Bab 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

advertisement
16 Bab 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Merek
2.1.1.1 Pengertian Merek
Menurut Durianto, et.al. (2004, p.1) “Merek merupakan nama, istilah, tanda,
simbol desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau
jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan.”
Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan merek sebagai sebuah
nama, tanda, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya, dengan
tujuan untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari seorang penjual ataupun
sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk atau jasa competitor lainnya
(Kotler, 2003 p.418).
Menurut Simamora (2000 p.504) “Brand (merek) adalah segala sesuatu yang
mengidentifikasi barang atau jasa penjual dan membedakannya dari barang dan jasa
lainnya. Merek dapat berupa sebuah kata, huruf, huruf-huruf, sekelompok kata,
simbol, desain, atau beberapa kombinasi di atas.”
Sedangkan menurut Keller (2003) “Merek adalah suatu produk yang telah
ditambahkan dengan dimensi-dimensi lainnya yang membuat produk tersebut
menjadi berbeda dibandingkan dengan produk lainnya yang sama-sama di desain
untuk memenuhi kebutuhan yang sama.” Perbedaan tersebut dapat berupa sesuatu
yang emosional dan tidak berwujud yang berhubungan dengan apa yang diharapkan
direpresentasikan oleh merek. Merek merupakan janji penjual untuk menyampaikan
17 serangkaian gambaran yang spesifik, keuntungan dan pelayanan-pelayanan secara
konsisten kepada pembeli.
Merek sekarang tidak hanya dikaitkan oleh produk tetapi juga dengan
berbagai strategi yang dilakukan oleh perusahaan (Knapp, 2000).
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa merek adalah
sesuatu hal yang membedakan produk atau jasa sebuah perusahaan menjadi
berbeda dengan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing. Yang membuatnya
berbeda adalah dikarenakan nama, simbol, tanda, dan rancangan dari setiap merek.
2.1.1.2 Tingkatan Pengertian Merek
Menurut Kotler (2005, p.82) ada enam tingkatan arti dari sebuah merek,
yaitu:
1. Atribut (Attributes).
Suatu merek mengingatkan atribut-atribut tertentu.
2. Manfaat (Benefit).
Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.
3. Nilai (Value).
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.
4. Budaya (Culture).
Merek dapat mewakili atau melambangkan suatu budaya tertentu.
5. Personal (Personality).
Sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu.
6. Pemakai (User).
Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut.
18 2.1.1.3 Peranan dan Kegunaan Merek
Menurut Durianto, et.al. (2004, p.2), peranan dan kegunaan merek di antaranya
adalah:
1. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar.
Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan
budaya.
2. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
Semakin kuat suatu merek makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan
semakin tampak asosiasi merek yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika
asosiasi merek telah terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi
ini meningkatkan citra merek (brand image).
3. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
Merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.
4. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan konsumen.
Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk
yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas,
keputusan, kebanggaan ataupun atribut lain yang merekat pada merek tersebut.
5. Merek berkembang menjadi sebuah sumber aset terbesar bagi perusahaan.
2.1.1.4 Strategi Merek
Menurut Kotler (2000) ada lima pilihan strategi merek yang dapat digunakan
oleh perusahaan, yaitu:
1. Perluasan lini (Line Extension).
Perluasan lini dilakukan jika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan
dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama.
19 2. Perluasan merek (Brand Extension).
Suatu strategi yang dilakukan perusahaan untuk meluncurkan suatu produk
dalam kategori baru dengan menggunakan merek yang sudah ada.
3. Multi-merek (Multi Brand).
Suatu strategi perusahaan untuk memperkenalkan merek tambahan dalam
kategori produk yang sama.
4. Merek baru (New Brand).
Strategi perusahaan meluncurkan produk dalam suatu kategori baru, tetapi
perusahaan tidak mungkin menggunakan merek yang sudah ada lalu
menggunakan merek baru.
