BAB 2 LANDASAN TEORI

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Reksa Dana
2.1.1. Pengertian Reksa Dana
“Jangan taruh semua telur yang ada dalam satu keranjang!” Mungkin prinsip ini
sudah sering kita dengar, bahkan secara nyata telah kita saksikan dalam kehidupan
berinvestasi baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Prinsip inilah yang menjadi
dasar terciptanya sekian banyak sarana investasi untuk memudahkan pengelolaan
investasi yang terdiversifikasi dalam berbagai instrumen, salah satunya adalah reksa
dana.
Reksa dana pada dasarnya diciptakan untuk mempermudah pengelolaan
investasi, khususnya bagi investor individu. Kita tidak berinvestasi di reksa dana,
melainkan kita berinvestasi melalui reksa dana supaya modal yang kita miliki dapat
dialokasikan ke instrumen-instrumen investasi yang kita kenal atau yang sulit kita
lakukan sendiri.
Definisi reksa dana sendiri menurut Undang-undang Pasar Modal No.8 tahun
1995, pasal 1 ayat (27) dalam buku Manajemen Lembaga Keuangan oleh Dahlan Siamat
adalah sebagai berikut “Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh
Manajer Investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam.” Portofolio investasi dari
reksa dana dapat terdiri dari berbagai macam instrumen surat berharga seperti saham,
obligasi, instrument pasar uang, atau campuran dari instumen-instrumen di atas.
6
Dari pengertian tentang reksa dana di atas, jelaslah bahwa reksa dana
memberikan banyak manfaat dan kemudahan kepada investor, yang menurut Eko Priyo
Pratomo dalam buku Reksa Dana (2003, pp34-35) antara lain:
1. Akses kepada instrumen-instrumen investasi yang sulit dilakukan sendiri, seperti
saham, obligasi dan instrumen lainnya.
2. Pengelolaan investasi yang profesional oleh manajer investasi yang sudah
berpengalaman serta administrasi investasi yang dilakukan oleh Bank Kustodian.
Melalui reksa dana investor memberikan kepercayaan kepada manager investasi dan
Bank Kustodian untuk mengelola dananya, sehingga ia terbebas dari pekerjaan
menganalisa, memonitor serta melakukan administrasi yang rumit.
3. Diversifikasi investasi yang sulit dilakukan sendiri karena keterbatasan dana, namun
dapat dilakukan oleh reksa dana melalui dukungan dana dari sekian banyak investor
yang berkumpul dalam satu wadah.
4. Hasil investasi dari reksa dana bukan merupakan objek pajak karena kewajiban pajak
sudah dipenuhi oleh reksa dana. Selain itu, pendapatan instrumen investasi tertentu,
saat ini kupon dari obligasi, bukan merupakan objek pajak bagi reksa dana, sehingga
investor reksa dana pun dapat turut memanfaatkannya.
5. Likuiditasnya tinggi, karena Unit Penyertaan (satuan investasi) reksa dana dapat
dibeli dan dicairkan setiap hari bursa melalui manager investasi.
6. Dana investasi yang dibutuhkan relatif kecil, dengan dana mulai Rp.200,000,- kita
sudah dapat berinvestasi dengan perolehan manfaat di atas.
7
2.1.2. Karakteristik Reksa Dana
Setelah penjelasan tentang definisi dan manfaat dari reksa dana sebelumnya,
maka perjalanan awal untuk lebih mengenal tentang Reksa Dana disajikan sebagai
berikut:
1. Pengelola
Reksa dana dikelola oleh dua pihak, yakni manajer investasi dan bank kustodian.
Menurut Prospektus Reksa Dana (2003, pp1-2) dijelaskan pengertian manajer
investasi dan bank kustodian. Manajer investasi adalah perusahaan dan bukan
perorangan, yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek milik nasabah.
Dengan kata lain, manajer investasi bertanggung jawab atas kegiatan investasi, yang
meliputi analisa dan pemilihan jenis investasi, dan melakukan tindakan-tindakan
yang dibutuhkan untuk kepentingan investor. Sementara bank kustodian bertindak
sebagai penyimpan kekayaan. Bank kustodian selain sebagai asset deposit box, juga
bertanggung jawab melakukan administrasi investasi yang meliputi penyelesaian
transaksi (settlement) dengan brooker atau bank, registrasi dan pendaftaran efek,
corporate action yang berkaitan dengan dividen, interest, right issue dan bonus
perhitungan kenaikan aset dan pelaporan (reporting). Jadi dana dan kekayaan (suratsurat berharga) yang dimiliki oleh reksa dana adalah milik para investor dan
disimpan atas nama reksa dana di bank kustodian.
2. Bentuk Hukum
Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, terdapat dua bentuk hukum
reksa dana, yakni reksa dana berbentuk Perseroan Terbatas (PT Reksa Dana) dan
reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (reksa dana KIK). PT Reksa Dana
akan menerbitkan saham yang dapat dibeli oleh investor. Sementara reksa dana KIK
8
tidak menerbitkan saham, tetapi menerbitkan unit penyertaan. Dengan memiliki unit
penyertaan reksa dana KIK, investor juga mempunyai kepemilikan atas kekayaan
bersih reksa dana KIK tersebut.
Selain perbedaan dalam bentuk hukum, dari sifat operasionalnya, reksa dana juga
dibedakan antara reksa dana terbuka (open-end) dan reksa dana tertutup (closedend). Pada reksa dana terbuka, jual beli saham atau unit penyertaan reksa dana
dilakukan antara reksa dana (manajer investasi) dengan investor, tanpa melalui
bursa. Sedangkan pada reksa dana tertutup, jual beli saham kepada pemodal adalah
melalui penawaran umum perdana yang dicatatkan di pasar modal. Selanjutnya
pemodal hanya dapat menjual saham atau unit penyertaan kepada pemodal lain pada
pasar sekunder (secondary market) di pasar modal dan bukan kepada perusahaan
penerbit reksa dana.
Reksa dana berbentuk perseroan dapat beroperasi secara terbuka maupun
tertutup, sementara reksa dana berbentuk KIK hanya dapat beroperasi secara
terbuka. Dalam skripsi ini, pembahasan dan penelitian dibatasi pada reksa dana
terbuka.
3. Penempatan Investasi, Bukti Kepemilikan dan Hasil Investasi
Investasi pada reksa dana adalah dengan membeli saham atau unit penyertaan
yang dikeluarkan oleh reksa dana. Unit penyertaan dapat dianalogikan seperti satuan
saham perusahaan. Harga per unit penyertaan dihitung berdasarkan Nilai Aktiva
Bersih atau NAB/unit penyertaan yang dikeluarkan oleh bank kustodian setiap hari
dan diumumkan di surat kabar harian.
Sebagai bukti kepemilikan atas unit penyertaan, bank kustodian akan
mengirimkan surat konfirmasi kepemilikan unit penyertaan. Beberapa reksa dana
9
tidak mengirimkan surat konfirmasi, tetapi menerbitkan laporan bulanan yang juga
berfungsi sebagai bukti kepemilikan unit penyertaan.
Hasil investasi pada reksa dana dilihat dari perubahan harga pada saat kita
membeli dan pada saat kita menjual. Harga itu sendiri bergantung pada Nilai Aktiva
Bersih per unit penyertaan pada saat itu.
4. Biaya dan Pajak Reksa Dana
Investor reksa dana (khususnya reksa dana terbuka) perlu memperhatikan biayabiaya yang dibebankan baik secara langsung maupun tidak langsung. Biaya yang
secara langsung dibebankan kepada investor umumnya hanya berbentuk biaya
pembelian (selling fee) yang dibebankan pada saat pembelian unit penyertaan dan
biaya penjualan kembali (redemption fee) yang dibebankan pada saat investor
menjual kembali unit penyertaannya.
Biaya yang tidak langsung yang dibebankan kepada investor meliputi biaya
manajer investasi, biaya bank kustodian, biaya transaksi, biaya auditor, biaya pajak
dan lainya yang berkenaan langsung dengan pengelolaan investasi. Biaya ini
dikatakan tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada investor.
Perhitungan pengenaan biaya-biaya ini dilakukan pada saat perhitungan NAB per
unit, sehingga hasil investasi yang diketahui oleh investor melalui perubahan NAB
per unit sudah merupakan hasil bersih setelah dikurangi biaya-biaya tersebut di atas.
Hasil investasi yang diperoleh investor dari reksa dana bukanlah objek pajak. Hal
ini disebabkan hasil investasi sudah dikenakan pajak di tingkat reksa dana, sehingga
jika investor masih harus dikenakan pajak pada saat menerima keuntungan akan
terjadi pembayaran pajak berganda. Selain itu, hal yang menarik dari sisi perpajakan
10
reksa dana adalah dibebaskannya pajak atas bunga kupon obligasi yang diterima
reksa dana.
2.1.3. Jenis-Jenis Reksa Dana
Dari sisi BAPEPAM, reksa dana Indonesia dibagi dalam 4 kategori, yaitu:
1. Reksa dana pasar uang
Reksa dana pasar uang didefinisikan sebagai reksa dana yang melakukan
investasi minimal 80% pada efek pasar uang, misalnya deposito, SBI, dan lainnya.
Reksa dana pasar uang merupakan reksa dana dengan tingkat resiko paling rendah.
Di lain pihak, potensi keuntungan reksa dana ini juga terbatas. Reksa dana pasar
uang sangat cocok untuk investasi jangka pendek (<1 tahun).
2. Reksa dana pendapatan tetap
Reksa dana pendapatan tetap adalah reksa dana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat
utang, misalnya obligasi. Obligasi yang dimaksud dalam tujuan investasi reksa dana
di sini termasuk obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Reksa dana pendapatan
tetap memiliki karakteristik potensi hasil investasi yang lebih besar daripada reksa
dana pasar uang, sementara resiko reksa dana pendapatan tetap juga lebih besar dari
reksa dana pasar uang. Reksa dana pendapatan tetap cocok untuk tujuan investasi
jangka menengah dan panjang (>3 tahun).
