BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang dengan sebutan Negara Sakura memiliki beberapa budaya yang berbeda dengan Indonesia. Salah satu contohnya adalah masyarakat Jepang memperhatikan hal kecil dalam kehidupan sehari-hari dengan lebih detail dibanding masyarakat Indonesia. Di Jepang, kebiasaan memperhatikan detail tersebut salah satunya terlihat dalam kegiatan kegiatan memilah sampah. Pemilihan sampah dilakukan berdasarkan bahan sampah yang bisa di bakar, bahan tidak bisa dibakar, bahan plastik, bahan kaca dan bahan kaleng. Hampir tidak ada sebuah berita bencana alam yang disebabkan oleh penumpukan sampah. Sementara itu di Indonesia, budaya memilah sebelum membuang sampah masih belum diperhatikan dengan seksama oleh masyarakatnya. Hal yang terjadi akibat sembarangan membuang sampah dalam jangka waktu panjang adalah menumpuknya sampah di berbagai tempat sehingga mencemari polusi udara, menjadi sarang sumber penyakit, bahkan dapat menyebabkan bencana alam. Banyak masyarakat Jepang yang mempercayai bahwa karakter seseorang dapat diprediksi melalui golongan darah. Pada dasarnya, Jepang memiliki satu ras penduduk yang sama, maka tidak ada perbedaan yang signifikan dalam budaya dan ideologi, sehingga perbedaan sifat berdasarkan golongan darah dapat muncul dan terlihat dengan mudah. Dengan kata lain, bila seseorang telah mengetahui tipe golongan darah orang lain, maka hal tersebut dapat menjadi referensi dalam 1 2 menjalin hubungan sosial. Beberapa psikolog sudah melakukan penelitian mengenai hal tersebut, bahkan beberapa dari mereka sudah menerbitkannya menjadi buku. Buku tersebut memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh golongan darah terhadap sifat manusia. Masako Mitaki merupakan salah satu psikolog yang meneliti pengaruh golongan darah terhadap sifat manusia. Latar belakang penelitiannya didasarkan atas pengalamannya belajar keluar negeri lebih dari dua puluh kali. Perbedaan pemikiran dan pandangan kehidupan orang-orang yang ditemuinya menjadi daya tarik tersendiri baginya untuk mempelajari pendidikan psikologi, ramalan, dan jenis-jenis golongan darah. Beberapa buku karya Masako Mitaki yaitu “「Ura」 Ketsuekigata tte nanda!”, “「Dakara, B-gata da」 tte iu na”, “「Hora? O-gata da」 tte iu na!” ,dan “「Yappa A-gata da 」 tte iu na!”. Buku-buku tersebut berisi tipe golongan darah yang dipercaya mempengaruhi sifat umum manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam buku “ 「 Yappa A-gata da 」 tte iu na!” dituliskan bahwa golongan darah A adalah tipe golongan darah terbanyak di Jepang. Jumlah persentase orang yang mempunyai golongan darah A yaitu sebesar 39%, disusul dengan golongan darah O sebesar 29%, lalu golongan darah B sebesar 22% dan golongan darah AB berada di peringkat paling bawah dengan persentase sebesar 10% dari jumlah keseluruhan. Berdasarkan persentase tersebut, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat orang bergolongan darah A adalah yang paling dominan di Jepang. 3 Buku “「Yappa A-gata da」 tte iu na!” terbagi menjadi enam bagian. Bagian pertama; “A-gata ningen no sugao to shinjitsu” membahas tentang sifat dasar orang Jepang yang bergolongan darah A. Bagian kedua; “A-gata ningen no kihon seikaku” membahas tentang sifat-sifat umum orang Jepang yang bergolongan darah A. Bagian ketiga; “A-gata ningen no jireishuu” berisi opini partisipan yang memiliki kenalan orang bergolongan darah A di Jepang. Bagian keempat; “A-gata ningen no ren’ai to kekkon” berisi tentang sifat-sifat orang Jepang yang bergolongan darah A dalam percintaan dan pernikahan. Bagian kelima; “A-gata ningen ni taijin kankei” berisi tentang sifat-sifat orang Jepang yang bergolongan darah A dalam pertemanan dan keluarga. Bagian terakhir atau keenam; “A-gata ningen no shokuba to shigoto” berisi tentang sifat-sifat orang Jepang yang bergolongan darah A dalam karir dan pekerjaan. Dalam buku “ 「 Yappa A-gata da 」 tte iu na!”, Masako Mitaki menjelaskan sifat-sifat umum orang Jepang yang bergolongan darah A dengan rinci karena di setiap sub-babnya, ia menuliskan tidak hanya satu contoh situasi saja, tetapi beberapa contoh situasi dan kondisi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga mudah dibayangkan dan dipahami oleh pembaca. Penulis akan menerjemahkan bagian pertama dan kedua. Isi di bagian ketiga sampai keenam dapat diketahui secara garis besar dengan membaca bagian pertama dan kedua, sehingga penulis hanya menerjemahkan bagian tersebut. Dengan demikian, hasil terjemahan penulis dapat membantu pembaca yang memiliki saudara, teman, ataupun mitra kerja orang Jepang supaya dapat menjalin komunikasi yang sejalan dan menciptakan relasi yang baik. 4 1.2 Pokok Bahasan Pokok bahasan dalam tugas akhir ini adalah bagaimana terjemahan buku “「Yappa A-gata da」 tte iu na!” bab I “A-gata Ningen no Sugao to Shinjitsu” dan 10 sub-bab II “A-gata Ningen no Kihon Seikaku” dalam bahasa Indonesia. 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini, yaitu: 1. Menerjemahkan buku “「Yappa A-gata da」 tte iu na!” bab I “A-gata Ningen no Sugao to Shinjitsu” dan 10 sub-bab II “A-gata Ningen no Kihon Seikaku” Karya Masako Mitaki dalam bahasa Indonesia yang mudah dipahami pembaca, khususnya masyarakat Indonesia. 2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai isi terjemahan buku “ 「Yappa A-gata da 」 tte iu na!” bab I “A-gata Ningen no Sugao to Shinjitsu” dan 10 sub-bab II “A-gata Ningen no Kihon Seikaku” Karya Masako Mitaki 1.4 Landasan Teori 1.4.1 Teori Terjemahan Terjemahan sendiri menjadi pokok utama untuk menyambungkan dua bahasa yang berbeda. Nida dan Taber (1969) mengartikan menerjemahkan adalah kegiatan menyampaikan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan sedekat dan setepat mungkin. Pesan yang disampaikan berupa frasa, klausa, 5 kalimat dan paragraf yang diubah ke bahasa sasaran dengan restrukturisasi sedemikian rupa sehingga tidak mengubah makna dari pesan yang disampaikan itu sendiri. Ketika menerjemahkan teks, penerjemah berhadapan dengan perbedaan bentuk frasa, klausa, kalimat teks sumber, dan teks sasaran serta mampu mengalihbahasakan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan makna yang sama tetapi struktur kalimat yang berbeda dan juga kosakata baru karena setiap bahasa memiliki aturan masing-masing yang dipengaruhi oleh budaya masing-masing pula. Sehingga, penyampaian pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran tetap terjaga, dipertahankan, dan tidak berubah walaupun bentuk frasa, klausa, kalimat bahkan struktur berubah. Saat melakukan kegiatan menerjemahkan, penerjemah harus memahami teks sumber dan teks sasaran dengan benar dan juga budaya dari keduanya karena ada kalanya teks sasaran tidak bisa diterjemahkan dengan satu kata yang tepat karena perbedaan budaya. 1.4.2 Metode Terjemahan Dalam buku Belajar Menerjemahkan, Teori dan Praktek karya Hartono (2003: 82-84) , Newmark (1987) membagi metode terjemahan menjadi 8 bagian, yaitu: 1. Metode Terjemahan Kata Demi Kata Metode terjemahan kata demi kata atau terjemahan interlinier, proses penerjemahan dilakukan dengan mempertahankan kata-kata bahasa sumber dan kosa katanya apa adanya dengan menggunakan makna-makna 6 yang paling umum (biasanya diambil dari makna kamus) dan terlepas dari konsteknya. Metode ini bertujuan agar penerjemah dapat memahami sistem dan struktur bahasa sumber atau untuk menganalisis teks yang sulit sebagai suatu proses awal terjemahan. 2. Metode Terjemahan Literal Dalam metode ini struktur bahasa sumber diubah ke dalam struktur tata bahasa sasaran tetapi kata-kata leksikal masih tetap diterjemahkan apa adanya, terlepas dari konsteknya. Sebagai proses awal terjemahan, metode ini menunjukkan adanya permasalahan yang harus dipecahkan. 