sistem per polite piksi ganesh 201 sistem

advertisement
SISTEM PERNAPASAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Terminologi Medis II
Program Studi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Disusun oleh :
1. Cecep Fadli Dermawan
(11303188)
2. Farida Aryany
(11303187)
POLITEKNIK
PIKSI GANESHA BANDUNG
2012
Kata Pengantar
Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas karunia
dan nikmatNya yang telah Dia berikan kepada kita semua,sehingga kelompok kami dapat
menyelesaikan “Respiratory System” ini untuk memenuhi tugas mata kuliah TERMINOLOGI
MEDIS II yang diberikan oleh ibu Farida Gustini, drg.
Dalam proses pembuatan tulisan Sistem Pernapasan ini kami berupaya untuk
mengumpulkan buku-buku referensi dan berbagai tulisan di media massa yang berkualitas dan
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan mutu serta otentisitasnya.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari bahwa tulisan Sistem Pernapasan ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu mohon maaf apabila terdapat kesalahan baik dalam
penulisan.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung sehingga kami dapat memenuhi tugas mata kuliah
TERMINOLOGI MEDIS II. Semoga bermanfaat.
Bandung, Juli 2012
SISTEM PERNAPASAN
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutuhkan
oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan
kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau
penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis, misalnya
orang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap, dan lain-lain. Bila
oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya
yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki (disebut sianosis). Jadi pernapasan adalah
peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara
yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksigen keluar dari tubuh. Dalam
paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dari udara masuk ke dalam darah dan
CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis.
Fisiologi pernapasan
 Bernafas
: Perpindahan oksigen (O2) dari udara menuju ke sel-sel tubuh dan
keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel-sel menuju udara bebas.
 Pernapasan eksternal : Difusi O2 dan CO2 melalui membran kapiler alveolus.
 Pernapasan internal : Proses transfer O2 dan CO2 antara kapiler-kapiler dan sel tubuh.
Ada dua tempat pertukaran oksigen yaitu :
 Di paru-paru
# Oksigen memiliki tekanan tinggi di dalam paru-paru dan mengalir ke dalam darah.
# Karbondioksida memiliki tekanan tinggi di dalam darah dan akan mengalir keluar.
 Di jaringan
# Oksigen berpindah menuju jaringan.
# Karbondioksida pindah ke dalam darah.
Fungsi sistem pernapasan
 Menyiapkan permukaan yang luas untuk pertukaran gas antara udara dan peredaran
darah.
 Menggerakkan lalu-lintas pertukaran udara dari dan ke permukaan paru-paru.
 Melindungi permukaan membran respirasi dari dehidrasi, perubahan temperatur, dan
perubahan lingkungan, serta menjaga sistem respirasi dari invasi patogen.
 Menghasilkan bunyi/ suara untuk berbicara, bernyanyi dan komunikasi non verbal.
 Memberikan sensasi olfaktori (pembauan/ penciuman) ke sistem syaraf pusat.
Proses respirasi pada manusia dibagi 2 :
•
Inspirasi
: Proses masuknya oksigen dari hidung menuju keparu-paru yang
selanjutnya diteruskan oleh darah keseluruh tubuh.
•
Ekspirasi
: Proses keluarnya karbodioksida dari tubuh melewati hidung.
Macam-macam pernapasan :

Pernapasan dada
Tulang rusuk,otot tulang rusuk,dan tulang dada kontraksi sehingga mengakibatkan
volume besar tekanan kecil udara luar masuk.

Pernapasan perut
Otot perut berkontraksi sehingga diafragma melengkung,volume besar tekanan kecil
udara dari luar masuk.
Fisiologi saluran pernapasan
Sisa pembakaran
CO2
O2 diudara
D
a
r
a
h
Seluruh tubuh
sampai tingkat sel
V
e
n
a
Hidung
Trachea
Alveoli
Pembuluh kapiler
alveolus
Jantung
Pertukaran gas : ikatan O2
dengan pelepasan Hb dan
pelepasan CO2
Ada dua bagian yang mungkin dapat digambarkan dalam pernapasan yaitu :

O2 – hidung – trachea – alveoli – pembuluh kapiler alveolus – ikatan O2 dengan Hb –
jantung – seluruh tubuh sampai ke setiap sel.