3. Reksa dana saham
Reksa dana saham adalah reksa dana yang melakukan investasi sekurangkurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat ekuitas
(saham). Dibandingkan dengan reksa dana pasar uang dan reksa dana pendapatan
11
tetap, reksa dana saham memberikan potensi pertumbuhan nilai investasi yang lebih
besar, demikian juga resikonya. Reksa dana saham merupakan alternatif menarik
untuk investasi jangka panjang.
4. Reksa dana campuran
Reksa dana campuran adalah reksa dana yang melakukan investasi dalam efek
ekuitas dan efek hutang yang perbandingannya (alokasi) tidak termasuk dalam
kategori reksa dana pasar uang, dan reksa dana pendapatan tetap.
2.1.4. Nilai Aktiva Bersih / Unit Penyertaan
Nilai Aktiva Bersih/unit penyertaan (NAB/unit) merupakan besaran yang penting
dalam reksa dana. Hal-hal yang perlu diketahui mengenai NAB/unit seperti tercantum
dalam buku Reksa Dana: Solusi Perencanaan Investasi di Era Modern oleh Pratomo
(2000, pp50-56) antara lain:
1. NAB/unit merupakan “harga beli” per unit penyertaan yang harus dibayar investor,
jika ingin berinvestasi melalui reksa dana. Ia juga sekaligus menjadi “harga jual” per
unit penyertaan jika investor ingin mencairkan investasinya.
2. NAB/unit yang dipublikasikan setiap hari merupakan NAB/unit penutupan hari
sebelumnya, sehingga publikasi NAB/unit yang dilakukan setiap hari dapat
memberikan indikasi kepada investor untuk melakukan keputusan beli / jual.
NAB/unit juga menjadi indikator untung ruginya investor dengan mengetahui harga
beli dan harga jual tersebut.
3. Perubahan NAB/unit memberikan indikator kinerja investasi suatu reksa dana.
Naik turunnya NAB/unit reksa dana dipengaruhi oleh nilai pasar dari masingmasing efek yang dimiliki reksa dana tersebut. Nilai aktiva bersih reksa dana
12
dihitung dengan menjumlahkan seluruh nilai masing-masing efek yang dimilikinya,
berdasarkan harga penutupan efek yang bersangkutan, kemudian menguranginya
dengan kewajiban-kewajiban reksa dana. Kewajiban-kewajiban yang digolongkan
sebagai kewajiban Reksa Dana antara lain:
•
Imbalan jasa manajer investasi
•
Imbalan jasa bank kustodian
•
Biaya transaksi efek
•
Imbalan jasa akuntan publik
•
Biaya pengiriman laporan bulanan
•
Biaya-biaya pajak yang berkenaan dengan biaya-biaya yang disebutkan di atas.
Dalam perhitungan NAB harian, maka seluruh kewajiban tersebut juga dihitung
per hari, yakni dibagi 365 hari. Adalah merupakan kewajiban bank kustodian untuk
menghitung nilai aktiva bersih reksa dana, yang kemudian akan dikirimkan ke harian
tertentu untuk dimuat setiap hari. Nilai NAB/unit penyertaan didapatkan dari total
nilai aktiva bersih dibagi dengan total unit penyertaan yang beredar.
2.1.5. Tingkat Pengembalian Investasi
Dalam melakukan investasi, investor tentu akan berorientasi pada diperolehnya
pengembalian (return) dari alternatif investasi. Return adalah hasil pengembalian atau
pendapatan atas investasi yang dilakukan. Pengertian tingkat pengembalian yang
digunakan dalam hal ini adalah tingkat pengembalian yang diharapkan (expected
return), yaitu:
13
1. Tingkat pengembalian reksa dana
Dalam reksa dana, tingkat pengembalian dilihat dari pengembalian nilai aktiva
bersih per unit penyertaan setiap sub periode pengumpulan. Sebelumnya telah
dijelaskan mengapa nilai aktiva bersih dijadikan standar pengukuran tingkat
pengembalian reksa dana. Tingkat pengembalian reksa dana atau yang lazim
digambarkan sebagai ukuran kinerja reksa dana didapatkan dengan mngurangkan
nilai aktiva bersih pada akhir sub periode pengukuran dengan nilai aktiva bersih
pada awal sub periode pengukuran dan membagi angka tersebut dengan nilai aktiva
bersih pada awal sub periode pengukuran.
2. Tingkat pengembalian investasi bebas resiko (risk free rate)
Dalam melakukan investasi, seorang investor perlu mengetahui tingkat
pengembalian dari investasi bebas resiko, sebagai pembanding besarnya kelebihan
pengembalian yang ditawarkan jenis investasi terhadap investasi bebas resiko
dengan mempertimbangkan tambahan resiko yang harus ditanggung investor dari
jenis investasi tersebut. Tingkat pengembalian bebas resiko yang digunakan sebagai
tolak ukur dalam analisis kinerja reksa dana pendapatan tetap adalah tingkat suku
bunga deposito berjangka waktu 1 bulan dalam periode analisa.
Dalam reksa dana pendapatan tetap, yang dijadikan patokan untuk mengukur
tingkat pengembalian investasi bebas resiko adalah tingkat suku bunga deposito,
karena bila kita berinvestasi dengan deposito, maka kita tidak akan kehilangan
modal yang kita investasikan.
14
2.1.6. Resiko Investasi
Suatu hal yang perlu disadari investor adalah adanya resiko dalam setiap jenis
investasi. Adanya potensi memperoleh keuntungan selalu dibarengi dengan adanya
resiko kerugian.
Resiko adalah penyimpangan yang terjadi pada actual return dari apa yang telah
diperkirakan sebelumnya, baik yang menyimpang lebih besar maupun lebih kecil dari
apa yang diharapkan.
Menghitung resiko dapat dilakukan dengan menghitung standar deviasi (standart
deviation) atau dengan menghitung varians (variance).
Resiko investasi dalam penelitian ini adalah resiko investasi pada reksa dana
yang terdiri dari 2 jenis, yakni:
1. Resiko berkurangnya nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/unit)
Berkurangnya nilai NAB/unit dari harga NAB/unit pada saat pembelian
merupakan indikator kerugian bagi investor. Turunnya harga NAB/unit disebabkan
oleh turunnya nilai atau harga efek-efek yang dimiliki reksa dana.
2. Resiko Likuiditas
Resiko likuiditas berkaitan dengan cepat lambatnya investor dapat mencairkan
investasinya dengan melakukan penjualan kembali unit penyertaan yang dimilikinya.
Peraturan BAPEPAM mensyaratkan pembayaran dana hasil penjualan kembali unit
penyertaan oleh investor dapat dibayarkan paling lambat 7 hari bursa setelah
permohonan diterima oleh manager investasi, kecuali dalam keadaan luar biasa
(force majeur).
15
2.2.
Sharpe Ratio
2.2.1. Pengenalan Sharpe Ratio
Sharpe Ratio diperkenalkan pertama kali oleh Prof. William Sharpe yang
sekarang bekerja di Stanford University. Beliau adalah salah satu dari tiga ahli ekonomi
yang memperoleh hadiah nobel dalam bidang ekonomi pada tahun 1990 atas
kontribusinya pada apa yang disebut “Modern Portfolio Theory”.
Perhitungan untuk Sharpe Ratio sangat jelas. Anda menginvestasikan uang
dalam alat investasi, kemudian menghitung nilai dari investasi (termasuk untung atau
rugi) setiap periode (dalam skripsi ini mingguan). Tidak masalah jenis investasi yang
dipakai, baik itu membeli satu jenis saham, atau menggunakan beberapa komoditi untuk
investasi. Yang penting dari Sharpe Ratio adalah nilai dari investasi anda pada akhir
setiap periode (dalam skripsi ini mingguan).
Yang diperlukan dalam Sharpe Ratio adalah menghitung rata-rata tingkat
pengembalian nilai investasi anda per periode (dalam skripsi ini mingguan) dengan
membagi dengan 4 dari jumlah nilai pengembalian perminggu untuk satu bulan dari alat
investasi anda. Setelah itu anda juga perlu menghitung nilai standar deviasi untuk setiap
periode (dalam skripsi ini mingguan) perhitungan. Diperlukan juga nilai dari
pengembalian investasi yang bebas resiko seperti bunga deposito (suku bunga BI) per
periode (dalam skripsi ini mingguan).
Dalam Sharpe Ratio kita menghitung nilai dari excess return dari investasi yang
kita tanamkan, yaitu kelebihan tingkat pengembalian investasi dari tingkat pengembalian
bebas resiko (risk free return) per periode pengukuran (dalam skripsi ini mingguan). Ini
adalah kelebihan pengembalian yang akan anda peroleh dengan mengasumsikan
16
sejumlah resiko (resiko diketahui dengan standar deviasi yang sesungguhnya adalah
variansi dari tingkat pengembalian).
excess return = investment return – risk free return
kemudian kita menghitung nilai dari Sharpe Ratio dengan cara:
sharpe = excess return / standart deviation
2.2.2. Sharpe Ratio Untuk Reksa Dana
Reksa dana merupakan portofolio dari efek yang komposisi dari portofolio
tersebut ditentukan oleh kebijakan manajer investasi masing-masing reksa dana. Salah
satu ukuran evaluasi kinerja dari portofolio adalah Sharpe Ratio atau yang sering disebut
sebagai Reward to Variability Ratio (RVOR). Sharpe Ratio ini didefinisikan sendiri oleh
Jones (2000, p124) dalam Investment: Analysis and Management sebagai rasio antara
excess return portofolio terhadap standar deviasi (resiko) portofolio, di mana yang
dimaksud dengan excess return adalah kelebihan return portofolio terhadap tingkat
pengembalian dari aktiva bebas resiko.
