BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Perpajakan 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Perpajakan
2.1.1. Defenisi Pajak
Pengertian pajak sebagai sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh
warga negara dalam sebuah negara yang berdaulat telah banyak dikemukakan
oleh para ahli. Kesemua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli memiliki
definisi prinsipil yang tidak jauh berbeda.
Definisi pajak menurut PJA Adriani adalah: "Iuran kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan" (Waluyo dan Ilyas, 2000).
Rochmat Soemitro memberikan definisi pajak sebagai ”iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (Mardiasmo, 2006).
Sedangkan pengertian pajak menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah “
Kontribusi wajib yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung
Universitas Sumatera Utara
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.
Dari defenisi- tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur
unsur (Mardiasmo, 2006) :
1.
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang) yang digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan
rakyat.
2.
Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
3.
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.2. Fungsi Pajak
Mardiasmo (2006) menyatakan fungsi tersebut adalah :
1.
Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2.
Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,
maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut (Mardiasmo,
2006) :
1.
Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni pencapaian keadilan, undang-undang
dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya
yaitu dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan keberatan
banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2.
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara
bagi warganya.
3.
Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun
perdagangan,
sehingga
tidak
menimbulkan
kelesuan
perekonomian masyarakat.
4.
Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
Universitas Sumatera Utara
5.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
2.1.4. Teori Pemungutan Pajak
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi
pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara
lain adalah (Mardiasmo, 2006) :
1.
Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya.
Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai
suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2.
Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
(misalnya
perlindungan)
masing-masing
orang.
Semakin
besar
kepentingan seseorang terhadap negara, maka makin tinggi pajak yang
harus dibayar.
3.
Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur
daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :
a.
Unsur objektif, yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
Universitas Sumatera Utara
b.
Unsur subjektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi.
4.
Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu
menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5.
Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
menungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat
untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan
kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih
diutamakan.
2.1.5. Pengelompokan Pajak
Menurut golongannya, pajak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
(Mardiasmo, 2006):
1.
Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak
dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan
2.
Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan ke pihak lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
Menurut sifatnya, pajak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1.
Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh :
Pajak Penghasilan.
2.
Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan
Nilai.
Menurut lembaga pemungutnya, pajak dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu :
1.
Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan
Bangunan , dan Bea Meterai.
2.
Pajak Daerah, yaitu Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan
Pajak Hiburan.
2.1.6. Asas Pemungutan Pajak
Asas pemungutan pajak terdiri dari (Mardiasmo, 2006) :
1.
Asas domisili (asas tempat tinggal). Negara berhak mengenakan pajak atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya,
baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Asas
ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
Universitas Sumatera Utara
2.
Asas sumber. Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib
Pajak.
3.
Asas kebangsaan. Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara.
2.1.7. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal ada 3 (tiga) sistem pemungutan
(Mardiasmo 2006), yaitu:
1.
Official Assessment System. Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.
Self Assessment System. Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak
dan/atau Pengusaha Kena Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
3.
With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang terhadap Wajib Pajak.
2.2. Pajak Pertambahan Nilai
2.2.1. Defenisi PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan namanya merupakan pajak
yang dikenakan atas nilai tambah (added value) dari suatu barang atau jasa dalam
sebuah proses transaksi. Pengertian dari nilai tambah sebagaimana dimaksud,
Universitas Sumatera Utara
salah satunya diberikan oleh Tait (1988), yaitu ”Nilai Tambah adalah nilai yang
dihasilkan oleh produsen ...... yang ditambahkan kepada bahan baku atau
pembelian (termasuk tenaga kerja) sebelum menjual produk atau jasa yang baru
atau yang telah diolah”, Ebrill et.al (2001) menyatakan ”.... PPN secara umum
tidak ditujukan untuk menjadi pajak terhadap nilai tambah namun biasanya
ditujukan sebagai suatu pajak atas konsumsi”. Selanjutnya Schenk dan Oldman
(2001) menyatakan ”Dalam praktiknya, pajak atas dasar konsumsi cenderung
menjadi pajak atas transaksi ....”.
Sedangkan defenisi PPN menurut Untung Sukardji (2003) adalah
”Pengenaan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi, baik yang dilakukan oleh
perseorangan atau badan baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam
bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara”
2.2.2. Dasar Hukum PPN
Dasar hukum pengenaan PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah menggantikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1951 tentang
Pajak Penjualan (PPn). Undang-undang ini disebut Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984. Namun undang-undang ini mulai berlaku sejak 1 Januari
1986 dikarenakan agar persiapan dalam pelaksanaan undang-undang tersebut
dapat maksimal. Kemudian Undang-Undang PPN telah mengalami beberapa kali
perubahan. Perubahan pertama dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994,
kemudian perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dan
perubahan terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Objek PPN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
pada pasal 4 disebutkan bahwa PPN dikenakan atas (objek pajak) :
1.
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha;
2.
Impor BKP;
3.
Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan
oleh pengusaha;
4.
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean;
5.
Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
6.
Ekspor BKP oleh PKP;
Selain objek pajak diatas, PPN juga dikenakan atas :
1.
Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain (Pasal 16 C UU PPN);
2.
Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang
dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.(Pasal 16 D UU PPN)
Tidak semua barang atau jasa yang diserahkan atau dimanfaatkan
dikategorikan sebagai BKP/JKP. Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah
BKP/JKP, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang
Universitas Sumatera Utara
tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peraturan pemerintah didasarkan atas
kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
1.
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung
dari sumbernya, seperti minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan
kerikil, batu bara belum diproses menjadi briket batu bara, biji besi, biji
timah, biji tembaga, dan besi perak serta biji bauksit;
2.
Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang
beryodium maupun yang tidak beryodium;
3.
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi ditempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh jasa boga atau catering;
4.
Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan
lainnya).
Sementara jasa-jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan
peraturan pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
1.
Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
2.
Jasa di bidang pelayanan sosial;
3.
Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
4.
Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
5.
Jasa di bidang keagamaan;
6.
Jasa di bidang pendidikan;
7.
Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
Universitas Sumatera Utara
8.
Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
9.
Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
10. Jasa di bidang tenaga kerja;
11. Jasa di bidang perhotelan;
12. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.
2.2.4. Dasar Pengenaan PPN
Untuk menghitung besarnya PPN yang terutang diperlukan adanya Dasar
Pengenaan Pajak (DPP). Mardiasmo (2006) menyebutkan DPP adalah :
1.
Harga Jual, adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2.
Penggantian, adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan
JKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3.
Nilai Impor, adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP,
tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN 1984.
4.
Nilai Ekspor, adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
5.
Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Tarif PPN
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah sebagi berikut :
1.