5. Merek bersama (Co-Brand).
Dua atau lebih merek yang terkenal dikombinasikan dalam satu tawaran.
Existing Brand
New Brand
Existing Product
Produk Baru
Line Extension
Brand Extension
Multi Brand
New Brand
Gambar 2.1 Brand Strategy
Sumber: Kotler, 2000
2.1.2 Perluasan Merek (Brand Extension)
2.1.2.1 Pengertian Brand Extension
Brand extension, menurut Keller (2003), didefinisikan sebagai ”Situasi di
mana perusahaan menggunakan merek yang sudah mapan (establish) sebelumnya
untuk memperkenalkan produk baru.” Ketika merek baru dikombinasikan dengan
20 merek yang telah ada, brand extension juga dapat disebut sub-brand. Merek yang
telah ada yang melahirkan brand extension disebut parent brand.
2.1.2.2 Dimensi Dalam Variabel Brand Extension
Dimensi-dimensi yang ada pada brand extension menurut Dion Dewa Brata
dalam DeReMa Jurnal Manajemen vol. 2 no. 1, Januari 2007, yaitu:
1. Pengetahuan merek.
Pengetahuan merek didefinisikan sebagai adanya informasi tentang merek dalam
ingatan (memory) konsumen, beserta dengan asosiasi-asosiasi yang berkaitan
dengan merek tersebut (Keller, 2003). Secara umum, Keller (2003) juga
menyatakan bahwa pengetahuan merek dapat terbagi menjadi dua komponen
yaitu brand awareness dan brand images, ditambah dengan brand attitude.
Dengan demikian pengetahuan konsumen tentang merek dibutuhkan untuk
mengevaluasi merek tersebut. Dalam kaitannya dengan brand extension,
konsumen dapat lebih mudah mengevaluasi dan menilai persepsi kecocokan dari
produk yang menggunakan brand extension dengan memiliki pengetahuan
tentang merek induknya.
2. Perceived Quality.
Zeithaml (1998) dalam DeReMa Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 1, Januari 2007
mendefinisikan perceived Quality sebagai gambaran umum dari penilaian
konsumen tentang keunggulan atau kesempurnaan dari suatu produk dan dalam
level tertentu dapat dibandingkan dengan atribut tertentu dari produk. Indikator
yang
terdapat
appearances.
dalam
dimensi
ini
adalah:
performance, features, dan
21 3. Innovativeness.
Menurut Keller (2003) dalam DeReMa Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 1 Januari
2007, produk atau merek baru yang berhasil serta inovatif dipersepsikan oleh
konsumen sebagai produk atau merek yang modern atau up to date, merupakan
hasil dari investasi riset dan pengembangan produk, diproduksi dengan teknologi
terbaik dan memiliki features produk terbaru. Indikator yang terkandung di
dalamnya adalah: modern, investasi pengembangan, dan uniquenes.
4. Konsistensi konsep merek.
Strategi brand extension berfokus pada pentingnya asosiasi yang sesuai serta
adanya persepsi kecocokan antara merek induk dengan merek extensionnya,
namun demikian tetap terdapat perbedaan-perbedaan dalam menentukan
dimensi dari kecocokan itu sendiri. Tingkat konsistensi kemiripan ini dapat dilihat
dari sejauh mana brand extension tersebut mengakomodasi brand concept dari
merek induknya Bhat dan Reddy (1997) serta didukung oleh Grime et.al. (2001),
mengembangkan konsep kecocokan dan menghasilkan dua dimensi dari persepsi
kecocokan sebagai berikut:
1. Kesamaan kategori produk antara parent brand dengan sub brand atau
kemiripan berdasarkan kategori produk.
2. Kesamaan citra antara parent brand dengan sub brand atau kemiripan
berdasarkan citra merek.
Indikator yang terdapat dalam dimensi konsistensi konsep merek adalah:
konsistensi usaha, asoasiasi merek, dan ciri khas merek.
