52 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Deskriptif Untuk

advertisement
52
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Analisis Deskriptif
Untuk
menguji
hipotesis
dalam
penelitian
ini,
diperlukan
mendeskripsikan data yang akan diolah untuk tujuan tersebut.
upaya
Hal tersebut
dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau informasi mengenai faktor faktor
yang berpengaruh terhadap return emas, yaitu inflasi, bi rate, dan nilai tukar rupiah
pada tahun 2009 – 2013, dengan mengambil data bulanan sehingga total data yang
diukur adalah 60.
Selanjutnya dengan bantuan program spss ver 20.0 dilakukan uji statistik
deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui keakuratan data dengan melihat nilai
mean, minimum, maximum, dan standar deviasi dari masing masing variabel.Untuk
lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 5.1 dibawah ini :
Table 5.1 Hasil Statistik Deskriptif
Variabel
Inflasi
Minimum
-0,35
Maximum
3,29
5,75
8,75
6,49
8532,00
12087,00
9622,30
-9,09
13,46
1,13
BI Rate
Nilai Tukar
Return Emas
Sumber: Data sekunder diolah
Mean
0,42
53
Berdasarkan hasil uji deskriptif diatas, maka nilai rata rata untuk inflasi pada
periode 2009 -2013 adalah sebesar 0,4263% dengan nilai minimum -0,35% terjadi di
bulan September 2013 dan nilai maximum 3,29% di bulan Juli 2013. Hal ini sesuai
dengan laporan kementerian keungan yang dikutip dari www.kemenkeu.go.id, bahwa
inflasi terus mereda hingga oktober 2013, dan kembali ke pola normal bulanannya
dalam 5 tahun terakhir. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia,
Difi A Johansyah mengatakan, perkembangan inflasi oktober 2013 dipengaruhi oleh
inflasi kelompok pangan yang masih melanjutkan deflasi sebesar 0,8%. Sementara itu
inflasi di bulan Juli 2013 meningkat, akibat dari kenaikan harga BBM bersubsidi
pada bulan sebelumnya yaitu Juni 2013.
Untuk variable BI rate nilai minimum adalah 5,75%, terjadi di hampir
sepanjang tahun 2012 sampai dengan pertengahan 2013 yaitu dari februari 2012
sampai dengan mei 2013, nilai BI Rate relatif stabil. Untuk nilai maksimum BI Rate
adalah 8,75% di bulan Januari 2009, hal ini terjadi karena Indonesia sedang dalam
masa pemulihan ekonomi. Akibat krisis ekonomi global yang menghantam AS dan
berimbas ke Indonesia dan untuk rata rata BI Rate selama lima tahun, sebesar
6,4917%.
Nilai tukar rupiah memiliki rata rata sebesar 9.622,3 dengan minimum sebesar
8.532 pada bulan agustus 2011, yang berarti terjadi penguatan nilai rupiah. Rupiah
menguat pada periode ini karena adanya pemulihan perekonomian di AS, The
FED(Bank sentral AS) mematok dan menahan suku bunga rendah pada level 0,25
persen, hal itu menyebabkan suplai USD dipasar bertambah banyak dan nilainya
54
terhadap rupiah (dan beberapa mata uang lain) mengalami penurunan. Selain itu
faktor lainnya BI Rate yang ditetapkan BI adalah sebesar 6,75 persen lebih tinggi
disbanding dengan suku bunga di beberapa Negara competitor, seperti Malaysia
(2,75persen), Thailand (2,75 persen) dan China (3,25persen), hal ini mengakibatkan
pasar keuangan di Indonesia lebih menarik bagi investor (Adam, 2011). Sementara
nilai maksimum rupiah adalah 12.087 pada bulan desember 2013, yang berarti rupiah
melemah.
