universitas indonesia laporan praktek kerja profesi apoteker di suku

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU
DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA
JL. YOS SUDARSO NO. 27-29
PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Santi Yanuarti Utami, S.Farm.
1206330072
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU
DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA
JL. YOS SUDARSO NO. 27-29
PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
Santi Yanuarti Utami, S.Farm.
1206330072
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
ii
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
iii
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
iv
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan laporan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Utara yang dilaksanakan mulai tanggal 19 Agustus sampai 30 Agustus 2013.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk
mengembangkan wawasan kefarmasian di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Utara sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker dan merupakan salah
satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di
Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok.
Pada penyelesaian penyusunan laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mengarahkan,
yaitu kepada:
1. Dr. Mahdi Jufri M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia,
Depok.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt selaku Pjs. Fakultas Famasi Universitas
Indonesia, Depok sampai dengan 20 Desember 2013.
3. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi,
Universitas Indonesia.
4. Drs. Kusnaidi, Apt., sebagai dosen pembimbing PKPA dan Kepala Koordinator
Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta
Utara yang telah membimbing dengan sabar dan mengarahkan penulis dengan
penuh kesungguhan hati selama PKPA berlangsung.
5. Dr. Harmita, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga,
dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini.
6. Drg. Leny Aryani sebagai Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara beserta seluruh staf yang telah
v
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
menerima, mendukung, dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan
PKPA.
7. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
8. Papa dan mama, sang perpanjangan tangan-Nya yang paling dekat dan nyata.
Terima kasih atas ruahan kasih sayang, doa yang tak pernah putus, seluruh motivasi
dan dukungan, serta dekapan dan pelukan, yang telah dan akan selalu menemani
Santi dari kecil hingga kini dan nanti. Kakak, Ika Reny Retnowati dan Adik, Sinta
Yanuarti Dewi yang selalu memberikan motivasi dan dukungan, serta mau
mendengarkan keluhan selama penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
Ravi Rays Chaudhary atas kesediaannya mendengarkan keluhan penulis,
memberikan saran, dan menyemangati penulis selama penyusunan laporan Praktek
Kerja Profesi Apoteker.
9. Teman-teman Apoteker Angkatan 76 dan 77 atas semangat, dukungan dan
kerjasama selama ini.
10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini masih jauh
dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini menjadi amal ibadah yang
dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pihak yang
membacanya. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita bimbingan
dan balasan kebaikan atas amal ibadah kita. Amin.
Penulis
2014
vi
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
vii
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
ABSTRAK
Nama
NPM
Program Studi
Judul
: Santi Yanuarti Utami, S. Farm
: 1206330072
: Profesi Apoteker
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara Periode 19 Agustus –
30 Agustus 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta
Utara bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta
Utara dan juga memahami tugas pokok dan fungsi dari bagian tenaga kesehatan, bagian
standarisasi mutu kesehatan dan bagian farmasi, makanan dan minuman yang termasuk
di dalam seksi sumber daya kesehatan (SDK). Sedangkan tujuan dari tugas khusus
adalah untuk mengetahui hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44
Tahun 2010 dan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 dalam Penarikan Destrometorfan
Sediaan Tunggal.
Kata kunci
: Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, Bagian
farmasi, makanan dan minuman, pemetaan tenaga kesehatan
Tugas umum : xi + 63 halaman; 7 lampiran
Tugas khusus : iii + 54 halaman; 4 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 15 (2002 - 2011)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 14 (1984 - 2013)
viii
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
ABSTRACT
Name
NPM
Program Study
Title
: Santi Yanuarti Utami, S. Farm
: 1206330072
: Apothecary profession
: Pharmacist Internship Program at Health Agency of North
Jakarta Administration Period August 19th - August 30th 2013
Pharmacists Professional Practice in Health Agency of North Jakarta Administration
aims to understand the duties and functions of parts of North Jakarta Health Office and
also to understand the duties and functions of the part of health personnel, parts
standardization and quality health pharmacy, food and beverage included in the
resources in the health section (SDK). While the purpose of the special task is to
determine the relationship of the Indonesian Government Regulation No. 44 in 2010
and the decision of the Head of National Agency of Drug and Food Control Republic of
Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 in 2013 in preparation Destrometorfan Single
Withdrawal.
Keywords
: Health Dept North Jakarta, Part pharmaceutical, food and beverage,
health workers mapping
General Assignment : xi + 63 pages; 7 appendices
Specific Assignment : iii + 54 pages, 4 appendices
Bibliography of General Assignment: 15 (2002 - 2011)
Bibliography of Specific Assignment: 14 (1984 - 2013)
ix
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………....................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………...
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………..
KATA PENGANTAR……………………………………………......
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………
ABSTRAK……………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………….....
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………....
BAB 1 PENDAHULUAN…...……………………………………….
1.1 Latar Belakang…………………………………………….
1.2 Tujuan……………………………………………………..
BAB 2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA
ADMINISTRASI JAKARTA UTARA….………………….
2.1 Suku Dinas Kesehatan………………………………….....
ii
iii
iv
v
vii
viii
x
xii
1
1
2
3
3
2.2 Visi dan Misi……………………………………………....
4
2.3 Struktur Organisasi……………………………………......
4
2.3.1 Subbagian Tata Usaha...……………………………
5
2.3.2 Seksi Kesehatan Masyarakat....…………………….
6
2.3.3 Seksi Pelayanan Kesehatan……………...…………
8
2.3.4 Seksi Sumber Daya Kesehatan……………………..
9
2.3.5 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan……………
11
2.4 Puskesmas………………………………………………..
2.4.1 Pelayanan
farmasi
klinik
di
puskesmas
13
14
(Direktorat jenderal bina kefarmasian dan alat
kesehatan departemen kesehatan RI, 2006).….....
2.4.2 Pengelolaan perbekalan farmasi di puskesmas
16
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2010)………………………………......
19
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA
KESEHATAN………………………………………………...
3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan………………………….
3.1.1 Standarisasi Manajemen Kesehatan………………
x
19
19
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
xi
3.1.2 Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin)…
23
3.1.3Tenaga Kesehatan……...…………………………..
25
3.2 Ruang Lingkup Perizinan………………………………….
27
3.2.1 Apotek……………………………………………….
28
3.2.2 Toko Obat…………………..……………………….
31
3.2.3 Usaha Kecil Obat Rumah Tangga (UKOT)………...
33
3.2.4 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)……………..
35
3.2.5 Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) dan Surat Izin
38
Praktek Apoteker (SIPA)……..…………………...
3.2.6 Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian
39
(SIKTTK)…...............................................................
3.3 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian (Binwasdal)...
40
3.4 Pelanggaran dan Sanksi……………………………….......
41
BAB 4 PEMBAHASAN……………………………………………...
42
4.1 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi, Seksi Sumber
Daya Kesehatan (SDK), Koordinator Farmasi, Makanan
dan Minuman………………………………………...........
42
4.2 Pelaporan Narkotika………………….……………………
48
4.3 Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading……………………
49
4.3.1 Pelayanan Farmasi Klinik…………………………...
49
4.3.2 Pengelolaan Obat……………………………………
50
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………
53
5.1 Kesimpulan……………………………….......................
53
5.2 Saran………………………………………………….......
53
DAFTAR ACUAN……………………………………………………
54
LAMPIRAN…………………………………………………………..
56
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara…………..
Formulir Permohonan Izin Apotek…………………………………
Format Surat Izin Apotek…………………………………………...
Formulir Permohonan Izin Pedagang Eceran Obat …………………
Izin Pedagang Eceran Obat (Toko Obat)…………………………...
Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan…………………………..
Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga………………
xii
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
56
57
58
60
61
62
63
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
setempat. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5.
Tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan
kepentingan masyarakat.
Menurut Undang-undang No 36 Tahun 2009 pemerintah bertanggung jawab
merencanakan,
menyelenggarakan,
mengatur,
membina,
dan
mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Dengan
adanya otonomi daerah, sebagian kewenangan dan tugas pemerintah pusat di bidang
kesehatan dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam
melaksanakan tanggung jawab tersebut, pemerintah DKI Jakarta membentuk Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Suku Dinas Kesehatan di setiap kota administrasi
yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat,
Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Dinas Kesehatan Provinsi merupakan unsur
pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan sedangkan Suku Dinas Kesehatan
merupakan unit kerja dari Dinas Kesehatan Provinsi. Suku Dinas Kesehatan
bertanggung jawab melaksanakan pelayanan perizinan, perencanaan, pengendalian, dan
penilaian efektivitas pelayanan kesehatan di wilayah kota adminstrasi.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, Apoteker berperan
penting untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian.
Selain melakukan pekerjaan kefarmasian, Apoteker juga dapat berperan dalam
pemerintahan sebagai penyusun kebijakan di bidang kefarmasian, perizinan,
pengawasan, dan pengendalian sarana kefarmasian. Di dalam pemerintahan khususnya
1
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Suku Dinas Kesehatan, peran Apoteker lebih diarahkan pada proses perizinan,
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
sarana kefarmasian
serta tenaga
kefarmasian.
Untuk lebih memahami serta mengetahui peran dan fungsi apoteker di
pemerintahan, maka calon apoteker membutuhkan suatu program praktek kerja yang
dapat memberikan pengalaman kerja, pengetahuan dan gambaran tentang peran
apoteker di Pemerintahan. Oleh karena itu, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara dengan mengadakan kegiatan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) untuk memberikan wawasan kepada calon
apoteker mengenai perannya di Suku Dinas Kesehatan.
1.2
Tujuan
Pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, bertujuan agar
mahasiswa calon apoteker :
1. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Utara.
2. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi bagian Koordinator
Farmasi, Makanan, dan Minuman.
3. Mengetahui dan memahami tata cara perizinan, pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian terhadap sarana pelayanan kesehatan farmasi, makanan, dan minuman
serta pelaksanaannya di lapangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM
SUKU DINAS KESEHATAN
KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA
2.1
Suku Dinas Kesehatan
Sejak sistem pemerintahan otonomi daerah diberlakukan, Provinsi DKI Jakarta
membentuk Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana
otonomi daerah di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala
Dinas yang bertanggung jawab dan berkedudukan di bawah Gubernur melalui
Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan,
pembinaan, dan pengembangan urusan kesehatan.
Suku Dinas Kesehatan adalah Unit Kerja Dinas Kesehatan di kota administrasi.
Suku Dinas Kesehatan dibentuk di setiap kota administrasi yaitu Jakarta Utara, Jakarta
Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat. Kepala Suku Dinas yang
memimpin Suku Dinas Kesehatan diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
persyaratan. Kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara teknis administratif kepada
Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional kepada Walikota Administrasi
yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Suku Dinas Kesehatan merupakan penamaan baru yang atas penggabungan dari
dua Suku Dinas yang terdahulu, yakni Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku
Dinas Kesehatan Masyarakat. Hal ini menimbulkan perubahan pada struktur organisasi
secara keseluruhan.
Sebelum penggabungan, Suku Dinas Pelayanan Kesehatan terdiri dari 6 seksi;
yaitu Seksi Pelayanan kesehatan Dasar, Seksi Farmasi Makanan Minuman, Seksi
Pelayanan Kesehatan Spesialistik, Seksi Pendataan dan Program, Seksi Gawat Darurat
Bencana dan Gakin, Seksi Pengobatan Tradisional, serta Subbag Tata Usaha. Suku
Dinas Kesehatan Masyarakat terdiri dari 6 seksi; yaitu Seksi Pendataan dan Program,
Seksi Penyakit Menular, Seksi Penyakit Tidak Menular, Seksi Kesehatan Jiwa dan
Napza, Seksi Gizi PPSM, Seksi Penyehatan Lingkungan serta Subbag Tata usaha
3
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Setelah Penggabungan kedua Suku Dinas tersebut menjadi Suku Dinas
Kesehatan, struktur organisasi berubah menjadi 4 seksi; yaitu Seksi Kesehatan
Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan, Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan, dan Subbag Tata Usaha.
2.2
Visi dan Misi
Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara yaitu “Menjadi Suku Dinas Kesehatan
yang profesional menuju Jakarta Utara sehat untuk semua”. Untuk mewujudkan visi
tersebut, misi yang ditetapkan yaitu (Suku dinas kesehatan Jakarta utara, 2010):
1. Meningkatkan kompetensi seluruh sumber daya manusia (SDM) di jajaran Suku
dinas kesehatan Jakarta utara.
2. Mengembangkan pelayanan perizinan berbasis teknologi informasi.
3. Menciptakan dan meningkatkan kenyamanan lingkungan kerja.
4. Meningkatkan sistem informasi yang cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan
berbasis komputer.
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih.
6. Memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih sehat serta untuk
penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana.
7. Meningkatkan kualitas dan waktu respon pelayanan kesehatan gawat darurat dan
bencana.
8. Meningkatkan kerjasama lintas program, lintas sektoral dengan organisasi profesi,
organisasi masyarakat dan institusi lainnya dalam mengatasi masalah- masalah
kesehatan masyarakat di Jakarta utara.
9. Menindaklanjuti pengaduan masyarakat.
2.3
Struktur Organisasi
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta sesuai dengan
Pasal 95 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.10 Tahun 2008 tentang
Organisasi Perangkat Daerah (Perda No.10/2008):
1. Kepala suku dinas kesehatan
2. Subbagian tata usaha
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
5
3. Seksi kesehatan masyarakat
4. Seksi pelayanan kesehatan
5. Seksi sumber daya kesehatan
6. Seksi pengendalian masalah kesehatan
Subbagian dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian dan setiap seksi dipimpin
oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab
kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan.
2.3.1 Subbagian Tata Usaha
Sub bagian tata usaha mempunyai ruang lingkup tugas :
1. Menyusun
bahan
rencana
kerja
dan
anggaran
(RKA)
dan
dokumen
pelaksanaan anggaran (DPA) suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
3. Mengoordinasikan penyusunan RKA dan DPA suku dinas.
4. Melaksanakan monitoring, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan DPA suku dinas.
5. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang suku dinas.
6. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan suku dinas.
7. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, dan pemeliharaan dari perawatan
prasarana dan sarana kerja suku dinas.
8. Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan, dan ketertiban kantor.
9. Melaksanakan pengelolaan ruang rapat/pertemuan suku dinas.
10. Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara, dan pengaturan acara suku dinas.
11. Menerima, mencatat, membukukan, menyetorkan, dan melaporkan
penerimaan
retribusi suku dinas kesehatan.
12. Menyiapkan bahan laporan suku dinas yang terkait dengan tugas subbagian tata
usaha.
13. Mengoordinasikan
penyusunan
laporan
(kegiatan,
keuangan,
kinerja,
dan
akuntabilitas) suku dinas.
14. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas subbagian tata
usaha.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
6
Subbagian tata usaha (Subbag TU) membawahi bidang kepegawaian, keuangan,
serta umum dan protokol. Bidang kepegawaian memiliki wewenang untuk
melaksanakan seluruh aktifitas kepegawaian sesuai dengan tugas dan fungsinya. Secara
struktural, koordinator kepegawaian membawahi pengelola data pegawai dan disiplin
pegawai, pengelola administrasi kesejahteraan pegawai, dan pengelola administrasi
pengembangan karir.
Bidang keuangan memiliki wewenang untuk mengurus pengajuan uang kegiatan
yang bersumber dari DPA SKPD serta melakukan binwasdal ke Puskesmas. Dalam
pelaksanaannya koordinator keuangan dibantu oleh bendahara, verifikator, pengelola
pelaporan, pengelola pajak dan sisa kegiatan dan pengelola SPJ.
