TINJAUAN PUSTAKA Burung Mamoa (Eulipoa wallacei) Menurut Jones et al. (1995) burung Mamoa termasuk ordo Galiformes, terdiri atas lima Famili antara lain Megapodidae. Daerah penyebaran burung Mamoa yaitu pulau Halmahera, Ternate, Buru, Seram, Ambon, Haruku dan Misol (Andrew 1992; Coates dan Bishops 2000). Menurut White dan Bruce (1986); Anonim (2006) klasifikasi burung Mamoa adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Philum : Chordata Sub philum : Vertebrata Kelas : Aves Ordo : Galiformes Famili : Megapodiidae Genus : Megapodius (Gaimard 1832) Spesies : Eulipoa wallacei (Ogilvie dan Grant 1893 dalam Heij dan Rompas 1997). Sinonim : Megapodius wallacei (Gray 1860). Nama daerah : Mamua (Obi), Mamoa (Ternate dan Halmahera), burung Galela (Halmahera Barat), Nan lato (Buru Tengah), Mamor (Seram Timur), Manulai (Seram Utara) (Heij dan Rompas 1997). Dari klasifikasi nama ini nampak bahwa pemberian nama famili Megapodidae ini terdapat beberapa pendapat pada pemberian nama. Megapodius wallacei (White dan Bruce 1986; Dekker 1990), menyebut Eulipoa wallacei (Ogilvie dan Grant 1860 dalam Heij dan Rompas 1997; MacKinon dan Wind 1980; Hoyo et al. 1994). Rosellar dalam Heij (1997) dan Jones et al. (1995) mengemukakan bahwa dalam taksonomi Eulipoa wallacei dekat hubungannya dengan Megapodius tetapi secara jelas terdapat perbedaan pada warna bulu dan beberapa perbedaan struktur sehingga spesies ini ditempatkan ke dalam genus Eulipoa. Burung Mamoa merupakan burung dataran yang memiliki paruh pendek, keras dan melengkung ke bawah, sayapnya pendek, mampu berlari dengan baik tetapi tidak bisa berenang. Burung Mamoa memiliki jari kaki dan kuku yang besar serta kuat, ini ada hubungannya dengan fungsi dari kuku yaitu untuk menggali lubang pada tempat-tempat bertelur (Jones et al.1995). Gambar 2 Induk burung Mamoa (Eulipoa wallacei) (Sumber : Coates dan Bishop 2000). Jumlah telur yang dihasilkan seekor burung betina per tahun per musim tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan seekor burung bertelur antara 12 – 14 hari atau sekitar 8-9 butir per musim bertelur (Heij dan Rompas 1997). Warna telur dari burung ini dikatakan merah karat, semakin lama dalam penetasan warna telur akan semakin luntur. Berat telur dari burung ini berkisar antara 103.6-120 g/butirr pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau berkisar antara 100 – 124 gr/butir dengan panjang antara 78.1-85.5 mm dan lebar 42.0-51, 8 mm (Heij dan Rompas 1997; Gilliant 1998). Anak burung yang baru menetas mempunyai bobot 61.1g. Berlainan dengan unggas lainnya anak burung Mamoa sewaktu menetas tidak mempunyai gigi telur (egg tooth). Anak burung ini dapat mencari makan secukupnya dalam jangka waktu sehari (Heij dan Rompas 1997). Burung Mamoa dewasa mempunyai panjang tubuh : 325-350 mm, sayap 190-200 mm, ekor 65-80 mm, tarsus 44-55 mm, paruh 133 mm, jari tengah 37 mm dan jari tengah dengan cakar 58 mm Anak burung memiliki sayap panjang 86,96 mm; panjang tarsus 25.5-28.1 mm; dengan berat badan 68-79 (Gray 1986). Selanjutnya Menurut Heij dan Rompas (1997) kisaran bobot burung betina dewasa 450-515 g/ekor. Seluruh permukaan tubuh burung betina yang ditemukan di lokasi bertelur tertutup bulu, pada bagian punggung berwarna abu-abu; tungging dan ekor berwarna abu-abu terang, abu-abu kebiruan, abu-abu gelap dengan sedikit kehijauan pada bagian tepinya. Bulu penutup sayap utama berwarna abu-abu dengan pita merah marun dan abu-abu dengan warna kuning tua pada bagian tepi, sedangkan pada bulu penutup atas bagian tengah berwarna abu-abu dengan warna hijau pada bagian tepi. Bulu primer sayap atas kecoklatan, abu-abu coklat atau abu-abu gelap dengan warna kuning tua pada ujung bawah bagian dalam. Bulu sekunder berwarna abu-abu terang kehijauan, coklat kehijauan atau abu-abu dengan coklat kehijauan. Dada berwarna abu-abu atau abu-abu gelap, pada bagian perut berwarna abu-abu gelap tetapi lebih terang dari dada (Heij dan Rompas 1997). Jumlah telur yang dihasilkan seekor burung betina per tahun per musim tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan seekor burung bertelur antara 1214 hari atau sekitar 8-9 butir per musim bertelur (Heij dan Rompas 1997). Warna telur dari burung ini dikatakan merah karat, semakin lama dalam penetasan warna telur akan semakin luntur. Berat telur dari burung ini berkisar antara 103.6-120 g/butirr pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau berkisar antara 100124 gr/butir dengan panjang antara 78.1-85.5 mm dan lebar 42.0-51. 8 mm (Heij dan Rompas 1997; Gilliant 1998). Status Populasi Burung Mamoa terdapat di Kepulauan Maluku, Buru, Seram, Haruku, Ambon, Halmahera. Populasi burung Mamoa di alam mengalami penurunan tajam karena keterbatasan habitatnya. Berdasarkan pembagian wilayah biografi burungburung yang terancam punah, status dari burung adalah rentan karena hilangnya habitat, dan perburuan (Shannaz dan Rudiyanto 1995). Di Maluku Utara populasi burung Mamoa terdapat di Pulau Halmahera, Tidore dan ternate, tetapi di pulau Tidore dan Ternate sekarang ini satwa ini tidak temukan (Heij dan Rompas 1997). Pengumpulan telur yang berlebihan untuk keperluan sehari-hari dan perdagangan sering dilakukan penduduk setempat. Pemerintah Daerah diharapkan berperan aktif untuk melindungi jenis burung ini, karena sampai saat ini lokasi tempat bertelur yang juga sekaligus berfungsi sebagai lokasi untuk pengeraman telurnya belum dilindungi. Populasi burung Mamoa di Galela sampai saat ini belum diketahui dengan pasti berapa populasinya. Selain rawan terhadap gangguan manusia, gangguan lain adalah predator seperti biawak (Varanus salvator), ular dan anjing (Gilliant 1998). Ancaman yang berpotensi terhadap penurunan jumlah populasi burung Mamoa adalah kerusakan habitat dan pemanenan telur yang berlebihan serta perburuan. Kerusakan hutan, pengambilan pasir serta penutupan permukaan pasir pada lokasi bertelur oleh tanaman bawah (undergrowth) merupakan penyebab berkurangnya populasi burung Mamoa (Shannaz dan Rudiyanto 1995, Pengamatan pribadi 2005). Habitat Burung ini merupakan penghuni hutan pegunungan tropika, sebagaimana genus Megapodidae lainnya. Selanjutnya Wallace (1886) dalam Heij dan Rompas (1997), mengatakan burung ini terdapat dalam hutan dan perbukitan. Burungburung betinanya akan terbang ke pantai untuk meletakkan telurnya. Satwa ini juga menghuni hutan hujan yang selalu hijau dan hutan pantai sampai hutan dataran rendah, dengan ketinggian antara 750-1 650 m dpl, juga hidup di hutan yang rusak. Masa bersarang terjadi pada saat meletakkan telurnya, dan telur diletakan dalam lubang-lubang di pantai berpasir. Panas matahari merupakan salah satu faktor yang berperan untuk inkubasi. Tidak banyak yang diketahui mengenai habitat hidup burung Mamoa, karena dalam literatur hanya terdapat informasi yang terbatas dan kebanyakan hanya pengamatan sepintas. Burung ini merupakan hewan pemalu dan sulit untuk ditemukan, burung ini hanya akan ditemukan di tempat bertelur dan sebagian besar adalah induk betina, sedangkan yang jantannya jarang ditemukan di tempat bertelur (Heij dan Rompas 1997). Lubang pengeraman terletak di pantai dan tanah vulkanik yang berada di gunung atau di hutan. Ukuran lubang pengeraman bervariasi dan kedalamannya tergantung pada substrat dan temperatur serta musim dimana burung Mamoa ini bertelur. Luas permukaan lubang 345 cm dengan kedalaman 78-100 cm dan pada musim kemarau luas permukaan 300 cm dengan kedalaman 60-70 cm, sedangkan suhunya pada kedalaman 60-100 cm berfluktuasi antara 31-350C (Heij dan Rompas 1997; Gilliant 1998). Predator merupakan salah satu ancaman bagi telurtelur burung ini seperti; biawak (Varanus salvator), soa-soa (Hydrosaturus amboinensis) dan manusia. Di Galela lokasi bersarangnya di Desa Toweka dan Mamuya. Lokasi bersarang terdiri dari pasir vulkanis hitam di pantai Tiabo dan pantai Uwo-uwo. Pantai merupakan Lokasi bersarang yang utama, dengan vegetasi hutan pantai dan kelapa yang terletak di belakang lokasi bersarang (Gilliant 1998). Kebiasaan Hidup dan Tingkah Laku Umum Kebiasaan hidup dan tingkah laku umum dari burung Mamoa ini nampaknya hidup menetap di hutan. Memiliki sifat pemalu sehingga jarang sekali terlihat di luar daerah bertelur dan habitat hidupnya (Heij dan Rompas 1987). Di dalam hutan mereka mencari makan dan melakukan aktivitas hariannya seperti beristirahat, bermain dan bersuara. Burung ini termasuk hewan yang monogami hidupnya selalu berpasangan di dalam hutan, kadang-kadang terbang, kemudian hinggap dan bertengger di pohon untuk tidur (White dan Bruce 1986). Menurut Heij dan Rompas (1997) menyatakan bahwa burung Mamoa bertelur pada sepanjang malam sampai pagi hari. Di pulau Haruku pada saat bertelur burung Mamoa terbang sejajar dengan garis pantai dan setinggi pohon. Saat tiba di pantai tempat bertelur berdiri diam sambil mengamati daerah tersebut. Kemudian seringkali burung ini bergerak ke kiri dan kanan, berhenti sambil melihat sekelilingnya. Jika merasa aman burung ini akan melakukan penggalian lubang sarang pengeraman dengan menggunakan cakarnya yang runcing dan keras. Dalam waktu 2 menit burung ini sudah berada dibawah pasir. Selama membuat lubang sarang pengeraman, burung ini selalu merubah arah, dan membuat 3 sampai 4 lubang, sehingga dapat berlansung sampai berjam-jam. Seteleh melakukan penggalian beberapa lubang, indunk burung Mamoa menghilang dalam salah satu lubang selama beberapa menit untuk meletakkan telurnya. Setelah bertelur, kemudian keluar dari lubang sarang pengeraman induk burung Mamoa menggetarkan bulunya dan membuang pasir kedalam lubang tersebut. Pada lokasi bertelur yang terdapat di pantai Uwo Uwo, terlihat saat bertelur burung ini terbang dari habitat hidupnya di pegunungan Dukono menuju lokasi bertelur secara berkelompok. Dalam semalam biasanya terdapat tiga kelompok burung yang mengunjungi lokasi/sarang untuk meletakan telurnya. Kelompok pertama datang antara pukul 19.30-23.00, kelompok kedua datang antara pukul 24.00-02.00 dan kelompok ketiga datang pada pukul 03.00–05.30. Induk burung ini saat terbang ke habitat bertelur dari dua arah. Induk yang terbang dari arah barat dari lokasi bertelur akan terbang sampai melewati garis pantai kemudian berbalik menuju lokasi bertelur, sedangkan yang terbang dari arah selatan langsung menuju ke lokasi bertelurnya. Bila lokasi bertelur tidak aman induk ini akan hinggap di pepohonan yang terdapat dibelakang lokasi bertelur sampai merasa aman untuk bertelur (pengamatan pribadi 2005). Peletakkan telur dari induk burung betina terjadi sepanjang malam hari sampai menjelang pagi. Setiap induk burung betina menggali 3-4 lubang tempat bertelur dan menutupnya kembali setelah telurnya diletakkan. Setelah itu akan kembali ke habitat aslinya (Wiljes 1953 dalam Susanto 1998). Perkawinan (kopulasi) pada burung Mamoa tidak pernah terjadi di lokasi bertelur, ini berarti perkawinan terjadi di dalam hutan tempat burung-burung ini melakukan aktivitas kesehariannya (Heij dan Rompas 1997; Gilliant 1998). Musim bertelur pada sepanjang tahun di pantai, tetapi biasanya berlangsung pada musim kemarau di pulau Haruku, antara bulan Februari sampai Oktober, karena diduga pada musim tersebut merupakan kondisi yang terbaik untuk pengeraman yang optimal (Heij dan Rompas 1997). Burung Mamoa yang ditemukan pada saat bertelur di habitat bertelurnya yang terlihat hanya betinanya saja (Heij dan Rompas 1997), berbeda dengan burung Maleo pada saat bertelur jantan dan betina bekerja sama dalam penggalian lubang sarang secara bergantian, bila salah satu menggali yang lainnya mengawasi dan mengusir pengganggunya (Jones et al. 1995). Kedalaman lubang sarang telur diletakkan bervariasi tergantung pada bulan (gelap/terang). Pada saat bulan gelap lebih dalam dibandingkan dengan bulan terang (Heij dan Rompas 1997). Heij dan Rompas (1997) menyatakan bahwa burung ini mencari makan dengan cara menggaruk dan mencakar serasah di tanah dan memakan makanan yang kebetulan ditemukan di atas tanah. Jenis makanan yang biasanya dimakan oleh megapoda cukup beragam seperti : serangga (belalang, kaki seribu, semut, rayap, lalat dan kumbang), cacing, lintah dan beberapa jenis buah-buahan (pepaya, pinang-pinangan hutan dan manggis) serta biji-bijian (ketapang, kenari dan pala). Penetasan Telur Penetasan merupakan serangkaian proses reproduksi (perkembangbiakan) yang harus dilewati oleh semua unggas, baik yang secara alami maupun buatan. Proses penetasan dapat menggunakan inkubator, karena pada prinsipnya alat ini dikondisikan seperti keadaan induknya. Penetasan merupakan proses dimana akan terjadi beberapa peristiwa yang meliputi perubahan anatomi, morfologi, fisiologis dan biokimia yang bersamaan dengan peristiwa tersebut terjadi absorbsi zat makanan yang diambil dari kuning telur untuk menjadi individu baru. Megapodidae seperti juga pada burung Mamoa tidak mengerami telurnya sendiri seperti unggas pada umumnya. Burung ini tidak mengerami telurnya sendiri, telurnya dibenamkan di dalam pasir vulkanik di pinggir pantai yang memiliki temperatur yang cukup hangat untuk menetaskan telurnya (Heij dan Rompas 1997). Baik penetasan secara alamiah maupun buatan ternyata faktor penting yang perlu diperhatikan adalah temperatur dan kelembaban. Gilliant (1998) menyatakan bahwa temperatur lubang sarang pengeraman di Galela berkisar antara 32-35oC pada kedalaman 30-60 cm, tetapi kelembaban tidak diukur. Pada musim hujan temperatur tanah 24oC ini akan berpengaruh pada lamanya penetasan. Menurut Heij dan Rompas (1997) temperatur lubang sarang pengeraman di Haruku berkisar antara 31-34oC pada kedalam 40–80 cm, dengan kelembaban 60-70%. Penetasan telur di alam dipengaruhi oleh panas dari dalam bumi. Apabila panas dari sumber bumi cukup kuat maka kedalaman lubang pengeraman tidak terlalu dalam, tetapi bila panas bumi kurang maka lubang yang di gali bertambah dalam. Semakin dalam lubang yang digali semakin bertambah ukuran lebar. Kedalaman lubang sarang telur selain dipengaruhi oleh temperatur juga di pengaruhi oleh bulan gelap dan bulan terang pada bulan terang lebih dalam sedangkan bulan gelap tidak sedalam bulan terang. Lokasi/sarang beretelur burung Mamoa yang terdapat di Kecamatan Galela terdapat di pantai dan mendapatkan sumber panas dari matahari. Perkembangan Embrio Fisher dan Macpherson (1974) menyatakan bahwa perkembangan merupakan perubahan yang terjadi secara progresif dan akumulasi, termasuk pembagian sel, diferensiasi, determinasi, perubahan bentuk (morfogenesis) dan pertumbuhan. Kehidupan individu baru dimulai dari penembusan ovum oleh sperma yang menyebabkan bercampurnya bahan-bahan kromosom dari ovum dan sperma yang disebut fertilisasi (Patten 1987). Selanjutnya fertilisasi merupakan langkah pertama dalam pembentukan individu baru melalui proses interaksi antara sperma dengan sel telur, setelah mengalami proses kapasitasi (Suhana dan Rafiah 1982), lebih lanjut dikatakan sel telur yang pada awalnya dalam keadaan istirahat menjadi aktif melakukan kegiatan yang ditandai terjadinya perubahan morfologi dan meningkatnya metabolisme sel secara mendadak. Menurut Etches (1996) bahwa perkembangan embrio pada unggas dan mamalia pada prinsipnya sangat berbeda, (1) fertilisasi pada unggas melibatkan beberapa sperma, sedangkan pada mamalia fertilisasai melibatkan satu sperma; (2) telur unggas mempunyai banyak kuning telur dan kuning telur tidak ikut membelah dalam proses pembelahan sel (meroblastic), sedangkan pada mamalia mempunyai sedikit kuning telur dan kuning telur ikut membelah (holoblastic); (3) embrio unggas berkembang di luar tubuh dan mempunyai tiga fase perkembangan yaitu dalam saluran reproduksi, sebelum telur diinkubasi dan dalam mesin tetas (masa pengeraman), sedangkan pada mamalia perkembangan embrio berada di dalam tubuh induk; (4) perkembangan embrio unggas tergantung dari lingkungan sekitarnya, sedangkan pada mamalia tidak tergantung dari lingkungan sekitarnya. Menurut Bakst et al. (1997) tujuan dari tahap perkembangan embrio unggas : (1) melakukan standarisasi perkembangan embrio sehingga dapat menduga baik untuk embrio yang berkembang normal maupun tidak normal; (2) mengevaluasi pengaruh kondisi mesin tetas; (3) mengevaluasi strain, waktu oposisi dan kualitas kerabang telur; (4) menentukan tampilan luar dari invertil germinal. Bellair (1993) menyatakan bahwa perkembangan embrio terdiri atas dua proses (1) meningkatnya jumlah sel; (2) terjadinya perubahan secara kontinyu dari struktur dan susunan sel. Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pertama menghasilkan sejumlah sel dan selanjutnya terjadi diferensiasi membentuk berbagai organ tubuh serta adanya perubahan aktivitas biokimia dan fisiologis. Setiap spesies unggas mempunyai perkembangan embrio yang berbeda dalam satuan waktu. Hamburger dan Hamilton (1951) menyatakan pada embrio ayam umur 1 hari (24 jam) masa inkubasi lipatan kepala embrio sudah terbentuk, dan pada umur 5 hari masa inkubasi paruh mulai nampak terbentuk. Selanjutnya Etches (1996) bahwa ayam umur 24 jam telah terbentuk satu pasang somit, bagian kepala dan ekor dari embrio sudah dapat dibedakan. Hamilton (1952) menyatakan bahwa pada tiga setengah hari pengeraman kepala sudah berisi otak dan mata, saluran pencernaan dan hati yang letaknya dekat dengan kepala. Phillps dan Williams (1994) mengatakan bahwa embrio kalkun umur 5 hari bentuk tubuh embrio menyerupai “Koma” dan otak bagian tengah