Sharpe’s Ratio (SRD) =
E ( R) RD − E ( R) RF
σ
dimana:
SRD
=
nilai Sharpe Ratio reksa dana
E(R)RD
=
rata-rata kinerja reksa dana sub periode
E(R)RF
=
tingkat pengembalian bebas resiko per sub periode
σ
=
deviasi standar reksa dana untuk sub periode
Jadi dapat kita simpulkan bahwa Sharpe Ratio ini mengukur seberapa besar
kelebihan pengembalian portofolio efek, dalam hal ini adalah reksa dana, terhadap
17
aktiva bebas resiko dibandingkan dengan resiko yang akan dihadapi investor dalam
portofolio efek tersebut. Dengan demikian semakin besar nilai Sharpe Ratio, semakin
baik kinerja dari portofolio efek (reksa dana).
2.3.
Analisis Teknikal
2.3.1. Divergensi (Divergence)
Dalam melakukan analisis modern, terutama yang menggunakan alat-alat analisis
momentum, kita akan sering berhadapan dengan istilah divergence. Sesuai dengan
namanya, istilah ini berarti perbedaan. Dalam konteks ini, maka perbedaan yang
dimaksudkan adalah perbedaan trend atau pergerakan harga dan indikator teknikal.
Dalam analisis teknikal, divergence dibagi menjadi dua jenis, yaitu divergence
positif dan divergence negatif, sedangkan arti dan dampak yang ditimbulkannya dapat
dilihat dalam penjelasan di bawah ini:
•
Divergence positif adalah suatu kondisi di mana harga berada dalam trend
penurunan sementara indikator teknikal analisis telah berada dalam trend penguatan.
Output dari kondisi ini adalah bahwa harga akan segera mengikuti pergerakan dari
indikator TA hingga kondisi ini menginformasikan kepada analisis bahwa harga akan
segera menguat.
Indikator Teknikal
Harga
Gambar 2.1. Divergence positif
18
•
Divergence negatif adalah suatu kondisi di mana harga berada dalam trend kenaikan
sementara indikator teknikal analisis telah berada dalam trend menurun. Output dari
kondisi ini adalah bahwa harga saham akan segera mengikuti pergerakan indikator
TA hingga kondisi ini menginformasikan kepada analis bahwa harga akan segera
menurun.
Indikator Teknikal
Harga
Gambar 2.2. Divergence negatif
2.3.2. Moving Average
Metoda Moving Average adalah suatu metode sederhana yang sangat penting
dalam analisis teknikal. Metoda Moving Average menghaluskan pergerakan harga
sehingga mempermudah dalam melakukan perngamatan terhadap trend harga. Dari
banyak metoda Moving Average dikenal Simple Moving Average, Weighted Moving
Average, Exponential Moving Average, Moving Average Convergence Divergence.
Terdapat perbedaan antara Simple, Weighted, dan Exponential Moving Average
yaitu dari segi sensitifitasnya dalam menanggapi tingkat perubahan harga. Untuk
selanjutnya dalam skripsi ini akan dijelaskan mengenai Simple dan Exponential Moving
Average. Weighted Moving Average tidak akan dijelaskan karena tidak digunakan dalam
skripsi ini.
19
2.3.3. Simple Moving Average
Metode Simple Moving Average adalah metode yang paling sederhana dan
banyak digunakan dalam analisis teknikal untuk perubahan harga. Rata-rata bergerak
sederhana (Simple Moving Average) dibentuk dari nilai rata-rata dari (n) periode
terakhir. Metode ini dinamai rata-rata bergerak karena nilainya akan berubah begitu
diperoleh data terbaru.
Untuk ilustrasi dari Simple Moving Average dapat dilihat dari gambar berikut:
Gambar 2.3 Simple Moving Average
(sumber : www.investopedia.com)
Perumusan untuk mencari Simple Moving Average adalah:
i+n
SMAni =
∑X
j =i
j
n
dimana:
SMAni
=
Nilai rata-rata sederhana yang dicari
n
=
Periode pengukuran
20
i
=
iterasi perhitungan
Xj
=
Data harga yang digunakan untuk menentukan nilai SMAni
Metode Simple Moving Average ini sangat cocok digunakan untuk investor yang
menghindari resiko (risk avoider). Karena sensitifitas metoda Simple Moving Average
terhadap perubahan harga sangat kecil / rendah, maka mungkin saja terjadi
keterlambatan dalam memprediksi tingkat perubahan harga. Simple Moving Average
bekerja dengan baik pada saat pergerakan harga berada pada trend tertentu, namun pada
saat terjadi pergolakan harga, Simple Moving Average akan memberikan misleading
signal atau kesalahan signal awal (false signal).
2.3.4.Exponential Moving Average
Metoda Exponential Moving Average (XMA) adalah bentuk lain dari
penyempurnaan SMA yang diciptakan untuk mengeliminir kelemahan SMA yaitu
keterlambatan dalam memprediksi tingkat perubahan harga. Exponential Moving
Average mangatasi keterlambatan SMA dengan pemberian bobot yang lebih besar untuk
data harga sebelum harga terakhir. Semakin pendek periode dari XMA, maka bobot yang
akan diberikan untuk data harga sebelum harga terkini juga akan bertambah besar.
Pemberian bobot dalam metode XMA tergantung pada panjang periode yang ditetapkan.
Perumusan untuk Exponential Moving Average adalah:
XMAni = (K × (C i − XMAni −1 )) + XMAni −1
K=
2
n +1
dimana:
XMAni
=
Current XMA
21
Ci
=
Current Price
XMAni −1
=
Previous Period’s XMA*
K
=
Smoothing Constant
n
=
Periode yang dipilih
i
=
iterasi perhitungan
(* XMA pada awal periode perhitungan akan sama dengan SMA)
Metode Exponential Moving Average lebih peka terhadap perubahan harga
daripada SMA sehingga sangat cocok untuk investor yang menyukai resiko (risk lover)
karena metode ini akan dengan cepat memberikan signal tentang akan adanya perubahan
harga. Kelemahan Exponential Moving Average adalah bahwa efek yang ditimbulkan
oleh data yang lama tidak akan hilang sepenuhnya dan akan mempengaruhi nilai dari
XMA baru. Dengan menggunakan periode XMA yang pendek, akan mempercepat
penurunan pengaruh data XMA lama terhadap XMA baru, tetapi tetap saja pengaruh data
XMA lama tidak akan hilang sepenuhnya.
2.3.5.Moving Average Convergence Divergence (MACD)
Metode Moving Average Convergence Divergence (MACD) adalah sebuah
formulasi teknikal analisis yang dikembangkan pertama kali oleh Gerald Apple. Bagi
sebagian besar pelaku pasar, MACD dikenal sebagai salah satu alat analisis yang cukup
handal dalam mengambil keputusan selama perdagangan.
Menurut Syamsir (2005), satu hal yang membedakan MACD dengan alat-alat
analisis teknikal sebelumnya adalah bahwa output Moving Average sebelumnya dapat
langsung kita analisis sebagai indikator penurunan atau kenaikan, sedangkan output dari
22
MACD tidak dapat langsung dapat dianalisis, namun terlebih dahulu harus diolah
sebelum dijadikan sebuah indikator momentum yang akan mengindikasikan perubahan
trend harga.
Perlu diperhatikan bahwa dalam MACD, metoda Moving Average yang dipilih
adalah yang paling sensitif yaitu metode XMA. XMA yang digunakan di sini harus
merupakan kombinasi antara XMA periode pendek (biasanya 12) dengan XMA periode
panjang (biasanya 26). Formulasi dari garis MACD adalah:
MACDi = XMApendeki − XMApanjang i
Karakteristik Moving Average adalah, jika harga berada dalam trend menguat
(bullish), maka XMA periode pendek akan selalu lebih besar daripada XMA periode yang
lebih panjang dan begitu pula sebaliknya, XMA periode pendek akan selalu lebih kecil
daripada XMA periode yang lebih panjang jika harga berada dalam trend menurun
(bearish).
Alasan pemilihan digunakannya MACD dalam skripsi ini adalah bahwa MACD
dapat menginformasikan peralihan momentum yang dapat dinilai kuat maupun lemah.
Mengapa MACD dapat memberikan informasi yang demikian? Jawabannya adalah
karena analisis MACD tidak hanya terdiri dari perhitungan selisih XMApendek dengan
XMApanjang, tetapi lebih jauh dari itu kerena analisis MACD sebenarnya terdiri dari 3
bagian, yaitu:
1. Garis MACD yang terdiri dari XMApanjang dan XMApendek
MACDi = XMApendeki − XMApanjang i
dimana:
MACDi
=
nilai garis MACD yang ingin dicari
23
XMApendeki
=
nilai garis XMA periode pendek
XMApanjang i
=
nilai garis XMA periode panjang
pendek
=
periode pendek yang dipilih
panjang
=
periode panjang yang dipilih
i
=
iterasi perhitungan
2. Garis Pemicu (Trigger Line) dari garis MACD
triggerlinei = XMAtriggeri
dimana:
triggerlinei
=
triggerline yang ingin dicari
XMAtriggeri
=
nilai garis XMA periode trigger line
trigger
=
periode trigger line yang dipilih
i
=
iterasi perhitungan
3. Center Line (garis pemisah horizontal antara MACD positif dan MACD negatif)
Selanjutnya dalam analisis teknikal dengan MACD dikenal adanya istilah sebagai
berikut:
•
Bullish Signal.
•
Bearish Signal
2.3.5.1.Bullish Signal
MACD menghasilkan bullish signal (sinyal menguat) dari 3 sumber:
24
1. Positif Divergence
Positif divergence terjadi ketika MACD mulai menguat sementara pergerakan
harga masih dalam kondisi downtrend. Positif divergence pada MACD terjadi jika
terdapat 2 titik terendah (lembah) dimana lembah kedua nilainya lebih tinggi
daripada nilai lembah pertama. Positif divergence mungkin adalah sinyal yang
kurang umum, tetapi yang paling dapat dihandalkan dalam pengambilan langkah
besar dalam perdagangan.
