BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, meninggalkan efek kurang menguntungkan bagi sebagian besar dunia usaha dalam bidang industri manufaktur, perdagangan maupun jasa pelayanan. berawal dari kebijakan pemerintah Thailand di bulan Juli 1997 untuk mengembangkan mata uang Thailand Bath terhadap Dollar AS. Devaluasi mendadak dari Bath ini menimbulkan tekanan terhadap mata uang negara ASEAN dan menjalarlah tekanan devaluasi ke Indonesia. Sejak pertengahan 1997 Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara dan Timur mengalami krisis ekonomi. Berbagai dampak kurang baik akibat terjadinya krisis pun mulai dirasakan masyarakat Indonesia, diantaranya : (1) Banyaknya perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak dapat membayar upah para pekerjanya, sehingga menambah angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. (2) Pemerintah kesulitan menutup APBN. (3) Harga barang naik cukup tinggi dan mengakibatkan masyarakat kesulitan mendapat barang-barang kebutuhan pokoknya. (4) Hutang luar negeri dalam Rupiah melonjak. (5) Harga BBM naik. (6) Harga material atau bahan baku semakin tinggi, sehingga produktivitas perusahaan semakin menurun, karena kesulitan mendapatkan sarana penunjang produksi, seperti bahan baku, sumber daya manusia, dan teknologi. 1 2 Setelah krisis moneter Indonesia berangsur pulih, kini dampak krisis ekonomi global pun masih harus dirasakan kembali oleh negeri ini. Krisis ekonomi yang terjadi di Eropa, Amerika Serikat serta melemahnya pertumbuhan ekonomi China akan berdampak cukup signifikan bagi perusahaan yang memiliki pasar di Eropa dan Amerika Serikat. Dan tentunya sangat terasa untuk semua sektor industri di Indonesia, khususnya industri tekstil karena mengingat industri tekstil merupakan industri yang sensitif terhadap krisis ekonomi nasional maupun internasional. Terjadinya krisis ekonomi global menyebabkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang asing dan tingkat suku bunga, ketidakstabilan pasar modal, ketatnya likuiditas, penurunan aktivitas ekonomi dan penurunan tingkat kepercayaan investor secara global termasuk terhadap Indonesia. Kondisi ekonomi yang demikian telah mempengaruhi seluruh sektor ekonomi Indonesia. Kemampuan Indonesia untuk memperkecil dampak krisis global didalam negeri tergantung pada beberapa faktor seperti kebijakan fiskal dan moneter, program-program stimulus ekonomi dan tindakan yang telah dan akan diambil oleh pemerintah, guna menyelamatkan perekonomian Indonesia. Salah satu upaya pemerintah yaitu dengan telah direalisasikannya program restrukturisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional berupa bantuan subsidi dari pemerintah terhadap pembelian mesin-mesin tekstil baru guna membantu bagi peningkatan kapasitas produksi, mutu dan efisiensi produksi. Tidak hanya itu, pemerintah kemudian mencanangkan program ACFTA (Asean-China Free Trade Agreement), merupakan sebuah kesepakan yang dibuat 3 antar negara-negara ASEAN dengan China. ACFTA dirancang sebagai kerjasama perdagangan antara kedua belah pihak dengan menghilangkan atau mengurangi batasan-batasan seperti penerapan non tariff, peningkatan akses pasar jasa, penentuan dan ketentuan arus investasi, peningkatan kerjasama ekonomi dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan diantara kedua belah pihak. ACFTA mulai efektif pada 1 Januari 2010 untuk 6 negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Singapura dan Filiphina serta tahun 2015 untuk 4 negara ASEAN diantaranya Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam. ACFTA mengubah perdagangan tekstil Indonesia. Disatu sisi ACFTA berdampak positif pada pasar domestik karena membanjiri konsumen dengan berbagai macam produk dan harga yang lebih murah serta kenaikan ekspor untuk sektor TPT terutama serat dan benang. Namun disisi lain dampak negatif pun lebih banyak dirasakan, diantaranya : 1. Membanjirnya impor pakaian jadi karena sebelum adanya perdagangan bebas dengan China pun Indonesia sudah dibanjiri oleh produk-produk China apalagi jika kemudian produk China masuk tanpa bea masuk atau dengan tariff nol persen. 2. Menghancurkan industri manufaktur atau pabrikan lokal yang akan terancam tutup atau gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan produk-produk impor, khususnya China. 4 3. Meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan karena menurunnya kinerja industri manufaktur nasional, mengingat perusahaan-perusahaan tersebut adalah industri padat karya yang telah banyak menyerap tenaga kerja. 4. Menurunnya tingkat pendapatan perkapita masyarakat. Iklim perdagangan dunia berangsur-angsur mulai membaik dan lebih stabil sejalan dengan menguatnya perekonomian dunia, sehingga dampak positif ACFTA pun mulai dirasakan oleh industri Indonesia. Sepanjang tahun 2010 secara makro ekonomi, Indonesia menunjukan pertumbuhan yang cukup signifikan, angka pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6% sesuai dengan target yang telah dicanangkan oleh pemerintah, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 yang hanya sebesar 4,5%. Sedangkan untuk tahun 2011, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,5%. Kinerja industri tekstil Indonesia tahun 2011 menunjukan pertumbuhan yang menggembirakan dimana ekspor tahun 2011 mencapai US$ 13 milyar, naik 19% bila dibandingkan tahun 2010 sebesar US$ 10,9 milyar dan naik 15% dari tahun 2009 (sumber: Asosiasi Pertekstilan Indonesia). Pertumbuhan tersebut juga tercermin dari meningkatnya daya beli masyarakat dan