22 Menurut Buell (1985 p.172) dalam Rangkuti 2004, brand extension terjadi
apabila:
1. Merek individual dikembangkan untuk menciptakan suatu merek kelompok.
2. Produk yang memiliki hubungan ditambahkan pada suatu merek kelompok
yang ada.
3. Suatu merek individual atau kelompok, dikembangkan ke produk-produk
yang tidak memiliki hubungan.
2.1.2.3 Tahapan Brand extension
Aaker (dalam Rangkuti 2002) mengemukakan dalam melakukan brand extension
diperlukan strategi yang terdiri dari tiga tahap yaitu:
1. Mengidentifikasikan asosiasi-asosiasi yang terdapat dalam merek tersebut.
2. Mengidentifikasikan produk-produk yang berkaitan dengan asosiasi merek
tersebut.
3. Memiliki calon terbaik dari daftar produk tersebut untuk melakukan uji konsep
dan pengembangan produk baru.
Menurut Aaker (1997 p.340) dalam Rangkuti 2004, brand extension akan
berhasil apabila:
a. Asosiasi-asosiasi merek yang kuat memberikan poin pembeda dan
keuntungan untuk perluasan.
b. Perluasan tersebut membantu merek inti dengan cara menguatkan
asosiasi-asosiasi
kunci,
menghindari
asosiasi-asosiasi
negatif,
dan
menimbulkan pengenalan merek (asosiasi negatif akan muncul apabila
23 merek hanya mengandalkan kesan kualitas, sehingga rentan terhadap
persaingan).
2.1.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Brand Extension
Aaker
(http://www.empgens.com/Pubs/jems/JEMS4_1.pdf)
menyatakan
bahwa keberhasilan strategi brand extension dipengaruhi oleh:
1. Sikap pada merek asal
2. Kesesuaian antara merek asal dengan produk perluasan
3. Penerimaan terhadap perluasan merek yang dilakukan oleh perusahaan
Sedangkan menurut Leif E. Ham et. al. (2001) faktor-faktor yang
memengaruhi kesuksesan strategi brand extension adalah:
1. Kesamaan (Similiarity).
Adalah tingkatan di mana konsumen menganggap bahwa produk hasil perluasan
memiliki persamaan dengan merek asalnya.
2. Reputasi (Reputation).
Asumsi yang dapat dikemukakan dari penggunaan reputasi adalah, bahwa merek
yang memiliki posisi yang kuat akan memberikan pengaruh yang besar pada
produk hasil perluasannya(Aaker dan Keller 1992; Smith dan Park 1992).
3. Perceived Risk.
Konstruk multidimensional yang mengimplikasikan pengetahuan konsumen
secara tidak pasti tentang suatu produk sebelum dilakukan pembelian didasarkan
pada tipe dan tingkatan kerugian dari produk itu setelah dilakukan pembelian.
24 4. Innovativeness.
Aspek kepribadian yang berhubungan dengan penerimaan konsumen untuk
mencoba produk baru atau merek baru.
2.1.2.5 Keuntungan Brand Extension
Keuntungan brand extension menurut Keller (2003 p.582), adalah:
1. Memfasilitasi penerimaan produk.
a. Mengurangi risiko yang dirasakan konsumen
b. Meningkatkan kemungkinan memperoleh distribusi dan trial
c.
Meningkatkan efisiensi pengeluaran promosi
d. Mengurangi biaya perkenalan dan program pemasaran lanjutan
e. Menghindari biaya pengembangan merek baru untuk melakukan riset
konsumen
yang
diperlukan
dan
mempekerjakan
personal
yang
berketrampilan untuk mendesain nama merek yang berkualitas, logo,
simbol, pengemasan, ciri, dan slogan yang bisa sangat mahal dan tidak
ada jaminan sukses
f.
Efisiensi pengemasan dan pelabelan
g. Mengijinkan konsumen untuk mencari variasi
2. Menyediakan manfaat timbal balik pada merek asal.
a. Memperjelas arti merek
b. Meningkatkan citra merek
c.
