16 Bab 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Merek 2.1.1.1 Pengertian Merek Menurut Durianto, et.al. (2004, p.1) “Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan.” Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan merek sebagai sebuah nama, tanda, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari seorang penjual ataupun sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk atau jasa competitor lainnya (Kotler, 2003 p.418). Menurut Simamora (2000 p.504) “Brand (merek) adalah segala sesuatu yang mengidentifikasi barang atau jasa penjual dan membedakannya dari barang dan jasa lainnya. Merek dapat berupa sebuah kata, huruf, huruf-huruf, sekelompok kata, simbol, desain, atau beberapa kombinasi di atas.” Sedangkan menurut Keller (2003) “Merek adalah suatu produk yang telah ditambahkan dengan dimensi-dimensi lainnya yang membuat produk tersebut menjadi berbeda dibandingkan dengan produk lainnya yang sama-sama di desain untuk memenuhi kebutuhan yang sama.” Perbedaan tersebut dapat berupa sesuatu yang emosional dan tidak berwujud yang berhubungan dengan apa yang diharapkan direpresentasikan oleh merek. Merek merupakan janji penjual untuk menyampaikan 17 serangkaian gambaran yang spesifik, keuntungan dan pelayanan-pelayanan secara konsisten kepada pembeli. Merek sekarang tidak hanya dikaitkan oleh produk tetapi juga dengan berbagai strategi yang dilakukan oleh perusahaan (Knapp, 2000). Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa merek adalah sesuatu hal yang membedakan produk atau jasa sebuah perusahaan menjadi berbeda dengan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing. Yang membuatnya berbeda adalah dikarenakan nama, simbol, tanda, dan rancangan dari setiap merek. 2.1.1.2 Tingkatan Pengertian Merek Menurut Kotler (2005, p.82) ada enam tingkatan arti dari sebuah merek, yaitu: 1. Atribut (Attributes). Suatu merek mengingatkan atribut-atribut tertentu. 2. Manfaat (Benefit). Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. 3. Nilai (Value). Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. 4. Budaya (Culture). Merek dapat mewakili atau melambangkan suatu budaya tertentu. 5. Personal (Personality). Sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu. 6. Pemakai (User). Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. 18 2.1.1.3 Peranan dan Kegunaan Merek Menurut Durianto, et.al. (2004, p.2), peranan dan kegunaan merek di antaranya adalah: 1. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. 2. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan semakin tampak asosiasi merek yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek telah terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini meningkatkan citra merek (brand image). 3. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen. 4. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, keputusan, kebanggaan ataupun atribut lain yang merekat pada merek tersebut. 5. Merek berkembang menjadi sebuah sumber aset terbesar bagi perusahaan. 2.1.1.4 Strategi Merek Menurut Kotler (2000) ada lima pilihan strategi merek yang dapat digunakan oleh perusahaan, yaitu: 1. Perluasan lini (Line Extension). Perluasan lini dilakukan jika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama. 19 2. Perluasan merek (Brand Extension). Suatu strategi yang dilakukan perusahaan untuk meluncurkan suatu produk dalam kategori baru dengan menggunakan merek yang sudah ada. 3. Multi-merek (Multi Brand). Suatu strategi perusahaan untuk memperkenalkan merek tambahan dalam kategori produk yang sama. 4. Merek baru (New Brand). Strategi perusahaan meluncurkan produk dalam suatu kategori baru, tetapi perusahaan tidak mungkin menggunakan merek yang sudah ada lalu menggunakan merek baru. 5. Merek bersama (Co-Brand). Dua atau lebih merek yang terkenal dikombinasikan dalam satu tawaran. Existing Brand New Brand Existing Product Produk Baru Line Extension Brand Extension Multi Brand New Brand Gambar 2.1 Brand Strategy Sumber: Kotler, 2000 2.1.2 Perluasan Merek (Brand Extension) 2.1.2.1 Pengertian Brand Extension Brand extension, menurut Keller (2003), didefinisikan sebagai ”Situasi di mana perusahaan menggunakan merek yang sudah mapan (establish) sebelumnya untuk memperkenalkan produk baru.” Ketika merek baru dikombinasikan dengan 20 merek yang telah ada, brand extension juga dapat disebut sub-brand. Merek yang telah ada yang melahirkan brand extension disebut parent brand. 