Rupiah melemah pada desember 2013dikarenakan berbagai faktor,
diantaranya karena defisit transaksi berjalan (current account deficit) akibat impor
BBM dan minyak mentah yang tinggi, juga pengaruh global adanya penutupan
pemerintahan AS dan perbaikan ekonomi AS. Hal ini sesuai dengan teori menurut
Madura (2006), yaitu nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantara
faktor fundamental, teknis dan faktor sentimen pasar.
Sedangkan return emas sebagai variabel dependen pada penelitian ini
memiliki rata rata nilai 1.1288% dengan nilai minimum sebesar -9,09% pada bulan
September 2013 dan nilai maksimum sebesar 13,46% pada bulan februari 2009, hal
ini terjadi karena pada tahun 2009 sedang berkembangnya investasi emas melalui
gadai emas di bank syariah juga konsep kebun emas yang beredar di masyarakat.
Sementara return emas di akhir 2013 turun dikarenakan, para investor kembali
melarikan dananya di sector riil di Amerika Serikat, seiring dengan membaiknya
perekonomian di AS (Wijanarko, 2013).
55
5.2
Analisis Inferensial
5.2.1
Uji Normalitas Data
Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah data variabel bebas
dan variabel terikat yang kita miliki mendekati populasi berdistribusi normal atau
tidak. Data yang berdistribusi normal adalah data yang memiliki kurva normal.
Dalam mendeteksi normalitas data suatu model regresi dalam penelitian ini
menggunakan uji Kolmogorov_Smirnov, parameternya adalah data dianggap
berdistribusi normal apabila nilai signifikan (p) > 0,05 (Natanael,2014).
Untuk hasil uji Kolmogorov_Smirnov pada penelitian ini diperoleh hasil
dengan nilai signifikan 0,136 berarti > 0,05, sehingga data pada penelitian ini adalah
berdistribusi normal. Dengan demikian model regresi layak digunakan, dan karena
syarat regresi sudah terpenuhi maka analisis bisa dilanjutkan dengan uji asumsi
klasik.
5.2.2
Uji Asumsi Klasik
5.2.2.1 Hasil Uji Autokorelasi
Ada tidaknya gejala autokorelasi pada penelitian ini diuji dengan uji
Durbin Watson (DW-test), dengan level of significant 0.05 (α = 5%) dengan
jumlah variable (k= 4) dan banyaknya data (n =60). Penentuan
kriterianya,
jika nilainya du <dw< 4-du maka koefisien autokorelasi sama dengan nol,
berarti tidak ada autokorelasi. Jika dw< dl atau dw > 4-dl maka koefisien
korelasi tidak sama dengan nol, berarti ada autokorelasi.
56
Berdasarkan hasil hitung durbin Watson dengan bantuan spss 20.0,
maka nilai DW adalah sebesar 2.212. Untuk nilai du adalah 1.768 dan nilai 4du adalah 2.232. Dengan hasil diatas maka dapat disimpulkan tidak terjadi
autokorelasi karena du < DW < 4-du yaitu 1.768 < 2.212 < 2.232 (DW test
berada didaerah penerimaan, diantara du dengan 4-du).
5.2.2.2 Hasil Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas artinya ada hubungan linier yang sempurna diantara
beberapa atau semua variable bebas. Uji multikolonieritas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi atas variabel
bebas (independent).
Model regresi yang baik seharusnya bebas
multikolinieritas atau tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas.
Untuk mendeteksi gejala tersebut dapat diketahui dengan melihat nilai
tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) pada analisis regresi linier
berganda. Jika nilai tolerance diatas 0,1 dan VIF dibawah 10 maka tidak
terjadi multikolinieritas.
Tabel 5.2 berikut menunjukkan hasil uji
multikolinearitas.
Tabel 5.2 Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel
Tolerance
VIF
Kesimpulan
Inflasi
0,969
1,032
Tidak terjadi multikolinieritas
BI Rate
0,645
1,551
Tidak terjadi multikolinieritas
Nilai Tukar Rupiah
0,660
1,515
Tidak terjadi multikolinieritas
Sumber : Data sekunder diolah
57
Dari Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa seluruh variabel mempunyai nilai
tolerance lebih besar dari 0,1 dan VIF (Variance Inflation Factor ) lebih kecil
dari 10, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam
penelitian ini tidak mengalami gejala multikolinieritas.
