Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Auditing
2.1.1 Definisi Auditing
Auditing adalah salah satu jasa yang diberikan oleh akuntan publik
yang sangat diperlukan untuk mengaudit laporan keuangan sehingga laporan
keuangan yang dihasilkan oleh pihak perusahaan yang diaudit dapat lebih
dipercaya oleh para pemakai laporan keuangan.
Definisi auditing menurut Arens, Alvin A (2001 : 15), yaitu :
Auditing is the accumulation an evaluation of evidence about information tp
determine and report on the degree of correspondence between the
information and established criteria.
Menurut Sunarto (2003:16)
Pengauditan adalah suatu proses
sistematik untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan
dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi
secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian ntara asersi tersebut
dengan criteria yang telah ditetapkan dn mengkomunikasikan hasilnya kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Sukrisno Agoes (2003:3) auditing adalah Suatu
audit yang dilakukan secara kritik dan sistematik oleh pihak yang independen
terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta
catatan-catatan pembantu dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan dapat
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
2.1.2
Jenis Audit
Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, menurut Sukrisno Agoes (2003:5)
audit dibedakan atas :
General Audit (Audit umum)
Suatu audit umum pada laporan keungan yang dilakukan oleh Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan tujuan untuk bias
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara
keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan memperhatikan Kode
Etik Akuntan Indonesia oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Special Audit (Audit khusus)
Suatu audit terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang
dilakukan oleh kantor akuntan public yang independen dan pada akhir
pelaksanaan auditnya, auditor tidak perlu memberikan pendapat
terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat
yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa,
karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas.
2.2 Standar Auditing
Standar auditing merupakan panduan umum bagi auditor dalam
memenuhi tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas laporan
keuangan historis. Standar ini mencakup pula pertimbangan atas kualitas
profesional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan serta
bukti audit.
Standar Profesional Akuntan Publik disusun pada tahun 1947 oleh
AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) dan mengalami
sedikit perubahan walaupun pada intinya tetaplah sama. Satndar ini tidaklah
memberikan panduan yang memadai, tetapi panduan ini memberikan suatu
kerangka yang dapat digunakan.
Terdapat tiga kategori bagi kesepuluh satandar tersebut yaitu sebagai
berikut :
Standar Umum
1. Audit harus dilakukan oleh satu atau beberapa orang yang memilki keahlian
dan peltihan teknis yang cukup sebagai Auditor.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi
dalam sikap mental harus diperthankn oleh auditor.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemhiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Standar Pekerjaan Lapangan
1. Pekerjaan harus dilakukan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yng memadai harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Standar Pelaporan
1. Laporan harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Laporan audit harus menunjukan keadan yang didalamnya prinsip
akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan
keuangan periode berjalan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang
diterapkan dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai kecuali dinyatakan lain dalam laopran audit.
4. Laporan harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan,
secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam semua hal dimana auditor dikaitkan dengan laporan keuangan,
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan
auditor, jika ada dan tingkat tanggung jawab auditor yang bersangkutan.
2.3 Pelaporan dan Opini Audit
Laporan audit adalah tahap akhir dari keseluruhan proses audit.
Laporan merupakan hal yang esensial dalam penugasan audit dan assurance
karena laporan berfungsi mengkomunikasikan temuan-temuan auditor. Para
pengguna laporan keuangan menyandarkan diri pada laporan auditor untuk
memperoleh keandalan dari laporan keuangan perusahaan. Auditor diminta
bertanggung jawab bila terlanjur menerbitkan suatu laporan audit yang tidak
tepat.
SA Seksi 508 tentang. Laporan Auditor atas Laporan Keuangan
Auditan
Paragraf 04 menyatakan standar pelaporan keempat berbunyi
sebagai berikut:
Laporan auditor harus memuat sesuatu pernyataan pendapat atas laporan
keuangan secara keseluruhan atau memuat suatu asersi, bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat
diberikan, maka alasannya harus dikemukakan. Dalam hal nama auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat
petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika
ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.
Opini audit menurut Marisi P.Purba (2006), adalah
Pendapat auditor eksternal atas laporan keuangan yang bias berupa pendapat
wajar tanpa pengecualian (unqualified), wajar dengan pengecualian
(qualified) dan pendapat tidak wajar (adverse). Kemungkinan lain adalah
menolak memberikan pendapat atau biasa dikenal dengan disclaimer.
Aspek-aspek untuk menentukan jenis laporan audit yang tepat
dilihat dari :
1. Menentukan apakah terdapat kondisi yang memerlukan penyimpangan dari
laporan audit bentuk baku
2. Menentukan tingkat materialitas tiap-tiap kondisi
3. Memutuskan jenis laporan audityang tepatbagi kondisi tertentu pada tingkat
materialitas tertentu.
4. Menuliskan laporan audit
SA Seksi 508 tentang. Laporan Auditor atas Laporan Keuangan
Auditan Paragraf 10 menjelaskan berbagai tipe pendapat auditor :
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian. Pendapat wajar tanpa pengualian
menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam
semuahal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas
tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Ini adalah pendapat yang dinayatakan dalam laporan auditor bentuk baku
seperti yang diuraikan dalam paragraf 08.
2. Bahasa penjelasan ditambahkan dalam laporan auditor bentuk baku.
Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu
paragraf penjelas (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan auditnya.
3. Pendapat
wajar
dengan
pengecualian.
Pendapat
wajar
dengan
pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara
wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan
arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umumdi Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan
dengan yang dikecualikan.
4. Pendapat tidak wajar. Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan
keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan
arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat. Pernyataan tidak memberkan
pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas
laporan keuangan.
2.4 Going concern
Going concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan
adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu
mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan
dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Laporan audit dengan modifikasi
mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian
auditor terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut
pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis.
Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang
mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan
likuiditas di masa yang akan datang.
Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan
sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukan hal berlawanan
(contrary information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap
berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah
berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi
kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar
aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisas utang, perbaikan
operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain (PSA
No.30).
Definisi asumsi going concern menurut Marisi P.Purba (2006),
yaitu:
Salah satu asumsi yang dijadikan dasar dalam menyusun laporan keuangan.