Tarif tunggal 10% (sepuluh persen)
Tarif ini berlaku untuk semua jenis penyerahan BKP dan JKP di dalam
daerah pabean.
2.
Tarif ekspor 0% (nol persen)
Tarif ini hanya berlaku untuk ekspor BKP keluar daerah pabean.
Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan pengenaan PPN, tetapi
Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat
dikreditkan. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekspor
produk dalam negeri.
Atas tarif PPN tersebut, pemerintah dapat mengubahnya menjadi paling
rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen). Perubahan
tarif ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.2.6. Mekanisme Pengenaan PPN
Undang-undang PPN 1984 menganut metode kredit pajak (credit method)
serta metode faktur pajak (invoice method). Dalam metode ini PPN dikenakan atas
penyerahan BKP atau JKP oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN dipungut
secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi. Unsur pengenaan pajak
berganda atau pengenaan pajak atas pajak dapat dihindari dengan diterapkannya
mekanisme pengkreditan Pajak Masukan (metode kredit pajak). Untuk melakukan
pengkreditan pajak masukan, sarana yang digunakan adalah faktur pajak.
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme
pengenaan
PPN
menurut
Mardiasmo
(2006)
dapat
digambarkan sebagai berikut :
a.
Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP
penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut
merupakan pembayaran pajak dimuka dan disebut Pajak Masukan.
Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.
b.
Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib
memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran.
Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur
pajak.
c.
Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama
dengan satu bulan takwim) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada
jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara.
d.
Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil
daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta
kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
2.3. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Undang-undang PPN tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 memberikan definisi Pengusaha
Kena Pajak (PKP) sebagai Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-Undang ini, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang
Universitas Sumatera Utara
memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Batasan
pengusaha
kecil sebagaimana dimaksud, terakhir ditentukan dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 yaitu sebesar Rp. 600 juta.
PKP sebagaimana dimaksud diatas merupakan Wajib Pajak yang
selanjutnya dengan sukarela atau atas ketetapan jabatan dikukuhkan sebagai PKP.
PKP selanjutnya berkewajiban untuk:
1.
Memungut PPN dan PPnBM yang terutang.
2.
Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak.
3.
Membuat nota retur dalam hal terdapat pengembalian BKP.
4.
Melakukan pencatatan atau pembukuan mengenai kegiatan usahanya.
5.
Menyetor PPN dan PPnBM yang terutang
6.
Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN.
Tingkat kepatuhan PKP akan tercermin dalam tingkat keterdaftaran
mereka sebagai PKP dan kepatuhan mereka dalam menyampaikan SPT Masa
PPN. SPT Masa PPN merupakan suatu bentuk pelaporan kegiatan usaha PKP
dalam satu masa pajak. SPT Masa PPN merupakan laporan bulanan yang dapat
disampaikan oleh PKP, mengenai perhitungan:
1.
Pajak Masukan berdasarkan realisasi pembelian BKP atau penerimaan
JKP.
2.
Pajak Keluaran berdasarkan realisasi pengeluaran BKP/ JKP.
3.
Penyetoran pajak atau kompensasi. (Mardiasmo, 2006)
Tingkat kepatuhan PKP menjadi hal yang penting dalam hubungannya
dengan penerimaan PPN, karena PKP adalah pemungut PPN. PPN dipungut oleh
PKP dari transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa yang dilakukannya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan prinsip self assessment, yang berlaku dalam sistem perpajakan di
Indonesia, PKP kemudian melaporkan setiap transaksi yang atasnya dikenakan
PPN. Sebaliknya, PKP juga berhak untuk mengkreditkan PPN yang dikenakan
atas pembelian yang dilakukannya. Selisih di antara keduanya, apabila ternyata
lebih besar pajak yang dipungut oleh PKP dari transaksi penjualannya, kemudian
disebut sebagai PPN yang terutang dari kegiatan usaha PKP dan wajib disetorkan
ke Kas Negara oleh PKP. Oleh karena itulah, keberadaan PKP terdaftar
merupakan hal yang penting bagi penerimaan PPN suatu wilayah.
2.4. Produk Domestik Bruto (PDB)
2.4.1. Defenisi PDB
Pengertian PDB menurut Case dan Fair (2004) adalah “nilai pasar total
semua barang dan jasa akhir yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh
faktor-faktor produksi yang berlokasi di dalam sebuah Negara”. Sementara itu
Dornbusch et. Al (2004) menyatakan PDB adalah “nilai seluruh barang dan jasa
yang diproduksi di suatu negara dalam suatu periode tertentu”.
BPS selaku lembaga pemerintah yang bertugas melakukan perhitungan
PDB di Indonesia memberikan pengertian PDB sebagai jumlah nilai barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi atau jumlah nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa PDB adalah produk
barang dan jasa total yang dihasilkan dalam perekonomian suatu negara di dalam
masa satu tahun. PDB di dalamnya merupakan pendapatan faktor produksi milik
Universitas Sumatera Utara
suatu negara yang berada di dalam negeri ditambah milik negara lain di dalam
negeri.
2.4.2. Penghitungan PDB
PDB biasanya dihitung dengan menggunakan dua keterangan menurut
patokan harga yang dipakai yaitu :
1.
Patokan harga berlaku (PDB nominal)
Dalam metode ini nilai barang dan jasa dihitung berdasarkan harga pada
tahun yang bersangkutan, yang berarti termasuk kenaikan harga-harga.
2.
Patokan harga konstan (PDB riil)
Dalam metode ini nilai barang dan jasa yang dihitung dengan menetapkan
tahun dasar yang akan digunakan sebagai basis perhitungan. Perhitungan
dengan cara ini dianggap lebih riil karena akan memperlihatkan
pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya.
Secara matematis penghitungan kedua metode tersebut adalah :
Harga Berlaku
PDB HBX
=
PDB
HKX
* IHK X
100
Harga Konstan
PDB HKX
=
100 * PDB HBX
IHK X
Dimana :
HKX : Harga Konstan
HBX : Harga Berlaku
IHK
: Indeks Harga Konsumen
100 : Indeks Harga Konsumen Tahun Dasar
Universitas Sumatera Utara
X
: Tahun tertentu
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
negara dalam suatu periode tertentu adalah data PDB berdasarkan harga konstan
(riil) yang digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun dengan menggunakan
komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (C), pengeluaran konsumsi
pemerintah (G), investasi (I) dan ekspor neto (ekspor (X) dikurangi impor (M))
atau dengan perolehan perhitungan sebagai berikut :
PDB = C + G + I + (X-M) ............................................................................ (2.1)
Untuk menghitung angka-angka PDB ada tiga pendekatan yang dapat
digunakan, yaitu :
1.
