P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat ISSN 1979 - 7168 PROFIL TENAGA KERJA PERHOTELAN KOTA MAKASSAR Oleh: SYAMSU RIJAL Politeknik Pariwisata Makassar, Jl. Gunung Rinjani, Kota Mandiri MetroTanjung Bunga, Makassar Email : [email protected] Abstrak Penelitian tentang profil tenaga kerja perhotelan kota Makassar tahun 2015 merupakan penelitian survei yang berfokus pada data tenaga kerja menurut klasifikasi hotel, jumlah tenaga kerja menurut bidang, jenis kelamin, tingkat pendidikan, serta kualitas tenaga kerja menurut sertifikasi kompetensi yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Oktober tahun 2015. Lokasi penelitian adalah pada seluruh usaha hotel berbintang dan non-bintang yang tersebar pada 14 kecamatan di kota Makassar. Responden penelitian ini sebanyak 268 pimpinan hotel dan usaha akomodasi lainnya.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah hotel dan kamar di kota Makassar rata-rata sekitar 60 persen setiap tahun yang lebih didominasi oleh hotel kecil dan menengah. Pasar utama usaha perhotelan di kota Makassar adalah sektor pemerintah dan perusahaan yang melakukan kegiatan pertemuan (MICE) dengan share sekitar 40 %. Hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar bagi usaha perhotelan dalam menyediakan fasilitas ruang pertemuan dan restoran. Jumlah tenaga kerja yang terdistribusi pada usaha perhotelan pada tahun 2015 sebanyak 7.719 orang. Kelompok usaha yang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja adalah pada hotel berbintang 3, yaitu sebesar 2.082 orang tenaga kerja; disusul oleh kelompok hotel berbintang 4, sebanyak 1.503 orang; dan kelompok usaha yang terkecil dalam penyerapan tanaga kerja adalah pada usaha pondok wisata, yang hanya menyerap 88 orang tenaga kerja.Rasio antara jumlah kamar dengan jumlah tenaga kerja pada hotel berbintang adalah 1 : 0,75, dan pada hotel non-bintang adalah sebesar 1 : 0,47, sehingga secara keseluruhan rasio antara jumlah kamar dan tenaga kerja perhotelan di kota Makassar adalah 1 : 0,66. Kata kunci: Hotel, rasio kamar dengan tenaga kerja, hotel berbintang Abstract The Research of Hotel workforce profile of Makassar year 2015 is a survey that focused on employment data according to hotel classification, department and section, gender, education level, as well as the quality labor according to competency certification. This research was conducted in March and October 2015. The research location is on the whole five-star hotel business and non-star hotels scattered in 14 districts in Makassar. Respondents of this study are 268 hotels and business managers in Makassar. Data collected by questionnaires, interviews, and documentation. The results showed that the growth in the number of hotels and rooms in Makassar on average about 60% every year which is dominated by small and medium-sized hotels. The main market of hotel business in Makassar is the government sector and the company conducting meetings (MICE) with a share of around 40%. This provides a huge influence for the hotel business in providing meeting room facilities and a restaurant.The amount of labor which is distributed in the hotel business as many as 7.719 employee. The largest business group in employment is the 3-star hotel, which amounted to 2,082 employee; followed by a 4-star hotel group, 1,503 employee; and the smallest group in the absorption workers which only absorb 88 workers. The ratio between the number of rooms to the number of workers at the five-star hotel is 1: 0.75, and the non-star hotel is 1: 0.47, so the overall ratio between the number of rooms and hotel workers in Makassar is 1: 0, 66. Keywords: Hotel, Ratio of room to employee, Stars Hotel Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 90 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah memacu laju transformasi ekonomi dari struktur ekonomi sekunder (industri) ke arah ekonomi tersier (jasa). Fenomena ini ikut mempengaruhi kebutuhan struktur tenaga kerja karena laju pertumbuhan ekonomi sebuah bangsa sangat ditentukan oleh daya saing (competitiveness), dimana sumber daya manusia merupakan faktor utama dan strategis dalam pembangunan tersebut. Salah satu ciri dari masyarakat global adalah masyarakat yang berbasis pengetahuan (knowledge based society) yang akan mempengaruhi terbentuknya peradaban berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu sebuah masyarakat modern yang mendasarkan hidup dan kehidupan sehari-harinya dengan berbagai kemudahan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mendorong peningkatan produktivitas masyarakat. World Economy Forum mendefenisikan ekonomi berbasis pengetahuan sebagai sistem ekonomi yang menciptakan, mendesimenasikan dan menggunakan pengetahuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing (Zuhal, 2008). Persoalan