3. Metode Terjemahan Setia Metode terjemahan ini berusaha mereproduksi makna konstektual yang tepat dari bahasa sumber dalam batas-batas struktur tata bahasa sasaran. Metode ini “menerjemahkan” kata-kata budaya dan mempertahankan tingkat “keabnormalan” tata bahasa dan leksikan dalam terjemahan. Terjemahan setia bersifat tidak kompromis dan dogmatis. 4. Metode Terjemahan Semantik Dengan metode ini, proses terjemahan kata-kata budaya yang kurang penting, diubah menjadi istilah-istilah yang secara budaya netral tetapi tidak menggunakan ekuivalensi budayanya. Metode terjemahan semantik bersifat lebih fleksibel dibandingkan terjemahan setia. 5. Metode Terjemahan Saduran Metode terjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan drama dan puisi. Dengan metode ini, tema cerita, karakter, dan alur cerita pada 7 umumnya dipertahankan, sedangkan budaya bahasa sumber ditransfer ke dalam budaya bahasa sasaran dan teks ditulis ulang. 6. Metode Terjemahan Bebas Terjemahan bebas atau terjemahan intralingual mereproduksi isi pesan tanpa mengindahkan cara penyampaian isi pesan, atau mereproduksi isi teks tanpa mempedulikan bentuk bahasa sumbernya. Biasanya terjemahan ini berupa paraphrase (penceritaan kembali) yang jauh lebih banyak daripada bahasa sumbernya. 7. Metode Terjemahan Idiomatik Terjemahan ini mereproduksi “pesan” bahasa sumber tetapi cenderung menyelewengkan nuansa-nuansa maknanya dengan cara memilih penggunaan jargon-jargon dan idiom-idiom bahasa sasaran karena tidak ada dalam bahasa sumbernya. 8. Metode Terjemahan Komunikatif Terjemahan ini berusaha mempertahankan makna konstektual yang tepat dari bahasa sumber sedemikian rupa sehingga baik isi maupun bahasanya langsung dapat diterima dan dipahami oleh pembaca hasil terjemahan. Dari metode-metode terjemahan di atas, penulis menggunakan metode terjemahan komunikatif dalam penulisan tugas akhir ini. Teks dalam buku “ 「 Yappa A-gata da 」 tte iu na!” cocok menggunakan metode ini karena informatif dan vokatif sehingga dapat menghasilkan terjemahan yang memiliki ketepatan makna dan mudah dipahami pembaca. 8 1..4.3 Langkah Penerjemahan Menurut Nida dan Taber (2007: 19), Langkah penerjemahan dapat dibagi menjadi 4 tahapan, meliputi: 1. Tahap analisis atau pemahaman. Dalam tahap ini, struktur lahir (kalimat yang sudah ada) dianalisis menurut hubungan gramatikal, menurut makna kata atau kombinasi kata, makna tekstual, dan bahkan makna konstektual. Tahap ini merupakan proses transformasi balik. 2. Tahap transfer. Dalam tahap ini, materi yang sudah dianalisis dan dipahami maknanya tadi diolah penerjemah dalam pikirannya dan dipindah dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dalam tahap ini belum dihasilkan rangkaian kata; semuanya hanya terjadi di batin penerjemah. 3. Tahap restrukturisasi. Dalam tahap ini penerjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan, dan struktur kalimat yang tepat dalam bahasa sasaran sehingga isi, makna, dan pesan yang ada dalam teks bahasa sumber tadi dapat disampaikan sepenuhnya dalam bahasa sasaran. 9 4. Tahap evaluasi dan revisi Setelah didapat hasil terjemahan di bahasa sasaran, hasil itu dievaluasi dan dicocokkan kembali dengan teks aslinya. Jika dirasa masih kurang padan, maka dilakukanlah revisi. 1.5 Sistematika Penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari beberapa bab yang disusun secara sistematik. Bab I yaitu pendahuluan, berisi tentang latar belakang, pokok bahasan, tujuan penulisan, landasan teori, metode terjemahan, langkah penerjemahan, dan sistematika penulisan. Bab II akan dipaparkan teks sumber, teks hasil terjemahan per kalimat dan teks hasil terjemahan keseluruhan dalam bahasa sasaran, yaitu bahasa Indonesia. Dalam Bab III yaitu penutup, penulis akan menuliskan kesimpulan isi terjemahan teks dari buku “「Yappa A-gata da」 tte iu na!” bab I “A-gata Ningen no Sugao to Shinjitsu” dan 10 sub-bab II “A-gata Ningen no Kihon Seikaku”.