menyerupai “bola” di atas kepala, sedangkan pada embrio burung Maleo terlihat pada hari ke-10 sampai ke-12 (Sumangando 2002). Embrio akan tumbuh bila keadaan lingkungan cocok untuk tumbuh dan berkembang serta kondisinya tetap terjaga sampai embrio menetas. Temperatur yang optimum untuk penetasan telur ayam adalah 37oC selama masa inkubasi (Funk dan Irwin 1955). Hafez (1955) menyatakan permulaan perkembangan embrio vertebrata seperti halnya pada ayam bagian kepala terlihat cepat perkembangannya. Kepala mulai terlihat pada saat perkembangan saraf dan mulai ada tanda-tanda kehidupan setelah 24 jam dieramkan (Adamstone dan Shuway 1954). Pada embrio ayam jantung terlihat berdenyut setelah 30 jam pengeraman dan pembelahan primer pada otak menunjukan dimulainya pembentukan mata, lubang telinga dan pembentukan bakal ekor (Nesheim et al. 1979). Ekor mulai memendek setelah 51-56 jam dierami dan pada hari ketiga mulai membelok ke kanan membentuk sudut 90o dengan axis (Hamilton 1952). Pada hari kedua masa pengeraman embrio diselimuti oleh selaput yang membungkus embrio. Ada 4 macam selaput yang membungkus embrio; kantung kuning telur, allantois, amnion dan chorion (Balinsky 1970). Menurut Jull (1951) akhir hari ke-2 embrio diselimuti oleh pembungkus yang terdiri dari dua dinding, dinding bagian dalam disebut amnion dan bagian dalam chorion. Amnion berisi cairan bening dan kedua lapisan ini berfungsi untuk melindungi embrio dari goncangan mekanik dan mencegah pelekatan embrio melalui aksi jaringan atau pembuluh otot yang berkembang dalam dinding amnion. Allantois merupakan usus belakang embrio, muncul pada hari ketiga. Allantois berfungsi sbagai organ respiorasi, ekskresi ginjal dan menyerap kalsium dari kerabang telur untuk kebutuhan struktur tubuh embrio. Kuning telur dan albumin dimanfaatkan sebagai bahan makanan selama pertumbuhan dan perkembangan embrio. Pada hari ke-4 setelah pengeraman bakal kaki dan sayap berkembang. Akhir hari keempat masa pengeraman, embrio sudah mempunyai semua organ yang diperlukan untuk berkembang dan umumnya bagian-bagian tubuh embrio sudah dapat diidentifikasi (Winter dan Funk 1956). Menurut Hamilton (1952) pengeraman hari ke-5 tubuh embrio melengkung sehingga kepala dan ekor saling bertemu, otak membesar di bagian tengah sehingga kepala seolah-olah terbagi atas 3 bagian. Jull (1951) melaporkan pada hari pengeraman kedua sampai kedelapan hati membesar, perkembangan struktur tubuh embrio cepat berlangsung terutama di daerah kepala dan bagian-bagiannya, serta bakal bulu terlihat dengan jelas. Pada hari ke-2 sampai ke-8 masa pengeraman, bobot kuning telur meningkat, disebabkan adanya aliran air dari bahan padatan dari fraksi albumin kekantong kuning telur lewat membran kuning telur. Pengeraman hari ke-11, sebagian besar albumin dan sebagian dan sebagian kecil kuning telur diserap ke dalam tubuh embrio, kemudian kuning telur digunakan sebagai sumber makanan utama embrio pada hari ke-14. Albumin dan kuning telur digunakan sebagai makanan embrio dan saat akan menetas sisa kuning telur masuk ke dalam sistem pencenaan sebagai sumber makanan selama 2.5 sampai 3 hari. Kantung kuning telur masuk kedalam tubuh setelah hari ke-19 masa pengeraman (Jull 1951; Hamilton 1952). Selama masa pengeraman telur pada hari ke-19 kantung kuning telur mulai masuk ke dalam tubuh dan hari ke-20 kantong kuning telur semuanya sudah masuk dalam tubuh secara sempurna dan telur menetas pada hari ke-21 (Esminger 1980 dalam Nggobe 2003).