CO2 – membran alveoli – kapiler – alveoli – bronchroli – bronchus – trakea – hidung.
Anatomi saluran pernapasan
 Saluran Penghantar udara s/d paru-paru : hidung; faring; laring & trakhea,bronkhus &
bronkhialus.
 Asinus terdiri dari :
1. Bronkiolus respiratoris yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli.
2. Ductus Alveolaris : dibatasi oleh alveolus.
Anatomi sistem pernapasan
 Sistem pernapasan atas
 Sistem pernapasan bawah
1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulubulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang
hidung.
a) Bagian luar dinding terdiri dari kulit
b) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan
c) Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang
hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu : konka nasalis inferior (karang
hidung bagian bawah), konka nasalis media (konka hidung bagian tengah) dan konka
nasalis superior (konka hidung bagian atas).
Fungsi hidung
1) Bekerja sebagai saluran udara pernapasan
2) Sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
3) Dapat menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa
4) Membunuh kuman yang masuk, bersama udara pernapasan oleh leukosit yang terdapat
dalam selaput lender (mukosa) atau hidung.
2. Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Rongga faring dibagi dalam 3 bagian yaitu bagian sebelah atas yang
sama tingginya dengan koana (nasofaring), bagian tengah yang sama tingginya dengan
istmus fausium (orofaring) dan bagian bawah sekali (laringofaring).
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan
masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. Laring terdiri dari 5 tulang
rawan yaitu kartilago tiroid (1 buah), sangat jelas terlihat pada pria, kartilago ariteanoid (2
buah) yang berbentuk beker, kartilago krikoid (1 buah), yang berbentuk cincin dan kartilago
epiglotis (1 buah).
Proses pembentukan suara
Terbentuknya suara merupakan hasil dari kerja sama antara rongga mulut, rongga hidung,
laring, lidah dan bibir. Pada pita suara palsu tidak terdapat otot, oleh karena itu pita suara ini
tidak dapat bergetar, hanya antara kedua pita suara tadi dimasuki oleh aliran udara maka tulang
rawan gondok dan tulang rawan bentuk beker tadi diputar. Akibatnya pita suara dapat
mengencang dan mengendor dengan demikian sela udara menjadi sempit atau luas.
Pergerakan ini dibantu pula oleh otot-otot laring, udara yang dari paru-paru dihembuskan
dan menggetarkan pita suara. Getaran itu diteruskan melalui udara yang keluar-masuk.
Perbedaan suara seseorang bergantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh
lebih tebal daripada pita suara wanita.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf
C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya
bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang
masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri
dan kanan disebut karina.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi
oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paruparu. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin,
mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari
9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincinlagi, dan pada ujung bronkioli terdapat
gelembung paru/lembung hawa atau alveoli.
6. Alveolus
Merupakan organ dalam paru-paru yang dibatas oleh epitel pipih selapis dan
berhubungan langsung dengan endothelium kapiler. Dengan keberadaan struktur tersebut,
memungkinkan terjadinya difusi udara antar rongga alveolus dan kapiler darah.
7. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembunggelembung (gelembung hawa, alveoli). Paru-paru dibagi dua, paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus
(belah paru).
kanan
kiri
 Pernapasan paru
Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi pada
paru-paru. Pernapsan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut
dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli
berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonary. Alveoli memisahkan oksigen dari darah,
oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung
dipompakan ke seluruh tubuh. Ada empat proses yang berhubungan dengan pernapasan
pulmoner :
1. Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh,
karbon dioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat yang
bisa dicapai untuk semua bagian.
4. Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbon dioksida lebih mudah
berdifusi daripada oksigen.

Tekanan dalam sistem paru
a. Kurva tekanan nadi di ventrikel kanan
Kurva tekanan nadi dari ventrikel kanan dan arteri paru sangat berbeda dengan
tekanan aorta yang jauh lebih tinggi. Tekanan sistolik di ventrikel kanan pada orang
normal hanya rata-rata 25 mmHg yaitu 1/5 dari yang ada pada ventrikel kiri.
b. Tekanan di arteri paru
Selama sistole tekanan di arteri paru pada dasarnya sama dengan tekanan di ventrikel
kanan, akan tetapi setelah katup paru menutup pada akhir sistole tekanan ventrikel
menurun seketika. Sedangkan tekanan arteri paru menurun secara lambat sewaktu
darah mengalir melalui kapiler paru.
c. Tekanan kapiler paru
Tekanan kapiler paru rata-rata 7 mmHg. Tekanan kapiler yang rendah berhubungan
dengan fungsi pertukaran cairan di dalam kapiler.
d. Tekanan atrium kiri dan vena paru
Tekanan rata-rata atrium kiri dan vena-vena paru utama rata-rata 2-5 mmHg yang
tidak dapat diukur secara langsung melainkan hanya dapat diperkirakan dengan
mengukur jepitan baru dengan memasukan kateter melalui sisi kanan jantung. Ini
dilakukan untuk mempelajari perubahan tekanan di atrium kiri pada gagal jantung
kongesif.

Volume darah di paru-paru
Volume darah di paru-paru kira-kira 450 ml, sekitar 9% dari volume darah total sistem
sirkulasi (70 ml) berada pada kapiler sedangkan sisanya dibagi sama rata antara arteri dan vena.
Bila seseorang menghembuskan udara dengan sangat kuat sehingga timbul tekanan tinggi di
paru-paru sebanyak 250 ml, darah dapat dikeluarkan dari sistem sirkulasi paru ke sirkulasi
sistemik. Begitu pula hilangnya darah dari sirkulasi sistemik karena perdarahan dapat
dikompensasi sebagian oleh pergeseran darah secara otomatis dari paru-paru ke pembuluh darah
sisremik.

Dinamika kapiler paru
Dinding alveolus dibatasi oleh begitu banyak kapiler. Pada banyak tempat kapiler ini
hampir saling bersentuhan satu sama lain. Darah kapiler mengalir pada dinding seperti lembaran.
Tekanan kapiler paru rata-rata sekitar 2 mmHg dan tekanan arteri paru 15 mmHg sehingga
tekanan kapiler paru rata-rata terletak di antara nilai kedua tersebut. Lamanya darah beredar di
kapiler 0,8 detik. Peningkatan curah jantung akan memperpendek waktu sampai 0,3 detik.
Pemendekan ini akan membuka kapiler tambahan. Pada keadaan normal biasanya tertutup untuk
menampung kenaikan aliran darah sehingga darah yang mengalir melalui kapiler menjadi
teroksigenasi dan melepaskan kelebihan karbondioksida.