ketenagakerjaan di Indonesia tidak hanya terkait dengan upaya perluasan kesempatan kerja, tetapi juga mencakup upaya memfasilitasi perpindahan surplus tenaga kerja keluar dari sektor informal ke sektor modern yang lebih ISSN 1979 - 7168 produktif dan memberikan upah yang lebih tinggi. Perpindahan surplus tenaga kerja dari sektor informal ini selain bertujuan meningkatkan hakhak tenaga kerja juga menjadi tujuan utama dari siklus pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Tenaga kerja bidang pariwisata sebagai bagian integral dari pembangunan ketenagakerjaan Indonesia, mengalami hal yang sama dalam pengembangannya yaitu kesenjangan antara pendidikan dan pelatihan keterampilan yang diberikan pada dunia pendidikan dengan kebutuhan yang dinamis pada dunia industri serta kebutuhan terhadap pengakuan berupa sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja dan lulusan lembaga pendidikan dan pelatihan. Tenaga kerja terdidik dan terampil dalam bidang pariwisata khususnya yang bekerja pada sektor hotel, belakangan ini menghadapi ancaman dalam hal sertifikasi kompetensi sejak ditandatanganinya Mutual Recognition Arrangement (MRA) dan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kota Makassar merupakan salah salah destinasi dan barometer perkembangan pariwisata nasional adalah salah satu kota dengan pertumbuhan jumlah kinjungan wisatawan dan usaha perhotelan yang sangat positif. Arus kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun nusantara ke kota Makassar sebagai ibu kota provinsi dan pintu masuk utama wisatawan menunjukkan pertumbuhan Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 91 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat yang signifikan khususnya pada periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Jumlah kunjungan wisatawan manca negara ke kota Makassar melalui Bandar udara internasional Sultan Hasanuddin dan pelabuhan laut Soekarno-Hatta secara kumulatif menunjukkan peningkatan. Disisi lain, jika dibandingkan dengan angka kunjungan wisatawan manca negara pada tahun 2013, pada periode bulan Januari sampai dengan Juni 2014 tercatat hanya 7.578 orang wisatawan atau menurun sebesar 7,70% dari periode bulan yang sama. Negara asal wisatawan mancanegara yang terbanyak melakukan kunjungan ke kota Makassar adalah Malaysia sebanyak 4.342 wisatawan, kemudian singapura sebanyak 547 wisatawan, Perancis sebanyak 412 wisatawan, Jerman sebanyak 206 wisatawan, serta Belanda dan Tiongkok masing-masing sebanyak 198 orang wisatawan (Ditjen Imigrasi dan BPS, diolah kembali oleh Pusdatin Kemenparekraf, 2014). Pertumbuhan minat kunjungan wisatawan serta perkembangan jumlah usaha dan industri perhotelan di kota Makassar dengan sendirinya harus didukung oleh ketersediaan komponen pariwisata lainnya, termasuk sumber daya manusia. Sampai saat ini, ketersediaan data akurat tentang profil tenaga kerja sektor perhotelan masih sangat terbatas dan belum komprehensif. Melalui survei ini, diperoleh gambaran tentang struktur tenaga kerja pariwisata pada sektor perhotelan yang berhubungan dengan jumlah, kualitas, dan distribusi tenaga ISSN 1979 - 7168 kerja perhotelan menurut jenis kelamin dan tingkat pendidikan yang dimiliki, serta jumlah tenaga kerja yang telah memiliki sertifikasi kompetensi dari lembaga sertifikasi berlisensi dari BNSP, sehingga dapat dilakukan pengendalian dan pengembangan tenaga kerja yang kompeten agar peningkatan kualitas dan daya saing tenaga kerja sektor pariwisata kota Makassar dapat terwujud. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana struktur tenaga kerja perhotelan Kota Makassar, yang mencakup aspek klasifikasi hotel, bidang pekerjaan (department dan section), jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan sertifikasi kompetensi. b. Bagaimana potensi dan pengembangan tenaga kerja, termasuk pengendalian sertifikasi kompetensi tenaga kerja. LANDASAN TEORI Globalisasi Tenaga Kerja Pariwisata Globalisasi merupakan proses tatanan masyarakat dunia yang tidak mengenal batas wilayah dan hakekatnya adalah suatu proses dari gagasan dan kesepakatan dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. Globalisasi ditandai oleh ambivalensi antara “peluang” sekaligus “ancaman” yang berpulang pada kemampuan setiap bangsa dalam meningkatkan kualitas dalam persaingan yang sangat terbuka dan Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 92 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat kompetitif. Globalisasi tenaga kerja bagi Indonesia memberikan dampak terhadap pilihan dan strategi untuk mengejar ketertinggalan dalam persaingan kualitas kebutuhan tenaga kerja Internasional dan upaya menjadikan tenaga kerja Indonesia sebagai tuan di rumah sendiri. Era global memperhadapkan manusia pada perubahan-perubahan yang tidak menentu. Hal