BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

advertisement
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Laba
1.1. Konsep Laba (Income Concept)
Laba atau income sering juga disebut earnings atau profit, merupakan
ringkasan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu yang
dinyatakan dalam istilah keuangan. Laba merupakan informasi perusahaan paling
diminati dalam pasar uang. Peran utama laba yaitu menentukan dan menjelaskan
laba suatu usaha pada satu periode merupakan tujuan utama laporan laba rugi.
(Subramanyam Ed 10:109)
Laba ditugaskan untuk menyediakan pengukuran perubahan kekayaan
pemegang saham selama periode, maupun mengestimasi laba usaha sekarang
yaitu sampai sejauh mana perusahaan dapat menutupi biaya operasi dan
menghasilkan pengembalian kepada pemegang sahamnya. Peran laba yang kedua
yaitu sebagai indikator profitabilitas perusahaan, sangat krusial bagi seorang
analis, karena membantu dalam mengestimasi potensi laba di masa depan, yang
tidak diragukan lagi merupakan satu dari tugas yang terpenting dalam analisis
usaha. (Subramanyam Ed 10:109)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Laba akuntansi atau laba dilaporkan (accounting income or reported income)
ditentukan berdasarkan konsep akuntansi akrual. Meskipun laba akuntansi sangat
merefleksikan aspek laba ekonomi maupun laba permanen, namun laba ini bukan
merupakan pengukuran laba secara langsung seperti kedua laba lainnya. Laba
akuntansi
juga
mengalami
masalah
pengukuran,
sehingga
mengurangi
kemampuannya dalam mencerminkan realitas ekonomi. Konsekuensinya, tugas
utama analisis laporan keuangan adalah menyesuaikan laba akuntansi, sehingga
merefleksikan alternatif konsep ekonomi atas laba dengan lebih baik.
(Subramanyam Ed 10:112)
Tujuan utama akuntansi akrual adalah pengukuran laba. Dua proses utama
dalam pengukuran laba adalah pengakuan pendapatan dan pengaitan beban.
Pengakuan pendapatan adalah titik awal pengukuran laba. Dua kondisi wajib
untuk dapat diakui bahwa pendapatan:
a) Telah atau dapat direalisasikan (realized atau reliazable). Untuk dapat diakui,
perusahaan harus telah mendapatkan kas atau komitmen andal untuk
mendapat kas, seperti piutang yang sah.
b) Telah dihasilkan (earned). Perusahaan harus menyelesaikan seluruh
kewajibannya kepada pembeli, yaitu proses perolehan laba harus telah selesai.
Pendapatan yang diakui adalah biaya–biaya yang bersangkutan dikaitkan
dengan pendapatan yang diakui untuk mendapatkan laba. Beban timbul ketika
peristiwa ekonominya terjadi, tanpa memperhatikan apakah arus kas keluarnya
terjadi atau tidak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Laba akuntansi merupakan produk dengan ruang lingkup pelaporan keuangan
yang meliputi standar akuntansi mekanisme pengaturan, dan insentif manajer.
Laba diatur oleh aturan akuntansi yang beberapa di antaranya memiliki aturan,
sedangkan yang lainnya tidak. Aturan ini sering kali membutuhkan estimasi yang
memungkinkan adanya perlakuan berbeda untuk transaksi yang sama dan
memberikan kesempatan kepada manajer untuk ‘mempercantik’ angka akuntansi
demi kepentingan pribadi. (Subramanyam Ed 10:113).
Menurut
Belkaoui
(2007:213)
Laba
Akuntansi
secara
operasional
didefinisikan sebagai perbedaan pendapatan yang direalisasikan dan transaksi
yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan
tersebut.
Menurut Yadianti (2010:92) secara sintaktis accounting income atau laba
akuntansi merupakan hasil penandingan antara pendapatan dan beban, atau selisih
antara pendapatan atau beban yang berdasarkan pada prinsip realisasi atau aturan
matching yang memadai.
Menurut Yulius & Yocelyn (2012) Laba akuntansi didefinisikan sebagai
perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan dari transaksi yang terjadi
selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut.
Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) no. 1 menyatakan
informasi laba merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau
pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba dapat membantu stakeholder
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
melakukan penaksiran atas laba perusahaan di masa mendatang (Widaryanti,
2009).
Informasi akuntansi yang memiliki kandungan informasi dibutuhkan
stakeholder dalam pengambilan keputusan sebagai tolak ukur kinerja perusahaan.
Belkaoui (2007:217) menyatakan laba akuntansi memiliki lima karakteristik
sebagai berikut:
1) Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal
dari penjualan barang atau jasa.
2) Laba akuntansi didasarkan pada posultat periodisasi dan mengacu pada
kinerja perusahaan selama periode tertentu.
3) Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan
pemahaman khusus tentang definisi pengukuran dan pengakuan
pendapatan.
4) Laba akuntansi memerlukan pengukuran biaya (expenses) dalam bentuk
biaya historis.
5) Laba akuntansi menghendaki adanya perbandingan antara pendapatan
dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan.
Karakteristik laba berkaitan dengan identifikasi sifat laba sehingga
memungkinkan untuk menganalisa transaksi yang dapat mempengaruhi laba.
Kualitas laba akuntansi yang dilaporkan oleh manajemen menjadi pusat perhatian
oleh pihak eksternal perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Laba perusahaan yang berkualitas adalah laba akun yang memiliki sedikit atau
tidak mengandung gangguan presepsian dan dapat mencerminkan kinerja
keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Dari definisi diatas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa laba merupakan selisih yang diperoleh dari pendapatan yang
dikurangkan biaya-biaya.
1.2. Konsep Laba Konvensional
Menurut Triyuwono (2001:9) laba atau profit dalam akuntansi konvensional
merupakan kelebihan pendapatan (surplus) dari kegiatan usaha, yang dihasilkan
dengan mengaitkan (matching) antara pendapatan (revenue) dengan beban terkait
dalam suatu periode yang bersangkutan. Dalam akuntansi konvensional investor
seolah-olah dianggap sebagai peminjam modal bukan sebagai pemilik usaha.
1.3. Konsep Laba Dalam Tataran Semantik
Menurut Hendriksen (2000:130) konsep laba dalam tataran semantik
berkaitan dengan masalah makna apa yang harus dilekatkan oleh perekayasa
pelaporan pada simbol atau elemen laba sehingga laba bermanfaat dan bermakna
sebagai informasi. Terdapat beberapa konsep atau fungsi laba dalam tataran
semantik, yaitu pengukur kinerja, konfirmasi harapan investor, dan sebagai
estimator laba ekonomik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
1.4. Konsep Laba Dalam Tataran Sintatik
Menurut Hendriksen (2000:130) konsep laba dalam tataran sintatik membahas
mengenai bagaimana laba diukur, diakui, dan disajikan. Terdapat beberapa
kriteria atau pendekatan dalam konsep ini, yaitu pendekatan transaksi, pendekatan
kegiatan, dan pendekatan pemertahanan capital.
1.5. Konsep Laba Dalam Tataran Pragmatik
Menurut Hendriksen (2000:130) konsep laba dalam tataran pragmatik
membahas mengenai apakah informasi laba bermanfaat atau apakah informasi
laba nyatanya digunakan. Beberapa pendekatan laba dalam konsep laba tataran
pragmatik yaitu prediktor aliran kas, sarana kontrak efisien, alat pengendalian
manajemen, dan kandungan informasi laba dalam teori pasar efisien.
