8 dimana terdapat dua bentuk interaksi, yaitu reaksi inkompatibel dan kompatibel. Interaksi inkompatibel adalah interaksi antara gen resisten (R gene) pada tanaman inang dengan gen avirulen (Avr) pada patogen yang selanjutnya menyebabkan terbentuknya reaksi hipersensitif (HR) pada tanaman inang (Agrios 1997). Sedangkan interaksi kompatibel adalah interaksi antara tanaman inang yang rentan dengan patogen yang virulen hingga menyebabkan timbulnya penyakit (Kurnianingsih 2008). Galur padi resisten dengan tingkat ketahanan 100 % yaitu IPB107-F-7-3, IPB140-F-5, IPB149-F4 dan IPB149-F-8 tidak memperlihatkan gejala blas sampai akhir pengamatan (9 hsi), hal ini mengindikasikan adanya reaksi hipersensitif pada tanaman padi tersebut. Oleh karenanya dapat dikatakan pada keempat galur tersebut terdapat interaksi inkompatibel yaitu interaksi antara R gene pada padi terhadap gen Avirulen (Avr) pada Pyricularia oryzae ras 001. Perbedaan respon ketahanan dari 48 galur padi yang digunakan diduga disebabkan karena perbedaan genotipe dari varietas tersebut, yaitu adanya perbedaan gen resistensi (gen Pi) yang dimiliki oleh masingmasing galur. Galur yang memiliki ketahanan hingga 100% menunjukkan bahwa tidak ada satupun tanaman yang diinfeksi yang memperlihatkan gejala penyakit blas. Pemilihan 13 galur resisten (tahan) dikarenakan dugaan bahwa galur padi dengan tingkat ketahanan ≥ 80% berpotensi membawa gen ketahanan Pi. Gen Pi-ta diduga menyandikan protein sitoplasmik dengan lokasi sentral NBS dan daerah pemotongan tinggi LRR pada daerah terminal karboksil yang cocok mengenali gen avirulen (AVR-Pita), sehingga dapat menggerakkan resisten ras spesifik (Bryan et al. 2000). Hasil elektroforesis dari hasil PCR menunjukkan adanya gen Pi-ta yang teramplifikasi baik dari DNA tanaman yang tahan (resistence) maupun tanaman rentan (susceptible) seperti varietas Kencana Bali, galur IPB107-F-18-4-2 dan IPB107-F-16E-6 (Gambar 3). Hasil ini berbeda dengan Santoso (2005), hal ini di duga karena perbedaan primer yang digunakan. Primer yang digunakan pada penelitian ini mengamplifikasi daerah gen Pi-ta pada daerah ekson 1 di urutan basa ke- 2772-3189 (F1 menempel pada urutan basa ke- 27712790; R1 menempel pada urutan basa ke3169 – 3188) dan daerah ekson 2 di urutan basa ke- 6089-6536 (F2 menempel pada urutan basa ke- 6089-6108; R2 menempel pada urutan basa ke- 6517-6536), sedangkan primer Santoso (2005) mengamplifikasi daerah gen Pi-ta di urutan basa ke- 62576660. Primer Santoso (2005) memiliki primer forward yang menempel pada urutan basa ke-6257–6276 dan primer reverse yang menempel pada urutan basa ke- 6640 – 6660 dengan hasil amplifikasi sebesar 404 bp (Gambar 4). 404 bp Gambar 4 Daerah penempelan primer. Daerah dugaan delesi pada bagian belakang ekson 2. Sehingga, diduga adanya kemungkinan delesi pada daerah ekson 2 di bagian belakang pada Kencana Bali, hingga primer Santoso tidak dapat mengamplifikasi gen Pita dari tanaman Kencana Bali. Sementara, menurut Bustamam et al. (2004) Kencana Bali diduga mempunyai gen ketahanan terhadap penyakit blas namun isolat blas yang tidak kompatibel (avirulen) untuk varietas ini belum diketahui. Hasil ini menunjukkan kemungkinan gen Pi-ta tidak spesifik berperan dalam mekanisme pertahanan tanaman pada galur-galur padi ini, sehingga diduga ada gen lain yang berperan dalam proses ketahanan tanaman padi terhadap serangan P. oryzae ras 001. SIMPULAN Tiga belas galur padi tahan blas didapatkan dari hasil penapisan 48 galur padi harapan yang diuji terhadap ras 001. Kemunculan gen Pi-ta dijumpai baik pada galur padi yang tahan maupun peka terhadap P.oryzae ras 001, sehingga disimpulkan gen Pi-ta tidak bertanggung jawab atas ketahanan terhadap P.oryzae ras 001. SARAN Perlu adanya pengujian dengan desain primer yang lain untuk kelanjutan identifikasi gen Pi-ta guna mengetahui kemungkinan adanya delesi yang terdapat pada sekuens atau urutan basa bagian belakang ekson 2 di gen Pi-ta tanaman Kencana Bali.