Perusahaan yang menyusun laporan keuangan berbasis akrual diasumsikan
mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Kelangsungan hidup (going concern) dan kegagalan perusahaan
(corporate failure) adalah salah satu sisi yang saling bertolak belakang, ibarat
sisi depan dan belakang sekeping uang logam. Asumsi going concern
digunakan apabila suatu perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya.
Namun,
kemungkinan
perusahaan
mengalami
kegagalan
mempertahankan kelangsungan hidupnya akan selalu ada. Besar kecilnya
kemungkinan tersebut berbeda-beda pada setiap perusahaan, tergantung
kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor (Marisi P.Purba : 2006), seperti:
1. Keuangan. Kondisi keuangan perusahaan merupakan kunci utama dalam
melihat apakah perusahaan akan mampu mempertahankan kelangsungan
hidupnya atau tidak. Kondisi keuangan akan mencerminkan kemampuan
perusahaan memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, dan bunga
pinjaman kepada kreditur. Kondisi ini dapat dilihat dari kemampuan
perusahaan menciptakan laba.
2. Moneter. Perekonomian Indonesia tentu saja dipengaruhi oleh aspek yang
satu ini, apalagi jika bergantung pada pinjaman luar negeri dan ekspor.
Kendala moneter juga mempengaruhi ekonomi mikro, apabila banyak
entitas bisnis memiliki pinjaman dalam mata uang asing. Sehingga
depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing secara otomatis akan
mempengaruhi
kemampuan
entitas
dalam
menjaga
kelangsungan
hidupnya. Hal yang sama juga ditemukan perusahaan yang mengandalkan
bahan baku impor, dimana perusahaan tersebut tidak lagi dapat menjaga
kelangsungan operasi dan keseimbangan usahanya dengan biaya produksi
yang tinggi.
3. Sosial. Kerawanan social (social unrest) dapat muncul sebagai dampak
sampingan. Risiko kerawanan sosial yang dapat timbul dan mempengaruhi
entitas seperti tingkat kriminalitas tinggi dan penyakit sosial lainnya.
Peristiwa Mei 1998 adalah contoh yang nyata, dimana iklim investasi di
Indonesia secara drastis anjlok sebagai akibat aksi anarkis penjarahan yang
mengakibatkan banyaknya perusahaan yang gulung tikar. Demikian juga
kondisi perburuhan suatu negara yang sering mogok dan demonstrasi akan
menimbulkan
ketidakpastian
yang
besar
bagi
perusahaan
dalam
berinvestasi.
4. Politik. Tidak bias dipungkiri, sehat tidaknya iklim investasi pada suatu
negara tergantung pada situasi politik negara tersebut. Hal ini berkaitan
dengan realitas bahwa entitas berada di bwah kekuasaan rezim pemerintah
yang berkuasa sebagai pihak regulator. Ketidakmampuan pemerintah yang
yang berkuasa dalam menjaga kestabilan politik dan menegakan supremasi
hukum dapat mengakibatkan kondisi ekonomi dan sosial yang memburuk
yang pada akhirnya akan mempengruhi dunia investasi dan going concern
entitas-entitas bisnis.
5. Pasar.
Kemampuan
perusahaan
menguasai
pasar
adalah
kunci
keberhasilan dalam menciptakan laba. Kemampuan tersebut dipengaruhi
berbagai kendala daya sing, regulasi, inovasi produk, jalur distribusi,
teknologi dan lain-lain. Jika suatu entitas bisnis kehilangan pangsa pasar
bagi produk-produknya, maka secara otomatis akan mempengaruhi
kemampuan dalam menjaga kelangsungan hidup.
6. Teknologi. Penguasaan teknologi oleh perusahaan dapat dipastikan
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan
hidupnya. Kemampuan perusahaan dalam memenangkan persaingan
sangat dipengaruhi oleh penguasaan teknologi, tidak hanya perusahaan
yang bergerak di bidang jasa, perbankan namun juga perusahaan yang
bergerak di sektor riil.
Seorang akuntan yang bertindak baik sebagai auditor eksternal
maupun sebagai akuntan perusahaan yang bertugas menyusun laporan
keuangan harus dapat melihat tingkat kemungkinan kegagalan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun, memprediksi
kegagalan perusahaan bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Sebab,
disamping membutuhkan judgement atau penilaian dari seorang akuntan,
prediksi tersebut juga dipengaruhi oleh hukum dan perundang-undangan
yang berlaku serta lingkungan perusahaan tersebut.
Ada
kalanya
mempertahankan
suatu
kelangsungan
perusahaan
hidupnya,
diprediksi
namun
tidak
karena
dapat
adanya
kesediaan pihak pemegang saham atau kreditur melakukan pendanaan
atau merestrukturisasi hutang-hutangnya yang sudah jatuh tempo, maka
asumsi going concern dalam menyusun laporan keuangan masih berlaku.
Namun, ada kalanya perusahaan dinilai secara keuangan baik, setahun
kemudian perusahaan dinyatakan pailit karena tidak mampu membayar
kewajiban yang telah jatuh tempo. Kegagalan perusahaan ditentukan oleh
risiko pailitnya perusahaan tersebut yang diakibatkan baik oleh faktor
keuangan maupun non-keuangan.
Beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai
kelangsungan hidup (Arens, 2001), yaitu :
1. Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal
kerja.
2. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada
saat jatuh tempo dalam jangka pendek.
3. Kehilangan
pelanggan utama,
terjadinya bencana yang tidak
diasuransikan seperti gempa bumi, banjir atau masalah perburuan yang
tidak biasa.
4. Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sudah
terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk
beroperasi.
2.5 Opini Audit Going Concern
Opini audit going concern adalah opini yang dikeluarkan oleh
auditor dalam pelaporan audit dimana auditor memiliki kesangsian
terhadap kelangsungan hidup usaha kliennya.
Tanggung
jawab
audior
terletak
pada
opininya
untuk
mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan entitas auditee
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Misalnya, asumsi entitas
tidak dalam proses likuidasi, proses hukum, serta laporan keuangan
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Dalam hal ini kelangsungan hidup entitas berhubungan dengan
ketidakmampuan entitas dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh
tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak
luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi hutang, perbaikan operasi yang
dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain.
