II. TINJAUAN PUSTAKA A. Manggis Tanaman manggis termasuk dalam genus Garcinia dari famili Guttifera. Dalam genus Garcinia terdapat 4000 spesies. Tanaman manggis, atau dikenal juga dengan nama manggustan (Filipina) dan mangkhut (Laos, Kamboja dan Thailand) serta cay mang cut (Vietnam), berasal dari Semenanjung Malaysia. Jenisnya yang pertama berasal dari Kepulauan Nikobar. Pada awalnya, tanaman ini hanya tersebar di Asia Tenggara, tetapi hanya dalam 2 abad, tanaman manggis dapat tersebar ke negara-negara tropik lainnya, termasuk Sri Lanka, India Selatan, Amerika Tengah, Brazil dan Queensland (Verheij, 1997). Manggis adalah tanaman yang berbentuk pohon dengan tinggi mencapai 6-25 m, berbatang lurus, bercabang simetris, membentuk tajuk piramida beraturan. Daunnya berhadapan, lembaran daun berbentuk lonjong dengan panjang 15-25 cm dab lebar 7-13 cm, tebal, permukaannya kasar, bagian atas daun berwarna hijau tua dan bagian bawah berwarna hijau kuning (Nakasone dan Paull, 1998). Manggis memiliki bunga yang tunggal atau berpasangan, berada di ujung ranting, mempunyai tangkai yang pendek dan tebal, berdiameter kira-kira 5,5 cm (Verheij, 1997). Bunganya berwarna hijau keputihan. Inisiasi pembungaan ditandai dengan pembengkakan dan fase munculnya tunas bunga sampai anthesis dalam 25 hari (Nakasone dab Paull, 1998). Tanaman manggis mempunyai bunga jantan yang rudimenter sehingga tidak mampu menyerbuki bunga betinanya. Tanaman manggis dikembangbiakan melalui biji apomiksis. Biji apomiksis adalah biji yang terbentuk tanpa melalui penyerbukan dan pembuahan (Ashari, 2006). Buah manggis bulat dan berkulit licin, berdiameter 4-7 cm, terdapat 4-8 segmen aril berwarna putih, lembut, dan dapat dimakan yang terdiri dari satu atau dua segmen yang mengandung biji apomiksis, kulit buah memiliki ketebalan 6-10 mm, agak keras dan saat masak berwarna ungu (Nakasone dan Paull, 1998). Buah yang masak memiliki kelopak bunga yang tetap menempel pada bagian pangkal buah. Bekas kepala putik masih melekat, tampak seperti bintang pada ujung buah (Verheij, 1997). 3 Manggis termasuk buah yang lambat perkembangannya diantara buah-buah tropika lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertumbuhan yang lambat, salah satunya dikarenakan oleh sistem perakaran yang kurang baik, serta masa juvenil yang panjang (10-15 tahun). Benih manggis mempunyai masa hidup yang pendek (Purseglove, 1986 dalam Sobir et al., 2007). Tingkat kematangan buah manggis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat kematangan buah manggis berdasarkan iptek atau tahapan. Gambar Tahap 0 Ciri-ciri Warna buah kuning kehijauan. Kulit buah masih banyak mengandung getah dan buah belum siap dipetik. Tahap 1 Warna kulit buah kekuningan. Buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging. Buah belum siap dipanen. Tahap 2 Warna kulit buah kuning kemerahan dengan bercak merah hampir merata. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging. Tahap 3 Warna kulit buah merah kecoklatan. Kulit buah masih bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit. Buah disarankan dapat dipetik untuk tujuan ekspor. Tahap 4 Warna kulit buah merah keunguan. Kulit buah masih sedikit bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah dapat dipetik untuk tujuan ekspor. Tahap 5 Warna kulit buah ungu kemerahan. Buah masak dan siap dikonsumsi. Getah telah hilang dan isi buah mudah dilepaskan. Buah lebih sesuai untuk pasar domestik. Tahap 6 Warna kulit buah ungu kehitaman. Buah sudah masak. Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji. Sumber : Departemen Pertanian, 2004. 