Grafik 2.1. Bullish Positif Divergence
(sumber : www.stockcharts.com)
2. Bullish Moving Average Crossover
Bullish Moving Average Crossover terjadi ketika MACD bergerak ke atas
melewati trigger line. Bullish Moving Average Crossover mungkin adalah sinyal
25
yang paling umum dan sangat kurang dapat dihandalkan dalam analisis teknikal.
Bila tidak digabungkan dengan sinyal-sinyal yang lain, Bullish Moving Average
Crossover dapat menyebabkan banyak false signal. Bullish Moving Average
Crossover biasanya digunakan untuk konfirmasi dari positif divergence. Suatu
Positif Divergence dapat dikatakan valid / sahih bila diikuti oleh Bullish Moving
Average Crossover.
Grafik 2.2. Bullish Moving Average Crossover
(sumber : www.stockcharts.com)
3. Bullish Centerline Crossover
Bullish Centerline Crossover terjadi jika MACD bergerak ke atas melewati garis
nol dan menuju ke daerah positif. Bullish Centerline Crossover adalah indikasi yang
jelas bahwa momentum sudah berubah dari bearish menjadi bullish. Setelah Positif
26
Divergence dan Bullish Moving Average Crossover, Bullish Centerline Crossover
dapat berguna sebagai sinyal konfirmasi. Dari ketiga sinyal bullish di atas, Bullish
Centerline Crossover adalah sinyal kedua yang paling umum.
Grafik 2.3. Bullish Centerline Crossover
(sumber : www.stockcharts.com)
2.3.5.2.Bearish Signal
MACD menghasilkan bearish signal (sinyal menurun) dari 3 sumber. Sinyalsinyal ini adalah kebalikan dari bullish signal. Sinyal-sinyal tersebut adalah:
27
1. Negatif Divergence
Negative Divergence terjadi ketika pergerakan harga masih dalam kondisi
uptrend sedangkan MACD sudah bergerak melemah. Dalam MACD, Negatif
Divergence terjadi ketika terdapat 2 titik tertinggi (pundak) dimana nilai puncak
kedua lebih rendah daripada nilai puncak pertama. Negatif Divergence mungkin
adalah sinyal yang kurang umum dari ketiga sinyal bearish, namun biasanya dapat
dihandalkan untuk menjadi peringatan akan adanya penurunan harga.
Grafik 2.4. Bearish Negatif Divergence
(sumber : www.stockcharts.com)
2. Bearish Moving Average Crossover
Bearish Moving Average Crossover adalah sinyal yang paling umum dari sinyal
bearish. Bearish Moving Average Crossover terjadi ketika MACD bergerak turun
28
sampai di bawah trigger line. Sama seperti Bullish Moving Average Crossover,
Bearish Moving Average Crossover juga banyak memberikan false signal. Biasanya
Bearish Moving Average Crossover digunakan sebagai konfirmasi akan adanya
Negatif Divergence.
Grafik 2.5. Bearish Moving Average Crossover
(sumber : www.stockcharts.com)
3. Bearish Centerline Crossover
Bearish Centerline Crossover terjadi ketika MACD bergerak melewati garis nol
dan bergerak menuju daerah negatif. Bearish Centerline Crossover adalah indikasi
yang jelas bahwa momentum sudah berubah dari bullish menjadi bearish. Bearish
Centerline Crossover dapat bertidak sebagai sinyal tersendiri atau sebagai
29
konfirmasi dari sinyal Negatif Divergence ataupun Bearish Moving Average
Crossover sebelumnya.
Grafik 2.6. Bearish Centerline Crossover
(sumber : www.stockcharts.com)
2.3.5.3.Keuntungan MACD
Salah satu keuntungan yang paling penting dari MACD adalah MACD
menggabungkan 2 aspek dalam analisis teknikal yaitu trend dan momentum dalam satu
analisis. Sebagai pengikut trend, MACD tidak akan salah dalam waktu yang lama.
Kegunaan Moving Average akan mengikuti pergerakan harga secara terus menerus dan
30
pengunaan Exponential Moving Average akan mengatasi keterlambatan yang terjadi.
Sebagai indikator momentum, MACD dapat memprediksi arah pergerakan harga.
Divergensi dari MACD dapat menjadi faktor kunci dalam memprediksi perubahan trend.
2.3.5.4.Kelemahan MACD
Keuntungan yang dimiliki MACD mungkin saja merupakan kelemahannya
sendiri. Moving Average baik itu Simple atau Exponential, adalah indikator
keterlambatan. Meskipun MACD menggambarkan perbedaan antara 2 Moving Average,
masih mungkin terjadi keterlambatan dari sinyal MACD itu sendiri. Salah satu alat yang
digunakan untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan MACD-Histogram.
2.3.5.5.Karakteristik MACD
Karena MACD adalah pengembangan dari metode Moving Average sebelumnya,
maka karakteristik MACD sama dengan karakteristik metode Moving Average
sebelumnya yang disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Ringkasan ketentuan umum MACD
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Jika terdapat Divergence Positif
Jika terdapat Divergence Negatif
Titik potong = peralihan trend
MACD > Trigger Line (bullish cross over)
MACD < Trigger Line (bearish cross over)
MACD > 0
MACD < 0
Bullish Cross Over
Bearish Cross Over
Bullish Centerline
Bearish Centerline
Bullish
Bearish
Bullish
Bearish
Bullish Centerline
Bearish Centerline
Bullish jangka pendek
Bearish jangka pendek
Bullish jangka panjang
Bearish jangka panjang
(sumber : Syamsir (2005, p162))
31
2.3.6.MACD-Histogram
Grafik 2.7. MACD-histogram
(sumber : www.stockcharts.com)
Salah satu alat yang digunakan untuk mengatasi keterlambatan dari MACD
adalah dengan menggunakan MACD-histogram. Pada tahun 1986, Thomas Aspray
mengembangkan MACD-Histogram. Dia meneliti dan menemukan bahwa terkadang
MACD juga mengalami keterlambatan dalam mendeteksi beberapa trend penting dari
suatu alat investasi terutama bila MACD digunakan dalam grafik mingguan. Percobaan
pertamanya adalah dengan mengganti periode Moving Average dan menemukan bahwa
Moving Average dengan periode yang lebih pendek cenderung untuk mempercepat
sinyal. Meskipun demikian, sbenarnya tujuan Aspray adalah mencari cara untuk
mengantisipasi MACD Crossover dan salah satu caranya dengan menggunakan MACD-
histogram.
32
2.3.6.1.Definisi MACD-Histogram
MACD-Histogram menggambarkan perbedaan antara garis MACD dengan
trigger line dari MACD. Perbedaan ini dituangkan dalam bentuk histogram, yang
membuat Centerline Crossover dan Divergence mudah diidentifikasi. Centerline
Crossover dalam MACD-histogram sama saja dengan Moving Average Crossover dalam
MACD.
Jika nilai dari MACD lebih besar dari nilai dari trigger line, maka MACD-
histogram akan menghasilkan nilai positif, begitu pula sebaliknya, jika nilai dari MACD
lebih kecil dari nilai trigger line, maka MACD-histogram akan menghasilkan nilai
negatif.
Kenaikan dan penurunan jarak antara MACD dengan trigger line akan
dicerminkan oleh nilai MACD-histogram. Kenaikan tajam dari MACD-histogram berarti
nilai MACD meningkat lebih cepat dari nilai trigger line dan momentum bullish sedang
menguat. Penurunan tajam dari MACD-Histogram berarti nilai MACD turun lebih cepat
dari nilai trigger line dan momentum bearish lebih kuat.
33
Grafik 2.8. Representasi dari MACD-histogram
(sumber : www.stockcharts.com)
2.3.6.2.Kegunaan MACD-Histogram
Thomas Aspray merancang MACD-histogram sebagai alat untuk mengantisipasi
Moving Average Crossover pada MACD. Divergensi antara MACD-histogram dengan
MACD adalah alat utama yang digunakan untuk mengantisipasi Moving Average
Crossover. Divergensi positif dari MACD-histogram mengindikasikan bahwa MACD
sedang menguat dan kemungkinan akan terjadi Bullish Moving Average Crossover.
Divergensi negatif dari MACD-histogram mengindikasikan bahwa MACD sedang
melemah dan kemungkinan akan terjadi Bearish Moving Average Crossover. Biasanya
perubahan dari MACD-histogram akan mendahului perubahan dari MACD.
34
2.3.6.3.Sinyal MACD-Histogram
Dalam MACD-histogram, sinyal utama yang dihasilkan adalah Divergence
diikuti dengan Centerline Crossover. Sinyal Bullish dihasilkan ketika terbentuk Positive
Divergence dan diikuti oleh Bullish Centeline Crossover. Sinyal Bearish dihasilkan
ketika Negative Divergence terbentuk diikuti oleh Bearish Centerline Crossover. Perlu
diingatkan bahwa Centerline Crossover dari MACD-histogram sama dengan Moving
Average Crossover pada MACD.
Divergence dapat memiliki banyak bentuk dan berbagai macam derajat
kemiringan. Secara umum terdapat 2 jenis divergence, yaitu:
1. Slant Divergence
Grafik 2.9. Slant Divergence
(sumber : www.stockcharts.com)
35
Slant Divergence terbentuk ketika terdapat pergerakan yang lambat dari MACDhistogram secara terus menerus dalam 1 arah (naik atau turun). Slant divergence
biasanya mencakup periode yang lebih pendek daripada periode dari Peak-Trough
Divergence.
2. Peak-Trough Divergence
Grafik 2.10. Peak-Trough Divergence
(sumber : www.stockcharts.com)
Sebuah Peak-Trough Divergence terbentuk ketika 2 buah puncak atau 2 buah
lembah terbentuk dalam 1 arah untuk menghasilkan Divergence. Susunan 2 atau
lebih lembah dari MACD-histogram dapat membentuk Positive Divergence. Susunan
2 atau lebih puncak dari MACD-Histogram dapat membentuk Negative Divergence.