Cairan dalam rongga pleura
Bila paru-paru mengembang dan berkontraksi selama bernapas normal maka paru-paru
bergerak ke arah depan dan ke arah belakang dalam rongga pleura. Untuk memudahkan
pergerakan ini terdapat lapisan tipis cairan mukoid yang terletak di antara pleura parietalis dan
pleura viseralis.
Dinamika pertukaran cairan dalam ruang pleura masing-masing dari kedua pleura
merupakan membran serosa mesenkim yang berpori-pori. Sejumlah kecil transudat cairan ini
membawa protein jaringan yang memberi sifat mukoid pada cairan pleura sehingga
memungkinkan pergerakan paru berlangsung dengan sangat mudah. Jumlah total cairan dalam
setiap rongga pleura sangat sedikit hanya beberapa milliliter. Jumlah ini menjadi jauh lebih
cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompakan keluar oleh
pembuluh limfatik yang membuka secara langsung dari rongga pleura ke dalam mediastinium,
permukaan superior diafragma, dan permukaan lateral dari pleura parietalis.
Dinamika pernapasan
Tekanan udara melalui saluran pernapasan menekan paru-paru ke arah dinding toraks.
Tekanan dalam ruang pleura mencegah paru-paru menyusut dari dinding toraks dan memaksa
paru-paru untuk mengikuti pergerakan pernapasan dinding toraks dan diafragma. Tekanan ini
meningkat pada waktu inspirasi dan gerakan pernapasan ini dihasilkan oleh otot pernapasan
(gelang bahu).

Prinsip fisis pertukaran gas
Setelah udara alveolus ditukar dengan udara segar, langkah selanjutnya dalam proses
respirasi adalah difusi oksigen dari alveolus ke dalam darah paru-paru dan difusi karbondioksida
dalam arah berlainan dari darah paru-paru ke dalam alveolus. Semua gas yang dipertimbangkan
dalam fisiologis pernapasan merupakan molekul sederhana yang bebas bergerak di antara satu
dengan yang lain dinamakan proses difusi gas-gas terlarut dalam cairan dan jaringan tubuh.
Untuk terjadinya difusi harus ada sumber energy yang dibentuk oleh gerakan kinetik molekul itu
sendiri. Semua molekul pada keadaan apapun secara terus menerus mengalami beberapa jenis
gerakan, molekul bebas tidak melekat satu sama lain. Berarti gerakan molekul pada kecepatan
tinggi sampai beradu dengan molekul lain. Dengan cara ini molekul bergerak cepat di antara satu
dengan yang lain.

Difusi gas
Yang penting dalam gas pernapasan/respirasi adalah daya larut yang sangat tinggi dalam
lemak, akibatnya juga sangat larut dalam membran sel. Gas ini berdifusi melalui membran sel
dengan rintangan yang berat. Pembatas utama untuk gerakan gas di dalam jaringan adalah
kecepatan difusi melalui cairan jaringan bukan melalui membran sel. Oleh karena itu difusi gas
melalui jaringan, termasuk melalui membran paru-paru, hampir sama dengan difusi gas melalui
air. Terutama yang harus diperhatikan bahwa karbondioksida berdifusi 20 kali secepat oksigen.

Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem kardiovaskuler.
Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang masuk ke dalam paru-paru,
pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas pengangkutan
O2 oleh darah. Aliran darah bergantung pada derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah
jantung. Jumlah O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O 2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas
(daya tarik) hemoglobin.
Reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut O 2. Hemoglobin adalah protein yang
terikat pada rantai polipeptida, dibentuk oleh porfirin dan satu atom besi ferro. Masing-masing
atom besi dapat mengikat secara reversible (perubahan arah) dengan satu molekul O2. Besi
berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya adalah oksigenasi bukan oksidasi.

Transpor karbondioksida
Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan O2 sehingga terdapat lebih banyak
CO2 daripada O2 dalam larutan sederhana. CO2 berdifusi dalam sel darah merah dengan cepat
mengalami hidrasi menjadi H2CO3 karena adanya anhidrase (berkurangnya sekresi keringat)
karbonat berdifusi ke dalam plasma. Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O 2 bila darah
melalui kapiler-kapiler jaringan. Sebagian dari CO2 dalam sel darah merah bereaksi dengan
gugus
amino
dari
protein,
hemoglobin
membentuk
senyawa
karbamino
(senyawa
karbondioksida).
Besarnya kenaikan kapasitas darah mengangkut CO 2 ditunjukkan oleh selisih antara garis
kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml CO2 dalam darah arterial 2,6 ml adalah
senyawa karbamino dan 43,8 ml dalam HCO2.
Pengaturan pernapasan
Pernapasan spontan ditimbulkan oleh rangsangan ritmis neuron motoris yang
mempersarafi otot pernapasan otak. Rangsangan ini secara keseluruhan bergantung pada impulsimpuls saraf. Pernapasan berhenti bila medula spinalis dipotong melintang di atas nervus
frenikulus. Di sini terdapat dua mekanisme saraf yang terpisah mengatur pernapasan.
Rangsangan ritmik pada medula oblongata menimbulkan pernapasan otomatis. Daerah
medula oblongata berhubungan dengan pernapasan secara klasik. Tempat pusat pernapasan yang
dekat dengan nukleus traktus solitaries adalah sumber irama yang mengendalikan neuron motoris
frenikus kontralateral. Rangsangan ritmis neuron pusat pernapasan adalah spontan tetapi diubah
oleh pusat pons dan aferens, nervus dari reseptor dalam paru-paru. Bila batang otak ditranseki
pada bagian inferior pons dan nervus vagus dibiarkan utuh, pernapasan regular terus
berlangsung. Peranan fisiologis yang tepat daerah pernapasan dan pons tidak pasti, tetapi yang
jelas membuat rangsang ritmis dari neuron medula oblongata.
Pengaturan irama, mekanisme yang pasti bertanggung jawab untuk rangsangan spontan
dari neuron-neuron medula oblongata dan yang tidak pasti bertanggung jawab terhadap neuron
pernapasan golongan ventral yang dikendalikan oleh neuron pernapasan golongan dorsal, jadi
irama pernapasan tidak berasal dari golongan ventral. Dalamnya pernapasan meningkat bila
paru-paru diregangkan lebih besar sebelum aktivitas penghambatan dari vagus cukup untuk
melawan rangsangan neuron inspirasi yang lebih hebat. Kecepatan pernapasan meningkat sebab
setelah rangsangan pada vagus dan aferen dan eferen pneumotosik dengan cepat dilawan.

