Peranan Pajak Emisi Gas CO2 Bahan Bakar Fosil

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Eksternalitas dan Pajak Lingkungan
Masalah lingkungan sangat beragam, tetapi pada umumnya disebabkan
karena penggunaan yang berlebihan (overuse) dari sumber daya alam atau karena
adanya emisi dari polutan yang membahayakan. Tujuan kebijakan lingkungan
adalah untuk memodifikasi, memperlambat ataupun menghentikan ekstraksi dari
sumberdaya alam tersebut termasuk mengurangi atau mengelimasi emisi,
mengubah pola konsumsi dan produksi kearah yang berkelanjutan. Hal ini perlu
dilakukan karena adanya eksternalitas yang ditimbulkan dari penggunaan
sumberdaya alam tersebut. Externalitas dapat positip atau disebut ”external
economies” dapat juga berupa eksternalitas negatip atau disebut ”external
diseconomies”.
Eksternalitas
lingkungan
pada
umumnya
adalah
negatif
( detrimental externalities) yaitu dimana suatu kegiatan yang dilakukan akan
mengakibatkan kerugian biaya kepada pihak lain, sedangkan biaya kerusakan itu
sendiri tidak dibayar oleh pencemar. Groosman,Britt (1999) menyatakan bahwa
eksternalitas terjadi apabila produksi dan konsumsi dari suatu produk langsung
mempengaruhi bisnis ataupun konsumen yang tidak ikut didalam proses pembelian
dan penjualan tersebut . Selain itu juga karena pengaruh limpahan (spillover) yang
tidak ter-refleksikan didalam harga pasar. Hartwick dan Olewiler dalam
Fauzi,Akhmad (2004) menggunakan terminologi lain dalam menggambarkan
eksternalitas. Keduanya membedakan antara eksternalitas privat dan eksternalitas
publik. Eksternalitas privat hanya melibatkan beberapa individu dan tidak
menimbulkan limpahan (spillover) kepada pihak lain, sementara eksternalitas
publik terjadi manakala barang publik dikonsumsi tanpa pembayaran yang tepat.
Eksternalitas yang telah disebutkan diatas adalah merupakan konsep eksternalitas
statis, karena tidak ada keterlibatan variabel waktu didalamnya.
Masalah eksternalitas tersebut oleh pemerintah dapat diatasi melalui
instrumen kebijakan dalam bentuk peraturan atau disebut regulasi (command and
control ) atau dapat juga diatasi melalui kebijakan yang berorientasi pasar yaitu
dalam bentuk instrumen ekonomi ( economic instruments ).
15
Adanya fenomena pemanasan global dan kerusakan lingkungan yang
disertai kelangkaan sumberdaya alam pada saat ini memerlukan perhatian dimana
kita perlu melihat kembali kebijakan yang berorientase ekonomi (fiskal atau pajak)
tersebut agar biaya lingkungan yang disebabkan oleh eksternalitas negatif dapat
dimasukkan kedalam sistem ekonomi, kemudian meyakinkan kebijakan yang
dibuat bergerak kearah pengendalian dan perlindungan yang kita kehendaki. Dan
yang tidak kalah penting adalah mengurangi ketergantungan terhadap sumberdaya
yang tak terbaharui. Fauzi,Akhmad ( 2004) dari persepektif ekonomi, menjelaskan
bahwa pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomis sumberdaya
akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk
menyuplai barang dan jasa, namun juga dari dampak pencemaran tersebut terhadap
kesejahteraan masyarakat. Pencemaran akan tetap ada sebagai hasil dari aktivitas
ekonomi, tetapi jalan terbaik adalah mengendalikan pencemaran tersebut ketingkat
yang paling efisien.8)
Pajak lingkungan khususnya pajak emisi sebagai salah satu dari instrument
ekonomi dapat memainkan peran penting untuk mengurangi kerusakan lingkungan
tersebut. Menurut Japan Centre for a Sustainable and Society (JACSES) pajak
lingkungan adalah : Perjanjian umum yang dibuat berdasarkan tujuan dan fungsi
sebagai berikut :
ƒ
sebagai suatu insentif untuk mengurangi beban lingkungan dan menjaga
lingkungan itu sendiri. Dengan mentranslasikan biaya kerusakan lingkungan
atau kelangkaan sumber daya alam kedalam biaya yang sesuai. Pajak
lingkungan membantu untuk melakukan tekanan ekonomi kepada pihak-pihak
yang merusak lingkungan dan dengan cara yang sama dapat mengurangi beban
ekonomi kepada pihak-pihak yang ikut berkontribusi dalam menjaga
lingkungan.
