BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Auditing 2.1.1 Definisi Auditing Auditing adalah salah satu jasa yang diberikan oleh akuntan publik yang sangat diperlukan untuk mengaudit laporan keuangan sehingga laporan keuangan yang dihasilkan oleh pihak perusahaan yang diaudit dapat lebih dipercaya oleh para pemakai laporan keuangan. Definisi auditing menurut Arens, Alvin A (2001 : 15), yaitu : Auditing is the accumulation an evaluation of evidence about information tp determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Menurut Sunarto (2003:16) Pengauditan adalah suatu proses sistematik untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian ntara asersi tersebut dengan criteria yang telah ditetapkan dn mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sedangkan menurut Sukrisno Agoes (2003:3) auditing adalah Suatu audit yang dilakukan secara kritik dan sistematik oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembantu dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. 2.1.2 Jenis Audit Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, menurut Sukrisno Agoes (2003:5) audit dibedakan atas : General Audit (Audit umum) Suatu audit umum pada laporan keungan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan tujuan untuk bias memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan memperhatikan Kode Etik Akuntan Indonesia oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Special Audit (Audit khusus) Suatu audit terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh kantor akuntan public yang independen dan pada akhir pelaksanaan auditnya, auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. 2.2 Standar Auditing Standar auditing merupakan panduan umum bagi auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas laporan keuangan historis. Standar ini mencakup pula pertimbangan atas kualitas profesional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan serta bukti audit. Standar Profesional Akuntan Publik disusun pada tahun 1947 oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) dan mengalami sedikit perubahan walaupun pada intinya tetaplah sama. Satndar ini tidaklah memberikan panduan yang memadai, tetapi panduan ini memberikan suatu kerangka yang dapat digunakan. Terdapat tiga kategori bagi kesepuluh satandar tersebut yaitu sebagai berikut : Standar Umum 1. Audit harus dilakukan oleh satu atau beberapa orang yang memilki keahlian dan peltihan teknis yang cukup sebagai Auditor. 2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus diperthankn oleh auditor. 3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemhiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Standar Pekerjaan Lapangan 1. Pekerjaan harus dilakukan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. 2. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. 3. Bukti audit kompeten yng memadai harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Standar Pelaporan 1. Laporan harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Laporan audit harus menunjukan keadan yang didalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya. 3. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam laopran audit. 4. Laporan harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan, secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal dimana auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada dan tingkat tanggung jawab auditor yang bersangkutan. 2.3 Pelaporan dan Opini Audit Laporan audit adalah tahap akhir dari keseluruhan proses audit. Laporan merupakan hal yang esensial dalam penugasan audit dan assurance karena laporan berfungsi mengkomunikasikan temuan-temuan auditor. Para pengguna laporan keuangan menyandarkan diri pada laporan auditor untuk memperoleh keandalan dari laporan keuangan perusahaan. Auditor diminta bertanggung jawab bila terlanjur menerbitkan suatu laporan audit yang tidak tepat. SA Seksi 508 tentang. Laporan Auditor atas Laporan Keuangan Auditan Paragraf 04 menyatakan standar pelaporan keempat berbunyi sebagai berikut: Laporan auditor harus memuat sesuatu pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atau memuat suatu asersi, bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dikemukakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor. Opini audit menurut Marisi P.Purba (2006), adalah Pendapat auditor eksternal atas laporan keuangan yang bias berupa pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified), wajar dengan pengecualian (qualified) dan pendapat tidak wajar (adverse). Kemungkinan lain adalah menolak memberikan pendapat atau biasa dikenal dengan disclaimer. Aspek-aspek untuk menentukan jenis laporan audit yang tepat dilihat dari : 1. Menentukan apakah terdapat kondisi yang memerlukan penyimpangan dari laporan audit bentuk baku 2. Menentukan tingkat materialitas tiap-tiap kondisi 3. Memutuskan jenis laporan audityang tepatbagi kondisi tertentu pada tingkat materialitas tertentu. 4. Menuliskan laporan audit SA Seksi 508 tentang. Laporan Auditor atas Laporan Keuangan Auditan Paragraf 10 menjelaskan berbagai tipe pendapat auditor : 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian. Pendapat wajar tanpa pengualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semuahal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Ini adalah pendapat yang dinayatakan dalam laporan auditor bentuk baku seperti yang diuraikan dalam paragraf 08. 2. Bahasa penjelasan ditambahkan dalam laporan auditor bentuk baku. Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan auditnya. 