2.1.2.2 Dimensi Dalam Variabel Brand Extension Dimensi-dimensi yang ada pada brand extension menurut Dion Dewa Brata dalam DeReMa Jurnal Manajemen vol. 2 no. 1, Januari 2007, yaitu: 1. Pengetahuan merek. Pengetahuan merek didefinisikan sebagai adanya informasi tentang merek dalam ingatan (memory) konsumen, beserta dengan asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan merek tersebut (Keller, 2003). Secara umum, Keller (2003) juga menyatakan bahwa pengetahuan merek dapat terbagi menjadi dua komponen yaitu brand awareness dan brand images, ditambah dengan brand attitude. Dengan demikian pengetahuan konsumen tentang merek dibutuhkan untuk mengevaluasi merek tersebut. Dalam kaitannya dengan brand extension, konsumen dapat lebih mudah mengevaluasi dan menilai persepsi kecocokan dari produk yang menggunakan brand extension dengan memiliki pengetahuan tentang merek induknya. 2. Perceived Quality. Zeithaml (1998) dalam DeReMa Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 1, Januari 2007 mendefinisikan perceived Quality sebagai gambaran umum dari penilaian konsumen tentang keunggulan atau kesempurnaan dari suatu produk dan dalam level tertentu dapat dibandingkan dengan atribut tertentu dari produk. Indikator yang terdapat appearances. dalam dimensi ini adalah: performance, features, dan 21 3. Innovativeness. Menurut Keller (2003) dalam DeReMa Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 1 Januari 2007, produk atau merek baru yang berhasil serta inovatif dipersepsikan oleh konsumen sebagai produk atau merek yang modern atau up to date, merupakan hasil dari investasi riset dan pengembangan produk, diproduksi dengan teknologi terbaik dan memiliki features produk terbaru. Indikator yang terkandung di dalamnya adalah: modern, investasi pengembangan, dan uniquenes. 4. Konsistensi konsep merek. Strategi brand extension berfokus pada pentingnya asosiasi yang sesuai serta adanya persepsi kecocokan antara merek induk dengan merek extensionnya, namun demikian tetap terdapat perbedaan-perbedaan dalam menentukan dimensi dari kecocokan itu sendiri. Tingkat konsistensi kemiripan ini dapat dilihat dari sejauh mana brand extension tersebut mengakomodasi brand concept dari merek induknya Bhat dan Reddy (1997) serta didukung oleh Grime et.al. (2001), mengembangkan konsep kecocokan dan menghasilkan dua dimensi dari persepsi kecocokan sebagai berikut: 1. Kesamaan kategori produk antara parent brand dengan sub brand atau kemiripan berdasarkan kategori produk. 2. Kesamaan citra antara parent brand dengan sub brand atau kemiripan berdasarkan citra merek. Indikator yang terdapat dalam dimensi konsistensi konsep merek adalah: konsistensi usaha, asoasiasi merek, dan ciri khas merek. 22 Menurut Buell (1985 p.172) dalam Rangkuti 2004, brand extension terjadi apabila: 1. Merek individual dikembangkan untuk menciptakan suatu merek kelompok. 2. Produk yang memiliki hubungan ditambahkan pada suatu merek kelompok yang ada. 3. Suatu merek individual atau kelompok, dikembangkan ke produk-produk yang tidak memiliki hubungan. 2.1.2.3 Tahapan Brand extension Aaker (dalam Rangkuti 2002) mengemukakan dalam melakukan brand extension diperlukan strategi yang terdiri dari tiga tahap yaitu: 1. Mengidentifikasikan asosiasi-asosiasi yang terdapat dalam merek tersebut. 2. Mengidentifikasikan produk-produk yang berkaitan dengan asosiasi merek tersebut. 3. Memiliki calon terbaik dari daftar produk tersebut untuk melakukan uji konsep dan pengembangan produk baru. Menurut Aaker (1997 p.340) dalam Rangkuti 2004, brand extension akan berhasil apabila: a. Asosiasi-asosiasi merek yang kuat memberikan poin pembeda dan keuntungan untuk perluasan. b. Perluasan tersebut membantu merek inti dengan cara menguatkan asosiasi-asosiasi kunci, menghindari asosiasi-asosiasi negatif, dan menimbulkan pengenalan merek (asosiasi negatif akan muncul apabila 23 merek hanya mengandalkan kesan kualitas, sehingga rentan terhadap persaingan). 2.1.