Peak-Trough Divergence mencakup periode yang lebih panjang daripada Slant
36
Divergence. dalam grafik harian atau bulanan, Peak-Trough Divergence mencakup
periode dari 2 minggu sampai beberapa bulan.
Biasanya Divergence yang lebih panjang periodenya dan pergerakannya tajam
akan menghasilkan sinyal yang lebih dapat dihandalkan atau dipercaya. Sedangkan
Divergence yang lebih pendek periode dan pergerakannya lambat dapat
menghasilkan banyak false signal. Peak-Trough Divergence lebih dapat dihandalkan
daripada Slant-Divergence.
2.4.
Peramalan
Peramalan adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam pengambilan
keputusan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya tergantung pada
beberapa faktor yang tidak dapat kita lihat pada waktu keputusan itu diambil. Peranan
peramalan menjelajah ke dalam banyak bidang, seperti misalnya ekonomi, keuangan,
pemasaran, produksi, riset operasional, administrasi negara, meteorologi, geofisika, dan
kependudukan.
2.4.1. Macam-Macam Peramalan
Menurut Soejoeti (1987, pp1.13-1.14), jenis-jenis peramalan yang kita kenal saat
ini diantaranya:
1. Peramalan Subjektif
Metode yang banyak digunakan dalam pengambilan keputusan sehari-hari atau
peramalan untuk jangka pendek adalah metode peramalan subjektif atau intuitif.
Kebutuhan yang mendesak, dan biaya yang relative tinggi untuk menggunakan
metode peramalan yang canggih seringkali mendorong orang untuk menggunakan
37
metode peramalan subjektif ini. Lagi pula, pengambil keputusan seringkali percaya
bahwa intuisinya tentang masalah-masalah tertentu lebih dapat dipercaya daripada
model matematik. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam membentuk peramalan
intuitif dapat banyak atau sedikit, tetapi semuanya bersifat khusus individual dan
tidak dapat ditiru oleh orang lain. Jika kita ingin menilai hasil peramalannya, maka
satu cara yang paling baik kita tempuh adalah dengan melihat hasil pekerjaan
peramalannya yang telah berlalu.
2. Model Ekonometrik dan Struktural
Di sini metode matematik dan statistik digunakan sebagai alat. Fungsi matematik
digunakan untuk menggambarkan lingkungan organisasi, yakni hal-hal yang terlibat
dalam peramalan. Karena dalam model tersebut terdapat variabel acak, maka model
ini merupakan model statistic. Tetapi karena variabel-variabel itu adalah variabelvariabel ekonomi, maka modelnya dinamakan model ekonometri.
Qts = α 0 + α 1 Pt + α 2Wt + ∈s ,t
Qtd = β 0 + β1 Pt + β 2Yt + ∈d ,t
Qts = Qtd ⇒ keadaan seimbang
3. Model Deterministik
Model yang menggambarkan hubungan antara variabel yang kita pelajari dengan
waktu, dalam bentuk fungsional yang kita tentukan. Kelemahan utama model ini
adalah adanya implikasi bahwa perubahan jangka panjang adalah sangat sistematik
dan mudah diramalkan. Salah satu model deterministik yang banyak digunakan
dalam praktek adalah model pertumbuhan eksponensial:
Zt = Aert
dimana:
38
A
=
konstantan yang tergantung pada kondisi awal
e
=
bilangan alam
r
=
tingkat pertumbuhan kontinu Zt karena waktu
4. Rumus Peramalan Ad Hoc
Teknik peramalan yang hanya tergantung pada sejarah yang lalu adalah yang
dapat kita karakterisasi sebagai rumus peramalan Ad Hoc. Semua rumus semacam itu
berbentuk:
Λ
Z t (l ) = f l ( Z 1 ,..., Z t −1 , Z t )
Λ
dimana Z t (l ) menunjukkan peramalan yang dibuat pada waktu t untuk runtun waktu
Z t −1 , dan f l (.) adalah suatu fungsi sejarah yang hanya tergantung pada cakrawala
peramalan l. Salah satu contoh model yang menggunakan rumus peramalan Ad Hoc
adalah model Moving Average.
5. Analisis Runtun Waktu (time series)
Pada analisis Time Series Zt dipandang sebagai suatu realisasi dari suatu variabel
acak Z yang mempunyai fkp (fungsi kepadatan probabilitas) tertentu. Setiap himpunan
Zt misalnya, Z t1 , K, Z tk mempunyai fkp bersama. Model ini dinamakan model statistik
(stokastik). Ramalan yang dibuat pada waktu t untuk k langkah ke depan dipandang
sebagai nilai ekspektasi Zt+k dengan syarat diketahui observasi yang lalu sampai dengan
Zt.
39
2.4.2. Langkah-Langkah Iteratif Dalam Memilih Model
Dalam sebuah peramalan matematik sangat diperlukan model yang cocok agar
sebuah ramalan yang dilakukan tidak menghasilkan nilai yang justru menyesatkan.
Memilih model yang tepat terkadang sulit bila kita tidak mengetahui langkah-langkah
yang terstruktur. Di bawah ini diberikan langkah-langkah (Box et al., 1994, p17;
Soejoeti, 1987, pp24-25) untuk menyusun sebuah model.
Mula-mula kita memodelkan data runtun waktu secara umum. Jika kelas model
ini masih terlalu luas, maka kita identifikasi kelas bagian dari model-model ini. Proses
identifikasi dapat juga digunakan untuk menghasilkan estimasi awal parameterparameter dalam model.
Untuk model yang kita pilih, parameter-parameternya kita estimasi dari data.
Estimasi awal yang diperoleh dalam langkah identifikasi dapat digunakan sebagai nilai
awal dalam metode estimasi secara iteratif. Selanjutnya dilakukan uji statistik untuk
verifikasi apakah model yang telah diestimasi itu cukup cocok (memadai) dengan data
runtun waktunya. Jika hasil verifikasi menentukan model tidak cocok, maka haruslah uji
itu menunjukkan bagaimana model harus dirubah. Demikianlah langkah-langkah
identifikasi, estimasi, dan verifikasi berulang kembali sampai akhirnya diperoleh model
yang cukup cocok dan dapat digunakan untuk peramalan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari diagram dibawah ini:
40
Diagram 2.1. Langkah-langkah penyusunan Model
(sumber : Box et al. (1994), p17)
2.4.3. Analisis Time Series
Menurut Box et al. (1994, p1) suatu runtun waktu (time series) adalah rangkaian
observasi yang diambil dalam periode waktu tertentu yang berurutan. Time series
mempunyai aplikasi di berbagai bidang. Dalam bidang ekonomi dan bisnis, time series
dapat dipakai untuk memodelkan penutupan nilai tukar rupiah terhadap dolar perhari,
penutupan harga saham harian, laba perusahaan pertahun, dan lain-lain. Dalam bidang
meteorologi, time series dapat dipakai untuk memodelkan suhu udara perhari suatu
tempat, kecepatan angin setiap jam, curah hujan suatu tempat pertahun, dan lain-lain.
Dalam bidang ilmu sosial, time series dapat dipakai untuk memodelkan angka kelahiran
pertahun, angka kematian pertahun, dan lain-lain. Masih banyak aplikasi time series
dalam bidang yang lain.
41
2.4.3.1.Konsep-Konsep Dasar Time Series
Dalam analisis Time Series perlu diketahui beberapa perumusan atau konsep
dasar yang digunakan dalam perhitungannya, antara lain:
1. Fungsi autokovariansi dan autokorelasi (ACF)
Untuk proses (Zt) yang weakly stationary (proses yang tergantung dari perubahan
waktu) dengan E(Zt)=μ dan var(Zt) = σ2 adalah konstan dan Cov(Zt,Zs) adalah fungsi
dari selisih waktu |t-s|. Kita akan menuliskan kovariansi dan korelasi antara Zt dan
Zt+k berturut-turut adalah
γ k = Cov( Z t , Z t + k ) = E ( Z t − μ , Z t + k − μ )
dan
ρ k = Korr ( Z t , Z t + k ) =
dimana γ
Cov( Z t , Z t + k )
Var ( Z t ) Var ( Z t + k )
=
γk
γ0
= var(Zt) = var(Zt+k). Sebagai fungsi-fungsi dari k, γk dinamakan fungsi
0
autokovariansi dan ρk dinamakan fungsi autokorelasi (autocorrelation function),
disingkat dengan ACF.
2. Fungsi autokovariansi parsial (PACF)
Autokorelasi parsial antara Zt dan Zt+k adalah korelasi antara Zt dan Zt+k setelah
ketergantungan linearnya dengan Zt+1, …, Zt+k-1 dihilangkan. Autokorelasi parsial
antara Zt dan Zt+k, dinotasikan dengan φkk, dirumuskan sebagai berikut:
φ11 = ρ1
1
ρ1
ρ2
ρ1
ρ1
1
1
φ 22 =
ρ1
42
φ33 =
1
ρ1
1
ρ1
ρ2
ρ3
ρ2
ρ1
ρ1
ρ2
1
ρ1
1
ρ1
ρ1
1
ρ1
ρ2
M
1
ρ1
ρ1
1
ρ2
ρ1
M
M
M
ρ k −1
φ kk =
1
ρ k −2
ρ1
ρ1
1
M
M
ρ k −1
ρ k −2
L ρ k −2
L ρ k −3
M
ρ k −3 L ρ 1
ρ 2 L ρ k −2
ρ1 L ρ k −3
M
ρ k −3 L
M
ρ1
ρ1
ρ2
M
ρk
ρ k −1
ρ k −2
M
1
Sebagai fungsi dari k, φkk, dinamakan fungsi autokorelasi parsial (partial
autocorrelation function) disingkat dengan PACF.
3. Proses white noise
Proses (at) dinamakan proses white noise jika proses tersebut merupakan barisan
variabel acak yang tidak berkorelasi dari sebuah distribusi dengan mean konstan
E(at)=μa (biasanya dianggap μa=0), variansi konstan var(at)=σa2 dan γk=Cov(at,
at+k)=0 untuk semua k ≠ 0.