tersebut menyebabkan hubungan yang tidak linear antara pendidikan dan lapangan kerja sehingga terjadi kesenjangan. Dalam kaitannya dengan pendidikan, Tilaar (1994) mengemukakan bahwa pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada empat krisis pokok yang berkaitan dengan kuantitas, relevansi atau efisiensi eksternal, elitisme dan manajemen. Lebih lanjut dikemukakan bahwa beberapa masalah pokok sistem pendidikan nasional, yaitu 1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik; 2) pemerataan kesempatan belajar; 3) masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan; 4) status kelembagaan; 5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional; dan 6) Sumberdaya yang belum profesional. Kebijakan Pengembangan SDM Pariwisata Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan dan unggulan dalam arti luas yang mampu menjadi salah satu penghasil devisa, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, ISSN 1979 - 7168 memberdayakan perekonomian masyarakat, memperluas lapangan kerja, dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan tetap memelihara kepribadian bangsa, nilai-nilai agama, serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Keterlibatan sumberdaya manusia dalam kepariwisataan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu: SDM yang berada pada lembaga pemerintahan yang menghasilkan kebijakan dan peraturan dalam pembangunan kepariwisataan; SDM yang berada pada lembaga pendidikan yang tidak terlibat langsung dengan usaha pariwisata; dan SDM yang terlibat langsung dalam usaha pariwisata sebagai pihak yang menghasilkan produk dan atau jasa bagi wisatawan dalam suatu kegiatan usaha formal. Kontribusi sektor pariwisata dalam penyerapan tenaga kerja sangat ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha. Menurut data Bappenas tahun 2009, dampak terhadap tenaga kerja di berbagai sektor ekonomi terkait pariwisata karena adanya kegiatan pariwisata mencapai 5.126 ribu orang atau 5,22 persen dari tenaga kerja nasional. Jumlah tenaga kerja terbesar di sektor pariwisata diciptakan oleh pengeluaran wisatawan nusantara yang mencapai 2,72 persen dari jumlah tenaga kerja nasional, sementara pengeluaran wisatawan mancanegara berperan sebesar 1,46 persen, untuk permintaan Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 93 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat yang lain kurang memberikan dampak yang berarti terhadap penyerapan tenaga kerja yakni pengeluaran investasi hanya berperan sebesar 0,81 persen, pengeluaran pre-post-trip dari wisatawan Indonesia yang keluar negeri sebesar 0,14 persen dan promosi pariwisata hanya sebesar 0,09 persen. Sektor akomodasi pada hotel berbintang secara nasional tercatat sebanyak 1.169 usaha akomodasi dengan jumlah kamar 112.079 dan jumlah tempat tidur sebanyak 174.321. Sektor ini mampu menyerap pekerja sebesar 117.684 atau rata-rata 1,227 tenaga kerja per kamar. Untuk hotel non-bintang secara nasional tercatat sebanyak 12.585 usaha akomodasi dengan jumlah kamar 213.139 dan jumlah tempat tidur sebanyak 349.619. Sektor ini mampu menyerap pekerja sebesar 7.747 atau rata-rata 0,516 tenaga kerja per kamar (BPS, 2009). Kompetensi Tenaga Kerja Kompetensi merupakan salah satu pilar utama dalam menciptakan budaya budaya kinerja yang tinggi bagi sumberdaya manusia sebagai modal pembangunan (human capital). Hal inilah menyebabkan seluruh sektor, termasuk usaha/ industri pariwisata menjadikan kompetensi sebagai penggerak utama daya saing dalam kompetisi global. Kompetensi merupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan di tempat kerja, termasuk kemampuan dalam mentransfer dan mengaplikasikan keterampilan dan ISSN 1979 - 7168 pengetahuan tersebut dalam situasi yang baru (transfer skills, contingency skills, and environment skills). Kompetensi menunjukkan karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka secara efektif dan meningkatkan kualitas profesional dalam pekerjaan mereka. McAshan dalam Mulyasa (2002:38) mengemukakan defenisi kompetensi sebagai ”... is a knowledge, skills and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Menurut Wibowo (2011 : 324), kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut. Agung (2007:123) mengemukakan pengertian kompetensi sebagai karakteristik seseorang yang terkait dengan kinerja terbaik dalam sebuah pekerjaan tertentu. Karakteristik tersebut terdiri dari lima hal, yaitu : motif, sifat bawaan, konsep diri, pengetahuan, dan keahlian. Lebih jauh dikemukakan bahwa motif adalah Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 94 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat segala sesuatu yang yang secara konsisten dan terus-menerus difikirkan untuk terjadi dan merupakan area yang menggerakkan, mengendalikan dan mengarahkan prilaku menuju sesuatu yang