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Brand Extension Aaker (http://www.empgens.com/Pubs/jems/JEMS4_1.pdf) menyatakan bahwa keberhasilan strategi brand extension dipengaruhi oleh: 1. Sikap pada merek asal 2. Kesesuaian antara merek asal dengan produk perluasan 3. Penerimaan terhadap perluasan merek yang dilakukan oleh perusahaan Sedangkan menurut Leif E. Ham et. al. (2001) faktor-faktor yang memengaruhi kesuksesan strategi brand extension adalah: 1. Kesamaan (Similiarity). Adalah tingkatan di mana konsumen menganggap bahwa produk hasil perluasan memiliki persamaan dengan merek asalnya. 2. Reputasi (Reputation). Asumsi yang dapat dikemukakan dari penggunaan reputasi adalah, bahwa merek yang memiliki posisi yang kuat akan memberikan pengaruh yang besar pada produk hasil perluasannya(Aaker dan Keller 1992; Smith dan Park 1992). 3. Perceived Risk. Konstruk multidimensional yang mengimplikasikan pengetahuan konsumen secara tidak pasti tentang suatu produk sebelum dilakukan pembelian didasarkan pada tipe dan tingkatan kerugian dari produk itu setelah dilakukan pembelian. 24 4. Innovativeness. Aspek kepribadian yang berhubungan dengan penerimaan konsumen untuk mencoba produk baru atau merek baru. 2.1.2.5 Keuntungan Brand Extension Keuntungan brand extension menurut Keller (2003 p.582), adalah: 1. Memfasilitasi penerimaan produk. a. Mengurangi risiko yang dirasakan konsumen b. Meningkatkan kemungkinan memperoleh distribusi dan trial c. Meningkatkan efisiensi pengeluaran promosi d. Mengurangi biaya perkenalan dan program pemasaran lanjutan e. Menghindari biaya pengembangan merek baru untuk melakukan riset konsumen yang diperlukan dan mempekerjakan personal yang berketrampilan untuk mendesain nama merek yang berkualitas, logo, simbol, pengemasan, ciri, dan slogan yang bisa sangat mahal dan tidak ada jaminan sukses f. Efisiensi pengemasan dan pelabelan g. Mengijinkan konsumen untuk mencari variasi 2. Menyediakan manfaat timbal balik pada merek asal. a. Memperjelas arti merek b. Meningkatkan citra merek c. Membawa pelanggan baru ke dalam brand franchise d. Mengaktifkan kembali merek e. Mengijinkan perluasan merek berikutnya 25 2.1.2.6 Kerugian Brand Extension Kerugian dari brand extension menurut Keller (2003) adalah sebagai berikut: 1. Dapat membingungkan atau menyebabkan konsumen frustasi 2. Dapat mengancam ketahanan retailer 3. Dapat merusak citra merek 4. Dapat sukses tetapi menganibalisasi penjualan merek asal 5. Dapat sukses tapi mengurangi identifikasi dengan satu kategori lain 6. Dapat sukses tapi merusak citra merek asal 7. Dapat merusak arti merek 8. Dapat membatalkan kesempatan pengembangan merek baru 2.1.3 Intensi Pembelian (Purchase Intention) 2.1.3.1 Pengertian Intensi Pembelian Schiffman et. al. (2000) menyatakan “Intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku berkenaan dengan sikap tertentu.” Menurut Asael, 1998 (dalam Jurnal Usahawan No. 07 Th XXXIII Juli 2004), “Intensi adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan terhadap obyek.” Dan menurut Dharmmesta (1999) intensi berkaitan dengan attitude dan behavior. Beberapa pengertian intensi adalah sebagai berikut: 1. Intensi mengindikasikan seberapa jauh seorang mempunyai kemauan untuk mencoba. 2. Intensi menunjukkan pengukuran kehendak seseorang. 3. Intensi berhubungan dengan perilaku yang terus menerus. 26 Intensi pembelian, menurut Assael (1998), adalah “Tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen tersebut.” Proses ini dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk atau merek (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing). Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk atau merek tersebut. Hasil evaluasi ini yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli, sebelum akhirnya konsumen benar-benar melakukan pembelian (Assael, 1998. Dalam DeReMa Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 1, Januari 2007). Masih menurut Assael (1998), “Intensi pembelian lebih dekat ke perilaku dibandingkan dengan sikap. Intensi pembelian terbentuk dari sikap konsumen terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas.” Menurut Engel, et. al.