7 Tabel 1 Primer spesifik fragmen gen nitrilase Primer H1F H1R Sekuen 5’-3’ CGT ACC ACA TCT GGG TGG ACA GC TCC GTC TCG TCG GAA TGT GTG GA Tm (ºC) % GC 74 60.9 72 56.5 600 500 400 Konsentrasi (mM) Hasil Perancangan Primer Isolasi gen nitrilase dilakukan dengan teknik PCR. Teknik ini digunakan untuk identifikasi suatu gen atau DNA yang spesifik. Identifikasi keberadaan suatu gen dapat dilakukan dengan mudah jika daerah pengapit (flanking region) telah diketahui. Daerah pengapit yang spesifik ini digunakan sebagai primer. Primer gen nitrilase dirancang berdasarkan sekuen Rhodococcus rhodochrous strain tg1-A6 yang diperoleh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Kemudian dicari homologinya dengan menggunakan program Blast. Daerah terkonservasi gen ditentukan dengan program ClustalW2. (http://www.ebi.ac.uk/Tools/msa/ clustalw2/). Pasangan primer nitrilase H1F dan H1R yang dirancang untuk mengamplifikasi gen sepanjang 1101 pb dapat dilihat pada Tabel 1. Primer H1F memiliki sekuens 5’- CGT ACC ACA TCT GGG TGG ACA GC-3’. Primer ini memiliki nilai melting time (Tm) sebesar 74oC dan %GC sebesar 60.9%. Berdasarkan analisis dengan program Gen Runner, primer H1F terdapat kemungkinan dimer sekitar 4 pb dan hairpin loop 4 pb. Primer H1R memiliki sekuens 5’- TCC GTC TCG TCG GAA TGT GTG GA-3’ dengan nilai Tm 72oC dan %GC sebesar 56.5%. Berdasarkan analisis dengan program Gen Runner, primer H1R terdapat kemungkinan dimer sekitar 4 pb dan hairpin loop 4 pb. Berdasarkan analisis dengan menggunakan program Geneious tidak terdapat kemungkinana dimer antara pasangan primer H1 forward dan H1 reverse hasil rancangan. 300 200 100 0 0 5 15 Waktu (menit) 30 (a) 600 Konsentrasi (mM) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Kemampuan Tiga Isolat Bakteri (TPIK, GLB5, LP3) Sebagai Penghasil Enzim Nitrilase Pengujian kemampuan biotransformasi senyawa nitril terhadap tiga isolat bakteri yaitu TPIK, GLB5, dan LP3 dilakukan untuk mengetahui adanya aktivitas enzim nitrilase dalam tiga isolat bakteri tersebut. Keberadaan aktivitas enzim ini dapat diketahui melalui terbentuknya asam karboksilat sebagai produk hasil degradasi senyawa nitril. Berdasarkan hasil analisis kromatografi gas menunjukkan bahwa ketiga isolat bakteri (TPIK, GLB5, dan LP3) memiliki kemampuan dalam menghidrolisis asetonitril menjadi asam asetat. 500 400 300 200 100 0 0 5 15 Waktu (menit) 30 (b) 600 Konsentrasi (mM) dengan kecepatan 10.000 g selama 1 menit. Sebanyak 300 μL larutan S4 ditambahkan ke dalam kolom dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 g selama 30 detik. Selanjutnya kolom diletakkan ke dalam tabung yang baru dan ditambah 50 µL larutan S5, lalu disentrifugasi kembali pada kecepatan 10.000 g, suhu 4oC selama 30 detik. 500 400 300 200 100 0 0 5 15 Waktu (menit) 45 (c) Gambar 4 Hidrolisis asetonitril ( ) menjadi asam asetat ( ) oleh (a) LP3, (b) GLB5, (c) TPIK 8 Bakteri LP3 dapat menghasilkan produk asam asetat sebesar 15.68 mM setelah diinkubasi selama 30 menit dan asetonitril mengalami penurunan menjadi 165.79 mM (Gambar 4a). Bakteri GLB5 dapat menghasilkan produk asam asetat sebesar 24.91 mM selama inkubasi 30 menit dan asetonitril menurun hingga 317.31 mM (Gambar 4b). Bakteri TPIK juga memiliki aktivitas enzim nitrilase seperti kedua isolat bakteri lainnya, bakteri ini mampu menurunkan konsentrasi asetonitril sampai 0.43 mM dan produk asam asetat yang dihasilkan yaitu sebesar 486.42 mM setelah inkubasi selama 45 menit (Gambar 4c). Isolat bakteri