Pengaturan pernapasan secara kimia
Tujuan
akhir
dari
pernapasan
adalah
mempertahankan
konsentrasi
oksigen,
karbondioksida, dan ion-ion hidrogen yang pantas di dalam cairan tubuh. Kelebihan
karbondioksida dan ion hidrogen memengaruhi pernapasan terutama melalui efek perangsangan
langsung atas pusat pernapasan itu sendiri. Selain itu oksigen tidak mempunyai efek langsung
yang bermakna atas pusat pernapasan. Bahkan hampir seluruhnya bekerja pada kemoreseptor
perifer yang terletak dalam glomus karotikum (badan karotis kecil) dan aortikum (berhubungan
dengan aorta).

Ventilasi mekanis
Udara mengalir dari tekanan tinggi ke bagian tekanan rendah. Namun demikian bila tidak
ada aliran udara masuk atau keluar dari paru-paru, tekanan alveolar dan atmosfer dalam keadaan
seimbang. Untuk memulai pernapasan aliran udara dalam paru-paru harus dicetuskan oleh
turunnya tekanan dalam alveoli. Ini melibatkan proses yang rumit dari banyak variabel sesuai
dengan ventilasi mekanis yang melibatkan adanya elastisitas dan tekanan gravitasi.

Elastisitas
Kembalinya bentuk asli setelah perubahan karena kekuatan dari luar. Paru-paru dan dada
bersifat elastic yang memerlukan energy untuk bergerak dengan cepat kembali ke bentuk
awalnya bila energy tidak efektif lagi.

Komplain
Kemampuan mengembang paru-paru merupakan ukuran elastisitas yang ditunjukkan
sebagai peningkatan volume dalam paru-paru untuk tiap unit peningkatan tekanan intraalveolar.
=
perubahan volume paru − paru (liter)
perubahan tekanan paru (cm H O)
Komplain paru-paru total pada kedua paru-paru adalah 0,13 L/cm.