ingin dicapai tersebut. Sifat bawaan (traits) menggambarkan tentang karakteristik fisik maupun nonfisik seseorang yang relatif tidak dapat diubah dalam merespon suatu kejadian. Konsep diri merupakan pandangan, nilai-nilai, keyakinan dan citra diri seseorang yang bersifat individu dan banyak dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan, ajaran, maupun informasi yang diterimanya. Pengetahuan merupakan sejumlah informasi maupun teori yang diperoleh seseorang dalam bidang tertentu. Sedangkan keahlian adalah kemampuan seseorang dalam mengerjakan sebuah pekerjaan tertentu yang menjadi bidang kerjanya. Sejalan dengan pandangan tersebut, Wibowo (2011 : 325 – 326) mengemukakan lima tipe karakteristik kompetensi, yaitu : (a) Motif, adalah sesuatu yang secara konsisten difikirkan atau diinginkan orang yang menyebabkan tindakan, mendorong, mengarahkan, dan memilih prilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu; (b) Sifat, adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi atau informasi; (c) Konsep diri, yaitu sikap, nilai-nilai atau citra diri seseorang; (d) Pengetahuan, adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang spesifik dan merupakan kompetensi yang kompleks, dan (e) Keterampilan, yaitu kemampuan ISSN 1979 - 7168 mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu. Defenisi Operasional Variabel Untuk memberikan kesamaan pemahaman dalam penelitian ini, maka variabel penelitian yang digunakan didefenisikan sebagai berikut: a. Tenaga kerja di Bidang Kepariwisataan yang selanjutnya disebut tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/ atau jasa dalam usaha pariwisata baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. b. Hotel berbintang adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebahagian bangunan yang disediakan secara khusus, dimana setiap orang dapat menginap, makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran. c. Hotel melati/ losmen/ penginapan adalah usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan bagi umum yang dikelola secara komersial dengan menyediakan sebahagian atau seluruh bagian bangunan. d. Penginapan remaja adalah usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan bagi remaja sebagai akomodasi dalam rangka kegiatan pariwisata dengan tujuan untuk rekreasi, memperluas pengetahuan/ pengalaman dan perjalanan. e. Pondok wisata adalah usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan bagi umum dengan Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 95 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat pembayaran harian, yang dilakukan perseorangan dengan menggunakan sebahagian dari tempat tinggalnya. f. Usaha akomodasi lainnya adalah usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan yang tidak termasuk pada hotel melati, penginapan remaja, dan pondok wisata, misalnya wisma. g. Department/section adalah bagian atau sub bagian dari bidang profesi tertentu menurut organisasi hotel dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, baik yang berhubungan secara langsung (guest contact) maupun yang tidak berhubungan secara langsung dalam pelayanan tamu (back office). METHODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian survey yang memaparkan tentang jumlah tenaga kerja menurut klasisikasi hotel, jumlah tenaga kerja menurut bidang (department dan section), jumlah tenaga kerja menurut jenis kelamin,jumlah tenaga kerja menurut tingkat pendidikan, serta kualitas tenaga kerja menurut sertifikasi kompetensi. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian survei ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Oktober tahun 2015. Lokasi penelitian adalah pada seluruh usaha hotel berbintang dan non-bintang di kota Makassar yang tersebar pada 14 kecamatan di kota Makassar. ISSN 1979 - 7168 Profil Responden Responden penelitian ini sebanyak 352 pimpinan hotel dan usaha akomodasi lainnya di Makassar, namun data yang dapat diolah dan dianalisis adalah sebanyak 268 hotel dan usaha akomasi lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena kesesuaian data dan analisis yang digunakan terhadap potensi tenaga kerja, sehingga sebanyak 84 buah hotel dan usaha akomodasi lainnya tidak dapat di analisis karena hotel tersebut sedang dalam tahap renovasi, pembangunan fisik belum selesai dan belum beroperasi, hotel yang sudah tidak beroperasi lagi karena pindah kepemilikan, serta jenis usaha akomodasi lainnya berupa rumah atau pondok penduduk di sekitar destinasi, khususnya kawasan Pantai Tanjung Bayang dan Pantai Anging Mammiri. Adapun rincian hotel dan usaha akomodasi lainnya yang menjadi responden dalam survei ini adalah sebanyak 300 buah, dengan rincian sebagai berikut: 1) Hotel berbintang, sebanyak 105 buah terdiri dari : Hotel Berbintang 5, sebanyak 2 buah; Hotel Berbintang 4, sebanyak 