5.2.2.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji variabel bebas yang
mempunyai varian kesalahan pengganggu yang sama dalam model regresi.
Jika tidak terjadi gejala heteroskedastisitas pada model yang digunakan,
berarti tidak terjadi hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel
bebasnya, sehingga variabel tergantung benar benar hanya dijelaskan oleh
variabel bebasnya.
Gejala heteroskedastisitas ini bisa dijelaskan dengan melihat grafik
plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya
(SDRESID). Untuk mendeteksinya, dengan melihat pola tertentu pada grafik,
apabila terdapat titik titik yang membentuk suatu pola tertentu dan teratur,
maka telah terjadi heteroskedastisitas, sebaliknya jika tidak ada pola yang
jelas serta titik titik menyebar diatas dan dibawah angka nol (0) pada sumbu
Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 5.1 berikut ini adalah gambar scatterplot untuk melihat
apakah model regresi yang digunakan dalam penelitian ini mengalami
heteroskedastisitas atau tidak.
58
Gambar 5.1 Gambar scatterplot hasil uji heteroskedastisitas
Dari Gambar 5.1 diatas dapat dilihat bahwa tidak ada pola yang jelas,
serta titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, dapat
disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Dengan demikianmodel regresi
ini layak untuk memprediksi return emas berdasarkan masukan inflasi, BI
Rate dan nilai tukar rupiah.
Berdasarkan hasil uji asumsi klasik secara keseluruhan yang
dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa model regresi yang digunakna
dalam penelitian ini telah layak digunakan karena hasil uji menunjukkan
bebas dari gejala autokorelasi, multikolinieritas dan heteoskedastisitas.
59
5.2.3
Koefisien Determinan
Untuk menghitung koefisien determinasi, dengan cara mengkuadratkan
koefisien yang ditemukan, atau dengan melihat nilai R square.
Pada Tabel 5.3
dibawah nilai R square sebesar 0,190, hal ini berarti varian yang terjadi pada variabel
Independen yaitu Return Emas ditentukan oleh variabel dependen yaitu Inflasi, Bi
Rate, dan Nilai Tukar Rupiah sebesar nilai R square dalam persen yaitu sebesar
19,0%, sedangkan selebihnya yaitu 81% dipengaruhi oleh variabel variabel lain yang
tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Tabel 5.3 Tabel Hasil R square dan Uji F
Hasil
5.2.4
R square
0,190
Uji F
4,374
Signifikan
0,008
Hasil Uji Simultan (Uji F)
Untuk menguji kebenaran hipotesis nol (H0) digunakan uji F yaitu uji
signifikansi regresi secara keseluruhan (simultan). Berdasarkan Tabel 5.3
diatas dapat dilihat bahwa hasil Fhitung adalah 4,374 dan F tabel adalah 2,77,
maka F hitung> F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima,berarti Inflasi, Bi
60
Rate dan Nilai Tukar Rupiah secara bersama sama berpengaruh terhadap
Return Emas di Indonesia.