3. Pendapat wajar dengan pengecualian. Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umumdi Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. 4. Pendapat tidak wajar. Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat. Pernyataan tidak memberkan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. 2.4 Going concern Going concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang. Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukan hal berlawanan (contrary information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisas utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain (PSA No.30). Definisi asumsi going concern menurut Marisi P.Purba (2006), yaitu: Salah satu asumsi yang dijadikan dasar dalam menyusun laporan keuangan. Perusahaan yang menyusun laporan keuangan berbasis akrual diasumsikan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup (going concern) dan kegagalan perusahaan (corporate failure) adalah salah satu sisi yang saling bertolak belakang, ibarat sisi depan dan belakang sekeping uang logam. Asumsi going concern digunakan apabila suatu perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun, kemungkinan perusahaan mengalami kegagalan mempertahankan kelangsungan hidupnya akan selalu ada. Besar kecilnya kemungkinan tersebut berbeda-beda pada setiap perusahaan, tergantung kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor (Marisi P.Purba : 2006), seperti: 1. Keuangan. Kondisi keuangan perusahaan merupakan kunci utama dalam melihat apakah perusahaan akan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya atau tidak. Kondisi keuangan akan mencerminkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, dan bunga pinjaman kepada kreditur. Kondisi ini dapat dilihat dari kemampuan perusahaan menciptakan laba. 2. Moneter. Perekonomian Indonesia tentu saja dipengaruhi oleh aspek yang satu ini, apalagi jika bergantung pada pinjaman luar negeri dan ekspor. Kendala moneter juga mempengaruhi ekonomi mikro, apabila banyak entitas bisnis memiliki pinjaman dalam mata uang asing. Sehingga depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing secara otomatis akan mempengaruhi kemampuan entitas dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Hal yang sama juga ditemukan perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor, dimana perusahaan tersebut tidak lagi dapat menjaga kelangsungan operasi dan keseimbangan usahanya dengan biaya produksi yang tinggi. 3. Sosial. Kerawanan social (social unrest) dapat muncul sebagai dampak sampingan. Risiko kerawanan sosial yang dapat timbul dan mempengaruhi entitas seperti tingkat kriminalitas tinggi dan penyakit sosial lainnya. Peristiwa Mei 1998 adalah contoh yang nyata, dimana iklim investasi di Indonesia secara drastis anjlok sebagai akibat aksi anarkis penjarahan yang mengakibatkan banyaknya perusahaan yang gulung tikar. Demikian juga kondisi perburuhan suatu negara yang sering mogok dan demonstrasi akan menimbulkan ketidakpastian yang besar bagi perusahaan dalam berinvestasi. 4. Politik. Tidak bias dipungkiri, sehat tidaknya iklim investasi pada suatu negara tergantung pada situasi politik negara tersebut. Hal ini berkaitan dengan realitas bahwa entitas berada di bwah kekuasaan rezim pemerintah yang berkuasa sebagai pihak regulator. Ketidakmampuan pemerintah yang yang berkuasa dalam menjaga kestabilan politik dan menegakan supremasi hukum dapat mengakibatkan kondisi ekonomi dan sosial yang memburuk yang pada akhirnya akan mempengruhi dunia investasi dan going concern entitas-entitas bisnis. 5. Pasar. Kemampuan perusahaan menguasai pasar adalah kunci keberhasilan dalam menciptakan laba. Kemampuan tersebut dipengaruhi berbagai kendala daya sing, regulasi, inovasi produk, jalur distribusi, teknologi dan lain-lain. Jika suatu entitas bisnis kehilangan pangsa pasar bagi produk-produknya, maka secara otomatis akan mempengaruhi kemampuan dalam menjaga kelangsungan hidup. 6. Teknologi. Penguasaan teknologi oleh perusahaan dapat dipastikan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Kemampuan perusahaan dalam memenangkan persaingan sangat dipengaruhi oleh penguasaan teknologi, tidak hanya perusahaan yang bergerak di bidang jasa, perbankan namun juga perusahaan yang bergerak di sektor riil. Seorang akuntan yang bertindak baik sebagai auditor eksternal maupun sebagai akuntan perusahaan yang bertugas menyusun laporan keuangan harus dapat melihat tingkat kemungkinan kegagalan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun, memprediksi kegagalan perusahaan bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Sebab, disamping membutuhkan judgement atau penilaian dari seorang akuntan, prediksi tersebut juga dipengaruhi oleh hukum dan perundang-undangan yang berlaku serta lingkungan perusahaan tersebut. Ada kalanya mempertahankan suatu kelangsungan perusahaan hidupnya, diprediksi namun tidak karena dapat adanya kesediaan pihak pemegang saham atau kreditur melakukan pendanaan atau merestrukturisasi hutang-hutangnya yang sudah jatuh tempo, maka asumsi going concern dalam menyusun laporan keuangan masih berlaku. Namun, ada kalanya perusahaan dinilai secara keuangan baik, setahun kemudian perusahaan dinyatakan pailit karena tidak mampu membayar kewajiban yang telah jatuh tempo. Kegagalan perusahaan ditentukan oleh risiko pailitnya perusahaan tersebut yang diakibatkan baik oleh faktor keuangan maupun non-keuangan. Beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup (Arens, 2001), yaitu : 1. Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja. 2. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek. 3. Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan seperti gempa bumi, banjir atau masalah perburuan yang tidak biasa. 4. Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sudah terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi. 2.5 Opini Audit Going Concern Opini audit going concern adalah opini yang dikeluarkan oleh auditor dalam pelaporan audit dimana auditor memiliki kesangsian terhadap kelangsungan hidup usaha kliennya. Tanggung jawab audior terletak pada opininya untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan entitas auditee untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Misalnya, asumsi entitas tidak dalam proses likuidasi, proses hukum, serta laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dalam hal ini kelangsungan hidup entitas berhubungan dengan ketidakmampuan entitas dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi hutang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain. SA Seksi 341 tentang, Pertimbangan Auditor atas Kemampuan Entitas dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya Paragraf 02 menyebutkan: Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (selanjutnya periode tersebut akan disebut dengan jangka waktu pantas). Evaluasi auditor berdasarkan atas pengetahuan tentang kondisi dan peristiwa yang ada pada atau yang telah terjadi sebelum pekerjaan lapangan selesai. Informasi tentang kondisi dan peristiwa diperoleh auditor dari penerapan prosedur audit yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang bersangkutan dengan asersi manajemen yang sedang terkandung dalam laporan keuangan yang sedang diaudit, sebagaimana yang dijelaskan dalam SA Seksi 326 [PSA No.07] Bukti Audit. Auditor harus memutuskan apakah merasa yakin bahwa perusahaan klien akan bias bertahan di masa yang akan datang. PSA 29 paragraf 11 huruf d menyatakan bahwa keragu-raguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) mrupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahas penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), yang dinyatakan oleh auditor. Tabel 2.1 NO 1 Tingkat Keraguan Tidak terdapat Laporan Keuangan Tidak perlu keraguan atau terdapat dilakukan keraguan pengungkapan kecil Opini Audit Tidak berpengaruh (dibawah 20%) 2 Keraguan (antara signifikan 20% hingga 49%) Perlu Tidak dilakukan dipertimbangkan modifikasi atas pengungkapan akan laporan adanya keraguan, sepanjang penyebab adanya dilakukan keraguan, rencana pengungkapan dan yang memadai manajemen audit, potensi penyesuaian 3 Keraguan besar (antara Perlu adanya Paragraf 50% hingga 70%) pengungkapan akn penjelas pada keraguan, laporan audit, manajemen rencana dan potensi penyesuaian walaupun pengungkapan pada laporan keuangan telah memadai. 4 Keraguan sangat besar Perlu adanya (dari 70% hingga 95%) pengungkapan penjelas pada informasi mengenai laporan audit, adanya walaupun keraguan, Paragraf akrual atas kerugian pengungkapan yang pada dapat laporan diprediksi jika dapat keuangan telah distimasi dan jika memadai. tidak dapat diestimasi, perlu diungkapkan informasi terkait dengan adanya potensi penyesuaian. 5 Ketidakpercayaan atas Apabila asumsi going concern going concern yang keuangan yang digunakan dalam digunakan dalam disusun menyusun menyusun laporn dengan keuangan tidak menggunakan berlaku, maka asumsi lporan keuangan (diatas 95%) asumsi Jika laporan masih going laporan keuangan harus disusun berdasarkan basis lain. concern, auditor wajib memberikan opini tidak wajar walaupun laporan keuangan mengungkapkan bahwa asumsi going concern tidak berlaku PSA No. 30 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut: Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan mengenai kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, ia harus: 1. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tertentu. 2. Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan. Jika manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya auditor mempertimbangkn untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer). Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya) atas efektivitas rencana tersebut. 1. Jika auditor berkesimpulan rencana tidak efektif, maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer). 2. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dank lien mengungkapkan keadaan tersbut dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan maka auditor menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion). 2.6 Tinjauan tentang Perusahaan Go Public dan Pasar Modal 2.6.1 Pengertian Perusahaan Go Public Perusahaan publik yang diteliti dalam penelitian ini adalah para emiten di Bursa Efek Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, Perusahaan Publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal yang disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Mekanisme untuk menjadi perusahan publik (atau go public) adalah dengan melakukan penawaran perdana di bursa efek atau lazim disebut initial public offering (IPO). Setelah penawaran perdana tersebut, perusahaan dapat menawarkan saham untuk kedua kalinya di masa mendatang. Tujuan perusahaan melakukan go public menurut Abdul Hasyir (2002) adalah: a) Mendapatkan dana tambahan dari masyarakat umum (investor) untuk kegiatan operasi perusahaan. b) Mendapatkan patokan harga saham perusahaan yang wajar dan aktual yaitu harga yang terbentuk hasil mekanisme penawaran dan permintaan di bursa efek. Harga tersebut dapat menjadi patokan harga saat terjadi pemindahtanganan saham ke pihak lain (seperti transaksi akuisisi atau divestasi). Kondisi fundamental yang harus dipenuhi perusahaan emiten untuk go public (Abdul Hasyir, 2002): a. Adanya penyataan pendaftaran yang sudah efektif. b. Laporan keuangan perusahaan telah diaudit oleh akuntan publik dengan opini Unqualified Opinion (wajar tanpa pengecualian). c. Total asset yang dimiliki minimum Rp. 20 milyar. d. Modal sendiri (equity capital) minimum Rp.7,5 milyar. e. Modal disetor minimum Rp. 2 milyar. f. Membukukan laba operasional dan laba bersih selama 2 tahun berturutturut. g. Masa berdiri dan masa operasi perusahaan minimum 3 tahun. Implikasi menjadi peusahaan publik adalah (Abdul Hasyir, 2002): 1. Nama perusahaan publik adalah PT.XXX Tbk., kata tbk. Singkatan dari terbuka. 