BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar a. Pengertian Belajar Menurut Sardiman (2009:20) belajar itu adalah perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Suprijono (2013: 2), Belajar adalah perubahan tingkah laku dari hasil pengalaman. Belajar dilakukan dengan mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu dari dirinya, mendengarkan, mengikuti petunjuk. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru baik secara keseluruhan, sebagai bahan pengalaman individu tersebut dalam suatu interaksi dengan lingkungannya (Aunurrahman, 2009:35). Menurut Slameto dan Hamdani (2000:20) “Belajar adalah usaha yang dilakukan seorang untuk mendapatkan perubahan sikap yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Dari pendapat para ahli di atas dapat diketahui bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang sengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau anak yang tadinya tidak terampil menjadi terampil. Perubahan tingkah laku dari individu tersebut dikarenakan pengalaman yang terjadi selama proses pembelajaran terjadi. 2. Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan,guru mengajarkan supaya peserta didik dapat mengajar dan mengatasi isi pelajaran hingga mencapai sesuatu yang objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta (aspek psikotomotorik) seorang peserta didik. Pengajaran memberikan kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak yaitu pekerjaan guru saja sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber daya suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,serta pembentukan sikap dan kepercayaan diri pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Dalam prosesnya pembelajaran pengembangan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan guru dan sesama siswa yang dilandasi sikap saling menghargai harus perlu secara terus menerus dikembangkan didalam setiap event pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran,setiap siswa harus terus didorong agar mampu memberdayakan dirinya melalui latihan-latihan pemecahan masalah-masalahnya sendiri,mengambil keputusan sendiri, dan memikul tanggung jawabnya. Anurrahman (2009:11) mengatakan dalam proses pembelajaran,mengenal terhadap diri sendiri merupakan hal yang sangat penting dalam upaya-upaya pemberdayaan diri. Dari uraian di atas, maka pengenalan terhadap diri sendiri berarti pula mengenal kelebihan-kelebihan atau kekuatan yang kita miliki untuk mencapai hasil belajar maupun prestasi belajar yang diharapkan selain itu pengenalan terhadap diri sendiri juga berarti mengenal kelemahan-kelemahan pada diri sendiri sehingga dapat berupaya mencari cara-cara konstruktif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Dari pendapat para ahli di atas maka dapat diketahui bahwa pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara siswa dan guru dalam suatu komunikasi yang berlangsung selama proses belajar mengajar sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan dan mengembangkan potensi dimana guru berfungsi sebagai fasilitator dan pengarah b. Komponen Pembelajaran Dengan demikian diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen: 1) Siswa Seorang yang bertindak sebagai pencari,penerima,dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. 2) Guru Seseorang yang bertindak sebagai pengelola,katalisator,dan peran lainya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. 3) Tujuan Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. 4) Isi pelajaran Segala informasi berupa fakta,prinsipdan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 5) Metode Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi yang dibutuhkan mereka mereka untuk mencapai tujuan. 6) Media Bahan pengajaran untuk atau peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa. 7) Evaluasi Cara tertentu digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. 3. Teori-Teori Pembelajaran Di dalam dunia pendidikan, ada banyak teori belajar dan pembelajaran yang berasal dari literatur psikologi. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara pendidikan dengan psikologi. Diantaranya adalah dalam menghadapi masalah-masalah belajar, diperlukan pemecahan solusi yang berdasarkan psikologi. Teori-teori belajar dan pembelajaran tersebut meliputi, teori konstruktivitik, teori behavioristik, teori medan, teori belajar psikologi sosial, dan teori-teori yang lainnya Menurut Aunurrahman (2009:39-47) a. Behavioristik Pembelajaran selalu memberi stimulus kepada siswa agar menimbulkan respon yang tepat seperti yang kita inginkan.Hubungan stimulus dan respon ini bila diulang akan menjadi sebuah kebiasaan,selanjutnya,bila siswa menemukan masalah guru menyuruhnya untuk mencoba dan mencoba lagi sampai memperoleh hasil. b. Kognitivisme Pembelajaran adalah dengan mengaktifkan indera siswa agar memperoleh pemahaman sedangkan pengaktifan indra dapat dilaksanakan dengan jalan menggunakan media/alat bantu disamping itu penyampaian pengajaran dengan berbagai variasi artinya menggunakan banyak metode. c. Humanistic Dalam pembelajaran ini guru sebagai pembimbing menberikan pengarahan agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai manusia yang unik untuk mewujudkan potensi-potensiyang ada dalam dirinya sendiri. Siswa perlu melakukan sendiri berdasarkan inisiatif sendiri yang melibatkan pribadinya secara utuh dalam proses belajar agar dapat memperoleh hasil. d. Sosial Implementasi dari