SA Seksi 341 tentang, Pertimbangan Auditor atas Kemampuan
Entitas dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya Paragraf 02
menyebutkan:
Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat
kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu
tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (selanjutnya
periode tersebut akan disebut dengan jangka waktu pantas). Evaluasi
auditor berdasarkan atas pengetahuan tentang kondisi dan peristiwa yang
ada pada atau yang telah terjadi sebelum pekerjaan lapangan selesai.
Informasi tentang kondisi dan peristiwa diperoleh auditor dari penerapan
prosedur audit yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan audit yang bersangkutan dengan asersi manajemen yang sedang
terkandung dalam laporan keuangan yang sedang diaudit, sebagaimana
yang dijelaskan dalam SA Seksi 326 [PSA No.07] Bukti Audit.
Auditor harus memutuskan apakah merasa yakin bahwa
perusahaan klien akan bias bertahan di masa yang akan datang. PSA 29
paragraf 11 huruf d menyatakan bahwa keragu-raguan yang besar tentang
kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
(going concern) mrupakan keadaan yang mengharuskan auditor
menambahkan paragraf penjelasan (atau bahas penjelasan lain) dalam
laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian (Unqualified Opinion), yang dinyatakan oleh auditor.
Tabel 2.1
NO
1
Tingkat Keraguan
Tidak
terdapat
Laporan Keuangan
Tidak
perlu
keraguan atau terdapat
dilakukan
keraguan
pengungkapan
kecil
Opini Audit
Tidak
berpengaruh
(dibawah 20%)
2
Keraguan
(antara
signifikan
20%
hingga
49%)
Perlu
Tidak dilakukan
dipertimbangkan
modifikasi atas
pengungkapan akan
laporan
adanya
keraguan,
sepanjang
penyebab
adanya
dilakukan
keraguan,
rencana
pengungkapan
dan
yang memadai
manajemen
audit,
potensi penyesuaian
3
Keraguan besar (antara
Perlu
adanya
Paragraf
50% hingga 70%)
pengungkapan akn
penjelas
pada
keraguan,
laporan
audit,
manajemen
rencana
dan
potensi penyesuaian
walaupun
pengungkapan
pada
laporan
keuangan telah
memadai.
4
Keraguan sangat besar
Perlu
adanya
(dari 70% hingga 95%)
pengungkapan
penjelas
pada
informasi mengenai
laporan
audit,
adanya
walaupun
keraguan,
Paragraf
akrual atas kerugian
pengungkapan
yang
pada
dapat
laporan
diprediksi jika dapat
keuangan telah
distimasi dan jika
memadai.
tidak
dapat
diestimasi,
perlu
diungkapkan
informasi
terkait
dengan
adanya
potensi
penyesuaian.
5
Ketidakpercayaan atas
Apabila
asumsi going concern
going concern yang
keuangan
yang digunakan dalam
digunakan
dalam
disusun
menyusun
menyusun
laporn
dengan
keuangan
tidak
menggunakan
berlaku,
maka
asumsi
lporan
keuangan (diatas 95%)
asumsi
Jika
laporan
masih
going
laporan
keuangan
harus
disusun
berdasarkan
basis
lain.
concern, auditor
wajib
memberikan
opini
tidak
wajar walaupun
laporan
keuangan
mengungkapkan
bahwa
asumsi
going
concern
tidak berlaku
PSA No. 30 memberikan pedoman kepada auditor tentang
dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut:
Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian
kemampuan
satuan
usaha
dalam
mempertahankan
mengenai
kelangsungan
hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, ia harus:
1. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan
untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tertentu.
2. Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif
dilaksanakan.
Jika manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak
kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya auditor mempertimbangkn
untuk
memberikan
pernyataan
tidak
memberikan
pendapat
(disclaimer).
Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya
yang harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan (berdasarkan
pertimbangannya) atas efektivitas rencana tersebut.
1. Jika auditor berkesimpulan rencana tidak efektif, maka auditor
menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer).
2. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dank lien
mengungkapkan keadaan tersbut dalam catatan atas laporan
keuangan, maka auditor menyatakan pendapat wajar tanpa
pengecualian (unqualified opinion).
Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi
klien tidak mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas
laporan keuangan maka auditor menyatakan pendapat tidak wajar
(adverse opinion).
2.6
Tinjauan tentang Perusahaan Go Public dan Pasar Modal
2.6.1 Pengertian Perusahaan Go Public
Perusahaan publik yang diteliti dalam penelitian ini adalah para
emiten di Bursa Efek Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 8 tahun
1995 tentang Pasar Modal, Perusahaan Publik adalah Perseroan yang
sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang
saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000
(tiga milyar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal yang
disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Mekanisme untuk
menjadi perusahan publik (atau go public) adalah dengan melakukan
penawaran perdana di bursa efek atau lazim disebut initial public offering
(IPO). Setelah penawaran perdana tersebut, perusahaan dapat menawarkan
saham untuk kedua kalinya di masa mendatang.
Tujuan perusahaan melakukan go public menurut Abdul Hasyir
(2002) adalah:
a) Mendapatkan dana tambahan dari masyarakat umum (investor) untuk
kegiatan operasi perusahaan.
b) Mendapatkan patokan harga saham perusahaan yang wajar dan aktual
yaitu harga yang terbentuk hasil mekanisme penawaran dan permintaan di
bursa efek. Harga tersebut dapat menjadi patokan harga saat terjadi
pemindahtanganan saham ke pihak lain (seperti transaksi akuisisi atau
divestasi).
Kondisi fundamental yang harus dipenuhi perusahaan emiten
untuk go public (Abdul Hasyir, 2002):
a. Adanya penyataan pendaftaran yang sudah efektif.
b. Laporan keuangan perusahaan telah diaudit oleh akuntan publik dengan
opini Unqualified Opinion (wajar tanpa pengecualian).
c. Total asset yang dimiliki minimum Rp. 20 milyar.
d. Modal sendiri (equity capital) minimum Rp.7,5 milyar.
e. Modal disetor minimum Rp. 2 milyar.
f. Membukukan laba operasional dan laba bersih selama 2 tahun berturutturut.
g. Masa berdiri dan masa operasi perusahaan minimum 3 tahun.