2. Adanya pengaturan jumlah minimum dewan direksi dan dewan komisaris. 3. Adanya pengaruh penerbitan saham baru atau surat berharga lain yang bisa menyebabkan nilai saham tersebut terdilusi, artinya menurunnya nilai saham perusahaan tersebut (sebab penambahan jumlah saham beredar dapat berpengaruh pada harga saham). 4. Pembentukan corporate secretary. 5. Pengaturan proses Rapat Umum Pemegang saham (RUPS). 6. Keterbukaan, khususnya mengenai penggunaan dana hasil IPO, jadwal dan agenda RUPS, laporan keuangan tahunan dan tengah tahunan, kepemilikan saham oleh direksi/komisaris, dan setiap kejadian penting perusahaan (corporate action). 2.6.2 Pasar Modal 2.6.2.1 Pengertian Pasar Modal Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal pasal 1, didefinisikan: Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek . Menurut Sunariyah (2000:4-5) pengertian pasar modal adalah sebagai berikut: - Secara umum, pasar modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. - Secara khusus, pasar modal adalah suatu pasar yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa perantara pedagang efek. Sedangkan untuk istilah Efek, dalam referensi yang sama mendefinisikan: Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek . Efek atau surat berharga ini diperdagangkan di Bursa Efek, dimana Bursa Efek menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 didefinisikan sebagai berikut: Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek. Pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka . Berdasarkan definisi-definisi dan penjelasan singkat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa Pasar Modal adalah tempat atau lembaga yang mempertemukan penjual dan pembeli efek (surat berharga) dengan tujuan memperdagangkan efek (surat berharga) diantara mereka dalam waktu jangka panjang (lebih dari satu tahun) yang akan memberikan manfaat bukan saja untuk investor dan perusahaan tetapi juga bermanfaat dan berdampak terhadap perekonomian negara pada umumnya. 2.6.2.2 Sekilas Pasar Modal di Indonesia Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti Perang Dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah colonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan dengan semestinya. Pada tanggal 10 Agustus 1977 dianggap sebaga babak baru kebangkitan pasar modal di Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun ini. Peresmian pasar modal di Indonesia diikuti pula dengan dibentuknya Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) yang kini telah berubah nama menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan Danareksa yang merupakan perusahaan investment trus. Beberapa tahun kemudian setelah peresmian kembali pasar modal di Indonesia, pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Bursa Efek Indonesia yang sering disingkat BEI atau dalam bahasa asing disebut Indonesia Stock Exchange diresmikan pada tahun 2007 atas hasil penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ). Bursa Efek Indonesia didirikan dengan tujuan untuk mengembangkan pasar modal dan ekonomi di Indonesia. 2.6.3 Peranan Pasar Modal Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas atau sarana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal, maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return), sedangkan pihak issuer (perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Menurut Rusdin (2008), terdapat 5 peranan pasar modal di Indonesia, yaitu: a. Pasar modal merupkan wahana pengalokasian dana secara efisien. Investor dapt melakukan investasi pada beberapa perusahaan melalui pembelian efek-efek yang baru ditawarkan ataupun yang diperdagangkan di Pasar Modal. Sebaliknya, perusahaan dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan instrumen keuangan jangka panjang melalui Pasar Modal tersebut. b. Pasar modal sebagai alternative investasi. Pasar modal memudahkan alternatif berinvestasi dengan memberikan keuntungan dengan sejumlah risiko tertentu. c. Memugkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik. Perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek yang baik sebaiknya tidak hanya dimiliki oleh sejumlah orang-orang tertentu saja, karena penyebaran kepemilikan secara luas akan mendorong perkembangan perusahaan menjadi lebih transparan. d. Pelaksanaan transparan. manajemen perusahaan secara profesional dan Keikutsertaan masyarakat dalam kepemilikan perusahaan mendorong perusahaan untuk menerapkan manajemen secara lebih profesional, efisien dan berorientasi pada keuntungan, sehingga tercipta suatu kondisi good corporate governance serta keuntungan yang lebih baik bagi para investor. e. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional. Karena keberadaan Pasar Modal, perusahaan-perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana, sehingga akan mendorong perekonomian nasional menjadi lebih maju, yang selanjutnya akan menciptakan kesempatan kerja yang luas, serta meningkatkan pendapatan pajak bagi pemerintah. 