yang mampu hidup dalam asetonitril diasumsikan memiliki enzim nitrilase dan dapat mendegradasi asetonitril menjadi asam karboksilat dan amonia. Pertumbuhan bakteri dalam media yang mengandung senyawa nitril membuktikan bahwa bakteri mampu menghidrolisis senyawa nitril sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk pertumbuhannya (Kakeya et al. 1991). Selanjutnya ketiga isolat bakteri yang telah diketahui memiliki aktivitas enzim nitrilase ini diisolasi untuk memperoleh DNA genom yang akan digunakan sebagai DNA cetakan untuk menerapkan pasangan primer H1F-H1R yang dirancang untuk mengamplifikasi gen nitrilase. Kemudian pita DNA yang berhasil teramplifikasi dari ketiga isolat bakteri tersebut digunakasn sebagai kontrol positif untuk membuktikan bahwa pasangan primer yang dirancang mampu mengisolasi gen nitrilase. DNA Isolat Bakteri Langkah awal untuk menggandakan jumlah molekul asam nukleat secara in vitro, DNA genom diekstraksi dari tiga isolat bakteri, yaitu TPIK, GLB5, dan LP3. Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode Guanidium Tiosianat (GES) (Pitcher et al. 1989). Pengujian terhadap DNA secara kuantitatif bertujuan mengetahui kemurnian dan menentukan konsentrasi DNA. Kuantitas DNA diukur dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS. Banyaknya radiasi ultraviolet yang diserap oleh larutan DNA berbanding lurus dengan banyaknya DNA dalam sampel. Nilai absorban sebesar 1.0 setara dengan 50 µg/mL DNA untai ganda (Brown 2003). Absorbansi DNA diukur pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Absorbansi 260 dapat mengukur asam nukleat, sementara absorbansi 280 dapat mengukur protein (Clark & Cristopher 2001). Tabel 2 Data hasil pengukuran absorban DNA Sampel A260 [DNA] µg/mL A260/280 TPIK 1.668 834 1.913 GLB5 0.682 341 1.837 LP3 1.730 865 1.832 Berdasarkan Tabel 2, konsentrasi DNA yang telah diisolasi berkisar antara 341 hingga 865 µg/mL. Tingkat kemurnian DNA dapat dilihat dari A260/A280 yang merupakan indikator adanya kontaminasi protein pada DNA. Kemurnian DNA yang baik berada pada kisaran 1.8 – 2.0 (Asif et al. 2000; Sambrook & Russel 2001). Nilai A260/A280 yang diperoleh yaitu berkisar antara 1.832 – 1.913. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa sampel yang telah diisolasi memiliki kemurnian yang cukup tinggi terhadap kontaminasi protein, polisakarida, ataupun pengotor lain. Sementara pengujian DNA secara kualitatif dilakukan melalui elektroforesis gel agarosa 1.5%. Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa pita DNA telah berhasil diisolasi dengan intensitas kemurnian yang cukup tinggi, sehingga DNA dapat digunakan dalam tahapan selanjutnya (Gambar 5). M 1 2 3 1500 pb 1000 pb 500 pb Gambar 5 Elektroforegram DNA hasil isolasi. (M) Marker 1Kbp, (1) GLB5, (2) LP3, (3) TPIK Amplikon Gen Nitrilase Amplifikasi gen nitrilase dilakukan terhadap DNA dari isolat TPIK, GLB5, dan LP3 sebagai DNA cetakan. Hasil pengamatan secara kuantitatif dan kualitatif (Gambar 5) menunjukkan bahwa ketiga isolat memiliki pita DNA dengan intensitas yang baik dan kemurnian yang tinggi. Fragmen gen nitrilase diamplifikasi dengan primer yang telah dirancang, yaitu H1 forward-H1 reverse. Primer yang digunakan perlu dioptimasi terlebih dahulu untuk mengamplifikasi 9 fragmen gen nitrilase. Kondisi penempelan primer sangat mempengaruhi keberhasilan proses PCR. Suhu annealing merupakan bagian kritis dan sangat menentukan keberhasilan PCR. Perkiraan suhu annealing yang digunakan ditentukan berdasarkan