5.2.5
Analisis Regresi Linier Berganda
Persamaan regresi yang dibentuk dari pengaruh antara variabel inflasi, bi rate,
dan nilai tukar rupiah terhadap return emas di Indonesia berdasarkan hasil output
dengan bantuan spss ver 20.0 adalah sebagai berikut ;
Tabel 5.4 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Pengaruh Inflasi, BI Rate, dan Nilai
Tukar terhadap Return Emas di Indonesia
Variabel
Konstanta
Koefisien Regresi
t hitung
Signifikan
-7.996
-1,436
0,157
Inflasi
1,888
2,260
0,028
BI Rate
2,787
3,143
0,003
-0,001
-1,581
0,120
Nilai Tukar
Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda diperoleh persamaan regresi
sebagai berikut:
Y = -7,996 + 1,888 X1 + 2,787 X2 – 0,001 X3
61
Adapun makna dari persamaan regresi secara matematis tersebut diatas adalah
sebagai berikut:
1) Nilai constant -7,996 berarti apabila variabel Inflasi (X1), Bi rate (X2), dan
Nilai Tukar Rupiah (X3) tidak mengalami perubahan, maka Return Emas (Y)
akan mengalami penurunan sebesar 7,996%.
2) Inflasi (X1) mempunyai koefisien regresi sebesar 1,888 berarti apabila
variabel Inflasi (X1) meningkat 1% dengan menganggap BI Rate (X2) dan
Nilai Tukar Rupiah (X3) tetap, maka Return Emas (Y) akan mengalami
peningkatan sebesar 1,888%. Koefisien bernilai positif artinya terjadi
hubungan positif antara Inflasi dengan return emas di Indonesia. Jika Inflasi
naik, maka return emas juga meningkat.
3) BI Rate (X2) mempunyai koefisien regresi sebesar 2,787 berarti apabila
variable BI rate (X2) mengalami peningkatan 1% dengan mengganggap
Inflasi (X1) dan Nilai Tukar rupiah (X3) tetap maka Return Emas (Y) akan
mengalami peningkatan sebesar 2,787%. Koefisien bernilai positif artinya
terjadi hubungan positif antara BI rate dengan return emas di Indonesia. Jika
BI ratei naik, maka return emas juga meningkat.
4) Nilai Tukar (X3) memiliki koefisien sebesar -0.001 berarti jika variable nilai
tukar (X1) mengalami peningkatan 1%, dengan menganggap Inflasi (X1) dan
BI Rate (X2) tetap, maka Return Emas (Y) akan mengalami penurunan
sebesar 0,001%. Koefisien bernilai negatif artinya terjadi hubungan negatif
62
antara nilai tukar dengan return emas di Indonesia. Jika nilai tukar naik, maka
return emas menurun.
5.2.6
Hasil Uji parsial (uji t)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari satu variabel
bebas yaitu Inflasi (X1), BI rate (X2) dan Nilai Tukar Rupiah (X3) secara
parsial terhadap variabel dependent yaitu Return Emas di Indonesia. Langkah
langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
1) Menentukan nilai t tabel dengan menggunakan signifikansi 5% (α = 0,05)
dan degree of freedom (k-1) dan (n – k) dalam pembahasan penelitian ini
adalah ( 4-1=3 ) dan (60 – 4= 56), dihasilkan nilai t tabel yaitu 2,003.
2) Menentukan Hipotesis
Ha :β1≠ 0 Inflasi berpengaruh terhadap Return emas di Indonesia
Ha :β2≠ 0 BI Rate berpengaruh terhadap Return Emas di Indonesia
Ha :β3≠ 0 Nilai Tukar Rupiah berpengaruh terhadap Return Emas di
Indonesia.
3) Kriteria pengujian berupa penerimaan dan penolakan Ho dan Ha
Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, dan sebaliknya.
4) Membuat kesimpulan
Uji untuk variabel Inflasi (β1 X1)
63
Dengan taraf signifikansi 5%, dihasilkan t hitung 2,260, maka t
hitung > t tabel yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu
Inflasi(X1) berpengaruh terhadap Return Emas di Indonesia (Y).
Uji untuk variable BI Rate (β2 X2)
Dengan taraf signifikansi 5%, dihasilkan t hitung 3,143, maka t
hitung > t tabel yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu BI
Rate (X2) berpengaruh terhadap Return Emas di Indonesia (Y).