8 buah; Hotel Berbintang 3, sebanyak 33 buah; Hotel Berbintang 2, sebanyak 36 buah; dan Hotel Berbintang 1, sebanyak 26 buah. 2) Hotel non-bintang, sebanyak 195 buah, terdiri dari :hotel melati (Jasmine Hotel), sebanyak 78 buah; penginapan remaja (Youth Hostel), sebanyak 31 buah; pondok wisata (Homestay), sebanyak 16 buah; dan Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 96 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat usaha akomodasi sebanyak 70 buah. ISSN 1979 - 7168 Lainnya, Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengumpulkan data awal terdokumentasi melalui Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan 2) Mengembangkan instrumen pengumpulan data. Instrumen dikembangkan dengan pendekatan survei. 3) Mengidentifikasi jumlah responden menurut klasifikasi populasi. 4) Menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara. 5) Mengumpulkan dan menganalisis data melalui pemeriksaan, pengkodean, validasi dan tabulasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari: 1) Kuesioner, daftar pertanyaan digunakan dalam mengumpulkan data tentang klasifikasi, fasilitas, department/ section, dan jumlah tenaga kerja menurut jenis kelamin, tingkat pendidikan, bidang tugas/ pekerjaan, dan sertifikasi kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerja perhotelan di kota Makassar 2) Wawancara, teknik wawancara digunakan untuk mengklarifikasi data kuesioner sehingga validitas data dan informasi penelitian dapat diyakini tingkat validitasnya. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan tertutup dan terbuka. 3) Dokumentasi, teknik dokumentasi digunakan dalam mengumpulkan data tertulis, tercetak dan terekam dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, sehubungan dengan jenis data yang dibutuhkan dalam kegiatan survei. PEMBAHASAN Gambaran Umum Kota Makassar Kota Makassar yang juga dikenal dengan sebutan Ujung Pandang, merupakan salah satu kota di provinsi Sulawesi Selatan yang mempunyai keunikan tersendiri dengan posisi strategis di bibir pantai yang merupakan pintu gerbang kawasan timur Indonesia. Secara geografis, Kota Makassar berada di bagian barat daya provinsi Sulawesi Selatan yaitu pada 5o 8' 6'19" Lintang Selatan dan 119o 24'17'38" Bujur Timur dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter di atas permukaan laut. Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0 - 5 derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar dengan luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km2. Wilayah Kota Makassar terdiri dari 14 wilayah kecamatan dengan 1143 wilayah kelurahan, 974 RW dan 4.827 RT. Adapun batas-batas wilayah Kota Makassar adalah : sebelah Utara Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 97 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat berbatasan dengan Kabupaten Maros; sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros; sebelah Selatan dengan Kabupaten Gowa; dan sebelah Barat dengan Selat Makassar Kota Makassar merupakan kota dengan etnik penduduk yang sangat heterogen, terdiri dari suku Makassar, Bugis, Mandar, Toraja, dan masyarakat dari etnik lainnya seperti Jawa, Batak, Madura, Banjar, Arab, China, India, dan sebagainya, dengan karakteristik bahasa yang sangat varifatif pula.Dampak dari pluralisme kehidupan sosial masyarakat ini juga memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat kota Makassar. Hal ini tercermin dari kekayaan bahasa, adat istiadat, permainan rakyat, lagu dan alat music tradisonal, serta upacara adat dan keagamaan yang terus bertahan dan bertumbuh dengan baik seiring dengan pertumbuhan zaman dan peradaban masyarakat kota Makassar. Struktur Tenaga Kerja Perhotelan Kota Makassar Usaha dan industri perhotelan Kota Makassar Pertumbuhan jumlah hotel di kota Makassar yang berkembang sangat pesat memberikan pengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut telah ikut menyumbangkan perbaikan ekonomi masyarakat serta mendorong minat masyarakat kota Makassar untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kepariwisataan dan perhotelan pada berbagai tingkatan satuan pendidikan, ISSN 1979 - 7168 mulai pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi, termasuk pendidikan dan pelatihan tenaga kerja dan luar sekolah yang menawarkan berbagai jenis pelatihan dan kursus menurut kebutuhan sektor perhotelan. Jumlah hotel di kota Makassar didominasi oleh hotel non-bintang yaitu sebanyak 195 buah dan selebihnya sebanyak 105 buah merupakan hotel berbintang. Data jumlah hotel tersebut belum termasuk hotel dan usaha akomodasi lainnya yang sedang melakukan renovasi, hotel yang beralih kepemilikan, hotel baru yang sedang dalam tahap penyelesaian yang secara fisik sebahagian besar akan beroperasi pada tahun 2015, serta pondok-pondok wisata milik masyarakat yang terletak di sekitar kawasan daya tarik wisata pantai Tanjung Merdeka, Tanjung Bayang dan Pantai Anging Mammiri. Berdasarkan klasifikasi hotel berbintang, jumlah hotel yang terbanyak adalah pada kelompok hotel berbintang 2, sebanyak 36 buah; disusul oleh kelompok hotel berbintang 3, sebanyak 33 buah; dan kelompok hotel berbintang dengan jumlah terkecil adalah hotel berbintang 5 yang hanya berjumlah sebanyak 2 buah. Pada klasifikasi hotel nonbintang, jumlah hotel terbanyak adalah pada kelompok hotel melati, sebanyak 78 buah; disusul oleh kelompok usaha akomodasi lainnya yaitu sebanyak 70 buah; dan kelompok hotel non-bintang dengan jumlah usaha terkecil adalah pondok wisata, dengan jumlah hanya sebanyak 16 buah. Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 98 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Dari jumlah hotel berbintang sebanyak 105 buah, jumlah kamar yang tersedia sebanyak 7.732 buah, dan didominasi oleh kelompok hotel berbintang 3, yaitu sebanyak 2.841 buah kamar; disusul oleh kelompok hotel berbintang 2, yaitu sebanyak 2.099 buah kamar; dan kelompok hotel berbintang 5 merupakan kelompok dengan jumlah kamar terkecil yaitu hanya sebanyak 486 buah kamar. Walaupun dari segi jumlah usaha, kelompok hotel non bintang lebih banyak dari jumlah hotel berbintang namun dalam hal ketersediaan jumlah kamar menunjukkan bahwa jumlah kamar hotel berbintang lebih banyak, yaitu sebesar 7.732 buah kamar dan hotel non-bintang hanya sebanyak 4.092 kamar. Jumlah kamar pada klasifikasi hotel non-bintang menunjukkan bahwa kelompok hotel melati merupakan kelompok terbesar dalam ketersediaan jumlah kamar yaitu sebanyak 1.991 buah, disusul oleh kelompok usaha akomodasi lainnya, yaitu sebanyak 1.360 buah kamar; dan kelompok usaha penginapan remaja merupakan kelompok hotel non-bintang dengan jumlah kamar terkecil yaitu hanya sebanyak 220 buah kamar. Dalam hal ketersediaan jumlah tempat tidur yaitu sebanyak 14.862 buah, menunjukkan bahwa untuk klasifikasi hotel berbintang tersedia tempat tidur sebanyak 9.980 buah, dan hotel non-bintang tersedia sebanyak 4882 buah tempat tidur. Dari jumlah tersebut, klasisifikasi hotel berbintang 3 merupakan kelompok dengan jumlah tempat tidur terbanyak, yaitu sebesar ISSN 1979 - 7168 3.683 buah; disusul oleh kelompok hotel berbintang 2, sebanyak 2.766 buah; dan kelompok hotel non-bintang yaitu pondok wisata merupakan usaha yang paling sedikit menyediakan tempat tidur, yaitu hanya sebanyak 241 buah. Salah satu dampak berganda (mutiplier effect) yang menjadi kontribusi positif dari perkembangan usaha perhotelan di kota Makassar adalah penyerapan tenaga kerja. Dalam penyerapan tenaga kerja, menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang terdistribusi pada usaha perhotelan di kota Makassar pada tahun 2015 sebanyak 7.719 orang. Kelompok usaha yang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja adalah pada hotel berbintang 3, yaitu sebesar 2.082 orang tenaga kerja; disusul oleh kelompok hotel berbintang 4, sebanyak 1.503 orang; dan kelompok usaha yang terkecil dalam penyerapan tanaga kerja adalah pada usaha pondok wisata, yang hanya menyerap 88 orang tenaga kerja. Selain jumlah usaha, jumlah kamar, jumlah tempat tidur, dan penyerapan tenaga kerja adalah rasio antara jumlah kamar dengan jumlah tenaga kerja. Rasio tenaga kerja dengan jumlah kamar menunjukkan bahwa pada klasifikasi hotel berbintang adalah 1 : 0,75, dan pada hotel non-bintang adalah sebesar 1 : 0,47, sehingga secara keseluruhan rasio antara jumlah kamar dan tenaga kerja perhotelan di kota Makassar adalah 1 : 0,66. Rasio tenaga kerja dan jumlah kamar pada hotel berbintang Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 99 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat menunjukkan rasio yang lebih tinggi yaitu sebanyak 1 : 0,75 dibandingkan dengan rasio kamar dan tenaga kerja pada hotel non-bintang yang hanya sebanyak 1 : 0,47. Rasio tenaga kerja tertinggi terdapat pada hotel berbintang 4, yaitu sebanyak 1 : 1,03; kemudian disusul oleh kelompok hotel berbintang 5, yaitu sebanyak 1 : 0,91; dan rasio perbandingan antara kamar dan tenaga kerja yang terkecil adalah pada kelompok pondok wisata yang hanya mencapai rasio 1 : 0,40. Pertumbuhan usaha perhotelan di kota Makassar lebih didominasi oleh hotel kecil dan menengah (nonbintang, bintang 1, dan bintang 2) dengan jumlah kamar antara 25 sampai 50 kamar sehingga lebih memudahkan dalam pengisian kamar oleh tamu. Pasar utama usaha perhotelan di kota Makassar adalah sektor pemerintah dan perusahaan yang melakukan kegiatan pertemuan (MICE) dengan share sekitar 40 %. Hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar bagi usaha perhotelan dalam menyediakan fasilitas ruang pertemuan dan restoran. Tenaga kerja perhotelan Kota Makassar Data mengenai tenaga