Bidang umum dan protokol memiliki wewenang melaksanakan pengawasan
dan pengendalian urusan umum dan protokol. Dalam pelaksanaannya, koordinator
umum dan protokol dibantu oleh pengurus barang, pengelola pemeliharaan sarana dan
prasarana kantor, pengelola surat menyurat, pengadministrasi surat
pengadministrasi surat
masuk,
keluar,
pengadministrasi kegiatan kepala unit, dan
pengadministrasi protokol (Suku dinas kesehatan, 2010).
2.3.2 Seksi Kesehatan Masyarakat
Seksi kesehatan masyarakat merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan dalam
pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi
kesehatan masyarakat dipimpin oleh seorang kepala seksi yang bertanggung jawab
kepada kepala suku dinas. Tugas pokok dan fungsi seksi kesehatan masyarakat
adalah sebagai berikut:
1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
3. Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga termasuk
kesehatan ibu, bayi, anak balita, anak prasekolah, anak usia sekolah, remaja,
kesehatan reproduksi usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita dan asuhan
keperawatan.
4. Mengoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan
pengendalian program kesehatan masyarakat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
7
5. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi.
6. Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan masyarakat.
7. Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat kota
administrasi.
8. Melaksanakan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi manajemen
kesehatan yang terintegrasi.
9. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM.
10. Menerapkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).
11. Melaksanakan kegiatan peran masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.
12. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi
kesehatan masyarakat.
13. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi kesehatan
masyarakat.
Seksi kesehatan masyarakat membawahi tiga bidang, yaitu bidang gizi dan
PPSM, bidang kesehatan keluarga, dan bidang promosi dan informasi kesehatan.
Bidang kesehatan keluarga mengurusi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
program kesehatan keluarga, seperti kesehatan ibu dan anak, kesehatan lansia,
kesehatan gigi dan mulut, dan penanganan kekerasan dalam rumah tangga. Secara
struktural, koordinator bidang kesehatan keluarga membawahi pengelola kesehatan ibu,
pengelola kesehatan anak, pengelola perawatan kesehatan masyarakat, pengelola lansia,
pengelola kekerasan dalam rumah tangga, dan pengelola kesehatan gigi dan mulut.
Bidang gizi dan PPSM bertanggung jawab dalam penyelenggaraan dan
pelaksanaan kegiatan gizi dan PPSM di Puskesmas tingkat kecamatan dan kelurahan.
Secara struktural, koordinator membawahi pengelola program gizi dan pengelola
PPSM.
Bidang promosi dan informasi kesehatan bertanggung jawab atas kelancaran
kegiatan promosi dan informasi kesehatan. Secara struktural, koordinator membawahi
pengelola SP2TP dan pengelola sistem promosi kesehatan (Suku dinas kesehatan,
2010).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
8
2.3.3 Seksi Pelayanan Kesehatan
Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi pelayanan kesehatan dipimpin oleh seorang
kepala seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala suku
dinas. Tugas pokok dan fungsi seksi pelayanan kesehatan diantaranya adalah:
1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
3. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian tata laksana
pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.
4. Menghimpun,
mengolah,
menyajikan,
memelihara,
mengembangkan,
dan
memanfaatkan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan.
5. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar pelayanan
kesehatan.
6. Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengawasan akreditasi sarana pelayanan
kesehatan.
7. Memberikan rekomendasi/perizinan sarana pelayanan kesehatan.
8. Memberikan tanda daftar ke pengobat tradisional.
9. Melaksanakan
siaga
24 jam/pusat
pengendali
dukungan
kesehatan
(Pusdaldukkes).
10. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan
minimal
pelayanan kesehatan.
11. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi
pelayanan kesehatan.
12. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi pelayanan
kesehatan.
Seksi Pelayanan Kesehatan membawahi tiga bidang, yaitu pelayanan kesehatan
dasar, gawat darurat dan bencana, pelayanan kesehatan keahlian dan tradisional
pengelola
perizinan
dan
binwasdal
sarana
pelayanan
kesehatan
keahlian,
pengelola perizinan dan Binwasdal sarana pelayanan kesehatan tradisional serta
administrasi.
Secara
struktural,
koordinator bidang
pelayanan
kesehatan dasar
membawahi pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan kesehatan dasar
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
9
sedangkan koordinator pelayanan kesehatan keahlian dan tradisional membawahi
pengelola
perizinan
dan
binwasdal
sarana
pelayanan
kesehatan keahlian,
pengelola perizinan dan binwasdal sarana pelayanan kesehatan tradisional dan
pengadministrasi (Suku dinas kesehatan, 2010).
2.3.4 Seksi Sumber Daya Kesehatan
Sumber daya kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan dalam
pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi sumber daya
kesehatan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang bertanggung jawab kepada
Kepala Suku Dinas. Bagian ini mempunyai tugas pokok dan fungsi:
1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
3. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman.
4. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.
5. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan
analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
6. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas
kesehatan terhadap standar pelayanan.
7. Melaksanakan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem
manajemen mutu.
8. Melaksanakan survei kepuasaan pelanggan kesehatan.
9. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penerapan sistem
manajemen mutu kepada Puskesmas.
10. Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator.
11. Melaksanakan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur,
assessor, dan auditor mutu pelayanan kesehatan.
12. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pelayanan
sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, subpenyalur
alat kesehatan, apotek, toko obat, depo obat, dan industri makanan minuman rumah
tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
10
13. Melaksanakan kegiatan
pemantauan
dan
pengendalian
harga
obat
dan
persediaan cadangan obat esensial.
14. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup
kota administrasi.
15. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan.
16. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi
sumber daya kesehatan.
17. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi sumber daya
kesehatan.
Seksi sumber daya kesehatan dibagi 3 koordinator, yaitu standarisasi manajemen
kesehatan, farmasi makanan dan minuman (Farmakmin), dan bidang tenaga kesehatan.
Koordinator standarisasi manajemen kesehatan bertugas dan bertanggung jawab
sebagai pengelola administrasi dan perencanaan mutu, melaksanakan survey kepuasan
pelanggan kesehatan, merencanakan dan melaksanakan serta memantau program audit
internal, eksternal, serta tinjauan manajemen dalam rangka penerapan sistem
manajemen mutu. Secara struktural, koordinator standarisasi manajemen kesehatan
membawahi pengelola administrasi dan perencanaan mutu pengelola survey kepuasan
pelanggan, pengelola audit internal, pengelola audit eksternal dan pengelola forum
komunikasi mutu.
Koordinator farmakmin bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan
perizinan farmasi, makanan, dan minuman, mengendalikan mutu pelayanan farmakmin,
membuat perencanaan kegiatan dan anggaran farmakmin, KIE (komunikasi, informasi,
dan edukasi) pada customer, memverifikasi berkas perizinan
yang
masuk,
melaksanakan inspeksi/pemeriksaan setempat terhadap sarana pelayanan kesehatan
farmakmin, membuat perencanaan kerja, laporan, dan evaluasi kerja mingguan. Secara
struktural, koordinator farmakmin membawahi pengelola administrasi farmakmin,
pengelola apotek dan UKOT, pengelola industri rumah tangga
toko
obat,
pengelola
bimtek,
pangan,
pengelola
pengelola pembinaan tenaga kesehatan,
pengadministrasian umum, pengarsip perizinan tenaga kesehatan (nakes), dan penerima
izin.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
11
Bagian tenaga kesehatan bertanggung jawab membantu menyusun bahan RKA
dan DPA seksi sumber daya kesehatan, menyusun dan mengkoordinasikan pembuatan
jadwal pelaksanaan bimbingan teknis tenaga kesehatan, menyusun peta kebutuhan
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, mengoordinir pelaksanaan kegiatan
penilaian calon tenaga kesehatan teladan di Puskesmas, mengkoordinir pelaksanaan
pembinaan tenaga kesehatan, membantu dalam pelaksanaan segala proses perizinan
tenaga kesehatan mulai dari verifikasi berkas permohonan, dan kunjungan lapangan
hingga pencetakan izin tenaga kesehatan serta melaksanakan tugas kunjungan dalam hal
perizinan tenaga kesehatan. Secara struktural, koordinator membawahi pengelola diklat
(Suku dinas kesehatan, 2010).
2.3.5 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan
Seksi pengendalian masalah kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas
kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi
pengendalian masalah kesehatan dipimpin oleh seorang kepala seksi
yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala suku dinas.
Adapun tugas pokok dan fungsi seksi pengendalian masalah kesehatan antara lain:
1. Menyusun bahan RKA dan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2. Melaksanakan DPA suku dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
3. Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan
jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah/KLB (Kejadian
Luar Biasa), dan kesehatan lingkungan.
4. Melaksanakan kegiatan pembinaan pelaksanaan kesehatan haji.
5. Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular
serta kesehatan jiwa masyarakat.
6. Melaksanakan
kegiatan
bimbingan,
konsultasi,
dan
pendampingan
teknis
peningkatan kompetensi surveilans epidemiologi, tenaga kesehatan pengendalian
penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.
7. Melaksanakan kegiatan koordinasi, kerja sama, dan kemitraan pengendalian
penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan satuan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
12
kerja perangkat daerah (SKPD), unit kerja perangkat daerah (UKPD) dan atau
instansi pemerintahan/swasta/ masyarakat.
8. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan
imunisasi.
9. Menghimpun,
mengolah,
menyajikan,
memelihara,
mengembangkan,
dan
memanfaatkan data dan informasi surveilans epidemiologi sebagai sistem
kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD-KLB) pada lingkup kota administrasi.
10. Melaksanakan kegiatan investigasi penyakit potensial KLB dan dugaan wabah serta
keracunan makanan.Meningkatkan sistem jaringan informasi wabah/ KLB dan
surveilans.
11. Melaksanakan kegiatan pengendalian surveilans kematian.
12. Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan
wabah/KLB dan surveilans.
13. Melaksanakan
kegiatan
pengendalian
pelaksanaan
program
kesehatan
lingkungan meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan dan
minuman,
pengamanan limbah,
pengendalian vektor, pengendalian radiasi,
penyehatan pemukiman kumuh, peyehatan di tempat umum, tempat kerja, tempat
pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL), dan upaya pengelolaan lingkungan/upaya pemantauan
lingkungan.
14. Melaksanakan
kegiatan
pengawasan
dan
pengendalian
sarana
penunjang
kesehatan lingkungan.
15. Menyiapkan materi pelatihan teknis dalam bidang kesehatan lingkungan dan
kesehatan kerja.
16. Menyiapkan bahan laporan suku dinas kesehatan yang terkait dengan tugas seksi
pengendalian masalah kesehatan.
17. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi pengendalian
masalah kesehatan.
Seksi pengendalian masalah kesehatan membawahi tiga koordinator, yaitu
koordinator kesehatan lingkungan, koordinator penyakit menular dan tidak menular,
serta koordinator wabah dan surveilans.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
13
Koordinator kesehatan lingkungan bertanggung jawab mengurus segala hal
yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan meliputi penyehatan makanan dan
minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan
lingkungan kumuh, penyehatan di tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan
pestisida,
dan
lingkungan
lingkungan membawahi
pengelola
makanan
lainnya.
Secara
koordinator kesehatan
minuman,
pengelola
struktural,
koordinator kesehatan
lingkungan
tempat-tempat
yang dibantu oleh
umum tempat-tempat
industri (TTU-TTI) dan pengelola penyehatan lingkungan.
Koordinator Penyakit Menular dan Tidak Menular bertanggung jawab dalam
pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyakit menular (DBD, ISPA, Pneumonia,
diare, kusta, HIV/AIDS, dan TBC), penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat,
imunisasi, napza, dan haji. Disamping itu, coordinator ini juga bertugas memberikan
informasi mengenai perkembangan penyakit menular di Jakarta Utara.
Koordinator Wabah dan Surveilans bertanggung jawab menyusun program,
rencana kegiatan, dan alokasi anggaran kegiatan penanggulangan wabah dan surveilans
serta melakukan sosialisasi program tersebut. Koordinator ini melakukan kegiatan
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan surveilans pada Puskesmas
Kecamatan serta memberikan dan menganalisa perkembangan penyakit menular
terutama yang berpotensi menimbulkan KLB (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara,
2010).
2.4
Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. Secara nasional standar wilayah kerja di Puskesmas adalah satu kecamatan.
Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas maka tanggung jawab
wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah
yaitu
desa/kelurahan kelurahan atau dusun/rukun
warga (Direktorat jenderal bina
kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI, 2006).
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah dari orientasi obat ke pasien
(Direktorat jenderal bina kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI,
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
14
2006). Sebagai konsekuensi orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker
tenaga
kefarmasian
dituntut
untuk
dapat
sebagai
melaksanakan pelayanan kefarmasian
yang dapat menjamin penggunaan obat yang rasional, efektif, aman terjangkau oleh
pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian keterampilan dengan kerja sama antara
profesi kesehatan lainnya atau yang lebih dikenal sebagai farmasi klinik (Suku dinas
kesehatan DKI Jakarta, 2002).
Pelayanan farmasi klinik di puskesmas meliputi (Direktorat jenderal bina
kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI, 2006) :
1. Pelayanan resep
2. Pelayanan informasi obat.
Sedangkan pelayanan kefarmasian di bidang pengelolaan perbekalan farmasi
meliputi:
1. Perencanaan
2. Permintaan
3. Penyimpanan
4. Distribusi
5. Pengendalian penggunaan
6. Pencatatan dan pelaporan.
2.4.1 Pelayanan farmasi klinik di puskesmas (Direktorat jenderal bina
kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI, 2006)
2.4.1.1 Pelayanan Resep
Pelayanan resep di instalasi farmasi di puskesmas diawali dengan pemeriksaan
resep yang meliputi:
a. Pemeriksaan kelengkapan administrasi resep
b. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik
c. Pertimbangan klinik
d. Konsultasi dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep obat atau obat
tidak tersedia
Setelah diperiksa, langkah pelaksanaan selanjutnya adalah peracikan dan
pengemasan. Obat yang dibutuhkan di ambil dari rak penyimpanan menggunakan alat,
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
15
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat. Obat
dapat diracik sesuai dengan perintah yang tertera pada resep. Selanjutnya, obat dikemas
dan diberi etiket sesuai dengan jenis obat. Obat dimasukkan ke dalam wadah yang
sesuai dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan penggunaan
obat yang salah.
Langkah selanjutnya petugas menyerahkan obat kepada pasien. Sebelum obat
diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan
nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat. Penyerahan obat
kepada
pasien dilakukan dengan cara
yang
baik
dan sopan. Petugas
juga
memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya. Di akhir
penyerahan petugas memberikan informasi obat.
2.4.1.2 Pelayanan informasi obat
Informasi obat yang diberikan harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat
yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat adalah buku farmakope Indonesia,
informasi spesiallite obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI),
Farmakologi dan Terapi serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh
dari setiap kemasan atau brosur obat
Informasi obat yang diperlukan pasien adalah:
a. Waktu penggunaan obat
b. Lama penggunaan obat
c. Cara penggunaan obat
d. Efek yang timbul dan hal-hal lain yang mungkin timbul
e. Efek samping
f. Bahaya salah penggunaan obat
g. Cara penyimpanan obat
Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pelayanan
kefarmasian di puskesmas antara lain:
a. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survey berupa angket melalui kotak
saran
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
16
b. Dimensi waktu: lama pelayanan yang diukur dengan waktu
c. Prosedur tetap (Protap) pelayanan kefarmasian : untuk menjamin mutu pelayanan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
d. Daftar tilik pelayanan kefarmasian di puskesmas.
2.4.2 Pengelolaan perbekalan farmasi di puskesmas (Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010)
Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan efisien secara
berkesinambungan. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi
kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi,
pencatatan dan pelaporan, serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat.