Uji untuk variable Nilai Tukar Rupiah (β3 X3)
Dengan taraf signifikansi 5%, dihasilkan t hitung -1,581 maka t
hitung < t tabel yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu
Nilai Tukar Rupiah (X3) berpengaruh tidak signifikan terhadap
Return Emas di Indonesia (Y).
5.3
Hasil Pembahasan
5.3.1
Pengaruh simultan Inflasi, BI Rate, Nilai Tukar Rupiah terhadap Return Emas
di Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis penelitian, menunjukkan bahwa secara bersama
sama, inflasi, BI Rate dan nilai tukar mempengaruhi return emas di Indonesia sebesar
19 persen, Selebihnya yaitu 81 persen dipengaruhi oleh faktorfaktor lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini.
Beberapa variabel lain yang kemungkinan
mempengaruhi return emas seperti harga minyak dunia, harga minyak di Indonesia,
harga emas dunia, IHSG, dan Produk Domestik Bruto.
64
5.3.2
Pengaruh Inflasi terhadap Return Emas di Indonesia
Dari hasil analisis secara parsial pada penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa
variabel Inflasi mempengaruhi return emas di Indonesia dengan arah positif, berarti
jika inflasi naik maka return emas juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tanuwidjaya (2011), bahwa Harga emas akan melonjak naik apabila inflasi lebih
tinggi daripada yang diperkirakan semula, terjadinya kepanikan financial,
perkembangan geopolitik yang mengarah ke krisis, kurs dollar AS menguat cukup
tajam, harga minyak mengalami kenaikan cukup signifikan, meningkatnya ekspektasi
dan spekulasi investor dunia, naiknya permintaan emas untuk cadangan devisa,
naiknya konsumsi emas dunia, dan naiknya permintaan emas di pasar lokal.
Sebaliknya harga emas akan stabil, atau bahkan menurun apabila inflasi
rendah dan terkendali, bursa saham mengalami kenaikan yang kontinyu, kurs dollar
AS stabil atau cenderung melemah, harga minyak stabil atau turun, Bank Sentral
memutuskan menjual cadangan emasnya dan siklus permintaan emas menurun di
pasar lokal.
Inflasi akan menurunkan nilai riil bagi orang-orang yang berpendapatan tetap
dan akan mengurangi nilai kekayaan uang , maka pemilik modal
relatif akan
menggunakan uangnya untuk tujuan investasi, dan pada saat inflasi tinggiresiko
investasi juga tinggi, maka investasi yang cocok adalah investasi emas, karena
berfungsi sebagai hedging, juga sebagai bentuk kompensasi dari resiko yang timbul
dari pasar keuangan yang lain seperti saham dan obligasi (Iman, 2009).
65
Penelitian yang dilakukan oleh Toraman dan Bayramoglu (2011), tentang
pengaruh nilai tukar dan inflasi terhadap return emas, menunjukkan hasil
penelitiannya bahwa pengaruh nilai tukar Dollar USA terhadap return emas adalah
negatif signifikan dan pengaruh Inflasi terhadap return emas
positif, dengan
demikian hasil penelitian ini senada, karena hasilnya menunjukkan bahwa inflasi
berpengaruh positif terhadap return emas.
5.3.3
Pengaruh BI Rate Terhadap Return Emas di Indonesia
Untuk variabel selanjutnya yang diteliti adalah pengaruh BI Rate terhadap
return Emas di Indonesia, hasil penelitian menunjukkan bahwa BI Rate
mempengaruhi return emas secara positif.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian dari Siti Nurulhuda, et al (2014) yang meneliti tentang tingkat suku bunga,
nilai tukar dan harga minyak di Malaysia, dan hasil penelitiannya secara parsial
menunjukkan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap harga emas.
Grubb (2013) juga meneliti tentang tingkat suku bunga US $ terhadap harga
emas, tetapi berbeda, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hubungan antara
tingkat suku bunga US $ terhadap emas tidak linier, Suku bunga US $ yang tinggi
tidak berpengaruh terhadap permintaan emas.