Menurut pendekatan produksi
PDB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu
tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian
ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu : 1) Pertanian,
Peternakan, Kehutanan dan Perikanan, 2) Pertambangan dan Penggalian,
3) Industri Pengolahan, 4) listrik, Gas dan Air Bersih, 5) Bangunan, 6)
Perdagangan, Hotel dan Restoran, 7) Pengangkutan dan Komunikasi, 8)
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, 9) Jasa-jasa termasuk jasa
pelayanan pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub
sektor.
Universitas Sumatera Utara
2.
Menurut Pendekatan Pendapatan
PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam
jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi
yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan
keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak
langsung lainnya.
3.
Menurut Pendekatan Pengeluaran
PDB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari : 1)
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, 2)
konsumsi pemerintah, 3)
pembentukan modal tetap domestik bruto, 4)
perubahan stok, 5) ekspor neto.
2.5. Ekspor
2.5.1. Defenisi Ekspor
Menurut Amir MS (Amir MS, 2004), ekspor adalah mengeluarkan barangbarang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai
ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing
ataupun ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki
kepada bangsa lain atau negara asing, dengan mengharapkan bayaran dengan
valuta asing.
Menurut Michael P. Todaro, ekspor adalah kegiatan perdagangan
internasional yang memberikan rangsangan guna menambah permintaan dalam
negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar, bersama
Universitas Sumatera Utara
dengan struktur politik yang tidak stabil dan lembaga sosial yang fleksibel.
Dengan kata lain ekspor menggambarkan aktifitas perdagangan antar bangsa yang
dapat memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan perdagangan
internasional, sehingga suatu negara yang sedang berkembang memiliki
kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negaranegara yang lebih maju.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 1 angka
11, pengertian ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam
daerah pabean ke luar daerah paben.
2.5.2. Tujuan Ekspor
Adapun tujuan ekspor antara lain (Amir MS, 2004) :
1.
Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk
memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).
2.
Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik
(membuka pasar ekspor)
3.
Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity)
4.
Membiarkan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih
dalam persaingan yang ketat.
2.5.3. Ciri-Ciri Komoditi Ekspor
Suatu komoditi yang memiliki potensi untuk ekspor memiliki ciri-ciri
antara lain (Amir MS, 2004) :
1.
Mempunyai surplus produksi dalam arti kata total produksi belum dapat
dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri.
Universitas Sumatera Utara
2.
Mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu seperti langka, murah, mutu,
unik atau lainnya, bila dibandingkan dengan komoditi serupa dengan yang
diproduksi negara lain.
3.
Komoditi sengaja diproduksi untuk tujuan ekspor (outward looking
industries) ataupun industri yang pindah lokasi (relocation industries).
4.
Komoditi ini memperoleh izin pemerintah untuk diekspor.
2.5.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Adapun faktor yang menentukan tingkat daya saing suatu komoditi ekspor
adalah :
1.
2.
Faktor langsung, yang terdiri dari :
a.
Mutu komoditi
b.
Biaya produksi dan penetuan harga jual
c.
Ketepatan waktu penyerahan (delivery time)
d.
Intensitas promosi
e.
Penentuan saluran pemasaran (marketing chanel)
f.
Layanan purna jual (after sales service)
Faktor tidak langsung, yang terdiri dari :
a.
Kondisi sarana pendukung ekspor seperti fasilitas perbankan,
transportasi, birokrasi pemerintah, surveyor, bea cukai dan lain-lain
b.
Insentif atau subsidi pemerintah untuk dieskpor
c.
Kendala tarif dan non tarif
d.
Tingkat efisiensi dan disiplin nasional
Universitas Sumatera Utara
e.
Kondisi ekonomi global seperti resesi dunia, proteksionisme,
restrukturisasi perusahaan dan re-upgrade global (kerja sama ekonomi
global).
Menurut Darmansyah (dalam Soekartawi, 1995), faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan ekspor antara lain :
1.
Harga
internasional.
Semakin
besarselisih
antar
harga
di pasar
internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi
yang akan diekspor menjadi semakin banyak.
2.
Nilai tukar (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu
negara maka harga ekspor negar tersebut di pasar internasional akan
menjadi lebih mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai mata uang suatu
negara, harga ekspor negara tersebut di pasar internasional menjadi lebih
murah.
3.
Quota ekspor-impor yaitu kebijakan perdagangan internasional berupa
pembatasan kuantitas barang ekspor dan impor.
4.
Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga
produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau
dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan kebijakan
non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Inflasi
2.6.1. Defenisi Inflasi
Inflasi sering kita pahami sebagai kenaikan harga-harga, namun demikian
Case dan Fair (2004) menyatakan bahwa “tidak semua kenaikan harga
menyebabkan inflasi”. Case dan Fair (2004) menyatakan inflasi sebagai “kenaikan
tingkat harga secara keseluruhan”. Dornbusch et. al (2004) memberikan
pengertian inflasi yang sedikit berbeda, yaitu sebagai “tingkat perubahan dalam
harga-harga dan tingkat harga adalah akumulasi dari inflasi-inflasi terdahulu”.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kenaikan
satu atau dua jenis barang saja tidak dapat kita klasifikasikan sebagai inflasi.
Inflasi diukur dengan penghitungan kenaikan harga rata-rata sejumlah besar
barang dalam periode tertentu.
Mankiw (2003) mengidentifikasi salah satu penyebab utama inflasi yang
besar atau berkepanjangan adalah pertumbuhan dalam jumlah uang. Ketika
pemerintah mencetak uang dalam jumlah yang banyak, nilai uang akan jatuh dan
harga-harga pun akan meningkat secara keseluruhan.
Teori lain mengenai inflasi dijelaskan oleh Keynes yang menyatakan
bahwa inflasi juga dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah dan investasi. Teori
moneterisme memberikan penjelasan yang sedikit berbeda dengan menyatakan
bahwa kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif oleh otoritas yang berwenang
merupakan penyebab inflasi.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi terdiri dari berbagai jenis (Iskandar Putong, 2003), yaitu :
a.
Menurut Sifatnya, inflasi dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu sebagai
berikut:
1.
Inflasi merayap/rendah, yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10%
pertahun;
2.
Inflasi menengah dengan besaran inflasi antara 10% - 30% pertahun.
Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut sebagai inflasi 2 digit,
misalnya 15%, 20% atau 30%;
3.
Inflasi berat, yaitu inflasi yang besarnya antara 30% - 100% pertahun;
4.
Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh
naiknya harga-harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (di atas
100%).
b.
Berdasarkan sebabnya, inflasi dibagi dalam 2 (dua) kategori, (Abimanyu,
Yoopi, 2004) yaitu:
1.
Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation), yaitu inflasi yang
disebabkan kenaikan permintaan barang dan jasa.
Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi
di satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapai
kesempatan kerja penuh (full employment), akibatnya sesuai dengan
hukum permintaan, bila permintaan banyak sementara penawaran
tetap, maka harga akan naik.
Universitas Sumatera Utara
Harga
S
D2
D1
0
Output
Gambar 2.1. Kurva inflasi tarikan permintaan (Demand-Pull Inflation)
Kenaikan permintaan barang dan jasa menyebabkan kurva permintaan
D 1 bergeser menjadi kurva permintaan D 2 .
2.
Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation), yaitu inflasi yang
disebabkan penurunan penawaran barang dan jasa.
Inflasi ini disebabkan turunya produksi karena naiknya biaya produksi
dimana terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata
uang negara yang bersangkutan jatuh/menurun, kenaikan harga bahan
baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang
kuat. Akibat naiknya biaya produksi, yang bisa dilakukan oleh
produsen, adalah langsung menaikkan harga produknya dengan
jumlah penawaran yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Harga
S2
S1
D
0
Output
Gambar 2.2. Kurva inflasi dorongan biaya (Cost-Push Inflation)
Penurunan penawaran barang dan jasa menyebabkan kurva penawaran
S 1 bergeser ke kiri menjadi kurva penawaran S 2 .
c.
Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi dua (Abimanyu, Yoopi, 2004)
yaitu :
1.
Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation). Inflasi ini
timbul karena terjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara,
harga-harga naik dikarenakan musim paceklik (gagal panen), bencana
alam yang berkepanjangan.
2.
Inflasi yang berasal dari luar negeri, misalnya disebabkan negaranegara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi
yang tinggi, dapatlah diketahui bahwa harga-harga dan juga angkos
produksi relatif mahal, sehingga bila terpaksa negara lain harus
mengimpor barang tersebut maka harga jual di dalam negeri tentu saja
bertambah mahal.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Penyebab Inflasi
Berbagai penyebab inflasi antara lain (Amalia, 2007) :
1.
Defisit financing
Diadakannya pengeluaran-pengeluaran dalam rangka untuk memperbesar
kapasitas produksi (investasi) yang tidak cepat-cepat menghasilkan
tambahan produk (output) dengan memakai tabungan atau defisit
financing. Pendapatan masyarakat bertambah, sedangkan output masih
belum bertambah atau tidak bertambah karena scarce factor, dan situasi
demand > supply.
2.
Terjadinya surplus ekspor (X > M)
Dengan terjadinya surplus ekspor maka pendapatan bertambah sedangkan
jumlah barang berkurang. Ini mengakibatkan demand terhadap barangbarang bertambah, sedangkan supply barang-barang berkurang. Disamping
effective demand meningkat terhadap barang-barang jadi, juga permintaan
yang cepat pada waktu yang bersangkutan.
3.
Inflasi yang diimpor dari luar negeri.
Jika kita sangat bergantung pada impor barang-barang atau bahan baku
dari luar negeri, dimana barang atau bahan baku tersebut kita impor dari
negara yang sedang dilanda inflasi, maka kita terpaksa harus juga
mengimpor dengan harga-harga yang tinggi.
4.
Jika Terjadi surplus impor (M > X)
Dalam hal ini, suatu negara memerlukan devisa untuk membayar
kelebihan impor tersebut ke luar negeri. Dengan demikian akan
memperbesar demand negara tersebut terhadap valuta asing. Permintaan
Universitas Sumatera Utara
yang besar terhadap devisa itu umumnya akan meningkatkan kurs valuta
asing. Dengan kurs valuta asing yang naik maka harga barang-barang di
luar negeri menjadi tinggi.
2.6.4. Efek Inflasi
Inflasi dapat menimbulkan efek atau dampak terhadap 3 (tiga) hal yaitu
(Sukirno, 2000) :
1.
Efek terhadap Distribusi Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan umumnya tidak merata, ada pihak yang
dirugikan, tetapi ada pihak yang diuntungkan. Pihak yang dirugikan adalah
mereka yang memperoleh income tetap, misalnya para pensiunan. Pihak
yang diuntungkan adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan
dengan persentasi yang lebih besar dari laju inflasi.
2.
Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi juga dapat mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi.
Perubahan ini dapat dirasakan bahwa permintaan barang-barang tertentu
mengalami kenaikan dengan adanya inflasi. Hal ini akan mendorong
produsen untuk memperbanyak produksinya. Kenaikan produksi barang
ini, pada akhirnya akan merubah pola alokasi faktor-faktor produksi yang
telah ada sebelumnya.
3.
Efek terhadap Output (Output Effect)
Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi.
Alasannya adalah bahwa dalam keadaan inflasi biasanya harga barang
mendahului kenaikan upah, sehingga keuntungan pengusaha naik.
Kenaikan usaha inilah yang akan mendorong naiknya produksi. Tetapi
Universitas Sumatera Utara
untuk kasus hyper inflation, jutstru sebaliknya, bahwa dengan hiper inflasi
akan mendorong penurunan output.
2.6.5. Pengukuran Inflasi
Ada 3 (tiga) indeks yang biasanya digunakan untuk pengukuran inflasi,
yaitu :
1.
Indeks Biaya Hidup / Indeks Harga Konsumen
Di lapangan, salah satu cara mengukur inflasi adalah dengan menghitung
perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Di
Indonesia, indeks harga yang lazim digunakan untuk menghitung inflasi
adalah indeks harga konsumen (IHK). Penghitungan inflasi dengan
menggunakan IHK di Indonesia dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) di 66 kota besar.
2.
Indeks Perdagangan Besar
Indeks Perdagangan Besar menitikberatkan pada sejumlah barang tingkat
perdagangan besar. Ini berarti harga barang mentah, bahan baku, barang
setengah jadi masuk dalam perhitungan indeks harga.
3.
GDP Deflator
GDP Deflator mencakup jumlah barang dan jasa masuk dalam perhitungan
GDP yang diperoleh dengan membagi GDP nominal (atas dasar harga
berlaku) dengan GDP riil (atas dasar harga konsumen)
GDP Deflator = GDP nominal x 100 %
GDP riil
Universitas Sumatera Utara
2.7. Tingkat Suku Bunga
2.7.1. Definisi Suku Bunga
Menurut Nopirin (1996) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh
peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi
pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu
terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya
dalam bentuk tabungan.
Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa
kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat bunga
ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran (Suhaedi, 2000).
Suku Bunga terdiri dari dua, yaitu :
a)
Suku Bunga Nominal
Suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang ditentukan
berdasarkan jangka waktu satu tahun.
b) Suku Bunga Riil
Suku bunga riil adalah tingkat bunga nominal dikurangi laju inflasi yang
terjadi selama periode yang sama.
Tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan antara masa kini dan
masa depan (Mankiw, 2003). Para ekonom menyebutkan tingkat bunga yang
dibayar bank sebagai tingkat bunga nominal dan kenaikan dalam daya beli adalah
tingkat bunga riil. Jika i menyatakan tingkat bunga nominal, r tingkat bunga riil,
dan π tingkat inflasi, maka hubungan di antara ketiga variabel ini adalah:
r=i–π
Universitas Sumatera Utara
Tingkat bunga riil adalah perbedaan diantara tingkat bunga nominal dan tingkat
inflasi.
Dalam pasar keuangan dikenal berbagai macam bunga yang disediakan para
debitur sebagai suatu daya tarik kepada kreditur untuk melakukan investasi. Tipe
bunga sangat bervariasi dari suatu pasar ke pasar yang lain. Secara umum dikenal
lima macam bunga dipasar keuangan sebagai berikut:
1.
Bunga kupon (Coupon rate)
Bunga kupon adalah tingkat bunga yang dijanjikan oleh penerbit sekuritas
sesuai dengan kontrak. Penerbit kontrak atau debitur menyetujui
untuk
melakukan pembayaran sejumlah bunga tertentu saat melakukan
pertukaran obligasi.
Bunga dibayar = Tingkat bunga kupon x Nilai nominal
2. Metode Bunga Sederhana
Metode bunga sederhana digunakan untuk membebankan kepada
debitur terhadap bunga pinjaman atau sekuritas selama jangka waktu
pinjaman. Jumlah pembayaran bunga akan menurun apabila sebagian
pinjaman dilunasi. Formula untuk metode bunga sederhana adalah
sebagai berikut:
I =Pxrxt
P = Jumlah pokok pinjaman
r = tingkat bunga
t = waktu meminjam (biasanya dalam tahun)
Universitas Sumatera Utara
3.
Add-on Rate oflnterest
Metode add-on Rate of Interest adalah dimana bunga dihitung dari seluruh
pokok pinjaman ditambah bunga pinjaman dibagi jumlah angsuran.
Metode ini meningkatkan jumlah bunga efektif yang harus dibayar.
Sebab jumlah pokok pinjaman dihitung selama 1 tahun untuk
membebankan bunga, meskipun pokok pinjaman telah diangsur, tetapi
bunga yang harus dibayar sebesar 1 tahun. Hal ini terjadi karena jumah
rata-rata yang dipinjam menurun jika sebagian dibayar.
4.
Metode diskon (Discount Method)
Dengan metode ini bunga ditentukan sebelum pinjaman dikeluarkan.
Kemudian bunga dikurangkan dari jumlah pokok pinjaman, selanjutnya
selisih diberikan kepada debitur.
5.
Compound Interest
Beberapa institusi keuangan, khususnya bank komersial dan institusi
pinjaman non bank membayar compound interest kepada para nasabahnya
pada tanggal tertentu. Pada metode ini bunga dihitung dari pokok pinjaman.
Kemudian jumlah pokok pinjaman akan meningkat menjadi jumlah
pokok
pinjaman ditambah besarnya bunga. Jadi, bunga yang
dibebankan periode tersebut akan menambah jumlah pokok ketika
menghitung jumlah bunga periode yang akan datang. Biasanya bank
atau institusi yang menerapkan metode ini harus mengungkapkan hal ini
kepada nasabah atau kreditur sebelum kontrak dilakukan. Ini diwajibkan
kepada bank atau institusi yang bersangkutan kepada nasabah untuk
menghindari manipulasi.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Penentuan Suku Bunga
Dalam penentuan suku bunga terdapat faktor penentu suku bunga Yng
terbagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan
nasional,
jumlah uang beredar (JUB),
dan
inflasi
yang
diharapkan.
Sedangkan faktor eksternal merupakan penjumlahan suku bunga luar negeri
dan tingkat perubahan nilai tukar valuta asing yang diharapkan.
Penetapan suku bunga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
bank sentral dalam rangka kebijakan moneter. Teknisnya, bank sentral
menetapkan tingkat suku bunga, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga
pinjaman. Dengan penetapan suku bunga ini, bank sentral dapat melakukan
ekspansi dan kontraksi moneter sesuai kebutuhan. Akan tetapi, dengan makin
mengglobalnya perekonomian dunia, penetapan suku bunga makin hari makin
tidak efektif.
Perkembangan tingkat bunga yang tidak wajar secara langsung dapat
menggangu perkembangan perbankan. Suku bunga yang tinggi, di satu sisi, akan
meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana
perbankan akan meningkat. Sementara itu, di sisi lain suku bunga yang tinggi
akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh dunia usaha sehingga
mengakibatkan penurunan kegiatan produksi di dalam negeri. Menurunnya
produksi pada gilirannya akan menurunkan pula kebutuhan dana oleh dunia usaha.
Hal ini berakibat permintaan terhadap kredit perbankan juga menurun sehingga
dalam kondisi suku bunga yang tinggi, yang menjadi persoalan adalah kemana
dana itu akan disalurkan.
Universitas Sumatera Utara
Di sisi perbankan, dengan suku bunga yang tinggi, bank mampu
menghimpun dana untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada dunia usaha.
Namun disisi dunia usaha, kendati dana kredit perbankan tersedia, beban bunga
yang harus mereka tanggung lebih tinggi sehingga dunia udaha cenderung
mencari alternatif pendanaan yang lebih murah.
Sebaliknya, tingkat bunga yang relatif rendah dibandingkan dengan tingkat
bunga luar negeri, di satu sisi, akan mengurangi hasrat masyarakat untuk
menabung dan mendorong pengaliran dana ke luar negeri sehingga bank-bank
akan mengalami kesulitan dalam menghimpun dana. Namun, di sisi lain, tingkat
bunga yang rendah tadi akan mendorong kegiatan produksi dan investasi. Karena
tingkat bunga yang relatif rendah akan mengakibatkan permintaan akan kredit
perbankan juga meningkat.
2.8. Pengeluaran Konsumsi
2.8.1. Defenisi Konsumsi
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang
dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari
orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas
makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan
pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi atau digunakan oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dinamakan barang konsumsi
(Dumairy, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan
di antar tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan
nasional (pendapatan disposibel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat
dinyatakan dalam persamaan :
C = a + bY ......................................................................................... (2.2)
Dimana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah nol,
b adalah kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y
adalah tingkat pendapatan nasional.
Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan
disposibel dengan konsumsi dan pendapatan disposibel dengan tabungan yaitu
konsep kecondongan mengkonsumsi dan kecondongan menabung. Kecondongan
mengkonsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecondongan mengkonsumsi
marginal dan kecondongan mengkonsumsi rata-rata. Kecondongan mengkonsumsi
marginal dapat dinyatakan sebagai MPC (Marginal Propensity to Consume),
dapat didefenisikan sebagai perbandingan di antara pertambahan konsumsi
∆C)
(
yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan disposibel (∆Yd) yang diperoleh.