nilai Tm, yaitu 5ºC di bawah nilai Tm (McPherson & Moller 2006). Optimasi terhadap suhu annealing dilakukan dengan PCR gradien dengan variasi suhu antara 50 ºC hingga 70ºC. Visualisasi hasil PCR dilakukan pada gel agarosa 1.5%. Pita DNA tunggal diharapkan dapat terbentuk dalam tahap optimasi suhu annealing. jika suhu annealing terlalu tinggi, maka primer tidak dapat menempel secara efesien atau bahkan tidak menempel pada DNA cetakan. Sebaliknya, jika suhu annealing terlalu rendah kemungkinan akan terjadi penempelan primer yang bersifat tidak spesifik sehingga mengakibatkan adanya amplifikasi pada bagian DNA yang tidak diinginkan (Chakrabarti 2004; Yuwono 2006). Hasil visualisasi elektroforesis DNA memperlihatkan bahwa PCR dengan pasangan primer H1F dan H1R pada variasi suhu annealing 58 ºC hingga 66 ºC menghasilkan pita tunggal dengan intensitas yang tinggi, yaitu pada kisaran 960 pb. Berdasarkan hasil pengamatan, pada semua variasi suhu 58 ºC hingga 66 ºC dapat digunakan sebagai suhu annealing optimum dalam tahap PCR. Pada elektroforegram (Gambar 6), produk PCR tidak memperlihatkan pita dengan ukuran yang diinginkan (1101 pb). Hasil amplifikasi ini menunjukkan bahwa primer H1F dan H1R yang dirancang berdasarkan sekuen gen nitrilase Rhodococcus rhodochrous strain tg1A6 tidak berhasil mengamplifikasi keselurahan gen (full lenght gene) nitrilase pada bakteri. M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1500 pb 1000 pb 500 pb Gambar 6 Elektroforegram produk PCR hasil optimasi suhu annealing. (M) Marker 1Kbp, (1-2) 58 ºC, (3-4) 61 ºC, (5-6) 62 ºC, (7-8) 64 ºC, (9-10) 66ºC Hasil Ekstraksi dan Pemurnian Fragmen Gen Nitrilase Gen nitrilase diharapkan dapat teramplifikasi secara penuh (full lenght gene) dengan pasangan primer H1F dan H1R. Namun, berdasarkan pengamatan visualisasi hasil amplifikasi pada elektroforegram (Gambar 7), dihasilkan pita berukuran sekitar 960 pb dengan intensitas yang sangat tinggi. Produk PCR berukuran 960 pb ini diduga merupakan gen nitrilase parsial (partial gene). Oleh karena itu, sekuensing terhadap produk PCR dilakukan untuk mengetahui sekuen dari fragmen gen tersebut. Amplikon berukuran 960 pb tersebut diekstraksi dan dipurifikasi menggunakan Gel Extraction Kit (Qiagen) untuk menghilangkan berbagai pengotor seperti primer, nukleotida, komponen bufer, enzim, protein, maupun RNA yang dapat menganggu proses sekuensing. Selanjutnya hasil ekstraksi dan purifikasi gel dikonfirmasi pada gel agarose 1,5% dengan mengunakan elektroforesis. Hasil ekstraksi dan purifikasi DNA dapat dilihat dari terbentuknya pita tunggal. Visualisasi hasil ekstraksi dan purifikasi dapat diamati pada Gambar 8 yang memperlihatkan bahwa terdapat pita DNA tunggal berukuran sekitar 960 pb yang terhindar dari kontaminasi protein maupun RNA. Gambar 7 Elektroforegram hasil ekstraksi dan pemurnian fragmen gen nitrilase. (1) Marker 1 Kbp, (2-3) TPIK, (45) GLB5, (6-7) LP3 Hasil Urutan Basa Gen Nitrilase Gen nitrilase hasil amplifikasi disekuen dengan menggunakan primer H1F-H1R. Hasil sekuensing berupa urutan basa sebesar 969 pb (Lampiran 5) dianalisis dengan program BLASTN untuk membandingkan suatu sekuen nukleotida (query sequence) yang kita miliki dengan database sekuen nukleotida sehingga output yang didapat berupa identitas nukleotida tersebut, antara lain nama gen dan spesies penghasil dari sekuen lengkapnya. 