Membawa pelanggan baru ke dalam brand franchise
d. Mengaktifkan kembali merek
e. Mengijinkan perluasan merek berikutnya
25 2.1.2.6 Kerugian Brand Extension
Kerugian dari brand extension menurut Keller (2003) adalah sebagai berikut:
1. Dapat membingungkan atau menyebabkan konsumen frustasi
2. Dapat mengancam ketahanan retailer
3. Dapat merusak citra merek
4. Dapat sukses tetapi menganibalisasi penjualan merek asal
5. Dapat sukses tapi mengurangi identifikasi dengan satu kategori lain
6. Dapat sukses tapi merusak citra merek asal
7. Dapat merusak arti merek
8. Dapat membatalkan kesempatan pengembangan merek baru
2.1.3 Intensi Pembelian (Purchase Intention)
2.1.3.1 Pengertian Intensi Pembelian
Schiffman et. al. (2000) menyatakan “Intensi adalah hal yang berkaitan
dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku
berkenaan dengan sikap tertentu.”
Menurut Asael, 1998 (dalam Jurnal Usahawan No. 07 Th XXXIII Juli 2004),
“Intensi adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan terhadap obyek.” Dan
menurut Dharmmesta (1999) intensi berkaitan dengan attitude dan behavior.
Beberapa pengertian intensi adalah sebagai berikut:
1. Intensi mengindikasikan seberapa jauh seorang mempunyai kemauan
untuk mencoba.
2. Intensi menunjukkan pengukuran kehendak seseorang.
3. Intensi berhubungan dengan perilaku yang terus menerus.
26 Intensi pembelian, menurut Assael (1998), adalah “Tahap terakhir dari
rangkaian proses keputusan pembelian konsumen tersebut.” Proses ini dimulai dari
munculnya kebutuhan akan suatu produk atau merek (need arousal), dilanjutkan
dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing).
Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk atau merek tersebut. Hasil
evaluasi ini yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli, sebelum
akhirnya konsumen benar-benar melakukan pembelian (Assael, 1998. Dalam
DeReMa Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 1, Januari 2007).
Masih menurut Assael (1998), “Intensi pembelian lebih dekat ke perilaku
dibandingkan dengan sikap. Intensi pembelian terbentuk dari sikap konsumen
terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas.”
Menurut Engel, et. al.(2003) dalam DeReMa Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 1
Januari 2007, “Intensi pembelian merupakan sesuatu yang berhubungan dengan
rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak unit produk
yang dibutuhkan pada periode tertentu, sehingga dapat dikatakan pula bahwa
intensi membeli adalah pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencana
pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu.”
Indikator untuk variabel intensi pembelian ini adalah niat membeli,
konsiderasi untuk membeli, dan kemungkinan untuk membeli.
2.1.4 Ekuitas Merek (Brand Equity)
2.1.4.1 Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut Durianto, et.al. (2004, p.4), ”Ekuitas merek (brand equity) adalah
seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama,
27 simbol, yang mampu menambahkan atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah produk atau jasa baik perusahaan maupun pada pelanggan.” Agar aset dan
liabilitas mendasari brand equity, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan
dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama
dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar
ekuitas merek (brand equity) akan berubah pula.
2.1.4.2 Lima Kategori Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut Aaker (dalam Durianto, et al, 2004, pp.3-4) ekuitas merek dapat
dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu:
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesanggupan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa
merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
2. Asosiasi Merek (Brand Association)
Segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi ini
merupakan atribut yang ada di dalam merek itu dan memiliki suatu tingkat
kekuatan.
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu
produk atau jasa layanan yang berkaitan dengan apa yang diharapkan
pelanggan.
4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah
merek.
28 5. Aset-aset merek lainya (Other
Proprietary Brand Asssets)
Ekuitas merek dapat memberikan nilai, baik bagi perusahaan maupun bagi
konsumen.