Dari definisinya proses white noise adalah stasioner dan
⎧ σ a2 , k = 0
γk = ⎨
k≠0
⎩0,
⎧1, k = 0
⎩0, k ≠ 0
ρk = ⎨
43
⎧1, k = 0
⎩0, k ≠ 0
φ kk = ⎨
Proses white noise adalah proses Gauss jika distribusi bersamanya normal.
4. Estimasi mean, kovarians dan korelasi
Suatu time series stasioner (Zt) akan dicirikan oleh mean (μ), variansi (σ2),
autokorelasi (ρk=0), dan autokorelasi parsial (φkk). Dengan diketahuinya sebuah
realisasi dari proses (Zt) kita dapat mengestimasi kuantitas-kuantitas di atas.
a. Mean
Mean μ=E(Zt) dapat diestimasi dengan sampel mean:
μ̂ = Z =
1 n
∑ Zt
n t =1
Estimator ini tak bias untuk μ, yakni:
E (Z ) =
1 n
1 n
E ( Z t ) = ∑ μ =μ
∑
n t =1
n t =1
b. Autokovariansi
Autokovariansi γ k = Cov( Z t , Z t + k ) dapat diestimasi dengan:
γˆ k =
1 n−k
∑ (Z t − Z )(Z t + k − Z )
n t =1
c. Autokorelasi
Autokorelasi ρ k =
γk
dapat diestimasi dengan:
γ0
n−k
γˆ
ρˆ k = k =
γˆ0
∑ (Z
t =1
t
− Z )( Z t + k − Z )
n−k
∑ (Z
t =1
t
− Z )2
44
d. Autokorelasi parsial
Autokorelasi parsial φkk dapat diestimasi dengan φˆkk yang diperoleh
dengan mengganti ρi dengan ρ̂ i pada rumus φkk.
2.4.3.2.Representasi Moving Average Dan Autoregressive
Untuk notasi akan digunakan:
Z& t = Z t − μ
B j Zt = Z t− j
(B dinamakan backshift operator)
a. Moving average (MA)
Time series (Zt) dapat disajikan dalam bentuk moving average (MA):
∞
Z t = μ + at + ψ 1 a t −1 + ψ 2 at − 2 + ... = μ + ∑ψ j at − j
j =0
dimana ψ0 = 1, (at) proses white noise dengan mean 0, dan
∞
∑ψ
j =0
2
j
< ∞.
Proses MA dengan ψ1= - θ1 , ψ2= - θ2 , …, ψq= - θq ≠ 0 dan ψk=0 untuk k>q
dinamakan proses moving average order q (MA(q)), ditulis sebagai:
Z& t = at − θ1 at −1 − θ 2 at − 2 − ... − θ q at − q .
b. Autoregressive (AR)
Time series (Zt) dapat disajikan dalam bentuk autoregressive (AR):
Z& t = π 1 Z& t −1 + π 2 Z& t − 2 + ... + at
atau
π ( B) Z& t = at
45
∞
∞
j =1
j =1
dimana π ( B) = 1 − ∑ π j B j dan 1 + ∑ | π j | < ∞ .
Proses AR dengan π1=φ1 , π2=φ2 , …, πp=φp≠0 dan πk=0 untuk k>p dinamakan
proses autoregressive order p (AR(p)), ditulis sebagai:
Z& t = φ1 Z& t −1 + φ 2 Z& t − 2 + ... + φ p Z& t − p + at
c. Autoregressive Moving Average (ARMA)
Proses dengan bentuk umum:
Z& t − φ1 Z& t −1 − φ 2 Z& t − 2 − ... − φ p Z& t − p = a t − θ1 at −1 − θ 2 at − 2 − ... − θ q at − q
dinamakan proses autoregressive moving average order p dan q (ARMA(p,q)).
Selanjutnya dalam skripsi ini hanya akan dibahas mengenai model
autoregressive saja karena berdasarkan model yang dihasilkan oleh SPSS, hampir semua
pergerakan harga reksa dana pendapatan tetap memiliki model AR(1) atau AR(2).
2.4.3.3.Proses Autoregressive (AR)
Pada bagian sebelumnya telah dibahas bahwa time series (Zt) dapat disajikan
dalam bentuk autoregressive (AR):
Z& t = π 1 Z& t −1 + π 2 Z& t − 2 + ... + at
atau
π ( B) Z& t = at
∞
∞
j =1
j =1
dimana π ( B ) = 1 − ∑ π j B j dan 1 + ∑ | π j | < ∞ .
46
Suatu proses (Zt) yang dapat ditulis dalam bentuk π ( B) Z& t = at dikatakan
invertible. Proses autoregressive dengan π1=φ1 , π2=φ2 , …, πp=φp≠0 dan πk=0 untuk k
> p dinamakan proses autoregressive order p (AR(p)), ditulis sebagai
Z& t = φ1 Z& t −1 + φ 2 Z& t − 2 + ... + φ p Z& t − p + at
atau
φP ( B) Z& t = at
φP ( B) = (1 − φ1B − ... − φ p B p ).
dimana
∞
p
j =1
j =1
Proses
AR(p)
selalu
invertible
karena
∑ | π j | = ∑ | φ j | < ∞ . Berikut ini akan dibahas lebih detail beberapa proses AR(p).
1. Autoregressive orde 1 Î AR(1)
Bentuk umum:
Z&t = φ1Z&t −1 + at
atau
(1 − φ1B) Z& t = at
Proses AR(1) dinamakan juga proses Markov.
Karakteristik proses AR(1):
1. Proses AR(1) selalu invertible.
2. Proses AR(1) akan stasioner jika akar-akar persamaan (1 − φ1B) = 0 terletak di
luar lingkaran satuan. Karena akar dari (1 − φ1B ) = 0 adalah B = 1 / φ1 , maka
syarat agar proses AR(1) stasioner adalah:
| B |=| 1 / φ1 |> 1
atau
47
|φ1|<1.
3. Fungsi autokovariansi:
karena
E ( Z& t − k Z& t ) = E ( Z& t − k [φ1 Z& t −1 + at ]) = E (φ1 Z& t − k Z& t −1 ) + E ( Z& t − k at ) = E (φ1 Z& t − k Z& t −1 )
maka
⎧Var ( Z& t ), k = 0
k ≥1
⎩ φ1γ k −1 ,
γk = ⎨
4. Fungsi autokorelasi (ACF):
karena
ρk =
γ k φ1γ k −1 φ12γ k − 2
=
=
= ... = φ1k
γ0
γ0
γ0
maka
⎧1,
ρk = ⎨ k
⎩φ1 ,
k =0
k ≥1
5. Fungsi autokorelasi parsial (PACF):
⎧ ρ1 = φ1 ,
⎩0,
φkk = ⎨
k =1
k≥2
jadi PACF dari AR(1) terputus setelah lag 1.
48
Gambar 2.4. ACF dan PACF proses AR(1)
(sumber : Assauri (1984, p149))
2. Autoregressive orde 2 Î AR(2)
Bentuk umum:
Z& t = φ1Z& t −1 + φ2 Z&t − 2 + at
atau
(1 − φ1B − φ2 B 2 ) Z&t = at
Proses AR(2) dinamakan juga proses Yule.
Karakteristik proses AR(2):
1. Proses AR(2) selalu invertible.
2. Proses AR(2) akan stasioner jika akar-akar persamaan (1 − φ1B − φ2 B 2 ) = 0
terletak diluar lingkaran satuan.
49
Misalkan B1 dan B2 adalah akar-akar dari
(1 − φ1B − φ2 B 2 ) = 0
atau
φ2 B 2 + φ1B − 1 = 0 .
maka
B1 =
− φ1 + φ12 + 4φ2
2φ2
B2 =
− φ1 − φ12 + 4φ2
.
2φ2
dan
Mudah diperiksa bahwa
2
1 φ1 + φ1 + 4φ2
=
B1
2
dan
2
1 φ1 − φ1 + 4φ2
=
.
B2
2
Agar proses AR(2) stasioner haruslah |Bi|>1 atau |1/Bi|<1 untuk i = 1 dan 2. Di
sini
φ1 + φ12 + 4φ2 φ1 − φ12 + 4φ2
1 1
⋅
=
⋅
=| φ2 |< 1
B1 B2
2
2
dan
φ1 + φ12 + 4φ2 φ1 − φ12 + 4φ2
1
1
+
=
+
=| φ1 |< 2 .
B1 B2
2
2
50
Tanpa memandang apakah akar-akar B1 dan B2 adalah bilangan real atau
bilangan komplek, kita peroleh syarat perlu untuk proses AR(2) agar stasioner
adalah:
⎧ − 1 < φ2 < 1
⎨
⎩− 2 < φ1 < 2
Untuk akar-akar yang real diperlukan syarat φ12 + 4φ2 ≥ 0 , yang mengakibatkan
2
2
1 φ1 − φ1 + 4φ2 φ1 + φ1 + 4φ2
1
−1 <
=
≤
=
< 1,
B2
2
2
B1
yang ekuivalen dengan
⎧φ2 + φ1 < 1
⎨
⎩φ2 − φ1 < 1
Untuk akar-akar yang komplek diperlukan syarat φ2<0 dan φ12 + 4φ2 < 0 .
Jadi syarat agar proses AR(2) stasioner adalah:
⎧ φ2 + φ1 < 1
⎪
⎨ φ2 − φ1 < 1
⎪ − 1 < φ < 1.
2
⎩
Dalam bentuk grafik, nilai-nilai parameter yang menyebabkan proses AR(2)
stasioner adalah berbentuk segitiga seperti terlihat pada gambar berikut ini.