Tekanan
Udara yang ditangkap jalan napas adalah campuran nitrogen dan oksigen (99,5%) dan
sejumlah kecil karbondioksida dan uap air (0,5%). Molekul berbagai gas menunjukan
gerakan karena pelepasan molekul ini konstan. Volume gas menimbulkan tekanan terhadap
dinding penampung karena gas dan campuran gas berusaha untuk bergerak dari batas
lingkungan yang ada.
KELAINAN DAN GANGGUAN PADA SISTEM PERNAPASAN MANUSIA
KELAINAN KONGENITAL
Penyakit Kistik Paru-paru :
Beberapa keadaan yang menimbulkan ruang udara yang besar dalam paru-paru ialah :
1. Kista Bronchogenik Kongenital
2. Kista Alveoler
3. Emphysema bullosa
4. Hamartoma diffusa
5. Congenital pulmonary lymphangiectasis
Sebenarnya hanya kedua kelainan pertama yang dapat dinamai penyakit kistik paru-paru,
sedangkan emphysema bullosa mempunyai pathogenesis dan arti klinik yang berbeda. Pada
kedua kelainan yang terakhir, kista biasanya tidak berukuran besar.
1. Kista Bronchogenik Kongenital sangat jarang dijumpai. Kelainan ini terjadi pada
embryogenesis saluran pernafasan, kadang-kadang kista ini membesar lambat sehingga baru
menimbulkan gejala klinik setelah usia dewasa. Dapat terjadi dimana-mana pada paru-paru,
biasanya dekat bronchus atau bronchioles, dapat berhubungan atau tidak dengan saluran
pernafasan. Ukurannya dapat kecil atau sampai 5 cm. biasanya soliter dapat pula multiple.
Kelainan ini sering disertai kelainan kistik hati, ginjal dan pancreas.
Mikroskopik : dinding kista dilapisi epitel torak berambut getar yang menghasilkan lender,
dengan jaringan ikat tipis dibawahnya. Isi kista dapat udara atau lender. Bila terjadi infeksi
sekunder kista dapat berubah menjadi abses.
2. Kista Alveoler terbentuk karena pecahnya dinding alveolus yang progresip. Pecahnya
dinding alveolus itu tidak dapat dipastikan apakah disebabkan karena kelemahan congenital
dinding alveolus atau karena proses radang disertai fibrosis dan kerusakan serabut elastin dan
retikulin. Kista ini sering multiple dan terletak sentral, terutama pada lobus atas. Ukurannya
dapat kecil atau dapat mengenai seluruh lobus sehingga menimbulkan “the vanishing lung
syndrome”.
Mikroskopik : dinding kista yang tipis dibentuk oleh dinding alveolus yang terdesak. Jaringan
paru-paru disekitarnya mengalami atelektasis. Pecahnya kista ini ke dalam rongga pleura
dapat menyebabkan pneumothorax dan kolaps paru-paru.
3. Emphysema Bullosa akan dibahas pada pembicaraan mengenai emphysema.
4. Hamartoma Diffusa atau congenital cystic adenomatoid malformation”. Jarang ditemukan
dan mengenai neonates (terutama bayi premature) biasanya terdapat pada satu lobus dan
lobus itu demikian membesarnya sehingga menekan bagian paru yang lain, mendorong
mediastum dan menimbulkan gangguan hemodinamik jantung. Kista terdapat berganda dan
sebagian berisi udara.
Mikroskopik : dinding kista dapat dilapisi oleh dua macam epitel. Yang pertama ialah epitel
bronchus yang dapat berbentuk polipoid. Yang kedua ialah epitel torak tinggi dengan inti
basal dan sitoplasma banyak mengandung musin. Sekitar epitel terdapat jaringan ikat dan
otot polos.
5. Congenital Palmonary Lymphangiectasis
hanya ditemukan pada neonates. Terdapat
pelebaran pembuluh limfe paru-paru bilateral dan merata serta tidak teratur (irregular).
Terutama tampak jelas dibawah pleura dan pada septum interlobular. Biasanya bayi tidak
dapat hidup terus. Kadang-kadang disertai kelainan congenital jantung kiri.
Mikroskopik : dinding kista diliputi oleh endotel dan jaringan ikat.
GANGGUAN SIRKULASI
Berbagai macam gangguan vaskuler yang dapat terjadi pada paru-paru ialah :
1. Kongesti dan sembab paru-paru
2. Infark paru-paru
3. Sklerosis pulmonal
1. Kongesti dan sembab paru-paru :
Sembab paru-paru biasanya didahului oleh kongesti pembuluh darah paru-paru. Struktur
paru-paru yang longgar seperti sarang lebah dengan resistensi jaringan yang rendah
menyebabkan sembab mudah terjadi.
Faktor predisposisi terjadinya kongesti dan sembab ialah:
1. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Peningkatan tekanan vena sirkulasi pulmonal
4. Pengurangan aliran limfe
5. Retensi natirum dan pertambahan jumlah darah dan cairan interstitium
Keadaan klinik yang disertai kongesti dan sembab ialah:
1. Payah jantung, terutama yang disebabkan oleh cacat katup mitral. Akibat payah jantung
terjadi peningkatan tekanan vena pulmonal, retensi natrium dan anoxia.
2. Shock, yang menyebabkan insifsiensi sirkulasi darah dan anoxia sistemik.
3. Radang paru-paru, biasanya sembab hanya terjadi pada permulaan radang dikuti dengan
pembentukan eksudat.
4. Penyakit ginjal dan hati, yang menyebabkan penurunan kadar protein serum sehingga
menimbulkan sembab sistemik, termasuk sembab paru-paru.
5. Kelainan susunan saraf pusat, terutama pendarahan, infark dan tumor sering disertai
dengan terjadinya sembab paru-paru. Hal ini terjadi mungkin karena rangsang saraf
simpatik menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah tepi, sehingga sirkulasi pulmonal
bertambah banyak dengan akibat peninggian tekanan vena pulmonal.
6. Alergi, kadang-kadang menimbulkan sembab paru-paru. Biasanya terjadi pada reaksi
anafilaktik yang keras.
7. Pembedahan jantung terbuka, yang menggunakan mesin jantung buatan, dapat
menimbulkan sembab paru-paru pada masa pasca-bedah.
Makroskopik :
Kongesti dan sembab paru-paru hampir selalu terjadi pada kedua paru-paru, yang
menyebabkan berat paru-paru meingkat menjadi 700-800 gram. Kedua paru-paru terutama
dibagian bawah tempak menggembung dan teraba penuh berisi air. Pada irisan tampak keluar