Nilai MPC dapat dihitung dengan menggunakan formula :
MPC = ∆C_
∆Yd
Kecondongan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average
Propensity to Consume), dapat didefenisikan sebagai perbandingan di antara
tingkat pengeluaran konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan disposibel pada
ketika konsumsi tersebut dilakukan (Yd). Nilai APC dapat dihitung dengan
menggunakan formula :
Universitas Sumatera Utara
APC = C_
Yd
Kecondongan menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecondongan
menabung marginal dan kecondongan menabung rata-rata. Kecondongan
menabung marginal dengan MPS (Marginal Propensity to Save) adalah
perbandingan di antara pertambahan tabungan
∆S) dengan
(
pertambahan
pendapatan disposibel ∆Yd).
(
Nilai MPS dapat dihitung dengan menggunakan
formula :
MPS = ∆S_
∆Yd
Kecondongan menabung rata-rata dinyatakan dengan APS (Average
Propensity to Save), menunjukkan perbandingan di antara tabungan (S) dengan
tingkat pendapatan disposibel (Yd). Nilai APS dapat dihitung dengan
menggunakan formula (Sukirno, 2003):
APC =
S
_
Yd
2.8.2. Teori Konsumsi
2.8.2.1. Teori Konsumsi John Maynard Keynes
Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat
dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan intropeksi dan observasi casula.
Pertama
dan
terpenting
Keynes
menduga
bahwa,
kecendrungan
mengkonsumsi marginal (Marginal Propensity to Consume) jumlah yang
dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu.
Kecendrungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi
Universitas Sumatera Utara
kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan
kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh
pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan
konsumsi.
Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan,
yang disebut kecendrungan mengkonsumsi rata-rata (Average Propensity to
Consume), turun ketika pendapatan naik. Keynes percaya bahwa tabungan adalah
kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang
lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang orang miskin.
Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan
konsumsi yang penting pada tingkat bunga tidak memiliki peranan penting.
Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya
sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga
terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif
tidak penting.
Berdasarkan tiga dugaan tersebut, fungsi konsumsi Keynes sering ditulis
sebagai berikut (Mankiw, 2003) :
C = C + cY,
dimana
C>0<c<1
Keterangan :
C = konsumsi
Y = pendapatan disposibel
C = konstanta
c = kecendrungan mengkonsumsi marginal
Universitas Sumatera Utara
2.8.2.2. Teori Dengan Hipotesis Pendapatan Permanen
Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh Milton
Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi
dua yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara
(transitory income).
Pengertian pendapatan permanen adalah :
1.
Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat
diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.
2.
Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan
seseorang (yang menciptakan kekayaan).
Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa
diperkirakan sebelumnya (Mangkoesoebroto, 1998). Friedman menganggap pula
bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan
permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun
konsumsi sementara dengan pendapatan sementara.
2.8.2.3. Teori Dengan Hipotesis Silus Hidup
Teori dengan
hipotesis siklus
hidup
dikemukakan oleh
Franco
Mondigliani. Franco Mondigliani menerangkan bahwa pola pengeluaran
konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan
pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa
dalam
siklus
hidupnya.
Karena
orang
cenderung
menerima
penghasilan/pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah
dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan
perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif
Universitas Sumatera Utara
(disaving), orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman
pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang
dibuatnya di masa usia menengah.
Selanjutnya Mondigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets)
sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi
kenaikan nilai kekayaan seperti karena adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah
meningkat, karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau karena
peningkatan dalam jumlah uang yang beredar. Akhirnya hipotesis siklus
kehidupan ini akan menekan hasrat konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan
melindungi perekonomian dari perubahan-perubahan yang tidak diharapkan,
seperti perubahan dalam investasi, ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain
(Suparmoko, 2001).
2.8.2.4. Teori Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif
James Dusenberry dalam Reksoprayitno (2000) mengemukakan bahwa
pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya
pendapatan yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak
akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan
tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving.
Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi
yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan
sebelumnya
telah
dilalui,
maka
tambahan
pendapatan
akan
banyak
menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain
pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat (Reksoprayitno, 2000). Dalam
teorinya, Dusenberry dalam Reksoprayitno (2000) menggunakan dua asumsi
Universitas Sumatera Utara
yaitu:
1.
Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen.
Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh
pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya.
2. Pengeluaran konsumsi adalah 74rreversible. Artinya pola pengeluaran
seseorang
pada
saat
penghasilan
naik
berbeda
dengan
pola
pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.
2.8.3. Determinan Konsumsi
Menurut
Samuelson
(1999)
bahwa
faktor-faktor
pokok
yang
mempengaruhi dan menentukan jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah
pendapatan disposibel sebagai faktor utama, pendapatan permanen dan
pendapatan menurut daur hidup, kekayaan dan faktor permanen lainnya
seperti faktor sosial dan harapan tentang kondisi ekonomi dimasa yang akan
datang.
Sukirno (2001), selanjutnya menyebutkan bahwa disamping faktor-faktor
pendapatan rumah tangga, kekayaan dan pajak pemerintah, konsumsi rumah
tangga juga ditentukan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Ekspektasi, Keyakinan bahwa pada masa yang akan datang mendapatkan
pendapatan yang lebih tinggi akan mendorong rumah tangga untuk
meningkatkan konsumsinya di masa sekarang.
2. Jumlah penduduk, tingkat konsumsi bukan saja bergantung pada tingkat
pendapatan yang diperoleh seseorang tetapi juga yang diterima
penduduk secara keseluruhan.
3. Tingkat harga, dalam analisis Keynesian sederhana dimisalkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
tingkat harga adalah tetap, maka setiap kenaikan pendapatan berarti terjadi
kenaikan pendapatan riil.
Godam (2007) menyebutkan terdapat tiga penyebab perubahan konsumsi,
yaitu :
1.
Penyebab Faktor Ekonomi
a.
Pendapatan. Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis
diikuti dengan peningkatan pengeluaran konsumsi.
b.
Kekayaan. Orang kaya yang punya banyak aset riil biasanya memiliki
pengeluaran konsumsi yang besar.
c.
Tingkat Bunga. Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat
konsumsi yang tinggi karena orang lebih tertarik menabung di
bank
dengan
bunga
tetap tabungan atau deposito yang tinggi
dibanding belanja.
d.
Perkiraan Masa Depan. Orang yang was-was tentang nasibnya di
masa yang akan datang akan menekan konsumsi.
2. Penyebab Faktor Demografi
a.
Komposisi Penduduk
b.