Implikasi menjadi peusahaan publik adalah (Abdul Hasyir, 2002):
1. Nama perusahaan publik adalah PT.XXX Tbk., kata tbk. Singkatan dari
terbuka.
2. Adanya pengaturan jumlah minimum dewan direksi dan dewan komisaris.
3. Adanya pengaruh penerbitan saham baru atau surat berharga lain yang bisa
menyebabkan nilai saham tersebut terdilusi, artinya menurunnya nilai
saham perusahaan tersebut (sebab penambahan jumlah saham beredar
dapat berpengaruh pada harga saham).
4. Pembentukan corporate secretary.
5. Pengaturan proses Rapat Umum Pemegang saham (RUPS).
6. Keterbukaan, khususnya mengenai penggunaan dana hasil IPO, jadwal dan
agenda RUPS, laporan keuangan tahunan dan tengah tahunan, kepemilikan
saham oleh direksi/komisaris, dan setiap kejadian penting perusahaan
(corporate action).
2.6.2 Pasar Modal
2.6.2.1 Pengertian Pasar Modal
Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal pasal 1, didefinisikan:
Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan perdagangan Efek, perusahaan Publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan Efek .
Menurut Sunariyah (2000:4-5) pengertian pasar modal adalah
sebagai berikut:
-
Secara umum, pasar modal adalah suatu sistem keuangan yang
terorganisasi,
termasuk
didalamnya
adalah
bank-bank
komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan
serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar.
-
Secara khusus, pasar modal adalah suatu pasar yang disiapkan
guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan
jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa perantara
pedagang efek.
Sedangkan untuk istilah Efek, dalam referensi yang sama
mendefinisikan:
Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan saham,
obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan berjangka atas Efek, dan setiap
derivatif dari Efek .
Efek atau surat berharga ini diperdagangkan di Bursa Efek, dimana
Bursa Efek menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 didefinisikan
sebagai berikut:
Bursa
Efek
adalah
Pihak
yang
menyelenggarakan
dan
menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan
penawaran jual dan beli Efek. Pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan Efek di antara mereka .
Berdasarkan definisi-definisi dan penjelasan singkat di atas, maka
penulis menyimpulkan bahwa Pasar Modal adalah tempat atau lembaga yang
mempertemukan penjual dan pembeli efek (surat berharga) dengan tujuan
memperdagangkan efek (surat berharga) diantara mereka dalam waktu jangka
panjang (lebih dari satu tahun) yang akan memberikan manfaat bukan saja
untuk investor dan perusahaan tetapi juga bermanfaat dan berdampak terhadap
perekonomian negara pada umumnya.
2.6.2.2
Sekilas Pasar Modal di Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia
merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak
jaman kolonial
Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu
didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah
kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan
dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan
pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti Perang Dunia ke I dan II,
perpindahan kekuasaan dari pemerintah colonial kepada pemerintah Republik
Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak
dapat berjalan dengan semestinya.
Pada tanggal 10 Agustus 1977 dianggap sebaga babak baru
kebangkitan pasar modal di Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia
mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun ini. Peresmian pasar modal di
Indonesia diikuti pula dengan dibentuknya Badan Pelaksana Pasar Modal
(BAPEPAM) yang kini telah berubah nama menjadi Badan Pengawas Pasar
Modal dan Danareksa yang merupakan perusahaan investment trus. Beberapa
tahun kemudian setelah peresmian kembali pasar modal di Indonesia, pasar
modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi
yang dikeluarkan pemerintah.
Bursa Efek Indonesia yang sering disingkat BEI atau dalam
bahasa asing disebut Indonesia Stock Exchange diresmikan pada tahun 2007
atas hasil penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta
(BEJ). Bursa Efek Indonesia didirikan dengan tujuan untuk mengembangkan
pasar modal dan ekonomi di Indonesia.
2.6.3 Peranan Pasar Modal
Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara
karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi
dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena
pasar modal menyediakan fasilitas atau sarana yang mempertemukan dua
kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak
yang memerlukan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal, maka pihak
yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan
harapan memperoleh imbalan (return), sedangkan pihak issuer (perusahaan)
dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus
menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan.
Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal
memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return)
bagi pemilik dana sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Menurut Rusdin (2008), terdapat 5 peranan pasar modal di Indonesia,
yaitu:
a. Pasar modal merupkan wahana pengalokasian dana secara efisien.
Investor dapt melakukan investasi pada beberapa perusahaan
melalui pembelian efek-efek yang baru ditawarkan ataupun yang
diperdagangkan di Pasar Modal. Sebaliknya, perusahaan dapat
memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan instrumen
keuangan jangka panjang melalui Pasar Modal tersebut.
b. Pasar modal sebagai alternative investasi. Pasar modal memudahkan
alternatif berinvestasi dengan memberikan keuntungan dengan
sejumlah risiko tertentu.
c. Memugkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat
dan berprospek baik. Perusahaan yang sehat dan mempunyai
prospek yang baik sebaiknya tidak hanya dimiliki oleh sejumlah
orang-orang tertentu saja, karena penyebaran kepemilikan secara
luas akan mendorong perkembangan perusahaan menjadi lebih
transparan.
d. Pelaksanaan
transparan.
manajemen perusahaan secara profesional dan
Keikutsertaan
masyarakat
dalam
kepemilikan
perusahaan mendorong perusahaan untuk menerapkan manajemen
secara lebih profesional, efisien dan berorientasi pada keuntungan,
sehingga tercipta suatu kondisi good corporate governance serta
keuntungan yang lebih baik bagi para investor.
e. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional.
Karena keberadaan Pasar Modal, perusahaan-perusahaan akan
lebih mudah memperoleh dana, sehingga akan mendorong
perekonomian nasional menjadi lebih maju, yang selanjutnya akan
menciptakan kesempatan kerja yang luas, serta meningkatkan
pendapatan pajak bagi pemerintah.
2.7 Definisi Pengaruh
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2008) Pengaruh adalah
daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk
watak, kepercayaan atau perubahan seseorang.
2.8 Definisi Skala
Definisi Skala menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2008),
yaitu:
Mencatat gejala-gejala berdasarkan tingkat kedalaman atau keluasannya
berupa daftar yang di dalamnya dicantumkan ciri-ciri atau jenis-jenis tingkah
laku
sampel
yang
dicatat
berdasarkan
tingkat-tingkat
yang
telah
direncanakan.
2.9 Kantor Akuntan Publik (KAP)
2.9.1 Definisi Kantor Akuntan Publik
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Keuangan
RI
Nomor:
43/KMK.017/1997 tertanggal 27 Januari 1997 tentang Jasa Akuntan Publik
( SK Menkeu No.43/1997 ) sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan RI Nomor: 470/KMK.017/1999 tertanggal 4 Oktober 1999 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 43/KMK.017/1997
tertanggal 27 Januari 1997 ( SK Menkeu No.470/1999 ). Kantor Akuntan
Publik diartikan sebagai:
Lembaga yng memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi
akuntan publik dalam menjalankan pekerjaannya.
Definisi Kantor Akuntan Publik (KAP) menurut Wikipedia bahasa
Indonesia (2008), yaitu:
Badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan sebagai
wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya,
2.9.2
Bidang Jasa Kantor Akuntan Publik
Kantor akuntan publik bertanggungjawab pada audit atas laporan
keuangan historis yang dipublikasikan dari semua perusahaan yang sahamnya
diperdagangkan di bursa saham, mayoritas perusahaan besar lainnya, serta
banyak perusahaan berskala kecil dan organisasi non komersil (nirlaba).
Menurut Haryono Jusup (2001) bidang jasa KAP meliputi:
1. Jasa atestasi, termasuk di dalamnya adalah audit umum atas laporan
keuangan, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, pemeriksaan
atas pelaporan informasi keuangan proforma, review atas laporan
keuangan, dan jasa audit serta atestasi lainnya.
2. Jasa non-atestasi, yang mencakup jasa yang berkaitan dengan akuntansi,
keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi.
Dalam hal pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan,
KAP hanya dapat melakukan paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturutturut untuk menjaga ke independensiannya.
2.9.3
Ukuran Kantor Akuntan Publik
Ukuran kantor akuntan publik berkisar mulai dari 1orang hingga
ratusan, bahkan ribuan staf audit profesional. Menurut ukurannya, kantor
akuntan publik sering dikelompokan ke dalam empat kategori Hendry
Simamora (2002:23):
1. Kantor Akuntan Pubik Lokal. Kantor akuntan publik lokal biasanya
mempunyai satu atau dua kantor, dijalankan oleh seorang atau beberapa
orang akuntan publik terdaftar yang bertindak sebagai rekan (partner), dan
melayani kliennya di dalam sebuah kota atau daerah. Kantor akuntan
publik (KAP) seperti ini acapkali mengkhususnya diri pada jasa pajak
penhasilan, konsultasi, dan akuntansi. Auditing biasanya merupakan
bagian kecil dari praktik yang dijalankan, dan cenderung melibatkan
perusahaan kecil yang membutuhkan laporan keuangan auditan untuk
mengeluarkan permohonan kredit dari bank.
2. Kantor Akuntan Publik Regional. Banyaknya kantor akuntan publik
lokal yang menjadi kantor akuntan publik regional dengan membuka
kantor cabang baru di kota lain dan memperbanyak staf profesionalnya.
Kantor akuntan publik regional ditandai oleh bemacam-macam rekan dan
staf profesional yang banyak serta sering melakukan pekerjaan audit yang
ekstensif. Penggabungan usaha (merger) dengan KAP lokal lainnya dapat
pula menjadi salah satu cara berubah ke status KAP regional. Pertumbuhan
seperti itu lazimnya disertai dengan kenaikan proporsi jasa auditing
dibandingkan dengn jasa lainnya.
3. Kantor Akuntan Publik Nasional. Kantor akuntan publik dengan kantorkantor cabang yang tersebar di kota-kota besar disebut kantor akuntan
publik nasional. Kantor akuntan publik nasional biasanya juga berkiprah
secara internasional, baik dengan kantor akuntan publiknya sendiri
ataupun afiliasi dengan KAP negara lainnya di negara lain.
4. Kantor Akuntan Publik Internasional. Di Amerika, hanya kantor
akuntan publik yang sangat besar saja yang mempunyai cukup staf dan
sumber daya untuk mengaudit perushaan-perusahaan raksasa, dan firmafirma tersebut mengaudit hampir semua perusahaan terbesar di Amerika.
Kendatipun kantor akuntan publik tersebut menawarkan berbagai macam
jasa profesional, auditing merupakan jasa yang paling signifikan. Auditor
Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat firma jasa
profesional dan akuntans internasional terbesar, yang menangani
mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan
tertutup (Wikipedia bahasa Indonesia: 2008).
PriceWaterhouseCoopers LLP (merupakan hasil penggabungan
dari Coopers Lyberland LLP dan Price WaterHouse LLP pada tahun 1998) di
Indonesia berafiliasi dengan KAP Haryanto Sahari & Rekan. Kantor akuntan
publik afiliasi Indonesia berkantor pusat di Gedung PriceWaterhouseCoopers,
jalan H.R. Rasuna Said Kav.C3, Jakarta.
Deloitte
&
Touche
Tohmatsu
LLP
(merupakan
hasil
penggabungan Deloitte, Tonkins & Sells LLP dengan Touche Ross LLP pada
tahun 1989) di Indonesia berafiliasi dengan KAP Osman Ramli Satrio &
Rekan. Kantor akuntan publik afiliasi Indonesia berkantor pusat di Wisma
Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta.
Ernest & Young LLP (merupakan penggabungan Ernst &
Whinney LLP dengan Arthur Young & Co LLP pada tahun 1992) di
Indonesia berafiliasi dengan KAP Purwantoro, Sarwoko, dan Sanjaya. Kantor
akuntan public afiliasi Indonesia berkantor pusat di Jakarta Stock Exchange
Building Tower 1, Jalan Jend. Sudirman Kav.52-53 Jakarta.