2.7 Definisi Pengaruh Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2008) Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perubahan seseorang. 2.8 Definisi Skala Definisi Skala menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2008), yaitu: Mencatat gejala-gejala berdasarkan tingkat kedalaman atau keluasannya berupa daftar yang di dalamnya dicantumkan ciri-ciri atau jenis-jenis tingkah laku sampel yang dicatat berdasarkan tingkat-tingkat yang telah direncanakan. 2.9 Kantor Akuntan Publik (KAP) 2.9.1 Definisi Kantor Akuntan Publik Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 43/KMK.017/1997 tertanggal 27 Januari 1997 tentang Jasa Akuntan Publik ( SK Menkeu No.43/1997 ) sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 470/KMK.017/1999 tertanggal 4 Oktober 1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 43/KMK.017/1997 tertanggal 27 Januari 1997 ( SK Menkeu No.470/1999 ). Kantor Akuntan Publik diartikan sebagai: Lembaga yng memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi akuntan publik dalam menjalankan pekerjaannya. Definisi Kantor Akuntan Publik (KAP) menurut Wikipedia bahasa Indonesia (2008), yaitu: Badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya, 2.9.2 Bidang Jasa Kantor Akuntan Publik Kantor akuntan publik bertanggungjawab pada audit atas laporan keuangan historis yang dipublikasikan dari semua perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa saham, mayoritas perusahaan besar lainnya, serta banyak perusahaan berskala kecil dan organisasi non komersil (nirlaba). Menurut Haryono Jusup (2001) bidang jasa KAP meliputi: 1. Jasa atestasi, termasuk di dalamnya adalah audit umum atas laporan keuangan, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma, review atas laporan keuangan, dan jasa audit serta atestasi lainnya. 2. Jasa non-atestasi, yang mencakup jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi. Dalam hal pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan, KAP hanya dapat melakukan paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturutturut untuk menjaga ke independensiannya. 2.9.3 Ukuran Kantor Akuntan Publik Ukuran kantor akuntan publik berkisar mulai dari 1orang hingga ratusan, bahkan ribuan staf audit profesional. Menurut ukurannya, kantor akuntan publik sering dikelompokan ke dalam empat kategori Hendry Simamora (2002:23): 1. Kantor Akuntan Pubik Lokal. Kantor akuntan publik lokal biasanya mempunyai satu atau dua kantor, dijalankan oleh seorang atau beberapa orang akuntan publik terdaftar yang bertindak sebagai rekan (partner), dan melayani kliennya di dalam sebuah kota atau daerah. Kantor akuntan publik (KAP) seperti ini acapkali mengkhususnya diri pada jasa pajak penhasilan, konsultasi, dan akuntansi. Auditing biasanya merupakan bagian kecil dari praktik yang dijalankan, dan cenderung melibatkan perusahaan kecil yang membutuhkan laporan keuangan auditan untuk mengeluarkan permohonan kredit dari bank. 2. Kantor Akuntan Publik Regional. Banyaknya kantor akuntan publik lokal yang menjadi kantor akuntan publik regional dengan membuka kantor cabang baru di kota lain dan memperbanyak staf profesionalnya. Kantor akuntan publik regional ditandai oleh bemacam-macam rekan dan staf profesional yang banyak serta sering melakukan pekerjaan audit yang ekstensif. Penggabungan usaha (merger) dengan KAP lokal lainnya dapat pula menjadi salah satu cara berubah ke status KAP regional. Pertumbuhan seperti itu lazimnya disertai dengan kenaikan proporsi jasa auditing dibandingkan dengn jasa lainnya. 3. Kantor Akuntan Publik Nasional. Kantor akuntan publik dengan kantorkantor cabang yang tersebar di kota-kota besar disebut kantor akuntan publik nasional. Kantor akuntan publik nasional biasanya juga berkiprah secara internasional, baik dengan kantor akuntan publiknya sendiri ataupun afiliasi dengan KAP negara lainnya di negara lain. 4. Kantor Akuntan Publik Internasional. Di Amerika, hanya kantor akuntan publik yang sangat besar saja yang mempunyai cukup staf dan sumber daya untuk mengaudit perushaan-perusahaan raksasa, dan firmafirma tersebut mengaudit hampir semua perusahaan terbesar di Amerika. Kendatipun kantor akuntan publik tersebut menawarkan berbagai macam jasa profesional, auditing merupakan jasa yang paling signifikan. Auditor Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat firma jasa profesional dan akuntans internasional terbesar, yang menangani mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup (Wikipedia bahasa Indonesia: 2008). PriceWaterhouseCoopers LLP (merupakan hasil penggabungan dari Coopers Lyberland LLP dan Price WaterHouse LLP pada tahun 1998) di Indonesia berafiliasi dengan KAP Haryanto Sahari & Rekan. Kantor akuntan publik afiliasi Indonesia berkantor pusat di Gedung PriceWaterhouseCoopers, jalan H.R. Rasuna Said Kav.C3, Jakarta. Deloitte & Touche Tohmatsu LLP (merupakan hasil penggabungan Deloitte, Tonkins & Sells LLP dengan Touche Ross LLP pada tahun 1989) di Indonesia berafiliasi dengan KAP Osman Ramli Satrio & Rekan. Kantor akuntan publik afiliasi Indonesia berkantor pusat di Wisma Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta. Ernest & Young LLP (merupakan penggabungan Ernst & Whinney LLP dengan Arthur Young & Co LLP pada tahun 1992) di Indonesia berafiliasi dengan KAP Purwantoro, Sarwoko, dan Sanjaya. Kantor akuntan public afiliasi Indonesia berkantor pusat di Jakarta Stock Exchange Building Tower 1, Jalan Jend. Sudirman Kav.52-53 Jakarta. KPMG Peat Marwic LLP di Indonesia berafiliasi dengan KAP Sidharta, Sidharta & Widjaja. Kantor akuntan publik afiliasi Indonesia berkantor pusat di Wisma GKBI, Jalan Jend. Sudirman No. 28 Jakarta. Kelompok ini sempat dikenal sebagai Delapan Besar , dan berkurang menjadi Lima Besar melalui serangkaian kegiatan merger. Lima besar menjadi Empat besar setelah keruntuhan Arthur Andersen pada 2002, karena keterlibatannya dalam skandal Enron. 