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan
kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan
obat di puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas setiap
periode
dilaksanakan oleh pengelola obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas. Dalam
proses perencanaan kebutuhan obat pertahun, puskesmas diminta menyediakan data
pemakaian obat dengan mengunakan LPLPO. Selanjutnya, instalasi farmasi
kabupaten/kota yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat
puskesmas diwilayah kerjanya. Ketepatan dan kebenaran data di puskesmas akan
berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di
kabupaten/kota.
Sumber penyediaan obat di puskemas berasal dari dinas kesehatan kabupaten/
kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah obat esensial
yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk pada
Daftar Obat Esensial Nasional. Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di
masing-masing puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan
dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub
unit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
17
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan
dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Penerimaan
obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi kuasa
oleh kepala puskesmas. Setiap penyerahan obat oleh instalasi farmasi kabupaten/kota
kepada
puskesmas dilaksanakan
setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Petugas
penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan,
pemeliharaan dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.
Petugas penerima obat
wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang
diserahterimakan, meliputi kemasan, jenis, jumlah, bentuk sediaan obat sesuai dengan
isi dokumen LPLPO, dan ditanda tangani oleh petugas penerima serta diketahui oleh
kepala puskesmas. Setelah obat diterima, obat disimpan. Penyimpanan adalah suatu
kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang),
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin.
Pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas merupakan rangkaian kegiatan
dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat- obatan yang
diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas dan atau unit pelayanan
lainnya. Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas
adalah Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok.
LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat
waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk
analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan
pembuatan
obat,
pengendalian persediaan dan
laporan pengelolaan obat. LPLPO sudah harus diterima oleh instalasi
farmasi kabupaten/kota paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.
Kegiatan akhir dari pengelolaan obat adalah supervisi dan evaluasi. Supervisi
adalah proses pengamatan secara terencana oleh petugas pengelola obat dari unit yang
lebih tinggi (Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/ Kota) terhadap pelaksanaan
pengelolaan obat oleh petugas ke unit yang lebih rendah (Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota/Puskesmas/Puskesmas Pembantu/UPT lainnya). Evaluasi adalah
serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan memperoleh informasi tentang
keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Evaluasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
18
bertujuan untuk menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang
sedang berjalan dan mencari solusinya, memprediksi kegunaan dari pengembangan
program dan memperbaikinya, mengukur kegunaan program-program yang inovatif dan
meningkatkan efektifitas program, manajemen, dan administrasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN
3.1
Seksi Sumber Daya Kesehatan.
Salah satu seksi di Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Utara adalah Seksi
Sumber Daya Kesehatan yang membawahi Koordinator Standarisasi Manajemen
Kesehatan; Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin); serta Tenaga Kesehatan
(Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2010). Agar mampu menjalankan tugas dan
fungsinya tersebut, maka Seksi Sumber Daya Kesehatan memiliki wewenang antara
lain:
1. Menilai kinerja staf di lingkungan Seksi Sumber Daya Kesehatan
2. Menetapkan perencanaan program Seksi Sumber Daya Kesehatan
3. Mewakili Kepala Suku Dinas sesuai dengan kewenangan yang diberikan
4. Mengendalikan seluruh kegiatan Seksi Sumber Daya Kesehatan
5. Merekomendasikan tertib atau tidaknya izin tenaga dan sarana farmasi, makanan,
dan minuman.
3.1.1 Standarisasi Manajemen Kesehatan
Tugas dan tanggung jawab Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan
adalah:
1.
Memastikan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen mutu ditetapkan,
diterapkan, dan dipelihara
2.
Melaksanakan survey kepuasan pelanggan kesehatan
3.
Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan penerapan
sistem manajemen mutu kepada puskesmas
4.
Melaksanakan kegiatan pertemuan koordinasi forum komunikasi manajemen mutu
di tingkat Kota Administrasi Jakarta Utara
5.
Melaksanakan fasilitas peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur,
assessor, dan auditor mutu pelayanan kesehatan
19
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
20
6.
Mengusulkan perencanaan dan alokasi anggaran program mutu
7.
Merencanakan dan melaksanakan serta memantau program audit internal,
eksternal, serta tinjauan manajeman dalam rangka penerapan system manajemen
mutu.
Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan memiliki wewenang, yaitu:
1. Memberikan masukan kepada Kepala Seksi sehubungan dengan ruang lingkup
tugasnya
2. Melaporkan kinerja seksi yang mempengaruhi sistem manajemen mutu Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Utara
3. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran.
4. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan yang diberikan.
Koordinator Standardisasi Manajemen Kesehatan membawahi beberapa
Subbagian diantaranya:
a. Pengelola Administrasi dan Perencanaan Mutu
Subbagian Pengelola Administrasi dan Perencanaan Mutu, memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut:
1. Menginventarisasi kegiatan di Koordinator Standarisasi Manajemen Kesehatan
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara
2. Menginventarisasi kebutuhan anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan
pemeliharaan penerapan sistem manajemen mutu Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Utara
3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam rangka penerapan
sistem mutu Suku Dinas Kesehatan
4. Membuat rencana kerja tahunan Koordinator Standardisasi Manajemen Mutu
5. Melaporkan rencana anggaran
6. Bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dokumen, berkas, arsip, rekaman, dan
sebagainya yang terkait dengan kegiatan mutu Suku Dinas Kesehatan.
Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Administrasi dan Perencanaan
Mutu adalah:
1. Memberikan masukan kepada Kepala Seksi sehubungan dengan ruang lingkup
tugasnya
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
21
2. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran
3. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan.
b. Pengelola Survey Kepuasan Pelanggan
Subbagian Pengelola Survey Kepuasan Pelanggan memiliki tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut:
1. Memastikan berjalannya kegiatan survey kepuasan pelanggan Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Utara
2. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan survey
kepuasan pelanggan
3. Membuat rencana kegiatan tahunan survey kepuasan pelanggan
4. Melaporkan kegiatan survey kepuasan pelanggan.
5. Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Survey Kepuasan Pelanggan adalah:
6. Memberikan masukan kepada kepala seksi sehubungan dengan ruang lingkup
tugasnya
7. Menyusun Perencanaan Program Mutu dan alokasi anggaran
8. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan.
c. Pengelola Audit Internal
Subbagian Pengelola Audit Internal memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
1. Mengelola kegiatan audit internal
2. Memastikan berjalannya kegiatan Audit Internal Suku Dinas Kesehatan
3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan audit
internal
4. Membuat laporan kegiatan audit internal Suku Dinas Kesehatan.
5. Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Audit Internal adalah:
6. Memberikan masukan kepada kepala seksi sehubungan dengan ruang lingkup
tugasnya
7. Menyusun perencanaan program mutu dan alokasi anggaran
8. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
22
d. Pengelola Audit Eksternal
Subbagian Pengelola Audit Eksternal memiliki tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:
1. Mengelola kegiatan audit eksternal;
2. Memastikan berjalannya kegiatan Audit Eksternal Suku Dinas Kesehatan;
3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan audit
eksternal;
4. Membuat laporan kegiatan audit eksternal Suku Dinas Kesehatan
Adapun wewenang dari Subbagian pengelola audit eksternal adalah:
1. Memberikan masukan kepada kepala seksi sehubungan dengan ruang lingkup
tugasnya;
2. Menyusun perencanaan program mutu dan alokasi anggaran;
3. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan.
e. Pengelola Forum Komunikasi Mutu
Subbagian Pengelola Forum Komunikasi Mutu memiliki tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut:
1. Mengelola kegiatan forum komunikasi mutu yang merupakan pertemuan rutin
antara perwakilan tim mutu Suku Dinas atau pertemuan antara perwakilan tim mutu
Suku Dinas dan puskesmas;
2. Memastikan berjalannya kegiatan forum komunikasi mutu Suku Dinas Kesehatan;
3. Membuat rencana kebutuhan anggaran yang diperlukan dalam kegiatan forum
komunikasi mutu;
4. Membuat laporan kegiatan forum kemunikasi mutu Suku Dinas kesehatan.
Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Forum Komunikasi Mutu adalah:
1. Memberikan masukan kepada Kepala Seksi sehubungan dengan ruang lingkup
tugasnya;
2. Menyusun perencanaan program mutu dan alokasi anggaran;
3. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan sesuai kewenangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
23
3.1.2 Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin)
Tugas dan tanggung jawab Koordinator Farmakmin adalah (Dokumen Tupoksi
dan Kompetensi Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara,
2010):
1. Memberikan pelayanan perizinan Farmakmin;
2. Mengendalikan mutu pelayanan Farmakmin;
3. Membuat perencanaan kegiatan dan anggaran Farmakmin;
4. Verifikasi berkas perizinan yang masuk (ditolak/dilanjutkan);
5. Melaksanakan Inspeksi/pemeriksaan setempat terhadap sarana pelayanan kesehatan
Farmakmin.
Koordinator Farmakmin memiliki wewenang, antara lain:
1. Menetapkan perencanaan kegiatan Farmakmin;
2. Mewakili Kepala Seksi sesuai dengan kewenangan yang diberikan;
3. Mengendalikan kegiatan perizinan sarana Farmakmin dan kegiatan Binwasdal;
4. Merekomendasikan tertib atau tidaknya izin Farmakmin.
Koordinator Farmakmin membawahi beberapa Subbagian diantaranya:
a. Pengelola Administrasi Farmakmin
Subbagian Pengelola Administrasi Farmakmin memiliki tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut:
1. Mengoordinasikan peninjauan lapangan;
2. Melakukan pengetikan sertifikat/perizinan;
3. Pemegang program kegiatan sosialisai tenaga Asisten Apoteker, penyuluhan
keamanan pangan, dan pembinaan sarana pelayanan Farmakmin;
4. Menerima berkas perizinan dan mencatat dalam buku register;
5. Memberi nomor Surat Tugas dan Rekap BAP;
6. Mengoordinasikan kegiatan Binwasdal ke lapangan untuk semua jenis sarana
pelayanan kesehatan Farmakmin;
7. Membuat laporan kegiatan program (SPJ lengkap).
Wewenang dari Subbagian Pengelola Administrasi Farmakmin adalah:
1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai
kewenangan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
24
2. Mengusulkan rencana kegiatan;
3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya.
b. Pengelola Apotek dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT)
Subbagian Pengelola Apotek dan UKOT memiliki tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:
1. Melaksanakan peninjauan lapangan ke apotek dan UKOT;
2. Melakukan pengetikan sertifikat/perizinan apotek dan UKOT;
3. Melaksanakan kegiatan sosialisasi tenaga Asisten Apoteker;
4. Mengoordinasikan dan melaksanakan kegiatan Binwasdal ke lapangan untuk apotek
dan UKOT;
5. Membuat perencanaan maupun laporan kegiatan program;
6. Menerima laporan pemakaian Narkotika dan Psikotropika.
Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Apotek dan UKOT adalah:
1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai
kewenangan;
2. Mengusulkan rencana kegiatan;
3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya;
4. Merekomendasikan diberikannya izin atau tidak kepada sarana yang ditinjau ke
lapangan yang tidak memenuhi persyaratan.
c. Pengelola Industri Rumah Tangga Pangan
Subbagian Pengelola Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut:
1. Melaksanakan peninjauan lapangan ke IRTP;
2. Melakukan pengetikan sertifikat/perizinan IRTP;
3. Melaksanakan kegiatan sosialisasi IRTP;
4. Mengoordinasikan dan melaksanakan kegiatan Binwasdal ke lapangan untuk IRTP;
5. Membuat perencanaan dan laporan kegiatan program.
Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola IRTP adalah:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
25
1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai
kewenangan;
2. Mengusulkan rencana kegiatan;
3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya;
4. Merekomendasikan diberikannya izin atau tidak kepada sarana yang ditinjau ke
lapangan yang tidak memenuhi persyaratan.
d. Pengelola Toko Obat
Subbagian Pengelola Toko Obat memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
1. Melaksanakan peninjauan lapangan ke toko obat;
2. Melaksanakan kegiatan sosialisasi Toko Obat;
3. Mengoordinasikan dan melaksanakan Binwasdal ke lapangan untuk toko obat;
4. Membuat perencanaan dan laporan kegiatan program;
5. Menerima dan menyimpan obat serta alat perbekalan kesehatan dalam gudang obat
dan mencatat dalam buku penerimaan serta kartu stok obat dan alat perbekalan
kesehatan.
Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola Toko Obat adalah:
1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai
kewenangan;
2. Mengusulkan rencana kegiatan;
3. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya;
4. Merekomendasikan diberikannya izin atau tidak kepada sarana yang ditinjau ke
lapangan yang tidak memenuhi persyaratan.
3.1.3 Tenaga Kesehatan
Tugas dan tanggung jawab Koordinator Tenaga Kesehatan (NAKES) adalah:
1. Membantu Kepala Seksi menyusun rencana kerja anggaran (RKA) dan dokumen
pelaksanaan anggaran (DPA) Seksi Sumber Daya Kesehatan;
2. Menyusun jadwal bimbingan teknis tenaga kesehatan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
26
3. Menganalisis dan melaksanakan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan;
4. Membantu terlaksananya program kegiatan di Seksi Sumber Daya Kesehatan;
5. Mengendalikan dan mengoordinasikan tugas dan wewenang tenaga kesehatan.
Koordinator NAKES memiliki wewenang antara lain:
1. Mewakili Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pertemuan atau rapat sesuai
kewenangan;
2. Mengusulkan rencana program kegiatan;
3. Mengoordinasikan program kegiatan kepada seksi terkait
Koordinator NAKES membawahi beberapa Subbagian diantaranya:
a. Pengelola Bimbingan Teknis (BIMTEK)
Subbagian Pengelola BIMTEK memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
1. Membantu koordinator menyusun dan merencanakan program kerja tenaga
kesehatan;
2. Membantu koordinator dalam membuat jadwal BIMTEK tenaga kesehatan;
3. Membantu koordinator dalam pelaksanaan BIMTEK.
Adapun wewenang dari Subbagian Pengelola BIMTEK adalah:
1. Mengusulkan rencana program kegiatan BIMTEK;
2. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya.
b. Pengadministrasian
Subbagian Pengadministrasian memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
1. Mengarsipkan bahan RKA dan DPA tenaga kesehatan;
2. Mengarsipkan surat masuk dan surat keluar tenaga kesehatan;
3. Mengadministrasikan jadwal bimbingan teknis tenaga kesehatan;
4. Mengadministrasikan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan;
5. Mengadministrasikan hasil program kegiatan di Seksi Sumber Daya Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
27
Adapun wewenang dari Subbagian Pengadministrasian adalah mengumpulkan
data-data dan semua hasil kegiatan program kerja yang ada di Koordinator Tenaga
Kesehatan.
c. Pengelola Diklat (Pendidikan dan Pelatihan)
Subbagian Pengelola Diklat memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Membantu koordinator menyusun dan merencanakan program kerja tenaga
Kesehatan;
2. Membantu koordinator membuat jadwal Diklat tenaga kesehatan;
3. Membantu koordinator dalam pelaksanaan Diklat
Adapun wewenang dari Subbagian pengelola Diklat adalah:
1. Mengusulkan rencana kegiatan;
2. Mengendalikan kegiatan program yang dibidanginya.
3.2
Ruang Lingkup Perizinan
Farmakmin
mempunyai
tugas
pokok
untuk
melaksanakan
perizinan,
pengendalian, dan penilaian efektivitas pelayanan kesehatan dalam bidang farmasi,
makanan, dan minuman. Layanan perizinan yang diberikan oleh Farmakmin meliputi
pemberian surat izin sarana dan surat izin kerja. Adapun jenis surat izin tersebut sebagai
berikut (Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2011):
1. Untuk sarana kesehatan meliputi:
a. Apotek yaitu pemberian Izin Sarana Apotek;
b. Toko Obat yaitu pemberian Izin Sarana Toko Obat;
c. Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) yaitu pemberian izin prinsip dan izin
usaha Usaha Kecil Obat Tradisional;
d. Sub PAK yaitu pemberian rekomendasi Sub Penyalur Alat Kesehatan;
e. Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
2. Untuk tenaga kesehatan meliputi:
a. Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA);
b. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA);
c. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK);
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
28
d. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
dinyatakan bahwa semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus mempunyai izin.