pembelajaran dan pengajaran dapat dicapai melalui beberapa cara seperti:Penyampaian harus interktif dan menarik : demontrasi guru hendaklah jelas,menarik,mudah dan tepat:hasilnya guru atau contoh contoh seperti ditunjukan hendaklah mempunyai mutu yang tinggi. Untuk terwujudnya iklim dan preoses pembelajaran yang kondusif perlu didukung oleh berbagai faktor,baik berkenaan dengan kemampuan guru, misal di dalam memilih bahan ajar,sarana dan fasilitas pendukung serta yang tidak kalah pentingya kesiapan dan motivasi siswa untuk belajar dan mencapai hasil belajar yang optimal (Anurrahman, 2009:79) Dalam pemilihan bahan ajar ada beberpa prinsip yang perlu diperhatikan,prinsipprinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi dan kecukupan. Relevansi adalah materi pembelajaran harus relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.Konsistensi adalah keajegan.Kecukupan artinya yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. 4. Model Pembelajaran a. Pengertian model pembelajaran Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam megorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai sebuah tujuan belajar yang telah ditentukan dan berfungsi sebagai pedoman bagi pengajar untuk dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan aktivitas belajar (Anurrahman, 2009:146). b. Fungsi Model Pembelajaran Menurut Kamulyan, M.S & Risminawati (2012:13), fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Karena itu, pemilihan model sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan dibelajarkan, tujuan (kompetensi) yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik. c. Ciri Model Pembelajaran Menurut Kamulyan, M.S & Risminawati (2012:13), Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pendekatan, strategi, metode dan teknik. Karena itu, suatu rancangan pembelajaran atau rencana pembelajaran disebut menggunakan model pembelajaran apabila mempunyai empat ciri khusus, yaitu rasional teoretik yang logis yang disusun oleh penciptanya atau pengembangnya, landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pemmbelajaran yang akan dicapai), tingkah laku yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Menurut Kamulyan, M.S & Risminawati (2012:14) suatu model pembelajaran akan memuat antara lain: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Deskripsi lingkungan belajar Pendekatan, metode, teknik dan strategi Manfaat pembelajaran Materi pembelajaran (kurikulum) Media Desain pembelajaran Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa ciri model pembelajaran yang baik yaitu memuat suatu pokok-pokok hal berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar. Diantaranya yaitu metode yang sesuai dengan kurikulum, manfaat, penggunaan media, dan dsainpembelajarannya. d. Macam Model Pembelajaran Model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaknya (langkah-langkahnya) dan sifat lingkungan belajarnya. Arends dalam Kamulyan, M.S & Risminawati (2012:14) menyebutkan enam model pembelajaranyang sering dan praktis digunakan guru dalam pembelajaran, yaitu presentasi, pengajaran langsung (direct instruction), pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah (problem base instruction) dan diskusi kelas. Menurut Kamulyan, M.S & Risminawati (2012:14) ada banyak model pembelajaran yang dapat digunakan dalam implementasi pembelajaran di antaranya sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Model pembelajaran kooperatif Model pembelajarana kontekstual Model pembelajaran inkuiri Model pembelajaran terpadu Model dengan pendekatan lingkungan Model pengajaran langsung Model pembelajaran konstruktivisme, dan Model pembelajaran interaktif Macam model pembelajaran di atas memungkinkan guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam penggunaannya selama proses pembelajaran sehingga interaksi yang terjadi antara siswa dan guru menjadi lebih baik. Banyaknya metode disini memerlukan pemilihan yang tepat sesuai dengan materi yang diberikan guru. Metode yang tepat untuk meningkatkan keaktifan dan melibatkan seluruh siswa dalam pembelajaran yaitu metode cooperatif, dimana metode ini lebih efektif dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. 5. Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Play) Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Pengembangan model belajar dimaksudkan agar guru memahami benar bagaimana siswa belajar yang efektif, dan model pembelajaran yang bisa dipilih dan digunakan harus sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, materi, fasilitas, dan guru itu sendiri. Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keterampilan komunikasi pada mata pelajaran Humas adalah model role playing. Menurut Hamalik (2004: 214) model role playing (bermain peran) adalah model pembelajaran dengan cara memberikan peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas. Bermain peran (role playing) adalah salah satu model pembelajaran interaksi sosial yang menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan personalisasi. Hamalik (2004: 214) mengemukakan bahwa “bentuk pengajaran role playing memberikan pada siswa seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru”. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana siswa membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain. Melalui model pembelajaran bermain peran (role playing )siswa mampu masuk memahami peran orang lain/individu lain dan dengan perilaku seperti orang yang diperankannya, dengan begitu siswa akan mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang perilakunya/tindakannya. Pengertian model pembelajaran bermain peran (role play) juga diungkapkan oleh Silberman (2010:40) “Role play merupakan salah satu metode yang sangat berguna untuk menggali sikap dan untuk melatih kemampuan”. Dalam melakukan role play, harus mengetahui beberapa cara yang berbeda untuk menciptakan alur cerita dan untuk menampilkanya. Dari pemaparan para ahli di atas dapat diketahui bahwa metode role play merupakan metode yang melibatkan siswa dalam sebuah peran-peran dalam melakukan simulasi suatu materi pembelajaran, sehingga melibatkan semua siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajran yang berlangsung. Dengan menggunakan metode role play yang bergantian dalam menampilan suatu peristiwa yang diperankan masing-masing siswa maka akan menambah daya serap siswa tentang pemahaman materi yang dipelajari karena pada dasarnya mengingat karena mempraktikan lebih lama diingat siswa dari pada hanya mendengarkan. a. Tinjauan Metode Bermain Peran Menurut Hamdani (2011:87) “Metode bermain peran (role playing) adalah cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa”. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, bergantung pada apa yang diperankan. Kelebihan metode ini adalah seluruh siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuannya dalam bekerja sama. Menurut Mulyasa (2006:139) melalui bermain peran, para peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah. Sebagai suatu metode pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi model ini berusaha membantu para peserta didik menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Dalam pada itu, melalui metode ini para peserta didik diajak untuk belajar memecahkan masalah-masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok sosial yang beranggotakan temanteman sekelas. Dari dimensi sosial, model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dalam menganalisis situasi-situasi sosial, terutama masalah yang menyangkut hubungan antarpribadi peserta didik. Menurut Kamulyan, M.S & Risminawati (2012:66) sintak dari metode pembelajaran ini adalah guru menyiapkan skenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok dan refleksi. b. Konsep Peran Menurut E. Mulyasa (2006:140) peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan, tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlakukan pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak terbatas pada tindakan, tetapi pada faktor penentunya, yakni, perasaan, persepsi dan sikap. Bermain peran berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai-nilai yang mendasarinya. c. Tujuan Bermain Peran dalam Pembelajaran Tujuan bermain peran (Role playing) menurut E. Mulyasa (2006:140) adalah: 1) Melatih siswa untuk menghadapi situasi yang sebenarnya. 2) Melatih praktik berbahasa lisan secara intensif. 3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya berkomunikasi. 4) Dapat menghargai perasaan orang lain. 5) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab. 6) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah. d. Pelaksanaan Bermain Peran Penggunaan metode pembelajaran bermain peran dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Menurut E. Mulyasa (2006:141) ada empat asumsi yang mendasari metode ini memiliki kedudukan yang sejajar dengan metode pengajaran lainnya. Keempat asumsi tersebut ialah: 1) Secara implisit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menekankan dimensi “di sini dan kini” (here and now) sebagai isi pengajaran. 2) Bermain peran memberikan kemungkinan kepada peserta didik untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya yang tak dapat mereka kenali tanpa bercermin kepada orang lain. 3) Metode ini mengasumsikan bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf kesadaran untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. 4) Metode mengajar ini mengasumsikan bahwa proses-proses psikologis yang tersembunyi (covert) berupa sikap-sikap nilai-nilai, perasaan-perasaan dan sistem keyakinan dapat diangkat ke taraf kesadaran melalui kombinasi pemeranan secara spontan dan analisisnya. Shaftel dan Shaftel dalam E. Mulyasa (2006: 143) mengemukakan ada sembilan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi: 1) Menghangatkan Suasana dan Memotivasi Peserta Didik. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru. 2) Memilih Peran dalam Pembelajaran Pada tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. 3) Menyusun Tahap-tahap Peran 4) 5) 6) 7) 8) 9) Pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam tahap ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan. Menyiapkan Pengamat Keterlibatan pengamat dapat memperkaya model, terutama mengajukan alternatif pemeranan. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih hidup, terutama pada saat mendiskusikan peran-peran yang telah dimainkan. Tahap Pemeranan Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Diskusi dan Evaluasi Pembelajaran Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Guru harus mengarahkan diskusi yang dilakukan para peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Pemeranan Ulang Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya. Diskusi dan Evaluasi Tahap Dua Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama Hal ini bertujuan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya. Membagi Pengalaman dan Pengambilan Kesimpulan Tahap ini tidak harus menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain peran ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman-pengalaman berharga dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan teman-temannya. Keberhasilan bermain peran bergantung pada kemampuan dalam mengungkap pengalaman pribadi peserta didik. Disamping dapat aneka ragam pengalaman diantara peserta didik. Role play digunakan sebagai suatu media pendidikan yang ampuh dimana saja terdapat peran-peran yang dapat didefinisikan dengan jelas,yang memiliki interaksi yang mungkin dieksplorasi dalam keadaan yang bersifat simulasi. Menurut Hisyam Zaini,Bermwy Munthe,dan Sekar Ayu Aryani(2008:101) role play yang pokok digunakan dikelas yaitu : Pendekatan Berbasis Isu (Issues based Approach) Pemain secara aktif mengekplorasi suatu isu dengan mengandalkan peran dari manusia dalam kehidupan yang berselisih satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan yang diinginkanya yang dilandasi seperangkat kepentingan pribadi yang jelas. Dalam pendekatan berbasis isu peserta diminta untuk: 1. Meneliti sikap kepercayaan dan nilai-nilai yang mengelilingi suatu isi. 2. Meneliti sikap kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh manusia tertentu. 3. Mengambil pendirian terhadap isu. 4. Masuk pada suatu skenario dimana pendirian diungkapkan,diartikulasikan, dipertahankan dan dievaluasi. Relasi terhadap posisi yang sama atau yang berbeda direpresentasikan oleh pemain role play lain. 5. Menjadikan dirinya berpihak pada pemeran yang memegang posisi yang sama. 6. Berunding atau berdebat dengan mereka yang memerankan atau yang memegang posisi yang berbeda 7. Mengambil pendirian yang bertentangan dengan isu. Ada beberapa tahap dalam mengimplementasikan model pembelajaran role play, diantaranya adanya perencanaan dan persiapan, interaksi,refleksi,dan evaluasi.Sebelum penerapan guru harus sudah mencantumkan rencana-rencana tentang hal yang diperlukan dalam penerapan role play. Keberhasilan penerapan model pembelajaran ini terletak pada rencana atau persiapan yang telah dilaksanakan. Adapun Uno (2008: 25) menyatakan bahwa: Model pembelajaran bermain peran (role playing) adalah model yang pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata, kedua bahwa bermain peran dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskan, ketiga bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa model role playing adalah model bermain peran dengan cara memberikan peran-peran tertentu atau serangkaian situasi-situasi belajar kepada siswa dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan didramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas. e. Langkah-langkah pembelajaran Menurut Suherman (2009: 7) dari model pembelajaran role playing kegiatan awal yang harus dilakukan adalah: 1) Guru menyiapkan skenario pembelajaran 2) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut 3) 4) 5) 6) 7) 8) Pembentukan kelompok siswa Penyampaian kompetensi Menunjuk siswa untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya Kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon. Presentasi hasil kelompok Bimbingan penyimpulan dan refleksi. Selanjutnya menurut Uno (2008: 26) menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran role playing adalah sebagai berikut: (1) Persiapan, guru memperkenalkan siswa pada suatu permasalahaan yang disadari siswa sebagai suatu yang dipelajari dan dikuasinya; (2) Pemilihan partisipan, siswa dan guru menentukan karakter dari setiap pemain dan siapa yang memerankan yang di sesuaikan dengan kemampuan siswa; (3) Penataan ruang,mempersiapkan tempat bagaimana peran akan dimainkan serta apa saja yang dibutuhkan; (4) observer, guru menunjuk siswa sebagai pengamat akan tetapi siswa juga aktif dalam pbermain peran; (5) Memainkan peran, permainan dimainkan secara spontan akan tetapi guru mengarahkan sehingga masih dalam konteks; (6) diskusi dan evaluasi,guru an siswa mendiskusikan dan mengevaluasi terhadap peran yang telah dimainkan sehingga memungkinkan adanya usulan dari siswa; (7) Bermain peran ulang,memainkan peran ulang yang telah di evaluasi sesuai skenario; (8) diskusi dan evaluasi kedua,pembahasan dan evaluasi diarahkan pada realita sehingga peran yang dimainkan siswa sesuai pada keadaan real; (9) berbagi pengalaman dan diskusi, siswa diajak untuk berbagi tentang pengalaman tema yang di mainkan yang dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. f. Manfaat Model Role Playing Manfaat yang dapat diambil dari model role playing adalah: Role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah baku dan normatif terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Role playing melibatkan jumlah siswa yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Role playing dapat memberikan kepada siswa kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain siswa akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000: 51). Dari uraian di atas manfaat pembelajaran role playing adalah: (1) memberikan semacam hiden practice,dimana siswa tanpa sadar mengggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari; (2) melibatkan jumlah siswa yang cukup banyak ,cocok untuk kelas besar; (3) memberikan kepada siswa kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. g. Kelebihan Metode Bermain Peran Kelebihan metode bermain peran dalam pembelajaran yaitu: 1) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. 2) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda. 3) Guru dapat mengevaluasi pemahaman setiap siswa melalui pengamatan pada saat melakukan permainan. 4) Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. 5) Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama. 6) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Di samping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang dan sukar untuk dilupakan. (http://arearejasaputra.blogspot.com/2012/09/keterampilan-berbicara.html) 6. Keaktifan Belajar a. Pengertian Keaktifan Belajar Menurut MC.Keachie dalam Dimyati dan Mujiono (1990:45) berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa “Individu merupakan manusia belajar yang selalu ingin tahu”. Menurut Sriyono (1992:75) , ”Keaktifan adalah pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan agar siswa-siswanya aktif jasmani maupun rohani”. Menurut Sagala (2006: 124-134) keaktifan jasmani maupun rohani itu meliputi antara lain: 1) Keaktifan indera pendengaran,penglihatan, peraba dan lain-lain. Siswa harus dirangsang agar dapat menggunakan alat inderanya sebaik mungkin 2) Keaktifan akal: akal anak-anak harus aktif atau diaktifkan untuk memecahkan masalah, menimbang-nimbang,menyusun pendapat dan mengambil keputusan. 3) Keaktifan ingatan: pada waktu mengajar anak harus aktif menerima bahan pengajaran yang disampaikan guru dan menyimpannya dalam otak,kemudian pada suatu saat ia siap mengutarakan kembali. 4) Keaktifan emosi:dalam hal ini siswa hendaklah senantiasa berusaha mencintai pelajarannya. Menurut sudjana (1998:72) mengemukakan keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam: 1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. 2) Terlibat dalam pemecahan masalah. 3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya. 4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. 5) Melatih diri dalam memecahkan masalah. 6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil hasil yang diperoleh. Dalam proses belajar mengajar mengajar terjadi aktivitas guru dan siswa. Hal ini yang memotivasi siswa untuk menderung aktif dalam belajar. Menurut Anurrahman (2009:119) menyatakan keaktifan siswa dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami,dan dikembangkan setiap guru dalam proses pembelajaran.Sehingga keaktifan siswa perlu digali dari potensi yang mereka aktualisasi melalui aktifitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Trinanda (2008 :11) menyatakan bahwa, ”Hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa maupun dengan lingkungan siswa itu sendiri. Menurut Sriyono dkk (dalam Syafaruddin,2005:213) menyatakan bahwa,“Keaktifan siswa adalah pada waktu guru mengajar guru harus mengusahakan agar siswa aktif jasmani maupun rohani”. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2010: 362), “Belajar aktif ditujukan dengan adanya ketertiban intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar”. Siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi mengemukakan pendapat dan idenya,melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama sama di dalam kelompok. Kegiatan tersebut memungkinkan siswa berinteraksi aktif dengan lingkungan dan kelompoknya sebagai media untuk mengembangkan kemampuanya. Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa keaktifan yaitu segala kegiatan perubahan tingkah laku individu dengan melakukan interaksi dengan lingkungan untuk mencapai tujuan. Keaktifan siswa dalam belajar tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi tergantung dengan lingkungan dan kondisi dalam kegiatatn belajar. Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang didalamnya siswa dapat berperan aktif, maka dapat diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa, yaitu: 1) Memberikan dorongan atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2) Menjelaskan tujuan intruksional(kemampuan dasar kepada siswa). 3) Meningkatkan kompetensi belajar kepada siswa. 4) Memberikan stimulus (masalah,topik,dan konsep yang akan dipelajari). 5) Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya. 6) Memunculkan aktivitas,partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. 7) Memberi umpan balik. 8) Melakukan tagihan-tagihan kepada siswa berupa tes,sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur. 9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pelajaran. Pembelajaran aktif menurut Ardinsyah(2011: 78) “Mendenifisikan aktif sebagai giat (belajar, berusaha) dan megaktifkan memiliki arti menggiatkan”. Sedangkan aktif menurut Mulyasa (2005:43), “Merupakan keikutsertaan berpola,giat, lincah.Aktif digunakan dalam berbagai aspek,seperti pendidikan”. Dikatakan pembelajaran yang aktif jika memiliki beberapa indikator. Menurut Ahmad Tafsir (2008: 171) ada indikator yang menandai siswa aktif dam pembelajaran yaitu: 1) Segi siswa a) Keinginan,keberanian menampilkan bakat dan meyelesaikan permasalahan yang dihadapi. b) Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan proses berkelanjutan dalam belajar. c) Penampilan berbagai usaha belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar sampai mencapai hasil. d) Kemandirian belajar. 2) Segi Guru a) Usaha mendorong,membina gairah belajar dan berpartisipasi dalam proses pengajaran secara aktif. b) Peran guru yang tidak mendominasikan kegiatan belajar siswa. c) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan masing-masing. d) Menggunakan metode mengajar dan pendekatan multimedia. 