4 Buah manggis segar digolongkan dalam tiga jenis mutu yaitu mutu super, mutu I, dan mutu II. Karakteristik rinci mutu manggis dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persyaratan mutu buah manggis Persyaratan Karakteristik Mutu Super Mutu I Mutu II Keseragaman Seragam Seragam Seragam Diameter (mm) >65 55 - 65 > 55 Tingkat kesegaran Segar Segar Segar Warna kulit Hijau kemerahan s/d merah muda Kemerahan s/d merah muda mengkilat Hijau kemerahan Buah cacat atau busuk (jumlah/jumlah) dalam % 0 0 0 Tangkai atas kelopak Utuh Utuh Utuh Kadar kotoran (b/b) 0 0 0 Serangga Tidak ada Tidak ada Tidak ada Warna daging Putih bersih khas manggis Putih bersih khas manggis Putih bersih khas manggis Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1992. B. Pelapisan Pelapisan merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk memperpanjang masa simpan dan melindungi produk segar dari kerusakan dan pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan seperti serangan mikroba. Pelapisan juga dapat menutupi luka-luka atau goresan-goresan kecil pada permukaan buah atau sayuran, sehingga dapat menekan laju respirasi yang terjadi pada buah dan sayuran. Selain itu pelapisan mampu memberikan penampakan yang lebih menarik dan lebih diterima konsumen (Akamine et al., 1986). Pelapisan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pembusaan dilakukan dengan cara membuat lilin dalam bentuk busa, kemudian dilapisi pada produk segar 5 dengan menggunakan sikat. Penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprotkan pelapis langsung ke produk segar. Penyemprotan cenderung memboroskan dibandingkan cara yang lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar dengan cara mencelupkan buah atau sayuran ke dalam bahan pelapis, sedangkan pengolesan dilakukan dengan mengoleskan bahan pelapis menggunakan kuas ke buah atau sayuran (Akamine et al., 1986). C. Bahan Pelapis 1. Lilin Lebah Penggunaan lilin untuk melapisi buah dan sayuran terus berkembang. Umumnya lilin yang digunakan adalah lilin carnauba, lilin lebah, lilin sekam, lilin britex, dan shellac. Pelapisan dengan menggunakan lilin atau pelilinan merupakan perlakuan khusus bagi beberapa buah juga bertujuan untuk mengganti bahan lilin alami pada buah yang hilang selama pencucian dan memperbaiki penampilan. Bahan lilin harus dari bahan yang aman untuk dikonsumsi. Pelapisan yang termasuk ke dalam perlakuan pra-pengangkutan bertujuan untuk mengurangi susut mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai ke tingkat serendah-rendahnya. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan. Muchtadi dan Sugiyono (1992) menerangkan lapisan lilin untuk komoditi pertanian segar harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak berpengaruh terhadap bau dan rasa komoditi, tidak beracun, mudah kering dan tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap, dan licin, mudah diperoleh dan murah harganya. Kandungan bahan dasar lilin lebah berasal dari hasil ekskresi lebah madu (Apis mellifica) yang diekstrak dengan cara sistem sentrifugal dan pengepresan (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Lilin lebah banyak dipergunakan untuk produk pertanian karena mudah didapat dan harganya murah (Bennet, 1994 dalam Chotimah, 2008). Cara melapisi buah dengan lilin adalah sebagai berikut. Buah yang dipilih tidak cacat atau busuk. Kotoran yang melekat dibersihkan melalui pencucian dengan air bersih. Setelah bersih buah dicelup dalam emulsi lilin selama ± 30 detik kemudian ditiriskan (Suyanti, 1993). 6 Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan penghembusan, penyemprotan, pencelupan (± 30 detik) atau pengolesan (Pantastico, 1986). Berdasarkan cara pelapisan lilin, cara pelapisan lilin dengan metode pencelupan lebih efektif dibandingkan pelilinan dengan metode pengolesan (Mujiono, 1997). 