1.6. Alternatif Klasifikasi dan Pengukuran Laba
Klasifikasi laba secara tepat penting artinya dalam analisis. Laba dapat
diklasifikasikan berdasarkan dua dimensi utama, yaitu:
a) Klasifikasi operasi dan non-operasi, terutama bergantung pada sumber
pendapatan atau beban yaitu apakah timbul dari operasi perusahaan yang
masih berlangsung atau dari transaksi-transaksi efek atau aktivitas
pendanaan.
b) Klasifikasi berulang atau tidak berulang terutama bergantung pada
perilaku dari pendapatan atau beban yaitu apakah diharapkan akan terus
terjadi atau hanya terjadi satu kali.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Pengukuran laba akuntansi alternatif. Laporan laba rugi biasanya menyajikan
tiga pengukuran laba alternatif:
a) Laba bersih atau net income dianggap sebagai hasil akhir pengukuran
laba, meskipun pada kenyataanya tidaklah demikian. Prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum (Generally Accepted Accounting Principles
– GAAP) memperkenankan sejumlah penyesuaian langsung terhadap
ekuitas yang disebut pos surplus kotor (dirty surplus), tanpa melalui
laporan laba rugi. SFAS 130 mencoba untuk mengatasi masalah ini
dengan pengukuran laba alternatif yang disebut pendapatan komprehensif.
b) Pendapatan komprehensif (comprehensive income) mencerminkan hampir
seluruh perubahan pada ekuitas yang tidak berasal dari aktivitas pemilik
(seperti dividen atau penerbitan saham). Hal ini berarti pendapatan
komprehensif merupakan pengukuran laba baris terbawah dan merupakan
perkiraan akuntansi atas laba ekonomi. Pendapatan komprehensif berbeda
dengan laba bersih karena laba ini mencerminkan keuntungan dan
kerugian atas kepemilikan yang belum direalisasi, penyesuaian translasi
(penjabaran) valuta asing, dan tambahan penyesuaian kewajiban pensiun
minimum (yang tidak dilaporkan adalah keuntungan dan kerugian
derivatif yang juga memengaruhi laba komprehensif)
c) Laba dari operasi yang masih berlangsung (continuing income)
merupakan suatu pengukuran yang mengeluarkan pos luar biasa, dampak
kumulatif perubahan akuntansi, dan dampak penghentian operasi. Karena
alasan ini, laba dari operasi yang masih berlangsung sering disebut laba
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
sebelum pos luar biasa, laba sebelum penghentian operasi, atau laba
sebelum dampak kumulatif perubahan akuntansi dan kombinasinya.
Perusahaan yang tidak memiliki komponen di atas tidak perlu melaporkan
laba dari operasi yang masih berlangsung.
1.7. Tujuan Pelaporan Laba
Laba merupakan selisih antara pendapatan dan biaya secara akrual. Pengertian
seperti ini akan mempermudah di dalam pengukuran dan pelaporan laba secara
objektif. Pendefinisian laba seperti ini juga akan lebih bermakna sebagai
pengukur kembalian atas investasi daripada sekedar perubahan kas. Berdasarkan
pengertian dan cara pengukuran, laba akuntansi diharapkan dapat digunakan
sebagai: pengukur efisiensi, pengukur kinerja entitas dan manajemen, dasar
penentuan pajak, sarana alokasi sumber ekonomik, penentuan tarif jasa publik,
optimalisasi
kontrak
utang-piutang,
basis
kompensasi,
motivator, dasar
pembagian dividen.
Menurut Anis dan Imam (2003:216) mengutarakan tujuan pelaporan laba
sebagai berikut :
a) Sebagai indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam
perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian (rate of return on
invested capital).
b) Sebagai pengukur prestasi manajemen.
c) Sebagai dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.
d) Sebagai alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
e) Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus.
f) Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.
g) Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran.
h) Sebagai dasar pembagian deviden.
1.8. Jenis-Jenis Laba
Laba kotor menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005:120) merupakan
pendapatan dikurangi harga pokok penjualan. Apabila hasil penjualan barang dan
jasa tidak dapat menutupi beban yang langsung terkait dengan barang dan jasa
tersebut atau harga pokok penjualan, maka akan sulit bagi perusahaan tersebut
untuk bertahan.
Laba operasi menurut Stice, Stice, dan Skousen (2004:243) mengukur kinerja
operasi bisnis fundamental yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan didapat
dari laba kotor dikurangi beban operasi. Laba operasi menunjukkan seberapa
efisien dan efektif perusahaan melakukan aktivitas operasinya.
Laba sebelum pajak menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005:25)
merupakan laba dari operasi berjalan sebelum cadangan untuk pajak penghasilan.
Laba bersih menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005:25) merupakan laba
dari bisnis perusahaan yang sedang berjalan setelah bunga dan pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
1.9. Perubahan Laba
Perubahan laba adalah kenaikan atau penurunan laba pertahun ketahun. Laba
yang digunakan adalah laba relatif. Digunakannya angka relatif didasari alasan
angka laba tersebut lebih representatif dibandingkan laba absolute. Dasar
perhitungan laba adalah laba sebelum pajak (Machfoedz dalam Warsidi dan
Pramuka 2000:6).
Hanafi dan Halim (1995) menyatakan pertumbuhan laba dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain:
a) Besarnya perusahaan
Semakin besar perusahaan, maka ketetapan pertumbuhan laba yang
diharapkan semakin tinggi.
b) Umur perusahaan
Perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam
meningkatkan laba, sehingga ketetapannya masih rendah.
c) Tingkat leverage
Bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajer
cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketetapan
pertumbuhan laba.
d) Tingkat penjualan
Tingkat penjualan dimasa lalu yang tinggi, maka semakin tinggi tingkat
penjualan dimasa yang akan datang sehingga pertumbuhan laba semakin
tinggi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
e) Perubahan laba masa lalu
Semakin besar pertumbuhan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba yang
akan diperoleh dimasa mendatang.
Menurut Sukardi (2005) laba perusahaan dipengaruhi oleh tiga faktor yang
saling berkaitan satu ama lain, yaitu:
a) Volume produk yang dijual
Volume penjualan langsung mempengaruhi volume produksi dan volume
produksi mempengaruhi biaya.
b) Harga jual produk
Harga jual mempengaruhi volume penjualan.
c) Biaya
Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang
dikehendaki.
Pengaruh NPM terhadap perubahan laba, NPM dapat menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan perusahaan yang akan
datang dalam memprediksi pertumbuhan laba. Menurut Slamet (2003)
menyatakan ukuran NPM yang tinggi menandakan adanya kemampuan
perusahaan yang tinggi dalam menghasilkan laba bersih pada penjualan terterntu.
Bukti empiris pada hubungan NPM dengan perubahan laba yang ditunjukkan
oleh Meity, (2005), Hapsari (2007) menganalisis bahwa NPM berpengaruh positif
signifikan terhadap perubahan laba. Demikian juga hasil yang sama oleh Asyik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
dan Soelistyo (2000) dan Suwarno (2004) yang dalam penelitiannya
menunjukkan NPM juga berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba.
Syamsudin (2009) menunjukkan NPM berpengaruh negatif namun tidak
signifikan terhadap perubahan laba. Penelitian lain oleh Usman (2003) dan
Juliana (2003) bahwa tidak ada pengaruh NPM terhadap perubahan laba.
Walaupun bukti empiris memunjukkan hasil yang bertentangan, namun secara
teoritis NPM mempengaruhi perubahan laba.
Menurut Riyanto (2010:37) Profit margin yaitu perbandingan antara net
operating
income dengan net
sales.
Pengertian Profit
Margin menurut
Munawir (2010:89) Profit margin ini mengukur tingkat keuntungan yang
dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya.
Net Profit Margin (NPM) menggambarkan besarnya laba bersih yang
diperoleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Dengan kata lain
rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan.