2.10 Rasio Keuangan Perusahaan 2.10.1 Definisi Rasio Keuangan Brealey, Myers, dan Marcus (2007) Rasio keuangan hanya merupakan cara yang nyaman untuk merangkum sejumlah besar data keuangan dan membandingkan kinerja perusahaan. Tangkilisan, Hessel Nogi (2003) Rasio dalam dan dari dirinya memiliki nilai informasi kecil jika mereka tidak dibandingkan dengan normanorma semacam rasio rata-rata untuk industri dimana perusahaan beroperasi di dalamnya, atau nilai bagi perusahaan sama dengan bertahun-tahun sebelumnya. Rasio ini pada umumnya diklasifikasikan ke dalam empat bidang kepentingan: 1. Liquiditas berhubungan dengan kemampuan jangka pendek sebuah perusahaan untuk memenuhi kewajiban jatuh temponya. 2. Aktivitas menunjuk pada sejauh mana efisien sebuah perusahaan memakai asetnya. 3. Profitabilitas menunjuk pada betapa berhasil sebuah perusahaan ada dalam membangkitkan laba. 4. Solvabilitas menunjuk pada kemampuan sebuah perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. 2.10.2 Analisis Rasio Analisis Rasio Keuangan merupakan salah satu teknik dalam menganalisis laporan keuangan yang banyak digunakan untuk meneliti kinerja perusahaan karena penggunaannya yang relatif mudah. Tangkilisan, Hessel Nogi (2003) Menghitung rasio hanya merupakan titik awal dalam menganalisa sebuah perusahaan. Rasio tidak memberikan jawaban, namun rasio memberikan bukti sebagaimana terhadap apa yang mungkin diharapkan. Rasio juga sering memberikan sinyal berlawanan. Sebagai contoh, seseorang mungkin memperkirakan bahwa semakin banyak kas pada sebuah perusahaan, semakin baik kamampuan perusahaan dalam membayar hutangnya. Namun dengan mengakumulasikan banyak kas tidak menjadi strategi yang baik, karena kas yang tidak digunakan (idle) mendapatkan sedikit laba (earns) dan tidak ada hasil (return). Perusahaan mungkin memiliki pendapatan netto yang lebih tinggi jika perusahaan menginvetasikan kasnya. Tipe inkonsistensinya adalah lazim (pervasive) melalui analisis laporan keuangan. 2.10.3 Rasio Likuiditas Rasio likuiditas merupakan rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiannya yang segera harus dipenuhi. Tangkilisan, Hessel Nogi (2003) Sebuah perusahaan menunjukan liquiditas tinggi ketika: 1. Saldo aktiva lancarnya adalah besar dalam hubungannya dengan saldo hutang lancarnya 2. Perusahaan ini memiliki proporsi tinggi aktiva lancer dalam kas, suratsurat berharga dan piutang, sebagai lawan terhadap persediaan atau biaya yang dibayar di muka. Rasio liquiditas menunjukan apakah sebuah perusahaan memiliki aktiva lancar liquid cukup untuk memenuhi kewajiban jatuh tempo atau kewajiban jangka pendek. Ukuran rasio likuiditas terdiri dari tiga alat ukuran: a. Current Ratio Adalah rasio yang membandingkan antara aktiva lancer yang dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek. Current Ratio = b. Quick Ratio Quick Ratio merupakan rasio antara ativa lancar sudah dikurangi perusahaan dengan hutang lancar. Quick Ratio = c. Cash Ratio of Current Assets Rasio ini menunjukan porsi jumlah kas dibandingkan dengan total aktiva lancar. Cash Ratio of Current Assets = d. Cash Ratio of Current Liabilities Rasio ini menunjukan porsi jumlah kas yang dapat menutupi utang lancar. Cash Ratio of Current Assets = e. Current Assets Ratio and Total Assets Rasio ini menunjukan porsi Aktiva lancar atas total aktiva. Current Assets Ratio and Total Assets = 2.10.4 Rasio Profitabilitas Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mendapat keuntungan. Rasio keuntungan dapat diukur dengan beberapa indikator yaitu: a. Profit Margin Profit Margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai, rumus yang dapat digunakan adalah: Gross Profit Ratio = b. Return on Assets Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Semakin baik hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba. Return on Assets = Return on Investment Rasio ini menunjukan berapa persen dipeoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik. Semakin besar semakin bagus. Ratio of Investasi = x 100 % Ratio of Total Assets = Rasio ini menunjukan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva. Basic Earning Power = Rasio ini menunjukan perusahaan memperoleh laba diukur dari jumlah laba sebelum dikurangi bunga dan pajak dibandingkan dengan total aktiva. Semakin besar rasio semakin baik. c. Earning per Share Earning Per Share atau laba per lembar saham merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham pemilik. EPS = Contribution Margin = Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan melahirkan laba yang akan menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. 2.10.5 Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya jngka panjang seperti aktiva tetap dan utang jangka panjang. Rasio solvabilitas antara lain: 1. Debt to Equity Ratio = x 100 % 2. Liabilities Ratio of Assets = 2.11 Pertumbuhan perusahaan 2.11.1 Pertumbuhan Penjualan Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan juga merupakan indikator permintaan dan daya saing perusahaan dalam suatu industri. Laju pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan mempertahankan keuntungan dalam mendanai kesempatan-kesempatan pada masa yang akan datang (Barton et.al. 1989). Menurut Indrawati dan Suhendro (2006), pertumbuhan perusahaan adalah perubahan total penjualan perusahaan. Menurut Devie (2003), pertumbuhan perusahaan dalam manajemen keuangan diukur berdasar perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat dihitung berapa pertumbuhan yang seharusnya (sustainable growth rate) dengan melihat keselarasan keputusan investasi dan pembiayaan. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan perusahaan merupakan komponen untuk menilai prospek perusahaan pada masa yang akan datang dan dalam manajemen keuangan diukur berdasarkan perubahan total penjualan perusahaan. 2.11.2 Pengertian Laba Profit/laba merupakan salah satu indikator kesuksesan suatu badan usaha karena laba dapat dijadikan ukuran efisiensi dan efektivitas suatu perusahaan. Semakin tingginya laba merupakan salah satu cerminan keberhasilan perusahaan dalam memasarkan produk atau jasanya. Oleh karena itu, laba merupakan salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan. Walaupun tidak semua organisasi perusahaan menjadikan laba sebagai tujuan utama, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pada organisasi non profit pun laba diperlukan untuk bertahan hidup. Untuk perusahaan yang bertujuan untuk memaksimalkan laba, laba dapat menjamin eksistensi perusahaan baik dalam operasi maupun dalam kemampuan untuk memberikan deviden yang memuaskan kepada para pemegang sahamnya. Pengertian laba dalam PSAK No. 25 (2002: 25.2), dinyatakan sebagai berikut: Semua unsur pendapatan dan beban yang diakui dalam suatu periode harus tercakup dalam penetapan laba atau rugi bersih untuk periode tersebut kecuali jika standar akuntansi keuangan yang berlaku mewajibkan atau memperbolehkan sebaliknya . Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laba adalah suatu ukuran kepengurusan manajemen atas sumber daya suatu kesatuan dan ukuran efisiensi manajemen dalam menjalankan usaha perusahaan. Secara garis besar efektivitas dan efisiensi dari suatu usaha akan nampak melalui laba yang dapat dicapainya. Jadi, laba merupakan suatu kelebihan pendapatan dan keuntungan yang layak diterima oleh perusahaan karena perusahaan telah melakukan pengorbanan untuk kepentingan pihak lain dalam jangka waktu tertentu. 2.11.3 Tujuan Pelaporan Laba Tujuan utama pelaporan laba adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang berkepentingan dengan laporan keuangan. Tujuan yang lebih khusus meliputi penggunaan laba sebagai pengukuran efisiensi manajemen, untuk meramalkan keadaan usaha dan distribusi dividen di masa yang akan datang dan pengukuran laba sebagai dasar keputusan manajemen di masa yang akan datang. 2.11.4 Konsep Laba dan Pengukuran Laba Konsep laba aktual sebagai pengukuran yang fundamental terusmenerus menghadapi tantangan, akan tetapi dari sudut pandang perspektif informasi, konsep laba jelas menggambarkan kegiatan akuntansi. Konsep laba merupakan jumlah yang dapat dikembalikan oleh entitas kepada investornya sambil tetap memperhatikan tingkat kesejahteraan entitas yang bersangkutan. Laba pada sebuah pusat laba atau unit usaha, menjadikan laba sebagai tujuan utamanya karena merupakan alat yang baik untuk mengukur prestasi dari pimpinan atau manjemennya, atau dengan kata lain efektivitas dan efisiensi dari suatu unit usaha secara garis besar dapat dilihat pada laba yang diraihnya. Pengukuran laba dapat dihitung dengan cara menghitung pertumbuhan net asset pada dua periode akuntansi yang berbeda, kemudian dinilai perubahannya. Cara lain adalah dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dengan beban yang dikorbankan untuk menghasilkan pendapatan tersebut dalam periode akuntansi. 2.12 Kerangka Pemikiran 2.12.1 Review Penelitian Terdahulu Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2001). Arens, Elder dan Beasley (1997) menyatakan beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan adalah : 1. Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja. 2. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek. 3. Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan seperti gempa bumi, banjir atau masalah perburuan yang tidak biasa. 4. Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sudah terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi. Skala KAP dan Opini Audit Going Concern Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang mempunyai kualitas tinggi yang akan berguna untuk pengambilan keputusan para pemakai laporan keuangan. Auditor mempunyai kualitas audit yang lebih baik lebih cenderung akan mengeluarkan opini audit going concern apabila terdapat masalah mengenai going concern pada klien. Mutchler, Hopwood, dan Mc Keown (1997) menemukan bukti univariant bahwa auditor big 6 lebih cenderung menerbitkan opini audit going concern pada perusahaan yang mengalami financial distress dibandingkan auditor non big 6. Auditor skala besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibanding auditor skala kecil, termasuk dalam mengungkap masalah going concern. Rasio Keuangan Perusahaan dan Opini Audit Going Concern Penelitian-penelitian tentang opini going concern yang dilakukan di Indonesia antara lain dilakukan oleh Hani, Clearly, dan Mukhlasin (2003) yang memberikan bukti bahwa rasio profitabilitas dan rasio likuiditas berhubungan negatif terhadap penerbitan opini audit going concern. Pertumbuhan Perusahaan dan Opini Audit Going Concern Setyarno, Januarti dan Indira (2006) dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee yang mempunyai rasio penjualan yang positif mengindikasikan bahwa auditee dapat mempertahankan posisi ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern). Setyarno, Januarti dan Indira (2006) penjualan yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberi peluang auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. Pengaruh Skala KAP, Kondisi Keuangan Perusahaan dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern Tabel 2.2 NO Peneliti Sampel 1 Mutchler (1985) 119 perusahaan Variabel Alat Analisis Hasil Penelitian 6 rasio Diskriminan LTDA, NWTL & TL keuangan berganda TA berpengaruh manufaktur signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. 