2 dari dosis 50 Gy maka warna plb akan semakin pucat akibat

advertisement
2
dari dosis 50 Gy maka warna plb akan semakin pucat akibat adanya kerusakan
pada sel. Iradiasi sinar gamma pada penelitian ini digunakan untuk menginduksi
keragaman genetik anggrek Dendrobium lasianthera (JJ.Smith) terutama
perubahan genetik yang diekspresikan terhadap bentuk morfologi tanaman
khususnya pada tinggi tanaman.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma
terhadap pertumbuhan Protocorm Like Bodies (plb) serta mendapatkan Lethal
Dose (LD) 30 dan 50 dari proses iradiasi sinar gamma pada anggrek Dendrobium
lasianthera (JJ. Smith).
Hipotesis
Iradiasi sinar gamma berpengaruh terhadap pertumbuhan plb anggrek
Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) serta LD 30 dan LD 50 diperoleh pada salah
satu dosis perlakuan iradiasi sinar gamma.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)
Lebih dari 1200 spesies Dendrobium merupakan tanaman asli dari daerah
tropis Asia Pasifik. Papua New Guinea memiliki lebih dari 500 spesies, salah
satunya adalah Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Anggrek ini merupakan
anggrek yang hidup di Indonesia tepatnya di Papua dan Papua New Guinea.
Menurut Yusuf et al. (2012) anggrek ini dapat tumbuh hingga mencapai 3 meter
panjang tangkai bunga 20-50 cm diduga jumlah kuntum bunga dapat mencapai 30
kuntum bunga yang letaknya saling berdekatan. Panjang bunga berukuran 6.5 cm
dengan petalnya melintir serta saling berdekatan. Warna bunga merah gelap,
merah muda, merah keunguan, merah jingga (gambar 1). Menurut Sastrapradja et
al. 1979 anggrek ini memiliki daun berbentuk lonjong dengan panjang 15 cm.
daun daun tersebut tersusun berselang seling dalam 2 deretan, tekstur daunnya
kaku. Gagang perbungaan tegak dan kaku dan pembungaan muncul pada bagian
ujung batang. Tanaman ini umumnya tumbuh baik didataran rendah agak teduh
tapi berhawa panas.
Batang anggrek dibedakan berdasarkan tipe pertumbuhannya yakni
simpodial dan monopodial. Menurut Handayani (2007) anggrek yang memiliki
batang tipe simpodial adalah anggrek yang memiliki pertumbuhan ujung batang
yang terbatas. Batang Dendrobium termasuk dalam tipe simpodial dan umumnya
beruas ruas, termasuk batang anggrek Dendrobium Lasianthera (JJ. Smith) yang
tingginya dapat mencapai 3 meter.
3
a
b
Gambar 1. Morfologi anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Sumber foto
a) Flona Serial, b). Lembaga Biologi Nasional-LIPI
Kultur Jaringan Anggrek
Kultur jaringan adalah teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman
baik berupa sel, jaringan maupun organ, dalam kondisi aseptik secara in vitro
(Marlina dan Rusnandi 2007). Fatimah (2008) menjelaskan lebih rinci bahwa
kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi
bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptis yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup dan tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Kemampuan sel untuk berdiferensiasi disebut totipotensi. Kearah mana
sel-sel tanaman dapat diinduksi untuk mengekspresikan totipotensi-nya, sangat
tergantung pada sejumlah variabel termasuk faktor eksplan, komposisi media,
zat pengatur tumbuh, dan stimulus fisik, seperti cahaya, suhu, dan kelembaban.
Setiap variabel dapat berbeda pengaruhnya terhadap setiap organ tanaman
tertentu dan berdasarkan tujuan pengkulturan. Diantara faktor-faktor tersebut,
lima variabel utama harus diperhatikan, yaitu seleksi bahan tanam, teknik
sterilisasi eksplan, komposisi medium dasar, keterlibatan zat pengatur tumbuh,
serta faktor-faktor lingkungan dimana kultur diletakkan (Zulkarnaen 2009)
Pada era ini penelitian tentang kultur jaringan anggrek berbagai spesies
telah banyak dilakukan baik diluar negeri maupun di Indonesia yang ditujukan
untuk mempercepat produksi anggrek melalui kultur in vitro hingga
pembentukan anggrek-anggrek varietas baru melalui induksi mutasi. Menurut
Panjaitan (2005) salah satu alternatif untuk melestarikan keanekaragaman
anggrek adalah dengan melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan yang
memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara konvensional. Kelebihan tersebut
diantaranya dapat menghasilkan anggrek dalam jumlah banyak dan dalam waktu
yang relatif singkat, serta memiliki sifat yang sama dengan induknya, serta
pertumbuhannya relatif seragam.
Media dasar yang digunakan dalam kultur jaringan bermacam-macam
diantaranya adalah media Vacin dan Went (VW). Media ini termasuk salah satu
4
media terbaik dan banyak dipakai sebagai media dasar untuk kultur jaringan
anggrek termasuk anggrek Dendrobium. Menurut Gunawan (1992) media Vacin
dan Went adalah media khusus dan paling baik untuk digunakan sebagai media
kultur jaringan anggrek.