8)
Hoeller,Peter dan Wallin,Markku(1991), The International Panel on Climate Change (IPCC) dalam laporannya
menyatakan bahwa proyeksi business-as–usual (BAU) dapat menaikkan suhu pemanasan global pada kisar
o
o
0,2 sampai 0,5 C per dekade pada seratus tahun yang akan datang dan untuk memperlambat laju pemanasan
o
sampai 0,1 C per dekade perlu mengurangi separoh dari level emisi pada saat ini.
16
ƒ
Sebagai alat untuk menjaga lingkungan melalui pendapatan pajak. Pendapatan
pajak tersebut dapat digunakan kembali untuk mengurangi pembayaran tenaga
kerja dalam bentuk pajak pendapatan maupun pajak perusahaan.
Objek dari pajak lingkungan adalah biaya eksternalitas lingkungan yang
terdapat dalam harga, sehingga konsumen dan produsen memiliki insentif untuk
membatasi/mengurangi polusi dan memperlakukan sumberdaya alam dengan cara
lebih bertanggung jawab. Harga setiap unit produk seharusnya mereflesikan biaya
sebenarnya dari penggunaan sumberdaya alam tersebut dan harga barang juga
sekaligus akan memotivasi masyarakat untuk menggunakan sumberdaya alam
dengan cara yang bijaksana dan kesadaran yang tinggi.
Menurut seri lingkungan No 1, mengenai pajak lingkungan (Implementation and
Environmental
Efectiveness,
(Copenhagen.1996),
alasan
utama
untuk
yang
efektif
untuk
menggunakan pajak lingkungan adalah :
▪
Karena
pajak
lingkungan
adalah
instrumen
menginternalisasikan eksternalitas, karena biaya kerusakan dan pelayanan
lingkungan langsung dimasukkan kedalam harga produk
▪
Memberikan insentif kepada konsumen dan produsen untuk mengubah perilaku
kearah eco-efficient dalam menggunakan sumberdaya alam, memberikan
stimulus untuk berinovasi, perubahan struktural dan patuh terhadap peraturan
▪
Dapat menaikkan pendapatan yang dipakai untuk memperbaiki pengeluaran
lingkungan, mengurangi pajak pendapatan tenaga kerja, kapital dan
penghematan
▪
Merupakan alat kebijakan yang efektif
untuk mengatasi masalah prioritas
lingkungan seperti emisi kendaraan, limbah, bahan kimia yang dipakai dalam
sektor pertanian.
48
Corpuz,Catherine (2003) menyatakan bahwa pajak lingkungan adalah bagian
penting dari Market Based Instrument (MBI) dan pajak emisi adalah salah satu
dari pajak lingkungan tersebut. 9)
Pajak emisi adalah pembayaran secara langsung yang berhubungan dengan adanya
emisi. Pajak emisi ini ditujukan langsung pada pihak pencemar yang mengeluarkan
emisinya kedalam lingkungan, umumny terhadap sumber tetap. 10)
2.2
Pajak Karbon Dan Energi
Pajak energi berbeda dengan pajak emisi. Perbedaan tersebut dapat dilihat
dari tujuan dan cara bagaimana pajak tersebut diberlakukan. Pajak energi ( Zhang,
Z Xiang dan Baranzini,Andrea, 2003 ) adalah jenis pajak yang besarnya secara
absolut tetap misalnya rupiah per ton, rupiah per kilowatt-hour, rupiah per British
thermal unit. Jadi pajak energi dikenakan terhadap bahan bakar fosil ataupun
sumber energi yang bebas emisi ataupun sumber bahan bakar yang memenuhi
batas emisi yang ditetapkan. Pajak energi tidak terkait dengan tingkat emisi yang
dikeluarkan. Jika tujuannya adalah untuk mengurangi emisi gas CO2, maka yang
efektif adalah mengenakan pajak karbon. Pajak karbon dapat ditransformasi ke
pajak CO2 karena satu ton karbon ekivalen dengan 3,67 ton CO2. Walaupun pajak
energi itu sendiri dapat mengurangi tingkat emisi, tetapi dalam implementasinya
pajak
energi
tidak
tepat
untuk
tujuan
mengurangi
emisi
CO2
(Kageson,1991;Cline,1992; Jorgenson and Wilcoxen,1993; dikutip dari Zhang,Z
Xiang dan Baranzini,Andrea,2003).