Menurut Teori Keynes mengenai investasi dan suku bunga, bahwa tingkat
suku bunga hanya merupakan fenomena moneter yang pembentukannya terjadi
dipasar uang. Apabila tingkat kegiatan ekonomi pada masa kini bagus dan di masa
depan diramalkan peerekonomian akan tumbuh cepat, maka walaupun suku bunga
66
tinggi para pengusaha akan banyak melakukan investasi terrmasuk investasi emas,
(Sukirno, 2006).
Suku bunga erat kaitannya dengan investasi. Keputusan apakah investasi
akan dilaksanakan atau tidak, tergantung kepada perbandingan antara besarnya
keuntungan yang diharapkan di satu pihak, dan biaya penggunaan dana atau tingkat
bunga dilain pihak. Dalam teori Keynes, tingkat keuntungan yang diharapkan ini
disebut dengan istilah Marginal Efficiency of Capital (MEC). Bila MEC lebih besar
dari tingkat bunga maka investasi dilaksanakan, dan bila MEC lebih kecil daripada
tingkat bunga maka investasi tidak dilaksanakan (Restyani, 2013).
Dari pergerakkan return emas dibandingkan dengan pergerakkan Bi rate,
maka nilai return emas relatif lebih tinggi, sehingga walaupun BI rate meningkat,
masyarakat relatif tetap berinvestasi emas karena returnnya tetap menjanjikan. Selain
itu kembali pada fungsi emas sebagai hedging, maka masyarakat tetap berusaha
berinvestasi emas sebagai usaha perlindungan terhadap nilai asetnya di masa depan.
5.3.4
Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Return Emas di Indonesia
Dari hasil analisis penelitian ini, menunjukkan bahwa Nilai tukar tidak
berpengaruh signifikan terhadap return emas di Indonesia, temuan ini senada dengan
hasil penelitian dari Sjaastad (2007) yang meneliti pengaruh beberapa nilai tukar mata
uang dunia terhadap harga emas dalam periode 1991 – 2004 dan hasilnya secara
umum tidak ada pengaruh nilai tukar mata uang terhadap harga emas, pergerakan
emas stabil dan emas berfungsi sebagai hedging terhadap inflasi.
67
Berlawanan dengan pendapat sebelumnya, Connor, et al (2012), meneliti
tentang hubungan antara nilai tukar dollar dan harga emas. Hasil penelitian mereka
menunjukkan ketika harga dollar turun, maka harga emas juga akan turun sehingga
permintaan emas naik, sehingga bisa disimpulkan bahwa hubungan nilai tukar dollar
terhadap harga emas adalah positif.
5.4
Kelayakan Investasi Emas
Investor yang sukses adalah investor yang memilih secara tepat instrument
investasi unggulan, membelinya dengan harga murah, dan meraih keuntungan
manakala harganya naik secara signifikan, dan terdiversifikasi.
Emas bersifat
defensive yaitu melindungi anda dari perekonomian yang memburuk, juga bersifat
ofensif yakni mencari keuntungan. (Iman, 2009).
Berinvestasi dalam bentuk emas akan selalu menguntungkan, emas dianggap
sebagai save heaven, Emas merupakan salah satu alternatif investasi yang cenderung
aman dan bebas resiko (Sunariyah, 2006). Emas tersedia dalam berbagai bentuk
mulai dari batangan, koin emas dan emas perhiasan. Emas bukan hanya sebuah
produk pertambangan, tetapi juga sebuah wadah investasi yang sebaiknya masuk
dalam portofolio kekayaan (Hidayat, 2011).
Krisis ekonomi biasanya membuat saham anjlok, dan properti tidak laku
dijual (karena uang beredar jadi sangat ketat), jika krisis datang, orang orang yang
memiliki cadangan emas relatif bisa mengamankan kekayaannya. Sebab dalam
situasi krisis, harga emas terus melambung (Tanuwidjaya, 2011).
Download