51
1
φ2
0
-1
φ1
-2
2
Gambar 2.5. Daerah stasionaritas untuk proses AR(2)
3. Fungsi autokovariansi:
Karena
E ( Z& t − k Z& t ) = E ( Z& t − k [φ1Z& t −1 + φ2 Z& t − 2 + at ])
= E (φ Z& Z& ) + E (φ Z& Z& ) + E ( Z&
1
t −k
t −1
2
t −k
t −2
= E (φ1Z& t − k Z& t −1 ) + E (φ2 Z& t − k Z& t − 2 )
maka
⎧Var ( Z&t ),
k =0
⎩ φ1γ k −1 + φ2γ k − 2 ,
k ≥1
γk = ⎨
4. Fungsi autokorelasi (ACF):
Karena
ρk =
γ k φ1γ k −1 + φ2γ k − 2
=
= φ1ρ k −1 + φ2 ρ k − 2
γ0
γ0
maka
⎧1,
ρk = ⎨
⎩ φ1ρ k −1 + φ2 ρ k − 2 ,
k =0
k ≥1
Khususnya, jika k = 1 dan 2 maka
a)
t −k t
52
ρ1 = φ1 + φ2 ρ1
ρ 2 = φ1ρ1 + φ2 ,
yang mengakibatkan
ρ1 =
φ1
1 − φ2
dan
φ12
φ12 + φ2 − φ22
ρ2 =
+ φ2 =
.
1 − φ2
1 − φ2
Untuk k ≥ 3, ρk dapat dicari secara rekursif dengan rumus ρ k = φ1ρ k −1 + φ2 ρ k − 2 .
5. Fungsi autokorelasi parsial (PACF):
Karena ρ k = φ1ρ k −1 + φ2 ρ k − 2 untuk k ≥ 1, maka
φ11 = ρ1 =
1
φ22 =
ρ1
1
ρ1
φ33 =
φ1
1 − φ2
ρ1
ρ 2 ρ 2 − ρ12
=
= φ2
ρ1
1 − ρ12
1
1
ρ1
ρ1
ρ2
1
1
ρ1
ρ2
ρ1
ρ1
1
ρ1
ρ1
1 ρ1
ρ1 1
ρ2
ρ ρ1
ρ3
= 2
ρ2
1
ρ1
ρ1
ρ2
1
φ1 + φ2 ρ1
φ1ρ1 + φ2
φ1ρ 2 + φ2 ρ1
= 0,
ρ1 ρ 2
1 ρ1
ρ1 1
karena kolom terakhir pada pembilang merupakan kombinasi linear dari dua
kolom pertama. Secara serupa dapat dibuktikan bahwa
φkk = 0 untuk k ≥ 3.
Jadi PACF proses AR(2) terputus setelah lag 2.
53
Gambar 2.6. ACF dan PACF proses AR(2)
(sumber : Assauri (1984, p150))
3. Autoregressive orde p Î AR(p)
Bentuk umum:
Z& t = φ1 Z& t −1 + φ 2 Z& t − 2 + ... + φ p Z& t − p + at
atau
φP ( B) Z& t = at
dimana φP ( B) = (1 − φ1B − ... − φ p B p ).
Karakteristik proses AR(p):
1. Proses AR(p) selalu invertible untuk p < ∞.
2. Proses AR(p) akan stasioner jika akar-akar persamaan (1 − φ1B − ... − φ p B p ) = 0
terletak diluar lingkaran satuan. Untuk p>2 syarat agar proses AR(p) stasioner
menjadi lebih kompleks.
54
3. Fungsi autokovariansi:
Karena
Z& t − k Z& t = φ1Z& t − k Z& t −1 + ... + φ p Z& t − k Z& t − p + Z& t − k at
maka dengan mengambil harga harapan pada kedua ruas diperoleh
γ k = φ1γ k −1 + ... + φ pγ k − p ,
k >0
karena E ( Z& t − k at ) = 0 untuk k > 0.
4. Fungsi autokorelasi (ACF):
ρ k = φ1ρ k −1 + ... + φ p ρ k − p ,
k >0
5. Fungsi autokorelasi parsial (PACF):
Fungsi autokorelasi parsial dari AR(p) secara prinsip dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus umum yang telah dipelajari di atas.
2.5.
Kerangka Pemikiran
2.5.1. Perhitungan Kinerja Dengan Sharpe Ratio
Kerangka pemikiran perhitungan kinerja dengan Sharpe’s Ratio dalam penelitian
ini didasarkan pada beberapa konsep penilaian kinerja (return) yaitu pengukuran kinerja
reksa dana didasarkan atas perubahan NAB/unit, resiko reksa dana, pengukuran return
investasi bebas resiko yaitu deposito, dan penggunaan ukuran Sharpe’s Ratio. Dalam
penelitian ini digunakan sub periode mingguan, jadi dalam satu tahun terhitung 52
minggu. Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada beberapa rumus di bawah ini:
1. Returnsub periode =
dimana:
NAK − NAW
NAW
55
Returnsub periode
=
tingkat pengembalian aktual reksa dana per sub periode
NAK
=
NAB/unit akhir sub periode yang diukur
NAW
=
NAB/unit akhir sub periode sebelumnya
2. E(R)RD =
∑ Return sub periode
n
dimana:
E(R)RD
=
tingkat pengembalian rata-rata reksa dana per sub periode
n
=
jumlah sub periode (minggu) pengukuran
E(R)RF
=
tingkat pengembalian bebas resiko per sub periode
i
=
tingkat suku bunga deposito berjangka satu bulan/tahun
3. E(R)RF =
i
52
dimana:
4. Deviasi Standar (σ) =
∑ (Return
− E ( R) RD )
2
sub periode
n −1
dimana:
σ
=
deviasi standar reksa dana untuk sub periode
Returnsub periode
=
tingkat pengembalian aktual reksa dana per sub periode
E(R)RD
=
tingkat pengembalian rata-rata reksa dana per sub periode
n
=
jumlah sub periode pengukuran (minggu)
5. Sharpe Ratio (SRD) =
E ( R) RD − E ( R) RF
σ
dimana:
SRD
=
nilai Sharpe’s Ratio reksa dana
E(R)RD
=
tingkat pengembalian rata-rata reksa dana per sub periode
56
E(R)RF
=
tingkat pengembalian bebas resiko per sub periode
σ
=
deviasi standar reksa dana untuk sub periode
2.5.2. Peramalan Trend Pergerakan Harga Dengan MACD
Kerangka pemikiran peramalan pergerakan harga dari reksa dana berdasarkan
nilai NAB/unit penyertaan historis adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan NAB/unit penyertaan historis harus ditentukan periode untuk XMApendek
(biasanya 12) dan XMApanjang (biasanya 26). Hal ini bertujuan agar dari periode yang
dipilih untuk XMA dapat dihasilkan garis MACD yang mendekati pergerakan harga
dari reksa dana tersebut.
2. Mencari nilai garis XMApendek
XMApendek (curr ) = (K pendek × (NAB (curr ) − XMA pendek (curr − 1) )) + XMA pendek (curr − 1)
K pendek =
2
n pendek + 1
dimana:
XMApendek(curr)
=
Current XMApendek
NAB(curr)
=
Current Price (NAB/unit penyertaan)
XMApendek(curr-1)
=
Previous Period’s XMApendek*
Kpendek
=
Smoothing Constant
npendek
=
Periode pendek yang dipilih
(* XMApendek pada awal periode perhitungan akan sama dengan SMApendek)
57
3. Mencari nilai garis XMApanjang
XMApanjang (curr ) = (K panjang × (NAB (curr ) − XMApanjang (curr − 1) )) + XMApanjang (curr − 1)
K panjang =
2
n panjang + 1
dimana:
XMApanjang(curr)
=
Current XMApendek
NAB(curr)
=
Current Price (NAB/unit penyertaan)
XMApanjang(curr-1)
=
Previous Period’s XMApendek*
Kpanjang
=
Smoothing Constant
npanjang
=
Periode panjang yang dipilih
(* XMApendek pada awal periode perhitungan akan sama dengan SMApendek)
4. Mengurangkan antara nilai XMApendek dan nilai garis XMApanjang untuk memperoleh
nilai garis MACD.
MACD(curr) = XMApendek(curr) – XMApanjang(curr)
dimana:
MACD(curr)
XMApendek(curr
)
XMApanjang(curr) =
=
nilai garis MACD
=
nilai garis XMApendek
nilai garis XMApanjang
5. Setelah memperoleh nilai garis MACD yang diinginkan kemudian menentukan
periode dari trigger line (biasanya 9) yang akan dibuat sehingga nantinya sinyalsinyal yang dihasilkan dari MACD tidak sering memberikan false signal yang
tentunya akan mengganggu dalam pengambilan keputusan.
58
6. Mencari nilai garis trigger line (XMAtrigger).
XMAtrigger (curr ) = (K trigger × (MACD(curr ) − XMAtrigger (curr − 1) )) + XMAtrigger (curr − 1)
K trigger =
2
ntrigger + 1
dimana:
XMAtrigger(curr)
=
Current XMAtrigger
MACD(curr)
=
MACD value
XMAtrigger(curr-1)
=
Previous Period’s XMAtrigger*
Ktrigger
=
Smoothing Constant
ntrigger
=
Periode trigger yang dipilih
(* XMAtrigger pada awal periode perhitungan akan sama dengan SMAtrigger)
7. Dari nilai garis MACD dan nilai garis trigger line yang didapat kemudian dicari nilai
dari MACD Histogram dengan cara mengurangi nilai garis MACD dengan nilai garis
trigger line. MACD Histogram ini digunakan untuk melihat divergence dari MACD.
Histogram(curr) = MACD(curr) – XMAtrigger(curr)
8. Setelah semua syarat analisis MACD dipenuhi, kemudian lakukan pengekstraksian
informasi dengan menggunakan aturan-aturan MACD yang berlaku untuk mencari
kemungkinan Divergence, Moving Average Cross Over, atau Centerline Cross Over.