(2003) dalam DeReMa Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 1 Januari 2007, “Intensi pembelian merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu, sehingga dapat dikatakan pula bahwa intensi membeli adalah pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu.” Indikator untuk variabel intensi pembelian ini adalah niat membeli, konsiderasi untuk membeli, dan kemungkinan untuk membeli. 2.1.4 Ekuitas Merek (Brand Equity) 2.1.4.1 Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity) Menurut Durianto, et.al. (2004, p.4), ”Ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, 27 simbol, yang mampu menambahkan atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik perusahaan maupun pada pelanggan.” Agar aset dan liabilitas mendasari brand equity, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek (brand equity) akan berubah pula. 2.1.4.2 Lima Kategori Ekuitas Merek (Brand Equity) Menurut Aaker (dalam Durianto, et al, 2004, pp.3-4) ekuitas merek dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu: 1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) Kesanggupan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. 2. Asosiasi Merek (Brand Association) Segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi ini merupakan atribut yang ada di dalam merek itu dan memiliki suatu tingkat kekuatan. 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan. 4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. 28 5. Aset-aset merek lainya (Other Proprietary Brand Asssets) Ekuitas merek dapat memberikan nilai, baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen. 2.1.4.3 Peran Ekuitas Merek (Brand Equity) Menurut Durianto, et.al. (2004, p.6), ekuitas merek mempunyai peranan kepada konsumen dan perusahaan. Peran ekuitas merek bagi konsumen di antaranya adalah: 1. Aset (nama, simbol) yang dikandungnya dapat membantu dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. 2. Ekuitas merek dapat memengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. 3. Dalam kenyataannya, persepsi kualitas dan asosiasi merek dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen. Peran ekuitas merek bagi perusahaan, antara lain sebagai berikut: 1. Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau mempertahankan konsumen lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal. Ekuitas merek yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek. 2. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru 29 yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki ekuitas merek tersebut. 3. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi. 2.1.4.4 Pengertian Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Menurut (Giddens, 2002) ”Brand loyalty adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam satu kategori produk.” Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan ”Brand loyalty sebagai preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu.” Menurut Durianto, et.al. (2001, p.126) ”Brand loyalty adalah suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada suatu merek.” Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan suatu pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Menurut Diosi Budi Utama (2007) dalam Jurnal Telaah manajeMEN Vol 2 No 2/November/2007, ”Brand loyalty juga merupakan suatu pengukuran derajat di mana konsumen, mengakui suatu merek, yang dihasilkan dari kepuasan yang berkelanjutan dan adanya peningkatan dalam pembelian kembali suatu produk 30 dengan sedikit pemikiran namun dengan keterlibatan yang tinggi.” Bila brand loyalty meningkat, kerentanan kelompok pelanggan dari serangan pesaing dapat berkurang. Brand loyalty terikat dengan laba masa depan, karena secara langsung dihubungkan dengan tingkat penjualan di masa depan. Pelanggan yang setia menunjukkan respon yang lebih menyenangkan terhadap suatu merek dibandingkan dengan pelanggan yang tidak loyal. Pelanggan yang setia terhadap sebuah merek akan melakukan pembelian secara rutin dan menolak untuk mengganti atau menukar dengan merek yang lain (Yoo, et al., 2000). 2.1.4.5 Tingkatan-Tingkatan Brand Loyalty Menurut Durianto, et.al. (2001, p.128), tingkatan-tingkatan yang terdapat dalam loyalitas merek adalah sebagai berikut: 1. Berpindah-pindah (Switcher) Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini, merek memegang peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang jelas dalam kategori ini adalah mereka membeli suatu merek karena harganya murah. 