Menurut Riyanto (2013:336) Net Profit Margin adalah suatu rasio yang
mengukur keuntungan netto per Rupiah penjualan. Net Profit Margin (NPM),
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan,
rasio ini akan menggambarkan penghasilan bersih perusahaan berdasarkan total
penjualan. Pengukuran rasio dapat dilakukan dengan cara membandingkan laba
bersih setelah pajak dengan penjualan bersih.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Menurut Kasmir (2008:185) Assets Turn Over merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur perputaran seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan
dan jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap aktiva. Dengan kata lain, rasio ini
berfungsi untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan seluruh
aktiva untuk menghasilkan penjualan selama satu periode tertentu.
Menurut Mamduh M. Hanafi (2003:81) rasio ini mengukur sejauh mana
kemampuan
perusahaan
menghasilkan
penjualan
berdasarkan
efektivitas
penggunaan total aset. Perputaran total aset menunjukkan bagaimana efektivitas
perusahaan dalam menggunakan keseluruhan aset untuk menciptakan penjualan
dan mendapatkan laba. Sugiyarso dan Winami (2005:117) mengungkapkan
dengan demikian perputaran total aset dapat dicari dengan membagi penjualan
dengan total aset.
Total asset turn over menurut Brigham (2001:75) merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva perusahaan, rasio ini
dihitung dengan membagi penjualan dengan total aktiva. Sedangkan pengertian
total asset turn over menurut Lukman syamsuddin (2000:62) adalah total asset
turn over menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan seluruh aktiva perusahaan di
dalam menghasilkan volume penjualan tertentu.
Pengaruh ROA terhadap perubahan laba, perubahan ROA menunjukkan
perubahan
kemampuan
manajemen
dalam
menghasilkan
laba
dengan
memanfaatkan aktiva yang digunakan dalam kegiatan operasi. Kasmir (2012)
mengatakan bahwa ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
dalam memperoleh profitabilitas dan manajerial efisiensi secara overall. Bukti
empiris pada hubungan antara ROA dengan perubahan laba bermacam-macam.
Beberapa peneliti seperti Sudarini (2005) dan Triono (2007) menunjukkan
ROA berpengaruh positif terhadap perubahan laba. Sedangkan peneliti lain
Ariyanti (2010) menemukan bahwa ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap
perubahan laba. Walaupun bukti empiris menunjukkan hasil yang berbeda, namun
secara teoritis ROA mempengaruhi perubahan laba.
Return on asset menurut Kasmir (2010:201) adalah hasil pengembalian
investasi atau lebih dikenal dengan nama return on investment (ROI) atau return
on total asset merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah
aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran
tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya.
Return on asset Menurut Lukman Syamsuddin (2000:63) pengukuran
kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan
dengan jalan keseluruhan aktiva yang tersedia.
Berdasarkan pengertian para ahli maka dapat disimpulkan bahwa return on
asset
adalah
pengukuran
kemampuan
perusahaan
dalam
menggunakan
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba.
Menurut Brigham dan Houstom (2006) menyatakan ROE merupakan rasio
laba bersih terhadap ekuitas saham biasa, untuk mengukur tingkat pengembalian
atas investasi dari pemegang saham biasa. Apabila semakin tinggi rasio ini, maka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
akan semakin besar tingkat pengembalian dana yang diberikan kepada pemegang
saham.
Bukti empiris pada hubungan antara ROE dengan perubahan laba ditunjukkan
oleh hasil penelitian Wifkiya (2008) dan Hanum (2010) menunjukkan ROE
berpengaruh positif terhadap perubahan laba. Sedangkan penelitian oleh Herawati
(2004) bahwa ROE signifikan dan bertanda negatif. Penelitian oleh Sitorus (2005)
menemukan bahwa ROE tidak berpengaruh terhadap perubahan laba. Walaupun
bukti empiris memunjukkan hasil yang bertentangan, namun secara teoritis ROE
mempengaruhi perubahan laba.
Maju mundurnya perusahaan tercermin dari keuntungan yang diperoleh setiap
tahun. Suatu perusahaan yang kadang-kadang menderita rugi menandakan bahwa
peusahaan itu menghadapi stagnan yang berbahaya. Apabila investor ingin
memilih salah satu di antara banyak jenis saham, maka unsur-unsur neraca dan
laporan laba rugi harus dibandingkan untuk mengetahui perusahaan mana yang
paling produktif dilihat dari segi return on equity menurut Samsul (2006:130131).
Return on equity adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan modal yang dimiliki menurut Sutrisno (2005:239). Rasio yang sering
dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja perusahaan yang
bersangkutan. Return on equity mengukur besarnya tingkat pengembalian modal
dari perusahaan menurut Sawir (2005:20)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Return on equity digunakan untuk mengukur rate of return (tingkat imbal
hasil) ekuitas. Para analis sekuritas dan pemegang saham umumnya sangat
memperhatikan rasio ini. Semakin tinggi return yang dihasilkan sebuah
perusahaan, akan semakin tinggi harganya menurut Tambun (2007:146)
1.10. Keunggulan dan Kelemahan Laba Akuntansi
Beberapa keunggulan laba akuntansi yang dikemukakan oleh Muqodim
(2005) adalah:
a) Terbukti teruji sepanjang sejarah bahwa laba akuntansi bermanfaat bagi
para pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
b) Laba akuntansi telah diukur dan dilaporkan secara obyektif dapat diuj
kebenaran sebab didasarkan pada transaksi nyata yang didukung oleh
bukti.
c) Berdasarkan prinsip realisasi dalam mengakui pendapatan laba akuntansi
memenuhi dasar konservatisme.
d) Laba akuntansi bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama berkaitan
dgn pertanggungjawaban manajemen.
Menurut Belkaoui (2007:230) beberapa keunggulan dan kelemahan laba
akuntansi adalah :
Keunggulan Laba Akuntansi:
1) Laba Akuntansi masih bermanfaat membantu pengambilan keputusan
ekonomi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
2) Dapat diuji kebenarannya karena didasarkan pada transaksi atau fakta
aktual yang didukung bukti objektif.
3) Memenuhi kriteria konsevatisme artinya laba akuntansi tidak mengakui
perubahan nilai tapi hanya mengakui laba yang direalisasi.
4) Masih dipandang bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama
pertanggungjawaban.
Kelemahan Laba Akuntansi:
1) Laba Akuntansi gagal mengakui kenaikan nilai aset yang belum direalisasi
dalam suatu periode karena prinsip biaya historis dan prinsip realisasi.
2) Laba Akuntansi yang didasarkan pada prinsip biaya historis mempersulit
perbandingan laporan keuangan karena adanya perbedaan metode
perhitungan cost dan metode alokasi.
3) Laba Akuntansi didasarkan pada prinsip realisasi, biaya historis, dan
konservatisme
dapat
memaksimalkan
menghasilkan
data
yang
menyesatkan dan tidak relevan.
2. Nilai Kurs Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar Amerika
Samuelson dan William (2005:620) menjelaskan bahwa kurs mata uang asing
atau valas. Valas adalah harga mata uang asing dalam satuan mata uang domestik.
Menurut Thian Hin (2004:2) terdepresiasinya mata uang Rupiah terhadap mata
uang asing secara tajam merupakan akibat dari berbagai faktor yang kompleks,
yaitu faktor domestik Indonesia, regional maupun internasional.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Bursa saham tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor ekonomi maupun non
ekonomi yang ada. Jadi nilai tukar atau harga mata uang asing adalah nilai tukar
mata uang suatu negara terhadap suatu mata uang negara lainnya. Suatu mata
uang dikatakan semakin mahal jika nilai tukarnya semakin menguat, dan begitu
juga sebaliknya. Untuk mengetahui perkembangan nilai tukar Rupiah (per satu
Dolar Amerika) digunakan analisis kurs harian nilai tukar Rupiah.