10 Tingkat homologi yang baik, dapat dilihat dari parameter nilai skor (bits) yang lebih dari 150 dan E value kurang dari 10-4 (Claverie & Notredam 2003). Hasil analisis BLASTN dari sekuen fragmen gen nitrilase yang diamplifikasi dengan menggunakan pasangan primer H1FH1R dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa urutan basa yang diperoleh memiliki homologi yang tinggi yaitu sebesar 98% dengan sekuen Rhodococcus rhodochrous strain tg1-A6 nitrilase gene. Selanjutnya dilakukan analisis penyejajaran (alignment) dengan program Geneious1 terhadap hasil sekuen fragmen gen forward dan reverse yang diperoleh (Lampiran 5). Tujuan dari analisis alignment yaitu mengetahui urutan basa yang sama (overlap) dari hasil sekuen yang menggunakan primer forward dan reverse. Berdasarkan hasil analisis fragmen hasil sekuen dengan primer H1 forward dan reverse complement H1 reverse, dapat dinyatakan bahwa terdapat daerah yang overlap sebesar 714 pb (Lampiran 7). Data dalam www.uniprot.org memperlihatkan bahwa situs aktif dari enzim nitrilase Rhodococcus rhodochrous berupa residu asam amino sistein terkonservasi yang berada pada asam amino urutan 165 (Lampiran 8). Berdasarkan hasil sekuensing dan penyejajaran, fragmen gen dengan ukuran 960 pb yang berhasil diamplifikasi tersebut masih menunjukkan adanya residu sistein terkonservasi yang penting untuk aktivitas katalitik. Fungsi dari sistein terkonservasi tersebut berperan sebagai nukleofil. Mekanisme nitrilase kemungkinanmelibatkan serangan nukleofilik pada atom karbon nitril oleh gugus sulfihidril (tiol) yang terdapat pada residu sistein dengan protonasi yang sesuai terhadap nitrogen untuk membentuk senyawa antara tetrahedral tiomidat yang kovalen dan protonasi atom nitrogen kemudian terjadi, dan nitrogen ini dibuang sebagai amonia (Gambar 8) Terjadinya mutasi pada asam amino sistein menjadi alanin atau serin akan mengakibatkan enzim nitrilase kehilangan aktivitasnya (Frederick 2006). Tabel 3 Hasil analisis BLASTN fragmen gen nitrilase menggunakan primer H1F-R Sekuen yang bersesuaian Rhodococcus rhodochrous strain tg1A6 nitrilase gene... Rhodococcus rhodochrous DNA for nitrilase and nitrilase... Rhodococcus rhodochrous gene for nitrilase, complete cds Rhodococcus rhodochrous aliphatic nitrilase gene, complete cds Score (bits) Max ident 1564 98% 1447 95% 1447 95% 141 65% *hanya ditampilkan sebagian, ditampilkan pada Lampiran 6 secara lengkap Hasil Identifikasi Keberadan Gen Nitrilase dalam Sampel Tanah melalui Pendekatan Metagenomik Sampel yang dipilih adalah tanah yang diduga mengandung gen nitrilase. Isolasi DNA dilakukan dengan strategi lisis secara langsung dan tidak memerlukan isolasi dari mikroorganisme terlebih dahulu sebelumnya. Tahap awal dalam metode isolasi lisis langsung yaitu penghancuran matriks tanah dan pelisisan sel bakteri. Metode lisis mekanis menggunakan bead mill homogenization. Selain itu, penghancuran secara fisik dilakukan untuk mengefektifkan proses pemisahan mikroorganisme dari matriks tanah, sehingga dapat memudahkan terjadinya proses lisis. Sementara lisis secara kimiawi dengan detergen SDS digunakan untuk melisis membran sel (Berthelet et al. 1996). Selanjutnya presipitasi dengan isopropanol dapat menghasilkan jumlah DNA yang cukup banyak tanpa merusak kemurniannya (Meyer 2006). Pengujian DNA secara kuantitatif memperlihatkan konsentrasi DNA yang telah diisolasi yaitu sebesar 25 µg/mL dan nilai A260/A280 yang diperoleh sebesar 0.6377. Nilai tersebut menunjukkan bahwa DNA hasil isolasi masih mengandung pengotor seperti Gambar 8 Mekanisme reaksi untuk reaksi nitrilase (Frederick 2006)