kerja menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa dari 7.719 orang tenaga kerja perhotelan, didominasi oleh tenaga kerja laki-laki dengan jumlah sebanyak 5.493 orang (71,16%) dan sisanya sebanyak 2.226 orang (28,84%) merupakan tenaga kerja perempuan. Menurut kelompok usia tenaga kerja menunjukkan bahwa terdapat 3.944 ISSN 1979 - 7168 orang tenaga kerja (51,09) merupakan pekerja yang berusia antara 26 sampai dengan 40 tahun. Untuk pekerja yang tergolong usia muda yaitu pada kelompok umum 18 sampai dengan 25 tahun, sebanyak 2.971 orang (38,49 %); dan sisanya sebanyak 804 orang (10,42 %) merupakan tenaga kerja yang berusia di atas 40 tahun. Pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kualitas produk dan pelayanan pada usaha perhotelan. Keberadaan lembaga pendidikan dan pelatihan perhotelan pada berbagai tingkatan satuan pendidikan mulai dari tingkat SMK, Lembaga Pelatihan, Balai Latihan Kerja, Akademi, dan Universitas telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam penyiapan tenaga kerja perhotelan yang berkualitas. Selain itu, khususnya pada hotel berbintang juga dilakukan pelatihan (in-house training) secara berkelanjutan sesuai kebutuhan oparasional hotel. Tenaga kerja perhotelan kota Makassar menurut tingkat pendidikan menunjukkan bahwa dari 7.719 orang tenaga kerja, masih didominasi oleh tenaga kerja dengan keterampilan rendah. Sebanyak 6.044 tenaga kerja (78,30 %) merupakan tenaga kerja dengan pendidikan tertinggi adalah jenjang sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan. Tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan diploma sebanyak 1.012 orang (13,11 %), dan terdapat 663 orang tenaga kerja (8,59 %) yang memiliki tingkat pendidikan sarjana. Sebagaimana halnya dengan kondisi umum pemanfaatan tenaga kerja yang Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 100 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat berhubungan dengan pendidikan dan keterampilan, tenaga kerja pada kelompok ini secara keseluruhan mengisi posisi kerja pada jenjang tenaga kerja pemula (apperantice), Junior attendant, serta posisi lain pada low level operational. Data mengenai bidang pekerjaan pada hotel di kota Makassar sangat berbeda menurut klasifikasi dan jenis hotel. Pada hotel berbintang 3, 4, dan 5 lebih membutuhkan karyawan dengan keterampilan spesifik pada bidang tertentu. Pada hotel berbintang 1 dan 2, struktur tugas pada hotel memiliki kecenderungan tugas yang bersifat divisi sehingga terdapat perluasan bidang tugas (job enlargement), misalnya divisi kamar (room division), divisi makanan dan minum (food & beverage division), Bidang administrasi umum dan personalia (general administration and Personnel department), dan bidang keuangan (finance department). Pada hotel non-bintang, lebih cenderung menggunakan tenaga kerja yang memiliki keterampilan umum (multiskills) sehingga setiap karyawan dituntut untuk dapat melaksanakan berbagai macam tugas selain tugas utamanya. Dalam hal sertifikasi kompetensi tenaga kerja perhotelan di kota Makassar adalah tenaga kerja yang telah mengikuti uji kompetensi dan dinyatakan kompeten serta memperoleh sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bidang pariwisata yang berlisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). ISSN 1979 - 7168 Menurut data dari kementrian Pariwisata, jumlah tenaga kerja di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah disertifikasi pada tahun 2009 sampai dengan 2012 adalah sebanyak 2.454 orang. Dari jumlah tersebut, terdapat 1.721 orang tenaga kerja perhotelan. Pada tahun 2015, telah dilakukan sertifikasi kompetensi sebanyak 850 orang oleh LSP Pariwisata Jumlah tenaga kerja yang telah mengikuti uji kompetensi tersebut disertifikasi oleh beberapa Lembaga Sertifikasi yang telah memiliki lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), yaitu LSP Pariwisata Indonesia, Bali; LSP Pariwisata, Jakarta; LSP Pariwisata Nasional, Surabaya, LSP Pariwisata Phinisi, LSP Pariwisata dan LSP Pariwisata Pihak Pertama Akademi Pariwisata Makassar. Jumlah tenaga kerja pariwisata yang telah disertifikasi tersebut meliputi bidang profesi front office, housekeeping, food & beverage service, dan food production. Sesuai dengan pedoman Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan panduan mutu Lembaga Sertifikasi Profesi tentang masa berlaku sertifikat kompetensi, maka keseluruhan dari pemegang sertifikasi kompetensi tersebut telah berakhir masa berlakunya, dan sangat disayangkan karena tenaga kerja tersebut termasuk industri tempatnya bekerja tidak memperpanjang sertifikat kompetensi yang dimiliki. PENUTUP Berdasarkan keseluruhan uraian dari analisis potensi tenaga Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 101 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat kerja pariwisata, sektor perhotelan di kota Makassar tahun 2015, dapat disimpulkan sebagai berikut : Simpulan 1. Pertumbuhan usaha perhotelan di kota Makassar lebih didominasi oleh hotel kecil dan menengah (non-bintang, bintang 1, dan bintang 2) dengan jumlah kamar antara 25 sampai 50 kamar sehingga lebih memudahkan dalam pengisian kamar oleh tamu. Pasar utama usaha perhotelan di kota Makassar adalah sektor pemerintah dan perusahaan yang melakukan kegiatan pertemuan (MICE) dengan share sekitar 40 %. 