Nilai tukar suatu mata uang atau kurs adalah nilai tukar mata uang suatu
negara terhadap negara asing lainya (Thobarry, 2009). Definisi yang lebih
lengkap mengenai kurs (exchange rate) adalah pertukaran antara dua mata uang
yang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata
uang tersebut.
Perbandingan nilai inilah sering disebut dengan kurs (exchange rate). Nilai
tukar biasanya berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa depresiasi dan
apresiasi. Depresiasi mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat artinya
suatu penurunan harga Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah. Sedangkan
apresiasi Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat adalah kenaikan Rupiah
terhadap Dolar Amerika Serikat (Anwary, 2011:17)
Saat ini Indonesia menganut sistem kurs mengambang secara penuh sejak 14
Agustus 1997. Sejak sistem mengambang penuh diberlakukan, kurs Rupiah
mengalami depresiasi terhadap Dolar Amerika Serikat yang sangat tajam
(Anwary, 2011:17). Pada dasarnya terdapat lima jenis sistem kurs utama yang
berlaku (Kuncoro,2003) yaitu sistem kurs mengambang (floating exchang rate),
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
kurs tertambat (pegged exchange rate), kurs tertambat merangkak (crawling
pegs), sekeranjang mata uang (basket of currencies), kurs tetap (fixed exchange
rate).
Jenis sistem kurs mengambang, ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau
tanpa adanya campur tangan pemerintah dalam upaya stabilisasi melalui
kebijakan moneter apabila ada terdapat campur tanga pemerintah maka system ini
termasuk mengambang terkendali (managed floating exchange rate). Pada sistem
kurs tertambat, suatu negara menambatkan nilai mata uangnya dengan sesuatu
atau sekelompok mata uang negara lainnya yang merupakan negara mitra dagang
utama dari negara yang bersangkutan, ini berarti mata uang negara tersebut
bergerak mengikuti mata uang dari negara yang menjadi tambatannya.
Sistem kurs tertambat merangkak, di mana negara melakukan sedikit
perubahan terhadap mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak
ke arah suatu nilai tertentu dalam rentang waktu tertentu. Keuntungan utama dari
sistem ini adalah negara dapat mengukur penyelesaian kursnya dalam periode
yang lebih lama jika di banding dengan sistem kurs terambat.
Sistem sekeranjang mata uang, keuntungannya adalah sistem ini menawarkan
stabilisasi mata uang suatu negara karena pergerakan mata uangnya disebar dalam
sekeranjang mata uang. Mata uang yang di masukan dalam keranjang biasanya
ditentukan oleh besarnya peranannya dalam membiayai perdagangan negara
tertentu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Sistem kurs tetap, dimana negara menetapkan dan mengumumkan suatu kurs
tertentu atas mata uangnya dan menjaga kurs dengan cara membeli atau menjual
valas dalam jumlah yang tidak terbatas dalam kurs tersebut. Bagi negara yang
sangat rentan terhadap gangguan eksternal, misalnya memiliki ketergantungan
tinggi terhadap sektor luar negeri maupun gangguan internal, seperti sering
mengalami gangguan alam.
Teori Purchasing Power Parity
2.1.
Teori paritas daya beli ini menyatakan kurs antara dua mata uang akan
melakukan penyesuaian yang mencerminkan perubahan tingkat harga dari kedua
negara. Teori paritas daya beli ini tidak lain merupakan aplikasi hukum satu harga
pada tingkat harga secara keseluruhan, bukan harga dari satu barang saja
(Mishkin, 2010).
Gustav Cassell (1981) menekankan hubungan keseimbangan jangka panjang
antara kurs dengan tingkat bunga, di mana kurs mata uang mencerminkan
perbandingan antara tingkat harga di suatu negara dengan tingkat harga negara
lain. Dasar konsep PPP adalah bahwa perbandingan nilai suatu mata uang
ditentukan oleh daya beli uang tersebut terhadap barang dan jasa di masingmasing negara. Konsep PPP dapat dilihat dalam 2 (dua) sudut pandang, yaitu PPP
absolut dan PPP relatif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
a) Purchasing Power Parity (PPP) Absolute
PPP absolute merupakan bentuk PPP yang kaku. Versi PPP absolute ini
terjadi jika suatu bundle barang di negara domestik dibandingkan dengan
harga bundle barang yang di luar negeri yang diubah oleh nilai tukar ke
ukuran nilai tukar dalam negeri, kemudian harganya akan sama. Formula PPP
absolute adalah (Kindleberger,1992):
πΈπ‘Žπ‘=π‘ƒπ‘Ž
𝑃𝑏
Di mana Eab adalah nilai tukar mata uang dalam negeri yang didefinisikan
sebagai satuan mata uang dalam negeri per satuan mata uang luar negeri. Pa
adalah tingkat harga dalam negeri. Pb adalah tingkat harga luar negeri.
Persamaan di atas menjelaskan hubungan antara nilai tukar dan tingkat harga
domestik. Implikasinya adalah dengan tingkat harga dalam negeri yang lebih
tinggi dibandingkan tingkat harga luar negeri, maka nilai tukar dalam negeri
juga harus lebih tinggi (depresiasi) untuk tetap menjaga PPP. Persamaan di
atas juga menjelaskan bahwa nilai tukar dapat mempengaruhi keseimbangan
pasar uang melalui hubungannya ke harga domestik dan harga luar negeri.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Gustav Cassell (1981) sudut pandang PPP absolute, kurs mata uang
merupakan pencerminan dari rasio tingkat harga dalam negeri terhadap
tingkat harga luar negeri atau dapat dirumuskan sebagai persamaan berikut:
𝑆=
𝑃
𝑃∗
Di mana
S = kurs valuta asing
P = harga dalam negeri
P* = harga luar negeri
Persamaan PPP absolute dapat diubah menjadi:
𝑃=𝑆π‘₯𝑃∗
Persamaan di atas dikenal sebagai Hukum Satu Harga (Law of One Price)
yang menyatakan bahwa untuk barang yang sama dijual dengan harga yang
sama di semua negara. Jika harga dalam negeri lebih tinggi daripada harga
luar negeri, akan mengakibatkan adanya kenaikan jumlah impor karena harga
luar negeri relatif lebih murah sehingga kurs terdepresiasi. Akibat kurs
terdepresiasi, harga dalam negeri akan turun sampai terjadi keseimbangan
antara dua harga tersebut.
Penyimpangan dari konsep ini dapat mengarah pada keadaan arbitrase.
