Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma terhadap

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Tanaman
Tanaman Aglaonema sudah lama dikenal di Indonesia, akan tetapi baru
pada tahun 1985 yaitu sejak diperkenalkannya Aglaonema “Pride of Sumatera”
oleh Gregori Garnadi Hambali (Purwanto, 2006), tanaman ini mulai diperhatikan
oleh masyarakat. Beragam variasi motif dan warna daun yang dimilki Aglaonema
merupakan salah satu keunggulan yang memungkinkan dilakukannya silangansilangan baru pada tanaman ini.
Seacara umum, terdapat dua macam Aglaonema, yaitu Aglaonema spesies
dan Aglaonema hibrida (Purwanto, 2006). Aglaonema spesies adalah Aglaonema
yang telah ada di alam dengan sendirinya. Aglaonema spesies pada umumnya
berwarna hijau, diantaranya adalah A. brevisphatum, A. simplex, A. costatum, dan
A. commutatum. Terdapat juga Aglaonema spesies yang berdaun merah yaitu A.
rotundum. Aglaonema hibrida adalah Aglaonema merupakan hasil persilangan
antar berbagai spesies Aglaonema. Aglaonema “Pride Of Sumatera” merupakan
Aglaonema hibrida hasil persilangan antara A. rotundum dan A. commutatum,
sedangkan Aglaonema “Butterfly” dan “Siam Aurora” merupakan Aglaonema
hibrida dari Thailand.
Botani dan Klasifikasi
Aglaonema merupakan salah satu tanaman hias yang berasal dari keluarga
Araceae. Tanaman hias yang daun yang berasal dari keluarga Araceae lainnya
adalah Caladium, Anthurium, dan Philodendron. Taksonomi dari tanaman
Aglaonema adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Arales
Famili
: Araceae
Genus
: Aglaonema
Aglaonema berasal dari daerah Asia beriklim tropis, dan tersebar dari Cina
bagian selatan hingga Filipina (Qodriyah dan Sutisna, 2007), dan mulai dari
dataran rendah hingga dataran tinggi (Henny et al, 2008).
Aglaonema memiliki akar serabut atau yang disebut juga wild root (akar
liar) karena akar tanaman ini tumbuh secara adventif dari akar primer atau batang
(Harjadi,1979). Akar Aglaonema yang sehat berwarna putih, tampak gemuk, dan
berbentuk silinder (Budiarto, 2007), sedangkan yang sakit berwarna cokelat.
Batang Aglaonema berbentuk silinder, berwarna putih hingga putih
kekuningan, dan termasuk batang basah (herbaceous) yang bersifat lunak dan
berair (Budiarto, 2007). Ukuran batang Aglaonema pendek dan tertutup oleh daun
yang tersusun rapat antara. Warna batang Aglaonema pada umumnya putih, hijau
muda, atau merah muda.
Bentuk daun Aglaonema sangat bervariasi, ada yang berbentuk bulat telur
(ovatus), lonjong (oblongus), dan ada yang berbentuk delta (deltoids) (Purwanto,
2006). Bentuk ujung daunnya bervariasi, ada yang runcing (acutus), meruncing
(acuminatus), tumpul (obtusus), dan membulat (rotundatus). Daun Aglaonema
tersusun berselang-seling dengan tangkai memeluk batang tanaman. Warna
daunnya sangat bervariasi, baik motif maupun kombinasi warnanya.
Tanaman Aglaonema mempunyai bunga yang sempurna karena memiliki
bunga jantan dan bunga betina (Harjadi, 1979), sedangkan menurut Purwanto,
(2006) bunga Aglaonema sangat sederhana dan termasuk bunga majemuk tak
terbatas dan tergolong bunga tongkol (spadix). Bunga Aglaonema memiliki waktu
kemasakkan yang berbeda antara bunga jantan dan betina, sehingga sulit
dilakukannya persilangan pada Aglaonema. Bunga Aglaonema berwarna putih
dengan seludang putih kehijau-hijauan. Bunga jantan yang sudah masak akan
terlihat serbuk sarinya berwarna putih.