KPMG Peat Marwic LLP di Indonesia berafiliasi dengan KAP
Sidharta, Sidharta & Widjaja. Kantor akuntan publik afiliasi Indonesia
berkantor pusat di Wisma GKBI, Jalan Jend. Sudirman No. 28 Jakarta.
Kelompok ini sempat dikenal sebagai
Delapan Besar , dan
berkurang menjadi Lima Besar melalui serangkaian kegiatan merger. Lima
besar menjadi Empat besar setelah keruntuhan Arthur Andersen pada 2002,
karena keterlibatannya dalam skandal Enron.
2.10
Rasio Keuangan Perusahaan
2.10.1
Definisi Rasio Keuangan
Brealey, Myers, dan Marcus (2007) Rasio keuangan hanya
merupakan cara yang nyaman untuk merangkum sejumlah besar data
keuangan dan membandingkan kinerja perusahaan.
Tangkilisan, Hessel Nogi (2003) Rasio dalam dan dari dirinya
memiliki nilai informasi kecil jika mereka tidak dibandingkan dengan normanorma semacam rasio rata-rata untuk industri dimana perusahaan beroperasi
di dalamnya, atau nilai bagi perusahaan sama dengan bertahun-tahun
sebelumnya. Rasio ini pada umumnya diklasifikasikan ke dalam empat
bidang kepentingan:
1. Liquiditas berhubungan dengan kemampuan jangka pendek sebuah
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jatuh temponya.
2. Aktivitas menunjuk pada sejauh mana efisien sebuah perusahaan memakai
asetnya.
3. Profitabilitas menunjuk pada betapa berhasil sebuah perusahaan ada dalam
membangkitkan laba.
4. Solvabilitas menunjuk pada kemampuan sebuah perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
2.10.2 Analisis Rasio
Analisis Rasio Keuangan merupakan salah satu teknik dalam
menganalisis laporan keuangan yang banyak digunakan untuk meneliti
kinerja perusahaan karena penggunaannya yang relatif mudah.
Tangkilisan, Hessel Nogi (2003) Menghitung rasio hanya
merupakan titik awal dalam menganalisa sebuah perusahaan. Rasio tidak
memberikan jawaban, namun rasio memberikan bukti sebagaimana terhadap
apa yang mungkin diharapkan. Rasio juga sering memberikan sinyal
berlawanan. Sebagai contoh, seseorang mungkin memperkirakan bahwa
semakin banyak kas pada sebuah perusahaan, semakin baik kamampuan
perusahaan dalam membayar hutangnya. Namun dengan mengakumulasikan
banyak kas tidak menjadi strategi yang baik, karena kas yang tidak digunakan
(idle) mendapatkan sedikit laba (earns) dan tidak ada hasil (return).
Perusahaan mungkin memiliki pendapatan netto yang lebih tinggi jika
perusahaan menginvetasikan kasnya. Tipe inkonsistensinya adalah lazim
(pervasive) melalui analisis laporan keuangan.
2.10.3 Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio-rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang-hutang jangka
pendeknya.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban-kewajiannya yang segera harus dipenuhi. Tangkilisan, Hessel
Nogi (2003) Sebuah perusahaan menunjukan liquiditas tinggi ketika:
1. Saldo aktiva lancarnya adalah besar dalam hubungannya dengan saldo
hutang lancarnya
2. Perusahaan ini memiliki proporsi tinggi aktiva lancer dalam kas, suratsurat berharga dan piutang, sebagai lawan terhadap persediaan atau biaya
yang dibayar di muka.
Rasio liquiditas menunjukan apakah sebuah perusahaan memiliki
aktiva lancar liquid cukup untuk memenuhi kewajiban jatuh tempo atau
kewajiban jangka pendek.
Ukuran rasio likuiditas terdiri dari tiga alat ukuran:
a. Current Ratio
Adalah rasio yang membandingkan antara aktiva lancer yang dimiliki
perusahaan dengan hutang jangka pendek.
Current Ratio =
b. Quick Ratio
Quick Ratio merupakan rasio antara ativa lancar sudah dikurangi
perusahaan dengan hutang lancar.
Quick Ratio =
c. Cash Ratio of Current Assets
Rasio ini menunjukan porsi jumlah kas dibandingkan dengan total aktiva
lancar.
Cash Ratio of Current Assets =
d. Cash Ratio of Current Liabilities
Rasio ini menunjukan porsi jumlah kas yang dapat menutupi utang lancar.
Cash Ratio of Current Assets =
e. Current Assets Ratio and Total Assets
Rasio ini menunjukan porsi Aktiva lancar atas total aktiva.
Current Assets Ratio and Total Assets =
2.10.4 Rasio Profitabilitas
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas
perusahaan dalam mendapat keuntungan. Rasio keuntungan dapat diukur
dengan beberapa indikator yaitu:
a. Profit Margin
Profit Margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai, rumus yang
dapat digunakan adalah:
Gross Profit Ratio =
b. Return on Assets
Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume
penjualan. Semakin baik hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat
berputar dan meraih laba.
Return on Assets =
Return on Investment
Rasio ini menunjukan berapa persen dipeoleh laba bersih bila diukur dari
modal pemilik. Semakin besar semakin bagus.
Ratio of Investasi =
x 100 %
Ratio of Total Assets =
Rasio ini menunjukan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila
diukur dari nilai aktiva.
Basic Earning Power =
Rasio ini menunjukan perusahaan memperoleh laba diukur dari jumlah
laba sebelum dikurangi bunga dan pajak dibandingkan dengan total
aktiva. Semakin besar rasio semakin baik.
c. Earning per Share
Earning Per Share atau laba per lembar saham merupakan ukuran
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar
saham pemilik.
EPS =
Contribution Margin =
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan melahirkan laba yang akan
menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya.
2.10.5 Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka panjang atau kewajiban-kewajibannya apabila
perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya
jngka panjang seperti aktiva tetap dan utang jangka panjang.