Arbitrase merupakan kegiatan dalam mengambil keuntungan dengan
memanfaatkan informasi mengenai perbedaan harga suatu barang di pasar
yang berbeda. Seorang arbitrator akan membeli barang dari pasar yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
memiliki harga yang rendah (pasar A) dan akan menjual kembali barang
tersebut ke pasar lain yang memiliki harga yang lebih tinggi (pasar B),
sehingga ia akan memperoleh keuntungan. Namun keadaan ini tidak akan
berlangsung dalam jangka panjang, karena adanya kenaikan permintaan
barang di pasar A, maka harga barang di pasar A tersebut akan mengalami
kenaikan. Dan sebaliknya, harga barang di pasar B akan mengalami
penurunan karena adanya kenaikan penawaran. Kondisi ini akan berlanjut
sampai dengan hukum satu harga terpenuhi atau harga barang di kedua pasar
menjadi sama.
b) Purchasing Power Parity (PPP) Relative
Krugman (1992), menyebutkan bahwa pada teori paritas daya beli secara
relatif atau purchasing power parity relative (PPP relatif), kurs valuta asing
akan berubah untuk dapat mempertahankan purchasing power. Pada teori
paritas daya beli secara relatif, kurs valuta asing dinyatakan sebagai
persentase perubahan tingkat harga domestik terhadap persentase perubahan
tingkat harga luar negeri.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Gustav Cassell (1981) PPP relatif menyatakan bahwa persentase
perubahan kurs merupakan selisih antara persentase perubahan tingkat harga
(tingkat inflasi) dalam negeri dengan perubahan tingkat harga (tingkat inflasi)
luar negeri atau dengan persamaan:
%Δ𝑆 = %Δ𝑃 − %Δ𝑃 ∗
Dimana
%βˆ†S
= persentase perubahan kurs
%βˆ†P
= persentase perubahan tingkat harga dalam negeri
%βˆ†P*
= persentase perubahan tingkat harga luar negeri
Nilai tukar dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai
tukar riil. Nilai tukar nominal menunjukkan harga relatif mata uang dan dua
negara, sedangkan nilai tukar riil menunjukkan tingkat ukuran (rate) suatu
barang dapat diperdagangkan antar negara. Jika nilai tukar riil tinggi berarti
harga produk luar negeri relatif murah dan harga produk domestik relatif
mahal.
Persentase perubahan nilai tukar nominal sama dengan persentase
perubahan nilai tukar riil ditambah perbedaan inflasi antara inflasi luar negeri
dengan inflasi domestik (persentase perubahan harga inflasi). Jika suatu
negara luar negeri lebih tinggi inflasinya dibandingkan domestik (Indonesia)
maka Rupiah akan ditukarkan dengan lebih banyak valas. Jika inflasi
meningkat untuk membeli valuta asing yang sama jumlahnya harus ditukar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
dengan Rupiah yang makin banyak atau depresiasi Rupiah (Herlambang,
2001).
2.2.
Teori Interest Rate Parity
Teori Interest Rate Parity menyatakan perbedaan tingkat bunga pada
international money market akan cenderung sama dengan forward rate. Dengan
kata lain berdasarkan teori Interest Rate Parity akan dapat ditentukan berapa
perubahan kurs bila terdapat perbedaan tingkat bunga antara dua Negara (Hamdy,
2001).
Kondisi paritas suku bunga adalah kondisi keseimbangan untuk pasar valuta
asing. Hanya ketika kurs yang membuat perkiraan tingkat pengembalian aset
domestik dan aset luar negeri adalah sama yaitu ketika kondisi paritas suku bunga
terpenuhi maka aset domestik dan aset luar negeri akan bersedia dipegang
(Mishkin, 2010).
Kondisi paritas suku bunga dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana
kurs ditentukan. Hubungan antara kurs dengan tingkat bunga dari pasar uang
menurut teori Interest Rate Parity dapat ditetukan dengan formula berikut
(Mishkin,2010)
𝐸 𝑒𝑑+1
Et= ( 𝐹
)
𝑖 − 𝑖𝐷 + 1
Dimana Et adalah kurs pada saat ini, Ee
t+1
kurs pada periode berikutnya, iF
adalah suku bunga luar negeri dan iD adalah suku bunga dalam negeri.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Menjelaskan jika tingkat suku bunga dalam negeri naik kurs akan mengalami
peningkatan dan apabila tingat suku bunga luar negeri naik maka kurs akan
mengalami penurunan.
Kebijakan yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran stabilitas harga atau
pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan-kebijakan moneter dengan menggunakan
instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter). Salah satu jalur yang
digunakan adalah jalur nilai tukar, berpendapat bahwa pengetatan moneter yang
mendorong peningkatan suku bunga akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar
karena adanya pemasukan modal dan luar negeri (Arifin, dalam Triyono 2008).
Menurut Hamdy Hady (2006) nilai tukar atau kurs adalah suatu rasio atau
perbandingan antara mata uang domestik (dalam negeri) dengan mata uang asing.
Nilai tukar atau kurs mempunyai fungsi cukup penting dalam perekonomian suatu
negara karena nilai tukar merupakan salah satu faktor yang mendukung
kelancaran perdagangan internasional yang dilakukan oleh berbagai negara. Nilai
tukar harga suatu mata uang jika di pertukarkan dengan mata uang lain akan dapat
di artikan sebagai pembanding nilai tukar mata uang.
2.3.
Faktor yang memengaruhi Perubahan Kurs
a. Inflasi
Inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus
menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi
kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada
barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks
Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan
pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak
Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar
Survei Biaya Hidup (SBH).
Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian,
BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara
bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis
barang atau jasa di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu
komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual atau pedagang besar
pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada
pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB
dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]
Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level
harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu
ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar
harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
b. Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7
kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption
by purpose - COICOP), yaitu :
a) Kelompok Bahan Makanan.
b) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau.
c) Kelompok Perumahan.
d) Kelompok Sandang.
e) Kelompok Kesehatan.
f) Kelompok Pendidikan dan Olah Raga.
g) Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
c. Disagregasi Inflasi
Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang
dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk
menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari
faktor yang bersifat fundamental.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi inflasi
Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent
component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental,
seperti:
a) Interaksi permintaan-penawaran.
b) Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi
mitra dagang.
c) Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen.
Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya
karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti
terdiri dari :
a) Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok
bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan
harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga
komoditas pangan internasional.
b) Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan
harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif
angkutan, dan lain-lain.
d. Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari
sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar,
dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan
harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi
negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan
barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi,
kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau
permintaan
total
(agregate
demand)
lebih
besar
dari
pada
kapasitas
perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku
masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi
dalam keputusan kegiatan ekonominya.
Sumber: diakses 17 Agustus
Gambar 2.1
www.bi.go.id/id/moneter/inflasi Inflasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada
pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak
negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat
akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya
menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua,
inflasi
yang
tidak
stabil
akan
menciptakan
ketidakpastian
(uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman
empiris menunjukkan inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan
masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada
akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat
inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak
kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah.
Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan
berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah
suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange rate, atau bisa
juga karena tarik menariknya kekuatan kekuatan penawaran dan permintaan di
dalam pasar (market mechanism) dan lazimnya perubahan nilai tukar mata uang
tersebut bisa terjadi karena empat hal, yaitu (Thobarry, 2009:46):
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
a) Tingkat Inflasi
Inflasi dapat dipilah berdasarkan sifat temporer atau permanen. Inflasi yang
bersifat permanen adalah laju inflasi yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan
permintaan barang dan jasa. Sedangkan inflasi yang bersifat temporer adalah
inflasi yang diakibatkan gangguan sementara (misalnya kenaikan biaya energi,
transportasi, dan bencana alam).
Adapun cara yang digunakan untuk mengukur inflasi adalah (Thobarry,
2009:49) dengan menggunakan harga umum, angka deflator, indeks harga umum
(IHK), harga pengharapan, indeks dalam, dan luar negeri.
Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau
forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat
produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan
(lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR).
Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam
mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat
hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari komdisi supply-demand tersebut.
Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan
harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam
mendorong peningkatan permintaan.
Inflasi selalu identik dengan kenaikan harga tetapi tidak berarti bahwa
berbagai harga dan berbagai macam tersebut mengalami kenaikan dengan
persentasi yang sama. Ni Nyoman Aryaningsih (2008:56-67) Inflasi merupakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
perubahan harga yang cenderung meningkat, tanpa diimbangi perubahan daya
beli masyarakat yang meningkat. Dalam kenyataan jarang terjadi suatu kondisi,
dimana inflasi yang tinggi menyebabkan hasil output tertentu, sehingga tingkat
output berubah dari waktu ke waktu mengikuti perubahan laju inflasi yang
diperkirakan. Bisa saja terjadi kondisi, bahwa kenaikan inflasi yang tinggi bahkan
menurunkan tingkat output tertentu.
Arifin (2004) menjelaskan pengertian inflasi secara sederhana adalah
kenaikan harga barang-barang secara umum atau penurunan daya beli dari sebuah
satuan mata uang.
Aspek-Aspek yang terdapat dalam Inflasi yaitu:
1) Tendency, yaitu berupa kecenderungan harga-harga untuk meningkat,
artinya dalam suatu waktu tertentu dimungkinkan terjadinya penurunan
harga tetapi secara keseluruhan mempunyai kecenderungan (trend)
meningkat.
2) Sustained, kenaikan harga yang terjadi tidak hanya berlangsung dalam
waktu tertentu saja, melainkan secara terus menerus dalam jangka waktu
yang lama.
3) General level of price, harga dalam konteks inflasi dimaksudkan sebagai
harga barang-barang secara umum, bukan dalam artian satu atau dua jenis
barang saja.
4) Tingkat Suku Bunga, suku bunga juga dapat dikelompokan menjadi suku
bunga tetap dan suku bunga mengambang. Suku bunga tetap adalah suku
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
bunga pinjaman tersebut tidak berubah sepanjang masa kredit, sedangkan
suku bunga mengambang adalah suku bunga yang berubah-ubah selama
masa kredit berlangsung dengan mengikuti suatu kurs referensi tertentu
seperti
misalnya
LIBOR
dimana
cara
perhitungannya
dengan
menggunakan sistim penambahan marjin terhadap kurs referensi. (Ditrian,
Vivian dan Widjaya, 2008:170)
Tingkat suku bunga rill pada umumnya lebih sering dibandingkan antar
negara guna mengukur pergerakan nilai tukar mata uang. Secara teoritis akan
terjadi korelasi yang signifikan antara perbedaan tingkat suku bunga di dua
negara dengan nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang negara lain. Dalam
hal ini tingkat suku bunga nominal bukan merupakan alat ukur yang akurat
karena masih mengandung unsur inflasi di dalamnya. Berdasarkan pada prinsip
International Fisher’s Effect, maka dapat di rumuskan bahwa:
𝑅 = [(1 + 𝑖𝑑 ): (1 + 𝑖𝑓 )] − 1
Dengan R adalah kurs, id adalah tingkat suku bunga domestik, dan if adalah
tingkat suku bunga yang terjadi di luar negeri (negara kedua). Apabila kedua sisi
persamaan tersebut menghasilkan nilai sama, maka mengindikasikan bahwa
investasi antar kedua negara akan menghasilkan return yang sama pula.
Menurut Hamdy Hady (2006:108) hampir sama dengan pengaruh tingkat
inflasi, maka perkembangan atau perubahan tingkat bunga dapat berpengaruh
terhadap kurs valas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
b) Jumlah Uang Beredar (JUB)
Teori - teori jumlah uang beredar oleh beberapa pakar ekonomi:
1) Teori Cambridge (Marshall-Pigou)
Teori Cambridge mengatakan bahwa kegunaan dari pemegangan
kekayaan dalam bentuk uang adalah karena uang berbeda dengan bentuk
kekayaan lain). Sehingga dengan mudah bisa ditukarkan dengan barang lain.
Uang dipegang atau diminta oleh seseorang karena sangat mempermudah
transaksi atau kegiatan – kegiatan ekonomi lain dari orang tersebut.
Teori Cambridge lebih menekankan kepada faktor – faktor perilaku
(pertimbangan untung atau rugi). Yang menghubungkan anatara permintaan
uang seseorang dengan volum transaksi yang direncanakannya. Teori
Cambridge, berpokok pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (mean of
exchange). Karena itu, teori–teori klasik melihat kebutuhan uang (permintaan
akan uang) dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan
transaksi.
2) Teori Keynes
Teori uang Keynes adalah teori yang bersumber pada teori Cambridge,
tetapi Keynes memang mengemukakan sesuatu yang betul–betul berbeda
dengan teori moneter tradisi Klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini terletak
pada penekanan oleh Keynes pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
of value dan bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian
terkenal dengan nama teori Liquidity Preference (Boediono, 1994:7).
Menurut Keynes, ada tiga tujuan masyarakat memegang uang, yaitu:
a) Tujuan transaksi Keynes tetap menerima pendapat golongan Cambridge,
bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksitransaksi yang dilakukan, dan permintaan akan uang dari masyarakat
untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional semakin
besar volume transaksi semakin dan semakin besar pula kebutuhan uang
untuk memenuhi tujuan transaksi. Demikian pula Keynes berpendapat
bahwa permintaan akan uang untuk tujuan transaksi inipun tidak
merupakan suatu proporsi yang konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh
tinggi rendahnya tingkat bunga.
b) Tujuan berjaga-jaga Keynes juga membedakan permintaan akan uang
untuk tujuan melakukan pembayaran–pembayaran yang tidak reguler atau
yang diluar rencana transaksi normal, misalnya untuk pembayaran
keadaan–keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit dan pembayaran yang
tak terduga. Permintaan uang seperti ini disebut dengan permintaan uang
untuk tujuan berjaga–jaga (precautionary motive). Menurut Keynes
permintaan akan uang untuk tujuan berjaga–jaga ini dipengaruhi oleh
faktor–faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan
akan uang untuk tujuan bertransaksi, yaitu terutama dipengaruhi oleh
tingkat penghasilan dan tingkat bunga.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
c) Tujuan spekulasi motif dari pemegang uang untuk tujuan spekulasi adalah
terutama bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh
dari seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang terjadi
dengan betul.
c) Gross National Product (GNP)
Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto (PNB) adalah
konsep
yang
mempunyai
arti
yang
bersamaan
dengan
GDP,
tetapi
memperkirakan jenis-jenis pendapatan yang sedikit berbeda. Dalam menghitung
Pendapatan Nasional Bruto, nilai barang dan jasa yang dihitung dalam
pendapatan nasional hanyalah barang dan jasa yang diproduksikan oleh faktor
faktor produksi yang dimiliki oleh warga negara dari negara yang pendapatan
nasionalnya dihitung.
GNP dihitung dari faktor-faktor produksi yang dimiliki warga negara suatu
negara, yang terdapat di negara itu sendiri maupun di luar negeri, maka nilai
produksi yang diwujudkan oleh faktor-faktor produksi yang digunakan di luar
negeri juga dihitung di dalam Produk Nasional Bruto. Tetapi sebaliknya, dalam
Produk Nasional Bruto tidak dihitung produksi yang diwujudkan oleh faktorfaktor produksi milik penduduk atau perusahaan negara lain yang digunakan di
negara tersebut (Syahza, 2012).
Menurut Hamdy Hady (2006:109) tingkat pendapatan suatu negara atau Gross
Domestic Product (GDP) adalah pertumbuhan tingkat pendapatan di suatu
negara. Seandainya kenaikan pendapatan masyarakat di Indonesia tingggi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
sedangkan kenaikan jumlah barang relatif kecil maka impor barang akan
meningkat. Peningkatan impor ini akan membawa efek kepada peningkatan
demand valas yang pada gilirannya akan mempengaruhi kurs valas.
d) Balance of Payment (BOP)
Posisi Neraca Pembayaran Internasional Indonesia atau posisi BOP akan
sangat berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar mata uang domestik terhadap
mata uang asing. Balance of Payment (BOP) dan Balance of Trading (BOT)
mencerminkan arus uang masuk dan keluar dari suatu negara. BOP surplus
mencerminkan adanya aliran valuta asing yang masuk dalam perekonomian
negara tersebut baik melalui transaksi barang dan jasa maupun aset, sehingga
menyebabkan bertambahnya valuta asing dinegara tersebut dan mengakibatkan
terjadinya apresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing.