Perbanyakkan tanaman Aglaonema dapat dilakukan secara generatif dan
vegetatif. Perbanyakan generatif dilakukan dengan menggunakan biji. Sedangkan
perbanyakan Agalonema vegetatif dilakukan dengan menggunakan anakan, setek
bonggol, setek tunas dan cangkokkan. Perbanyakan dengan setek dilakukan
dengan menggunakan batang Aglaonema yang berukuran 3-4 cm. (Qodriyah dan
Sutisna, 2007).
Mutasi dalam Pemuliaan Tanaman
Pemuliaan tanaman merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk
memperbaiki sifat tanaman, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pemuliaan
tanaman bertujuan untuk menghasilkan varietas tanaman dengan sifat-sifat
(morfologi, fisiologi, biokimia, dan agronomi) yang sesuai dengan sistem
budidaya yang ada dan tujuan ekonomi yang diinginkan. Pemuliaan tanaman akan
berhasil jika di dalam populasi tersebut terdapat banyak variasi genetik. Variasi
genetik dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu koleksi, introduksi,
hibridisasi, dan induksi mutasi (Crowder, 1986). Pemuliaan tanaman secara
konvensional dilakukan dengan hibridisasi, sedangkan pemuliaan secara mutasi
dapat diinduksi dengan iradiasi atau mutagen kimia.
Mutasi adalah suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan
struktur (Crowder, 1986), sedangkan menurut Poehlman and Sleper (1995) mutasi
adalah suatu proses perubahan yang mendadak pada materi genetik dari suatu sel,
yang mencakup perubahan pada tingkat gen, molekuler, atau kromosom. Induksi
mutasi merupakan salah satu metode yang efektif untuk meningkatkan keragaman
tanaman (Wulan, 2007). Mutasi gen terjadi sebagai akibat perubahan dalam gen
dan timbul secara spontan. Gen yang berubah karena mutasi disebut mutan.
Mutasi dapat terjadi pada setiap tahap perkembangan dari suatu
organisme, dalam sel-sel dari setiap jaringan baik somatik maupun germinal.
Mutasi dalam sel tunggal sering terlihat pada sel epidermis dari mahkota bunga
dan daun (Crowder, 1986).
Mutasi memiliki arti penting bagi pemuliaan tanaman, yaitu (1) Iradiasi
memungkinkan untuk meningkatkan hanya satu karakter yang diinginkan saja,
tanpa mengubah karakter yang lainnya. (2) Tanaman yang secara umum
diperbanyak
secara vegetatif pada umumnya bersifat heterozigot yang dapat
menimbulkan keragaman yang tinggi setelah dilakukannya iradiasi. (3) Iradiasi
merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
keragaman pada tanaman yang steril dan apomiksis (Melina, 2008). Mutasi juga
dapat menghasilkan karagaman yang lebih cepat dibandingkan pemuliaan secara
konvensional. Selain itu, mutasi juga dapat menghasilkan keragaman yang tidak
dapat diprediksi dan diduga. Hal ini sangat baik dalam perkembangan tanaman
hias. Pemuliaan dengan mutasi, selain mempunyai beberapa keunggulan juga
memiliki beberapa kelemahan, dimana sifat yang diperoleh tidak dapat diprediksi
dan ketidakstabilan sifat-sifat genetik yang muncul pada generasi berikutnya
(Syukur, 2000).