2. Jumlah hotel di kota Makassar didominasi oleh hotel non-bintang yaitu sebanyak 195 buah (65 %) dan selebihnya sebanyak 105 buah(35 %) merupakan hotel berbintang. Jumlah kamar yang tersedia sebanyak 11.824 buah. Pada hotel berbintang terdapat 7.732 buahkamar, dan didominasi oleh kelompok hotel berbintang 3, yaitu sebanyak 2.841 buah kamar; kelompok hotel berbintang 2, sebanyak 2.099 buah kamar; dan kelompok hotel berbintang 5 merupakan kelompok dengan jumlah kamar terkecil yaitu hanya sebanyak 486 buah kamar.Jumlah tenaga kerja yang terdistribusi pada usaha perhotelan di kota Makassar sebanyak 7.719 orang. Penyerapan tenaga kerja terbesar adalah pada hotel berbintang 3, yaitu sebesar 2.082 orang tenaga kerja; kelompok hotel berbintang 4, sebanyak 1.503 ISSN 1979 - 7168 orang; dan kelompok yang terkecil dalam penyerapan tanaga kerja adalah pada usaha pondok wisata, yang hanya menyerap 88 orang tenaga kerja. Rasio antara jumlah kamar dengan jumlah tenaga kerja menunjukkan bahwa pada hotel berbintang adalah 1 : 0,75, dan pada hotel non-bintang adalah sebesar 1 : 0,47, sehingga secara keseluruhan rasio antara jumlah kamar dan tenaga kerja perhotelan di kota Makassar adalah 1 : 0,66. Jumlah tenaga kerja menurut jenis kelamin, didominasi oleh tenaga kerja laki-laki dengan jumlah 5.493 orang (71,16%) dan sisanya sebanyak 2.226 orang (28,84%) merupakan tenaga kerja perempuan. Menurut tingkat pendidikan, masih didominasi oleh tenaga kerja dengan keterampilan rendah. Sebanyak 6.044 tenaga kerja (78,30 %) merupakan tenaga kerja dengan pendidikan pada jenjang sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan. Tenaga kerja dengan pendidikan diploma sebanyak 1.012 orang (13,11 %), dan terdapat 663 orang (8,59 %) adalah sarjana. Berdasarkan bidang pekerjaan, jumlah tenaga kerja terbesar terserap pada others department yaitu sebanyak 2.564 orang (33,22%). Hal ini lebih disebabkan oleh karena pada bagian ini merupakan gabungan dari seluruh depatment/ section diluar empat bagian utama yaitu front office, housekeeping, food & beverage, Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 102 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat dan kitchen. Rekomendasi 1. Diperlukan kebijakan yang lebih baik dalam pemberian izin pembangunan hotel yang bersesuaian dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah kota Makassar sehingga akan terdistribusi dan tertata dengan baik pada wilayahwilayah potensil sesuai dengan RIPARDA Kota Makassar. 2. Pengembangan database hotel kota Makassar perlu menjadi prioritas sehingga dapat dilakukan pemantauan dan pengendalian terhadap jumlah dan kondisi fasilitas, tenaga kerja, over supply kamar yang dapat memicu perang tariff dan kejenuhan pertumbuhan usaha. DAFTAR PUSTAKA Agung. Lilik. A.M, 2007, Human Capital Competencies, SketsaSketsa Praktik Human Capital Berbasis Kompetensi, P.T. Elex Media Komputindo, Jakarta Badan Pusat Statistik, 2006, Survey Tenaga Kerja Nasional 2006, Jakarta. Bappenas, 2009, Laporan Akhir Strategi Pengembangan SDM di Bidang Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Gonczi, A., Hager, P. and Oliver, L., 1990. Establishing Competencybased Standards in the Professions. NOOSR Research Paper No. 1. Department of ISSN 1979 - 7168 Employment, Education and Training: Canberra. Keller, P., & Bieger, T. , 2007. Productivity in Tourism: Fundamentals and Concepts for Achieving Growth and Competitiveness. International Tourism Research and Concepts (Vol. 2). OECD, 2012. Tourism Trade and Policies 2012.OECD Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang BNSP (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4408) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional. Sandberg, J, 1991. Human Competence at Work. Göteborg: Acta Universitatis Gothoburgensis. Tilaar, H.A.R. 1998. Manajemen Pendidikan Nasional; Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 103 P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat ISSN 1979 - 7168 Negara Republik Indonesia Nomor 4301). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966) UNDP – WTO, 1988. Tourism Product Improvement Study. Madrid: Final Report,. Zuhal, 2008, Kekuatan Daya Saing Indonesia, PT. Kompas Media Nusantara.Jakarta. Jurnal Kepariwisataan, Volume 10, No. 02 Agustus 2016, Halaman 90-104 104