1 PENDAHULUAN Penyakit Japanese encephalitis (JE) merupakan salah satu penyakit infeksi yang serius karena menyebabkan infeksi akut sistem saraf pusat. Sekitar 30% dari pasien yang sembuh masih mengalami kelumpuhan, kerusakan otak, dan penyakit serius lainnya. Penelitian vaksin telah dikembangkan sejak tahun 1960, tetapi belum ditemukan obat yang efektif untuk penanganan penyakit ini. Penularan penyakit ini melalui perantara nyamuk Culex tritaeniorinchus dan daerah penyebarannya di Asia terutama Asia Tenggara. Daerah di Indonesia yang termasuk endemik yaitu Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Lombok. WHO mencatat di seluruh dunia terdapat sekitar 50.000 orang terinfeksi Japanese encephalitis virus (JEV) (Spicer 2006). Virus japanese encephalitis termasuk dalam genus flavivirus. Terapi untuk menangani infeksi flavivirus hanya terbatas pada vaksin dan belum dapat mengobati penyakit secara efektif. Vaksin yang tersedia untuk manusia hanya dari tiga jenis flavivirus yaitu Yellow Fever Virus (YFV), JEV, dan Tick-Borne Encephalitis Virus (TBEV) (Ray & Shi 2006). Peneliti kesehatan berusaha untuk mengembangkan dan mendapatkan vaksin senyawa antivirus untuk mencegah dan mengobati penyakit infeksi flavivirus secara lebih efektif. Beberapa upaya telah dilakukan untuk menemukan obat penyakit yang disebabkan oleh flavivirus, diantaranya yaitu pencarian inhibitor enzim yang esensial pada replikasi virus tersebut, seperti enzim protease, helikase, dan polimerase (Borowski et al. 2001). Kebutuhan yang mendesak untuk menemukan inhibitor yang selektif dan sangat spesifik bagi replikasi flavivirus (Paeshuyse et al. 2006). Banyak pendekatan telah dilakukan untuk mendapatkan senyawa kemoterapi antivirus diantaranya adalah dengan mendesain struktur kristal tiga dimensi dari protein-protein viral atau struktur sekunder/tersier dari genom RNA viral, menapis sejumlah besar senyawa yang berpotensi sebagai agen antivirus, menguji larutan inhibitor yang telah dikenal dari virus lain, memodifikasi secara kimiawi inhibitor virus supaya fungsinya lebih optimal, dan imunoglobulin intravenus (Ray & Shi 2006). Pencarian inhibitor enzim RNA helikase merupakan salah satu teknik untuk mengembangkan pengobatan terhadap virus tersebut sehingga menjadi salah satu target penemuan obat antivirus. Terapi yang waktu ini sedang berkembang adalah terapi berdasarkan target seluler/ molekular. Salah satu yang sedang dikembangkan adalah terapi inhibitor NS3 helikase yang berperan penting dalam siklus hidup virus. NS3 helikase merupakan salah satu target dalam terapi berdasarkan target molekular selain NS2 dan NS3 protease, NS5B RNA dependent polymerase, ribozim, dan oligonukleotida antisense. Studi sebelumnya menjelaskan bahwa gen helikase dari JEV telah berhasil dikloning ke dalam plasmid pET-21b (komponen pembangunnya yaitu pET-21b/HCV NS3 hel dan pET-21b/JEV NS3 hel). Enzim ini dapat diekpresikan pada E. coli BL21(DE3)pLysS dengan induksi Isopropyl β-D thiogalactopyranoside (IPTG) (Utama et al. 2000; Hatsu et al. 2002). Enzim murni helikase dapat diperoleh melalui purifikasi dari biakan E. coli BL21(DE3)pLysS dengan menggunakan kromatografi afinitas. Enzim akan digunakan sebagai substrat pencarian senyawa inhibitor terhadap enzim tersebut. Kinerja dari RNA helikase dapat dihambat oleh suatu inhibitor yang dapat diperoleh dari senyawa kimia, ekstrak tanaman, dan hasil metabolit sekunder organisme tertentu yang dihasilkan secara alami, misalnya dari mikroalga. Mikroalga merupakan fitoplankton yang hidup di air tawar maupun air laut. Kandungan senyawa kimianya yang lengkap selama ini sudah banyak dimanfaatkan sebagai antibakteri, pengurangan akumulasi (antifouling), kosmetik, pewarna makanan alami, antivirus, dan bahan bakar nabati. Beberapa penelitian mikroalga sebagai antivirus yang telah dilakukan adalah antivirus terhadap virus herpes simpleks (HSV) yang diperoleh dari Dunaliella primolecta, anti enterovirus dari isolat Spirulina plantesis, dan anti retrovirus dari Phorphyridium sp. (Borowitzka & Lesley 1988). Tujuan dari penelitian ini adalah menguji aktivitas inhibisi ekstrak mikroalga terhadap enzim RNA helikase virus japanese encephalitis. Hasil pengujian ekstrak mikroalga yang memiliki aktivitas inhibisi paling tinggi kemudian diuji toksisitasnya. Hipotesis penelitian ini adalah beberapa ekstrak mikroalga dari perairan laut Batam, Pari, dan Ciater memiliki aktivitas untuk menghambat RNA helikase virus japanese encephalitis dan ekstrak mikroalga tersebut bersifat tidak toksik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi