Kajian Perkembangbiakan Burung Mamoa

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Burung Mamoa (Eulipoa wallacei)
Menurut Jones et al. (1995) burung Mamoa termasuk ordo Galiformes,
terdiri atas lima Famili antara lain Megapodidae. Daerah penyebaran burung
Mamoa yaitu pulau Halmahera, Ternate, Buru, Seram, Ambon, Haruku dan Misol
(Andrew 1992; Coates dan Bishops 2000). Menurut White dan Bruce (1986);
Anonim (2006) klasifikasi burung Mamoa adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Philum
: Chordata
Sub philum
: Vertebrata
Kelas
: Aves
Ordo
: Galiformes
Famili
: Megapodiidae
Genus
: Megapodius (Gaimard 1832)
Spesies
: Eulipoa wallacei (Ogilvie dan Grant 1893 dalam Heij
dan Rompas 1997).
Sinonim
: Megapodius wallacei (Gray 1860).
Nama daerah
: Mamua (Obi), Mamoa (Ternate dan Halmahera),
burung Galela (Halmahera Barat), Nan lato (Buru
Tengah), Mamor (Seram Timur), Manulai (Seram
Utara) (Heij dan Rompas 1997).
Dari klasifikasi nama ini nampak bahwa pemberian nama famili
Megapodidae ini terdapat beberapa pendapat pada pemberian nama. Megapodius
wallacei (White dan Bruce 1986; Dekker 1990), menyebut Eulipoa wallacei
(Ogilvie dan Grant 1860 dalam Heij dan Rompas 1997; MacKinon dan Wind
1980; Hoyo et al. 1994). Rosellar dalam Heij (1997) dan Jones et al. (1995)
mengemukakan bahwa dalam taksonomi Eulipoa wallacei dekat hubungannya
dengan Megapodius tetapi secara jelas terdapat perbedaan pada warna bulu dan
beberapa perbedaan struktur sehingga spesies ini ditempatkan ke dalam genus
Eulipoa.
Burung Mamoa merupakan burung dataran yang memiliki paruh pendek,
keras dan melengkung ke bawah, sayapnya pendek, mampu berlari dengan baik
tetapi tidak bisa berenang. Burung Mamoa memiliki jari kaki dan kuku yang besar
serta kuat, ini ada hubungannya dengan fungsi dari kuku yaitu untuk menggali
lubang pada tempat-tempat bertelur (Jones et al.1995).
Gambar 2 Induk burung Mamoa (Eulipoa wallacei) (Sumber : Coates dan Bishop
2000).
Jumlah telur yang dihasilkan seekor burung betina per tahun per musim
tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan seekor burung bertelur antara 12 –
14 hari atau sekitar 8-9 butir per musim bertelur (Heij dan Rompas 1997). Warna
telur dari burung ini dikatakan merah karat, semakin lama dalam penetasan warna
telur akan semakin luntur. Berat telur dari burung ini berkisar antara 103.6-120
g/butirr pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau berkisar antara 100 –
124 gr/butir dengan panjang antara 78.1-85.5 mm dan lebar 42.0-51, 8 mm (Heij
dan Rompas 1997; Gilliant 1998).
Anak burung yang baru menetas mempunyai bobot 61.1g. Berlainan
dengan unggas lainnya anak burung Mamoa sewaktu menetas tidak mempunyai
gigi telur (egg tooth). Anak burung ini dapat mencari makan secukupnya dalam
jangka waktu sehari (Heij dan Rompas 1997). Burung Mamoa dewasa mempunyai
panjang tubuh : 325-350 mm, sayap 190-200 mm, ekor 65-80 mm, tarsus 44-55
mm, paruh 133 mm, jari tengah 37 mm dan jari tengah dengan cakar 58 mm Anak
burung memiliki sayap panjang 86,96 mm; panjang tarsus 25.5-28.1 mm; dengan
berat badan 68-79 (Gray 1986). Selanjutnya Menurut Heij dan Rompas (1997)
kisaran bobot burung betina dewasa 450-515 g/ekor.
Seluruh permukaan tubuh burung betina yang ditemukan di lokasi bertelur
tertutup bulu, pada bagian punggung berwarna abu-abu; tungging dan ekor
berwarna abu-abu terang, abu-abu kebiruan, abu-abu gelap dengan sedikit
kehijauan pada bagian tepinya. Bulu penutup sayap utama berwarna abu-abu
dengan pita merah marun dan abu-abu dengan warna kuning tua pada bagian tepi,
sedangkan pada bulu penutup atas bagian tengah berwarna abu-abu dengan warna
hijau pada bagian tepi. Bulu primer sayap atas kecoklatan, abu-abu coklat atau
abu-abu gelap dengan warna kuning tua pada ujung bawah bagian dalam. Bulu
sekunder berwarna abu-abu terang kehijauan, coklat kehijauan atau abu-abu
dengan coklat kehijauan. Dada berwarna abu-abu atau abu-abu gelap, pada bagian
perut berwarna abu-abu gelap tetapi lebih terang dari dada (Heij dan Rompas
1997).
Jumlah telur yang dihasilkan seekor burung betina per tahun per musim
tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan seekor burung bertelur antara 1214 hari atau sekitar 8-9 butir per musim bertelur (Heij dan Rompas 1997). Warna
telur dari burung ini dikatakan merah karat, semakin lama dalam penetasan warna
telur akan semakin luntur. Berat telur dari burung ini berkisar antara 103.6-120
g/butirr pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau berkisar antara 100124 gr/butir dengan panjang antara 78.1-85.5 mm dan lebar 42.0-51. 8 mm (Heij
dan Rompas 1997; Gilliant 1998).
Status Populasi
Burung Mamoa terdapat di Kepulauan Maluku, Buru, Seram, Haruku,
Ambon, Halmahera. Populasi burung Mamoa di alam mengalami penurunan tajam
karena keterbatasan habitatnya. Berdasarkan pembagian wilayah biografi burungburung yang terancam punah, status dari burung adalah rentan karena hilangnya
habitat, dan perburuan (Shannaz dan Rudiyanto 1995).
Di Maluku Utara populasi burung Mamoa terdapat di Pulau Halmahera,
Tidore dan ternate, tetapi di pulau Tidore dan Ternate sekarang ini satwa ini tidak
temukan (Heij dan Rompas 1997). Pengumpulan telur yang berlebihan untuk
keperluan sehari-hari dan perdagangan sering dilakukan penduduk setempat.
Pemerintah Daerah diharapkan berperan aktif untuk melindungi jenis burung ini,
karena sampai saat ini lokasi tempat bertelur yang juga sekaligus berfungsi sebagai
lokasi untuk pengeraman telurnya belum dilindungi. Populasi burung Mamoa di
Galela sampai saat ini belum diketahui dengan pasti berapa populasinya. Selain
rawan terhadap gangguan manusia, gangguan lain adalah predator seperti biawak
(Varanus salvator), ular dan anjing (Gilliant 1998).
Ancaman yang berpotensi terhadap penurunan jumlah populasi burung
Mamoa adalah kerusakan habitat dan pemanenan telur yang berlebihan serta
perburuan. Kerusakan hutan, pengambilan pasir serta penutupan permukaan pasir
pada lokasi bertelur oleh tanaman bawah (undergrowth) merupakan penyebab
berkurangnya populasi burung Mamoa (Shannaz dan Rudiyanto 1995, Pengamatan
pribadi 2005).
Habitat
Burung ini merupakan penghuni hutan pegunungan tropika, sebagaimana
genus Megapodidae lainnya. Selanjutnya Wallace (1886) dalam Heij dan Rompas
(1997), mengatakan burung ini terdapat dalam hutan dan perbukitan. Burungburung betinanya akan terbang ke pantai untuk meletakkan telurnya. Satwa ini
juga menghuni hutan hujan yang selalu hijau dan hutan pantai sampai hutan
dataran rendah, dengan ketinggian antara 750-1 650 m dpl, juga hidup di hutan
yang rusak.
Masa bersarang terjadi pada saat meletakkan telurnya, dan telur diletakan
dalam lubang-lubang di pantai berpasir. Panas matahari merupakan salah satu
faktor yang berperan untuk inkubasi. Tidak banyak yang diketahui mengenai
habitat hidup burung Mamoa, karena dalam literatur hanya terdapat informasi yang
terbatas dan kebanyakan hanya pengamatan sepintas. Burung ini merupakan
hewan pemalu dan sulit untuk ditemukan, burung ini hanya akan ditemukan di
tempat bertelur dan sebagian besar adalah induk betina, sedangkan yang jantannya
jarang ditemukan di tempat bertelur (Heij dan Rompas 1997).
Lubang pengeraman terletak di pantai dan tanah vulkanik yang berada di
gunung atau di hutan. Ukuran lubang pengeraman bervariasi dan kedalamannya
tergantung pada substrat dan temperatur serta musim dimana burung Mamoa ini
bertelur. Luas permukaan lubang 345 cm dengan kedalaman 78-100 cm dan pada
musim kemarau luas permukaan 300 cm dengan kedalaman 60-70 cm, sedangkan
suhunya pada kedalaman 60-100 cm berfluktuasi
antara 31-350C (Heij dan
Rompas 1997; Gilliant 1998). Predator merupakan salah satu ancaman bagi telurtelur burung ini seperti; biawak (Varanus salvator), soa-soa (Hydrosaturus
amboinensis) dan manusia.
Di Galela lokasi bersarangnya di Desa Toweka dan Mamuya. Lokasi
bersarang terdiri dari pasir vulkanis hitam di pantai Tiabo dan pantai Uwo-uwo.
Pantai merupakan Lokasi bersarang yang utama, dengan vegetasi hutan pantai dan
kelapa yang terletak di belakang lokasi bersarang (Gilliant 1998).
Kebiasaan Hidup dan Tingkah Laku Umum
Kebiasaan hidup dan tingkah laku umum dari burung Mamoa ini
nampaknya hidup menetap di hutan. Memiliki sifat pemalu sehingga jarang sekali
terlihat di luar daerah bertelur dan habitat hidupnya (Heij dan Rompas 1987). Di
dalam hutan mereka mencari makan dan melakukan aktivitas hariannya seperti
beristirahat, bermain dan bersuara. Burung ini termasuk hewan yang monogami
hidupnya selalu berpasangan di dalam hutan, kadang-kadang terbang, kemudian
hinggap dan bertengger di pohon untuk tidur (White dan Bruce 1986).
Menurut Heij dan Rompas (1997) menyatakan bahwa burung Mamoa
bertelur pada sepanjang malam sampai pagi hari. Di pulau Haruku pada saat
bertelur burung Mamoa terbang sejajar dengan garis pantai dan setinggi pohon.
Saat tiba di pantai tempat bertelur berdiri diam sambil mengamati daerah tersebut.
Kemudian seringkali burung ini bergerak ke kiri dan kanan, berhenti sambil
melihat sekelilingnya. Jika merasa aman burung ini akan melakukan penggalian
lubang sarang pengeraman dengan menggunakan cakarnya yang runcing dan
keras. Dalam waktu 2 menit burung ini sudah berada dibawah pasir. Selama
membuat lubang sarang pengeraman, burung ini selalu
merubah arah, dan
membuat 3 sampai 4 lubang, sehingga dapat berlansung sampai berjam-jam.
Seteleh melakukan penggalian beberapa lubang, indunk burung Mamoa
menghilang dalam salah satu lubang selama beberapa menit untuk meletakkan
telurnya. Setelah bertelur, kemudian keluar dari lubang sarang pengeraman induk
burung Mamoa menggetarkan bulunya dan membuang pasir kedalam lubang
tersebut.
Pada lokasi bertelur yang terdapat di pantai Uwo Uwo, terlihat saat bertelur
burung ini terbang dari habitat hidupnya di pegunungan Dukono menuju lokasi
bertelur secara berkelompok. Dalam semalam biasanya terdapat tiga kelompok
burung yang mengunjungi lokasi/sarang untuk meletakan telurnya. Kelompok
pertama datang antara pukul 19.30-23.00, kelompok kedua datang antara pukul
24.00-02.00 dan kelompok ketiga datang pada pukul 03.00–05.30. Induk burung
ini saat terbang ke habitat bertelur dari dua arah. Induk yang terbang dari arah
barat dari lokasi bertelur akan terbang sampai melewati garis pantai kemudian
berbalik menuju lokasi bertelur, sedangkan yang terbang dari arah selatan
langsung menuju ke lokasi bertelurnya. Bila lokasi bertelur tidak aman induk ini
akan hinggap di pepohonan yang terdapat dibelakang lokasi bertelur sampai
merasa aman untuk bertelur (pengamatan pribadi 2005).
Peletakkan telur dari induk burung betina terjadi sepanjang malam hari
sampai menjelang pagi. Setiap induk burung betina menggali 3-4 lubang tempat
bertelur dan menutupnya kembali setelah telurnya diletakkan. Setelah itu akan
kembali ke habitat aslinya (Wiljes 1953 dalam Susanto 1998). Perkawinan
(kopulasi) pada burung Mamoa tidak pernah terjadi di lokasi bertelur, ini berarti
perkawinan terjadi di dalam hutan tempat burung-burung ini melakukan aktivitas
kesehariannya (Heij dan Rompas 1997; Gilliant 1998).
Musim bertelur pada sepanjang tahun di pantai, tetapi biasanya
berlangsung pada musim kemarau di pulau Haruku, antara bulan Februari sampai
Oktober, karena diduga pada musim tersebut merupakan kondisi yang terbaik
untuk pengeraman yang optimal (Heij dan Rompas 1997).
Burung Mamoa yang ditemukan pada saat bertelur di habitat bertelurnya
yang terlihat hanya betinanya saja (Heij dan Rompas 1997), berbeda dengan
burung Maleo pada saat bertelur jantan dan betina bekerja sama dalam penggalian
lubang sarang secara bergantian, bila salah satu menggali yang lainnya mengawasi
dan mengusir pengganggunya (Jones et al. 1995). Kedalaman lubang sarang telur
diletakkan bervariasi tergantung pada bulan (gelap/terang). Pada saat bulan gelap
lebih dalam dibandingkan dengan bulan terang (Heij dan Rompas 1997).
Heij dan Rompas (1997) menyatakan bahwa burung ini mencari makan
dengan cara menggaruk dan mencakar serasah di tanah dan memakan makanan
yang kebetulan ditemukan di atas tanah. Jenis makanan yang biasanya dimakan
oleh megapoda cukup beragam seperti : serangga (belalang, kaki seribu, semut,
rayap, lalat dan kumbang), cacing, lintah dan beberapa jenis buah-buahan (pepaya,
pinang-pinangan hutan dan manggis) serta biji-bijian (ketapang, kenari dan pala).
Penetasan Telur
Penetasan merupakan serangkaian proses reproduksi (perkembangbiakan)
yang harus dilewati oleh semua unggas, baik yang secara alami maupun buatan.
Proses penetasan dapat menggunakan inkubator, karena pada prinsipnya alat ini
dikondisikan seperti keadaan induknya. Penetasan merupakan proses dimana akan
terjadi beberapa peristiwa yang meliputi perubahan anatomi, morfologi, fisiologis
dan biokimia yang bersamaan dengan peristiwa tersebut terjadi absorbsi zat
makanan yang diambil dari kuning telur untuk menjadi individu baru.
Megapodidae seperti juga pada burung Mamoa tidak mengerami telurnya
sendiri seperti unggas pada umumnya. Burung ini tidak mengerami telurnya
sendiri, telurnya dibenamkan di dalam pasir vulkanik di pinggir pantai yang
memiliki temperatur yang cukup hangat untuk menetaskan telurnya (Heij dan
Rompas 1997). Baik penetasan secara alamiah maupun buatan ternyata faktor
penting yang perlu diperhatikan adalah temperatur dan kelembaban. Gilliant
(1998) menyatakan bahwa temperatur lubang sarang pengeraman di Galela
berkisar antara 32-35oC
pada kedalaman 30-60 cm, tetapi kelembaban tidak
diukur. Pada musim hujan temperatur tanah 24oC ini akan berpengaruh pada
lamanya penetasan. Menurut Heij dan Rompas (1997) temperatur lubang sarang
pengeraman di Haruku berkisar antara 31-34oC pada kedalam 40–80 cm, dengan
kelembaban 60-70%.
Penetasan telur di alam dipengaruhi oleh panas dari dalam bumi. Apabila
panas dari sumber bumi cukup kuat maka kedalaman lubang pengeraman tidak
terlalu dalam, tetapi bila panas bumi kurang maka lubang yang di gali bertambah
dalam. Semakin dalam lubang yang digali semakin bertambah ukuran lebar.