3) Segi Program a) Tujuan pembelajaran sesuai dengan minat,kebutuhan dan kemampuan siswa. b) Program cukup jelas bagi siswa dan menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. 4) Segi Situasi a) Hubungan erat antara siswa dan guru,siswa dengan siswa,guru dengan guru,serta dengan unsur pimpinan sekolah. b) Siswa bergairah belajar. 5) Segi Sarana Pembelajaran a) Sumber belajar yang memadai. b) Fleksibelitas bagi kegiatan belajar. c) Dukungan media pembelajaran. d) Kegiatan belajar di dalam maupun di luar kelas (Tafsir,1994:145). Secara harfiah keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti sibuk, giat (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 17). Aktif mendapat awalan ke- dan –an, sehingga menjadi keaktifan yang mempunyai arti kegiatan atau kesibukan.Jadi, keaktifan belajar adalah kegiatan atau kesibukan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah maupun di luar sekolah yang menunjang keberhasilan belajar siswa. Keaktifan tersebut tidak hanya keaktifan jasmani saja, melainkan juga keaktifan rohani. Menurut Sriyono (1992: 75) menyatakan bahwa keaktifan jasmani dan rohani yang dilakukan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut: 1) Keaktifan indera; pendengaran, penglihatan, peraba, dan sebagainya. Peserta didik harus dirangsang agar dapat menggunakan alat inderanya sebaik mungkin. Mendikte dan menyuruh mereka menulis sepanjang jam pelajaran akan menjemukan. Demikian pula dengan menerangkan terus tanpa menulis sesuatu di papan tulis. Maka pergantian dari membaca ke menulis, menulis ke menerangkan dan seterusnya akan lebih menarik dan menyenangkan. 2) Keaktifan akal; akal peserta didik harus aktif atau dikatifkan untuk memecahkan masalah, menimbang, menyusun pendapat dan mengambil keputusan. 3) Keaktifan ingatan; pada saat proses belajar mengajar peserta didik harus aktif menerima bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru, dan menyimpannya dalam otak. Kemudian pada suatu saat ia siap dan mampu mengutarakan kembali. 4) Keaktifan emosi dalam hal ini peserta didik hendaklah senantiasa berusaha mencintai pelajarannya, karena dengan mencintai pelajarannya akan menambah hasil belajar peserta didik itu sendiri. 5) Sebenarnya semua proses belajar mengajar peserta didik mengandung unsur keaktifan, tetapi antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Oleh karena itu, peserta didik harus berpartisipasi aktif secara fisik dan mental dalam kegiatan belajar mengajar. Keaktifan peserta didik dalam proses belajar merupakan upaya peserta didik dalam memperoleh pengalaman belajar, yang mana keaktifan belajar peserta didik dapat ditempuh dengan upaya kegaiatan belajar kelompok maupun belajar secara perseorangan. Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti: sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya (Rosalia, 2005:4). Dapat diambil suatu pengertian bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. b. Jenis-Jenis Keaktifan Belajar Perbuatan belajar merupakan perbuatan yang sangat kompleks dan proses yang berlangsung pada otak manusia. Dengan melakukan perbuatan belajar tersebut peserta didik akan menjadi aktif di dalam kegaiatan belajar. Jenis-jenis keaktifan belajar siswa dalam proses belajar sangat beragam. Curiculum Guiding Commite of the Winsconsin Cooperative Educational Program dalam Oemar Hamalik (2009: 20-21) mengklasifikasikan aktivitas peserta didik dalam proses belajar menjadi: 1)kegiatan penyelidikan: membaca, berwawancara, mendengarkan radio, menonton film dan alatalat AVA lainnya; 2) kegiatan penyajian: laporan, panel and round table discussion, mempertunjukkan visual aid, membuat grafik dan chart; 3) kegiatan latihan mekanik: digunakan bila kelompok menemui kesulitan sehingga perlu diadakan ulangan dan latihan; 4) kegiatan apresiasi: mendengarkan musik, membaca, menyaksikan gambar; 5) kegiatan observasi dan mendengarkan: bentuk alat-alat dari siswa sebagai alat bantu belajar; 6) kegiatan ekspresi kreatif: pekerjaan tangan, menggambar, menulis, bercerita, bermain, membuat sajak, bernyanyi dan bermain musik; 7) bekerja dalam kelompok: latihan dalam tata kerja demokratis, pembagian kerja antara kelompok dalam melaksanakan rencana; 8) percobaan: belajar mencobakan cara-cara mengerjakan sesuatu, kerja laboratorium dengan menekankan perlengkapan yang dapat dibuat oleh peserta didik di samping perlengkapan yang telah tersedia, serta; 9) kegiatan mengorganisasi dan menilai: diskriminasi, menyeleksi, mengatur dan menilai pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka sendiri. Jenis keaktifan siswa dalam proses belajar ada delapan aktivitas, yaitu: mendengar, melihat, mencium, merasa, meraba, mengolah ide, menyatakan ide dan melakukan latihan. Secara sederhana kedelapan aktivitas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Mendengar, dalam proses belajar yang sangat menonjol adalah mendengar dan melihat. Apa yang kita dengar dapat menimbulkan tanggapan dalam ingatan-ingatan yang turut dalam membentuk jiwa sesorang. 2) Melihat, peserta didik dapat menyerap dan belajar 83% dari penglihatannya. Melihat berhubungan dengan penginderaan terhadap objek nyata, seperti peragaa atau demonstrasi. Untuk meningkatkan keaktifan peserta didik dalam belajar melalui proses mendengar dan melihat, sering digunakan alat bantu dengar dan pandang atau yang sering di kenal dengan istilah alat peraga. 