Rasio solvabilitas antara lain:
1. Debt to Equity Ratio =
x 100 %
2. Liabilities Ratio of Assets =
2.11
Pertumbuhan perusahaan
2.11.1 Pertumbuhan Penjualan
Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan
investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan
masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan juga merupakan indikator
permintaan dan daya saing perusahaan dalam suatu industri. Laju
pertumbuhan
suatu
perusahaan
akan
mempengaruhi
kemampuan
mempertahankan keuntungan dalam mendanai kesempatan-kesempatan pada
masa yang akan datang (Barton et.al. 1989).
Menurut Indrawati dan Suhendro (2006), pertumbuhan perusahaan
adalah perubahan total penjualan perusahaan. Menurut Devie (2003),
pertumbuhan perusahaan dalam manajemen keuangan diukur berdasar
perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat dihitung berapa
pertumbuhan yang seharusnya (sustainable growth rate) dengan melihat
keselarasan keputusan investasi dan pembiayaan.
Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan perusahaan merupakan
komponen untuk menilai prospek perusahaan pada masa yang akan datang
dan dalam manajemen keuangan diukur berdasarkan perubahan total
penjualan perusahaan.
2.11.2 Pengertian Laba
Profit/laba merupakan salah satu indikator kesuksesan suatu
badan usaha karena laba dapat dijadikan ukuran efisiensi dan efektivitas suatu
perusahaan. Semakin tingginya laba merupakan salah satu cerminan
keberhasilan perusahaan dalam memasarkan produk atau jasanya. Oleh
karena itu, laba merupakan salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh
perusahaan.
Walaupun tidak semua organisasi perusahaan menjadikan laba
sebagai tujuan utama, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pada organisasi
non profit pun laba diperlukan untuk bertahan hidup. Untuk perusahaan yang
bertujuan untuk memaksimalkan laba, laba dapat menjamin eksistensi
perusahaan baik dalam operasi maupun dalam kemampuan untuk
memberikan deviden yang memuaskan kepada para pemegang sahamnya.
Pengertian laba dalam PSAK No. 25 (2002: 25.2), dinyatakan
sebagai berikut:
Semua unsur pendapatan dan beban yang diakui dalam suatu
periode harus tercakup dalam penetapan laba atau rugi bersih untuk periode
tersebut kecuali jika standar akuntansi keuangan yang berlaku mewajibkan
atau memperbolehkan sebaliknya .
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa laba adalah suatu ukuran kepengurusan manajemen atas sumber daya
suatu kesatuan dan ukuran efisiensi manajemen dalam menjalankan usaha
perusahaan. Secara garis besar efektivitas dan efisiensi dari suatu usaha akan
nampak melalui laba yang dapat dicapainya. Jadi, laba merupakan suatu
kelebihan pendapatan dan keuntungan yang layak diterima oleh perusahaan
karena perusahaan telah melakukan pengorbanan untuk kepentingan pihak
lain dalam jangka waktu tertentu.
2.11.3 Tujuan Pelaporan Laba
Tujuan utama pelaporan laba adalah untuk memberikan informasi
yang berguna bagi mereka yang berkepentingan dengan laporan keuangan.
Tujuan yang lebih khusus meliputi penggunaan laba sebagai pengukuran
efisiensi manajemen, untuk meramalkan keadaan usaha dan distribusi dividen
di masa yang akan datang dan pengukuran laba sebagai dasar keputusan
manajemen di masa yang akan datang.
2.11.4 Konsep Laba dan Pengukuran Laba
Konsep laba aktual sebagai pengukuran yang fundamental terusmenerus menghadapi tantangan, akan tetapi dari sudut pandang perspektif
informasi, konsep laba jelas menggambarkan kegiatan akuntansi. Konsep
laba merupakan jumlah yang dapat dikembalikan oleh entitas kepada
investornya sambil tetap memperhatikan tingkat kesejahteraan entitas yang
bersangkutan.
Laba pada sebuah pusat laba atau unit usaha, menjadikan laba
sebagai tujuan utamanya karena merupakan alat yang baik untuk mengukur
prestasi dari pimpinan atau manjemennya, atau dengan kata lain efektivitas
dan efisiensi dari suatu unit usaha secara garis besar dapat dilihat pada laba
yang diraihnya.
Pengukuran laba dapat dihitung dengan cara menghitung
pertumbuhan net asset pada dua periode akuntansi yang berbeda, kemudian
dinilai perubahannya. Cara lain adalah dengan membandingkan pendapatan
yang diperoleh dengan beban yang dikorbankan untuk menghasilkan
pendapatan tersebut dalam periode akuntansi.
2.12
Kerangka Pemikiran
2.12.1 Review Penelitian Terdahulu
Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor
untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya (SPAP, 2001). Arens, Elder dan Beasley (1997) menyatakan beberapa
faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup
perusahaan adalah :
1. Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja.
2. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat
jatuh tempo dalam jangka pendek.
3. Kehilangan
pelanggan
utama,
terjadinya
bencana
yang
tidak
diasuransikan seperti gempa bumi, banjir atau masalah perburuan yang
tidak biasa.
4. Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sudah
terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk
beroperasi.
Skala KAP dan Opini Audit Going Concern
Auditor
bertanggung
jawab
untuk
menyediakan
informasi
yang
mempunyai kualitas tinggi yang akan berguna untuk pengambilan keputusan
para pemakai laporan keuangan. Auditor mempunyai kualitas audit yang lebih
baik lebih cenderung akan mengeluarkan opini audit going concern apabila
terdapat masalah mengenai going concern pada klien.
Mutchler, Hopwood, dan Mc Keown (1997) menemukan bukti univariant
bahwa auditor big 6 lebih cenderung menerbitkan opini audit going concern
pada perusahaan yang mengalami financial distress dibandingkan auditor non
big 6. Auditor skala besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik
dibanding auditor skala kecil, termasuk dalam mengungkap masalah going
concern.
Rasio Keuangan Perusahaan dan Opini Audit Going Concern
Penelitian-penelitian tentang opini going concern yang dilakukan di
Indonesia antara lain dilakukan oleh Hani, Clearly, dan Mukhlasin (2003)
yang memberikan bukti bahwa rasio profitabilitas dan rasio likuiditas
berhubungan negatif terhadap penerbitan opini audit going concern.