Jumlah Penduduk
3. Penyebab / Faktor Lain
Perkembangan ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya
variabel yang dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain hal di
atas antara lain : a) selera, b) faktor sosial ekonomi, c) kekayaan, d)
keuntungan / kerugian capital, e) tingkat harga, f) barang tahan lama, g)
kredit, h) kebiasaan adat sosial budaya, dan j) gaya hidup seseorang.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Kredit Perbankan
2.9.1. Defenisi Kredit
Pengertian kredit dalam arti ekonomi adalah suatu penundaan
pembayaran dari prestasi yang diberikan seseorang, baik dalam bentuk barang,
uang maupun jasa. Artinya uang atau barang diterima sekarang dan dikembalikan
pada masa yang akan datang. Kredit erat kaitannya dengan pengadaan modal
suatu badan usaha, dimana dalam menjalankan usahanya pihak manajeman
berusaha untuk memperoleh tambahan modal dari berbagai sumber, termasuk
diantaranya melalui kredit.
Pengertian kredit menurut Sinungan (1995) : “Kredit adalah suatu
penyertaan uang atau tagihan atau dapat juga barang yang menimbulkan tagihan
tersebut pada pihak lain. Atau juga memberi pinjaman pada orang lain dengan
harapan akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut
yaitu berupa bunga sebagai pendapatan bagi pihak yang bersangkutan”.
2.9.2. Tujuan dan Fungsi Kredit
Pada umumnya alasan orang meminjam kredit adalah untuk investasi,
modal kerja, maupun untuk konsumsi. Namun dari sisi perbankan, kredit yang lebih
banyak diberikan adalah kredit investasi dan modal kerja. Aktivitas
perekonomian, khususnya sektor usaha dapat bergerak dengan adanya kredit dari
bank. Para pelaku usaha lebih mengandalkan bantuan kredit untuk invetasi
maupun untuk modal kerja dibandingkan dengan modal sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1999), alasan permintaan kredit
adalah: permintaan transaksi, yaitu kebutuhan alat tukar yang diterima oleh
umum untuk membeli barang dan membayar tagihan, dan sebagai tambahan, yaitu
sebagai aset atau penyimpan nilai.
Tujuan kredit mencakup scope yang luas, ada dua fungsi pokok yang
saling berkaitan dengan kredit (Sinungan, 1995) yaitu :
a.
Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa
keuntungan yang diteguk dari pemungutan bunga.
b.
Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus
benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti.
Fungsi
kredit
perbankan
dalam
kehidupan
perekonomian
dan
perdagangan antara lain sebagai berikut (Sinungan, 1995) :
1.
Kredit dapat meningkatkan utilitas (kegunaan) dari uang.
Keberadaan uang atau modal yang disimpan oleh para pemilik uang atau
modal pada suatu lembaga keuangan (bank) atau sejenisnya, akan
disalurkan oleh lembaga keuangan tersebut kepada sektor-sektor usaha
produktif. Hal ini akan meningkatkan kegunaan uang tersebut, yang
tadinya sebagai simpanan (tabungan dan deposito), kini dapat dijadikan
modal untuk melaksanakan suatu usaha atau proyek.
2.
Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Melalui kredit, peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih
berkembang karena kredit menciptakan mobilitas usaha sehingga
penggunaan uang akan bertambah, baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif.
Universitas Sumatera Utara
3.
Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha
Dengan adanya kredit, pihak peminjam atau yang diberi kredit akan
bekerja semaksimal mungkin agar dari usaha yang dijalaninya dihasilkan
keuntungan yang besar sehingga dapat melunasi kredit tersebut.
4.
Kredit sebagai salah satu alat pengendali stabilitas moneter
Kebijakan kredit bisa digunakan untuk menekan laju inflasi, yaitu dengan
menyalurkan kredit hanya pada sektor-sektor usaha yang produktif dan
sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh pada hajat hidup
masyarakat.
5.
Kredit sebagai sarana peningkatan pendapatan nasional
Dengan banyaknya pengusaha baik dari industri skala kecil maupun besar
yang mendapatkan fasilitas kredit, diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan mereka dan secara nasional diharapkan akan dapat
meningkatkan pendapatan nasional.
6.
Meningkatkan daya guna dari modal atau uang
Yaitu para pemilik uang atau modal
dapat
secara
langsung
meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan untuk
meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya selain itu
juga dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan.
7.
Kredit dapat meningkatkan daya guna dari suatu barang
Yaitu dengan mendapatkan kredit para pengusaha dapat memproses
bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut
menjadi meningkat.
Universitas Sumatera Utara
8.
Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Yaitu kredit yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan
pembayaran baru seperti cek, giro bilyet dan wesel maka akan dapat
meningkatkan peredaran uang giral.
2.9.3. J enis-J enis Kredit
Keberadaan kredit menurut Sinungan (1995) dapat digolongkan menurut
beberapa jenis, antara lain :
1.
Menurut jangka waktunya
a.
Kredit Jangka Pendek (Short-term loan)
Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya kurang dari satu
tahun. Misalnya kredit
untuk
membiayai kelancaran operasi
perusahaan, termasuk didalamnya berupa kredit modal kerja.
b.
Kredit jangka menengah (Medium-term loan)
Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya satu sampai dengan
tiga tahun. Biasanya kredit ini untuk menambah modal kerja, misalnya
untuk membiayai pengadaan bahan baku. Kredit jangka menengah
dapat pula dalam bentuk kredit investasi.
c.
Kredit jangka panjang (Long-term loan)
Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya melebihi tiga tahun.
Misalnya kredit investasi untuk membiayai proyek dan perluasan
usaha.
2.
Menurut jaminannya
a.
Kredit dengan jaminan (Secured Loan)
Yaitu kredit yang disertai penyerahan barang jaminan oleh nasabah.
Universitas Sumatera Utara
b.
Kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan)
Yaitu kredit yang tidak disertai penyerahan barang jaminan dari
nasabah.
3.
Menurut tujuannya
a.
Kredit Komersial (Commercial Loan)
Yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha
nasabah di bidang perdagangan.
b.
Kredit Konsumtif (Consumer Loan).
Yaitu kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan untuk memenuhi
kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif.
c.
Kredit Produktif (Productive Loan)
Yaitu kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan dalam rangka
membiayai
kebutuhan
modal
kerja
debitur
sehingga
dapat
memperlancar produksi.
4.
Menurut penggunaannya.
a.
Kredit modal kerja (working capital loan). Yaitu kredit yang diberikan
oleh suatu perusahaan untuk menambah modal kerja debitur, meliputi
modal kerja untuk tujuan komersial, industri, kontraktor bangunan dan
lain-lain.
b.