2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer) Pembeli pada tingkat ini dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini membeli suatu merek karena kebiasaan. 31 3. Pembeli yang puas karena biaya peralihan(Satisfied Buyer) Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk kedalam kategori puas bila mereka mengonsumsi merek tersebut. 4. Menyukai merek (Liking the Brand) Pembeli dalam kategori ini adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek tersebut. Pada tingkat ini dijumpai perasaan emosional yang terkait dengan merek. Rasa suka pembeli ini bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun kerabatnya ataupun yang disebabkan oleh karena persepsi kualitas yang tinggi. 5. Pembeli yang komit (Comitted Buyer) Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditujukan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain. Menurut Giddens (2002) konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki komitmen pada merek tersebut 2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek yang lain 3. Akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain 32 4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut tidak melakukan pertimbangan 5. Selalu mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut 6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan mereka selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut 2.1.4.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Brand Loyalty Schiffman dan Kanuk (2004) menyebutkan faktor-faktor yang memengaruhi terbentuk atau terciptanya brand loyalty adalah: 1. Penerimaan keunggulan produk (Perceived product superiority) 2. Keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap merek tersebut (Personal fortitude) 3. Keterikatan dengan produk atau perusahaan (Bonding with the product or company) 4. Kepuasan yang diperoleh konsumen Sedangkan Marconi (1993) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap brand loyalty adalah sebagai berikut: 1. Nilai (harga dan kualitas) Penggunaan suatu merek dalam waktu yang lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus bertanggungjawab untuk menjaga merek tersebut. Perlu diperhatikan, pengurangan standar kualitas dari suatu merek akan mengecewakan konsumen bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun begitu juga dengan perubahan harga. Karena itu pihak perusahaan harus mengontrol kualitas merek beserta harganya. 33 2. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek tersebut) Citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran. Produk yang memiliki citra yang baik akan menimbulkan loyalitas konsumen pada merek. 3. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan merek Dalam situasi yang penuh dengan tekanan dan permintaan pasar yang menuntut akan adanya kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan produk yang nyaman dan mudah untuk didapatkan. 4. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen 5. Pelayanan Dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh suatu merek dapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek 6. Garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek Serta, menurut Subroto dalam majalah SWA 02/XXI/ 19 Januari – 2 Februari 2005 menyebutkan ada lima faktor yang menyebabkan pelanggan loyal pada merek yang digunakannya, yaitu: 1. Nilai merek (brand value). Yaitu dimana pelanggan menilai merek secara relatif dibanding kompetitor dari tiga hal, yakni harga (economic price), kualitas dan citra merek itu dibandingkan merek lain. Faktor itu sangat penting karena akan menghitung nilai ekonomi yang dikorbankan konsumen dalam mengakuisisi merek tertentu dibanding kualitas yang diterima, serta persepsi mereka terhadap citra merek itu dibanding merek lain. 34 2. Karakteristik pelanggan. Faktor ini berhubungan dengan karakter konsumen dalam menggunakan merek. Jika konsumennya memiliki karakter yang setia terhadap suatu merek maka konsumen tersebut tidak akan beralih ke merek lain. 3. Switching barrier. Yakni hambatan yang muncul ketika konsumen akan pindah dari satu merek ke merek lain. Hambatan ini tidak selalu economic value, tetapi bisa juga berkaitan dengan fungsi, psikologis, sosial, bahkan ritual. 