2.5.3. Peramalan Harga NAB Baru Dengan Time Series
Peramalan harga NAB baru dengan Time Series mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
59
1. Menghitung mean ( Z ) dari data NAB 50 hari terakhir.
1
N
μ=Z =
n
∑Z
t =1
t
dimana:
μ =Z
=
mean dari data 50 hari terakhir
Z
=
data harian
t
=
periode waktu (hari)
N
=
jumlah data (50)
2. Menentukan jumlah lag yang akan dihitung. Jumlah lag tidak perlu terlalu banyak
karena semakin besar lag, maka nilai autokorelasi-nya akan semakin kecil dan
mendekati nol (~0). Lag mencerminkan perbedaan waktu dari data-data yang
diamati.
3. Menghitung nilai kovarians masing-masing lag
γk =
1
N
n−k
∑ (Z
t =1
t
− Z )( Z t + k − Z )
dimana:
γk
=
nilai kovarians untuk lag-k
Zt
=
data pada periode ke t
Zt +k
=
data pada periode ke t+k
Z
=
mean dari data
N
=
jumlah periode data yang diamati
4. Menghitung nilai autokorelasi untuk masing-masing lag
ρk =
γk
γ0
60
dimana:
ρk
=
nilai autokorelasi untuk lag-k
γk
=
nilai kovarians untuk lag-k
γ0
=
nilai kovarians untuk lag-0
5. Menghitung nilai autokorelasi parsial untuk masing-masing lag
φ kk =
1
ρ1
ρ1
1
ρ1
ρ1
M
M
M
ρ k −1
1
ρ k −2
ρ1
ρ1
1
M
M
ρ k −1
ρ k −2
... ρ k − 2
... ρ k −3
M
ρ k −3 ... ρ1
ρ1 ... ρ k − 2
ρ1 ... ρ k −3
M
ρ k −3 ...
M
ρ1
ρ1
ρ2
M
ρk
ρ k −1
ρ k −2
M
1
dimana:
φkk
=
nilai autokorelasi parsial untuk lag-k
ρ
=
nilai autokorelasi
k
=
lag
6. Menghitung nilai limit / standar error dari PACF
SE = Var (φ kk ) ≈
1
N
dimana:
SE
=
standar error dari PACF lag-k
N
=
jumlah periode data
7. Menentukan model yang cocok dengan memperhatikan nilai dari PACF
dibandingkan dengan nilai limit / standar error-nya. Jika nilai mutlak PACF lag-1
61
saja yang lebih besar dari 1,96SE, maka modelnya adalah AR(1). Jika nilai mutlak
PACF lag-1 dan nilai mutlak PACF lag-2 keduanya lebih besar dari 1,96SE, maka
modelnya adalah AR(2). Jika semua nilai mutlak PACF ada di antara dari 1,96SE,
maka modelnya adalah White Noise.
8. Mengestimasi nilai varians dari mean ( Var ( Z ) ) dan varians dari variabel White
Noise( σ a2 )
Tabel 2.2. Estimasi Var ( Z ) model AR(1), AR(2), dan White Noise
Model
Var ( Z )
AR(1)
γ 0 (1 + ρ1 )
N (1 − ρ1 )
AR(2)
γ 0 (1 + ρ1 )(1 − 2 ρ12 + ρ 2 )
N (1 − ρ1 )(1 − ρ 2 )
White Noise
γ0
N
(sumber : Soejoeti (1987, p5.3))
Tabel 2.3. Estimasi σ a2 model AR(1), AR(2) dan White Noise
σ a2
Model
AR(1)
γ 0 (1 − φ11 × ρ1 )
AR(2)
γ 0 (1 − (φ11 × ρ1 + φ 22 × ρ 2 ))
White Noise
γ0
dimana:
Var ( Z )
=
variansi dari mean
62
γ0
=
nilai kovarians lag-0
ρ1
=
nilai autokorelasi lag-1
ρ2
=
nilai autokorelasi lag-2
N
=
jumlah periode data
φkk
=
nilai autokorelasi parsial lag-k
9. Mengestimasi nilai parameter-parameter ( φ ) untuk pemodelan
Tabel 2.4.Estimasi φ model AR(1), AR(2), dan White Noise
Model
φ
AR(1)
φ 0 = ρ1
AR(2)
φ10 =
ρ1 (1 − ρ 2 )
1 − ρ12
φ 20 =
ρ 2 − ρ12
1 − ρ12
White Noise
φ =0
(sumber : Soejoeti (1987, pp5.5-5.6))
10. Memeriksa apakah nilai dari mean ( Z ) signifikan terhadap nol (0)
− 1,96 Var ( Z ) < Z < +1,96 Var ( Z )
Bila kondisi di atas terpenuhi, maka nilai Z tidak berbeda signifikan dengan nol (0).
Karena nilainya terlalu kecil, maka nilai Z ini dapat diabaikan dalam pemodelan
( Z = 0 ). Namun bila kondisi di atas tidak terpenuhi, maka nilai Z berbeda
signifikan dengan nol (0) dan nilai Z harus disertakan dalam pemodelan.
63
11. Membuat model dengan aturan model autoregressive
Tabel 2.5. Aturan model AR(1), AR(2), dan White Noise
Model
Aturan Model
AR(1)
Z t +1 − Z = φ1 ( Z t − Z ) + at
AR(2)
Z t +1 − Z = φ10 ( Z t − Z ) + φ 20 ( Z t −1 − Z ) + at
White Noise
Z t +1 − Z = a t
dengan at ~ N (0; σ a2 )
dengan at ~ N (0; σ a2 )
dengan at ~ N (0; σ a2 )
12. Menghitung nilai ramalan untuk harga NAB berikut beserta dengan interval dari
pergerakkan harganya.
2.6.
Dasar Perancangan Software (Perangkat Lunak)
Menurut Pressman (2002, p10): perangkat lunak adalah:
1. perintah (program komputer) yang bila dieksekusi akan memberikan fungsi dan
unjuk kerja seperti yang diinginkan.
2. struktur data yang memungkinkan program memanipulasi informasi secara
proposional, dan
3. dokumen yang menggambarkan operasi dan kegunaan program.
Salah satu cara perancangan perangkat lunak adalah dengan menggunakan model
air terjun (waterfall model) menurut Sommerville (1995), tahap-tahap utama dalam
model air terjun dapat digambarkan dalam aktifitas dasar pengembangan seperti berikut
ini:
64
1. Analisis dan penentuan kebutuhan
Tugas, kendala dan tujuan sistem ditentukan melalui konsultasi dengan pengguna
sistem kemudian ditentukan cara yang dapat dipahami baik oleh pengguna maupun
staff pengembang.
2. Desain sistem dan perangkat lunak
Proses desain sistem terbagi dalam kebutuhan perangkat keras dan perangkat
lunak. Hal ini menentukan arsitektur perangkat lunak secara keseluruhan. Desain
perangkat lunak mewakili fungsi sistem perangkat lunak dalam suatu bentuk yang
dapat ditranformasikan ke dalam satu atau lebih program yang dapat dieksekusi.
3. Implementasi dan Pengujian unit
Dalam tahap ini, desain perangkat lunak direalisasikan dalam suatu himpunan
program atau unit-unit program. Pengujian unit mencakup kegiatan verifikasi
terhadap setiap unit sehingga memenuhi syarat spesifikasinya.
4. Integrasi dan Pengujian Sistem
Unit program secara individual diintegrasikan dan diuji sebagai satu sistem yang
lengkap untuk memastikan bahwa kebutuhan perangkat lunak telah terpenuhi.
Setelah pengujian, sistem perangkat lunak disampaikan kepada pengguna.
5. Pengoperasian dan pemeliharaan
Secara normal, walaupun tidak perlu, tahap ini merupakan fase siklus hidup yang
terpanjang. Sistem telah terpasang dan sedang dalam penggunaan. Pemeliharaan
mencakup perbaikan kesalahan yang tidak ditemukan dalam tahap-tahap
sebelumnya, meningkatkan implementasi unit-unit sistem dan mempertinggi
pelayanan sistem sebagai kebutuhan baru yang ditemukan.
65
Diagram 2.2. Perancangan perangkat lunak model air terjun (waterfall)
(sumber : Pressman (2002))
2.7.
STD (State Transition Diagram)
STD merupakan suatu modeling tool yang menggambarkan sifat ketergantungan
pada waktu di sistem. Pada mulanya STD hanya digunakan untuk menggambarkan suatu
sistem yang memiliki sifat real time, seperti process control, telephone switching
system, high speed data acquisition dan lain-lain. Pada STD terdapat 2 macam kerja:
1. Passive:
Sistem ini melakukan kontrol terhadap lingkungan, tetapi lebih bersifat memberi
reaksi / menerima data saja. Contoh adalah sistem yang hanya mengumpulkan /
menerima data melalui sinyal yang dikirimkan.
2. Active:
Sistem melakukan kontrol terhadap lingkungan secara aktif, dapat menerima data
serta memberi respon terhadap lingkungan sesuai dengan program yang telah
66
ditentukan. Contohnya pada sistem komputer yang ditempatkan pada suatu robot /
sistem yang digunakan pada proses kontrol.
Notasi:
1. State disimbolkan segi 4
Bentuk:
Dipakai untuk merepresentasikan status menunggu terhadap keadaan yang akan
terjadi.
State adalah kumpulan keadaan / atribut yang mencirikan seseorang / suatu
benda pada waktu tertentu / kondisi tertentu. Contohnya menunggu pengguna
memberikan input, menunggu instruksi berikutnya, dan lain-lain.
2. Transition state disimbolkan anak panah
Bentuk:
Kondisi (condition) adalah suatu kejadian (event) pada lingkungan eksternal
yang dapat dideteksi oleh sistem. Contohnya sinyal, interupsi, dan lain-lainnya. Hal
ini akan menyebabkan perubahan terhadap state dari state menunggu A ke state
menunggu B / memindahkan aktivitas A ke aktivitas B.
Aksi (action) adalah sesuatu yang dilakukan sistem bila terjadi perubahan state /
merupakan reaksi dari kondisi. Aksi akan menghasilkan output / tampilan display
pada layar, menghasilkan hasil kalkulasi.
State A
Kondisi
Aksi
State B
Gambar 2.7. State Transition Diagram
Download