cairan berbusa bercampur darah. Bila proses berjalan lama dengan pembentukan fibrosis,
perabaan seperti daging, warnanya coklat.
Mikroskopik :
Kongesti tampak sebagai dilatasi (pelebaran) kapiler pada septum alveolus. Didalam
rongga alveolus tampak cairan sembab berupa endapan granuler terdiri atas serum. Kongesti
yang keras dapat menimbulkan perdarahan sehingga cairan sembab bercampur sel darah merah.
Perdarahan itu menimbulkan reaksi makrofag, sehingga tampak banyak makrofag berisi pigmen
hemosiderin yang dinamai sel payah jantung (“heart failure cells”). Keadaan ini paling sering
disebabkan oleh stenosis mitralis yang menimbulkan kongesti menahun dengan akibat fibrosis
septum alveolus. Adanya fibrosis dan pigmen hemosiderin coklat menyebabkan paru-paru
menjadi padat, berwarna coklat; keadaan ini dinamai “brown induration” . selain stenosis
mitralis, keadaan lain dapat menimbulkan “brown induration” yaitu misalnya :
-
Kelainan jantung bawaan
-
Emfisema
-
Silicosis
-
Perlekatan pleura yang luas
Arti klinik kongesti dan sembab : selalu mengganggu fungsi pernapasan normal, sembab paruparu merupakan factor predisposisi untuk terjadinya kompliaski bronchopneumonia yang sering
merupakan sebab mati penderita.
2. Infark paru-paru :
Sumbatan arteria pulmonalis oleh beku darah hampir selalu terjadi karena embolus.
Thrombosis pembuluh pulmonal sangat jarang, kecuali bila ada radang paru-paru atau
arteriosklerosis. Emboli dan infark paru-paru lebih sering dijumpai pada penderita :
-
Penyakit jantung
-
Tumor ganas, terutama pada tractus urogenitalis, paru-paru, tractus gestrointestinalis dan
kelenjar gondok
-
Pasca-bedah.
Emboli paru-paru dapat berasal dari :
1. Vena profunda tungkai bawah
- paling sering
2. Plexus vena rongga panggul
- terutama pada operasi ginekologik dan urologic
3. Plexus vena periprostatik
- pada pria
4. Dinding jantung kanan
- dari thrombus mural.
Makroskopik :
Akibat emboli pada arteria pulmonalis bergantung kepada besarnya embolus dan keadaan
sirkulasi darah. Embolus yang besar dapat menyumbat arteri utama atau kedua cabangnya,
menimbulkan “saddle embolus” yang dapat mengakibatkan kematian mendadak. Kematian
terjadi karena penghentian aliran darah atau karena dilatasi akut ventrikel kanan (“acute cor
pulmonale”). Pada keadaan ini mungkin tidak ditemukan kelainan berarti dalam paru-paru,
kecuali pendarahan kecil.
Embolus yang kecil menyumbat cabang kecil dan dapat menimbulkan infark, dapat juga
tidak. Hal ini bergantung kepada keadaan sirkulasi. Bila sirkulasi kardiovaskuler baik , aliran
darah melalui a. bronchialis dapat mencukupi kebutuhan bagian jaringan paru-paru yang
tersumbat sehingga tidak terjadi infark, melainkan hanya pendarahan. Pada pendarahan, jaringan
paru-paru masih tetap utuh, sehingga penyembuhan dapat sempurna setelah darah diresorbsi.
Bila sirkulasi kardiovaskuler tidak baik, sumbatan tersebut akan menimbulkan infark. Hal
ini misalnya ditemukan pada penderita penyakit jantung, tunor ganas atau orang tua dan jarang
pada orang muda. Infark sering terjadi pada lobus bawah, ukuran dapat kecil atau besar,
bentuknya seperti kerucut dengan dasar pada bagian perifer dan pundak pada tempat sumbatan
ke arah hilus.
Infark paru-paru selalu merupakan infark hemoragik, mula-mula berwarna merah pucat
bercampur warna coklat (hemosiderin). Organisasi dimulai dari tepi infark berupa garis putih
kelabu yang akhirnya meliputi seluruh infark (cicatrix).
Mikroskopik :
Pada daerah infark tampak nekrosis iskhemik jaringan paru-paru dengan perdarahan di
sekitarnya, meliuputi alveolus, bronchioles, pembuluh darah dan intersititium. Kadang-kadang
dapat ditemukan sebukan sel radang mendadak, bila embolus berinfeksi, hal ini dinamai infark
septic (“septic infarct”).
Gejala klinik :
Embolus besar dapat menimbulkan kematian mendadak (mors subita). Embolus yang
lebih kecil menimbulkan gejala-gejala: nyeri dada, batuk, hemoptysis, demam, sesak napas dan
cyanosis.
3. Sklerosis pulmonal
Setiap keadaan yang menyebabkan hipertensi pulmonal dan hypoxia menimbulkan
penyempitan progesip dan arteriosklerosis pada percabangan pembuluh pulmonal yang dinamai
“pulmonary vascular sclerosis”. Keadaan ini dapat disebabkan oleh: emboli paru-paru berganda,
kyphoscoliosis, fibrosis paru-paru merata, emfisema dan stenosis mitralis. Sklerosis pulmonal
yang terjadi karena sebab nyata dinamai sklerosis pulmonal sekunder. Bila sebab yang nyata
tidak ditemukan, dinama sklerosis pulmonal primer.
Mikroskopis :
Kelainan dapat ditemukan pada seluruh percabangan a. pulmonalis. Pada arteri besar
terdapat bercak ateroma seperti pada aorta. Pada arteri sedang terdapar hipertrofi tunica media
dan penebalan serta reduplikasi lapisan intima. Pada arteriol didapati kelainan yang paling nyata,
berupa penebalan tunica media sehingga mempersempit lumennya. Pada stenosis mitralis mulamula terjadi kongesti pembuluh vena pulmonalis yang mencapai kapiler pada alveolus. Setelah
terjadi kelainan pada kapiler, bendungan mengenai pembuluh arteri sehingga akhirnya terjadi
sklerosis pulmonal pula.
Gejala klinik :
Keluhan penderita ialah : sesak napas, batuk, nyeri dada dan cyanosis.
Biasanya akan terjadi cor pulmonale sebagai komplikasi.
RADANG
Radang dapat mengenai bronchus saja (bronchitis), atau bronchus dan jaringan paru lainnya
(pneumonia).
Bronchitis acuta :
Radang mendadak pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan larynx juga,
