BAB l PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia pada ibu hamil

advertisement
BAB l
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini
masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi. Angka anemia pada ibu hamil tetap saja masih tinggi
meskipun sudah dilakukan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan.
Prevalensi anemia ibu hamil masih lagi belum mengalami perubahan dari tahun
1995-2000, namun Departmen Kesehatan RI (Depkes RI) sampai dengan tahun 2010
akan berusaha menurunkan prevalensi anemia ibu hamil dari 51% menjadi 40%
(Depkes RI, 2000).
Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan
anemia dilakukan ketika ibu sedang hamil dan bukan dimulai dari sebelum
kehamilan. Berdasarkan Profil Kesehatan tahun 2010, didapatkan data bahawa
cakupan pelayanan K4 (kunjungan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal
sesuai standar paling sedikit empat kali) meningkat dari 80,26% pada tahun 2007
menjadi
86,04% pada
tahun 2008. Berbeda dengan
cakupan
pemberian
tablet Fe (besi) kepada ibu hamil yang mengalami penurunan yaitu dari 66,03% pada
tahun 2007 menjadi 48,14% pada tahun 2008 (Depkes RI, 2008).
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan
hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus immatur, partus
prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan
atonis), gangguan pada masa nifas (sub involusi rahim, daya tahan terhadap infeksi
dan stress, produksi ASI rendah), dan gangguan janin (abortus, dismaturitas,
mikrosomi, berat badan lahir rendah, kematian perinatal, dll) (Rukiyah, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Hemoglobin merupakan parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan prevalensi anemia. Pada ibu hamil akan terjadi penurunan kadar
hemoglobin karena penambahan cairan tubuh yang tidak sebanding dengan massa sel
darah merah. Penurunan ini terjadi sejak usia kehamilan 8 minggu sampai 32 minggu
sehingga ibu hamil itu mengalami anemia.
Pada penderita anemia atau lebih sering disebut sebagai pasien kurang darah
di mana kadar sel darah merah berada di bawah nilai normal. Penyebabnya bisa
karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah misalnya zat besi, asam folat dan
vitamin B12, tetapi yang paling sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat
besi (Rukiyah, 2010).
Hal ini akan menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sering
terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan atau janin lahir dengan berat badan
yang rendah (Depkes RI, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO) prevalensi anemia pada wanita
yang tidak hamil ialah 30,2% sedangkan untuk ibu yang hamil 47,40%. Kejadian
anemia bervariasi dikarenakan perbedaan kondisi sosial ekonomi, gaya hidup dan
perilaku mencari kesehatan dalam budaya yang berbeda. Anemia mempengaruhi
hampir separuh dari semua wanita hamil di dunia di mana 52% terdapat di negara
berkembang sedangkan 23% pada negara maju yang umumnya disebabkan
kekurangan gizi mikro, malaria, infeksi cacing dan schistosomiasis, infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan kelainan hemoglobin sebagai faktor tambahan
(WHO, 2008).
Pengumpulan data nasional pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1992, mencatatkan bahwa 63,5% perempuan hamil menderita anemia. Angka
ini menurun pada Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1995 menjadi
50,5% dan menjadi 40,1% pada tahun 2001 (Depkes, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Prevalensi anemia pada ibu hamil sangat tinggi di Provinsi Sumatera Utara
berdasarkan hasil survei tahun 1999 adalah sebesar 78,65%. Pada tahun 2002
menurun menjadi 53,8%. Namun angka ini masih tetap tinggi. Secara nasional, untuk
kategori kelompok anemia pada wanita, anemia ibu hamil menduduki urutan kedua
setelah anemia pada remaja putri (Diskes sumut, 2004).
Anemia bisa muncul sebelum kehamilan atau timbul ketika kehamilan sedang
berlangsung. Jika ibu hamil tersebut sudah menderita anemia saat sebelum
kehamilan, anemia pada ibu tersebut cenderung untuk bertambah berat. Anemia
defisiensi zat besi merupakan anemia yang paling sering diderita oleh ibu hamil.
Anemia defisiensi zat besi ini bisa terjadi akibat kadar pemasukan unsur besi yang
tidak adekuat dari makanan ke tubuh lantaran makanan tersebut memang kurang
unsur besinya atau karena adanya gangguan pencernaan sehingga zat besi tersebut
tidak bisa di serap tubuh. Bisa juga terjadi akibat terlalu banyak zat besi yang keluar
dari tubuh karena berlakunya perdarahan, seperti penyakit wasi yang kronis
(Solihah, 2010).
Anemia pada ibu hamil akan menambahkan risiko ibu untuk melahirkan Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) di samping risiko perdarahan sebelum dan pada saat
persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya jika ibu hamil
tersebut menderita anemia yang berat (Depkes RI, 2008). Hal ini disebabkan karena
kurangnya suplai darah nutrisi dan oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh
pada fungsi plasenta terhadap janin. Oleh itu, perlu dilakukan pemeriksaan kadar
hemoglobin untuk mendeteksi apakah seseorang itu menderita anemia atau tidak.
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan sampai
42 minggu dan berat badan lahir 2500-4000 gram (Jitowiyono & Weni, 2010). Bayi
berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat kurang dari
2500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah
Universitas Sumatera Utara
lahir. Berat badan lahir rendah ini merupakan salah satu faktor utama yang
berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal (Depkes RI, 2008).
Berat badan merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui satu
proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut :
1) Faktor internal
Yaitu meliputi umur ibu, jarak kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status
gizi ibu hamil, pemeriksaan kehamilan dan penyakit pada masa kehamilan.
2) Faktor eksternal
Yaitu meliputi kondisi lingkungan, asupan gizi dan tingkat sosial ekonomi ibu
hamil.
3) Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi
Pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC).
WHO memperkirakan bahwa prevalensi BBLR dinegara maju sebesar
3-7% dan di negara berkembang berkisar antara 13-38%. Untuk Indonesia belum ada
angka pasti secara keseluruhan, hanya perkiraan WHO pada tahun 1990 adalah
14% dari seluruh kelahiran hidup (Moehji, 2003).
1.2
Rumusan Masalah
Anemia pada kehamilan adalah permasalahan yang sangat sulit diatasi.
Anemia dalam kehamilan berdampak pada kesejahteraan ibu dan janin baik pada
masa hamil, bersalin dan masa nifas serta perkembangan dan pertumbuhan bayi yang
dilahirkan. Anemia pada kehamilan akan menambah risiko kelahiran bayi berat badan
lahir rendah. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah
terdapat hubungan berat badan lahir bayi dengan ibu hamil yang menderita anemia
dan tidak menderita anemia.
Universitas Sumatera Utara
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Utama
Untuk mengetahui hubungan berat badan lahir bayi dengan ibu hamil yang
menderita anemia dan tidak menderita anemia di RSUP Haji Adam Malik pada
tahun 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi kejadian berat badan lahir rendah pada ibu hamil
yang menderita anemia.
2. Untuk mengidentifikasi kejadian berat badan lahir rendah pada ibu hamil
yang tidak anemia.
3. Mengetahui hubungan kejadian berat badan lahir rendah pada ibu hamil
yang menderita anemia berdasarkan prevalensi kelahiran bayi dari ibu
anemia di RSUP Haji Adam Malik.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Memberikan penyuluhan di samping upaya kuratif dan rehabilitatif kepada
ibu hamil dan institusi pelayanan.
1.4.2 Sebagai bahan masukan dan dapat menginformasikan bagi masayarakat dan
pihak terkait lainnya sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan anemia.
1.4.3 Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
Download