3) Mencium, sebenarnya penginderaan dalam proses belajar bukan hanya mendengar dan melihat, tetapi meliputi penciuman. Seseorang dapat memahami perbedaan objek melalui bau yang dapat dicium. 4) Merasa, yang dapat memberi kesan sebagai dasar terjadinya berbagai bentuk perubahan bentuk tingkah laku bisa juga dirasakan dari benda yang dikecap. 5) Meraba, untuk melengkapi penginderaan, meraba dapat dilakukan untuk membedakan suatu benda dengan yang lainnya. 6) Mengolah ide, dalam mengolah ide peserta didik melakukan proses berpikir atau proses kognitif. Dari keterangan yang disampaikan kepadanya, baik secara lisan maupun secara tulisan, serta dari proses penginderaan yang lain yang kemudian peserta didik mempersepsi dan menanggapinya. 7) Menyatakan ide, tercapainya kemampuan melakukan proses berpikir yang kompleks ditunjang oleh kegiatan belajar melalui pernyataan atau mengekspresikan ide. Ekspresi ide ini dapat diwujudkan melalui kegiatan diskusi, melakukan eksperimen atau melalui proses penemuan melalui kegiatan semacam itu, taraf kemampuan kognitif yang dicapai lebih baik dan lebih tinggi dibandingkan dengan hanya sekedar melakukan penginderaan, apalagi penginderaan yang dilakukan hanya sekedar mendengar semata-mata. 8) Melakukan latihan: bentuk tingkah laku yang sepatutnya dapat dicapai melalui proses belajar, di samping tingkah laku kognitif, tingkah laku afektif (sikap) dan tingkah laku psikomotorik (keterampilan) untuk meningkatkan keterampilan tersebut memerlukan latihan-latihan tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil suatu pengertian bahwa jenis-jenis kegiatan keaktifan peserta didik dalam proses belajar dapat dikelompokkan menjadi keaktifan jasmani dan keaktifan rohani, di mana bentuk dari kedua jenis keaktifan tersebut sangat beragam, diantaranya adalah: keaktifan panca indera, akal, ingatan dan emosional. c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar Muhibbin Syah (2012: 146) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu faktor internal (faktor dari dalam peserta didik), faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik) dan faktor pendekatan belajar (approach to learning). Secara sederhana faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik tersebut dapat diuraiakan sebagai berikut: Faktor internal peserta didik, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri, yang meliputi: 1) Aspek fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran. 2) Aspek psikologis, belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Adapun faktor psikologis peserta didik yang mempengaruhi keaktifan belajarnya adalah sebagai berikut: a) inteligensi, tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) peserta didik tidak dapat diragukan lagi dalam menentukan keaktifan dan keberhasilan belajar peserta didik. Ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat inteligensinya maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, begitu juga sebaliknya; b) sikap, adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif; c) bakat, adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir yang berguna untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masingmasing; d) minat, adalah kecenderungan atau kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu; dan e) motivasi, adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Faktor eksternal peserta didik, merupakan faktor dari luar siswa yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. Adapaun yang termasuk dari faktor ekstrenal di antaranya adalah: 1) lingkungan sosial, yang meliputi: para guru, para staf administrasi dan temanteman sekelas; serta 2) lingkungan non sosial, yang meliputi: gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik. Hal yang sama dikemukakan oleh Abu Ahmadi (2008: 78) bahwa faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni: 1) faktor intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri) yang meliputi faktor fisiologis dan psikologi; serta 2) faktor ektern (faktor dari luar manusia) yang meliputi faktor sosial dan non sosial. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan peserta didik dalam proses belajar adalah faktor internal (faktor dari dalam peserta didik) dan faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik). B. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan merupakan penelaah hasil penelitian yang terdahulu yang diperlakukan untuk mempertajam penelitian yang dilakukan. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Yağmur Çerkez, Zehra Altınay, Fahriye Altınay & Elnara Bashirova dalam jurnal Journal of Education and Learning; Vol. 1, No. 2; 2012 ISSN 1927-5250 E-ISSN 1927-5269 dengan judul Drama and Role Playing in Teaching Practice: The Role of Group Works. Penelitian ini menunjukkan bahwa drama dan bermain peran merupakan metode belajar yang efektif untuk para siswa dan mereka mendapatkan rasa percaya diri dan dapat membangun ikatan persahabatan. Selain itu, mereka dapat mengembangkan komunikasi, manajemen dan keterampilan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Suchismita Bhattacharjee, PhD dan Somik Ghosh, PhD (2013) dalam jurnal ASC Annual International Conference Proceedings dengan judul Usefulness of Role-Playing Teaching in Construction Education: A Systematic Review. Penelitian ini menunjukkan bahwa melalui metode bermain peran, seorang guru tidak hanya meyampaikan fakta dan informasi dari subjek, tetapi juga dapat menggambarkan citra yang lebih jelas dari kenyataan. Dengan melibatkan siswa dalam pembelajaran telah terbukti dapat meningkatkan antusiasme siswa dan suasana kelas tidak menjadi monoton. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Tien Kartini dalam jurnal pendidikan dasar Nomor 8 Oktober 2007 dengan judul penggunaan metode role playing untuk meningkatkan minat siswa dalam pembelajran pengetahuan sosial di kelas V SDN Cileunyi I Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metode role playing sangat efektif dalam meningkatkan minat belajar anak. Efektivitas penggunaan metode tersebut dapat dilihat dari dijumpainya beberapa perubahan yang positif, baik yang terjadi pada guru IPS itu sendiri maupun yang terjadi pada diri siswa, terutama perubahan adanya peningkatan minat belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Peny Puji Astuti dengan judul Efektivitas Metode Bermain Peran (Role Playing) untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi pada Anak. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan metode “Bermain Peran (Role Play) efektif untuk meningkatkan keterampilan komunikasi pada anak. Siswa yang diberikan perlakuan berupa metode bermain peran (Role Play) memiliki skor keterampilan komunikasi yang lebih tinggi disbanding dengan anak yang tidak diberi perlakuan bermain peran (role play). Hal ini membuktikan bahwa keterampilan komunikasi dapat ditingkatkan dengan metode bermain peran (role play). 5. Penelitian yang dilakukan oleh Rita Hermawati dengan judul Peningkatan Hasil Belajar dengan metode role playing pada mata diklat pelayanan prima kelas X busana di SMK Maarif 2 Sleman. Penelitian ini menunujukkan bahwa dengan metode role playing dapat meningkatkan hasil belajar pada pelayanan prima Siswa kelas X busana B dengan melihat aktivvitas belajar siswa dan ketercapaian hasil belajar siswa. 6. Penelitian yang dilakukan oleh Anders Drachen, Marinka Copier, Michael Hitchens dengan judul Role-Playing Games, experimentation, culture, storytelling, penelitiannya telah difokuskan pada pemakai interaksi, pengalaman bermain dan pembentukan karakter dalam suatu budaya, cerita, proses permainan. Penelitian role-playing game merupakan salah satu metode yang tepat dalam pembelajaran tipe pembelajaran yang berbasis permainan/bermain peran. Peneletian ini menyajikan keadaan seni dari berbagai sudut dan kepentingan, memberikan gambaran tentang topik hangat saat ini dan arah penelitian masa depan, demean bermain peran peserta didik menjadi lebih memahami tugas mereka masing-masing dan suasana kelas menjadi lebih aktif dan hidup. 7. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Mohamad Jafre Zainol Abidin, Siti Rafizah Fatimah Osman,dalam penelitiannya mengenai model role playing, menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam konsep diri dan keterampilan komunikatif dalam menghadapi dengan situasi di mana mereka harus berinteraksi sosial dan dalam mengembangkan konsep diri sosial, konsep diri emosional, kompetensi tata bahasa, kompetensi strategis, dan kekompakan ide. Pengalaman dalam bermain peran akan membantu mereka untuk mengembangkan pikiran mereka dan membuat mereka lebih kreatif. C. Kerangka Berpikir Keberhasilan proses pembelajaran di kelas ditentukan oleh berbagai faktor yang tentunya saling berkaitan satu sama lain. Diantara berbagai faktor tersebut salah satu faktor yang signifikan mempengaruhi faktor tersebut adalah metode pembelajaran yang digunakan. Metode pembelajaran bermain peran merupakan metode yang akan digunakan untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar dalam mata pelajaran Humas (Hubungan masyarakat) atau protokol dengan standar kompetensi menerapkan keterampilan komunikasi. Metode ini juga dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar berinteraksi.Siswa bisa untuk saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal dan model ini dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman serta pembelajaran akan menjadi lebih bermakna.Langkah selanjutnya, menyusun langkah-langkah tindakan secara urut dengan memperhatikan karakterisitik dari objek yang hendak diberi tindakan. ebagai langkah akhir tindakan adalah menganalisis data berdasarkan sumber data untuk menarik kesimpulan tindakan melalui metode pembelajaran bermain peran. Dari alur penalaran di atas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut: KONDISI AWAL Penggunaan model pembelajaran konvensional 1. Siswa merasa bosan pada saat pembelajaran berlangsung 2. Rendahnya prestasi belajar siswa SIKLUS I TINDAKAN PENERAPAN Implementasi model pembelajaran bermain peran(role play) Siswa diberikan konsep pembelajaran yang akan disampaikan SIKLUS II Meningkatkan keaktifan belajar siswa KONDISI AKHIR Pemahaman materi dan minat belajar meningkat sehingga keaktifankelas XI Jurusan Administrasi Perkantoran SMK Negeri I Karanganyar meningkat Gambar 2.1 Kerangka Berpikir D. Hipotesis Tindakan Hipotesis yang dapat dikemukakan adalah bahwa dengan menerapkan metode bermain peran (role play) dapat meningkatkan keaktifan belajar pada materi mengelola rapat dalam Mata Pelajaran Humas/Protokol siswa Kelas XI Jurusan Administrasi Perkantoran SMK Negeri ITahun Ajaran 2014/2015. IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN (ROLE PLAY) PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA Gambar 2.2 Hipotesis Tindakan