Berdasarkan Undang-undang Kesehatan tersebut, seluruh penyelenggaraan sarana
kesehatan farmasi, makanan, dan minuman di wilayah Provinsi DKI Jakarta harus
mempunyai izin yang dapat berupa izin prinsip maupun izin tetap.
Izin prinsip dimaksudkan agar pihak penyelenggara mempunyai cukup waktu
untuk mempersiapkan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, dan izin prinsip ini
hanya diberikan untuk produksi UKOT. Izin tetap diberikan bila pihak penyelenggara
sudah dapat beroperasi penuh karena seluruh persyaratan sarana/prasarana sudah
lengkap. Kepemilikan Sarana Kesehatan Farmakmin berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI diperbolehkan untuk perorangan maupun berbentuk badan hukum
tergantung jenis dari sarana kesehatan Farmakmin.
3.2.1 Apotek
Berdasarkan PP No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan
kefarmasian di apotek hanya boleh dilakukan oleh Apoteker. Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker.
Berdasarkan Permenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai tempat
pengabdian profesi Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, sarana farmasi
yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat
atau bahan obat, dan sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat
yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Sebelum melaksanakan
kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek
(SIA). SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan
kegiatan dan APA dapat melaksanakan tugasnya dan masih memenuhi persyaratan serta
tidak melakukan perubahan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
29
Perubahan tersebut dapat berupa perubahan fisik seperti perubahan/pindah
alamat maupun perubahan non fisik seperti perubahan/pergantian kepemilikan,
perubahan/pergantian tenaga ahli sarana kesehatan (Apoteker), perubahan/ pergantian
nama sarana kesehatan serta perubahan surat izin kesehatan jika hilang. Setiap
perubahan fisik dan non fisik tersebut harus disertai dengan perubahan izin apotek dan
mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan.
Untuk mendapatkan SIA baru, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan
bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang
merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas
yang memadai sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi
apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan
apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan
obat, ruang administrasi, kamar kerja Apoteker, tempat pencucian alat, dan toilet/WC.
Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan,
penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik serta
ventilasi dan sistem sanitasi yang baik.
Apotek harus mempunyai papan nama yang memuat nama apotek, nama APA,
nomor SIA, dan alamat apotek. Selain itu, apotek juga harus memiliki perlengkapan
yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan khusus
narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Khusus untuk pemakaian
narkotika dan psikotropika, apotek harus melaporkan pemakaiannya setiap bulan kepada
Suku Dinas Kesehatan setempat.
Seorang APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan;
2. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker;
3. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
4. Memenuhi syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai
Apoteker;
5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek lain.
Adapun persyaratan perizinan setiap jenis sarana apotek yang telah ditentukan
dan didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah (Suku Dinas
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
30
Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002). Persyaratan izin
apotek yang bekerjasama dengan pihak lain adalah sebagai berikut:
1. Surat permohonan dari Apoteker ditujukan kepada Suku dinas Kesehatan sebanyak
3 rangkap , 1 rangkap diatas materai Rp 6000,00;
2. Fotokopi KTP Jabodetabek APA;
3. Fotokopi Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA);
4. Surat keterangan lolos butuh bagi SIPA yang berasal dari luar DKI;
5. Denah bangunan dan peta lokasi;
6. Fotokopi yang menyatakan status bangunan dalam akte hak milik/sewa/kontrak;
7. Daftar perlengkapan apotek;
8. Surat pernyataan dari APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja tetap pada
perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi APA lain diatas materai Rp 6000,00;
9. Asli dan fotokopi surat izin dari atasan bagi APA PNS/ABRI/Pegawai Instansi
Pemerintahan lainnya;
10. Akte Perjanjian Kerja Sama antara APA dengan Pemilik Sarana Apotek yang
disahkan Notaris (salinan asli dan fotokopi);
11. Surat pernyataan PSA tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan dibidang obatobatan diatas materai Rp 6000,00;
12. Daftar Asisten Apoteker;
13. Surat Izin Usaha berdasarkan Undang Undang Gangguan (UUG);
14. Perlengkapan administrasi (etiket, kopi resep, form laporan narkotika, dan lain-lain);
15. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi;
16. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Apabila Apotek buka 24 jam, maka apotek tersebut harus ada Apoteker
Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan
tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus
dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dalam hal ini kepada Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.
Jika APA dan Apoteker Pendamping tidak berada di tempat selama 3 bulan
secara terus menerus, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Pada setiap pengalihan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
31
tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker
Pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika, dan perbekalan farmasi
lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima
ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara.
Selain APA, Tenaga Teknis Kefarmasian yang bekerja di apotek juga harus
memiliki Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) di apotek tempat
Tenaga Teknis Kefarmasian tersebut bekerja. SIKTTK diperoleh dengan mengajukan
permohonan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat.
3.2.2 Toko Obat
Berdasarkan PP No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, toko obat adalah sarana
pelayanan kefarmasian yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obatobat bebas terbatas untuk dijual secara eceran. Penyelenggaraan Toko obat dilaksanakan
oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian (STRTTK) sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam menjalankan
praktek kefarmasian di toko obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan
standar pelayanan kefarmasian di toko obat. Untuk mendirikan toko obat, maka Tenaga
Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan Izin Sarana Toko Obat yang
ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat.
Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha toko
obat antara lain (Kementerian Kesehatan RI, 2002):
1. Surat permohonan izin toko obat dari Pemilik ditujukan kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan sebanyak 3 rangkap, 1 rangkap diatas materai Rp 6000,00;
2. Fotokopi KTP DKI pemilik Toko Obat;
3. Peta lokasi tempat usaha dan denah ruangan;
4. Fotokopi Ijazah, SIKTTK, dan KTP Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung
Jawab;
5. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian
Penanggung Jawab Teknis pada Toko Obat diatas materai Rp 6.000,00;
6. Fotokopi status bangunan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
32
7. Pasfoto Pemilik dan Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab 2 lembar
ukuran 2 x 3 cm;
8. Surat Pernyataan dari pemilik Toko Obat, tidak akan menjual obat keras daftar G ,
diatas materai Rp.6000,00;
9. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
10. NPWP dan UUG.
Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan
perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan pelanggaran
akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi
administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan, penghentian sementara
kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin, sedangkan untuk sanksi pidana pemilik
toko obat dapat diajukan ke pengadilan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1331/MenKes/SK/X/2002
ketentuan yang harus dipenuhi oleh toko obat, adalah sebagai berikut:
1. Toko obat dipimpin oleh seorang Tenaga Teknis Kefarmasian sebagai penanggung
jawab teknis;
2. Harus memasang papan nama di depan toko yang mudah dilihat oleh umum dengan
tulisan “TOKO OBAT BERIZIN” beserta nama toko obat, tulisan “TIDAK
MENERIMA RESEP DOKTER’’ dibagian sudut kanan atas harus dicantumkan
nomor surat izin;
3. Papan nama minimal berukuran lebar 40 cm dan panjang 60 cm, maksimal 150 cm;
4. Tulisan harus berwarna hitam di atas dasar putih, tinggi huruf paling sedikit 5 cm
dan tebal paling sedikit 5 mm;
5. Tidak diperkenankan membuat atau meracik obat, membungkus atau membungkus
kembali obat (hanya menjual obat dalam bentuk kemasan asli pabrik);
6. Tidak diperkenankan menerima atau melayani resep dokter;
7. Obat-obat yang termasuk daftar obat bebas terbatas tidak boleh dicampur dengan
obat atau barang-barang lain;
8. Tidak diperkenankan bertindak sebagai PBF;
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
33
9. Tidak diperkenankan menjual obat keras, narkotika dan obat-obat berbahaya dan
bersedia menyerahkan obat-obat tersebut kepada petugas Suku Dinas Kesehatan
setempat bila ditemukan pada saat pemeriksaan;
10. Harus membeli obat-obat dari pedagang besar farmasi yang resmi, yang memiliki
izin dari Departemen Kesehatan RI;
11. Membuat laporan 10 jenis obat terbanyak dijual dalam triwulan kepada Suku Dinas
Kesehatan setempat;
12. Tidak diperkenankan menjual obat-obat yang rusak atau kadaluarsa dan bersedia
dimusnahkan oleh petugas Suku Dinas Kesehatan setempat bila ditemukan pada saat
pemeriksaan;
13. Tidak diperkenankan mengganti, menghilangkan atau membuat tidak dapat
dibacanya merek obat, label dan atau tulisan yang terdapat pada obat dan
pembungkusnya;
14. Harus mempunyai izin dari Departemen Perdagangan (SIUP);
15. Petugas resmi dari Dinas Kesehatan DKI dan Departemen Kesehatan RI berhak
memeriksa setiap waktu;
16. Apabila izin batal atau dicabut maka pemilik izin harus segera menyerahkan surat
izinnya kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat;
17. Diwajibkan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku dan yang akan berlaku.
3.2.3 Usaha Kecil Obat Rumah Tangga (UKOT)
UKOT merupakan perusahaan yang memproduksi obat tradisional dengan total
aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga
tanah dan bangunan (Kementerian Kesehatan, 1990). UKOT biasanya dilakukan di
lingkungan perumahan. Sebelum menjalankan usahanya, pemilik industri obat
tradisional ini harus memiliki izin dalam hal sarana dan prasarana industri tersebut.
Persyaratan izin UKOT terdiri dari izin prinsip dan izin usaha. Izin prinsip dimaksudkan
agar pihak penyelenggara mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan sarana,
prasarana dan sumber daya manusia dimana izin prinsip ini hanya diberikan untuk
produksi UKOT yang masa berlakunya 3 tahun. Izin usaha diberikan bila pihak
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
34
penyelenggara
sudah
dapat
beroperasi
penuh
karena
seluruh
persyaratan
sarana/prasarana sudah lengkap.
Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin prinsip UKOT, antara
lain (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002):
1. Surat permohonan dari Direktur/Pimpinan/Perorangan di tunjukan kepada Suku
Dinas Kesehatan dibuat 3 rangkap dan 1 rangkap diatas meterai Rp 6000,00;
2. Akte Pendirian Perusahaan bila dalam bentuk PT disahkan oleh Menteri Hukum dan
HAM;
3. Fotokopi Ijazah Apoteker;
4. Fotokopi KTP Jabodetabek Apoteker;
5. Surat Perjanjian Kerjasama antara Apoteker dengan pihak Perusahaan/Pemilik
diatas materai Rp. 6000,00;
Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha UKOT, antara
lain (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002):
1. Surat permohonan dari Direktur/Pimpinan/Perorangan di tunjukan kepada Suku
Dinas Kesehatan rangkap 3 dan 1 rangkap diatas meterai Rp 6000,00;
2. Akte pendirian perusahaan;
3. Ijazah Apoteker dan KTP DKI dari Apoteker Penanggung Jawab Teknis;
4. Surat perjanjian kerja sama antara Apoteker dengan pihak perusahaan diatas materai
Rp 6000,00;
5. UUG;
6. Peta Lokasi;
7. Denah ruangan produksi, kantor, gudang bahan baku, gudang produk jadi;
8. Bentuk Obat Tradisional yang akan diproduksi;
9. Peralatan dan pengolahan serta pengemasan;
10. Peralatan Laboratorium;
11. Sumber daya/energi yang dipakai;
12. Jumlah tenaga kerja;
13. Nilai investasi;
14. Rencana pemasaran;
15. Buku peraturan Undang Undang dibidang Farmasi;
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
35
16. Status gedung;
17. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);
18. Peralatan pengendalian pencemaran;
19. Fotokopi Izin Prinsip UKOT.
Perubahan-perubahan non fisik (tidak dilakukan pemeriksaan lapangan)
dilakukan jika :
1. Terjadi pergantian direktur/pimpinan sarana kesehatan UKOT (baik karena
meninggal dunia maupun hal lainnya);
2. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan UKOT;
3. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan UKOT tanpa pemindahan lokasi;
4. Terjadi pergantian penanggung jawab teknis sarana kesehatan UKOT (baik karena
meninggal dunia maupun hal lainnya);
5. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan UKOT hilang atau rusak.
Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan) dilakukan jika:
1. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan UKOT;
2. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan UKOT;
3. Terjadi perluasan/penambahan jenis produksi dari sarana kesehatan UKOT.
3.2.4 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
IRTP adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal
dengan peralatan pengolahan pangan manual sampai semi otomatis. Menurut Keputusan
Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640
tanggal 30 April 2003 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan
Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), SPP-IRT bertujuan untuk (Suku Dinas Pelayanan
Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002):
1. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan
serta peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan;
2. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang pentingnya
pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan
konsumen;
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
36
3. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang
dihasilkan IRTP.
Syarat-syarat Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP), yaitu:
1. Permohonan di atas materai Rp. 6000,00;
2. Fotokopi KTP;
3. Pasfoto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar
Syarat-syarat Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, yaitu:
1. Permohonan dari Direktur/Pimpinan ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan
rangkap 2 dan 1rangkap diatas materai Rp 6000,00;
2. Surat Izin Perindustrian/Surat Keterangan dari Suku Dinas Perindustrian;
3. Akte pendirian perusahaan (bila dalam bentuk CV, akte notaris dilampirkan);
4. Fotokopi Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan;
5. Data produk makanan yang akan diproduksi;
6. Peta lokasi;
7. Denah ruangan produksi;
8. Rancangan etiket;
9. Fotokopi KTP Pemilik (DKI);
10. Pasfoto pemilik berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 lembar;
11. Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dengan surat keterangan dari asal
produk;
12. Status bangunan, untuk milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa lampirkan surat
sewa serta fotokopi KTP pemilik.
Adapun tata cara penyelenggaraan SPP-IRT, yaitu:
1. Pengajuan Permohonan;
a. Permohonan untuk mendapatkan SPP-IRT ditujukan kepada Pemerintah Daerah
atau Kepala Suku Dinas Kesehatan;
b. Permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa:
i.
Susu dan hasil olahannya
ii.
Daging, ikan, unggas, dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan/atau
penyimpanan beku
iii.
Pangan kaleng
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
37
iv.
Pangan bayi
v.
Minuman beralkohol
vi.
Air minum dalam kemasan
vii.
Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia
(SNI) dan ditetapkan oleh BPOM
viii.
Pemohon diwajibkan mengikuti PKP dan telah melewati tahap pemeriksaan
saran produksinya oleh Suku Dinas Kesehatan.
2. Penyelenggaraan dan Pelaksanaan PKP
Penyelenggaraan PKP dalam rangka SPP-IRT dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas Kesehatan di DKI Jakarta. Materi PKP, yaitu:
a. Berbagai
jenis
bahaya
biologis,
kimia,
fisik,
cara
menghindari
dan
memusnahkannya serta pengawetan pangan;
b. Higiene dan sanitasi sarana IRTP;
c. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB);
d. Peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan Tambahan
Pangan (BTP), label dan iklan pangan.