2.1.4.3 Peran Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut Durianto, et.al. (2004, p.6), ekuitas merek mempunyai peranan
kepada konsumen dan perusahaan.
Peran ekuitas merek bagi konsumen di antaranya adalah:
1. Aset (nama, simbol) yang dikandungnya dapat membantu dalam menafsirkan,
memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek
tersebut.
2. Ekuitas merek dapat memengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam
pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam
penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.
3. Dalam kenyataannya, persepsi kualitas dan asosiasi merek dapat mempertinggi
tingkat kepuasan konsumen.
Peran ekuitas merek bagi perusahaan, antara lain sebagai berikut:
1. Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam
memikat konsumen baru atau mempertahankan konsumen lama. Promosi yang
dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal. Ekuitas merek yang kuat dapat
menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek.
2. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan
perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru
29 yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek
yang memiliki ekuitas merek tersebut.
3. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu
menciptakan loyalitas saluran distribusi.
2.1.4.4 Pengertian Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Menurut (Giddens, 2002) ”Brand loyalty adalah pilihan yang dilakukan
konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam satu
kategori produk.”
Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan ”Brand loyalty sebagai
preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang
sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu.”
Menurut Durianto, et.al. (2001, p.126) ”Brand loyalty adalah suatu ukuran
keterkaitan pelanggan kepada suatu merek.” Ukuran ini mampu memberikan
gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk
lain. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan
mudah memindahkan suatu pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi
dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap merek meningkat,
kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk
pesaing dapat dikurangi.
Menurut Diosi Budi Utama (2007) dalam Jurnal Telaah manajeMEN Vol 2 No
2/November/2007, ”Brand loyalty juga merupakan suatu pengukuran derajat di
mana konsumen, mengakui suatu merek, yang dihasilkan dari kepuasan yang
berkelanjutan dan adanya peningkatan dalam pembelian kembali suatu produk
30 dengan sedikit pemikiran namun dengan keterlibatan yang tinggi.” Bila brand loyalty
meningkat, kerentanan kelompok pelanggan dari serangan pesaing dapat berkurang.
Brand loyalty terikat dengan laba masa depan, karena secara langsung dihubungkan
dengan tingkat penjualan di masa depan. Pelanggan yang setia menunjukkan respon
yang lebih menyenangkan terhadap suatu merek dibandingkan dengan pelanggan
yang tidak loyal. Pelanggan yang setia terhadap sebuah merek akan melakukan
pembelian secara rutin dan menolak untuk mengganti atau menukar dengan merek
yang lain (Yoo, et al., 2000).
2.1.4.5 Tingkatan-Tingkatan Brand Loyalty
Menurut Durianto, et.al. (2001, p.128), tingkatan-tingkatan yang terdapat
dalam loyalitas merek adalah sebagai berikut:
1. Berpindah-pindah (Switcher)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan
yang berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin sering pembelian
konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan
bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini,
merek memegang peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang jelas
dalam kategori ini adalah mereka membeli suatu merek karena harganya murah.
2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer)
Pembeli pada tingkat ini dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek
produk yang dikonsumsinya. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli
merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu
membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa
pembeli ini membeli suatu merek karena kebiasaan.
31 3. Pembeli yang puas karena biaya peralihan(Satisfied Buyer)
Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk kedalam kategori puas bila mereka
mengonsumsi merek tersebut.
4. Menyukai merek (Liking the Brand)
Pembeli dalam kategori ini adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek
tersebut. Pada tingkat ini dijumpai perasaan emosional yang terkait dengan
merek. Rasa suka pembeli ini bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan
simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami
pribadi maupun kerabatnya ataupun yang disebabkan oleh karena persepsi
kualitas yang tinggi.