4. Pengalaman pelanggan. Pengalaman pelanggan ketika melakukan kontak dengan merek yang digunakannya. Peran kepuasan pelanggan (customer satisfaction), dengan harapan bahwa semakin puas pelanggan, semakin tinggi kemungkinan mereka tidak pindah ke merek lain. 5. Lingkungan yang kompetitif (competitive environment). Faktor ini menyangkut sejauh mana kompetisi yang terjadi antarmerek dalam satu kategori produk. 2.1.4.7 Fungsi Brand Loyalty Menurut Durianto, et.al. (2004, p.21), beberapa potensi yang dapat diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan adalah: 1. Mengurangi biaya pemesanan Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibanding dengan upaya mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek meningkat. Ciri yang paling 35 terlihat dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah. 2. Meningkatkan perdagangan Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3. Menarik minat pelanggan baru Dengan banyaknya pelanggan baru suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru. 4. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya. 36 Mengurangi biaya pemesanan Meningkatkan perdagangan Brand Loyalty Menarik konsumen baru Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan Gambar 2.2 Fungsi Brand Loyalty Sumber: Durianto, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman (2004, p.22) 2.1.4.8 Keuntungan Brand Loyalty Menurut Reichfield (dalam Gommans et al, 2001) keuntungan yang diperoleh oleh suatu merek yang memiliki pelanggan yang loyal adalah: 1. Dapat mempertahankan harga secara optimal 2. Memiliki posisi tawar menawar yang kuat dalam saluran distribusi 3. Mengurangi biaya penjualan 4. Memiliki penghalang yang kuat terhadap produk-produk baru yang memiliki potensi yang besar untuk masuk dalam kategori produk atau layanan yang dimiliki oleh merek tersebut 5. Keuntungan sinergis yang diperoleh dari brand extension yang berhubungan dengan kategori produk atau pelayanan dari merek tersebut 37 Giddens (2002) juga menambahkan dengan adanya loyalitas merek maka dapat meningkatkan: 1. Volume penjualan Dengan adanya loyalitas merek maka kehilangan konsumen dapat dikurangi. Dengan adanya pengurangan kehilangan konsumen maka akan meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan penjualan. 2. Kemampuan perusahaan untuk menetapkan harga yang optimal Karena konsumen yang memiliki loyalitas merek kurang sensitif pada perubahan harga. 3. Konsumen dengan loyalitas merek yang selalu mencari merek favoritnya dan kurang sensitif pada promosi yang kompetitif. Dengan adanya loyalitas merek di kalangan pelanggan, maka perusahaan dapat mengurangi biaya promosi produknya karena konsumen tetap akan mencari merek yang disukainya. 2.1.5 Hubungan Antar Variabel 2.1.5.1 Hubungan Antara Variabel Brand Extension Terhadap Variabel Intensi Pembelian ”Dalam kaitannya dengan brand extension, konsumen akan menghendaki produk yang memiliki atribut yang dapat memenuhi kebutuhannya. Dan konsumen berharap kualitas kinerja dari produk baru tersebut mencerminkan kualitas merek induknya. Dengan demikian konsumen dapat mengurangi resiko rendahnya kualitas produk baru dengan pengetahuannya tentang merek induk produk tersebut. Maka terhadap produk brand extension tersebut, yang memiliki atribut yang diinginkannya, sikap konsumen tersebut 38 akan positif dan dapat mengarah ke niat membeli,” dalam DeReMa Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 1, Januari 2007. 2.1.5.2 Hubungan Antara Variabel Intensi Pembelian Terhadap Variabel Brand Loyalty “Intensi pembelian ulang yang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi untuk menjadikan konsumen setia akan sebuah merek,” dalam Jurnal Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra. 2.2 Kerangka Pemikiran Brand Extension (X) 1. Pengetahuan merek induk 2. Persepsi kualitas 3. Innovativeness 4. Konsistensitas Intensi Pembelian (Y) 1. Niat membeli 2. Konsiderasi untuk membeli 3. Kemungkinan untuk membeli konsep merek Brand Loyalty (Z) Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran 1. Switcher 2. Habitual Buyer 3. Satisfied Buyer 4. Liking the Brand 5. Comitted Buyer