2. Giberelin Giberelin (GA3) merupakan zat pengatur tumbuh yang mempunyai peranan fisiologis dalam pemanjangan batang atau tunas. Pengaruh Giberelic acid (GA) terutama dalam perpanjangan ruas tanaman berhubungan dengan bertambah besar dan jumlah sel-sel pada ruas tersebut. Selain perpanjangan batang, giberelin juga memperbesar luas daun dari berbagai jenis tanaman, demikian juga terhadap besar bunga dan buah. Disamping mempengaruhi besarnya organ tanaman, GA juga mempengaruhi proses-proses fisiologi lainnya. Telah diselidiki juga bahwa proses dormansi dari beberapa biji dan mata tunas dapat dihilangkan dengan pemberian GA (Wattimena, 1988). Beberapa peran fisiologi giberelin ialah mendorong perpanjangan sel, organ, pembentukan buah partenokarpi, perkecambahan biji dan tunas, menghambat pembentukan akar dan umbi (Wattimena, 1988). Pemberian giberelin dapat menghambat degradasi klorofil pada daun, buah, kotiledon, dan tangkai bunga. Giberelin juga dapat mengurangi degradasi RNA dan protein, memperlambat penuaan dan pemasakan (Arteca, 1996). Struktur giberelin disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Giberelin (Anonim, 2009). 7 3. Benomil Benomil (juga dipasarkan sebagai Benlate) adalah fungisida yang diluncurkan pada tahun 1968 oleh Du Pont. Ini adalah benzimidazole fungisida yang selektif, beracun untuk mikroorganisme dan invertebrata, terutama cacing tanah.Efek racun Benomil lebih tinggi untuk jamur dan mikroorganisme dibandingkan pada mamalia.Benomil mengikat ke microtubules,mengganggu fungsi sel seperti meiosis dan transportasi intraseluler(en.wikipedia.org/wiki/Benomyl). Struktur benomil dapat dilihat pada Gambar 2. Benomyl Gambar 2. Struktur Benomil(Anonim, 2009). D. Laju Respirasi Respirasi adalah metabolisme utama yang terjadi pada produk yang sudah dipanen atau pada produk tanaman yang masih hidup. Respirasi merupakan pemecahan oksidatif terhadap bahan kompleks yang biasanya ada dalam sel, seperti gula dan asam amino menjadi molekul sederhana (CO2 dan air) yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesis serta energi (Santoso dan Purwoko, 1995). Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme sehingga sering dianggap sebagai petunjuk mengenai daya simpan buah (Pantastico, 1986).Senyawa organik yang banyak terdapat dalam sel organisme hidup dan umum digunakan sebagai substrat respirasi adalah karbohidrat, protein dan lipid. (Sitompul dan Guritno, 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan organ, komposisi kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapis alami pada permukaan 8 kulit dan jenis jaringan, sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, penggunaan etilen, ketersediaan oksigen, karbondioksida, terdapatnya senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Cara yang umum digunakan untuk mengukur laju respirasi adalah dengan cara mengukur jumlah gas karbondioksida yang dihasilkan atau jumlah gas oksigen yang digunakan. Jumlah oksigen yang digunakan dalam proses respirasi sangat sedikit, sehingga sulit untuk dilaksanakan karena memerlukan instrumen yang sangat peka terhadap oksigen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Berdasarkan aktifitas respirasi, buah dapat digolongkan ke dalam 2 kelompok, yaitu klimakterik dan non klimakterik. Buah klimetrik ditunjukkan dengan kenaikan produksi CO2 dan etilen yang besar saat pemasakan, sedangkan buah non klimakterik ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan dari CO2 dan produksi etilen pada saat pemasakan. Contoh buah klimakterik yaitu apel, alpukat, pisang, mangga, pepaya, melon, rambutan, durian, kiwi, jambu biji, pir, semangka dan plum. Contoh buah non klimakterik yaitu anggur, jeruk, nenas, belimbing, strawberi dan lemon (Kader, 1992). Laju respirasi pada beberapa buah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Laju respirasi pada beberapa buah klimakterik dan non klimakterik Komoditi Belimbing Rambutan Pisang Durian Apel Anggur Jeruk Stroberi Sumber : Widiastuti, 2006. Laju Respirasi (CO2/kg/jam) 8,93 mg 26,46 mg 53,39 mg 32,26 mg 25 ml 16 ml 20 ml 7,5 ml Pola Respirasi Non Klimakterik Klimakterik Klimakterik Klimakterik Klimakterik Non Klimakterik Non Klimakterik Non Klimakterik 9