BOP yang defisit menandakan telah terjadinya aliran dana keluar netto keluar
negeri sehingga terjadi exsess demand terhadap valuta asing dan hal inilah yang
mengakibatkan melemahnya mata uang domestik. BOP surplus menggambarkan
keadaan ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan impor, ketika ekspor
meningkat maka arus uang yang masuk dalam bentuk valuta asing kedalam negeri
semakin besar. Sesuai dengan teori, ketika penawaran meningkat melebihi
permintaan terhadap mata uang asing maka nilai tukar mata uang asing melemah
dan mata uang domestik menjadi menguat begitupun sebaliknya (Rusniar, 2009).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
2.4.
Penelitian Terdahulu
Penelitian M. Bayuandika (2008) Jurnal Ekonomi Volume 3 Nomor 2, tahun
2008. Pengaruh Laba/Rugi Selisih Kurs Terhadap Laba Bersih Perusahaan yang
Tergabung dalam LQ45 (2006-2008). Perusahaan yang tergabung dalam LQ45
mencapai puncak laba bersih pada tahun 2007 dan puncaknya laba atau rugi
selisih kurs terjadi pada tahun 2008.
Penelitian Suciwati, D.P. & Machfoedz, M. (2002). Pengaruh Risiko Nilai
Tukar Rupiah Terhadap Return Saham. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. 17 (4), 347360. Fluktuasi nilai tukar Rupiah akan menimbulkan risiko pertukaran yang
menguntungkan dan merugikan. Bila fluktuasi nilai Rupiah dalam kondisi normal
maka risikonya terhadap arus kas dan value perusahaan adalah menguntungkan.
Sedangkan bila terjadi depresiasi Rupiah maka risikonya terhadap arus kas dan
value perusahaan adalah merugikan. Menghasilkan hipotesis pertama yang
menyatakan pengaruh perubahan nilai tukar Rupiah terhadap perubahan arus kas
berbeda secara signifikan antara sebelum dan setelah tahun 1997 ditolak. Hasil ini
mengindikasikan bahwa risiko nilai tukar Rupiah yang khususnya dijelaskan
dengan eksposur ekonomi antara sebelum dan setelah terjadinya depresiasi
Rupiah adalah sama.
Penelitian Rudi Bambang Trisilo (2007) Jurnal Ekubank Volume 3, Edisi
November tahun 2007. Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Selama periode
Januari 2003 hingga Maret 2007, variabel yang memiliki arah atau kecendrungan
positif adalah IHSG Bursa Efek Jakarta, Kurs dollar Amerika Serikat, tingkat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
inflasi, uang beredar, pertumbuhan uang beredar, tingkat suku bunga SBI.
Sedangkan variabel yang tidak jelas arah atau kecenderungannya negatif adalah
return pasar saham BEJ dan perubahan kurs Dolar Amerika Serikat Terhadap
Return Pasar Saham Periode 2003-2007.
Penelitian Sulaiman D Muhammad, Adnan Hussain dan Adnan Ali (2009)
European Journal of Scientific Research, Volume 38, Nomor 1, ISSN 1450216X, tahun 2009. "Impact of Macroeconomics Variables on Stock Price :
Emperial Evidence in case of KSE (Karachi Stock Exchange)". (Pengaruh
Variabel Makroekonomi terhadap Harga Saham Studi Kasus pada KSE (Bursa
Efek Karachi)). Bahwa faktor internal perusahaan seperti meningkatkan produksi
dan pembentukan modal tidak berpengaruh signifikan sedangkan faktor eksternal
seperti nilai tukar dan cadangan adalah efek signifikan terhadap harga saham. Jadi
setelah periode pasca reformasi adalah efek positif harga saham.
Penelitian Emma Xiaoqin Fan (2002) Journal Asian Development Bank, ISSN
1655-5260, Nomor 11, November 2002. "Exchange Rate Arrangements of
DMCs". (Persiapan Nilai Tukar atas DMCs). Perubahan nilai kurs dapat merubah
harga-harga kompetitif dan peningkatan laba disebuah negara secara lebih luas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
Tabel 2.1
No.
Peneliti dan Tempat
1 Penelitian M. Bayuandika
(2008) Jurnal Ekonomi
Volume 3 Nomor 2, tahun
2008
Judul Penelitian
Pengaruh Laba/Rugi
Selisih Kurs Terhadap
Laba Bersih Perusahaan
yang Tergabung dalam
LQ45 (2006-2008)
Penelitian Suciwati, D.P. &
Pengaruh Risiko Nilai
Machfoedz, M. (2002) Jurnal Tukar Rupiah Terhadap
Ekonomi dan Bisnis. 17 (4), Return Saham
347-360
Hasil
Perusahaan yang tergabung dalam LQ45 mencapai
puncak laba bersih pada tahun 2007 dan puncaknya
laba/rugi selisih kurs terjadi pada tahun 2008.
3
Penelitian Rudi Bambang
Trisilo (2007) Jurnal Ekubank
Volume 3, Edisi November
tahun 2007
Analisis Pengaruh
Variabel Ekonomi
Makro Terhadap
Return Pasar Saham
Periode 2003-2007
Selama periode Januari 2003 hingga Maret 2007,
variabel yang memiliki arah atau kecendrungan positif
adalah IHSG Bursa Efek Jakarta, Kurs dollar AS,
tingkat inflasi, uang beredar, pertumbuhan uang
beredar, tingkat suku bunga SBI. Sedangkan variabel
yang tidak jelas arah atau kecenderungannya negatif
adalah return pasar saham BEJ dan perubahan kurs
dollar AS
4
Penelitian Sulaiman D
Muhammad, Adnan Hussain
dan Adnan Ali (2009)
European Journal of
Scientific Research, Volume
38, Nomor 1, ISSN 1450216X, tahun 2009
"Impact of
Macroeconomics
Variables on Stock
Price : Emperial
Evidence in case of
KSE (Karachi Stock
Exchange)". (Pengaruh
Variabel Makroekonomi
terhadap Harga Saham
Studi Kasus pada KSE
(Bursa Efek Karachi))
Bahwa faktor internal perusahaan seperti
meningkatkan produksi dan pembentukan modal
tidak berpengaruh signifikan sedangkan faktor
eksternal seperti nilai tukar dan cadangan adalah efek
signifikan terhadap harga saham. Jadi setelah periode
pasca reformasi adalah efek positif harga saham.
5
Penelitian Emma Xiaoqin Fan
(2002) Journal Asian
Development Bank, ISSN
1655-5260, Nomor 11,
November 2002
"Exchange Rate
Arrangements of
DMCs". (Persiapan
Nilai Tukar atas
DMCs)
Perubahan nilai kurs dapat merubah harga-harga
kompetitif dan peningkatan laba disebuah negara
secara lebih luas.
2
Fluktuasi nilai tukar Rupiah akan menimbulkan risiko
pertukaran yang menguntungkan dan merugikan. Bila
fluktuasi nilai Rupiah dalam kondisi normal maka
risikonya terhadap arus kas dan value perusahaan
adalah menguntungkan. Sedangkan bila terjadi
depresiasi Rupiah maka risikonya terhadap arus kas
dan value perusahaan adalah merugikan.