Pertumbuhan Perusahaan dan Opini Audit Going Concern
Setyarno, Januarti dan Indira (2006) dalam penelitian ini pertumbuhan
perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Penjualan
merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee yang mempunyai rasio
penjualan yang positif mengindikasikan bahwa auditee dapat mempertahankan
posisi ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
(going concern).
Setyarno, Januarti dan Indira (2006) penjualan yang terus meningkat dari
tahun ke tahun akan memberi peluang auditee untuk memperoleh peningkatan
laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan semakin kecil
kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern.
Pengaruh Skala KAP, Kondisi Keuangan Perusahaan dan Pertumbuhan
Perusahaan Terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern
Tabel 2.2
NO
Peneliti
Sampel
1
Mutchler (1985) 119
perusahaan
Variabel
Alat Analisis Hasil Penelitian
6 rasio
Diskriminan
LTDA, NWTL & TL
keuangan
berganda
TA berpengaruh
manufaktur
signifikan terhadap
penerimaan opini audit
going concern.
2
Chen dan Cruch
127
6 rasio
Regresi
Variabel keuangan
(1992)
perusahaan
keuangan dan
Logistik
merupakan indikator
status default
yang penting untuk
hutang.
memprediksi
penerimaan opini audit
going concern.
3
Chen dan Cruch
106
Return saham
Regresi
Auditee yang menerima
(1996)
perusahaan
dan 3 variabel
berganda
opini going concern
pasar
akan mengalami return
negatif di sekitar
publikasi laporan audit.
4
Manao dan
55
Nursetyo (2002) perusahaan
6 rasio
Paired
Rasio keuangan auditee
keuangan
sample t test
yang diaudit oleh
auditor Big 5 lebih baik
daripada yang diaudit
oleh auditor non BIG 5
5
Hani dkk
24
6 rasio
Regresi
Quick Ratio, Return on
(2003)
perusahaan
keuangan
logistik
Asset dan Interest
perbankan
Margin of Loans
berpengaruh signifikan
6
Petronela
141
2 rasio
Analisis
Return on Asset
(2004)
perusahaan
keuangan
diskriminan
berpengaruh signifikan
berganda
7
3
Ramadhany
86
1 variabel
Regresi
Status default hutang,
(2004)
perusahaan
kondisi
Logistik
kondisi keuangan dan
manufaktur
keuangan dan 5
opini audit tahun
variabel non
sebelumnya
keuangan
berpengaruh signifikan
Setyarno (2006)
59
5 rasio
Regresi
Rasio likuiditas dan
perusahaan
keuangan dan 2
logistik
opini audit tahun
manufaktur
variabel non
sebelumnya
keuangan (rasio
berpengaruh signifikan.
likuiditas,
profitabilitas,
aktifitas,
leverage dan
rasio
pertumbuhan
penjualan),
(variabel
kualitas audit
dan variabel
opini audit
tahun
sebelumnya)
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mutchler. J
(1985) diperoleh kesimpulan :
The model with the ratios and prior-year opinion variable had the highest
overall predictive accuracy. The rate for the entire sample (238
companies) was 89.9% and for the smaller sample set (companies that
had received the qualification for the first time) it was 83%. While the
going-concern opinion does not appear to have additional information
content for the majority of companies, there are specific cases in which
the qualification has marginal information content. But each case
appears unique, which presents modeling difficulties.
Penelitian yang di uraikan oleh Mutchler. J (1985) menguji
pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going
concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya
menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe
opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang
paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, Januarti dan Indira
(2006), dengan objek penelitian perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar
pada Bursa Efek Indonesia diperoleh kesimpulan bahwa hasil pengujian
dengan menggunakan regresi logistik memberikan bukti empiris bahwa
variabel kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Variabel kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan
pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Penelitian tersebut melibatkan 295 auditee perusahaan manufaktur menjadi
sampel penelitian yang dibagi menjadi dua yaitu kelompok auditee dengan
opini audit going concern (GCAO) dan kelopmok auditee dengan opini audit
non going concern (NGCAO). Penelitian tersebut juga menggunakan metode
penelitian regresi logistic untuk mengetahui hubungan antara kualitas audit,
kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, dan pertumbuhan
perusahaan dengan opini audit going concern.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Santosa dan Wedari (2007)
diperoleh kesimpulan bahwa kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak
berpengaruh terhadap kecenderungan peenerimaan opini audit going concern,
kondisi keuangan dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif, sedangkan
opini audit tahun sebelumnya beerpengaruh positif terhadap kecenderungan
penerimaan opini audit going cconcern. Penelitian tersebut melibatkan 310
perusahaan manufaktur sebagai sampel penelitian pada periode 2001-2005.
Penelitian tersebut juga menggunakan metode penelitian regresi logistic untuk
mengetahui
hubungan
antara
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kecenderungan penerimaan opini audit going concern.
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Setyarno, Januarti dan Indira (2006). Perbedaan dengan
penelitian tersebut adalah pada variabel dan objek penelitiannya. Pada
penelitian ini variabel yang digunakan adalah skala KAP, rasio keuangan
perusahaan dan pertumbuhan perusahaan sedangkan sampel yang digunakan
adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode 2009-2011.
2.12.2 Paradigma Penelitian
Variabel Independen
Variabel dependen
Skala KAP
Rasio Likuiditas
Rasio Profitabilitas
Rasio Solvabilitas
Pertumbuhan
Penjualan
Penerimaan Opini Audit
Going Concern
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu ditetapkan lima hipotesis
penelitian yang akan digunakan, yaitu:
HI : Skala KAP berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going
concern oleh auditor pada perusahaan auditee
H2 : Rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going
concern oleh auditor pada perusahaan auditee
H3 : Rasio profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit
going concern oleh auditor pada perusahaan auditee
H4 : Rasio solvabilitas berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit
going concern oleh auditor pada perusahaan auditee
H5 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini
audit going concern oleh auditor pada perusahaan auditee
Download