Kedalaman lubang sarang telur selain dipengaruhi oleh temperatur juga di
pengaruhi oleh bulan gelap dan bulan terang pada bulan terang lebih dalam
sedangkan bulan gelap tidak sedalam bulan terang. Lokasi/sarang beretelur burung
Mamoa yang terdapat di Kecamatan Galela terdapat di pantai dan mendapatkan
sumber panas dari matahari.
Perkembangan Embrio
Fisher dan Macpherson (1974) menyatakan bahwa perkembangan
merupakan perubahan yang terjadi secara progresif dan akumulasi, termasuk
pembagian sel, diferensiasi, determinasi, perubahan bentuk (morfogenesis) dan
pertumbuhan. Kehidupan individu baru dimulai dari penembusan ovum oleh
sperma yang menyebabkan bercampurnya bahan-bahan kromosom dari ovum dan
sperma yang disebut fertilisasi (Patten 1987). Selanjutnya fertilisasi merupakan
langkah pertama dalam pembentukan individu baru melalui proses interaksi antara
sperma dengan sel telur, setelah mengalami proses kapasitasi (Suhana dan Rafiah
1982), lebih lanjut dikatakan sel telur yang pada awalnya dalam keadaan istirahat
menjadi aktif melakukan kegiatan yang ditandai terjadinya perubahan morfologi
dan meningkatnya metabolisme sel secara mendadak.
Menurut Etches (1996) bahwa perkembangan embrio pada unggas dan
mamalia pada prinsipnya sangat berbeda, (1) fertilisasi pada unggas melibatkan
beberapa sperma, sedangkan pada mamalia fertilisasai melibatkan satu sperma; (2)
telur unggas mempunyai banyak kuning telur dan kuning telur tidak ikut
membelah dalam proses pembelahan sel (meroblastic), sedangkan pada mamalia
mempunyai sedikit kuning telur dan kuning telur ikut membelah (holoblastic); (3)
embrio unggas berkembang di luar tubuh dan mempunyai tiga fase perkembangan
yaitu dalam saluran reproduksi, sebelum telur diinkubasi dan dalam mesin tetas
(masa pengeraman), sedangkan pada mamalia perkembangan embrio berada di
dalam tubuh induk; (4) perkembangan embrio unggas tergantung dari lingkungan
sekitarnya, sedangkan pada mamalia tidak tergantung dari lingkungan sekitarnya.
Menurut Bakst et al. (1997) tujuan dari tahap perkembangan embrio
unggas : (1) melakukan standarisasi perkembangan embrio sehingga dapat
menduga baik untuk embrio yang berkembang normal maupun tidak normal; (2)
mengevaluasi pengaruh kondisi mesin tetas; (3) mengevaluasi strain, waktu
oposisi dan kualitas kerabang telur; (4) menentukan tampilan luar dari invertil
germinal.
Bellair (1993) menyatakan bahwa perkembangan embrio terdiri atas dua
proses (1) meningkatnya jumlah sel; (2) terjadinya perubahan secara kontinyu dari
struktur dan susunan sel. Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pertama
menghasilkan sejumlah sel dan selanjutnya terjadi diferensiasi membentuk
berbagai organ tubuh serta adanya perubahan aktivitas biokimia dan fisiologis.
Setiap spesies unggas mempunyai perkembangan embrio yang berbeda
dalam satuan waktu. Hamburger dan Hamilton (1951) menyatakan pada embrio
ayam umur 1 hari (24 jam) masa inkubasi lipatan kepala embrio sudah terbentuk,
dan pada umur 5 hari masa inkubasi paruh mulai nampak terbentuk. Selanjutnya
Etches (1996) bahwa ayam umur 24 jam telah terbentuk satu pasang somit, bagian
kepala dan ekor dari embrio sudah dapat dibedakan.
Hamilton (1952) menyatakan bahwa pada tiga setengah hari pengeraman
kepala sudah berisi otak dan mata, saluran pencernaan dan hati yang letaknya
dekat dengan kepala. Phillps dan Williams (1994) mengatakan bahwa embrio
kalkun umur 5 hari bentuk tubuh embrio menyerupai “Koma” dan otak bagian
tengah menyerupai “bola” di atas kepala, sedangkan pada embrio burung Maleo
terlihat pada hari ke-10 sampai ke-12 (Sumangando 2002).