Materi pelengkap dapat dikembangkan sesuai kebutuhan Perusahaan Pangan
Industri Rumah Tangga, misalnya:
a. Pengemasan dan penyimpanan Produk Pangan Industri Rumah Tangga;
b. Pengembangan usaha Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga termasuk etika
bisnis.
3. Pemeriksaan Sarana Produksi
Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas
Kesehatan melakukan pemeriksaan ke sarana produksi IRTP. Petugas yang melakukan
pemeriksaan
tersebut
harus
memiliki
Sertifikasi
Inspektur
Pangan.
Laporan
pemeriksaan sarana produksi IRTP dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu
persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
38
4. Sertifikasi Produksi Pangan IRT
Sertifikasi yang diterbitkan dari kegiatan ini terdiri dari 2 jenis, yaitu:
a. Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan
Sertifikasi ini diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti Penyuluhan
Keamanan Pangan, dimana semua IRTP harus mempunyai minimal 1 orang tenaga yang
telah memiliki sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan. Apabila IRTP tidak
mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang dimaksud, maka perusahaan
tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai dengan tugasnya untuk mengikuti
Penyuluhan Keamanan Pangan.
b. Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
Sertifikat ini diberikan pada IRTP yang mempunyai tenaga yang lulus
Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil
minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk 1 jenis pangan produk IRTP.
5. Sistem Pendataan dan Pelaporan
Penyelenggaraan SPP-IRT di Suku Dinas Kesehatan harus dilaporkan kepada
BPOM atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat PKP dan SPPIRTP dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta selambatlambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan. Balai Besar POM melaporkan
rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada BPOM. Sistem pendataan dan pelaporan SPPIRT dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan setempat dan bekerjasama dengan Balai
Besar POM. Balai Besar POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada
BPOM.
3.2.5 Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) dan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 889/MENKES/Per/V/2011, Apoteker harus
memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker
(SIKA) untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau
distribusi. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
39
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan (yaitu Suku Dinas Kesehatan).
Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
1. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional;
2. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran;
3. Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
4. Pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar dan 3 x 4 cm sebanyak 2
lembar.
SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau
SIKA hanya diberikan untuk 1 tempat fasilitas produksi atau distribusi. Apoteker
penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi
Apoteker pendamping di luar jam kerja. SIPA bagi Apoteker pendamping dapat
diberikan untuk paling banyak 3 tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA atau
SIKA masih tetap berlaku sepanjang STRA dan tempat praktik/bekerja masih sesuai
dengan yang tercantum dalam SIPA atau SIKA.
3.2.6 Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Surat Izin
Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) adalah surat izin praktek yang diberikan
kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian
pada fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
pekerjaan kefarmasian (yaitu Suku Dinas Kesehatan).
Permohonan SIKTTK harus melampirkan:
1. Fotokopi STRTTK;
2. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan
kefarmasian;
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
40
3. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian;
4. Pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 lembar.
SIKTTK dapat diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk paling
banyak 3 tempat fasilitas kefarmasian. SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang
STRTTK dan tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam
SIKTTK.
3.3
Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian (Binwasdal)
Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur No. 58 tahun 2002, salah satu tugas
Farmakmin adalah melakukan akreditasi dan pengawasan mutu pelayanan farmasi,
makanan, dan minuman melalui Binwasdal. Pembinaan (Counseling) adalah kegiatan
untuk menyiapkan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar
mempunyai
kompetensi
untuk
memenuhi
persyaratan.
Pengawasan
(Supervision/Inspection) adalah evaluasi kesesuaian melalui pengamatan dan penetapan,
jika perlu dengan pengukuran, uji, atau cara lain. Pengendalian (Controlling) adalah
bagian dari kegiatan yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan
organisasi yang fokus kepada pemenuhan persyaratan/peraturan perundang-undangan
(Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, 2011).
Ruang lingkup Pelayanan Binwasdal meliputi (Suku Dinas Kesehatan Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2011):
1. Mengendalikan Mutu Pelayanan meliputi BIMTEK dan Self Assessment Mutu
Pelayanan pada sarana Farmakmin;
2. Audit Mutu sarana Farmakmin;
3. Rekomendasi perbaikan dan penyeliaan (Supervisi);
4. Memberikan sanksi;
5. Memfasilitasi penyelesaian perselisihan/pengaduan/keluhan dari organisasi profesi
dan masyarakat;
6. Mensosialisasikan peraturan perundangan tentang mutu kesehatan Farmakmin
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
41
3.4
Pelanggaran dan Sanksi
Semua perizinan Sarana Kesehatan Farmakmin dalam memberikan pelayanan
atau operasionalnya selalu mempunyai tujuan yaitu untuk memberikan kesehatan
jasmani dan rohani bagi konsumen yang dilayani. Oleh sebab itu, bila pengelola atau
pemilik sarana kesehatan tersebut tidak menjalankan seperti apa yang telah ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan maka akan diberikan sanksi yang sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukan (Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta, 2002).
Sanksi yang akan diberikan bagi pengelola atau pemilik yang tidak menjalankan
peraturan perundang-undangan atau pelanggaran dalam mengelola sarana kesehatan
Farmakmin dapat dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu:
1. Sanksi administratif berupa:
a. Peringatan;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Pencabutan izin
2. Sanksi Pidana, diajukan ke pengadilan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung selama dua minggu,
dimulai pada tanggal 19 Agustus hingga 30 Agustus 2013. Selama kegiatan PKPA
berlangsung, mahasiswa mendapatkan pengetahuan lebih mengenai kegiatan yang
dilakukan di Suku Dinas Kesehatan dengan ikut serta dalam beberapa kegiatan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman
(Farmakmin) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara. Pada
laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, pembahasan dikhususkan
pada subkoordinator Farmakmin, Seksi Sumber Daya Kesehatan, Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Beberapa kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah mempelajari
kegiatan
pembinaan,
pengawasan,
dan
pengendalian (Binwasdal)
sarana
farmakmin; mempelajari alur proses pembuatan Surat Izin Apotek (SIA), Surat
Izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT); melakukan rekapitulasi Pelaporan
Narkotika dari tiap apotek kecamatan dalam wilayah Kota Administrasi Jakarta
Utara; dan melakukan kunjungan di Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok, Koja,
Cilincing, dan Kelapa Gading. Masing-masing mahasiswa melakukan kunjungan
pada satu puskesmas kecamatan tersebut.
4.1
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, Seksi Sumber
Daya
Kesehatan
(SDK),
Koordinator
Farmasi
Makanan
dan
Minuman (Farmakmin)
Suku Dinas Kesehatan dibentuk pada bulan Januari 2009. Suku Dinas
Kesehatan ini merupakan gabungan dari Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan
Suku Dinas Kesehatan Masyarakat, dimana sebelumnya kedua suku dinas ini
dipisah, hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi berdasarkan Perda
No. 10 tahun 2008. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala Suku Dinas
42
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
43
Kesehatan serta mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan dan
pengembangan kesehatan masyarakat.
Dinas
Kesehatan
berfungsi
sebagai
penyusun
kebijakan
di
bidang
kesehatan untuk wilayah Provinsi, sedangkan Suku Dinas Kesehatan berperan
dalam pengawasan pelaksanaan kebijakan tersebut di wilayah kota administratif
oleh fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat.
Suku Dinas Kesehatan terdiri dari 1 subbagian (tata usaha) dan 4 seksi,
yaitu Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber
Daya Kesehatan, dan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan. Seksi Sumber Daya
Kesehatan (SDK) memiliki 3 subseksi, yaitu bagian Standarisasi Manajemen
Kesehatan, Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin), dan
bagian Tenaga Kesehatan. Apoteker banyak berperan dalam Seksi Sumber Daya
Kesehatan terutama pada Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
(Farmakmin).
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Utara lebih ditekankan pelaksanaan dan pengamatan pada
koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman (Farmakmin) karena pelaksanaan
teknis kebijakan tentang kefarmasian terpusat di bidang tersebut. Koordinator
farmakmin secara umum bertanggung jawab dalam pemberian perizinan dan
melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (binwasdal) serta penilaian
efektifitas pelayanan kesehatan dalam bidang farmasi, makanan, dan minuman.
Perizinan terhadap apotek, toko obat, dan UMOT dilakukan dengan alur yang
telah diatur menurut ketentuan yang berlaku. Binwasdal dilakukan setiap bulan
dan penyuluhan keamanan pangan dilakukan 4 kali dalam setahun.
Koordinator Farmakmin bertanggung jawab dalam memberikan perizinan
terhadap sarana kesehatan seperti apotek, toko obat, sertifikasi produksi pangan
industri rumah tangga (SPP-IRT) dan usaha mikro obat tradisional (UMOT), serta
pemberian rekomendasi Sub Penyalur Alat Kesehatan (SPAK) yang didirikan di
wilayah Jakarta Utara. Selain itu, Farmakmin juga memberikan perizinan terhadap
surat izin tenaga kesehatan (SIKA, SIPA, dan SIKTTK). Pelayanan perizinan ini
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
44
dilakukan di Pusat Pelayanan Perizinan Terpadu (Pelayanan Prima) di Gedung
Walikota Jakarta Utara. Pelayanan Prima merupakan gabungan dari Suku-suku
Dinas berbagai bidang di Jakarta Utara. Sejak diberlakukan permenkes
No.889/Menkes/Per/V/2011 pada 1 juni 2011, perizinan surat izin praktek atau
surat izin kerja apoteker (SIPA atau SIKA) dilimpahkan ke suku dinas
kabupaten/kota.
Pemohon izin menyerahkan berkas permohonan yang sudah lengkap
kepada FLO (Front Line Officer) di Pelayanan Prima. FLO akan menerima dan
memeriksa kelengkapan berkas serta mengisi check list sesuai dengan persyaratan
permohonan izin. Jika berkas tidak lengkap, kekurangan akan diberitahukan
kepada pemohon dan berkas akan langsung dikembalikan. Check list hasil
pemeriksaan berkas disimpan oleh FLO. Jika berkas permohonan lengkap dan
benar, FLO akan membuat tanda terima (rangkap 2, asli untuk pemohon dan
fotokopi untuk arsip), mencatat pada buku register, dan menginput data pemohon
melalui software. Selanjutnya, berkas permohonan akan diserahkan ke Bagian
Tata Usaha (TU). Oleh bagian TU, berkas akan dicatat dan diberi penomoran pada
buku agenda masuk. Data akan diteruskan ke seksi melalui software dan berkas
akan diserahkan ke Seksi Sumber Daya Kesehatan (yaitu
Koordinator
Farmakmin) dengan menulis tanggal penerimaan di buku agenda keluar dan paraf
penerima di Status Kendali Mutu. Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK)
menerima berkas permohonan dari TU dan mencatatnya pada register seksi.
Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan akan melakukan verifikasi kebenaran dan
keabsahan berkas permohonan. Jika hasil verifikasi tidak memenuhi persyaratan,
Seksi SDK akan membuat surat penolakan yang ditandatangani oleh Kepala Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Berkas permohonan dan surat penolakan akan
diserahkan kembali ke FLO. Jika hasil verifikasi memenuhi persyaratan, Seksi
SDK akan membuat perjanjian waktu pemeriksaan lapangan.
Seksi SDK membuat Surat Tugas yang ditanda tangani oleh Kepala Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan mempersiapkan Berkas Pemeriksaan
Lapangan. Setelah pemeriksaan lapangan dilaksanakan, BAP lapangan akan dikaji
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
45
dan hasil pemeriksaan lapangan dilaporkan ke Kepala Seksi Sumber Daya
Kesehatan dan atau Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Bila memenuhi
persyaratan di lapangan, pembuatan Surat Izin/SK/Sertifikat akan dilakukan. Bila
tidak memenuhi persyaratan di lapangan, surat penolakan izin berserta alasannya
akan dibuat dan ditanda tangani oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Surat penolakan dan berkas permohonan diserahkan kembali ke FLO untuk
dikembalikan ke pemohon.
Selanjutnya dilakukan pemberian nomor Surat Izin/Sertifikat Sarana dan
Nomor Agenda Surat Keluar TU untuk Surat Izin/Sertifikat Sarana serta Nomor
SK untuk SK izin sarana. Surat Izin/SK/Sertifikat akan dicetak dan ditempelkan
foto lalu diteruskan ke Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara untuk
ditandatangani. Selanjutnya, Surat Izin/SK/Sertifikat akan digandakan dan
dibubuhkan stempel Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Sebagai arsip, foto
ditempelkan di buku register perizinan dan fotokopi Surat Izin/SK/Sertifikat
didokumentasikan pada berkas permohonan. Seksi SDK menyerahkan Surat
Izin/SK/Sertifikat asli ke FLO dengan berita acara serah terima dan
menginformasikan kepada pemohon untuk mengambil Surat Izin/SK/Sertifikat
tersebut.
FLO mengisi blangko retribusi pembayaran dan menyerahkannya ke
pemohon untuk segera membayar ke Kas Daerah. FLO akan memberikan Surat
Izin/SK/Sertifikat asli kepada pemohon dengan menerima surat tanda terima dan
Surat Ketetapan Restribusi Daerah (SKRD) dari pemohon. Untuk bukti, SKRD
warna putih dipegang pemohon dan yang berwarna merah disimpan FLO sebagai
arsip. Selajutnya, pemohon menandatangani buku register FLO sebagai bukti
Surat Izin/SK/Sertifikat telah diambil. Keseluruhan proses ini harus dilakukan dan
selesai dalam waktu tidak lebih dari 16 hari kerja.
Selain perizinan sarana, Farmakmin juga memberikan perizinan terhadap
tenaga kefarmasian. Apoteker yang bekerja di Pedagang Besar Farmasi, Instalasi
Sediaan Farmasi, serta fasilitas produksi obat, obat tradisional, dan kosmetika
harus memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). Apoteker yang bekerja pada
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
46
fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama harus memiliki Surat Izin
Praktik Apoteker (SIPA). Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)
adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk
dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. Surat izin
tersebut harus diperbaharui setiap 5 tahun. Koordinator
Farmakmin
bertanggung
terhadap
jawab
dalam
melakukan
Binwasdal
juga
sarana
Farmakmin. Dalam melakukan Binwasdal, Koordinator Farmakmin dapat
meminta bantuan BPOM atau bekerja sendiri.
Idealnya Binwasdal dilakukan setiap bulan tetapi karena keterbatasan
anggaran, minimal dalam setahun 10% dari semua sarana Farmakmin harus
mendapatkan Binwasdal. Pemilihan sarana dapat dilakukan secara acak atau
berdasarkan riwayat dari sarana tersebut bila sebelumnya pernah melakukan
kesalahan atau melanggar peraturan. Koordinator Farmakmin meminta bantuan
BPOM terutama untuk pengambilan sampel dan pengujian dari produk obat,
makanan, dan minuman karena Suku Dinas Kesehatan tidak memiliki fasilitas
laboratorium.
Jika diketahui terjadi pelanggaran atau penyimpangan, Koordinator
Farmakmin dapat memberikan peringatan dan pembinaan agar sarana tersebut
dapat memperbaiki kesalahannya. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kembali
untuk mengetahui apakah perbaikan telah dilakukan atau belum. Jika suatu sarana
tidak juga memperbaiki kesalahannya atau tetap melanggar peraturan,
Koordinator Farmakmin berwenang untuk mencabut izin sarana tersebut.
Kegiatan binwasdal yang dilakukan di apotek meliputi pemeriksaan
terhadap harga obat, sumber obat, data penjualan obat, personalia, dan sarana
apotek. Harga obat yang dijual di apotek baik obat paten maupun obat generik
tidak boleh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Pelanggaran apotek yang
sering dijumpai di lapangan saat Binwasdal adalah ketidakhadiran Apoteker di
apotek dan administrasi perbekalan farmasi yang kurang baik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
47
Selain apotek, binwasdal juga dilakukan pada toko obat, UMOT, dan
PIRT. Binwasdal toko obat dilakukan dengan memeriksa obat yang dijual di toko
obat. Pelanggaran toko obat antara lain adalah menjual obat keras atau
Narkotika
Pelaksanaan
Binwasdal
toko
obat
juga
dapat
merupakan
penindaklanjutan dari temuan pelanggaran oleh BPOM.
Kegiatan Binwasdal terhadap UMOT dan PIRT minimal dilakukan pada
5-10 sarana setiap bulan atau tergantung anggaran, pemilihan sarana dilakukan
secara acak. Untuk UMOT, pelanggaran jarang ditemui dan sebagian besar
UMOT telah mematuhi peraturan. Untuk PIRT, pelanggaran yang sering terjadi
adalah masalah kebersihan dan penggunaan peralatan kerja yang tidak sesuai.
Binwasdal juga dilakukan pada produk yang dihasilkan UMOT dan PIRT. Untuk
PIRT, Koordinator Farmakmin juga menyelenggarakan Penyuluhan Keamanan
Pangan agar PIRT dapat memahami dan menerapkan Cara Produksi
Pangan yang Baik (CPPB), sanitasi dan higiene, serta Bahan Tambahan
Pangan (BTP) yang diizinkan. Farmakmin juga memberikan perizinan bagi
produk pangan yang diproduksi oleh PIRT dan akan diedarkan. Perizinan yang
diberikan berupa Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT).
SPP-IRT hanya diberikan untuk satu jenis produk pangan industri rumah tangga.
PIRT yang menjual makanan yang tahan lebih dari 7 hari harus didaftarkan,
sedangkan untuk makanan yang tahan kurang dari 7 hari tidak wajib didaftarkan.
Program Binwasdal ini sebelumnya sudah direncanakan untuk jangka waktu
tertentu.
Namun
kadang
kala
timbul
hambatan
yang
menyebabkan
Binwasdal ini tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana. Ketidaksesuaian ini
bisa terjadi karena program Binwasdal sangat tergantung pada adanya anggaran,
Selain itu, masalah lain yang terjadi adalah keterbatasan sumber daya manusia,
dimana setiap staf di seksi Farmakmin sudah memiliki bidang pekerjaan
masingmasing, satu staf mengurusi satu atau dua sarana.
Selain memiliki fungsi perizinan dan Binwasdal, Farmakmin juga
memiliki fungsi penyediaan buffer stock obat untuk puskesmas atau jika terjadi
KLB. Obat tersebut disimpan dalam Gudang Obat Suku Dinas Jakarta Utara.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
48
Pengadaan buffer stock obat dilakukan secara lelang. Dalam 2 tahun terakhir,
Farmakmin Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara tidak melakukan lelang untuk
pengadaan buffer obat agar tidak terjadi tumpang tindih karena Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan juga telah melakukan lelang untuk pengadaan
buffer obat.
4.2
Pelaporan Narkotika
Lingkup kerja Koordinator Farmakmin Sudinkes Kota Administrasi
Jakarta Utara satu diantaranya adalah membuat rekapitulasi pelaporan pemakaian
narkotika dari sarana pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta.
Laporan penggunaan narkotika terdiri dari laporan pemakaian bahan baku
narkotika, laporan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus penggunaan morfin,
petidin dan derivatnya.
Pelaporan narkotika dilakukan secara berkala paling lambat tanggal 10
setiap bulan. Pelaporan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika
dalam kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa
Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; memberantas peredaran gelap narkotika
dan prekursor; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
penyalahguna dan pecandu narkotika.
Sistem pelaporan narkotika terdapat dua macam yaitu sistem online dan
manual. Aplikasi sistem pelaporan narkotika dan psikotropika (SIPNAP) secara
online dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Aplikasi ini diperuntukkan bagi seluruh unit pelayanan, instalasi
farmasi kabupaten/kota, dinas kesehatan kabupaten/kota dan dinas kesehatan
provinsi seluruh indonesia. Saat ini, belum semua unit pelayanan menjalani sistem
pelaporan narkotika dan psikotropika (SIPNAP) secara online. Beberapa masih
mengirimkan surat pelaporan narkotika dengan format lama. Hal ini dikarenakan
masih dalam tahap sosialisasi ke unit-unit pelayanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
49
4.3
Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading
Selama praktek kerja profesi apoteker (PKPA) berlangsung, telah
dilakukan peninjauan ke puskesmas di wilayah Jakarta Utara yaitu Puskesmas
Kecamatan Kelapa Gading selama 1 hari. Pengamatan puskesmas meliputi
pelayanan farmasi klinik maupun pengelolaan obat.
4.3.1 Pelayanan Farmasi Klinik
Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading merupakan salah satu puskesmas
dari 6 puskesmas kecamatan di wilayah Jakarta Utara. Semua resep dari berbagai
poli dilayani oleh Instalasi Farmasi kecuali Gawat Darurat dan ruang bersalin
yang memiliki persediaan obat sendiri. Apotek tersebut memiliki 3 orang pekerja
yaitu 2 orang apoteker dan 1 orang asisten apoteker. Ada 2 jenis resep yang
berlaku di Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading yaitu resep eksternal dan resep
internal. Resep internal hanya dilengkapi kelengkapan resep berupa nama dokter
dan no. SIK, nama dan dosis obat, aturan pakai obat serta nama dan umur pasien .
Resep internal ditebus oleh pasien di apotek puskesmas, sedangkan resep
eksternal ditebus oleh pasien di apotek luar puskesmas. Karena harus ditebus di
luar potek puskesmas, secara fisik resep terbuat harus terpenuhi kelengkapannya
secara umum. Resep eksternal diberikan jika obat tidak tersedia di apotek
puskesmas atau jumlah obat tersebut melebihi batas yang ditentukan per pasien.
Alur pelayanan resep dimulai dari kotak resep, lalu petugas mengambil
resep dari kotak resep tersebut sesuai dengan urutan kedatangannya. Selanjutnya,
pemeriksaan kesesuain resep obat. Bila obat tidak tersedia atau kurang obat atau
terjadi penggunaan obat yang tidak rasional, maka resep dikembalikan ke dokter
yang bersangkutan. Jika kelengkapan resep sudah tepat dan disertai dengan
kesesuaian ketersediaan obat, maka obat dikemas oleh petugas dan diberi etiket
meliputi nama pasien, aturan dan cara pakai obat, dan informasi lain yang penting
misalnya antibiotik harus dihabiskan, maka harus ditulis “habiskan”. Setelah
pengemasan, obat diperiksa kembali untuk menyesuaikan antara obat dan resep.
Sebelum obat diserahkan, nama pasien, umur, dan poli asal dikonfirmasikan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
50
terlebih dahulu oleh petugas. Setelah pelayanan resep, pencatatan administrasi
pengeluaran obat dan jumlah resep yang diterima dilakukan oleh petugas.
Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading merupakan salah satu puskesmas
yang melaksanakan pelayanan kefarmasian meliputi pengkajian resep dan
pemberian informasi obat. Hal ini disebabkan masih terkendala kekurangan
sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan penunjang fasilitas lainnya serta
kurang minatnya pasien untuk diberikan konseling masalah penyakit dan obat
yang digunakan.
Pengkajian resep di puskesmas dilakukan dengan cara memilih dan
mengkaji resep setiap bulan. Pengkajian resep meliputi pengkajian resep dengan
nama generik maupun rasionalitas resep dan pengkajian jumlah pasien yang
menebus obat di apotek puskesmas. Pihak puskesmas mengirimkan data resep
tersebut untuk dikirim ke sudin, tetapi belum mendapat timbal balik.
Pemberian Informasi Obat (PIO) bagi pasien rawat jalan telah lama
dilaksanakan dan menjadi salah satu prosedur tetap pelayanan resep di puskesmas
Kecamatan Kelapa Gading. Pemberian informasi obat berupa aturan pakai obat
kepada pasien rawat jalan dan dilakukan ketika penyerahan obat. Selain aturan
pakai obat, apoteker memberikan informasi efek samping, jenis obat yang
digunakan, hal-hal yang harus dipatuhi dan dihindari saat meminum obat.
Pemberian informasi obat berlangsung dengan baik dan lancer oleh apoteker.
Resep yang diterima pasien hampir 200 resep setiap harinya. Jumlah resep yang
banyak per hari membutuhkan pelayanan yang cepat dan efektif oleh petugas.
Agar pelayanan obat dilakukan secara cepat dan efektif, obat-obat dikemas sesuai
dengan jumlah obat yang biasa dokter resepkan. Untuk meningkatkan pelayanan
pemberian informasi obat, puskesmas Kecamatan Kelapa Gading melengkapi
fasilitas penunjang seperti buku MIMS.
4.3.2 Pengelolaan Obat
Pengelolaan obat di puskemas Kecamatan Kelapa Gading dimulai dari
proses perencanaan hingga pelaporan. Perencanaan dilakukan oleh apoteker yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
51
bersangkutan di apotek tersebut, bukan oleh tim kecil Komite Farmasi dan Terapi
(KFT) karena tim tersebut belum dibentuk. Perencanaan dilakukan secara periodic
setahun sekali dengan metode konsumsi, metode penyakit, dan metode laporan
pemakaian tahun lalu.
Pengadaan obat di Puskesmas berbeda terdiri dari 2 sumber yaitu
pengadaan melalui pemerintah maupun mandiri, Pengadaan obat melalui
pemerintah
meliputi
obat-obat
bufferyang
pendanaannya
disubsidi
oleh
pemerintah dan obat program dari Menkes. Pengadaan obat mandiri dilakukan
secara mandiri melalui anggaran Bantuan Langsung Unit Daerah (BLUD).
Pengadaan obat yang bernilai lebih dari 200 juta rupiah akan melalui proses
lelang.
Pada proses penerimaan obat, obat diterima dari gudang farmasi
kecamatan sesuai dengan jenis maupun jumlah obat yang disertai dengan LPLPO.
Penerimaan obat disertai dengan berita serah terima. Gudang farmasi kecamatan
mendistribusikan obat ke puskesmas kecamatan maupun puskesmas kelurahan.
Bila obat yang dibutuhkan habis sebelum penerimaan barang berikutnya,
puskesmas kelurahan tidak bisa meminta ke puskesmas kecamatan sampai waktu
permintaan tiba. Jika waktu permintaan tiba, puskesmas kelurahan dapat
mengajukan permohonan barang yang disertai formulir permintaan barang.
Barang yang sudah diterima, disimpan di gudang puskesmas kecamatan.
Penyimpanan obat dilakukan sesuai dengan peraturan dan stabilitasnya. Obat
narkotik dan psikotropik disimpan di lemari khusus narkotik dan psikotropik,
beberapa obat tidak tahan panas disimpan di lemari pendingin 2-8°C dan obat
lainnya disimpan di lemari penyimpanan obat dengan suhu yang terus dipantau
melalui thermometer di lemari tersebut.
Obat yang diterima dan keluar mengalami pencatatan dan pelaporan.
Pencatatan di puskemas Kecamatan Kelapa Gading dilakukan pada buku sensus
harian harian, buku induk, LPLPO, buku penerimaan obat, buku permintaan unit,
buku puyer, buku peresapan generik, buku narkotik, dan buku data kunjungan.
Alat bantu lain dalam pencatatan yaitu kartu stok. Data dari kartu stok selanjutnya
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
52
dipindah ke buku permintaan unit yang berisi data permintaan obat dari apotek ke
gudang. Buku harian mencatat penggunaan obat yang digunakan berdasarkan
resep yang masuk. Data obat di buku harian selanjutnya dirapikan di buku induk
dengan mengklasifikasikan penerimaan dan pengeluran obat. Data penerimaan
obat di buku induk berasal dari buku permintaan obat. Data penerimaan dan
pengeluaran obat dari buku induk tersebut, selanjutnya dilaporkan setiap bulan
dan setiap bulan ke suku dinas Jakarta Utara dalam bentuk formulir resmi yang
dikenal dengan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
Selain itu, terdapat buku peresepan. Buku ini berisi data jenis dan dosis obat pada
setiap resep. Buku lainnya yaitu buku narkotika dan psikotropik yang berisi data
penggunaan obat narkotik dan psikotropik serta buku data kunjungan yang berisi
jumlah kunjungan pasien berdasarkan poli.
Data penggunaan narkotik dan psikotropik dilaporkan ke suku dinas
kesehatan Jakarta Utara maksimal tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan ke
Balai Besar POM. Laporan narkotik dan psikotropik yang dikumpulkan sudinkes
Jakarta Utara dari puskesmas dan apotek selanjutnya diteruskan ke Menkes.
Selain itu, sudinkes juga menerima penggunaan obat generik dalam bentuk
pelaporan LPLPO. Laporan tersebut selanjutnya dikirim ke dinas kesehatan lalu
ke kemeneterian kesehatan untuk dievaluasi. Evaluasi tersebut penting untuk
mengetahui tercapai tidaknya penggunaan obat generik di sarana kesehatan serta
sumber data perencanaan obat program bagi kemenkes
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Suku Dinas Kesehatan dibentuk berdasarkan pada Peraturan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 150 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Kesehatan, yaitu merupakan gabungan dari suku dinas pelayanan
kesehatan dan suku dinas kesehatan masyarakat yang memiliki peran dan
fungsi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagai auditor.
Sedangkan Dinas Kesehatan, yang membawahi Suku Dinas Kesehatan
berperan sebagai regulator.
2. Seksi Sumber Daya Kesehatan membawahi tiga koordinator yaitu, coordinator
tenaga kesehatan, koordinator pengelola standardisasi mutu kesehatan dan
koordinator farmasi makanan dan minuman (Farmakmin).
3. Seksi Sumber Daya Kesehatan Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, terutama yang berkaitan dengan
kegiatan
perizinan
maupun
kegiatan
pembinaan,
pengawasan,
dan
pengendalian sarana kesehatan dilaksanakan sesuai dengan peraturan, baik
dalam segi administratif maupun pelaksanaan di lapangan, namun hal tersebut
belum terlaksana secara optimal.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, berikut adalah beberapa saran yang
dapat diberikan :
a. Perlu adanya penambahan jumlah SDM khususnya Apoteker di bidang
subseksi
farmakmin
untuk
meningkatkan
efisiensi
kerja
sehingga
mempermudah pelaksanaan binwasdal terhadap sarana pelayanan kesehatan di
wilayah Jakarta Utara.
b. Perlu adanya peningkatan alokasi anggaran untuk kegiatan binwasdal pada
seksi Farmakmin sehingga kegiatan binwasdal yang telah dilakukan
sebelumnya bisa lebih ditingkatkan untuk mencapai kinerja yang optimal.
53
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2003). Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1640 Tentang Pedoman Tata Cara
Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Hal. 4-10.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2003). Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1639 Tentang Pedoman Cara
Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Hal. 3-13.
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM RI. (2003). Higiene
dan Sanitasi Pengolahan Pangan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI. Hal 3-43.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2011). Materi Penyuluhan Keamanan Pangan
Industri Rumah Tangga Pangan. Jakarta : Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman
Pembinaan Pengawasan dan Pengendalian Sarana Kesehatan Farmasi
Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta : Suku Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Prosedur Pemberian Izin Sarana dan
Praktik Tenaga Kesehatan FM Suku Dinas Kesehatan . Jakarta : Dinas
Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Seksi
Kesehatan Masyarakat Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas
Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Seksi
Pelayanan Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas
Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
54
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
55
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Seksi
Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas
Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Dokumen Tupoksi dan Kompetensi Sub
Bagian Tata Usaha Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas
Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2010). Pedoman Mutu Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2011). Prosedur Binwasdal Kesehatan Farmasi
Makanan Minuman Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas
Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2011). Prosedur Pemberian Izin Sarana dan
Praktik Tenaga Kesehatan Farmasi Makanan Minuman Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002).
Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI
Jakarta. Jakarta: 4-12; 19-97.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
56
Lampiran 1. Struktur Organisasi Suku Dinas Jakarta Utara
Kepala Suku Dinas
Kesehatan Jakarta utara
Sub Bagian Tata usaha
Umum
Seksi Kesehatan
Masyarakat
Gizi&Plam
PSM
Seksi Pelayanan
Kesehatan
Yankes Dasa
Binkesga
Gadar&
Bencana
Promkes &
Informasi
Kesehatan
Yankes
Spesialistik&
Tradisional
Kepegawaian
Keuangan Perencanaan
&Anggaran
Seksi Sumber Daya Seksi Pengendalian
Masalah Kesehatan
Kesehatan
Standarisasi Manajemen Kesehatan Lingkungan
Kesehatan
Farmasi Makanan
dan Minuman
Tenaga Kesehatan
Penyakit Menular dan
Tidak Menular
Survailans
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
57
Lampiran 2. Formulir Permohonan Izin Apotek
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
58
Lampiran 3. Format Surat Izin Apotek
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
59
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
60
Lampiran 4. Formulir Permohonan Izin Pedagang Eceran Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
61
Lampiran 5. Izin Pedagang Eceran Obat (Toko Obat)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
62
Lampiran 6. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
63
Lampiran 7. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA
ADMINISTRASI JAKARTA UTARA
JL. YOS SUDARSO NO. 27-29
PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013
HUBUNGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NO. 44 TAHUN 2010 DAN KEPUTUSAN KEPALA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK
INDONESIA NO. HK.04.1.35.06.13.3534 TAHUN 2013 DALAM
PENARIKAN DEKSTROMETORFAN SEDIAAN TUNGGAL
SANTI YANUARTI UTAMI, S.Farm.
1206330072
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..
ii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….
Iii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………..
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………
1
1.2 Tujuan……………………………………………………………
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………..………………………
3
2.1Definisi Dekstrometorfan……………...……………………………
3
2.2 Mengapa Dekstrometorfan diresepkan?……………………………
3
2.3 Alasan Dekstrometorfan Banyak Disalahgunakan…………………
3
2.4 Efek Penyalahgunaan Dekstrometorfan…………………………..
5
2.5 Mengapa Dekstrometorfan Termasuk Prekursor?........................
6
2.6 Hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun
8
2010 dan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan
Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun
2013..................................................................................
BAB 3 METODE PENGUMPULAN DATA…………………………….
10
3.1
Waktu dan Tempat Pengumpulan Data………………………….
10
3.2
Metode Pengumpulan Data…………………………………….
10
BAB 4 PEMBAHASAN………………………………………………………
11
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………...
15
5.1
Kesimpulan………………...………………………..……………
15
5.2
Saran…………………………………………….………………..
15
DAFTAR ACUAN………………………………………………………………
17
LAMPIRAN……………………………………………………………………..
19
ii
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Peraturan
Pemerintah
No
44
Tahun
2010
tentang
19
Prekursor……………………………………………………….
Lampiran 2.
Surat Penarikan Dekstrometorfan Sediaan Tunggal…………
39
Lampiran 3.
Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
41
Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013
Lampiran 4.
Total Penjualan OTC Kombinasi, OTC Sediaan Tunggal, dan
54
Peresepan…………………………………………………..
iii
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dekstrometorfan (d-3-metoksi-N-metilmorfinan) adalah derivat morfin sintetik
yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang refleks batuk seperti
kodein. Potensi antitusifnya lebih kurang sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein
dan 1-metorfan, dekstrometorfan tidak memiliki efek analgesik, efek sedasi, efek pada
saluran cerna, dan tidak mendatangkan adiksi atau ketergantungan pada dosis lazim
(Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
2008).
Dekstrometorfan/DMP banyak dijumpai sebagai obat batuk maupun flu yang
sering dikombinasikan dengan parasetamol, CTM, fenil propanol amin, guafenisin.
DMP merupakan obat penekan batuk atau antitusif dengan indikasi pengobatan batuk
kering tidak produktif dan umumnya diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet, sirup
atau kaplet (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011).
Kasus penyalahgunaan obat batuk
yang mengandung dekstrometorfan
belakangan cukup marak terjadi. Penyalahgunaan obat yang dijual secara bebas terbatas
ini, ada yang sampai menyebabkan kematian karena overdosis. Dekstrometorfan sering
disalahgunakan karena selain dapat menyebabkan euforia dan rasa tenang (jika
digunakan dalam dosis besar), juga dapat diperoleh secara bebas. Tetapi,
dekstrometorfan juga dianggap sebagai obat yang relatif aman (Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia, 2012).
Dekstrometorfan merupakan salah satu zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika. Dalam dunia
kesehatan disebut dengan nama prekursor. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 44 Tahun 2010 tentang prekursor pasal 2 berbunyi pengaturan prekursor
meliputi segala kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan dan penggunaan
1
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
prekursor untuk keperluan industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengaturan prekursor ini diperkuat dengan keluarnya surat edaran penarikan
obat mengandung dekstrometorfan tunggal berdasarkan keputusan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun
2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang Mengandung Dekstrometorfan Sediaan
Tunggal. Oleh karena itu, laporan ini membahas tentang hubungan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 tentang prekursor dan keputusan
Kepala
Badan
Pengawasan
Obat
dan
Makanan
Republik
Indonesia
No.
HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang
Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal.
1.2
Tujuan
1. Mengetahui dan memahami hubungan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 44 Tahun 2010 dan keputusan Kepala Badan Pengawasan
Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun
2013 dalam Penarikan Dekstrometorfan Sediaan Tunggal.
2. Mengetahui dan memahami pentingnya Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 44 Tahun 2010 dan keputusan Kepala Badan Pengawasan
Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun
2013 dalam Penarikan Dekstrometorfan Sediaan Tunggal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Dekstrometorfan
Dekstrometorfan (d-3-metoksi-N-metilmorfinan) adalah derivat morfin sintetik
yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang refleks batuk seperti
kodein (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 2008). Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
dekstrometorfan adalah zat aktif dalam bentuk serbuk berwarna putih, yang berkhasiat
sebagai antitusif atau penekan batuk (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia, 2012).
Dekstrometorfan/DMP banyak dijumpai sebagai obat batuk maupun flu yang
sering dikombinasikan dengan parasetamol, CTM, fenil propanol amin, guafenisin
(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011). Obat yang
mengandung dekstrometorfan tersedia di pasar dalam berbagai bentuk sediaan seperti
sirup, tablet, spray, dan lozenges (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia, 2012)
2.2
Mengapa Dekstrometorfan diresepkan?
Dekstrometorfan digunakan untuk meredakan batuk yang disebabkan oleh pilek,
flu, atau kondisi lainnya. Dekstrometorfan akan meringankan batuk tapi tidak
menghilangkan penyebab batuk dan tidak memulihkan dengan cepat. Dekstrometorfan
berada dalam kelas obat yang disebut antitusif (penekan batuk). Ia bekerja dengan
menurunkan aktivitas di bagian otak yang menyebabkan batuk (Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia, 2011).
2.3
Alasan Dekstrometorfan Banyak Disalahgunakan
Ada beberapa alasan mengapa dekstrometorfan banyak disalahgunakan,
diantaranya adalah (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) :
3
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
1. Desktrometorfan mudah didapat.
Dekstrometorfan merupakan obat yang dapat diperoleh secara bebas baik di apotek
maupun di warung-warung. Dekstrometorfan yang disalahgunakan umumnya dalam
bentuk sediaan tablet, karena dalam bentuk tablet dapat diperoleh dosis yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti sirup.
2. Harga dekstrometorfan relatif murah.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 092/Menkes/
SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012, harga eceran
tertinggi Desktrometorfan HBr tablet 15 mg dengan kemasan kotak isi 10 x 10 tablet
adalah Rp. 14.850,- . Dekstrometorfan HBr tablet 15 mg dengan kemasan botol isi
1000 tablet, harga eceran tertingginya adalah Rp. 53.406,-. Jadi rata-rata harga
eceran tertinggi untuk 1 tablet Dekstrometorfan HBr adalah Rp. 50,- hingga Rp.
150,-.
3. Persepsi masyarakat bahwa obat bebas itu aman, karena dekstrometorfan dapat
dibeli secara bebas sebagai obat batuk, sehingga banyak orang beranggapan bahwa
penyalahgunaan dekstrometorfan relatif lebih aman dibandingkan dengan obat
golongan narkotika atau psikotropika yang regulasinya lebih ketat.
Anggapan masyarakat bahwa Dekstrometorfan aman karena saat ini di Indonesia
statusnya sebagai Obat Bebas, perlu dipikirkan kembali, karena legal status
Dekstrometorfan sebenarnya tidak selalu demikian. Bila kita lihat sejarahnya, status
penggolongan Dekstrometorfan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kefarmasian
No. 2669/Dir.Jend/SK/68 tahun 1968, Dekstrometorfan HBr digolongkan sebagai obat
keras. Kemudian pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 9548/A/SK/71 tahun
1971 disebutkan bahwa sediaan-sediaan yang mengandung dekstrometorfan HBr tidak
lebih dari 16 mg tiap takaran digolongkan sebagai Obat Bebas Terbatas. Lalu pada
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2500/Menkes/SK/XII/2011 tentang Daftar Obat
Esensial Nasional 2011 menyebutkan bahwa dekstrometorfan tablet 15mg dan sirup
10 mg/5 ml merupakan obat yang termasuk dalam DOEN 2011. Dapat disimpulkan
bahwa walaupun Dekstrometorfan banyak dijual di berbagai tempat, namun dosis
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
5
penggunaannya memang telah dibatasi dan tidak tepat jika digunakan melebihi dosis
yang dianjurkan, dan mengingat statusnya pernah sebagai Obat Keras, maka tetap perlu
kehati-hatian dan tidak serta merta menganggapnya aman. Di negara lain legal status
Dekstrometorfan juga bervariasi, ada yang menggolongkannya sebagai produk Over the
Counter (OTC) atau Obat Bebas, seperti Kanada, ada juga yang memasukkan sebagai
obat yang hanya diperoleh dengan resep (Presciption Only Medicines) atau Obat Keras,
ada juga yang menggolongkan sebagai obat yang Pharmacy Medicines (hanya dapat
dibeli di apotik dengan penjelasan/informasi dari apoteker) atau Obat Bebas Terbatas.
Di Singapura misalnya, Dekstrometorfan hanya bisa didapatkan dengan resep dokter.
2.4
Efek Penyalahgunaan Dekstrometorfan
Dosis lazim dekstrometorfan hidrobromida untuk dewasa dan anak diatas 12
tahun adalah 10 mg – 20 mg tiap 4 jam atau 30 mg tiap 6 - 8 jam, dan tidak lebih dari
120 mg dalam satu hari. Pada penggunaan dengan dosis lazim efek samping yang
pernah muncul seperti mengantuk, pusing, nausea, gangguan pencernaan, kesulitan
dalam berkonsentrasi dan rasa kering pada mulut dan tenggorokan (Badan Pengawas
Obat dan Makanan
Republik Indonesia, 2012).
Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan biasanya jauh lebih besar
daripada dosis lazim. Pada dosis 5-10 kali lebih besar dari dosis yang lazim, efek
samping yang timbul menyerupai efek samping yang diamati pada penggunaan ketamin
atau PCP, dan efek ini meliputi: kebingungan, keadaan seperti mimpi, rasa kehilangan
identitas pribadi, gangguan bicara dan pergerakan, disorientasi, keadaan pingsan,
mengantuk (Schwartz, SH., 2005; Siu, A., et al., 2007).
Toksisitas
bromida
akut
dapat
terjadi
pada
kasus
penyalahgunaan
dekstrometorfan HBr meskipun sangat jarang dan sedikit disebutkan dalam literatur.
Biasanya toksisitas bromida terjadi ketika kadar bromida pada serum lebih besar
daripada 50-100 mg/dl. Toksisitas akut dapat dihubungkan dengan adanya depresi
sistem saraf pusat, hipotensi, dan takikardia. Konsumsi kronis dapat mengakibatkan
sindrom “bromism”, yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku, iritabilitas, dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
6
letargi. Tidak ada antidot khusus untuk menangani toksisitas bromida. Untuk menangani
kasus keracunan bromida biasanya digunakan metode hidrasi dengan menggunakan
larutan saline untuk mendorong ekskresimelalui urin, dan pada kasus yang parah
digunakan metode hemodialisis (Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik
Indonesia, 2012).
Pemberian bersama dekstrometorfan dengan obat dari golongan inhibitor
Monoamin Oksidase (MAOI) seperti moklobemid dan isoniazid, dapat menyebabkan
sindrom serotonin, yaitu keadaan dimana terjadi perubahan status mental, hiperaktifitas
saraf otonom dan abnormalitas saraf otot (neuromuscular). Meskipun demikian,
keadaan ini tidak selalu muncul pada orang yang mengkonsumsi kedua obat tersebut
(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).
Jika obat batuk dan obat flu yang mengandung dekstrometorfan dikonsumsi
dengan jumlah 5- 10 kali dosis lazimnya maka dapat terjadi peningkatan toksisitas
bahan tambahan dan atau bahan aktif kombinasi lainnya. Kombinasi dekstrometorfan
dengan guaifenesin dosis tinggi dapat menyebabkan mual yang hebat dan muntah.
Sedangkan kombinasi dengan klorfeniramin dapat menyebabkan rasa terbakar pada
kulit, midriasis, takikardia, delirium, gangguan pernafasan, syncope dan kejang.
Penyalahgunaan dalam bentuk sirup, memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk
menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan karena larutan tersebut mengandung
etanol sebagai pelarutnya (Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia,
2012).
2.5
Mengapa Dekstrometorfan Termasuk Prekursor?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010
tentang prekursor, yang dimaksud dengan prekursor adalah zat atau bahan pemula atau
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.
Prekursor sebagai bahan pemula atau bahan kimia banyak digunakan dalam berbagai
kegiatan baik pada industri farmasi, industri non farmasi, sektor pertanian maupun
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kendatipun
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
7
Prekursor sangat dibutuhkan di berbagai sektor apabila penggunaannya tidak sesuai
dengan
peruntukannya
dan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
atau
disalahgunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika secara gelap akan sangat
merugikan dan membahayakan kesehatan. Salah satu obat yang termasuk prekursor
adalah dekstrometorfan.
Dekstrometorfan adalah dekstroisomer dari kodein analog metorfan (World
Health Organization, 2012). Dekstrometorfan tidak bekerja pada reseptor opioid tipe mu
dan delta seperti jenis levoisomer, tetapi bekerja pada reseptor tipe sigma (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).