Keragaman Somaklonal
Skirvin et al. (1993) mendefinisikan keragaman somaklonal sebagai
keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Keragaman
tersebut dapat berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan atau yang
terjadi dalam kultur jaringan. Menurut Yunita (2009) keragaman somaklonal
yang terjadi dalam kultur jaringan merupakan hasil kumulatif dari mutasi
genetik pada eksplan dan yang diinduksi pada kondisi in vitro. Keragaman
somaklonal merupakan perubahan genetik yang bukan disebabkan oleh
segregasi atau rekombinasi gen, seperti yang biasa terjadi akibat proses
persilangan.
Kragaman somaklonal dapat dikelompokkan menjadi keragaman yang
diwariskan (heritable), yaitu yang dikendalikan secara genetik, dan keragaman
yang tidak diwariskan, yakni yang dikendalikan secara epigenetik. Keragaman
somaklonal yang dikendalikan secara genetik biasanya bersifat stabil dan dapat
diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya. Keragaman epigenetik
biasanya akan hilang bila diturunkan secara seksual (Skirvin et al. 1993).
Menurut Ahloowalia dan Maluszynski (2001), terjadinya keragaman
somaklonal dapat mengakibatkan berbagai macam perubahan diantaranya
adalah defisiensi klorofil, aneuploidi, resistensi terhadap penyakit atau
terkadang muncul variasi yang sebelumnya tidak ada di alam. Selain itu
keragaman juga dapat terjadi pada sifat seperti tinggi tanaman, luas daun,
panjang daun, ketebalan batang, vigor, pembungaan, fertilisasi, dan hasil.
Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma
Mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun
kromosom suatu individu tanaman, sehingga memperlihatkan penyimpangan
(perubahan) dari individu asalnya dan bersifat baka (turun temurun). Mutasi
dapat terjadi secara alamiah tetapi frekuensinya rendah, yaitu 10-6 pada setiap
generasi (Herawati dan Setiamihardja 2000). Mutasi adalah perubahan pada
materi genetik suatu makhluk yang terjadi secara tiba-tiba dan acak, dan
merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat
terwariskan. Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam (spontaneous mutation)
dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation). Secara mendasar
tidak terdapat perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi
hasil induksi. Kedua cara tersebut dapat menimbulkan variasi genetik untuk
dijadikan dasar seleksi tanaman, baik seleksi secara alami (evolusi) maupun
seleksi secara buatan (pemuliaan) (Soeranto 2003). Secara umum, mutasi
dihasilkan oleh segala tipe perubahan genetik yang mengakibatkan perubahan
fenotipe yang diturunkan, termasuk keragaman kromosom, sehingga
menyebabkan terjadinya keragaman genetik (Soeranto 2003).
Salah satu cara untuk menginduksi terjadinya mutasi adalah dengan
iradiasi sinar gamma. Menurut Lehninger (1994) bahwa sinar gamma
5
merupakan jenis iradiasi yang biasa digunakan dalam berbagai bidang karena
bermuatan netral, panjang gelombang pendek dan daya tembus paling tinggi
sehingga energi sinar gamma yang dipancarkan sumber terhadap target dapat
menimbulkan perubahan pada sel target. Perubahan dapat terjadi secara acak
dan tiba-tiba. Besar kecilnya perubahan pengaruh iradiasi sinar gamma
tergantung dari energi dan waktu sumber radio aktif.
Dosis iradiasi dibagi tiga yaitu, tinggi (>10 kGy), sedang (1-10 kGy), rendah
(<1 kGy). Perlakuan dosis tinggi akan mematikan bahan yang dimutasi atau
mengakibatkan tanaman steril. Pada umumnya dosis rendah dapat
mempertahankan daya hidup bahan yang dimutasi atau tunas, dapat
memperpanjang waktu pemasakan pada buah-buahan dan sayuran, serta
meningkatkan kadar pati, protein, dan kadar minyak pada biji jagung, kacang, dan
biji bunga matahari ( Micke et al. 1993).
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2004) menunjukkan bahwa iradiasi
sinar gamma dengan dosis 10 Gy – 20 Gy merupakan dosis iradiasi sinar gamma
yang sesuai untuk menginduksi keragaman Phalenopsis hinamatsuri x Dtps.
Modern Beauty secara in vitro. Sulistianingsih et al. (2006) menunjukkan bahwa
iradiasi sinar gamma 20 dan 25 Gy yang diberikan pada tanaman anggrek bulan
Phalenopsis amabilis menunjukkan adanya perubahan secara morfologi lebih
beragam, sedangkan pada dosis 35 Gy tidak menunjukkan tanda-tanda
pertumbuhan pada biji. Penelitian lain yang dilakukan oleh Romeida (2013)
menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma dengan dosis 30-70 Gy telah mampu
meningkatkan keragaman genetik plb anggrek Spatoglotis plicata aksesi
Bengkulu.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Agronomi
dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pemberian
perlakuan iradiasi dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi,
Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-BATAN). Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Februari 2014 hingga Juli 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Protocorm Like Bodies
(PLB) anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Media yang digunakan pada
penelitian ini adalah media dasar Vacin and Went (VW) yang ditambahkan
dengan ekstrak tomat, pisang ambon, dan arang aktif. Alat-alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah alat-alat standar laboratorium kultur jaringan dan
Gamma Chamber 4000A
Prosedur Percobaan
Pembuatan media Vacin and Went (VW) pada umumnya dilakukan
dengan mencampurkan bahan-bahan sebagai berikut: Ca3(PO4)2, KNO3, KH2PO4,
Download