Kredit investasi (investment loan). Yaitu kredit yang diberikan oleh
suatu perusahaan kepada perusahaan untuk digunakan dalam
melakukan investasi melalui pembelian barang-barang modal.
c.
Kredit Konsumsi (consumer loan)
Universitas Sumatera Utara
Yaitu kredit yang diberikan kepada perorangan ini bukan dalam
rangka untuk mendapatkan laba tetapi untuk pemenuhan kebutuhan
konsumsi.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa kredit
investasi merupakan kredit berjangka menengah atau panjang yang diberikan
oleh perbankan kepada usaha-usaha guna merehabilitasi, modernisasi,
perluasan
ataupun pendirian-pendirian proyek baru, misalnya
untuk
pembelian mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik.
Kredit konsumsi merupakan kredit yang diberikan oleh pihak perbankan
kepada masyarakat/perorangan untuk membiayai keperluan konsumsi masyarakat,
yaitu berupa barang dan jasa yang tujuannya tidak untuk usaha tetapi untuk
pemakaian pribadi baik dengan cara membeli, menyewa atau dengan cara lain.
Terbatasnya pendapatan masyarakat menjadikan masyarakat akan mencari
sumber pendanaan khususnya perbankan untuk memenuhi kebutuhan hidup
ataupun untuk memenuhi keinginan terhadap suatu barang atau jasa.
2.10. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis juga menyertakan penelitian sebelumnya
yang relevan dengan peneliaian ini dan dapat dijadikan sebagai referensi yang
diringkas melalui table 2.1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metode
Analisis
Variabel
Terikat
Variable Bebas
Hasil Penelitian
Terdapat hubungan yang positif
antara penerimaan PPN dengan
pertumbuhan PDRB dan jumlah
PKP terdaftar. Sebaliknya, dengan
inflasi justru terdapat hubungan
yang negatif.
Penerimaan PPN dipengaruhi oleh
faktor pertumbuhan ekonomi dan
jumlah penduduk yang bernilai
positif serta dipengaruhi faktor
inflasi yang bernilai negatif.
Exchange rate, investasi, kredit
dan ekspor berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi
1
Saepudin
(2008)
Analisis Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Penerimaan PPN di
Sumatera Utara
OLS
Penerimaan
PPN
1. Pertumbuhan
PDRB
2. Jumlah PKP
terdaftar
3. Inflasi
2
Sabrina Narulita
(2008)
Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi
Penerimaan
Pajak
Pertambahan Nilai di
Indonesia
Analisis Ekspor dan
Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
dan Kesempatan Kerja
di Sulawesi Selatan
OLS
Penerimaan
PPN
1. Pertumbuhan
3
Abdul Wahab
(2009)
SEM
Pertumbuha
n Ekonomi
2. ekonomi
3. Tingkat inflasi
4. Jumlah
penduduk
1. Exchange rate
2. Investasi
3. Kredit
4. Ekspor
Universitas Sumatera Utara
4
Khairani Siregar
(2009)
Analisis
Determinan
Konsumsi Masyarakat di
Indonesia
OLS
Konsumsi
masyarakat
1. Pendapatan
nasional
2. Suku bunga
deposito
3. Inflasi
5
Nurhayati dan
Rachman (2003)
Analisis
Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi
Fungsi
Konsumsi
Masyarakat di Propinsi
Jawa Tengah
OLS
Pengeluaran
Konsumsi
1. PDRB
2. Jumlah
Penduduk
3. Inflasi
6
Mohammad
Yusuf (2009)
Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi
Permintaan
Kredit
Konsumtif di Sumatera
Utara
OLS
Permintaan
kredit
konsumtif
1. PDRB
2. Suku bunga
pinjaman
3. Inflasi
7
Mochamad Faza
Rifai (2007)
Analisis
Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi
Permintaan
Kredit
Perbankan Pasa Bank
umum di Propinsi Jawa
Tengah
OLS
Permintaan
Kredit
Perbankan
1. PDRB
2. Suku Bunga
Riil Kredit
3. Inflasi
Pendapatan nasional dan inflasi
mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap konsumsi
masyarakat di Indonesia, namun
suku bunga deposito mempunyai
pengaruh negatif dan signifikan.
PDRB dan jumlah penduduk
berpengaruh
positif
dan
signifikan terhadap konsumsi
masyarakat sedangkan inflasi
berpengaruh negative
PDRB dan inflasi berpengaruh
positif terhadap permintaan kredit
konsumtif, sedangkan suku bunga
pinjaman berpengaruh negatif
terhadap
permintaan
kredit
konsumtif.
Produk Domestik Regional Bruto
mempunyai pengaruh positif
dan signifikan, sedangkan untuk
variabel Suku Bunga Riil Kredit
dan Inflasi berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Permintaan
Kredit Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
2.11. Kerangka Konseptual
Pada penulisan penelitian ini, penulis menjelaskan variabel-variabel yang
saling mempengaruhi dalam bentuk kerangka konseptual penelitian sebagai
berikut :
PYX 1
Jumlah PKP (X1)
PYX 2
PDB t-1 (X2)
PYX 3
Ekspor (X3)
Pengeluaran
Konsumsi (X6)
PX 6 X 4
Inflasi (X4)
PX 7 X 5
PYX 6
Penerimaan
PPN (Y)
PYX 4
Kredit
Investasi (X7)
PYX 7
PYX 5
Suku Bunga
SBI (X5)
PX 8 X 5
PYX 8
Kredit
Konsumsi (X8)
Gambar 2.3. Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
2.12. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara ataupun kesimpulan sementara
dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya
masih perlu diuji. Berdasarkan kerangka konseptual, diperoleh hipotesis sebagai
berikut :
1.
Jumlah Pengusaha Kena Pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan
PPN di Indonesia.
2.
Produk Domestik Bruto berpengaruh positif terhadap penerimaan PPN di
Indonesia.
3.
Ekspor berpengaruh negatif terhadap penerimaan PPN di Indonesia.
4.
Inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan PPN di Indonesia.
5.
Tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap penerimaan PPN di
Indonesia.
6.
Pengeluaran konsumsi berpengaruh positif terhadap penerimaan PPN di
Indonesia.
7.
Kredit investasi berpengaruh positif terhadap penerimaan PPN di
Indonesia.
8.
Kredit konsumsi berpengaruh positif terhadap penerimaan PPN di
Indonesia.
9.
Inflasi berpengaruh negatif terhadap pengeluaran konsumsi di Indonesia.
10. Tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap kredit investasi di
Indonesia.
11. Tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap kredit konsumsi di
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
12. Inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan PPN melalui pengeluaran
konsumsi.
13. Tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap penerimaan PPN
melalui kredit investasi.
14. Tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap penerimaan PPN
melalui kredit konsumsi.
Universitas Sumatera Utara
Download