5. Pembeli yang komit (Comitted Buyer)
Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu
kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi
sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai
suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Pada tingkatan ini, salah
satu aktualisasi loyalitas pembeli ditujukan oleh tindakan merekomendasikan dan
mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
Menurut Giddens (2002) konsumen yang loyal terhadap suatu merek
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki komitmen pada merek tersebut
2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan
merek yang lain
3. Akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain
32 4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut tidak melakukan
pertimbangan
5. Selalu mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut
6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan
mereka selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut
2.1.4.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Brand Loyalty
Schiffman dan Kanuk (2004) menyebutkan faktor-faktor yang memengaruhi
terbentuk atau terciptanya brand loyalty adalah:
1. Penerimaan keunggulan produk (Perceived product superiority)
2. Keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap merek tersebut (Personal
fortitude)
3. Keterikatan dengan produk atau perusahaan (Bonding with the product or
company)
4. Kepuasan yang diperoleh konsumen
Sedangkan Marconi (1993) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap brand loyalty adalah sebagai berikut:
1. Nilai (harga dan kualitas)
Penggunaan suatu merek dalam waktu yang lama akan mengarahkan pada
loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus bertanggungjawab untuk menjaga
merek tersebut. Perlu diperhatikan, pengurangan standar kualitas dari suatu
merek akan mengecewakan konsumen bahkan konsumen yang paling loyal
sekalipun begitu juga dengan perubahan harga. Karena itu pihak perusahaan
harus mengontrol kualitas merek beserta harganya.
33 2. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek tersebut)
Citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran. Produk yang
memiliki citra yang baik akan menimbulkan loyalitas konsumen pada merek.
3. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan merek
Dalam situasi yang penuh dengan tekanan dan permintaan pasar yang menuntut
akan adanya kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan produk
yang nyaman dan mudah untuk didapatkan.
4. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen
5. Pelayanan
Dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh suatu merek dapat
mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek
6. Garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek
Serta, menurut Subroto dalam majalah SWA 02/XXI/ 19 Januari – 2 Februari
2005 menyebutkan ada lima faktor yang menyebabkan pelanggan loyal pada merek
yang digunakannya, yaitu:
1. Nilai merek (brand value).
Yaitu dimana pelanggan menilai merek secara relatif dibanding kompetitor
dari tiga hal, yakni harga (economic price), kualitas dan citra merek itu
dibandingkan merek lain. Faktor itu sangat penting karena akan menghitung
nilai ekonomi yang dikorbankan konsumen dalam mengakuisisi merek
tertentu dibanding kualitas yang diterima, serta persepsi mereka terhadap
citra merek itu dibanding merek lain.
34 2. Karakteristik pelanggan.
Faktor ini berhubungan dengan karakter konsumen dalam menggunakan
merek. Jika konsumennya memiliki karakter yang setia terhadap suatu
merek maka konsumen tersebut tidak akan beralih ke merek lain.
3. Switching barrier.
Yakni hambatan yang muncul ketika konsumen akan pindah dari satu merek
ke merek lain. Hambatan ini tidak selalu economic value, tetapi bisa juga
berkaitan dengan fungsi, psikologis, sosial, bahkan ritual.
4. Pengalaman pelanggan.
Pengalaman pelanggan ketika melakukan kontak dengan merek yang
digunakannya. Peran kepuasan pelanggan (customer satisfaction), dengan
harapan bahwa semakin puas pelanggan, semakin tinggi kemungkinan
mereka tidak pindah ke merek lain.
5. Lingkungan yang kompetitif (competitive environment).
Faktor ini menyangkut sejauh mana kompetisi yang terjadi antarmerek
dalam satu kategori produk.
2.1.4.7 Fungsi Brand Loyalty
Menurut Durianto, et.al. (2004, p.21), beberapa potensi yang dapat
diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan adalah:
1. Mengurangi biaya pemesanan
Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan
pelanggan dibanding dengan upaya mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya
pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek meningkat. Ciri yang paling
35 terlihat dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena
harganya murah.