Embrio akan tumbuh bila keadaan lingkungan cocok untuk tumbuh dan
berkembang serta kondisinya tetap terjaga sampai embrio menetas. Temperatur
yang optimum untuk penetasan telur ayam adalah 37oC selama masa inkubasi
(Funk dan Irwin 1955).
Hafez (1955) menyatakan permulaan perkembangan embrio vertebrata
seperti halnya pada ayam bagian kepala terlihat cepat perkembangannya. Kepala
mulai terlihat pada saat perkembangan saraf dan mulai ada tanda-tanda kehidupan
setelah 24 jam dieramkan (Adamstone dan Shuway 1954).
Pada embrio ayam jantung terlihat berdenyut setelah 30 jam pengeraman
dan pembelahan primer pada otak menunjukan dimulainya pembentukan mata,
lubang telinga dan pembentukan bakal ekor (Nesheim et al. 1979). Ekor mulai
memendek setelah 51-56 jam dierami dan pada hari ketiga mulai membelok ke
kanan membentuk sudut 90o dengan axis (Hamilton 1952). Pada hari kedua masa
pengeraman embrio diselimuti oleh selaput yang membungkus embrio. Ada 4
macam selaput yang membungkus embrio; kantung kuning telur, allantois, amnion
dan chorion (Balinsky 1970).
Menurut Jull (1951) akhir hari ke-2 embrio diselimuti oleh pembungkus
yang terdiri dari dua dinding, dinding bagian dalam disebut amnion dan bagian
dalam chorion. Amnion berisi cairan bening dan kedua lapisan ini berfungsi untuk
melindungi embrio dari goncangan mekanik dan mencegah pelekatan embrio
melalui aksi jaringan atau pembuluh otot yang berkembang dalam dinding amnion.
Allantois merupakan usus belakang embrio, muncul pada hari ketiga. Allantois
berfungsi sbagai organ respiorasi, ekskresi ginjal dan menyerap kalsium dari
kerabang telur untuk kebutuhan struktur tubuh embrio. Kuning telur dan albumin
dimanfaatkan sebagai bahan makanan selama pertumbuhan dan perkembangan
embrio.
Pada hari ke-4 setelah pengeraman bakal kaki dan sayap berkembang.
Akhir hari keempat masa pengeraman, embrio sudah mempunyai semua organ
yang diperlukan untuk berkembang dan umumnya bagian-bagian tubuh embrio
sudah dapat diidentifikasi (Winter dan Funk 1956).
Menurut Hamilton (1952) pengeraman hari ke-5 tubuh embrio melengkung
sehingga kepala dan ekor saling bertemu, otak membesar di bagian tengah
sehingga kepala seolah-olah terbagi atas 3 bagian. Jull (1951) melaporkan pada
hari pengeraman kedua sampai kedelapan hati membesar, perkembangan struktur
tubuh embrio cepat berlangsung terutama di daerah kepala dan bagian-bagiannya,
serta bakal bulu terlihat dengan jelas.
Pada hari ke-2 sampai ke-8 masa pengeraman, bobot kuning telur
meningkat, disebabkan adanya aliran air dari bahan padatan dari fraksi albumin
kekantong kuning telur lewat membran kuning telur. Pengeraman hari ke-11,
sebagian besar albumin dan sebagian dan sebagian kecil kuning telur diserap ke
dalam tubuh embrio, kemudian kuning telur digunakan sebagai sumber makanan
utama embrio pada hari ke-14. Albumin dan kuning telur digunakan sebagai
makanan embrio dan saat akan menetas sisa kuning telur masuk ke dalam sistem
pencenaan sebagai sumber makanan selama 2.5 sampai 3 hari. Kantung kuning
telur masuk kedalam tubuh setelah hari ke-19 masa pengeraman (Jull 1951;
Hamilton 1952). Selama masa pengeraman telur pada hari ke-19 kantung kuning
telur mulai masuk ke dalam tubuh dan hari ke-20 kantong kuning telur semuanya
sudah masuk dalam tubuh secara sempurna dan telur menetas pada hari ke-21
(Esminger 1980 dalam Nggobe 2003).
Download