BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) memiliki fungsifungsi yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian(Hasibuan, 2009). Berikut adalah penjelasan masing-masing fungsi: a. Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. b. Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan penetapan adanya pembagian kerja, hubungan kerja, wewenang, integrasi serta koordinasi dalam bentuk bagan organisasi. c. Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mereka menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, maka diadakan tindakan perbaikan. d. Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 e. Pengembangan adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. f. Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, dalam bentuk uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa dari organisasi. g. Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. h. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar mereka mau bekerja sama sampai pensiun. i. Kedisiplinan adalah fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud suatu tujuan. j. Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu organisasi. Pemberhentian dapat disebabkan oleh keinginan sendiri karyawan, kontrak kerja berakhir, keinginan karyawan, pensiun dan sebab-sebab lain. Dari uraian dapat dipahami bahwa strategi dalam setiap fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia perlu dimiliki sebuah organisasiuntukmenimbulkanketekunan, semangat, kepuasan kerja dan loyalitas untuk meningkatkan kinerja http://digilib.mercubuana.ac.id/ para karyawan, sebab 15 keberlangsungan hidup organisasi didukungoleh faktor sumber daya manusianya. 2. Kinerja 1) Definisi dan Indikator Kinerja Arti kinerja berasal dari bahasa Inggris job performance dan disebut juga actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai oleh seorang karyawan (Moeheriono, 2009). Kinerja karyawan adalah penentu kinerja organisasi dalam upaya mencapai tujuannya secara optimal (Nawawi, 2006). Sementara menurut Hasibuan (2009) kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu. Kinerja atau dapat disebut juga produktifitas kerja termasuk di dalam fungsi pengembangan manajemen sumber daya manusia, sebab tujuan pengembangan pada hakikatnya dengan pengembangan maka produktifitas kerja karyawan akan meningkat (Hasibuan, 2009). Menurut Mangkunegara (2005) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Aspek kuantitas mengacu pada beban kerja atau target kerja, aspek kualitas menyangkut kesempurnaan dan kerapian pekerjaan yang sudah dilaksanakan dan selanjutnya dikatakan memiliki kinerja tinggi apabila suatu target pekerjaan dapat diselesaikan lebih http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 cepat dari waktu yang disediakan (Nawawi, 2006). Kualitas sangat dipengaruhi atau ditentukan oleh pekerjaan atau jabatan yang menuntut kemampuan manajerial dan atau profesional yang memerlukan keahlian tertentu (Nawawi, 2006). Kinerja dalam melaksanakan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh ketrampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu (Moeheriono, 2009). Menurut Nawawi (2006) indikator kinerja dalam melaksanakan pekerjaan adalah: 1) Kuantitas hasil kerja yang dicapai 2) Kualitas hasil kerja yang dicapai 3) Jangka waktu mencapai hasil kerja tersebut 4) Kehadiran dan kegiatan selama hadir di tempat kerja 5) Kemampuan bekerja sama Sementara menurut Henry Simamora dalam Nawawi (2006), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor individual, psikologis dan organisasi, dengan masing-masing aspek didalamnya sebagai berikut: 1) Faktor individual yang terdiri dari: a. Kemampuan dan keahlian b. Latar belakang c. Demografi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 2) Faktor psikologis yang terdiri dari: a. Persepsi b. Sikap (Attitude) c. Kepribadian (Personality) d. Pembelajaran e. Motivasi 3) Faktor organisasi yang terdiri dari: a. Sumber daya b. Kepemimpinan c. Penghargaan d. Struktur e. Desain pekerjaan (Job Design) Secara umum dan garis besar, menurut Umar dalam Mangkunegara (2010) indikator kinerja dapat dibagi atas: 1) Mutu pekerjaan atau kualitas dari pekerjaan yang dihasilkan 2) Kejujuran karyawan dalam bekerja dan berinteraksi dalam lingkungan pekerjaan termasuk sesama rekan dan atasan 3) Inisiatif dalam bekerja, misalnya kreatifitas dan penyelesaian masalah pekerjaan 4) Kehadiran, jumlah kehadiran dalam kantor 5) Sikap, atau perilaku yang ditunjukkan dalam lingkungan pekerjaan 6) Kerjasama, sikap mau bekerja sama dengan rekan dan atasan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 7) Keandalan, atau dapat diandalkan dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya 8) Pengetahuan tentang pekerjaan, atau memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pekerjaan yang dilakukan saat ini 9) Tanggung jawab, atau dapat mengemban tanggung jawab sesuai dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya. 10) Pemanfaatan waktu kerja, atau dapat bekerja dengan efektif sesuai dengan aturan jam kerja Dari semua definisi mengenai kinerja dan semua aspek diatas dapat disimpulkan produktivitas bahwa organisasi. bagi kinerja Produktivitas karyawan organisasi menentukan yang tinggi memberikan keuntungan bagi organisasi serta karyawan yang bekerja di dalamnya. 2) Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja memiliki pengertian suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi (Moeheriono, 2009). Sedangkan menurut tujuannya, penilaian kinerja untuk memperbaiki atau meningkatkan organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi (Mangkunegara, 2010).Sehingga dapat dikatakan seorang karyawan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 memiliki kinerja yang baik setelah melalui serangkaian penilaian terhadap pekerjaannya. Tujuan dari penilaian kinerja menurut Suryo dalam Mangkunegara (2010), adalah: 1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja. 2. Mencatat dan mengakui hasil kerja karyawan sehingga termotivasi untuk berbuat yang lebih baik 3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya 4. Mendefinisikan dan merumuskan kembali sasaran masa depan 5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan Sementara menurut Moeheriono (2010), terdapat beberapa manfaat dan kegunaan dari penilaian kinerja karyawan yang dilakukan oleh organisasi, yaitu: 1. Dasar dari pengambilan keputusan 2. Untuk mengukur sampai dimana karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan 3. Sebagai dasar untuk evaluasi efektifitas kegiatan yang dilakukan organisasi 4. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan latihan karyawan 5. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 6. Sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelebihan dan meningkatkan kemampuan karyawan 7. Sebagai kriteria untuk menentukan, seleksi dan penempatan karyawan 8. Sebagai alat untuk memperbaiki dan mengembangkan kecakapan karyawan 9. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian pekerjaan. Kemudianagar terstruktur, sistematis dan tercapai tujuan penilaian kinerja tentunya organisasi harus memiliki ketetapan-ketetapan mengenai dasar dari penilaian itu sendiri, dan indikator apa yang dinilai dari suatu pekerjaan. Menurut Moeheriono (2009), terdapat beberapa aspek yang mendasar dan pokok dari pengukuran kinerja, yaitu: 1. Menetapkan tujuan, sarana dan strategi organisasi sesuai dengan tujuan visi dan misi organisasi. 2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang mengacu pada penilaian kerja secara tidak langsung, sedangkan indikator kinerja mengacu pada pengukuran kinerja secara langsung yang berbentuk keberhasilan utama (critical success factor) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator) 3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis hasil pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan membandingkan tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan pengambilan keputusan yang berkualitas, memberikan gambaran atau hasil kepada organisasi seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dan mengevaluasi langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya. Dari keterangan diatas, indikator merupakan suatu alat yang sangat krusial untuk menentukan hasil suatu pekerjaan sudah baik dan memenuhi harapan atau belum. Terdapat sembilan persyaratan untuk indikator yang baik dan ideal menurut Moeheriono (2009), yaitu: 1. Consistency (Konsisten), definisi yang digunakan untuk merumuskan indikator kinerja harus konsisten, tidak berubah-ubah, baik antara periode waktu maupun antar unit organisasi. 2. Comparibility (Daya Banding), indikator harus memiliki daya banding yang layak dan tepat. 3. Clarity (jelas), indikator kinerja harus sederhana, jelas dan mudah dimengerti serta dipahami. 4. Controllability (dapat dikendalikan), pengukuran indikator kinerja harus pada wilayah atau departemen yang dapat dikendalikannya. 5. Contingency (ketidakpastian), perumusan indikator kinerja juga harus dipertimbangkan dari struktur organisasi, gaya manajemen, ketidakpastian serta kompleksitas lingkungan eksternal. 6. Comprehensiveness (Kedalaman dan Lengkap), indikator harus dapat merefleksikan semua aspek perilaku yang cukup penting untuk pembuatan keputusan manajerial. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 7. Boundedness (Terfokus), indikator harus difokuskan pada faktor utama yang merupakan perwujudan keberhasilan organisasi. 8. Relevance (Relevan), indikator harus spesifik sehingga relevan untuk kondisi dan kebutuhan tertentu. 9. Feasibility (Capaian Realistis), target sebagai dasar perumusan indikator harus merupakan harapan yang realistis dan dapat dicapai. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa organisasi perlu memiliki indikator kinerja yang jelas, terukur serta dapat diimplementasikan kepada seluruh unit-unit kerja untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi. 3. Kepuasan Kerja 1) Teori Kepuasan Kerja Menurut Hasibuan (2009) kepuasan kerja adalah salah satu sikap dalam pekerjaan yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Definisi dari sikap (attitude) itu sendirimerupakan pernyataan-pernyataan evaluatif baik menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai objek, orang atau peristiwa. Menurut Moh. As’ad dalam Sunyoto (2015), terdapat 3 macam teori kepuasan kerja, yaitu: a. Discrepancy Theory(Teori Selisih) Teori ini dipelopori oleh Porter pada tahun 1961 dimana kepuasan kerja seseorang diukur dengan menghitung selisih http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke pada tahun 1969, mengemukakan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada discrepancy atau selisih atau jarakantara apa yang seharusnya (harapan atau nilai) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaan. b. Equity Theory(Teori Keadilan) Teori ini dikembangkan oleh Adams tahun 1963 dimana orang akan merasa puas dan tidak puas tergantung dari perasaan keadilan yang diterimanya. Perasaan equity (adil) dan inequity (tidak adil) atas suatu situasi diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain. c. Two Factor TheoryTeori Dua Faktor) Teori ini ditemukan oleh Frederick Hertzberg pada tahun 1959, dimana sikap seseorang terhadap pekerjaan dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Satisfiers adalah situasi yang membuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja, terdiri dari achievement (capaian), recognition (pengakuan), work itself (pekerjaan itu sendiri), responsibility (tanggung jawab) dan advancement (kemajuan). 2) Dissatisfier (Hygiene Factors)adalah faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 (kebijakan), policy administration(administrasi), supervision (supervise), technical (teknikal), salary (gaji), interpersonal, relation (relasi), working condition (kondisi pekerjaan), job security (keamanan bekerja) dan status. Sikap memiliki tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan perilaku (Robbins dan Judge, 2014). Sikap kerjaseringkali berhubungan dengan perilaku, menurut Festinger dalam Robbins dan Judge (2014) sikap mengikuti perilaku dan variabel moderasi dapat memperkuat hubungan antara sikap dan perilaku itu. Kepuasan kerja merupakan salah satu ukuran dari kualitas kehidupan dalam organisasi (Dhamayanti, 2006). Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan, dan karyawan dengan kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan menghasilkan sikap emosional yang seimbang, dimana karyawan akan merasa puas bila hasil kerja dan balas jasa dirasa adil dan layak (Hasibuan, 2009). Menurut Moh As’ad dalam Sunyoto (2015), penelitian di bidang kepuasan kerja ada tiga macam arah yang dapat dilihat: a. Adalah usaha untuk menemukan faktor-faktor yang menjadi sumber kepuasan kerja serta kondisi-kondisi yang mempengaruhinya. Dalam kata lain orang dapat menciptakan kondisi yang menyebabkan bersemangat dalam bekerja. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 b. Adalah usaha untuk bagaimana efek dari kepuasan kerja terhadap sikap dan tingkah laku orang terutama tingkah laku kerja seperti produktifitas, absenteisme, kecelakaan akibat kerja, labour turn over dan sebagainya. Dengan mengetahui hal ini dapat dilakukan upaya untuk langkah yang tepat untuk memotivasi karyawan. c. Adalah usaha untuk mendapatkan rumusan atau definisi yang lebih tepat itu sendiri. Sehingga dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa seorang individu dengan kepuasan kerja akan memberikan sikap dan perasaan yang positif terhadap pekerjaannya, kehidupan pribadi serta keluarga (Schultz dan Schultz dalam Soeharto, 2010). 2) Faktor-faktor Kepuasan Kerja Kepuasan kerja dapat dilihat dari dua sisi, sisi karyawan adalah kepuasan kerja akan memunculkan perasaan menyenangkan dalam bekerja, dan dari sisi organisasi adalah peningkatan produktivitas, perbaikan sikap dan tingkah laku karyawan (Suwatno dan Priansa dalam Petrik dan Andriani, 2015). Terdapat beberapa faktor atau pendapat yang dikemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, menurut Hasibuan (2009) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu: a. Balas jasa yang adil dan layak http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian c. Berat-ringannya pekerjaan d. Suasana dan lingkungan pekerjaan e. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan f. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya g. Sifat pekerjaan monoton atau tidak Sedangkanmenurut Luthans dalam Sidharta dan Margaretha (2011) terdapat lima dimensi yang telah diidentifikasi untuk merepresentasikan karakteristik pekerjaan yang paling penting dimana karyawan memiliki respon afeksi dan positif yaitu : a. Pekerjaan itu sendiri, dimana pekerjaan merupakan sumber utama dari kepuasan b. Gaji atau Upah, apabila pembayaran adil berdasarkan permintaan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar pembayaran masyarakat pada umumnya maka kepuasan kerja yang dihasilkan juga akan tinggi. c. Kesempatan promosi, dimana promosi merupakan perpindahan dari suatu jabatan yang lebih tinggi yang membutuhkan tanggung jawab yang lebih tinggi. d. Pengawasan atau mutu supervisi, pengawasan merupakan hal penting karena karyawan akan merasa puas dengan atasan yang bijaksana dan memperhatikan perkembangan bawahannya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 e. Rekan Kerja, pada dasarnya karyawan membutuhkan perhatian dari rekan kerja untuk memberikan mereka semangat dan kebutuhan interaksi social. Menurut Harold E. Burt dalam Sunyoto (2015), faktor yang menimbulkan kepuasan kerja adalah: a. Faktor hubungan antar karyawan, antara lain hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman sekerja. b. Faktor individual, hubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaan, usia orang dengan pekerjaan, dan jenis kelamin. c. Faktor keadaan keluarga karyawan d. Rekreasi, meliputi pendidikan Menurut Robbins dan Judge (2014), dalam keterkaitannya antara kepuasan kerja dengan perilaku karyawan, terdapat empat respons kerangka kerja yang membedakan dimensi konstruktif atau destruktif: 1. Keluar, yaitu perilaku yang mengarahkan individu untuk meninggalkan organisasi termasuk mencari sebuah posisi yang baru serta pengunduran diri. 2. Suara, yaitu respons suara yang secara aktif dan konstruktif mencoba untuk memperbaiki kondisi termasuk menyarankan perbaikan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 3. Kesetiaan, respon yang secara pasif namun optimis menunggu kondisi membaik termasuk berbicara dengan organisasi saat menghadapi kritikan eksternal. 4. Pengabaian, respon pengabaian secara pasif membiarkan kondisi-kondisi memburuk termasuk absen, keterlambatan kronis dan berkurangnya usaha dan tingkat kesalahan yang bertambah. Frone et al dalam Dhamayanti (2015) mengemukakan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah konflik keluarga-pekerjaan, keterlibatan pekerjaan dan tekanan pekerjaan. Dalam sebuah tinjauan menurut Robbins dan Judge (2014), terdapat sekitar tiga ratus studi yang menemukan bahwa korelasi antara kepuasan kerja dan kinerja adalah cukup kuat, saat data kepuasan dan produktivitas dikumpulkan, maka ditemukan bahwa organisasi dengan lebih banyak pekerja yang merasa puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi dengan pekerja yang sedikit merasa puas dalam pekerjaan mereka. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah salah satu sikap kerja yang penting yang harus dipertimbangkan saat ingin meningkatkan kinerja pekerjaan karyawan (Kreitner & Kinicki, 2014). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 4. Konflik PekerjaanKeluarga 1) Definisi Konflik Menurut Kamus Merriam Webster, konflik adalah perjuangan mental yang muncul dari kebutuhan-kebutuhan yang berlawanan, keinginan-keinginan atau tuntutan-tuntutan yang datang dari luar maupun dalam. Menurut Suprihanti dalam Sunyoto (2015), konflik adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Konflik Fungsional adalah konflik yang keberadaannya dapat menguntungkan organisasi, konflik ini dapat membantu organisasi mencapai tujuan dengan lebih baik (Suprihanto dalam Sunyoto, 2015). Beberapa manfaat konflik fungsional: a. Meningkatnya kreatifitas dan inovasi b. Meningkatnya kemauan karyawan untuk bekerja lebih baik c. Meningkatnya kepaduan d. Menurunnya perbedaan individual Selama adanya konflik dengan kelompok lain maka perbedaan individu yang berpotensi konflik dalam kelompok akan terabaikan, karena adanya kepentingan kelompok yang lebih penting dibanding kepentingan individual. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 Konflik Disfungsional adalah konflik yang merugikan organisasi, dimana keberadaan konflik jenis ini akan merintangi usaha pencapaian tujuan organisasi (Suprihanto dalam Sunyoto, 2015).Menurut Suprihanto dalam Sunyoto (2015), jenis-jenis situasi konflik adalah sebagai berikut: a. Konflik Peranan Peranan merupakan konsep yang amat penting dalam organisasi karena akan membantu memahami perilaku yang diharapkan dari pihak yang menduduki posisi tertentu dalam organisasi. Keberhasilan pihak-pihak memerankan perilaku yang diharapkan akan membantu organisasi dalam mencapai tujuannya dengan efektif dan efisien. Yang dimaksud dengan peranan disini adalah seperangkat perilaku yang terorganisasi dimana peranan yang diharapkan hanya salah satu jenis peranan. Jenis peranan tersebut adalah peranan yang dipersepsikan dan peranan yang dimainkan. Peranan yang dipersepsikan adalah seperangkat perilaku dalam posisi tertentu dimana ia berpendapat harus memainkan perilaku yang bersangkutan. Sementara peranan yang dimainkan adalah perilaku yang benar-benar dilakukan. Terdapat beberapa jenis peranan dalam satu posisi menyebabkan terjadinya konflik peran, karena seseorang yang menerima pesan peranan yang tidak sesuai. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 b. Konflik Peran Individu Konflik di dalam peranan terjadi jika pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan suatu posisi merumuskan peranan yang berbeda-beda. Seseorang yang menjabat suatu posisi selalu berhubungan dengan pihak lain untuk suatu kepentingan, pihakpihak tersebut memiliki harapan peranan yang berbeda terhadap satu posisi yang sama sehingga individu yang menduduki posisi yang bersangkutan menghadapi kerumitan peranan karena peranan tertentu tersebut tidak bisa memuaskan semua pihak sekaligus. c. Konflik Antar-Peranan Konflik dalam peranan terjadi karena satu posisi memiliki perangkat peranan dengan kumpulan harapan peranan yang berbeda dari berbagai pihak. Konflik ini terjadi karena seseorang menduduki berbagai posisi yang berbeda yang menuntut peranan yang berbeda. Peran yang berbeda inilah yang disebut peranan ganda dimana seseorang harus memainkan berbagai macam peranan pada kelompok yang berbeda. d. Konflik Antar Individu Konflik antar individu terjadi antara satu individu dengan individu lain karena adanya ketidaksesuaian. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 e. Konflik Antar Kelompok Konflik antar kelompok terjadi jika antara kelompok satu dengan yang lain mengalami ketidaksesuaian dalam organisasi yang sama. Muchlas (2008) mengidentifikasikan tipe konflik antar peran yang terbagi menjadi tiga, yaitu: 1. Interrole Conflict(Pertentangan Peran Interpersonal) Konflik yang terjadi sebagai akibat adanya persyaratan yang berbeda antara dua atau lebih peran-peran yang harus dijalankan pada saat yang sama. 2. Intrarole Conflict(Pertentangan Peran Intrapersonal) Konflik yang muncul karena adanya ekspektasi yang saling bertentangan, bagaimana peran yang diberikan itu sebaiknya dimainkan atau dijalankan. 3. Person Role Conflict(Pertentangan Peran Individu) Konflik yang terjadi ketika kewajiban-kewajiban dan nilai-nilai organisasi tidak sesuai dengan nilai-nilai pribadi. Konflik Pekerjaan Keluarga termasuk dalam jenis konflik antar-peranan Interrole Conflict (pertentangan peran interpersonal), yang memiliki 2 bentuk konflik, yaitu konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 2) Konflik pekerjaan-keluarga Konflik yang muncul akibat dari tuntutan waktu yang diberikan dan tekanan yang disebabkan pekerjaan yang mengganggu tanggung jawab dalam keluarga disebut konflik pekerjaan- keluarga(Netemeyer et al. dalam Hennessy, 2005).Konflik yang muncul karena adanya ekspektasi yang saling bertentangan, serta bagaimana peran yang diberikan itu sebaiknya dimainkan atau dijalankan tersebut didefinisikan dalam penelitianGreenhaus dan Beutell dalam Roboth (2015). Terdapat tiga jenis konflik dalam area pekerjaan yang bertentangan dengan keluarga dan sebaliknya, yaitu: 1) Time-based conflict, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan tuntutan pekerjaandapat mengurangi atau menganggu waktu untuk menjalankan tuntutan keluarga. 2) Strain-based conflict, yaitu tekanan yang dihasilkan pekerjaan yang mengganggu atau mempengaruhi pelaksanaan peran keluarga. 