Menghasilkan hipotesis pertama yang menyatakan
pengaruh perubahan nilai tukar Rupiah terhadap
perubahan arus kas berbeda secara signifikan antara
sebelum dan setelah tahun 1997 ditolak. Hasil ini
mengindikasikan bahwa risiko nilai tukar Rupiah yang
khususnya dijelaskan dengan eksposur ekonomi
antara sebelum dan setelah terjadinya depresiasi
Rupiah adalah sama.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
B. Rerangka Pemikiran
Terjadinya beberapa kasus selisih kurs pada laporan keuangan, perusahaan
harus lebih berhati-hati dalam mengerjakan laporan keuangan perusahaan
terutama yang berkaitan dengan laba atau net profit margin, asset turn over,
return on asset, dan return on equity. Karena unsur tersebut sangat penting bagi
kelangsungan kegiatan perusahaan agar tidak mengalami kerugian akibat
kesalahan pelaporan keuangan yang dituangkan dalam laporan laba rugi akibat
selisih kurs.
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang mengukur jumlah laba bersih
per nilai Dolar penjualan, yang dihitung dengan membagi laba bersih dengan
penjualan. Apabila kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih
atas penjualan semakin meningkat maka hal ini akan berdampak pada
meningkatnya pendapatan yang akan diterima oleh para pemegang saham
(Brigham dan Houston, 2006:107).
Menurut Horne dan Wachowicz (2005:222) Asset Turn Over menunjukkan
efisiensi relatif penggunaan total aset perusahaan untuk menghasilkan penjualan.
Semakin tinggi rasio total asset turn over berarti semakin efisiensi penggunaan
keseluruhan aset di dalam menghasilkan penjualan. (Wild, at al, 1997)
mengungkapkan total asset turn over merupakan rasio yang digunakan untuk
menilai efektivitas dan intensitas aset dalam menghasilkan penjualan.
Return on asset menurut Munawir (2010:89) adalah salah satu bentuk dari
rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
perusahaan dengan keseluruhan dana yang digunakan untuk operasinya
perusahaan untuk menghasilka laba.
Pengaruh ROE terhadap perubahan laba, Return On Equity (ROE) termasuk
dalam rasio keuangan yang berhubungan dengan profitabilitas. ROE digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan
dari modal sendiri.
Sri Handaru Yuliati/Handoyo Prasetyo (2005:67), “Perbandingan nilai mata
uang. Kurs menunjukkan harga suatu mata uang jika dipertukarkan dengan mata
uang lain“. Harga jual menurut Mulyadi (2001:345), “Umumnya harga jual
produk/komoditi ditentukan oleh perimbangan permintaan dan penawaran
dipasar, sehingga biaya bukan merupakan penentu harga jual”. Definisi
mengenai laba bersih Soemarso (2005:54), “Selisih lebih pendapatan atas beban
– beban dan yang merupakan kenaikan bersih atas modal yang berasal dari
kegiatan usaha”.
Nilai suatu mata uang dapat berapresiasi atau terdepresiasi. Seperti yang
dinyatakan oleh Sri Handaru Yuliati/Handoyo Prasetyo, (2005:183), bahwa:
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (Financial Accounting Standard)-(FAS)
nomor 52, keuntungan atau kerugian karena translasi atau pertukaran nilai mata
uang, tidak mempengaruhi laba bersih periode berjalan, tetapi ia akan dicatat
dalam rekening cumulative translation adjustment (CTA). Akumulasi keuntungan
dan kerugian baru akan diakui dilaporan rugi laba, jika aset telah dilikuidasi atau
dijual.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
Proses translasi dengan metode apapun, pasti akan menghasilkan keuntungan
atau kerugian, jika terjadi perubahan kurs. Keuntungan atau kerugian karena
translasi mata uang ini tidak menimbulkan aliran kas masuk atau keluar, tetapi
hanya perubahan nilai karena proses akuntansi. Pertanyaan yang masih terus
didiskusikan adalah apakah keuntungan atau kerugian karena proses translasi
harus diakui pada laporan rugi laba tahun bersangkutan, ditunda ke periode
pelaporan berikutnya atau tidak perlu dicatat dalam pelaporan rugi laba.
Menurut teori tersebut dapat dikatakan bahwa perubahan nilai tukar akan
mengakibatkan perubahan tingkat inflasi. Dengan demikian perubahan dari
tingkat inflasi ini berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah. Dalam hal
ini dapat dikaitkan juga dengan harga jual yang ditentukan oleh perusahaan yang
mengacu pada harga jual komoditi internasional, sehingga hal tersebut dapat
berpengaruh terhadap laba bersih atau net profit margin, asset turn over, return
on asset, dan return on equity pada suatu perusahaan.
Perbedaan nilai tukar suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh
besarnya permintaan dan penawaran mata uang (Tajul, 2000:129). Kurs dapat
dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan
nilai mata uang yang stabil menunjukkan negara tersebut memiliki kondisi
Ekonomi yang relatif baik atau stabil (Dornbusch, 2008:453). Seperti yang telah
diketahui. Nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain relatif
tidak konstan atau bersifat fluktuasi. Setiap mata uang selalu menghadapi
kemungkinan terjadinya apresiasi dan depresiasi nilai tukar terhadap mata uang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
Negara lain. Demikian halnya yang terjadi dengan mata uang Indonesia yakni
Rupiah yang mengalami fluktuasi terhadap Dolar Amerika Serikat.
Fluktuasi nilai tukar yang terjadi akan sangat mempengaruhi berbagai aspek
dalam perusahaan pada khususnya. Seperti dikutip dalam Jurnal yang berjudul
“The Impact of Real Exchange Rate Movements on Service Sector” bahwa dalam
jurnal ini, ditemukan implikasi yang signifikan yaitu fluktuasi nilai tukar, yang
mana nilai tukar mempengaruhi profit (Baggs, Beaulieu, and Fung 2008:22).
Penelitian
tersebut
menjelaskan
bahwa
faktor
nilai
tukar
juga
dapat
mempengaruhi besarnya jumlah penerimaan profit sebuah perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat di bentuklah suatu paradigma
penelitian dari laba/net profit margin, asset turn over, return on asset, dan return
on equity sebelum dan sesudah fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar
Amerika Serikat secara sistematis pada gambar berikut :
Sebelum Fluktuatif
Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dolar Amerika Serikat
Sesudah Fluktuatif
Gambar 2.2
Rerangka Pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Net Profit Margin
Asset Turn Over
Return on Asset
Return on Equity
54
C. Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2002 : 39), hipotesis adalah “Jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban
yang diberikan baru didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data”.
Berdasarkan paradigma penelitian tersebut, penulis merumuskan kesimpulan
sementara yang masih perlu diuji kebenarannya sebagai berikut:
a) Ho : Tidak terdapat perbedaan antara Laba atau NPM sebelum dan sesudah
terjadinya fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
Ha : Terdapat perbedaan antara Laba atau NPM sebelum dan sesudah
terjadinya fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
b) Ho : Tidak terdapat perbedaan antara ATO sebelum dan sesudah terjadinya
fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
Ha : Terdapat perbedaan antara ATO sebelum dan sesudah terjadinya
fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
c) Ho : Tidak terdapat perbedaan antara ROA sebelum dan sesudah terjadinya
fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
Ha : Terdapat perbedaan antara ROA sebelum dan sesudah terjadinya
fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
d) Ho : Tidak terdapat perbedaan antara ROE sebelum dan sesudah terjadinya
fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
Ha : Terdapat perbedaan antara ROE sebelum dan sesudah terjadinya
fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download