2 Chen dan Cruch 127 6 rasio Regresi Variabel keuangan (1992) perusahaan keuangan dan Logistik merupakan indikator status default yang penting untuk hutang. memprediksi penerimaan opini audit going concern. 3 Chen dan Cruch 106 Return saham Regresi Auditee yang menerima (1996) perusahaan dan 3 variabel berganda opini going concern pasar akan mengalami return negatif di sekitar publikasi laporan audit. 4 Manao dan 55 Nursetyo (2002) perusahaan 6 rasio Paired Rasio keuangan auditee keuangan sample t test yang diaudit oleh auditor Big 5 lebih baik daripada yang diaudit oleh auditor non BIG 5 5 Hani dkk 24 6 rasio Regresi Quick Ratio, Return on (2003) perusahaan keuangan logistik Asset dan Interest perbankan Margin of Loans berpengaruh signifikan 6 Petronela 141 2 rasio Analisis Return on Asset (2004) perusahaan keuangan diskriminan berpengaruh signifikan berganda 7 3 Ramadhany 86 1 variabel Regresi Status default hutang, (2004) perusahaan kondisi Logistik kondisi keuangan dan manufaktur keuangan dan 5 opini audit tahun variabel non sebelumnya keuangan berpengaruh signifikan Setyarno (2006) 59 5 rasio Regresi Rasio likuiditas dan perusahaan keuangan dan 2 logistik opini audit tahun manufaktur variabel non sebelumnya keuangan (rasio berpengaruh signifikan. likuiditas, profitabilitas, aktifitas, leverage dan rasio pertumbuhan penjualan), (variabel kualitas audit dan variabel opini audit tahun sebelumnya) Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mutchler. J (1985) diperoleh kesimpulan : The model with the ratios and prior-year opinion variable had the highest overall predictive accuracy. The rate for the entire sample (238 companies) was 89.9% and for the smaller sample set (companies that had received the qualification for the first time) it was 83%. While the going-concern opinion does not appear to have additional information content for the majority of companies, there are specific cases in which the qualification has marginal information content. But each case appears unique, which presents modeling difficulties. Penelitian yang di uraikan oleh Mutchler. J (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, Januarti dan Indira (2006), dengan objek penelitian perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia diperoleh kesimpulan bahwa hasil pengujian dengan menggunakan regresi logistik memberikan bukti empiris bahwa variabel kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Variabel kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Penelitian tersebut melibatkan 295 auditee perusahaan manufaktur menjadi sampel penelitian yang dibagi menjadi dua yaitu kelompok auditee dengan opini audit going concern (GCAO) dan kelopmok auditee dengan opini audit non going concern (NGCAO). Penelitian tersebut juga menggunakan metode penelitian regresi logistic untuk mengetahui hubungan antara kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, dan pertumbuhan perusahaan dengan opini audit going concern. Pada penelitian yang dilakukan oleh Santosa dan Wedari (2007) diperoleh kesimpulan bahwa kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kecenderungan peenerimaan opini audit going concern, kondisi keuangan dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif, sedangkan opini audit tahun sebelumnya beerpengaruh positif terhadap kecenderungan penerimaan opini audit going cconcern. Penelitian tersebut melibatkan 310 perusahaan manufaktur sebagai sampel penelitian pada periode 2001-2005. Penelitian tersebut juga menggunakan metode penelitian regresi logistic untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan penerimaan opini audit going concern. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyarno, Januarti dan Indira (2006). Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah pada variabel dan objek penelitiannya. Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah skala KAP, rasio keuangan perusahaan dan pertumbuhan perusahaan sedangkan sampel yang digunakan adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2009-2011. 2.12.2 Paradigma Penelitian Variabel Independen Variabel dependen Skala KAP Rasio Likuiditas Rasio Profitabilitas Rasio Solvabilitas Pertumbuhan Penjualan Penerimaan Opini Audit Going Concern Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu ditetapkan lima hipotesis penelitian yang akan digunakan, yaitu: HI : Skala KAP berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern oleh auditor pada perusahaan auditee H2 : Rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern oleh auditor pada perusahaan auditee H3 : Rasio profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern oleh auditor pada perusahaan auditee H4 : Rasio solvabilitas berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern oleh auditor pada perusahaan auditee H5 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern oleh auditor pada perusahaan auditee