sehingga sering dinamai juga laryngotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai
kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian penyakit sistemik, misalnya pada morbili,
pertussis, diphtheria dan typhus abdominalis.
Etiologi :
Ada 3 jenis penyebab yaitu :
a. Infeksi : stafilokok, streptokok, pneumokok, Hemophilus influenza dan beberapa macam
virus.
b. Alergi
c. Rangsang : misalnya asap pabrik, asap mobil, asap rokok dan beberapa gas yang
merangsang.
Makroskopik :
Tempat selaput lender sembab, hiperemik dan mengeluarkan banyak eksudat yang dapat
berupa lender atau nanah. Pada radang yang keras dapat timbul ulkus oada selaput lender.
Mikroskopik :
Selaput lendir sangat lembab bersebukan sel radang mendadak. Epitel berambut getar
sebagian terlepas dan kelenjar lendir melebar terisi lendir. Eksudat terdapat di dalam lumen
bronchus. Bila terdapat unsure alergi tampak banyak eosinofil.
Bronchitis chronic
Istilah bronchitis chronica menunjukan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun
(berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai factor, baik yang berasal dari luar bronchus
maupun dari bronchus sendiri.
Bronchitis chronica bukanlah merupakan bentuk menahun daripada bronchitis acuta.
Walaupun demikian, pada perjalanan penyakit bronchitis chronic dapat ditemukan periode akut,
yang menunjukan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal. Infeksi
sekunder oleh bakteri ini menimbulkan keruksakan yang lebih banyak sehingga memburukkan
keadaan.
Bronchitis chronic dapat merupaka komplikasi kelainan patologik yang mengenai
beberapa alat tubuh, yaitu :
a. Penyakit jantung menahun, baik pada katup maupun myocardium, merupakan penyebab
yang paling sering, kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya
sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronchus.
c. Dilatasi bronchus (bronchiektasis), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Mengisap rokok yang banyak menimbulkan kelumpuhan rambut getar selaput lendir
bronchus sehingga drainage lendir terganggu, kumpulan lendir itu merupakan medium
untuk infeksi bakteri.
Makroskopik :
Selaput lendir tampak hipertrofik diliputi oleh lendir (mukus) atau nanah. Pada kasus
yang lanjut, selaput lendir atrofik.
Mikroskopik :
Sebuah lapisan dinding bronchus bersebukan sel radang menahun. Tampak fibrosis luas
mengganti tempat kelenjar, otot dan tulang rawan. Epitel permukaan kuboid atau gepeng.
Klinik :
Gejala klinik berupa batuk persisten disertai banyak dahak, terutama sewaktu bangun
pagi.
Brochiolitis fibrosa obliterans
Keadaan ini sering disebabkan oleh penghirupan gas yang merangsang, diantaranya yang
terpenting ialah NO2. Gas ini banyak terbentuk pada industry bahan roket, selain itu dapat juga
terjadi pada penyakit infeksi dengan demam.
Mikroskopik :
Dinding bronchioles mengalami kerusakan luas, terbentuk eksudat fibrinosa pada dinding
yang nekrotik dan didalam lumen. Eksudat ini mengalami organisasi sehingga terbentuk jaringan
granulasi diikuti jaringan ikat padat.
Makroskopik :
Daerah-daerah yang telah diorganisasi tampak sebagai tonjolan yang tersebar luar,
menyerupai tuberkel milier.
Klinik :
Pada stadium akut terdapat sesak napas dan syanosis. Kemudian terdapat remisi sebentar.
Selanjutnya timbul lagi dyspnoe dan syanosis yang dapat secara mendadak atau perlahan-lahan
progresip.
Asthma brochiale
Asthma bronchiale ialah suatu penyakit yang ditandai oleh serangan intermiten spasme
bronchus disebabkan oleh rangsangan alergik atau iritatif.
Yang khas ialah serangan spasme itu terjadi tiba-tiba (paroxysmal) diselingi periode
bebas gejala. Kadang-kadang serangan itu dapat berlangsung lama beberapa hari atau minggu,
keadaan ini dinamai status asthmaticus. Dapat juga spasme itu terus menerus ada, tetapi ringan.
Etiologi :
Empat hal penting pada kejadian asthma bronchiale ialah :
1. Kira-kira separuh penderita menderita alergi trhadap berbagai bahan yang diisap atau
ditelan, misalnya debu, serbuk tumbuh-tumbuhan, bulu binatang, bahan makanan tertentu
dll. Keadaan alergi ini dapat dapat dibuktikan dengan percobaan kulit (“skin test”).
Spasme bronchus itu dianggap merupakan reaksi alergi, bentuk asthma semacam ini
dinamai bentuk ekstrinsik.
2. Bentuk intrinsic yang tidak menunjukan “skin test” positip terhadap berbagai allergen.
Pada penderita ini sering dapat ditemukan adanya infeksi persisten pada sinus
paranasalis, tonsil atau saluran pernapasan bagian atas.
3. Factor Herediter memegang peranan penting, karena lebih dari separuh penderita
mempunyai sanak keluarga yang menderita berbagai-bagai bentuk penyakit alergik.
4. Beberapa factor lain yang penting dan dapat merangsang timbulnya serangan spasme
ialah tekanan emosionil, mengisap asap atau debu atau rangsang (iritans) lain dan
keadaan terlalu lelah.
Makroskopik :
Kelainan terpenting ditemukan pada bronchus dan bronchioles. Dinding bronchus lebih
tebal daripada biasa dan didalam lumen dapat terlihat kumpulan lendir yang kental dan liat yang
kadang-kadang dapat menyumbat lumen.
Mikroskopik :
Beberapa hal yang dapat dijumpai :
-
Selaput lendir sembab, bersebukan sel radang eosinofil dan limfosit dan kelenjar lendir
hiperplastik
-
Penebalan membrane basalis
-
Hipertrofi otot polos
-
Dalam lumen terdapat secret lendir basofilik yang mengandung spiral curschmann,
Kristal charcotleyden dan eosinofil.
Klinik :
Serangan asthma ditandai oleh timbulnya kesukaran bernapas, disertai napas berbunyi,
pada serangan itu terjadi :
-