Dekstrometorfan memiliki efek halusinogen. Zat yang memiliki peran dalam
mengakibatkan efek halusinogen ini adalah metabolit aktif dari dekstrometorfan yaitu
dekstrorfan (3-hydroxy-17-methylmorphinan). Dekstrorfan dapat terikat dengan afinitas
lemah dengan reseptor opioid tipe sigma dan terikat dengan afinitas kuat dengan
reseptor NMDA (N-methyl- D-aspartate) (Klein, M. et al, 1989; Murray, TF. et al,
1984); (Franklin, PH. et al, 1992). Dextrorfan bekerja sebagai antagonis reseptor Nmethyl-D-aspartate (NMDA) yang akan memproduksi efek yang sama dengan efek dari
ketamin maupun fenisiklidin (PCP). Hal inilah yang menyebabkan orang menggunakan
dekstrometorfan untuk mendapatkan efek yang mirip dengan penggunaan ketamin
(Narita, M. et al, 2001). Ketamin sendiri adalah obat yang digunakan sebagai anestetik
umum. Akumulasi dekstrorfan dapat mengakibatkan efek psikotropik. Efek yang
muncul dibagi dalam 4 tingkatan (Third-Plateau, 2008) :
1. Dosis 100 – 200mg, timbul efek stimulasi ringan
2. Dosis 200 – 400mg, timbul efek euforia dan halusinasi
3. Dosis 300 – 600mg, timbul efek perubahan pada penglihatan dan kehilangan
koordinasi motorik
4. Dosis 500 – 1500mg, timbul efek sedasi disosiatif
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
8
2.6
Hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010
dan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010
tentang prekursor, yang dimaksud dengan prekursor adalah zat atau bahan pemula atau
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.
Pengaturan Prekursor dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi segala kegiatan yang
berhubungan dengan pengadaan dan penggunaan Prekursor untuk keperluan industri
farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengaturan Prekursor bertujuan untuk:
a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor;
b. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor;
c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor; dan
d. menjamin ketersediaan Prekursor untuk industry farmasi, industri non farmasi, dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Meningkatnya penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika dewasa ini sangat
erat kaitannya dengan penggunaan alat-alat yang berpotensi dalam penyalahgunaan
Narkotika dan Psikotropika maupun Prekursor sebagai salah satu zat atau bahan pemula
atau bahan kimia yang digunakan untuk memproduksi Narkotika dan Psikotropika
secara gelap.
Dalam upaya melakukan pengendalian dan pengawasan serta penanggulangan
penyalahgunaan Prekursor karena menyangkut tugas dan fungsi berbagai sektor terkait
diperlukan adanya suatu Peraturan Pemerintah yang menata secara menyeluruh
pengaturan Prekursor. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur tentang penggolongan
dan jenis Prekursor, mekanisme penyusunan rencana kebutuhan tahunan secara
nasional, pengadaan, impor dan ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan,
pengawasan serta ketentuan sanksi (lampiran 1).
Berdasarkan hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan mengeluarkan
surat penarikan obat mengandung dekstrometorfan (lampiran2). Obat yang mengandung
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
9
dekstrometorfan sediaan tunggal memiliki efek sedatif-disosiatif dan banyak
disalahgunakan dan sudah jarang digumakan untuk terapi di kalangan medis.
Berdasarkan laporan hasil pengawasan di fasilitas kefarmasian di bidang distribusi dan
pelayanan, ditemukan banyak pelanggaran distribusi/peredaran dekstrometorfan sediaan
tunggal. Oleh karena itu, ditetapkan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang pembatalan izin edar obat yang mengandung dekstrometorfan sediaan
tunggal (lempiran 3) (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
2013).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
BAB 3
METODE PENGUMPULAN DATA
3.1
Waktu dan Tempat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan ketika mahasiswa melakukan praktek kerja profesi
apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara pada Seksi Sumber
Daya Kesehatan bagian Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman pada tanggal 19
Agustus – 30 Agustus 2013.
3.2
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan yaitu melalui penelusuran/studi literatur dari media
cetak maupun elektronik. Pembuatan laporan dimulai dengan melakukan studi literatur
dari berbagai sumber dengan kriteria sebagai berikut :
1. Buku teks / e-book
2. Review atikel
3. Jurnal penelitian
Kemudian dilakukan penyusunan laporan berdasarkan sumber pustaka.
10
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Dekstrometorfan merupakan derivat morfin semisintetik dengan nama kimia d3-methoxy-N-methyl-morphinan dan merupakan dekstro-isomer dari levomorfan.
Walaupun strukturnya mirip narkotika, DMP tidak bekerja pada reseptor opiat sub tipe
mu (seperti halnya morfin atau heroin), tetapi ia bekerja pada reseptor opiat sub tipe
sigma, sehingga efek ketergantungannya relatif kecil. Dilihat dari segi keamanannya,
penggunaan DMP sebagai antitusif mempunyai tingkat keamanan yang baik dan tidak
menimbulkan efek samping yang berarti jika digunakan sesuai dosis yang dianjurkan.
Dekstrometorfan dijual bebas dalam bentuk OTC kombinasi, OTC sediaan
tunggal, dan peresepan. Pada tahun 2005, dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC
kombinasi sekitar 87,6%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC sediaan tunggal
sekitar 7,0%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan peresepan sekitar 5,3%. Pada tahun
2006, dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC kombinasi sekitar 88,8%;
dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC sediaan tunggal sekitar 6,6%;
dekstrometorfan dalam bentuk sediaan peresepan sekitar 4,6%. Pada tahun 2007,
dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC kombinasi sekitar 88,5%; dekstrometorfan
dalam bentuk sediaan OTC sediaan tunggal sekitar 7,4%; dekstrometorfan dalam bentuk
sediaan peresepan sekitar 4,1%. Pada tahun 2008, dekstrometorfan dalam bentuk
sediaan OTC kombinasi sekitar 89,7%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC
sediaan tunggal sekitar 6,7%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan peresepan sekitar
3,6%. Pada tahun 2009, dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC kombinasi sekitar
90,0%; dekstrometorfan dalam bentuk sediaan OTC sediaan tunggal sekitar 6,5%;
dekstrometorfan dalam bentuk sediaan peresepan sekitar 3,5%. Berdasarkan total
penjualan obat dekstrometorfan dalam bentuk OTC kombinasi, OTC sediaan tunggal,
dan
peresepan
dari
tahun
2005-2009
menunjukkan
peningkatan
penjualan
dektrometorfan yang signifikan dalam bentuk OTC kombinasi, penjualan stabil pada
dekstrometorfan
dalam
bentuk
sediaan
tunggal,
penurunan
11
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
penjualan
pada
Universitas Indonesia
12
dekstrometorfan dalam bentuk peresepan. Hal ini disebabkan dekstrometorfan dalam
bentuk OTC kombinasi dapat menyebabkan halusinogen disosiatif dan dapat
menyebabkan perasaan pemisahan dari tubuh seseorang (euforia) dalam dosis tinggi
sehingga dekstrometorfan dilaporkan disalahgunakan dalam kombinasi dengan alkohol
oleh remaja terutama untuk efek halusinasi nya. Hal ini disalahgunakan oleh semua
kelompok umur, namun penyalahgunaan dalam populasi remaja sangat perhatian
(lampiran 4).
Seiring dengan berjalannya waktu, DMP ini semakin marak diberitakan di media
massa, baik cetak maupun elektronik karena telah banyak menelan korban akibat
semakin meningkatnya penyalahgunaan oleh kalangan remaja. Hasil survei yang
dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Universitas
Indonesia pada tahun 2010 di 15 provinsi di Indonesia menyebutkan bahwa
penyalahgunaan DMP, yang oleh penggunanya lebih dikenal dengan sebutan pil
dekstro, dilakukan oleh anak dengan usia 10 -14 tahun sebanyak 184 orang; usia 7-9
tahun sebanyak 7 orang, dan usia 15-18 tahun sebanyak 695 orang. Pada umumnya usia
tersebut merupakan usia anak setingkat sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah
atas (SMA). Bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, penggunaan DMP yang
tergolong anak setingkat SD sebanyak 603 orang dan setingkat SMP/SMA sebanyak
283 orang. Temuan berikutnya, adalah hasil pers tour (kegiatan sejenis wisata
jurnalistik) ke Rumah Palma (instalasi pusat terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna
zat adiktif yang berada di bawah naungan Rumah Sakit Jiwa Pusat Cimahi milik
Pemerintah Daerah Jawa Barat), diperoleh laporan bahwa sebanyak 86% pasien yang
direhabilitasi di Rumah Palma adalah pengguna pil dekstro.
Dari hasil survei tersebut diatas dapat diartikan bahwa penyalahgunaan DMP
dilakukan oleh kelompok usia 7 – 18 tahun (kelompok usia SD – SMA) dan populasi
terbanyak penyalahgunaan DMP adalah kelompok usia remaja (15 – 18 tahun ) yang
pada umumnya hanya memiliki pendidikan setingkat SD. Bahaya yang perlu
diwaspadai akibat penyalahgunaan DMP adalah jika pasien tidak tertangani dengan baik
kemungkinan besar dapat terjerumus menjadi pecandu narkoba.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
13
Meningkatnya penyalahgunaan dekstrometorfan dewasa ini sangat erat
kaitannya dengan penggunaan alat-alat yang berpotensi dalam penyalahgunaan
dekstrometorfan. Alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak
pidana dekstrometorfan adalah alat potensial yang diawasi dan ditetapkan sebagai
barang di bawah pengawasan Pemerintah, antara lain: jarum suntik, semprit suntik
(syringe), pipa pemadatan dan anhidrida asam asetat.
Peningkatan penyalahgunaan prekursor dekstrometorfan dalam pembuatan
Narkotika dan Psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang dapat
menimbulkan gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan keamanan,
serta kejahatan internasional. Oleh karena itu, perlu diawasi secara ketat agar dapat
digunakan sesuai peruntukannya. Pengendalian dan pengawasan sebagai upaya
pencegahan dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap prekursor
dekstrometorfan
sangat
membutuhkan
langkah-langkah
konkrit,
terpadu
dan
terkoordinasi secara nasional, regional maupun internasional, karena kejahatan
penyalahgunaan prekursor dekstrometorfan pada umumnya tidak dilakukan oleh
perorangan secara sendiri melainkan dilakukan secara bersama-sama, bahkan oleh
sindikat yang terorganisasi rapi dan sangat rahasia. Disamping itu, kejahatan prekursor
dekstrometorfan bersifat transnasional dilakukan dengan menggunakan modus operandi
dan teknologi canggih termasuk pengamanan hasil-hasil kejahatan prekursor
dekstrometorfan. Perkembangan kualitas kejahatan prekursor dekstrometorfan tersebut
sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan umat manusia.
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan bagian integral dari upaya
pembangunan kesehatan di Indonesia. Misi Badan POM dalam melindungi masyarakat
dari produk Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan dituangkan dalam
sistem pengawasan full spectrum mulai dari pre-market hingga post-market control
yang disertai dengan upaya penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat
(community empowerment). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2010,
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan mengeluarkan keputusan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
14
2013. Di dalamnya memerintahkan kepada Industri Farmasi pemegang izin edar
dekstrometorfan sediaan tunggal untuk :
1. Mengembalikan surat persetujuan izin edar kepada Badan Pengawas Obat dan
Makanan;
2. Menghentikan kegiatan produksi dan distribusi;
3. Menarik dari peredaran;
4. Memusnahkan :
a. Produk hasil penarikan dari peredaran;
b. Produk antara, produk ruahan, produk jadi, dan bahan pengemas yang berada di
Industri Farmasi; dan
5. Melaporkan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Direktur
Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif jumlah bahan baku, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, obat yang mengandung
dekstrometorfan sediaan tunggal, serta hasil penarika dan pemusnahan sebagaimana
dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 4 dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berikut merupakan kesimpulan dari hasil pengamatan penulis di Suku Dinas
Kesehatan, Jakarta Utara antara lain :
1. Hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 tentang
prekursor dan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar
Obat yang Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal adalah Dekstrometorfan
merupakan prekursor yang banyak disalahgunakan dan sediaan tunggal memiliki
efek sedatif-disosiatif-halusinogen sehingga Kepala Badan Pengawasan Obat dan
Makanan
Republik
Indonesia
untuk
melakukan
penarikan
kembali
obat
dekstrometorfan dari peredaran masyarakat.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010 dan keputusan Kepala
Badan
Pengawasan
Obat
dan
Makanan
Republik
Indonesia
No.
HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 dalam Penarikan Dekstrometorfan Sediaan
Tunggal sangat penting untuk melindungi masyarakat dari produk obat
dekstrometorfan yang membahayakan kesehatan dituangkan dalam sistem
pengawasan full spectrum mulai dari pre-market hingga post-market control yang
disertai dengan upaya penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat (community
empowerment)
5.2
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis antara lain :
1. Meningkatkan peran apoteker dalam pemberian informasi obat dekstrometorfan
tentang betapa bahayanya apabila obat dekstrometorfan disalahgunakan dan tidak
memberikan obat dekstrometorfan tanpa resep dari dokter.
15
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
16
2. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat semua kelompok umur khususnya
remaja tentang efek penyalahgunaan dekstrometorfan dalam dosis tinggi.
3. Apoteker
dalam
berbagai
instansi
pemerintah
diharapkan
ikut
serta
bertanggungjawab dalam penarikan dekstrometorfan sediaan tunggal dari peredaran
masyarakat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Waspada Bahaya
Keracunan Akibat Penyalahgunaan Dekstrometorfan. Sentra Keracunan
Nasional, 30 : 1-4. Agustus 29,
2013. http://ik.pom.go.id/wpcontent/uploads/2011/11/Waspadai Bahaya-Keracunan-Akibat-PenyalahgunaanDekstrometorfan.pdf.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Info POM dengan
Topik Sajian Utama Mengenal Penyalahgunaan Dekstrometorfan. Jakarta :
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Franklin, PH., et al. (1992). High affinity [3H]dextrorphan binding in rat brain is
localized to a noncompetitive antagonist site of the activated N-methyl-Daspartate receptor-cation channel. Mol Pharmacol 41(1): 134-146.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 092/Menkes/ SK/II/2012 tentang Harga Eceran
Tertinggi Obat Generik Tahun 2012. Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Keputusan
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang
Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal. Jakarta.
Klein, M., et al. (1989). High affinity dextromethorphan binding sites in guinea pig
brain. Effect of sigma ligands and other agents. J Pharmacol Exp Ther 251 (1):
207-215.
Murray, TF., et al. (1984). Interaction of dextrorotatory opioids with phencyclidine
recognition sites in rat brain membranes. Life Sci 34(20): 1899-1911.
Narita, M., et al. (2001) Role of the NMDA receptor subunit in the expression of the
discriminative stimulus effect induced by ketamine. Eur J Pharmacol 423: 41-6.
Presiden Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44
Tahun 2010 tentang prekursor. Jakarta.
17
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
18
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
(2008). Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Siu, A., et al. (2007). Dextromethorphan: a review of N-methyl-d-aspartate receptor
antagonist in the management of pain. CNS Drug Rev 13(1): 96-106.
Schwartz RH (2005). Adolescent abuse of dextromethorphan. Clin Pediatr (Phila)
44(7): 565-568.
Third-Plateau (2008). Dedicated to the spread of Dextromethorphan (DXM) harm
reduction information. http://www.third-plateau.org/.
World Health Organization. (2012). Dextromethorphan Pre-Review Report. 35th
Expert Committee on Drug Dependence Thirty-fifth Meeting (2012) Agenda
item 5.1, Hammamet, Tunisia, 4-8 June 2012 : 11-12.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
19
Lampiran 1. Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
20
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
21
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
22
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
23
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
24
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
25
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
26
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
27
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
28
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
29
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
30
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
31
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
32
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
33
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
34
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
35
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
36
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
37
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
38
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
39
Lampiran 2. Surat Penarikan Dekstrometorfan Sediaan Tunggal
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
40
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
41
Lampiran 3. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
42
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
43
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
44
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
45
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
46
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
47
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
48
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
49
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
50
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
51
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
52
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
53
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
54
Lampiran 4. Total Penjualan OTC Kombinasi, OTC Sediaan Tunggal, dan
Peresepan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Santi Yanuarti, FF UI, 2014
Download