Universitas Muhammadiyah Malang www.umm.ac.id Menyelami Antropologi Budaya Koran Pendidikan : Senin, 2008-01-30 | 07:27 WIB Perkembangan dunia ilmu pengetahuan yang semakin pesat, meniscayakan semua ilmu pengetahuan untuk membuka diri. Antropologi sebagai suatu disiplin di dalam ilmu sosial juga mengalami proses serupa. Antropologi merupakan gabungan dua konsep, yaitu antropos yang berarti manusia dan logos ialah ilmu. Maksudnya, ilmu yang mempelajari tentang aspek manusia. Meskipun banyak ilmu yang mengkaji manusia, titik tekan kajian antropologi lebih pada sejarah perkembangan manusia sebagai makhluk sosial serta warna-warni kebudayaan dalam kehidupan masyarakat yang tersebar di muka bumi. Antropologi budaya dalam buku ini, menyoroti manusia dari dimensi kebudayaan yang dimilikinya, baik yang menyangkut bahasa, tulisan, kesenian, sistem pengetahuan, dan totalitas kehidupan manusia. Oleh karenanya, buku yang semula adalah kumpulan tugas-tugas penulis pada Mata Kuliah Pendukung Disertasi (MKPD) dalam bidang Antropologi Budaya di UGM, ini menegaskan bahwa kerja kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, tetapi bisa mengalami perubahan secara lambat maupun revolusioner. Perubahan kebudayaan tersebut terkait dengan proses masuknya berbagai macam kebudayaan dari tempat, suku, dan ras lain atau juga karena proses perubahan sosial yang terus mengglobal. Sebuah fakta, misalnya, meski memiliki kesamaan secara umum dengan budaya Jawa, ternyata terdapat variasi yang sangat mencolok terkait dengan budaya meminang di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Jika biasanya budaya Jawa mengenal proses peminangan selalu dilakukan oleh keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan sehingga menempatkan posisi perempuan sebagai pemilik daya tawar menolak atau menerima, dan di Tuban justru sebaliknya, yaitu memposisikan pihak perempuanlah yang melamar. Realitasnya, betapa banyak kaum perempuan di Tuban yang sampai berulang kali, melamar kaum laki-laki. Namun demikian, kesadaran akan tradisi yang “tidak lazim―di atas mulai tumbuh terutama dari kaum perempuan Tuban. Hal ini disebabkan adanya proses urbanisasi yang terus berlangsung, khususnya di kalangan generasi mudanya. Mereka mencoba untuk menyerap budaya-budaya dari luar. Perubahan budaya pun tak terelakkan. Dalam kasus perkawinan antara seorang pemuda asal Tuban dengan pemudi dari Mojokerto—untuk menyebut salah satu contoh—tampak proses pelamaran dilakukan pihak keluarga laki-laki. Alhasil, buku ini sangat membantu khususnya bagi peminat kajian antropologi budaya dalam memahami berbagai perspektif teoritis. Selain itu, nilai lebih yang ditawarkan penulis adalah contoh-contoh hasil riset kebudayaan atau tradisi masyarakat dalam kerangka teoritis yang telah diulas sebelumnya sehingga memudahkan siapa saja untuk mengaplikasikannya dalam penelitian-penelitian empiris lebih lanjut. *Ahmad Fatoni Penggiat Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang page 1 / 1