Spasme otot dinding bronchus
-
Lumen bronchus menyempit
-
Kesukaran mengeluarkan udara sehingga ekspirasi memanjang, karena udara tertahan
oleh lendir yang liat.
Serangan ini biasanya berlangsung selama satu sampai beberapa jam yang disusul oleh batuk
yang dengan pengeluaran dahak yang kental. Pada status asthmaticus dapat terjadi gangguan
pertukaran udara paru-paru sehingga dapat menimbulkan cyanosis sampai meninggal. Pada
umumnya penyakit ini tidak letal, melainkan menimbulkan gangguan dan penderitaan dalam
jangka waktu yang lama. Diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya eosinofil dalam
darah dan gambaran dahak yang khas.
Bronchiektasis
Bronchiektasis ialah pelebaran abnormal bronchus dan bronchioles yang disebabkan oleh
infeksi menahu yang menimbulkan nekrosis. Penyakit ini biasanya terjadi sebagai akibat
kelainan infeksi atau obstruksi pada bronchus yang telah ada sebelumnya. Dapat mengenai
semua usia, bahkan lebih dari sejarah penderita telah mulai menderita penyakit ini sebelum
berusia 20 tahun. Frekwensi pada pria dan wanita sama.
Etiologi dan pathogenesis :
Pada bronchiektasis dapat ditemukan 2 unsur penting, yaitu :
1. Infeksi
2. Dilatasi
Tidak diketahui dengan pasti factor manakah yang lebih dahulu menimbulkan perubahan pada
dinding bronchus. Ada pendapat yang menyatakan bahwa infeksilah yang menimbulkan nekrosis
sehingga menyebabkan dinding bronchus menjadi lemah dan melebar. Pendapat lain menyatakan
bahwa fungsi paru-paru yang kurang baik menyebabkan dilatasi karena kelemahan dinding
bronchus. Selanjutnya terjadi infeksi sekunder dengan akibat nekrosis dan dilatasi yang lebih
lanjut. Beberapa penyakit yang penting pada pembentukan bronchiektasis ialah :
1. Penyakit fibrokistik pancreas
2. Avitaminosis A
3. Pneumonia
4. Asthma bronchiale
5. Tubercolosis
6. Morbilli
7. Pertussis
8. Influenza
9. Tumor bronchus
10. Benda asing dalam broncus
11. Sinusitis chronic, mungkin merupakan sumber infeksi bakteri yang terus-menerus (“postnasal dripping”)
12. Malformasi dinding bronchus congenital – dinding yang lemah berdilatasi, lalu timbul
infeksi sekunder.
Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan dalam eksudat yaitu stafilokok, streptokok,
pneumokok, E. coli, H. influenza, A. aerogeneses, jamur, basil fusiform dan spirochaeta Vincent.
Jasad renik tidak dianggap sebagai penyebab primer, melainkan tumbuh karena adanya medium
yang baik (stasis secret).
Makroskopik :
Kelainan biasanya dijumpai pada kedua lobus bawah paru-paru, terutama mengenai
bronchus yang letaknya vertical. Biasanya bronchus yang terkena ialah bukan cabang utama,
melainkan cabang ketuga dan keempat serta bronchioles. Dikenal tiga bentuk pelebaran
bronchus:
-
Berbentuk torak (cylindroid)
-
Berbentuk kumparan (fusiform)
-
Berbentuk kantong (saccular).
Gambaran makroskopik yang dapat ditemukan ialah :
-
Bronchus dan bronchioles melebar sampai terlihat mencapai permukaan pleura. Ini khas
untuk bronchiektasis; pada keadaan normal percabangan bronchus hanya terlihat sampai
2-3 cm dibawah pleura.
-
Lumen terisi eksudat supuratif berwarna kuning-hijau, kadang-kadang hemoragik.
-
Mukosa bertukak dengan dasar merah-hijau atau kehitam-hitaman.
-
Pada keadaan yang berat terjadi pelebaran kistik sehingga paru-paru menyerupai sarang
lebah (“honeycombed appearance”). Dalam hal ini perlu dibedakan dengan kista
bronchogenik congenital.
Mikroskopik :
Gambaran mikroskopik menunjukan proses radang pada dinding bronchus. Tampak :
-
Sebukan sel radang mendadak dan menahun
-
Epitel permukaan terlepas
-
Daerah nekrosis dan tukak
-
Lumen mengandung eksudat terdiri atas sel radang, sel epitel nekrotik dan sel darah
merah
-
Epitel yang masih utuh dapat mengalami metaplasi skwamosa
-
Nekrosis dapat mengenai otot polos dan serabut elastin. Hal inilah yang memperlemah
dinding bronchus sehingga terjadi dilatasi.
Pada bentuk yang lebih menahun dapat ditemukan fibrosis dinding bronchus yang bila luas dapat
menimbulkan deformitas jaringan paru-paru.
Bila terjadi penyembuhan, sel radang akan menghilang dan epitel beregenerasi. Biasanya
kerusakan cukup luas sehingga dilatasi tetap ada.
Klinik :
Gejala klinik yang terlihat ialah: batuk keras; pengeluaran sputum purulen yang banyak,
berbau busuk kadang-kadang bercampur darah, sesak napas/ orthopnoe dan demam. Batuk
timbul secara paroxysmal terutama pada waktu bangun pagi atau bila mengubah sikap tubuh.
Bila bronchietaksis timbul pada usia muda, biasanya penderita tidak dapat berusia panjang
(meninggal sebelum usia 40 tahun) bila timbul sesudah dewasa , penderita dapat hidup lama.
Komplikasi :
Abses paru-paru; pneumonia; fistula bronchopleura; emphysema; penyebaran kuman ke
otak sehingga terjadi abses otak atau meningitis; cor pumonale, bila mengenai seluruh paru-paru
dengan akibat fibrosis luas; dan amiloidosis, akibat lamanya penyakit ini.
Sindrom lobus tengah (Middle lobe Syndrome)
Suatu keadaan yang ditandai oleh terdapatnya atelektasis dan bronchiektasis pada lobus
tengah paru-paru kanan. Keadaan ini disebabkan oleh tekanan pada bronchus lobus tengah
tersebut oleh kelenjar limfe mediastinum yang membesar.
Klinik :
Gejala klinik ditimbulkan oleh adanya bronchiektasis, yaitu :
-
Batuk yang dipengaruhi oleh perubahan sikap tubuh (postural coughing)
-
Dahak banyak yang mengandung nanah dan berbau
-
Napas yang berbau
-
Hemoptysis, yang disebabkan oleh perdarahan mukosa bronchus yang papiler dan
vaskuler atau erosi pembuluh darah dinding bronchus yang melebar.
Download