesehatan Masyarakat terdiri dari 6 seksi; yaitu Seksi Pendataan dan Program, Seksi Penyakit Menular, Seksi Penyakit Tidak Menular, Seksi Kesehatan Jiwa dan Napza, Seksi Gizi PPSM, Seksi Penyehatan Lingkungan serta Subbag Tata usaha 3 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 4 Setelah Penggabungan kedua Suku Dinas tersebut menjadi Suku Dinas Kesehatan, struktur organisasi berubah menjadi 4 seksi; yaitu Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan, Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan, dan Subbag Tata Usaha. 2.2 Visi dan Misi Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara yaitu “Menjadi Suku Dinas Kesehatan yang profesional menuju Jakarta Utara sehat untuk semua”. Untuk mewujudkan visi tersebut, misi yang ditetapkan yaitu (Suku dinas kesehatan Jakarta utara, 2010): 1. Meningkatkan kompetensi seluruh sumber daya manusia (SDM) di jajaran Suku dinas kesehatan Jakarta utara. 2. Mengembangkan pelayanan perizinan berbasis teknologi informasi. 3. Menciptakan dan meningkatkan kenyamanan lingkungan kerja. 4. Meningkatkan sistem informasi yang cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan berbasis komputer. 5. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih. 6. Memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih sehat serta untuk penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana. 7. Meningkatkan kualitas dan waktu respon pelayanan kesehatan gawat darurat dan bencana. 8. Meningkatkan kerjasama lintas program, lintas sektoral dengan organisasi profesi, organisasi masyarakat dan institusi lainnya dalam mengatasi masalah- masalah kesehatan masyarakat di Jakarta utara. 9. Menindaklanjuti pengaduan masyarakat. 2.3 Struktur Organisasi Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta sesuai dengan Pasal 95 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Perda No.10/2008): 1. Kepala suku dinas kesehatan 2. Subbagian tata usaha Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 5 3. Seksi kesehatan masyarakat 4. Seksi pelayanan kesehatan 5. Seksi sumber daya kesehatan 6. Seksi pengendalian masalah kesehatan Subbagian dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian dan setiap seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan. 2.3.1 Subbagian Tata Usaha Sub bagian tata usaha mempunyai ruang lingkup tugas : 1. Menyusun bahan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 3. Mengoordinasikan penyusunan RKA dan DPA suku dinas. 4. Melaksanakan monitoring, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan DPA suku dinas. 5. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang suku dinas. 6. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan suku dinas. 7. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, dan pemeliharaan dari perawatan prasarana dan sarana kerja suku dinas. 8. Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan, dan ketertiban kantor. 9. Melaksanakan pengelolaan ruang rapat/pertemuan suku dinas. 10. Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara, dan pengaturan acara suku dinas. 11. Menerima, mencatat, membukukan, menyetorkan, dan melaporkan penerimaan retribusi suku dinas kesehatan. 12. Menyiapkan bahan laporan suku dinas yang terkait dengan tugas subbagian tata usaha. 13. Mengoordinasikan penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja, dan akuntabilitas) suku dinas. 14. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas subbagian tata usaha. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 6 Subbagian tata usaha (Subbag TU) membawahi bidang kepegawaian, keuangan, serta umum dan protokol. Bidang kepegawaian memiliki wewenang untuk melaksanakan seluruh aktifitas kepegawaian sesuai dengan tugas dan fungsinya. Secara struktural, koordinator kepegawaian membawahi pengelola data pegawai dan disiplin pegawai, pengelola administrasi kesejahteraan pegawai, dan pengelola administrasi pengembangan karir. Bidang keuangan memiliki wewenang untuk mengurus pengajuan uang kegiatan yang bersumber dari DPA SKPD serta melakukan binwasdal ke Puskesmas. Dalam pelaksanaannya koordinator keuangan dibantu oleh bendahara, verifikator, pengelola pelaporan, pengelola pajak dan sisa kegiatan dan pengelola SPJ. Bidang umum dan protokol memiliki wewenang melaksanakan pengawasan dan pengendalian urusan umum dan protokol. Dalam pelaksanaannya, koordinator umum dan protokol dibantu oleh pengurus barang, pengelola pemeliharaan sarana dan prasarana kantor, pengelola surat menyurat, pengadministrasi surat pengadministrasi surat masuk, keluar, pengadministrasi kegiatan kepala unit, dan pengadministrasi protokol (Suku dinas kesehatan, 2010). 2.3.2 Seksi Kesehatan Masyarakat Seksi kesehatan masyarakat merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi kesehatan masyarakat dipimpin oleh seorang kepala seksi yang bertanggung jawab kepada kepala suku dinas. Tugas pokok dan fungsi seksi kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 3. Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, anak prasekolah, anak usia sekolah, remaja, kesehatan reproduksi usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita dan asuhan keperawatan. 4. Mengoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan pengendalian program kesehatan masyarakat. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 7 5. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi. 6. Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan masyarakat. 7. Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat kota administrasi. 8. Melaksanakan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi manajemen kesehatan yang terintegrasi. 9. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM. 10. Menerapkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG). 11. Melaksanakan kegiatan peran masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. 12. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi kesehatan masyarakat. 13. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi kesehatan masyarakat. Seksi kesehatan masyarakat membawahi tiga bidang, yaitu bidang gizi dan PPSM, bidang kesehatan keluarga, dan bidang promosi dan informasi kesehatan. Bidang kesehatan keluarga mengurusi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan program kesehatan keluarga, seperti kesehatan ibu dan anak, kesehatan lansia, kesehatan gigi dan mulut, dan penanganan kekerasan dalam rumah tangga. Secara struktural, koordinator bidang kesehatan keluarga membawahi pengelola kesehatan ibu, pengelola kesehatan anak, pengelola perawatan kesehatan masyarakat, pengelola lansia, pengelola kekerasan dalam rumah tangga, dan pengelola kesehatan gigi dan mulut. Bidang gizi dan PPSM bertanggung jawab dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan gizi dan PPSM di Puskesmas tingkat kecamatan dan kelurahan. Secara struktural, koordinator membawahi pengelola program gizi dan pengelola PPSM. Bidang promosi dan informasi kesehatan bertanggung jawab atas kelancaran kegiatan promosi dan informasi kesehatan. Secara struktural, koordinator membawahi pengelola SP2TP dan pengelola sistem promosi kesehatan (Suku dinas kesehatan, 2010). Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 8 2.3.3 Seksi Pelayanan Kesehatan Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi pelayanan kesehatan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala suku dinas. Tugas pokok dan fungsi seksi pelayanan kesehatan diantaranya adalah: 1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 3. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian tata laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. 4. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan, dan memanfaatkan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan. 5. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar pelayanan kesehatan. 6. Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengawasan akreditasi sarana pelayanan kesehatan. 7. Memberikan rekomendasi/perizinan sarana pelayanan kesehatan. 8. Memberikan tanda daftar ke pengobat tradisional. 9. Melaksanakan siaga 24 jam/pusat pengendali dukungan kesehatan (Pusdaldukkes). 10. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan. 11. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi pelayanan kesehatan. 12. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan membawahi tiga bidang, yaitu pelayanan kesehatan dasar, gawat darurat dan bencana, pelayanan kesehatan keahlian dan tradisional pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan kesehatan keahlian, pengelola perizinan dan Binwasdal sarana pelayanan kesehatan tradisional serta administrasi. Secara struktural, koordinator bidang pelayanan kesehatan dasar membawahi pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan kesehatan dasar Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 9 sedangkan koordinator pelayanan kesehatan keahlian dan tradisional membawahi pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan kesehatan keahlian, pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan kesehatan tradisional dan pengadministrasi (Suku dinas kesehatan, 2010). 2.3.4 Seksi Sumber Daya Kesehatan Sumber daya kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi sumber daya kesehatan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Bagian ini mempunyai tugas pokok dan fungsi: 1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 3. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman. 4. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan. 5. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan. 6. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan. 7. Melaksanakan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem manajemen mutu. 8. Melaksanakan survei kepuasaan pelanggan kesehatan. 9. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penerapan sistem manajemen mutu kepada Puskesmas. 10. Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator. 11. Melaksanakan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur, assessor, dan auditor mutu pelayanan kesehatan. 12. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, subpenyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo obat, dan industri makanan minuman rumah tangga. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 10 13. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial. 14. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup kota administrasi. 15. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan. 16. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi sumber daya kesehatan. 17. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi sumber daya kesehatan. Seksi sumber daya kesehatan dibagi 3 koordinator, yaitu standarisasi manajemen kesehatan, farmasi makanan dan minuman (Farmakmin), dan bidang tenaga kesehatan. Koordinator standarisasi manajemen kesehatan bertugas dan bertanggung jawab sebagai pengelola administrasi dan perencanaan mutu, melaksanakan survey kepuasan pelanggan kesehatan, merencanakan dan melaksanakan serta memantau program audit internal, eksternal, serta tinjauan manajemen dalam rangka penerapan sistem manajemen mutu. Secara struktural, koordinator standarisasi manajemen kesehatan membawahi pengelola administrasi dan perencanaan mutu pengelola survey kepuasan pelanggan, pengelola audit internal, pengelola audit eksternal dan pengelola forum komunikasi mutu. Koordinator farmakmin bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan perizinan farmasi, makanan, dan minuman, mengendalikan mutu pelayanan farmakmin, membuat perencanaan kegiatan dan anggaran farmakmin, KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) pada customer, memverifikasi berkas perizinan yang masuk, melaksanakan inspeksi/pemeriksaan setempat terhadap sarana pelayanan kesehatan farmakmin, membuat perencanaan kerja, laporan, dan evaluasi kerja mingguan. Secara struktural, koordinator farmakmin membawahi pengelola administrasi farmakmin, pengelola apotek dan UKOT, pengelola industri rumah tangga toko obat, pengelola bimtek, pangan, pengelola pengelola pembinaan tenaga kesehatan, pengadministrasian umum, pengarsip perizinan tenaga kesehatan (nakes), dan penerima izin. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 11 Bagian tenaga kesehatan bertanggung jawab membantu menyusun bahan RKA dan DPA seksi sumber daya kesehatan, menyusun dan mengkoordinasikan pembuatan jadwal pelaksanaan bimbingan teknis tenaga kesehatan, menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, mengoordinir pelaksanaan kegiatan penilaian calon tenaga kesehatan teladan di Puskesmas, mengkoordinir pelaksanaan pembinaan tenaga kesehatan, membantu dalam pelaksanaan segala proses perizinan tenaga kesehatan mulai dari verifikasi berkas permohonan, dan kunjungan lapangan hingga pencetakan izin tenaga kesehatan serta melaksanakan tugas kunjungan dalam hal perizinan tenaga kesehatan. Secara struktural, koordinator membawahi pengelola diklat (Suku dinas kesehatan, 2010). 2.3.5 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Seksi pengendalian masalah kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi pengendalian masalah kesehatan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala suku dinas. Adapun tugas pokok dan fungsi seksi pengendalian masalah kesehatan antara lain: 1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 3. Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah/KLB (Kejadian Luar Biasa), dan kesehatan lingkungan. 4. Melaksanakan kegiatan pembinaan pelaksanaan kesehatan haji. 5. Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular serta kesehatan jiwa masyarakat. 6. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan teknis peningkatan kompetensi surveilans epidemiologi, tenaga kesehatan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat. 7. Melaksanakan kegiatan koordinasi, kerja sama, dan kemitraan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan satuan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 12 kerja perangkat daerah (SKPD), unit kerja perangkat daerah (UKPD) dan atau instansi pemerintahan/swasta/ masyarakat. 8. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan imunisasi. 9. Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan, dan memanfaatkan data dan informasi surveilans epidemiologi sebagai sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD-KLB) pada lingkup kota administrasi. 10. Melaksanakan kegiatan investigasi penyakit potensial KLB dan dugaan wabah serta keracunan makanan.Meningkatkan sistem jaringan informasi wabah/ KLB dan surveilans. 11. Melaksanakan kegiatan pengendalian surveilans kematian. 12. Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan wabah/KLB dan surveilans. 13. Melaksanakan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan pemukiman kumuh, peyehatan di tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), dan upaya pengelolaan lingkungan/upaya pemantauan lingkungan. 14. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang kesehatan lingkungan. 15. Menyiapkan materi pelatihan teknis dalam bidang kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja. 16. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi pengendalian masalah kesehatan. 17. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi pengendalian masalah kesehatan. Seksi pengendalian masalah kesehatan membawahi tiga koordinator, yaitu koordinator kesehatan lingkungan, koordinator penyakit menular dan tidak menular, serta koordinator wabah dan surveilans. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 13 Koordinator kesehatan lingkungan bertanggung jawab mengurus segala hal yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan meliputi penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan lingkungan kumuh, penyehatan di tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida, dan lingkungan lingkungan membawahi pengelola makanan lainnya. Secara koordinator kesehatan minuman, pengelola struktural, koordinator kesehatan lingkungan tempat-tempat yang dibantu oleh umum tempat-tempat industri (TTU-TTI) dan pengelola penyehatan lingkungan. Koordinator Penyakit Menular dan Tidak Menular bertanggung jawab dalam pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyakit menular (DBD, ISPA, Pneumonia, diare, kusta, HIV/AIDS, dan TBC), penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, imunisasi, napza, dan haji. Disamping itu, coordinator ini juga bertugas memberikan informasi mengenai perkembangan penyakit menular di Jakarta Utara. Koordinator Wabah dan Surveilans bertanggung jawab menyusun program, rencana kegiatan, dan alokasi anggaran kegiatan penanggulangan wabah dan surveilans serta melakukan sosialisasi program tersebut. Koordinator ini melakukan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan surveilans pada Puskesmas Kecamatan serta memberikan dan menganalisa perkembangan penyakit menular terutama yang berpotensi menimbulkan KLB (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010). 2.4 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja di Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/kelurahan kelurahan atau dusun/rukun warga (Direktorat jenderal bina kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI, 2006). Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah dari orientasi obat ke pasien (Direktorat jenderal bina kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI, Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 14 2006). Sebagai konsekuensi orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker tenaga kefarmasian dituntut untuk dapat sebagai melaksanakan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin penggunaan obat yang rasional, efektif, aman terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian keterampilan dengan kerja sama antara profesi kesehatan lainnya atau yang lebih dikenal sebagai farmasi klinik (Suku dinas kesehatan DKI Jakarta, 2002). Pelayanan farmasi klinik di puskesmas meliputi (Direktorat jenderal bina kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI, 2006) : 1. Pelayanan resep 2. Pelayanan informasi obat. Sedangkan pelayanan kefarmasian di bidang pengelolaan perbekalan farmasi meliputi: 1. Perencanaan 2. Permintaan 3. Penyimpanan 4. Distribusi 5. Pengendalian penggunaan 6. Pencatatan dan pelaporan. 2.4.1 Pelayanan farmasi klinik di puskesmas (Direktorat jenderal bina kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI, 2006) 2.4.1.1 Pelayanan Resep Pelayanan resep di instalasi farmasi di puskesmas diawali dengan pemeriksaan resep yang meliputi: a. Pemeriksaan kelengkapan administrasi resep b. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik c. Pertimbangan klinik d. Konsultasi dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep obat atau obat tidak tersedia Setelah diperiksa, langkah pelaksanaan selanjutnya adalah peracikan dan pengemasan. Obat yang dibutuhkan di ambil dari rak penyimpanan menggunakan alat, Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 15 dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat. Obat dapat diracik sesuai dengan perintah yang tertera pada resep. Selanjutnya, obat dikemas dan diberi etiket sesuai dengan jenis obat. Obat dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan penggunaan obat yang salah. Langkah selanjutnya petugas menyerahkan obat kepada pasien. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat. Penyerahan obat kepada pasien dilakukan dengan cara yang baik dan sopan. Petugas juga memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya. Di akhir penyerahan petugas memberikan informasi obat. 2.4.1.2 Pelayanan informasi obat Informasi obat yang diberikan harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat adalah buku farmakope Indonesia, informasi spesiallite obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI), Farmakologi dan Terapi serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat Informasi obat yang diperlukan pasien adalah: a. Waktu penggunaan obat b. Lama penggunaan obat c. Cara penggunaan obat d. Efek yang timbul dan hal-hal lain yang mungkin timbul e. Efek samping f. Bahaya salah penggunaan obat g. Cara penyimpanan obat Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pelayanan kefarmasian di puskesmas antara lain: a. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survey berupa angket melalui kotak saran Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 16 b. Dimensi waktu: lama pelayanan yang diukur dengan waktu c. Prosedur tetap (Protap) pelayanan kefarmasian : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan d. Daftar tilik pelayanan kefarmasian di puskesmas. 2.4.2 Pengelolaan perbekalan farmasi di puskesmas (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010) Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan dan pelaporan, serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat. Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat di puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh pengelola obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat pertahun, puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan mengunakan LPLPO. Selanjutnya, instalasi farmasi kabupaten/kota yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas diwilayah kerjanya. Ketepatan dan kebenaran data di puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di kabupaten/kota. Sumber penyediaan obat di puskemas berasal dari dinas kesehatan kabupaten/ kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah obat esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional. Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub unit. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 17 Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi kuasa oleh kepala puskesmas. Setiap penyerahan obat oleh instalasi farmasi kabupaten/kota kepada puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan, meliputi kemasan, jenis, jumlah, bentuk sediaan obat sesuai dengan isi dokumen LPLPO, dan ditanda tangani oleh petugas penerima serta diketahui oleh kepala puskesmas. Setelah obat diterima, obat disimpan. Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat- obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya. Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas adalah Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan pembuatan obat, pengendalian persediaan dan laporan pengelolaan obat. LPLPO sudah harus diterima oleh instalasi farmasi kabupaten/kota paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Kegiatan akhir dari pengelolaan obat adalah supervisi dan evaluasi. Supervisi adalah proses pengamatan secara terencana oleh petugas pengelola obat dari unit yang lebih tinggi (Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/ Kota) terhadap pelaksanaan pengelolaan obat oleh petugas ke unit yang lebih rendah (Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota/Puskesmas/Puskesmas Pembantu/UPT lainnya). Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Evaluasi Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 18 bertujuan untuk menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan dan mencari solusinya, memprediksi kegunaan dari pengembangan program dan memperbaikinya, mengukur kegunaan program-program yang inovatif dan meningkatkan efektifitas program, manajemen, dan administrasi. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN 3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan. Salah satu seksi di Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Utara adalah Seksi Sumber Daya Kesehatan yang membawahi Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan; Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin); serta Tenaga Kesehatan (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010). Agar mampu menjalankan tugas dan fungsinya tersebut, maka Seksi Sumber Daya Kesehatan memiliki wewenang antara lain: 1. Menilai kinerja staf di lingkungan Seksi Sumber Daya Kesehatan 2. Menetapkan perencanaan program Seksi Sumber Daya Kesehatan 3. Mewakili Kepala Suku Dinas sesuai dengan kewenangan yang diberikan 4. Mengendalikan seluruh kegiatan Seksi Sumber Daya Kesehatan 5. Merekomendasikan tertib atau tidaknya izin tenaga dan sarana farmasi, makanan, dan minuman. 3.1.1 Standarisasi Manajemen Kesehatan Tugas dan tanggung jawab Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan adalah: 1. Memastikan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen mutu ditetapkan, diterapkan, dan dipelihara 2. Melaksanakan survey kepuasan pelanggan kesehatan 3. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan penerapan sistem manajemen mutu kepada puskesmas 4. Melaksanakan kegiatan pertemuan koordinasi forum komunikasi manajemen mutu di tingkat Kota Administrasi Jakarta Utara 5. Melaksanakan fasilitas peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur, assessor, dan auditor mutu pelayanan kesehatan 19 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 20 6. Mengusulkan perencanaan dan alokasi anggaran program mutu 7. Merencanakan dan melaksanakan serta memantau program audit internal, eksternal, serta tinjauan manajeman dalam rangka penerapan system manajemen mutu. Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan memiliki wewenang, yaitu: 1. Memberikan masukan kepada Kepala Seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya 2. Melaporkan kinerja seksi yang mempengaruhi sistem manajemen mutu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara 3. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran. 4. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan yang diberikan. Koordinator Standardisasi Manajemen Kesehatan membawahi beberapa Subbagian diantaranya: a. Pengelola Administrasi dan Perencanaan Mutu Subbagian Pengelola Administrasi dan Perencanaan Mutu, memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Menginventarisasi kegiatan di Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara 2. Menginventarisasi kebutuhan anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan pemeliharaan penerapan sistem manajemen mutu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara 3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam rangka penerapan sistem mutu Suku Dinas Kesehatan 4. Membuat rencana kerja tahunan Koordinator Standardisasi Manajemen Mutu 5. Melaporkan rencana anggaran 6. Bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dokumen, berkas, arsip, rekaman, dan sebagainya yang terkait dengan kegiatan mutu Suku Dinas Kesehatan. Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Administrasi dan Perencanaan Mutu adalah: 1. Memberikan masukan kepada Kepala Seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 21 2. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran 3. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan. b. Pengelola Survey Kepuasan Pelanggan Subbagian Pengelola Survey Kepuasan Pelanggan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Memastikan berjalannya kegiatan survey kepuasan pelanggan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara 2. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan survey kepuasan pelanggan 3. Membuat rencana kegiatan tahunan survey kepuasan pelanggan 4. Melaporkan kegiatan survey kepuasan pelanggan. 5. Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Survey Kepuasan Pelanggan adalah: 6. Memberikan masukan kepada kepala seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya 7. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran 8. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan. c. Pengelola Audit Internal Subbagian Pengelola Audit Internal memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Mengelola kegiatan audit internal 2. Memastikan berjalannya kegiatan Audit Internal Suku Dinas Kesehatan 3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan audit internal 4. Membuat laporan kegiatan audit internal Suku Dinas Kesehatan. 5. Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Audit Internal adalah: 6. Memberikan masukan kepada kepala seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya 7. Menyusun perencanaan program mutu dan alokasi anggaran 8. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 22 d. Pengelola Audit Eksternal Subbagian Pengelola Audit Eksternal memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Mengelola kegiatan audit eksternal; 2. Memastikan berjalannya kegiatan Audit Eksternal Suku Dinas Kesehatan; 3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan audit eksternal; 4. Membuat laporan kegiatan audit eksternal Suku Dinas Kesehatan Adapun wewenang dari Subbagian pengelola audit eksternal adalah: 1. Memberikan masukan kepada kepala seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya; 2. Menyusun perencanaan program mutu dan alokasi anggaran; 3. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan. e. Pengelola Forum Komunikasi Mutu Subbagian Pengelola Forum Komunikasi Mutu memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Mengelola kegiatan forum komunikasi mutu yang merupakan pertemuan rutin antara perwakilan tim mutu Suku Dinas atau pertemuan antara perwakilan tim mutu Suku Dinas dan puskesmas; 2. Memastikan berjalannya kegiatan forum komunikasi mutu Suku Dinas Kesehatan; 3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan forum komunikasi mutu; 4. Membuat laporan kegiatan forum kemunikasi mutu Suku Dinas kesehatan. Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Forum Komunikasi Mutu adalah: 1. Memberikan masukan kepada Kepala Seksi sehubungan dengan ruang lingkup tugasnya; 2. Menyusun perencanaan program mutu dan alokasi anggaran; 3. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 23 3.1.2 Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin) Tugas dan tanggung jawab Koordinator Farmakmin adalah (Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010): 1. Memberikan pelayanan perizinan Farmakmin; 2. Mengendalikan mutu pelayanan Farmakmin; 3. Membuat perencanaan kegiatan dan anggaran Farmakmin; 4. Verifikasi berkas perizinan yang masuk (ditolak/dilanjutkan); 5. Melaksanakan Inspeksi/pemeriksaan setempat terhadap sarana pelayanan kesehatan Farmakmin. Koordinator Farmakmin memiliki wewenang, antara lain: 1. Menetapkan perencanaan kegiatan Farmakmin; 2. Mewakili Kepala Seksi sesuai dengan kewenangan yang diberikan; 3. Mengendalikan kegiatan perizinan sarana Farmakmin dan kegiatan Binwasdal; 4. Merekomendasikan tertib atau tidaknya izin Farmakmin. Koordinator Farmakmin membawahi beberapa Subbagian diantaranya: a. Pengelola Administrasi Farmakmin Subbagian Pengelola Administrasi Farmakmin memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Mengoordinasikan peninjauan lapangan; 2. Melakukan pengetikan sertifikat/perizinan; 3. Pemegang program kegiatan sosialisai tenaga Asisten Apoteker, penyuluhan keamanan pangan, dan pembinaan sarana pelayanan Farmakmin; 4. Menerima berkas perizinan dan mencatat dalam buku register; 5. Memberi nomor Surat Tugas dan Rekap BAP; 6. Mengoordinasikan kegiatan Binwasdal ke lapangan untuk semua jenis sarana pelayanan kesehatan Farmakmin; 7. Membuat laporan kegiatan program (SPJ lengkap). Wewenang dari Subbagian Pengelola Administrasi Farmakmin adalah: 1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai kewenangan; Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 24 2. Mengusulkan rencana kegiatan; 3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya. b. Pengelola Apotek dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) Subbagian Pengelola Apotek dan UKOT memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Melaksanakan peninjauan lapangan ke apotek dan UKOT; 2. Melakukan pengetikan sertifikat/perizinan apotek dan UKOT; 3. Melaksanakan kegiatan sosialisasi tenaga Asisten Apoteker; 4. Mengoordinasikan dan melaksanakan kegiatan Binwasdal ke lapangan untuk apotek dan UKOT; 5. Membuat perencanaan maupun laporan kegiatan program; 6. Menerima laporan pemakaian Narkotika dan Psikotropika. Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Apotek dan UKOT adalah: 1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai kewenangan; 2. Mengusulkan rencana kegiatan; 3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya; 4. Merekomendasikan diberikannya izin atau tidak kepada sarana yang ditinjau ke lapangan yang tidak memenuhi persyaratan. c. Pengelola Industri Rumah Tangga Pangan Subbagian Pengelola Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Melaksanakan peninjauan lapangan ke IRTP; 2. Melakukan pengetikan sertifikat/perizinan IRTP; 3. Melaksanakan kegiatan sosialisasi IRTP; 4. Mengoordinasikan dan melaksanakan kegiatan Binwasdal ke lapangan untuk IRTP; 5. Membuat perencanaan dan laporan kegiatan program. Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola IRTP adalah: Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 25 1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai kewenangan; 2. Mengusulkan rencana kegiatan; 3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya; 4. Merekomendasikan diberikannya izin atau tidak kepada sarana yang ditinjau ke lapangan yang tidak memenuhi persyaratan. d. Pengelola Toko Obat Subbagian Pengelola Toko Obat memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Melaksanakan peninjauan lapangan ke toko obat; 2. Melaksanakan kegiatan sosialisasi Toko Obat; 3. Mengoordinasikan dan melaksanakan Binwasdal ke lapangan untuk toko obat; 4. Membuat perencanaan dan laporan kegiatan program; 5. Menerima dan menyimpan obat serta alat perbekalan kesehatan dalam gudang obat dan mencatat dalam buku penerimaan serta kartu stok obat dan alat perbekalan kesehatan. Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Toko Obat adalah: 1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai kewenangan; 2. Mengusulkan rencana kegiatan; 3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya; 4. Merekomendasikan diberikannya izin atau tidak kepada sarana yang ditinjau ke lapangan yang tidak memenuhi persyaratan. 3.1.3 Tenaga Kesehatan Tugas dan tanggung jawab Koordinator Tenaga Kesehatan (NAKES) adalah: 1. Membantu Kepala Seksi menyusun rencana kerja anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) Seksi Sumber Daya Kesehatan; 2. Menyusun jadwal bimbingan teknis tenaga kesehatan; Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 26 3. Menganalisis dan melaksanakan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan; 4. Membantu terlaksananya program kegiatan di Seksi Sumber Daya Kesehatan; 5. Mengendalikan dan mengoordinasikan tugas dan wewenang tenaga kesehatan. Koordinator NAKES memiliki wewenang antara lain: 1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai kewenangan; 2. Mengusulkan rencana program kegiatan; 3. Mengoordinasikan program kegiatan kepada seksi terkait Koordinator NAKES membawahi beberapa Subbagian diantaranya: a. Pengelola Bimbingan Teknis (BIMTEK) Subbagian Pengelola BIMTEK memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Membantu koordinator menyusun dan merencanakan program kerja tenaga kesehatan; 2. Membantu koordinator dalam membuat jadwal BIMTEK tenaga kesehatan; 3. Membantu koordinator dalam pelaksanaan BIMTEK. Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola BIMTEK adalah: 1. Mengusulkan rencana program kegiatan BIMTEK; 2. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya. b. Pengadministrasian Subbagian Pengadministrasian memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Mengarsipkan bahan RKA dan DPA tenaga kesehatan; 2. Mengarsipkan surat masuk dan surat keluar tenaga kesehatan; 3. Mengadministrasikan jadwal bimbingan teknis tenaga kesehatan; 4. Mengadministrasikan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan; 5. Mengadministrasikan hasil program kegiatan di Seksi Sumber Daya Kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 27 Adapun wewenang dari Subbagian Pengadministrasian adalah mengumpulkan data-data dan semua hasil kegiatan program kerja yang ada di Koordinator Tenaga Kesehatan. c. Pengelola Diklat (Pendidikan dan Pelatihan) Subbagian Pengelola Diklat memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Membantu koordinator menyusun dan merencanakan program kerja tenaga Kesehatan; 2. Membantu koordinator membuat jadwal Diklat tenaga kesehatan; 3. Membantu koordinator dalam pelaksanaan Diklat Adapun wewenang dari Subbagian pengelola Diklat adalah: 1. Mengusulkan rencana kegiatan; 2. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya. 3.2 Ruang Lingkup Perizinan Farmakmin mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan perizinan, pengendalian, dan penilaian efektivitas pelayanan kesehatan dalam bidang farmasi, makanan, dan minuman. Layanan perizinan yang diberikan oleh Farmakmin meliputi pemberian surat izin sarana dan surat izin kerja. Adapun jenis surat izin tersebut sebagai berikut (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2011): 1. Untuk sarana kesehatan meliputi: a. Apotek yaitu pemberian Izin Sarana Apotek; b. Toko Obat yaitu pemberian Izin Sarana Toko Obat; c. Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) yaitu pemberian izin prinsip dan izin usaha Usaha Kecil Obat Tradisional; d. Sub PAK yaitu pemberian rekomendasi Sub Penyalur Alat Kesehatan; e. Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) 2. Untuk tenaga kesehatan meliputi: a. Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA); b. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA); c. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK); Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 28 d. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dinyatakan bahwa semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus mempunyai izin. Berdasarkan Undang-undang Kesehatan tersebut, seluruh penyelenggaraan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan minuman di wilayah Provinsi DKI Jakarta harus mempunyai izin yang dapat berupa izin prinsip maupun izin tetap. Izin prinsip dimaksudkan agar pihak penyelenggara mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, dan izin prinsip ini hanya diberikan untuk produksi UKOT. Izin tetap diberikan bila pihak penyelenggara sudah dapat beroperasi penuh karena seluruh persyaratan sarana/prasarana sudah lengkap. Kepemilikan Sarana Kesehatan Farmakmin berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI diperbolehkan untuk perorangan maupun berbentuk badan hukum tergantung jenis dari sarana kesehatan Farmakmin. 3.2.1 Apotek Berdasarkan PP No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan kefarmasian di apotek hanya boleh dilakukan oleh Apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Berdasarkan Permenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian profesi Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat, dan sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melaksanakan tugasnya dan masih memenuhi persyaratan serta tidak melakukan perubahan. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 29 Perubahan tersebut dapat berupa perubahan fisik seperti perubahan/pindah alamat maupun perubahan non fisik seperti perubahan/pergantian kepemilikan, perubahan/pergantian tenaga ahli sarana kesehatan (Apoteker), perubahan/ pergantian nama sarana kesehatan serta perubahan surat izin kesehatan jika hilang. Setiap perubahan fisik dan non fisik tersebut harus disertai dengan perubahan izin apotek dan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan. Untuk mendapatkan SIA baru, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, kamar kerja Apoteker, tempat pencucian alat, dan toilet/WC. Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, dan alamat apotek. Selain itu, apotek juga harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Khusus untuk pemakaian narkotika dan psikotropika, apotek harus melaporkan pemakaiannya setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat. Seorang APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan; 2. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker; 3. Memiliki sertifikat kompetensi profesi; 4. Memenuhi syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker; 5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek lain. Adapun persyaratan perizinan setiap jenis sarana apotek yang telah ditentukan dan didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah (Suku Dinas Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 30 Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002). Persyaratan izin apotek yang bekerjasama dengan pihak lain adalah sebagai berikut: 1. Surat permohonan dari Apoteker ditujukan kepada Suku dinas Kesehatan sebanyak 3 rangkap , 1 rangkap diatas materai Rp 6000,00; 2. Fotokopi KTP Jabodetabek APA; 3. Fotokopi Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA); 4. Surat keterangan lolos butuh bagi SIPA yang berasal dari luar DKI; 5. Denah bangunan dan peta lokasi; 6. Fotokopi yang menyatakan status bangunan dalam akte hak milik/sewa/kontrak; 7. Daftar perlengkapan apotek; 8. Surat pernyataan dari APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi APA lain diatas materai Rp 6000,00; 9. Asli dan fotokopi surat izin dari atasan bagi APA PNS/ABRI/Pegawai Instansi Pemerintahan lainnya; 10. Akte Perjanjian Kerja Sama antara APA dengan Pemilik Sarana Apotek yang disahkan Notaris (salinan asli dan fotokopi); 11. Surat pernyataan PSA tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan dibidang obatobatan diatas materai Rp 6000,00; 12. Daftar Asisten Apoteker; 13. Surat Izin Usaha berdasarkan Undang Undang Gangguan (UUG); 14. Perlengkapan administrasi (etiket, kopi resep, form laporan narkotika, dan lain-lain); 15. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi; 16. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Apabila Apotek buka 24 jam, maka apotek tersebut harus ada Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Jika APA dan Apoteker Pendamping tidak berada di tempat selama 3 bulan secara terus menerus, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Pada setiap pengalihan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 31 tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker Pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika, dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Selain APA, Tenaga Teknis Kefarmasian yang bekerja di apotek juga harus memiliki Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) di apotek tempat Tenaga Teknis Kefarmasian tersebut bekerja. SIKTTK diperoleh dengan mengajukan permohonan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat. 3.2.2 Toko Obat Berdasarkan PP No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, toko obat adalah sarana pelayanan kefarmasian yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obatobat bebas terbatas untuk dijual secara eceran. Penyelenggaraan Toko obat dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam menjalankan praktek kefarmasian di toko obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di toko obat. Untuk mendirikan toko obat, maka Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan Izin Sarana Toko Obat yang ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat. Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha toko obat antara lain (Kementerian Kesehatan RI, 2002): 1. Surat permohonan izin toko obat dari Pemilik ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan sebanyak 3 rangkap, 1 rangkap diatas materai Rp 6000,00; 2. Fotokopi KTP DKI pemilik Toko Obat; 3. Peta lokasi tempat usaha dan denah ruangan; 4. Fotokopi Ijazah, SIKTTK, dan KTP Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab; 5. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab Teknis pada Toko Obat diatas materai Rp 6.000,00; 6. Fotokopi status bangunan; Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 32 7. Pasfoto Pemilik dan Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab 2 lembar ukuran 2 x 3 cm; 8. Surat Pernyataan dari pemilik Toko Obat, tidak akan menjual obat keras daftar G , diatas materai Rp.6000,00; 9. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); 10. NPWP dan UUG. Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan, penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin, sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1331/MenKes/SK/X/2002 ketentuan yang harus dipenuhi oleh toko obat, adalah sebagai berikut: 1. Toko obat dipimpin oleh seorang Tenaga Teknis Kefarmasian sebagai penanggung jawab teknis; 2. Harus memasang papan nama di depan toko yang mudah dilihat oleh umum dengan tulisan “TOKO OBAT BERIZIN” beserta nama toko obat, tulisan “TIDAK MENERIMA RESEP DOKTER’’ dibagian sudut kanan atas harus dicantumkan nomor surat izin; 3. Papan nama minimal berukuran lebar 40 cm dan panjang 60 cm, maksimal 150 cm; 4. Tulisan harus berwarna hitam di atas dasar putih, tinggi huruf paling sedikit 5 cm dan tebal paling sedikit 5 mm; 5. Tidak diperkenankan membuat atau meracik obat, membungkus atau membungkus kembali obat (hanya menjual obat dalam bentuk kemasan asli pabrik); 6. Tidak diperkenankan menerima atau melayani resep dokter; 7. Obat-obat yang termasuk daftar obat bebas terbatas tidak boleh dicampur dengan obat atau barang-barang lain; 8. Tidak diperkenankan bertindak sebagai PBF; Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 33 9. Tidak diperkenankan menjual obat keras, narkotika dan obat-obat berbahaya dan bersedia menyerahkan obat-obat tersebut kepada petugas Suku Dinas Kesehatan setempat bila ditemukan pada saat pemeriksaan; 10. Harus membeli obat-obat dari pedagang besar farmasi yang resmi, yang memiliki izin dari Departemen Kesehatan RI; 11. Membuat laporan 10 jenis obat terbanyak dijual dalam triwulan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat; 12. Tidak diperkenankan menjual obat-obat yang rusak atau kadaluarsa dan bersedia dimusnahkan oleh petugas Suku Dinas Kesehatan setempat bila ditemukan pada saat pemeriksaan; 13. Tidak diperkenankan mengganti, menghilangkan atau membuat tidak dapat dibacanya merek obat, label dan atau tulisan yang terdapat pada obat dan pembungkusnya; 14. Harus mempunyai izin dari Departemen Perdagangan (SIUP); 15. Petugas resmi dari Dinas Kesehatan DKI dan Departemen Kesehatan RI berhak memeriksa setiap waktu; 16. Apabila izin batal atau dicabut maka pemilik izin harus segera menyerahkan surat izinnya kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat; 17. Diwajibkan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku dan yang akan berlaku. 3.2.3 Usaha Kecil Obat Rumah Tangga (UKOT) UKOT merupakan perusahaan yang memproduksi obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan (Kementerian Kesehatan, 1990). UKOT biasanya dilakukan di lingkungan perumahan. Sebelum menjalankan usahanya, pemilik industri obat tradisional ini harus memiliki izin dalam hal sarana dan prasarana industri tersebut. Persyaratan izin UKOT terdiri dari izin prinsip dan izin usaha. Izin prinsip dimaksudkan agar pihak penyelenggara mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan sarana, prasarana dan sumber daya manusia dimana izin prinsip ini hanya diberikan untuk produksi UKOT yang masa berlakunya 3 tahun. Izin usaha diberikan bila pihak Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 34 penyelenggara sudah dapat beroperasi penuh karena seluruh persyaratan sarana/prasarana sudah lengkap. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin prinsip UKOT, antara lain (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002): 1. Surat permohonan dari Direktur/Pimpinan/Perorangan di tunjukan kepada Suku Dinas Kesehatan dibuat 3 rangkap dan 1 rangkap diatas meterai Rp 6000,00; 2. Akte Pendirian Perusahaan bila dalam bentuk PT disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM; 3. Fotokopi Ijazah Apoteker; 4. Fotokopi KTP Jabodetabek Apoteker; 5. Surat Perjanjian Kerjasama antara Apoteker dengan pihak Perusahaan/Pemilik diatas materai Rp. 6000,00; Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha UKOT, antara lain (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002): 1. Surat permohonan dari Direktur/Pimpinan/Perorangan di tunjukan kepada Suku Dinas Kesehatan rangkap 3 dan 1 rangkap diatas meterai Rp 6000,00; 2. Akte pendirian perusahaan; 3. Ijazah Apoteker dan KTP DKI dari Apoteker Penanggung Jawab Teknis; 4. Surat perjanjian kerja sama antara Apoteker dengan pihak perusahaan diatas materai Rp 6000,00; 5. UUG; 6. Peta Lokasi; 7. Denah ruangan produksi, kantor, gudang bahan baku, gudang produk jadi; 8. Bentuk Obat Tradisional yang akan diproduksi; 9. Peralatan dan pengolahan serta pengemasan; 10. Peralatan Laboratorium; 11. Sumber daya/energi yang dipakai; 12. Jumlah tenaga kerja; 13. Nilai investasi; 14. Rencana pemasaran; 15. Buku peraturan Undang Undang dibidang Farmasi; Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 35 16. Status gedung; 17. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 18. Peralatan pengendalian pencemaran; 19. Fotokopi Izin Prinsip UKOT. Perubahan-perubahan non fisik (tidak dilakukan pemeriksaan lapangan) dilakukan jika : 1. Terjadi pergantian direktur/pimpinan sarana kesehatan UKOT (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya); 2. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan UKOT; 3. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan UKOT tanpa pemindahan lokasi; 4. Terjadi pergantian penanggung jawab teknis sarana kesehatan UKOT (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya); 5. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan UKOT hilang atau rusak. Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan) dilakukan jika: 1. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan UKOT; 2. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan UKOT; 3. Terjadi perluasan/penambahan jenis produksi dari sarana kesehatan UKOT. 3.2.4 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) IRTP adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual sampai semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), SPP-IRT bertujuan untuk (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002): 1. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan serta peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan; 2. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen; Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 36 3. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan IRTP. Syarat-syarat Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP), yaitu: 1. Permohonan di atas materai Rp. 6000,00; 2. Fotokopi KTP; 3. Pasfoto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar Syarat-syarat Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, yaitu: 1. Permohonan dari Direktur/Pimpinan ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan rangkap 2 dan 1rangkap diatas materai Rp 6000,00; 2. Surat Izin Perindustrian/Surat Keterangan dari Suku Dinas Perindustrian; 3. Akte pendirian perusahaan (bila dalam bentuk CV, akte notaris dilampirkan); 4. Fotokopi Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan; 5. Data produk makanan yang akan diproduksi; 6. Peta lokasi; 7. Denah ruangan produksi; 8. Rancangan etiket; 9. Fotokopi KTP Pemilik (DKI); 10. Pasfoto pemilik berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar; 11. Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dengan surat keterangan dari asal produk; 12. Status bangunan, untuk milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa lampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik. Adapun tata cara penyelenggaraan SPP-IRT, yaitu: 1. Pengajuan Permohonan; a. Permohonan untuk mendapatkan SPP-IRT ditujukan kepada Pemerintah Daerah atau Kepala Suku Dinas Kesehatan; b. Permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa: i. Susu dan hasil olahannya ii. Daging, ikan, unggas, dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan/atau penyimpanan beku iii. Pangan kaleng Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 37 iv. Pangan bayi v. Minuman beralkohol vi. Air minum dalam kemasan vii. Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan ditetapkan oleh BPOM viii. Pemohon diwajibkan mengikuti PKP dan telah melewati tahap pemeriksaan saran produksinya oleh Suku Dinas Kesehatan. 2. Penyelenggaraan dan Pelaksanaan PKP Penyelenggaraan PKP dalam rangka SPP-IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas Kesehatan di DKI Jakarta. Materi PKP, yaitu: a. Berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari dan memusnahkannya serta pengawetan pangan; b. Higiene dan sanitasi sarana IRTP; c. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB); d. Peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan. Materi pelengkap dapat dikembangkan sesuai kebutuhan Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga, misalnya: a. Pengemasan dan penyimpanan Produk Pangan Industri Rumah Tangga; b. Pengembangan usaha Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga termasuk etika bisnis. 3. Pemeriksaan Sarana Produksi Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas Kesehatan melakukan pemeriksaan ke sarana produksi IRTP. Petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur Pangan. Laporan pemeriksaan sarana produksi IRTP dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 38 4. Sertifikasi Produksi Pangan IRT Sertifikasi yang diterbitkan dari kegiatan ini terdiri dari 2 jenis, yaitu: a. Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan Sertifikasi ini diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan, dimana semua IRTP harus mempunyai minimal 1 orang tenaga yang telah memiliki sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan. Apabila IRTP tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai dengan tugasnya untuk mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan. b. Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) Sertifikat ini diberikan pada IRTP yang mempunyai tenaga yang lulus Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk 1 jenis pangan produk IRTP. 5. Sistem Pendataan dan Pelaporan Penyelenggaraan SPP-IRT di Suku Dinas Kesehatan harus dilaporkan kepada BPOM atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat PKP dan SPPIRTP dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta selambatlambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada BPOM. Sistem pendataan dan pelaporan SPPIRT dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan setempat dan bekerjasama dengan Balai Besar POM. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada BPOM. 3.2.5 Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) dan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) Berdasarkan Permenkes RI Nomor 889/MENKES/Per/V/2011, Apoteker harus memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau distribusi. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 39 kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan (yaitu Suku Dinas Kesehatan). Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: 1. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional; 2. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran; 3. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; 4. Pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar dan 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 tempat fasilitas produksi atau distribusi. Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja. SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA atau SIKA masih tetap berlaku sepanjang STRA dan tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA atau SIKA. 3.2.6 Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) adalah surat izin praktek yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian (yaitu Suku Dinas Kesehatan). Permohonan SIKTTK harus melampirkan: 1. Fotokopi STRTTK; 2. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian; Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 40 3. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; 4. Pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 lembar. SIKTTK dapat diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk paling banyak 3 tempat fasilitas kefarmasian. SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang STRTTK dan tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIKTTK. 3.3 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian (Binwasdal) Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur No. 58 tahun 2002, salah satu tugas Farmakmin adalah melakukan akreditasi dan pengawasan mutu pelayanan farmasi, makanan, dan minuman melalui Binwasdal. Pembinaan (Counseling) adalah kegiatan untuk menyiapkan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar mempunyai kompetensi untuk memenuhi persyaratan. Pengawasan (Supervision/Inspection) adalah evaluasi kesesuaian melalui pengamatan dan penetapan, jika perlu dengan pengukuran, uji, atau cara lain. Pengendalian (Controlling) adalah bagian dari kegiatan yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi yang fokus kepada pemenuhan persyaratan/peraturan perundang-undangan (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2011). Ruang lingkup Pelayanan Binwasdal meliputi (Suku Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2011): 1. Mengendalikan Mutu Pelayanan meliputi BIMTEK dan Self Assessment Mutu Pelayanan pada sarana Farmakmin; 2. Audit Mutu sarana Farmakmin; 3. Rekomendasi perbaikan dan penyeliaan (Supervisi); 4. Memberikan sanksi; 5. Memfasilitasi penyelesaian perselisihan/pengaduan/keluhan dari organisasi profesi dan masyarakat; 6. Mensosialisasikan peraturan perundangan tentang mutu kesehatan Farmakmin Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 41 3.4 Pelanggaran dan Sanksi Semua perizinan Sarana Kesehatan Farmakmin dalam memberikan pelayanan atau operasionalnya selalu mempunyai tujuan yaitu untuk memberikan kesehatan jasmani dan rohani bagi konsumen yang dilayani. Oleh sebab itu, bila pengelola atau pemilik sarana kesehatan tersebut tidak menjalankan seperti apa yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan maka akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002). Sanksi yang akan diberikan bagi pengelola atau pemilik yang tidak menjalankan peraturan perundang-undangan atau pelanggaran dalam mengelola sarana kesehatan Farmakmin dapat dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu: 1. Sanksi administratif berupa: a. Peringatan; b. Penghentian sementara kegiatan; c. Pencabutan izin 2. Sanksi Pidana, diajukan ke pengadilan. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 BAB 4 PEMBAHASAN Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung selama dua minggu, dimulai pada tanggal 19 Agustus hingga 30 Agustus 2013. Selama kegiatan PKPA berlangsung, mahasiswa mendapatkan pengetahuan lebih mengenai kegiatan yang dilakukan di Suku Dinas Kesehatan dengan ikut serta dalam beberapa kegiatan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara. Pada laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, pembahasan dikhususkan pada subkoordinator Farmakmin, Seksi Sumber Daya Kesehatan, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara. Beberapa kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah mempelajari kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) sarana farmakmin; mempelajari alur proses pembuatan Surat Izin Apotek (SIA), Surat Izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT); melakukan rekapitulasi Pelaporan Narkotika dari tiap apotek kecamatan dalam wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara; dan melakukan kunjungan di Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok, Koja, Cilincing, dan Kelapa Gading. Masing-masing mahasiswa melakukan kunjungan pada satu puskesmas kecamatan tersebut. 4.1 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK), Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin) Suku Dinas Kesehatan dibentuk pada bulan Januari 2009. Suku Dinas Kesehatan ini merupakan gabungan dari Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat, dimana sebelumnya kedua suku dinas ini dipisah, hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi berdasarkan Perda No. 10 tahun 2008. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala Suku Dinas 42 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 43 Kesehatan serta mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Dinas Kesehatan berfungsi sebagai penyusun kebijakan di bidang kesehatan untuk wilayah Provinsi, sedangkan Suku Dinas Kesehatan berperan dalam pengawasan pelaksanaan kebijakan tersebut di wilayah kota administratif oleh fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan terdiri dari 1 subbagian (tata usaha) dan 4 seksi, yaitu Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan, dan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) memiliki 3 subseksi, yaitu bagian Standarisasi Manajemen Kesehatan, Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin), dan bagian Tenaga Kesehatan. Apoteker banyak berperan dalam Seksi Sumber Daya Kesehatan terutama pada Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin). Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara lebih ditekankan pelaksanaan dan pengamatan pada koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman (Farmakmin) karena pelaksanaan teknis kebijakan tentang kefarmasian terpusat di bidang tersebut. Koordinator farmakmin secara umum bertanggung jawab dalam pemberian perizinan dan melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (binwasdal) serta penilaian efektifitas pelayanan kesehatan dalam bidang farmasi, makanan, dan minuman. Perizinan terhadap apotek, toko obat, dan UMOT dilakukan dengan alur yang telah diatur menurut ketentuan yang berlaku. Binwasdal dilakukan setiap bulan dan penyuluhan keamanan pangan dilakukan 4 kali dalam setahun. Koordinator Farmakmin bertanggung jawab dalam memberikan perizinan terhadap sarana kesehatan seperti apotek, toko obat, sertifikasi produksi pangan industri rumah tangga (SPP-IRT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT), serta pemberian rekomendasi Sub Penyalur Alat Kesehatan (SPAK) yang didirikan di wilayah Jakarta Utara. Selain itu, Farmakmin juga memberikan perizinan terhadap surat izin tenaga kesehatan (SIKA, SIPA, dan SIKTTK). Pelayanan perizinan ini Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 44 dilakukan di Pusat Pelayanan Perizinan Terpadu (Pelayanan Prima) di Gedung Walikota Jakarta Utara. Pelayanan Prima merupakan gabungan dari Suku-suku Dinas berbagai bidang di Jakarta Utara. Sejak diberlakukan permenkes No.889/Menkes/Per/V/2011 pada 1 juni 2011, perizinan surat izin praktek atau surat izin kerja apoteker (SIPA atau SIKA) dilimpahkan ke suku dinas kabupaten/kota. Pemohon izin menyerahkan berkas permohonan yang sudah lengkap kepada FLO (Front Line Officer) di Pelayanan Prima. FLO akan menerima dan memeriksa kelengkapan berkas serta mengisi check list sesuai dengan persyaratan permohonan izin. Jika berkas tidak lengkap, kekurangan akan diberitahukan kepada pemohon dan berkas akan langsung dikembalikan. Check list hasil pemeriksaan berkas disimpan oleh FLO. Jika berkas permohonan lengkap dan benar, FLO akan membuat tanda terima (rangkap 2, asli untuk pemohon dan fotokopi untuk arsip), mencatat pada buku register, dan menginput data pemohon melalui software. Selanjutnya, berkas permohonan akan diserahkan ke Bagian Tata Usaha (TU). Oleh bagian TU, berkas akan dicatat dan diberi penomoran pada buku agenda masuk. Data akan diteruskan ke seksi melalui software dan berkas akan diserahkan ke Seksi Sumber Daya Kesehatan (yaitu Koordinator Farmakmin) dengan menulis tanggal penerimaan di buku agenda keluar dan paraf penerima di Status Kendali Mutu. Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) menerima berkas permohonan dari TU dan mencatatnya pada register seksi. Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan akan melakukan verifikasi kebenaran dan keabsahan berkas permohonan. Jika hasil verifikasi tidak memenuhi persyaratan, Seksi SDK akan membuat surat penolakan yang ditandatangani oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Berkas permohonan dan surat penolakan akan diserahkan kembali ke FLO. Jika hasil verifikasi memenuhi persyaratan, Seksi SDK akan membuat perjanjian waktu pemeriksaan lapangan. Seksi SDK membuat Surat Tugas yang ditanda tangani oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan mempersiapkan Berkas Pemeriksaan Lapangan. Setelah pemeriksaan lapangan dilaksanakan, BAP lapangan akan dikaji Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 45 dan hasil pemeriksaan lapangan dilaporkan ke Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dan atau Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Bila memenuhi persyaratan di lapangan, pembuatan Surat Izin/SK/Sertifikat akan dilakukan. Bila tidak memenuhi persyaratan di lapangan, surat penolakan izin berserta alasannya akan dibuat dan ditanda tangani oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Surat penolakan dan berkas permohonan diserahkan kembali ke FLO untuk dikembalikan ke pemohon. Selanjutnya dilakukan pemberian nomor Surat Izin/Sertifikat Sarana dan Nomor Agenda Surat Keluar TU untuk Surat Izin/Sertifikat Sarana serta Nomor SK untuk SK izin sarana. Surat Izin/SK/Sertifikat akan dicetak dan ditempelkan foto lalu diteruskan ke Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara untuk ditandatangani. Selanjutnya, Surat Izin/SK/Sertifikat akan digandakan dan dibubuhkan stempel Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Sebagai arsip, foto ditempelkan di buku register perizinan dan fotokopi Surat Izin/SK/Sertifikat didokumentasikan pada berkas permohonan. Seksi SDK menyerahkan Surat Izin/SK/Sertifikat asli ke FLO dengan berita acara serah terima dan menginformasikan kepada pemohon untuk mengambil Surat Izin/SK/Sertifikat tersebut. FLO mengisi blangko retribusi pembayaran dan menyerahkannya ke pemohon untuk segera membayar ke Kas Daerah. FLO akan memberikan Surat Izin/SK/Sertifikat asli kepada pemohon dengan menerima surat tanda terima dan Surat Ketetapan Restribusi Daerah (SKRD) dari pemohon. Untuk bukti, SKRD warna putih dipegang pemohon dan yang berwarna merah disimpan FLO sebagai arsip. Selajutnya, pemohon menandatangani buku register FLO sebagai bukti Surat Izin/SK/Sertifikat telah diambil. Keseluruhan proses ini harus dilakukan dan selesai dalam waktu tidak lebih dari 16 hari kerja. Selain perizinan sarana, Farmakmin juga memberikan perizinan terhadap tenaga kefarmasian. Apoteker yang bekerja di Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Sediaan Farmasi, serta fasilitas produksi obat, obat tradisional, dan kosmetika harus memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). Apoteker yang bekerja pada Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 46 fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama harus memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. Surat izin tersebut harus diperbaharui setiap 5 tahun. Koordinator Farmakmin bertanggung terhadap jawab dalam melakukan Binwasdal juga sarana Farmakmin. Dalam melakukan Binwasdal, Koordinator Farmakmin dapat meminta bantuan BPOM atau bekerja sendiri. Idealnya Binwasdal dilakukan setiap bulan tetapi karena keterbatasan anggaran, minimal dalam setahun 10% dari semua sarana Farmakmin harus mendapatkan Binwasdal. Pemilihan sarana dapat dilakukan secara acak atau berdasarkan riwayat dari sarana tersebut bila sebelumnya pernah melakukan kesalahan atau melanggar peraturan. Koordinator Farmakmin meminta bantuan BPOM terutama untuk pengambilan sampel dan pengujian dari produk obat, makanan, dan minuman karena Suku Dinas Kesehatan tidak memiliki fasilitas laboratorium. Jika diketahui terjadi pelanggaran atau penyimpangan, Koordinator Farmakmin dapat memberikan peringatan dan pembinaan agar sarana tersebut dapat memperbaiki kesalahannya. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kembali untuk mengetahui apakah perbaikan telah dilakukan atau belum. Jika suatu sarana tidak juga memperbaiki kesalahannya atau tetap melanggar peraturan, Koordinator Farmakmin berwenang untuk mencabut izin sarana tersebut. Kegiatan binwasdal yang dilakukan di apotek meliputi pemeriksaan terhadap harga obat, sumber obat, data penjualan obat, personalia, dan sarana apotek. Harga obat yang dijual di apotek baik obat paten maupun obat generik tidak boleh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Pelanggaran apotek yang sering dijumpai di lapangan saat Binwasdal adalah ketidakhadiran Apoteker di apotek dan administrasi perbekalan farmasi yang kurang baik. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 47 Selain apotek, binwasdal juga dilakukan pada toko obat, UMOT, dan PIRT. Binwasdal toko obat dilakukan dengan memeriksa obat yang dijual di toko obat. Pelanggaran toko obat antara lain adalah menjual obat keras atau Narkotika Pelaksanaan Binwasdal toko obat juga dapat merupakan penindaklanjutan dari temuan pelanggaran oleh BPOM. Kegiatan Binwasdal terhadap UMOT dan PIRT minimal dilakukan pada 5-10 sarana setiap bulan atau tergantung anggaran, pemilihan sarana dilakukan secara acak. Untuk UMOT, pelanggaran jarang ditemui dan sebagian besar UMOT telah mematuhi peraturan. Untuk PIRT, pelanggaran yang sering terjadi adalah masalah kebersihan dan penggunaan peralatan kerja yang tidak sesuai. Binwasdal juga dilakukan pada produk yang dihasilkan UMOT dan PIRT. Untuk PIRT, Koordinator Farmakmin juga menyelenggarakan Penyuluhan Keamanan Pangan agar PIRT dapat memahami dan menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB), sanitasi dan higiene, serta Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan. Farmakmin juga memberikan perizinan bagi produk pangan yang diproduksi oleh PIRT dan akan diedarkan. Perizinan yang diberikan berupa Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). SPP-IRT hanya diberikan untuk satu jenis produk pangan industri rumah tangga. PIRT yang menjual makanan yang tahan lebih dari 7 hari harus didaftarkan, sedangkan untuk makanan yang tahan kurang dari 7 hari tidak wajib didaftarkan. Program Binwasdal ini sebelumnya sudah direncanakan untuk jangka waktu tertentu. Namun kadang kala timbul hambatan yang menyebabkan Binwasdal ini tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana. Ketidaksesuaian ini bisa terjadi karena program Binwasdal sangat tergantung pada adanya anggaran, Selain itu, masalah lain yang terjadi adalah keterbatasan sumber daya manusia, dimana setiap staf di seksi Farmakmin sudah memiliki bidang pekerjaan masingmasing, satu staf mengurusi satu atau dua sarana. Selain memiliki fungsi perizinan dan Binwasdal, Farmakmin juga memiliki fungsi penyediaan buffer stock obat untuk puskesmas atau jika terjadi KLB. Obat tersebut disimpan dalam Gudang Obat Suku Dinas Jakarta Utara. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 48 Pengadaan buffer stock obat dilakukan secara lelang. Dalam 2 tahun terakhir, Farmakmin Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara tidak melakukan lelang untuk pengadaan buffer obat agar tidak terjadi tumpang tindih karena Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan juga telah melakukan lelang untuk pengadaan buffer obat. 4.2 Pelaporan Narkotika Lingkup kerja Koordinator Farmakmin Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Utara satu diantaranya adalah membuat rekapitulasi pelaporan pemakaian narkotika dari sarana pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta. Laporan penggunaan narkotika terdiri dari laporan pemakaian bahan baku narkotika, laporan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus penggunaan morfin, petidin dan derivatnya. Pelaporan narkotika dilakukan secara berkala paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Pelaporan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika dalam kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika. Sistem pelaporan narkotika terdapat dua macam yaitu sistem online dan manual. Aplikasi sistem pelaporan narkotika dan psikotropika (SIPNAP) secara online dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Aplikasi ini diperuntukkan bagi seluruh unit pelayanan, instalasi farmasi kabupaten/kota, dinas kesehatan kabupaten/kota dan dinas kesehatan provinsi seluruh indonesia. Saat ini, belum semua unit pelayanan menjalani sistem pelaporan narkotika dan psikotropika (SIPNAP) secara online. Beberapa masih mengirimkan surat pelaporan narkotika dengan format lama. Hal ini dikarenakan masih dalam tahap sosialisasi ke unit-unit pelayanan. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 49 4.3 Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading Selama praktek kerja profesi apoteker (PKPA) berlangsung, telah dilakukan peninjauan ke puskesmas di wilayah Jakarta Utara yaitu Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading selama 1 hari. Pengamatan puskesmas meliputi pelayanan farmasi klinik maupun pengelolaan obat. 4.3.1 Pelayanan Farmasi Klinik Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading merupakan salah satu puskesmas dari 6 puskesmas kecamatan di wilayah Jakarta Utara. Semua resep dari berbagai poli dilayani oleh Instalasi Farmasi kecuali Gawat Darurat dan ruang bersalin yang memiliki persediaan obat sendiri. Apotek tersebut memiliki 3 orang pekerja yaitu 2 orang apoteker dan 1 orang asisten apoteker. Ada 2 jenis resep yang berlaku di Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading yaitu resep eksternal dan resep internal. Resep internal hanya dilengkapi kelengkapan resep berupa nama dokter dan no. SIK, nama dan dosis obat, aturan pakai obat serta nama dan umur pasien . Resep internal ditebus oleh pasien di apotek puskesmas, sedangkan resep eksternal ditebus oleh pasien di apotek luar puskesmas. Karena harus ditebus di luar potek puskesmas, secara fisik resep terbuat harus terpenuhi kelengkapannya secara umum. Resep eksternal diberikan jika obat tidak tersedia di apotek puskesmas atau jumlah obat tersebut melebihi batas yang ditentukan per pasien. Alur pelayanan resep dimulai dari kotak resep, lalu petugas mengambil resep dari kotak resep tersebut sesuai dengan urutan kedatangannya. Selanjutnya, pemeriksaan kesesuain resep obat. Bila obat tidak tersedia atau kurang obat atau terjadi penggunaan obat yang tidak rasional, maka resep dikembalikan ke dokter yang bersangkutan. Jika kelengkapan resep sudah tepat dan disertai dengan kesesuaian ketersediaan obat, maka obat dikemas oleh petugas dan diberi etiket meliputi nama pasien, aturan dan cara pakai obat, dan informasi lain yang penting misalnya antibiotik harus dihabiskan, maka harus ditulis “habiskan”. Setelah pengemasan, obat diperiksa kembali untuk menyesuaikan antara obat dan resep. Sebelum obat diserahkan, nama pasien, umur, dan poli asal dikonfirmasikan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 50 terlebih dahulu oleh petugas. Setelah pelayanan resep, pencatatan administrasi pengeluaran obat dan jumlah resep yang diterima dilakukan oleh petugas. Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading merupakan salah satu puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian meliputi pengkajian resep dan pemberian informasi obat. Hal ini disebabkan masih terkendala kekurangan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan penunjang fasilitas lainnya serta kurang minatnya pasien untuk diberikan konseling masalah penyakit dan obat yang digunakan. Pengkajian resep di puskesmas dilakukan dengan cara memilih dan mengkaji resep setiap bulan. Pengkajian resep meliputi pengkajian resep dengan nama generik maupun rasionalitas resep dan pengkajian jumlah pasien yang menebus obat di apotek puskesmas. Pihak puskesmas mengirimkan data resep tersebut untuk dikirim ke sudin, tetapi belum mendapat timbal balik. Pemberian Informasi Obat (PIO) bagi pasien rawat jalan telah lama dilaksanakan dan menjadi salah satu prosedur tetap pelayanan resep di puskesmas Kecamatan Kelapa Gading. Pemberian informasi obat berupa aturan pakai obat kepada pasien rawat jalan dan dilakukan ketika penyerahan obat. Selain aturan pakai obat, apoteker memberikan informasi efek samping, jenis obat yang digunakan, hal-hal yang harus dipatuhi dan dihindari saat meminum obat. Pemberian informasi obat berlangsung dengan baik dan lancer oleh apoteker. Resep yang diterima pasien hampir 200 resep setiap harinya. Jumlah resep yang banyak per hari membutuhkan pelayanan yang cepat dan efektif oleh petugas. Agar pelayanan obat dilakukan secara cepat dan efektif, obat-obat dikemas sesuai dengan jumlah obat yang biasa dokter resepkan. Untuk meningkatkan pelayanan pemberian informasi obat, puskesmas Kecamatan Kelapa Gading melengkapi fasilitas penunjang seperti buku MIMS. 4.3.2 Pengelolaan Obat Pengelolaan obat di puskemas Kecamatan Kelapa Gading dimulai dari proses perencanaan hingga pelaporan. Perencanaan dilakukan oleh apoteker yang Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 51 bersangkutan di apotek tersebut, bukan oleh tim kecil Komite Farmasi dan Terapi (KFT) karena tim tersebut belum dibentuk. Perencanaan dilakukan secara periodic setahun sekali dengan metode konsumsi, metode penyakit, dan metode laporan pemakaian tahun lalu. Pengadaan obat di Puskesmas berbeda terdiri dari 2 sumber yaitu pengadaan melalui pemerintah maupun mandiri, Pengadaan obat melalui pemerintah meliputi obat-obat bufferyang pendanaannya disubsidi oleh pemerintah dan obat program dari Menkes. Pengadaan obat mandiri dilakukan secara mandiri melalui anggaran Bantuan Langsung Unit Daerah (BLUD). Pengadaan obat yang bernilai lebih dari 200 juta rupiah akan melalui proses lelang. Pada proses penerimaan obat, obat diterima dari gudang farmasi kecamatan sesuai dengan jenis maupun jumlah obat yang disertai dengan LPLPO. Penerimaan obat disertai dengan berita serah terima. Gudang farmasi kecamatan mendistribusikan obat ke puskesmas kecamatan maupun puskesmas kelurahan. Bila obat yang dibutuhkan habis sebelum penerimaan barang berikutnya, puskesmas kelurahan tidak bisa meminta ke puskesmas kecamatan sampai waktu permintaan tiba. Jika waktu permintaan tiba, puskesmas kelurahan dapat mengajukan permohonan barang yang disertai formulir permintaan barang. Barang yang sudah diterima, disimpan di gudang puskesmas kecamatan. Penyimpanan obat dilakukan sesuai dengan peraturan dan stabilitasnya. Obat narkotik dan psikotropik disimpan di lemari khusus narkotik dan psikotropik, beberapa obat tidak tahan panas disimpan di lemari pendingin 2-8°C dan obat lainnya disimpan di lemari penyimpanan obat dengan suhu yang terus dipantau melalui thermometer di lemari tersebut. Obat yang diterima dan keluar mengalami pencatatan dan pelaporan. Pencatatan di puskemas Kecamatan Kelapa Gading dilakukan pada buku sensus harian harian, buku induk, LPLPO, buku penerimaan obat, buku permintaan unit, buku puyer, buku peresapan generik, buku narkotik, dan buku data kunjungan. Alat bantu lain dalam pencatatan yaitu kartu stok. Data dari kartu stok selanjutnya Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 52 dipindah ke buku permintaan unit yang berisi data permintaan obat dari apotek ke gudang. Buku harian mencatat penggunaan obat yang digunakan berdasarkan resep yang masuk. Data obat di buku harian selanjutnya dirapikan di buku induk dengan mengklasifikasikan penerimaan dan pengeluran obat. Data penerimaan obat di buku induk berasal dari buku permintaan obat. Data penerimaan dan pengeluaran obat dari buku induk tersebut, selanjutnya dilaporkan setiap bulan dan setiap bulan ke suku dinas Jakarta Utara dalam bentuk formulir resmi yang dikenal dengan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selain itu, terdapat buku peresepan. Buku ini berisi data jenis dan dosis obat pada setiap resep. Buku lainnya yaitu buku narkotika dan psikotropik yang berisi data penggunaan obat narkotik dan psikotropik serta buku data kunjungan yang berisi jumlah kunjungan pasien berdasarkan poli. Data penggunaan narkotik dan psikotropik dilaporkan ke suku dinas kesehatan Jakarta Utara maksimal tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan ke Balai Besar POM. Laporan narkotik dan psikotropik yang dikumpulkan sudinkes Jakarta Utara dari puskesmas dan apotek selanjutnya diteruskan ke Menkes. Selain itu, sudinkes juga menerima penggunaan obat generik dalam bentuk pelaporan LPLPO. Laporan tersebut selanjutnya dikirim ke dinas kesehatan lalu ke kemeneterian kesehatan untuk dievaluasi. Evaluasi tersebut penting untuk mengetahui tercapai tidaknya penggunaan obat generik di sarana kesehatan serta sumber data perencanaan obat program bagi kemenkes Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Suku Dinas Kesehatan dibentuk berdasarkan pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 150 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan, yaitu merupakan gabungan dari suku dinas pelayanan kesehatan dan suku dinas kesehatan masyarakat yang memiliki peran dan fungsi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagai auditor. Sedangkan Dinas Kesehatan, yang membawahi Suku Dinas Kesehatan berperan sebagai regulator. 2. Seksi Sumber Daya Kesehatan membawahi tiga koordinator yaitu, coordinator tenaga kesehatan, koordinator pengelola standardisasi mutu kesehatan dan koordinator farmasi makanan dan minuman (Farmakmin). 3. Seksi Sumber Daya Kesehatan Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, terutama yang berkaitan dengan kegiatan perizinan maupun kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sarana kesehatan dilaksanakan sesuai dengan peraturan, baik dalam segi administratif maupun pelaksanaan di lapangan, namun hal tersebut belum terlaksana secara optimal. 5.2 Saran Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, berikut adalah beberapa saran yang dapat diberikan : a. Perlu adanya penambahan jumlah SDM khususnya Apoteker di bidang subseksi farmakmin untuk meningkatkan efisiensi kerja sehingga mempermudah pelaksanaan binwasdal terhadap sarana pelayanan kesehatan di wilayah Jakarta Utara. b. Perlu adanya peningkatan alokasi anggaran untuk kegiatan binwasdal pada seksi Farmakmin sehingga kegiatan binwasdal yang telah dilakukan sebelumnya bisa lebih ditingkatkan untuk mencapai kinerja yang optimal. 53 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2003). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1640 Tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Hal. 4-10. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2003). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1639 Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Hal. 3-13. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM RI. (2003). Higiene dan Sanitasi Pengolahan Pangan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Hal 3-43. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2011). Materi Penyuluhan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan. Jakarta : Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Suku Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman Pembinaan Pengawasan dan Pengendalian Sarana Kesehatan Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta : Suku Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Prosedur Pemberian Izin Sarana dan Praktik Tenaga Kesehatan FM Suku Dinas Kesehatan . Jakarta : Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Seksi Kesehatan Masyarakat Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Seksi Pelayanan Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara. 54 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 55 Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Sub Bagian Tata Usaha Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Pedoman Mutu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2011). Prosedur Binwasdal Kesehatan Farmasi Makanan Minuman Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2011). Prosedur Pemberian Izin Sarana dan Praktik Tenaga Kesehatan Farmasi Makanan Minuman Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: 4-12; 19-97. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 LAMPIRAN Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 56 Lampiran 1. Struktur Organisasi Suku Dinas Jakarta Utara Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta utara Sub Bagian Tata usaha Umum Seksi Kesehatan Masyarakat Gizi&Plam PSM Seksi Pelayanan Kesehatan Yankes Dasa Binkesga Gadar& Bencana Promkes & Informasi Kesehatan Yankes Spesialistik& Tradisional Kepegawaian Keuangan Perencanaan &Anggaran Seksi Sumber Daya Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Kesehatan Standarisasi Manajemen Kesehatan Lingkungan Kesehatan Farmasi Makanan dan Minuman Tenaga Kesehatan Penyakit Menular dan Tidak Menular Survailans Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 57 Lampiran 2. Formulir Permohonan Izin Apotek Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 58 Lampiran 3. Format Surat Izin Apotek Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 59 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 60 Lampiran 4. Formulir Permohonan Izin Pedagang Eceran Obat Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 61 Lampiran 5. Izin Pedagang Eceran Obat (Toko Obat) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 62 Lampiran 6. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 63 Lampiran 7. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA JL. YOS SUDARSO NO. 27-29 PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013 HUBUNGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NO. 44 TAHUN 2010 DAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NO. HK.04.1.35.06.13.3534 TAHUN 2013 DALAM PENARIKAN DEKSTROMETORFAN SEDIAAN TUNGGAL SANTI YANUARTI UTAMI, S.Farm. 1206330072 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i DAFTAR ISI………………………………………………………………….. ii DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………. Iii BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………… 1 1.2 Tujuan…………………………………………………………… 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………..……………………… 3 2.1Definisi Dekstrometorfan……………...…………………………… 3 2.2 Mengapa Dekstrometorfan diresepkan?…………………………… 3 2.3 Alasan Dekstrometorfan Banyak Disalahgunakan………………… 3 2.4 Efek Penyalahgunaan Dekstrometorfan………………………….. 5 2.5 Mengapa Dekstrometorfan Termasuk Prekursor?........................ 6 2.6 Hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 8 2010 dan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013.................................................................................. BAB 3 METODE PENGUMPULAN DATA……………………………. 10 3.1 Waktu dan Tempat Pengumpulan Data…………………………. 10 3.2 Metode Pengumpulan Data……………………………………. 10 BAB 4 PEMBAHASAN……………………………………………………… 11 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………... 15 5.1 Kesimpulan………………...………………………..…………… 15 5.2 Saran…………………………………………….……………….. 15 DAFTAR ACUAN……………………………………………………………… 17 LAMPIRAN…………………………………………………………………….. 19 ii Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2010 tentang 19 Prekursor………………………………………………………. Lampiran 2. Surat Penarikan Dekstrometorfan Sediaan Tunggal………… 39 Lampiran 3. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan 41 Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 Lampiran 4. Total Penjualan OTC Kombinasi, OTC Sediaan Tunggal, dan 54 Peresepan………………………………………………….. iii Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dekstrometorfan (d-3-metoksi-N-metilmorfinan) adalah derivat morfin sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang refleks batuk seperti kodein. Potensi antitusifnya lebih kurang sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein dan 1-metorfan, dekstrometorfan tidak memiliki efek analgesik, efek sedasi, efek pada saluran cerna, dan tidak mendatangkan adiksi atau ketergantungan pada dosis lazim (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008). Dekstrometorfan/DMP banyak dijumpai sebagai obat batuk maupun flu yang sering dikombinasikan dengan parasetamol, CTM, fenil propanol amin, guafenisin. DMP merupakan obat penekan batuk atau antitusif dengan indikasi pengobatan batuk kering tidak produktif dan umumnya diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet, sirup atau kaplet (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011). Kasus penyalahgunaan obat batuk yang mengandung dekstrometorfan belakangan cukup marak terjadi. Penyalahgunaan obat yang dijual secara bebas terbatas ini, ada yang sampai menyebabkan kematian karena overdosis. Dekstrometorfan sering disalahgunakan karena selain dapat menyebabkan euforia dan rasa tenang (jika digunakan dalam dosis besar), juga dapat diperoleh secara bebas. Tetapi, dekstrometorfan juga dianggap sebagai obat yang relatif aman (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Dekstrometorfan merupakan salah satu zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika. Dalam dunia kesehatan disebut dengan nama prekursor. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 tentang prekursor pasal 2 berbunyi pengaturan prekursor meliputi segala kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan dan penggunaan 1 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 2 prekursor untuk keperluan industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengaturan prekursor ini diperkuat dengan keluarnya surat edaran penarikan obat mengandung dekstrometorfan tunggal berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal. Oleh karena itu, laporan ini membahas tentang hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 tentang prekursor dan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal. 1.2 Tujuan 1. Mengetahui dan memahami hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 dan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 dalam Penarikan Dekstrometorfan Sediaan Tunggal. 2. Mengetahui dan memahami pentingnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 dan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 dalam Penarikan Dekstrometorfan Sediaan Tunggal. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Dekstrometorfan Dekstrometorfan (d-3-metoksi-N-metilmorfinan) adalah derivat morfin sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang refleks batuk seperti kodein (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008). Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, dekstrometorfan adalah zat aktif dalam bentuk serbuk berwarna putih, yang berkhasiat sebagai antitusif atau penekan batuk (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Dekstrometorfan/DMP banyak dijumpai sebagai obat batuk maupun flu yang sering dikombinasikan dengan parasetamol, CTM, fenil propanol amin, guafenisin (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011). Obat yang mengandung dekstrometorfan tersedia di pasar dalam berbagai bentuk sediaan seperti sirup, tablet, spray, dan lozenges (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) 2.2 Mengapa Dekstrometorfan diresepkan? Dekstrometorfan digunakan untuk meredakan batuk yang disebabkan oleh pilek, flu, atau kondisi lainnya. Dekstrometorfan akan meringankan batuk tapi tidak menghilangkan penyebab batuk dan tidak memulihkan dengan cepat. Dekstrometorfan berada dalam kelas obat yang disebut antitusif (penekan batuk). Ia bekerja dengan menurunkan aktivitas di bagian otak yang menyebabkan batuk (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011). 2.3 Alasan Dekstrometorfan Banyak Disalahgunakan Ada beberapa alasan mengapa dekstrometorfan banyak disalahgunakan, diantaranya adalah (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) : 3 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 4 1. Desktrometorfan mudah didapat. Dekstrometorfan merupakan obat yang dapat diperoleh secara bebas baik di apotek maupun di warung-warung. Dekstrometorfan yang disalahgunakan umumnya dalam bentuk sediaan tablet, karena dalam bentuk tablet dapat diperoleh dosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti sirup. 2. Harga dekstrometorfan relatif murah. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 092/Menkes/ SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012, harga eceran tertinggi Desktrometorfan HBr tablet 15 mg dengan kemasan kotak isi 10 x 10 tablet adalah Rp. 14.850,- . Dekstrometorfan HBr tablet 15 mg dengan kemasan botol isi 1000 tablet, harga eceran tertingginya adalah Rp. 53.406,-. Jadi rata-rata harga eceran tertinggi untuk 1 tablet Dekstrometorfan HBr adalah Rp. 50,- hingga Rp. 150,-. 3. Persepsi masyarakat bahwa obat bebas itu aman, karena dekstrometorfan dapat dibeli secara bebas sebagai obat batuk, sehingga banyak orang beranggapan bahwa penyalahgunaan dekstrometorfan relatif lebih aman dibandingkan dengan obat golongan narkotika atau psikotropika yang regulasinya lebih ketat. Anggapan masyarakat bahwa Dekstrometorfan aman karena saat ini di Indonesia statusnya sebagai Obat Bebas, perlu dipikirkan kembali, karena legal status Dekstrometorfan sebenarnya tidak selalu demikian. Bila kita lihat sejarahnya, status penggolongan Dekstrometorfan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kefarmasian No. 2669/Dir.Jend/SK/68 tahun 1968, Dekstrometorfan HBr digolongkan sebagai obat keras. Kemudian pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 9548/A/SK/71 tahun 1971 disebutkan bahwa sediaan-sediaan yang mengandung dekstrometorfan HBr tidak lebih dari 16 mg tiap takaran digolongkan sebagai Obat Bebas Terbatas. Lalu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2500/Menkes/SK/XII/2011 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2011 menyebutkan bahwa dekstrometorfan tablet 15mg dan sirup 10 mg/5 ml merupakan obat yang termasuk dalam DOEN 2011. Dapat disimpulkan bahwa walaupun Dekstrometorfan banyak dijual di berbagai tempat, namun dosis Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 5 penggunaannya memang telah dibatasi dan tidak tepat jika digunakan melebihi dosis yang dianjurkan, dan mengingat statusnya pernah sebagai Obat Keras, maka tetap perlu kehati-hatian dan tidak serta merta menganggapnya aman. Di negara lain legal status Dekstrometorfan juga bervariasi, ada yang menggolongkannya sebagai produk Over the Counter (OTC) atau Obat Bebas, seperti Kanada, ada juga yang memasukkan sebagai obat yang hanya diperoleh dengan resep (Presciption Only Medicines) atau Obat Keras, ada juga yang menggolongkan sebagai obat yang Pharmacy Medicines (hanya dapat dibeli di apotik dengan penjelasan/informasi dari apoteker) atau Obat Bebas Terbatas. Di Singapura misalnya, Dekstrometorfan hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. 2.4 Efek Penyalahgunaan Dekstrometorfan Dosis lazim dekstrometorfan hidrobromida untuk dewasa dan anak diatas 12 tahun adalah 10 mg – 20 mg tiap 4 jam atau 30 mg tiap 6 - 8 jam, dan tidak lebih dari 120 mg dalam satu hari. Pada penggunaan dengan dosis lazim efek samping yang pernah muncul seperti mengantuk, pusing, nausea, gangguan pencernaan, kesulitan dalam berkonsentrasi dan rasa kering pada mulut dan tenggorokan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan biasanya jauh lebih besar daripada dosis lazim. Pada dosis 5-10 kali lebih besar dari dosis yang lazim, efek samping yang timbul menyerupai efek samping yang diamati pada penggunaan ketamin atau PCP, dan efek ini meliputi: kebingungan, keadaan seperti mimpi, rasa kehilangan identitas pribadi, gangguan bicara dan pergerakan, disorientasi, keadaan pingsan, mengantuk (Schwartz, SH., 2005; Siu, A., et al., 2007). Toksisitas bromida akut dapat terjadi pada kasus penyalahgunaan dekstrometorfan HBr meskipun sangat jarang dan sedikit disebutkan dalam literatur. Biasanya toksisitas bromida terjadi ketika kadar bromida pada serum lebih besar daripada 50-100 mg/dl. Toksisitas akut dapat dihubungkan dengan adanya depresi sistem saraf pusat, hipotensi, dan takikardia. Konsumsi kronis dapat mengakibatkan sindrom “bromism”, yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku, iritabilitas, dan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 6 letargi. Tidak ada antidot khusus untuk menangani toksisitas bromida. Untuk menangani kasus keracunan bromida biasanya digunakan metode hidrasi dengan menggunakan larutan saline untuk mendorong ekskresimelalui urin, dan pada kasus yang parah digunakan metode hemodialisis (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Pemberian bersama dekstrometorfan dengan obat dari golongan inhibitor Monoamin Oksidase (MAOI) seperti moklobemid dan isoniazid, dapat menyebabkan sindrom serotonin, yaitu keadaan dimana terjadi perubahan status mental, hiperaktifitas saraf otonom dan abnormalitas saraf otot (neuromuscular). Meskipun demikian, keadaan ini tidak selalu muncul pada orang yang mengkonsumsi kedua obat tersebut (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Jika obat batuk dan obat flu yang mengandung dekstrometorfan dikonsumsi dengan jumlah 5- 10 kali dosis lazimnya maka dapat terjadi peningkatan toksisitas bahan tambahan dan atau bahan aktif kombinasi lainnya. Kombinasi dekstrometorfan dengan guaifenesin dosis tinggi dapat menyebabkan mual yang hebat dan muntah. Sedangkan kombinasi dengan klorfeniramin dapat menyebabkan rasa terbakar pada kulit, midriasis, takikardia, delirium, gangguan pernafasan, syncope dan kejang. Penyalahgunaan dalam bentuk sirup, memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan karena larutan tersebut mengandung etanol sebagai pelarutnya (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). 2.5 Mengapa Dekstrometorfan Termasuk Prekursor? Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 tentang prekursor, yang dimaksud dengan prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika. Prekursor sebagai bahan pemula atau bahan kimia banyak digunakan dalam berbagai kegiatan baik pada industri farmasi, industri non farmasi, sektor pertanian maupun untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kendatipun Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 7 Prekursor sangat dibutuhkan di berbagai sektor apabila penggunaannya tidak sesuai dengan peruntukannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan atau disalahgunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika secara gelap akan sangat merugikan dan membahayakan kesehatan. Salah satu obat yang termasuk prekursor adalah dekstrometorfan. Dekstrometorfan adalah dekstroisomer dari kodein analog metorfan (World Health Organization, 2012). Dekstrometorfan tidak bekerja pada reseptor opioid tipe mu dan delta seperti jenis levoisomer, tetapi bekerja pada reseptor tipe sigma (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Dekstrometorfan memiliki efek halusinogen. Zat yang memiliki peran dalam mengakibatkan efek halusinogen ini adalah metabolit aktif dari dekstrometorfan yaitu dekstrorfan (3-hydroxy-17-methylmorphinan). Dekstrorfan dapat terikat dengan afinitas lemah dengan reseptor opioid tipe sigma dan terikat dengan afinitas kuat dengan reseptor NMDA (N-methyl- D-aspartate) (Klein, M. et al, 1989; Murray, TF. et al, 1984); (Franklin, PH. et al, 1992). Dextrorfan bekerja sebagai antagonis reseptor Nmethyl-D-aspartate (NMDA) yang akan memproduksi efek yang sama dengan efek dari ketamin maupun fenisiklidin (PCP). Hal inilah yang menyebabkan orang menggunakan dekstrometorfan untuk mendapatkan efek yang mirip dengan penggunaan ketamin (Narita, M. et al, 2001). Ketamin sendiri adalah obat yang digunakan sebagai anestetik umum. Akumulasi dekstrorfan dapat mengakibatkan efek psikotropik. Efek yang muncul dibagi dalam 4 tingkatan (Third-Plateau, 2008) : 1. Dosis 100 – 200mg, timbul efek stimulasi ringan 2. Dosis 200 – 400mg, timbul efek euforia dan halusinasi 3. Dosis 300 – 600mg, timbul efek perubahan pada penglihatan dan kehilangan koordinasi motorik 4. Dosis 500 – 1500mg, timbul efek sedasi disosiatif Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 8 2.6 Hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 dan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 tentang prekursor, yang dimaksud dengan prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika. Pengaturan Prekursor dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi segala kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan dan penggunaan Prekursor untuk keperluan industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengaturan Prekursor bertujuan untuk: a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor; b. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor; c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor; dan d. menjamin ketersediaan Prekursor untuk industry farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meningkatnya penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika dewasa ini sangat erat kaitannya dengan penggunaan alat-alat yang berpotensi dalam penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika maupun Prekursor sebagai salah satu zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang digunakan untuk memproduksi Narkotika dan Psikotropika secara gelap. Dalam upaya melakukan pengendalian dan pengawasan serta penanggulangan penyalahgunaan Prekursor karena menyangkut tugas dan fungsi berbagai sektor terkait diperlukan adanya suatu Peraturan Pemerintah yang menata secara menyeluruh pengaturan Prekursor. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur tentang penggolongan dan jenis Prekursor, mekanisme penyusunan rencana kebutuhan tahunan secara nasional, pengadaan, impor dan ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, pengawasan serta ketentuan sanksi (lampiran 1). Berdasarkan hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan mengeluarkan surat penarikan obat mengandung dekstrometorfan (lampiran2). Obat yang mengandung Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 9 dekstrometorfan sediaan tunggal memiliki efek sedatif-disosiatif dan banyak disalahgunakan dan sudah jarang digumakan untuk terapi di kalangan medis. Berdasarkan laporan hasil pengawasan di fasilitas kefarmasian di bidang distribusi dan pelayanan, ditemukan banyak pelanggaran distribusi/peredaran dekstrometorfan sediaan tunggal. Oleh karena itu, ditetapkan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang pembatalan izin edar obat yang mengandung dekstrometorfan sediaan tunggal (lempiran 3) (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013). Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 BAB 3 METODE PENGUMPULAN DATA 3.1 Waktu dan Tempat Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan ketika mahasiswa melakukan praktek kerja profesi apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara pada Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman pada tanggal 19 Agustus – 30 Agustus 2013. 3.2 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan yaitu melalui penelusuran/studi literatur dari media cetak maupun elektronik. Pembuatan laporan dimulai dengan melakukan studi literatur dari berbagai sumber dengan kriteria sebagai berikut : 1. Buku teks / e-book 2. Review atikel 3. Jurnal penelitian Kemudian dilakukan penyusunan laporan berdasarkan sumber pustaka. 10 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 4 PEMBAHASAN Dekstrometorfan merupakan derivat morfin semisintetik dengan nama kimia d3-methoxy-N-methyl-morphinan dan merupakan dekstro-isomer dari levomorfan. Walaupun strukturnya mirip narkotika, DMP tidak bekerja pada reseptor opiat sub tipe mu (seperti halnya morfin atau heroin), tetapi ia bekerja pada reseptor opiat sub tipe sigma, sehingga efek ketergantungannya relatif kecil. Dilihat dari segi keamanannya, penggunaan DMP sebagai antitusif mempunyai tingkat keamanan yang baik dan tidak menimbulkan efek samping yang berarti jika digunakan sesuai dosis yang dianjurkan. Dekstrometorfan dijual bebas dalam bentuk OTC kombinasi, OTC sediaan tunggal, dan peresepan. Pada tahun 2005, dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC kombinasi sekitar 87,6%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC sediaan tunggal sekitar 7,0%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan peresepan sekitar 5,3%. Pada tahun 2006, dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC kombinasi sekitar 88,8%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC sediaan tunggal sekitar 6,6%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan peresepan sekitar 4,6%. Pada tahun 2007, dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC kombinasi sekitar 88,5%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC sediaan tunggal sekitar 7,4%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan peresepan sekitar 4,1%. Pada tahun 2008, dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC kombinasi sekitar 89,7%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC sediaan tunggal sekitar 6,7%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan peresepan sekitar 3,6%. Pada tahun 2009, dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC kombinasi sekitar 90,0%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC sediaan tunggal sekitar 6,5%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan peresepan sekitar 3,5%. Berdasarkan total penjualan obat dekstrometorfan dalam bentuk OTC kombinasi, OTC sediaan tunggal, dan peresepan dari tahun 2005-2009 menunjukkan peningkatan penjualan dektrometorfan yang signifikan dalam bentuk OTC kombinasi, penjualan stabil pada dekstrometorfan dalam bentuk sediaan tunggal, penurunan 11 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 penjualan pada Universitas Indonesia 12 dekstrometorfan dalam bentuk peresepan. Hal ini disebabkan dekstrometorfan dalam bentuk OTC kombinasi dapat menyebabkan halusinogen disosiatif dan dapat menyebabkan perasaan pemisahan dari tubuh seseorang (euforia) dalam dosis tinggi sehingga dekstrometorfan dilaporkan disalahgunakan dalam kombinasi dengan alkohol oleh remaja terutama untuk efek halusinasi nya. Hal ini disalahgunakan oleh semua kelompok umur, namun penyalahgunaan dalam populasi remaja sangat perhatian (lampiran 4). Seiring dengan berjalannya waktu, DMP ini semakin marak diberitakan di media massa, baik cetak maupun elektronik karena telah banyak menelan korban akibat semakin meningkatnya penyalahgunaan oleh kalangan remaja. Hasil survei yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Universitas Indonesia pada tahun 2010 di 15 provinsi di Indonesia menyebutkan bahwa penyalahgunaan DMP, yang oleh penggunanya lebih dikenal dengan sebutan pil dekstro, dilakukan oleh anak dengan usia 10 -14 tahun sebanyak 184 orang; usia 7-9 tahun sebanyak 7 orang, dan usia 15-18 tahun sebanyak 695 orang. Pada umumnya usia tersebut merupakan usia anak setingkat sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, penggunaan DMP yang tergolong anak setingkat SD sebanyak 603 orang dan setingkat SMP/SMA sebanyak 283 orang. Temuan berikutnya, adalah hasil pers tour (kegiatan sejenis wisata jurnalistik) ke Rumah Palma (instalasi pusat terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna zat adiktif yang berada di bawah naungan Rumah Sakit Jiwa Pusat Cimahi milik Pemerintah Daerah Jawa Barat), diperoleh laporan bahwa sebanyak 86% pasien yang direhabilitasi di Rumah Palma adalah pengguna pil dekstro. Dari hasil survei tersebut diatas dapat diartikan bahwa penyalahgunaan DMP dilakukan oleh kelompok usia 7 – 18 tahun (kelompok usia SD – SMA) dan populasi terbanyak penyalahgunaan DMP adalah kelompok usia remaja (15 – 18 tahun ) yang pada umumnya hanya memiliki pendidikan setingkat SD. Bahaya yang perlu diwaspadai akibat penyalahgunaan DMP adalah jika pasien tidak tertangani dengan baik kemungkinan besar dapat terjerumus menjadi pecandu narkoba. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 13 Meningkatnya penyalahgunaan dekstrometorfan dewasa ini sangat erat kaitannya dengan penggunaan alat-alat yang berpotensi dalam penyalahgunaan dekstrometorfan. Alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana dekstrometorfan adalah alat potensial yang diawasi dan ditetapkan sebagai barang di bawah pengawasan Pemerintah, antara lain: jarum suntik, semprit suntik (syringe), pipa pemadatan dan anhidrida asam asetat. Peningkatan penyalahgunaan prekursor dekstrometorfan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan keamanan, serta kejahatan internasional. Oleh karena itu, perlu diawasi secara ketat agar dapat digunakan sesuai peruntukannya. Pengendalian dan pengawasan sebagai upaya pencegahan dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap prekursor dekstrometorfan sangat membutuhkan langkah-langkah konkrit, terpadu dan terkoordinasi secara nasional, regional maupun internasional, karena kejahatan penyalahgunaan prekursor dekstrometorfan pada umumnya tidak dilakukan oleh perorangan secara sendiri melainkan dilakukan secara bersama-sama, bahkan oleh sindikat yang terorganisasi rapi dan sangat rahasia. Disamping itu, kejahatan prekursor dekstrometorfan bersifat transnasional dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan teknologi canggih termasuk pengamanan hasil-hasil kejahatan prekursor dekstrometorfan. Perkembangan kualitas kejahatan prekursor dekstrometorfan tersebut sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan umat manusia. Pengawasan Obat dan Makanan merupakan bagian integral dari upaya pembangunan kesehatan di Indonesia. Misi Badan POM dalam melindungi masyarakat dari produk Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan dituangkan dalam sistem pengawasan full spectrum mulai dari pre-market hingga post-market control yang disertai dengan upaya penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2010, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan mengeluarkan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 14 2013. Di dalamnya memerintahkan kepada Industri Farmasi pemegang izin edar dekstrometorfan sediaan tunggal untuk : 1. Mengembalikan surat persetujuan izin edar kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan; 2. Menghentikan kegiatan produksi dan distribusi; 3. Menarik dari peredaran; 4. Memusnahkan : a. Produk hasil penarikan dari peredaran; b. Produk antara, produk ruahan, produk jadi, dan bahan pengemas yang berada di Industri Farmasi; dan 5. Melaporkan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif jumlah bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, obat yang mengandung dekstrometorfan sediaan tunggal, serta hasil penarika dan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 4 dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berikut merupakan kesimpulan dari hasil pengamatan penulis di Suku Dinas Kesehatan, Jakarta Utara antara lain : 1. Hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 tentang prekursor dan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal adalah Dekstrometorfan merupakan prekursor yang banyak disalahgunakan dan sediaan tunggal memiliki efek sedatif-disosiatif-halusinogen sehingga Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia untuk melakukan penarikan kembali obat dekstrometorfan dari peredaran masyarakat. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 dan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 dalam Penarikan Dekstrometorfan Sediaan Tunggal sangat penting untuk melindungi masyarakat dari produk obat dekstrometorfan yang membahayakan kesehatan dituangkan dalam sistem pengawasan full spectrum mulai dari pre-market hingga post-market control yang disertai dengan upaya penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat (community empowerment) 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis antara lain : 1. Meningkatkan peran apoteker dalam pemberian informasi obat dekstrometorfan tentang betapa bahayanya apabila obat dekstrometorfan disalahgunakan dan tidak memberikan obat dekstrometorfan tanpa resep dari dokter. 15 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 16 2. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat semua kelompok umur khususnya remaja tentang efek penyalahgunaan dekstrometorfan dalam dosis tinggi. 3. Apoteker dalam berbagai instansi pemerintah diharapkan ikut serta bertanggungjawab dalam penarikan dekstrometorfan sediaan tunggal dari peredaran masyarakat. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Waspada Bahaya Keracunan Akibat Penyalahgunaan Dekstrometorfan. Sentra Keracunan Nasional, 30 : 1-4. Agustus 29, 2013. http://ik.pom.go.id/wpcontent/uploads/2011/11/Waspadai Bahaya-Keracunan-Akibat-PenyalahgunaanDekstrometorfan.pdf. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Info POM dengan Topik Sajian Utama Mengenal Penyalahgunaan Dekstrometorfan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Franklin, PH., et al. (1992). High affinity [3H]dextrorphan binding in rat brain is localized to a noncompetitive antagonist site of the activated N-methyl-Daspartate receptor-cation channel. Mol Pharmacol 41(1): 134-146. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 092/Menkes/ SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal. Jakarta. Klein, M., et al. (1989). High affinity dextromethorphan binding sites in guinea pig brain. Effect of sigma ligands and other agents. J Pharmacol Exp Ther 251 (1): 207-215. Murray, TF., et al. (1984). Interaction of dextrorotatory opioids with phencyclidine recognition sites in rat brain membranes. Life Sci 34(20): 1899-1911. Narita, M., et al. (2001) Role of the NMDA receptor subunit in the expression of the discriminative stimulus effect induced by ketamine. Eur J Pharmacol 423: 41-6. Presiden Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 tentang prekursor. Jakarta. 17 Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 Universitas Indonesia 18 Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. (2008). Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta : EGC. Siu, A., et al. (2007). Dextromethorphan: a review of N-methyl-d-aspartate receptor antagonist in the management of pain. CNS Drug Rev 13(1): 96-106. Schwartz RH (2005). Adolescent abuse of dextromethorphan. Clin Pediatr (Phila) 44(7): 565-568. Third-Plateau (2008). Dedicated to the spread of Dextromethorphan (DXM) harm reduction information. http://www.third-plateau.org/. World Health Organization. (2012). Dextromethorphan Pre-Review Report. 35th Expert Committee on Drug Dependence Thirty-fifth Meeting (2012) Agenda item 5.1, Hammamet, Tunisia, 4-8 June 2012 : 11-12. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 LAMPIRAN Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 19 Lampiran 1. Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2010 tentang Prekursor Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 20 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 21 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 22 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 23 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 24 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 25 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 26 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 27 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 28 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 29 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 30 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 31 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 32 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 33 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 34 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 35 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 36 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 37 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 38 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 39 Lampiran 2. Surat Penarikan Dekstrometorfan Sediaan Tunggal Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 40 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 41 Lampiran 3. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 42 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 43 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 44 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 45 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 46 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 47 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 48 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 49 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 50 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 51 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 52 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 53 (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014 54 Lampiran 4. Total Penjualan OTC Kombinasi, OTC Sediaan Tunggal, dan Peresepan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014