Aplikasi induksi mutasi dengan mutagen fisik dapat dilakukan melalui
beberapa teknik, yaitu (a) iradiasi tunggal (acute iradiation), (b) chronic
irradiation, (c) iradiasi terbagi (frationated irradiation), dan (d) iradiasi berulang
(Misniar, 2008). Iradiasi tunggal adalah iradiasi yang dilakukan hanya dengan
satu kali penembakan sekaligus. Chronic irradiation adalah iradiasi dengan
penembakan dosis rendah, namun dilakukan secara terus-menerus selama
beberapa bulan. Iradiasi terbagi adalah radiasi dengan penembakan yang
seharusnya dilakukan hanya satu kali, namun dilakukan dua kali penembakan
dengan dosis setengahnya sedangkan radiasi berulang adalah radiasi dengan
memberikan penembakan secara berulang dalam jarak dan waktu yang tidak
terlalu lama.
Perkembangan Induksi Mutasi Radiasi pada Tanaman Hias
Induksi mutasi telah dilakukan pada tanaman hias sejak tahun 1930
(Karniasan, 2005) sedangkan mutasi induksi di Indonesia baru diperkenalkan
sejak berdirinya Instalasi Sinar Co60 di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Pasar
Jumat tahun 1967 dan program penelitian dengan induksi mutasi secara intensif
baru dimulai pada tahun 1972 (Soedjono, 2003). Kultivar hasil iradiasi yang
pertama kali dihasilkan adalah kultivar Faraday pada tahun 1936, pada kultivar
tersebut terlihat adanya perubahan warna pada tanaman yang dinduksi mutasi.
Beberapa abad kemudian induksi mutasi telah dikembangkan pada berbagai
tanaman seperti dendranthema, dianthus, dan euphorbia. Pada tahun 1937-1976
telah dihasilkan 5.819 varietas mawar yang 865 diantaranya adalah hasil dari
induksi mutasi. Pada tanaman azalea dan krisan, sekitar 50% varietas yang ada
adalah hasil induksi mutasi.
Handayani et al. (2001) menjelaskan bahwa induksi mutasi dengan iradiasi
sinar gamma pada tanaman mawar mini dapat menimbulkan keragaman genetik
yang terekspresikan pada warna dan jumlah kelopak bunga. Misniar (2008) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa iradiasi tunggal pada dosis 10 Gy – 50 Gy
memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman Aglaonema costatum
dan Aglaonema “Dona Carmen”.
Induksi mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma memberikan pengaruh
yang berbeda antar tanaman hias. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat
radiosensitivitas masing-masing tanaman. Semakin tinggi tingkat radiosensitivitas
tanaman, semakin mudah tanaman tersebut mengalami mutasi. Radiosensitivitas
A. Costatum dan A. Dona Carmen tergolong tinggi, sehingga tidak terdapat LD50
pada dosis penembakan 10 Gy – 50 Gy (Misniar, 2008).
Radiasi Sinar Gamma
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel, atau gelombang elektromagnetik (foton) dari suatu sumber
energi (BATAN, 2008). Radiasi energi tinggi adalah bentuk-bentuk energi yang
melepaskan tenaga dalam jumlah yang besar dan kadang-kadang disebut juga
radiasi ionisasi (BATAN, 2008) karena ion-ion dihasilkan dalam bahan yang
dapat ditembus oleh energi tersebut (Crowder, 1986). Radiasi dapat menginduksi
terjadinya mutasi karena sel yang teradiasi akan dibebani oleh tenaga kinetik yang
tinggi, sehingga dapat mempengaruhi atau mengubah reaksi kimia sel tanaman
yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya perubahan susunan kromosom
tanaman (Poespodarsono, 1988).
Radiasi memiliki beberapa tipe, yaitu radiasi sinar X, radiasi sinar gamma,
dan radiasi sinar ultra violet (Crowder, 1986). Radiasi sinar gamma dipancarkan
dari isotop radio aktif, panjang gelombangnya lebih pendek dari sinar X, dan daya
tembusnya adalah yang paling kuat. Hidayat, (2004) mengatakan bahwa sinar
gamma merupakan bentuk sinar yang paling kuat dari bentuk radiasi yang
diketahui, kekuatannya hampir 1 miliar kali lebih berenergi dibandingkan radiasi
sinar X.
Download