3) Behaviour-based conflict,yaitu ketidaksesuaian antara pola perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan denganyang diharapkan dalam keluarga. Pada time-based conflict, konflik pekerjaan-keluarga berhubungan dengan banyaknya jam kerja dalam tiap minggu maupun banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk pulang-pergi kerja setiap http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 minggunya (Amelia, 2010). Kemudian selanjutnya Amelia (2010), mengemukakan mengalami bahwa konflik seseorang yang telah pekerjaan-keluarga karena menikah lebih usaha untuk menyeimbangkan peran-perannya demi keutuhan rumah tangga. Sama halnya dengan orang tua yang memiliki anak kecil akan lebih sering mengalami konflik dibandingkan orang tua yang masih memiliki anak yang sudah dewasa (Greenhaus dan Beutell dalam Christine, 2010). Pada strain-based conflict, seseorang akan mengalami tekanan apabila tidak dapat mengintegrasikan beberapa peran sehingga menghasilkan tegang, gelisah, kelesuan, mudah marah, depresi (Amelia, 2010). Dilanjutkan oleh Amelia (2010), hal ini terjadi misalnya karena rendahnya tingkat dukungan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan. Sementara behaviour-based conflict, adalah konflik perilaku karena yang diharapkan antara perilaku di dalam pekerjaan berbeda dengan yang diharapkan bagi keluarga. Perbedaan perilaku contohnya adalah seorang pria diharapkan tegas dalam pekerjaannya, namun diharapkan menjadi seorang yang penyayang dan hangat bagi keluarganya. Menurut Hennessy (2005), indikator-indikator pekerjaan-keluarga adalah: 1) Tekanan pekerjaan 2) Banyaknya tuntutan tugas dalam pekerjaan 3) Keluarga merasakan kurangnya kebersamaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ konflik 35 4) Sibuk dengan pekerjaan 5) Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga. Terdapat teori yang dikemukakan oleh Staines yang dikutip dari Amelia (2010) yaitu spillover theoryatau suatu pengaruh yang timbul dari peran seseorang dalam keluarga akan menimbulkan pengaruh yang sama pada perannya dalam pekerjaan dan sebaliknya. Sebagai contoh, seseorang yang sedang mengalami tekanan masalah keluarga akan membawa masalah tersebut saat berada di kantor dan oleh karena itu merasa stress atau sedih. Spillover ini dapat memiliki pengaruh positif maupun negatif. Spillover positif dilihat sebagai suatu dorongan positif dari keluarga untuk bekerja dengan baik dan bersemangat demi keluarganya. Namun spillover negatif dilihat sebagai pemicu Konflik Pekerjaan Keluarga. Bagi wanita bekerja, kondisispillover negatif dapat menimbulkan konflik karena permintaan dari peran-peran yang dimainkannya saling berbenturan satu sama lain, dimana satu sisi dituntut untuk bertanggung jawab mengurus dan membina keluarga sementara pada sisi lain, dituntut untuk bekerja sesuai dengan standar organisasi dan kinerja yang prima (Tewal dan Tewal, 2014). 3) Konflik keluarga-pekerjaan Konflik keluarga-pekerjaan merupakan konflik sebagai akibat dari tuntutan waktu diberikan dan tekanan yang disebabkan keluarga http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 atau rumah tangga yang mengganggu tanggung jawab dalam pekerjaan (Netemeyer et al. dalam Hennessy, 2005). Definisi mengenai konflik keluarga-pekerjaan yang ditemukan dalam studi pustaka mengenai pekerjaan dan keluarga jumlahnya terbatas, disebabkan karena banyak penelitian berfokus pada pengaruh pekerjaan terhadap keluarga saja (Eby et al. dalam Narayanan dan Savarimuthu, 2015).Selanjutnya Hennessy (2005) mengemukakan pentingnya perbedaan definisi konflik pekerjaan keluarga karena konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan adalah berbeda namun merupakan bentuk konflik yang berkaitan dalam konflik peran. Menurut Hennessy (2005), indikator-indikator konflik keluarga-pekerjaan adalah: 1) Tuntutan keluarga mencampuri pekerjaan 2) Terbatasnya waktu untuk keluarga 3) Tuntutan keluarga atau perkawinan 4) Terganggunya pekerjaan karena urusan keluarga 5) Tekanan keluarga dalam tugas pekerjaan Berkaitan dengan konflik keluarga-pekerjaan, Frone, Russell dan Cooper dalam Roboth (2015) mengemukakan faktor-faktor dalam keluarga yang dapat mempengaruhi pekerjaan adalah: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 1) Tekanan sebagai orang tua. Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang tua didalam keluarga. Beban yang ditanggung merupakan beban pekerjaan rumah tangga karena problema pelajaran anak di sekolah. 2) Tekanan perkawinan. Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai istri didalam keluarga. Beban ini dapat berupa dukungan yang tidak didapatkan dari suami. 3) Kurangnya keterlibatan sebagai istri. Kurangnya keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak secara psikologis pada perannya sebagai pasangan (istri). Keterlibatan sebagai istri dapat berupa waktu yang diberikan untuk menemani suami dan sewaktu dibutuhkan suami. 4) Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua. Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang dalam memihak perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua dapat berupa waktu yang diberikan untuk menemani anak dan sewaktu dibutuhkan anak. 5) Campur tangan pekerjaan. Campur tangan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan pekerjaan dapat berupa persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan dalam keluarga. Secara umum, penelitian konflik keluarga-pekerjaan sering dikaitkan dengan stress yang merupakan dampak dari faktor-faktor dalam konflik http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 keluarga-pekerjaan. Menurut Roboth (2015) dari Greenhaus dan Beutell, terdapat tiga jenis konflik keluarga-pekerjaan, yaitu: 1) Time-based conflict, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan keluarga yang dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan pekerjaan. 2) Strain-based conflict, yaitu tekanan yang dihasilkan keluarga mempengaruhi kinerja dalam pekerjaan. 3) Behaviour-based conflict,yaitu ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan dalam keluarga dengan pekerjaan. Sementara menurut Stoner dan Charles dalam Roboth (2015) faktorfaktor dalamkonflik keluarga-pekerjaan adalah: 1) Time Pressure (tekanan waktu) adalah semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja maka semakin sedikit waktu yang digunakan untuk keluarga. 2) Family size and support (jumlah keluarga dan tanggungan) adalah semakin banyak anggota keluarga, maka semakin banyak konflik dan semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit konflik. 3) Job Satisfaction (kepuasan kerja) adalah semakin tinggi kepuasan kerja, maka konflik yang dirasakan semakin sedikit. 4) Marital and life satisfaction (adalah asumsi bahwa wanita bekerja memiliki konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya. 5) Size in firm adalah banyaknya pekerja dalam organisasi mungkin saja mempengaruhi konflik peran ganda seseorang. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 Dapat disimpulkan bahwa waktu yang terbatas, jumlah anggota keluarga, kepuasan kerja, kehidupan pernikahan dan jumlah karyawan dalam suatu organisasi merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya konflik keluarga-pekerjaan. Snow et al. dalam Susanto (2010) mengemukakan bahwa konflik keluarga-pekerjaan bisa semakin tinggi karena miskinnya work-related social support (dukungan dari lingkungan social atau sekitar pekerjaan). Seperti yang dikutip dari Netemeyer et al. dalam Hennessy (2005) serta Esson (2004), Konflik Pekerjaan Keluarga secara umum lebih disebabkan oleh tuntutan waktu (time-based) dan tekanan yang dihasilkan (strain-based), oleh karena itu penelitian akan membatasi variabel konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan pada dua dimensi tersebut. 5. Pengaruh antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja Konflik yang muncul akibat dari tuntutan waktu yang diberikan dan tekanan yang disebabkan pekerjaan yang mengganggu tanggung jawab dalam keluarga disebut konflik pekerjaan-keluarga (Netemeyer et al. dalam Hennessy, 2005). Kepuasan kerja adalah salah satu anteseden penelitian yang dilakukan secara luas dalam penelitian bidang konflik pekerjaan keluarga (Allen et al. dalam Ahmad et al., 2015). Berdasarkan uraian diatas, maka dibangun hipotesis hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 H1: Diduga konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja 6. Pengaruh antara konflik keluarga-pekerjaan dengan kepuasan kerja Konflik keluarga terhadap pekerjaan terjadi saat pengalaman dalam keluarga mempengaruhi kehidupan pekerjaan, dapat terjadi bila terdapat konflik interpersonal dan kurangnya dukungan dari keluarga serta meningkatnya konflik keluarga-pekerjaan akan menurunkan kepuasan kerja (Greenhaus dalam Christine et al., 2010). Karyawan dengan kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan menghasilkan sikap emosional yang seimbang, dimana karyawan akan merasa puas bila hasil kerja dan balas jasa dirasa adil dan layak (Hasibuan, 2009) Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibangun hipotesis hubungan antara konflik keluarga-pekerjaan dan kepuasan kerja. H2: Didugakonflik keluarga-pekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja 7. Pengaruh antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kinerja Mangkunegara (2005) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Adanya tekanan untuk dapat berperan dengan baik dalam http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 keluarga serta komitmen dan tanggung jawab dalam pekerjaan membuat wanita harus berupaya lebih keras menyeimbangkan peran baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai pekerja yang memiliki kinerja yang baik bahkan berprestasi (Jimad dalam Riza dan Nurmijati, 2014). Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibangun hipotesa hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja. H3: Didugakonflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja 8. Pengaruh antara konflik keluarga-pekerjaan dengan kinerja Konflik keluarga-pekerjaan merupakan konflik sebagai akibat dari tuntutan waktu diberikan dan tekanan yang disebabkan keluarga atau rumah tangga yang mengganggu tanggung jawab dalam pekerjaan (Netemeyer et al. dalam Hennessy, 2005). Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai dibebankan seseorang dalam kepadanya didasarkan melaksanakan atas tugas-tugas kecakapan, yang pengalaman, kesungguhan dan waktu (Hasibuan, 2009). Keluarga atau rumah tangga dan pekerjaan yang tumpang tindih dapat menurunkan kinerja (Schieman dalam Christine et al., 2010). Berdasarkan uraian diatas maka dibangun hipotesis hubungan antar kepuasan kerja dan kinerja. H4:Diduga konflik keluarga-pekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 9. Pengaruh antara kepuasan kerja dengan kinerja Robbins dalam Dhamayanti (2006) mengemukakan kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dengan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Kepuasan kerja sangat diperlukan karena dengan adanya kepuasan kerja mampu meningkatkan produktifitas (Syaiin dalam Riza dan Nurmijati, 2014). Kinerja dalam melaksanakan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh ketrampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu (Moeheriono, 2009).Berdasarkan uraian tersebut maka dibangun hipotesis hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja. H5: Diduga kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja 10. Penelitian Terdahulu TABEL 2.1 TABEL PENELITIAN TERDAHULU No Judul 1 Pengaruh Konflik Pekerjaan dan Konflik Keluarga terhadap kinerja dengan konflik pekerjaan- keluarga sebagai intervening variable 2 Pengaruh Familyand Penulis Christine, Oktorina dan Mula, 2010 Work-To- Anisah Family-To-Work Amelia, Metode Penelitian SEM SEM http://digilib.mercubuana.ac.id/ Rangkuman Konflik pekerjaankeluarga berpengaruh positif terhadap kinerja. Family to work conflict 43 Conflict Terhadap Kepuasan 2010 Dalam Bekerja, Keinginan Pindah Tempat Kerja dan Kinerja Karyawan 3 Pengaruh Konflik Keluarga- Ratna Pekerjaan, dan Tekanan Dhamayanti Pekerjaan Terhadap (2006) Kepuasan Kerja Karyawan Wanita (Studi pada Nusantara Tour & Travel Kantor Cabang dan Kantor Pusat Semarang) 4 Pengaruh Konflik Peran Terhadap Kinerja Wanita Karir pada Universitas Sam Ratulangi Manado 5 The Relationship between Nilgun Work-Family Conflict and Anafarta Job Satifsfaction: A (2011) Structureal Equation Modeling (SEM) 6 Analisa Pengaruh Kepemimpinan berpengaruh negatif pada kepuasan dalam bekerja dan kinerja. SPSS Bernhard SPSS Tewal, Florensia B. Tewal (2014) Gaya Petrik, Andreani SEM PLS (Partial http://digilib.mercubuana.ac.id/ Work to family conflict tidak berpengaruh pada kinerja dan pada kepuasan dalam kerja. Konflik keluargapekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja Konflik peran berpengaruh negatif yang signifikan terhadap kinerja wanita karir Work-Family Conflict berpengaruh negatif terhadap Job Satisfaction Family-Work Conflict tidak berpengaruh terhadap Job Satisfaction Kepuasan kerja 44 Transformasional Terhadap (2015) Kinerja Karyawan dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Perantara di PT Anugrah Baru Denpasar Least Square) 7 Analisis Pengaruh Konflik Susanto Kerja-Keluarga terhadap (2010) Kepuasan Kerja Pengusaha Wanita di Kota Semarang SPSS 8 Pengaruh Konflik Peran, Konflik Pekerjaan-Keluarga dan Pekerjaan Berlebih terhadap Kinerja Karyawan di PT Air Mancur Wonogiri Kusuma SPSS -dani, Suprayitno, Sri Utami (2014) memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja karyawan Konflik kerjakeluarga berpengaruh terhadap kepuasan kerja Konflik PekerjaanKeluarga berpengaruh signifikan terhadap kinerja B. Rerangka Pemikiran Berdasarkan pada kajian pustaka dan hasil riset terdahulu, maka didapatkan rerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini. GAMBAR 2.1 RERANGKA PEMIKIRAN H3 Konflik PekerjaanKeluarga (X1) H1 H2 Konflik KeluargaPekerjaan (X2) Kepuasan Kerja (X3) H4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ H5 Kinerja Karyawan (Y) 45 C. Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1 : Diduga konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. H2: Diduga konflik keluarga-pekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasankerja. H3: Diduga konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja. H4: Diduga konflik keluarga-pekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja. H5: Diduga kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. http://digilib.mercubuana.ac.id/