kinerja ekspor nasional serta meningkatnya permintaan pasar domestik walaupun kenaikannya tidak setajam kenaikan ekspor. Meskipun makro ekonomi menunjukan kenaikan yang menggembirakan namun tidak bisa di pungkiri bahwa Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) masih mengalami masa-masa sulit ditahun 2010. Kondisi tersebut diakibatkan dua faktor utama yaitu harga bahan baku kapas impor yang terus melonjak akibatnya semakin tingginya biaya produksi dan tingginya biaya pemakaian listrik industri 5 serta faktor lain yang tidak kondusif bagi industri TPT. Ditambah lagi dengan makin melemahnya nilai mata uang Rupiah terhadap Dollar. Industri tekstil adalah salah satu industri yang mengalami pukulan berat dan paling lama menderita kelesuan akibat dampak krisis global, ini dikarenakan krisis yang tidak hanya berdampak pada penurunan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang Dollar saja tetapi juga berdampak besar terhadap kenaikan harga seluruh barang dan jasa yang tersedia dipasar. Hal tersebut juga berdampak pada perusahaan tekstil dimana bahan baku dan bahan kimia pencampurnya dibeli dari luar negeri dengan standar harga Dollar dan biaya yang ditanggung perusahaan mengalami peningkatan dan jika perusahaan tidak dapat mengatasi dalam waktu tertentu maka perusahaan tersebut akan mengalami pailit. Industri tekstil merupakan salah satu industri perintis dan tulang punggung manufaktur Indonesia dan berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia khususnya dalam bentuk pendapatan ekspor dan penyerapan tenaga kerja terbesar di sektor manufaktur. Sehingga jika krisis tidak dapat dilampaui, maka tidak hanya banyak perusahaan yang mem-PHK para pekerjanya yang mengakibatkan jumlah pengangguran meningkat tetapi juga banyak perusahaan yang mengalami financial distress bahkan harus terpaksa pailit. Tidak sedikit perusahaan yang pailit atau bangkrut pada saat itu namun yang bertahanpun tidak banyak. Resiko kepailitan bagi perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Analisis laporan keuangan merupakan alat penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan 6 perusahaan serta keberhasilan kinerja keuangan perusahaan atau hasil-hasil yang telah dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah dilaksanakan dan yang akan diterapkan. Tingkat kesehatan perusahaan penting akhirnya bagi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan atau laba dapat ditingkatkan dan untuk menghindari adanya potensi kepailitan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengidentifikasi tanda-tanda awal kepailitan dengan melakukan analisis kinerja perusahaan. Semakin awal tanda-tanda tersebut diketahui maka semakin baik bagi manjemen untuk bisa mengambil strategi memperbaiki kinerja dengan segera. Pihak kreditur dan pemegang saham juga perlu mengidentifikasi tanda-tanda awal kepailitan agar dapat segera mengambil keputusan investasi dan kredit untuk menghadapi kemungkinan terburuk berupa pailitnya perusahaan yang bersangkutan. Untuk lebih memperdalam suatu analisis prediksi kepailitan atau kebangkrutan perusahaan, penulis menggunakan model analisis Altman Z-Score. Dengan analisis Altman Z-Score dapat diketahui tingkat kesehatan keuangan serta kinerja dari perusahaan dengan kriteria perusahaan yaitu : pailit, rawan pailit dan tidak pailit. Sehingga dari perhitungan Altman Z-Score dapat digunakan untuk mengantisipasi kegagalan bisnis dengan melakukan tindakan korektif dan memperbaiki kegagalan untuk keberhasilan dimasa yang akan datang serta evaluasi perusahaan. Prediksi kepailitan ini banyak digunakan peneliti untuk memprediksi adanya potensi kepailitan perusahaan pada beberapa industri karena modelnya 7 yang sederhana serta hasil pengujian yang valid. Menurut Mamduh dan Halim (2003:275) “Model Altman (Z-Score) mempunyai kemampuan prediksi yang cukup baik yakni sekitar 94% - 95%”. Dengan analisis keuangan tersebut, masalah perusahaan dapat dideteksi sedini mungkin dengan menentukan kebijakan-kebijakan yang tepat sehingga perusahaan dapat going concern dan kinerja keuangan membaik. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kepailitan sebuah perusahaan, penulis meneliti dengan judul “ Analisis Laporan Keuangan dengan Metode Altman (Z-Score) untuk Memprediksi Kemungkinan Kepailitan Perusahaan Tekstil yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009–2011 ”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis merumuskan masalah dari penelitian ini adalah “ Bagaimana kondisi keuangan perusahaan tekstil yang dinilai dengan metode Altman Z-Score dalam memprediksi kemungkinan kepailitan?” C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui potensi kemungkinan kepailitan pada perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan metode Altman Z-Score dan menggali lebih jauh, dalam mengolah informasi yang terdapat pada laporan keuangan. 8 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi peneliti Penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan, pemahaman serta pengalaman penelitian dalam bidang laporan keuangan khususnya kepailitan, dan juga sebagai persyaratan akademik untuk kelulusan Strata I (S1) Universitas Mercu Buana. 2. Manfaat bagi pihak lain maupun perusahaan : a) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi perusahaan dalam mengetahui kondisi kepailitan perusahaan. b) Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan dapat dijadikan gambaran atau bahan perbandingan bagi penelitian lain yang mempunyai masalah yang sama bagi penulis.