2. Meningkatkan perdagangan
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan dan
memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli
dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3. Menarik minat pelanggan baru
Dengan banyaknya pelanggan baru suatu merek yang merasa puas dan suka
pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan
untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka
lakukan mengandung resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas
umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat
dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.
4. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan
Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang
loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui
produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya.
36 Mengurangi biaya pemesanan
Meningkatkan perdagangan
Brand Loyalty
Menarik konsumen baru
Memberi waktu untuk merespon
ancaman persaingan
Gambar 2.2 Fungsi Brand Loyalty
Sumber: Durianto, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman (2004, p.22)
2.1.4.8 Keuntungan Brand Loyalty
Menurut Reichfield (dalam Gommans et al, 2001) keuntungan yang diperoleh
oleh suatu merek yang memiliki pelanggan yang loyal adalah:
1. Dapat mempertahankan harga secara optimal
2. Memiliki posisi tawar menawar yang kuat dalam saluran distribusi
3. Mengurangi biaya penjualan
4. Memiliki penghalang yang kuat terhadap produk-produk baru yang memiliki
potensi yang besar untuk masuk dalam kategori produk atau layanan yang
dimiliki oleh merek tersebut
5. Keuntungan sinergis yang diperoleh dari brand extension yang berhubungan
dengan kategori produk atau pelayanan dari merek tersebut
37 Giddens (2002) juga menambahkan dengan adanya loyalitas merek maka dapat
meningkatkan:
1. Volume penjualan
Dengan adanya loyalitas merek maka kehilangan konsumen dapat dikurangi.
Dengan adanya pengurangan kehilangan konsumen maka akan meningkatkan
pertumbuhan perusahaan dan penjualan.
2. Kemampuan perusahaan untuk menetapkan harga yang optimal
Karena konsumen yang memiliki loyalitas merek kurang sensitif pada perubahan
harga.
3. Konsumen dengan loyalitas merek yang selalu mencari merek favoritnya dan
kurang sensitif pada promosi yang kompetitif.
Dengan adanya loyalitas merek di kalangan pelanggan, maka perusahaan dapat
mengurangi biaya promosi produknya karena konsumen tetap akan mencari
merek yang disukainya.
2.1.5 Hubungan Antar Variabel
2.1.5.1 Hubungan Antara Variabel Brand Extension Terhadap Variabel Intensi
Pembelian
”Dalam kaitannya dengan brand extension, konsumen akan menghendaki produk yang
memiliki atribut yang dapat memenuhi kebutuhannya. Dan konsumen berharap kualitas
kinerja dari produk baru tersebut mencerminkan kualitas merek induknya. Dengan
demikian konsumen dapat mengurangi resiko rendahnya kualitas produk baru dengan
pengetahuannya tentang merek induk produk tersebut. Maka terhadap produk brand
extension tersebut, yang memiliki atribut yang diinginkannya, sikap konsumen tersebut
38 akan positif dan dapat mengarah ke niat membeli,” dalam DeReMa Jurnal Manajemen
Vol. 2 No. 1, Januari 2007.
2.1.5.2 Hubungan Antara Variabel Intensi Pembelian Terhadap Variabel Brand
Loyalty
“Intensi pembelian ulang yang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang
merupakan dorongan motivasi untuk menjadikan konsumen setia akan sebuah merek,”
dalam Jurnal Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen
Petra.
2.2 Kerangka Pemikiran
Brand Extension
(X)
1. Pengetahuan
merek induk
2. Persepsi kualitas
3. Innovativeness
4. Konsistensitas
Intensi Pembelian (Y)
1. Niat membeli
2. Konsiderasi untuk
membeli
3. Kemungkinan
untuk membeli
konsep merek
Brand Loyalty (Z)
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
1. Switcher
2. Habitual Buyer
3. Satisfied Buyer
4. Liking the Brand
5. Comitted Buyer
Download