9)
Menurut EEA ( Europen Environment Agency, Copenhagen (1996), pajak lingkungan terdiri dari
cost-recovering charges, incentive taxes dan fiscal environmental tax. Fiscal environmental tax
inilah disebut “green Tax Reform” yang terdiri dari pajak energi dan pajak bukan energi termasuk
pajak CO2
10)
Corpuz,Catherine (2003 ). Pollution Tax for Controlling Emssion From The Manufacturing and
Power Generation Sectors:Metro Manila”. Regulasi langsung (Regulasi) yang digunakan oleh
Filipina dengan memberikan batas atas emisi tidak memberikan insentif kepada industri untuk
mengendalikan polusi pada tingkat yang dikehendaki oleh pemerintah. Selalu dihadapkan oleh
kesulitan dalam menegakkan peraturan tersebut dan biaya administrasi yang tinggi.
18
Pajak emisi atau pajak karbon dapat mengurangi emisi melalui pengaruh
mekanisme harga dari bahan bakar yang dikonsumsi. Oleh sebab itu pajak emisi
merupakan instrumen kebijakan yang baik dalam mengurangi emisi (emisi CO2).
Dilihat dari segi produksi, maka pajak energi secara umum berorientasi input
bukan output, sedangkan pajak emisi berorientasi bisa input atau output.
Pajak emisi pada dasarnya bukan untuk menciptakan pendapatan (fiscal objective)
bagi pemerintah, tetapi di-disain dengan tujuan untuk pengendalian lingkungan
seperti pengurangan emisi, mengubah perilaku pencemar akan tindakannya dalam
merusak lingkungan. Studi yang dilakukan oleh Scrimgeour et.al ( 2005 ) untuk
kasus New Zealand menunjukkan bahwa pajak karbon lebih efektif dibandingkan
dengan pajak energi ataupun pajak petroleum. 11) Secara umum pajak energi dapat
dikenakan sebagai pajak yang didasarkan pada output ( contohnya pemanasan atau
listrik) sebagai pajak yang didasarkan pada input atau sebagai emission charged
dari pembakaran bahan bakar fosil. 12)
Pajak karbon merupakan pajak emisi dan merupakan jenis dari pajak
lingkungan yang dikenakan pada konsumsi yang mengkonsumsi bahan bakar
seperti batubara, minyak dan gas. Kadar kandungan karbon dari setiap bahan bakar
tersebut menentukan besarnya nilai pajak. Bila suatu produk dikenakan pajak
karbon, maka harga dari produk tersebut akan mengalami kenaikan.
11)
Hasil studi dari Scrimgeour,Frank et.al ;”Reducing Carbon Emission ? The Relative
effectiveness of Different Types of Environmental Tax: The Case of New Zealand” dengan CGE
untuk kasus New Zealand menunjukkan bahwa dampak dari pajak karbon dan pajak energi hampir
sama. Pajak energi akan mengurangi konsumsi sebesar 13 persen dibandingkan dengan 14% unuk
pajak karbon. Emisi CO2 berkurang sebesar 16% untuk pajak energi dan 18% untuk pajak karbon.
Sementara pajak petroleum kurang efektif. Pajak karbon dan pajak energi keduanya memberikan
dampak makro dalam bentuk mengurangi GDP kira-kira sebesar 0,385% sedangkan pajak
petroleum akan mengurangi GDP sebesar 0,29%
12)
Menurut ESCAP Virtual Conference: Charge atau pajak adalah pembayaran yang dikenakan
pada polutan sesuai dengan proporsi dari polutan yang dilepaskan ke lingkungan. Charge dibuat
berdasarkan “Polluter Pay Principle”. UNEP- REPORT 1997 Menjelaskan bahwa charge system
pada umumnya dipakai untuk melindungi sumberdaya dari limbah atau emisi yang dibuang ke
lingkungan dan tidak dimasukkan kedalam instrument fiskal, tetapi dipisahkan kedalam sistem
charge.
19
Kenaikan harga akan mengurangi permintaan dan pada akhirnya akan mengurangi
emisi CO2. 13) Karena pajak karbon ditentukan berdasarkan kadar karbon yang ada
dalam masing-masing bahan bakar, maka harga dari bahan bakar akan bervariasi
sesuai dengan besarnya nilai pajak yang dikenakan untuk masing-masing bahan
bakar. Oleh sebab itu konsumen akan melakukan pilihan dengan kesadaran akan
segala konsekuensi dari pilihan yang dibuatnya.
Menurut PEANZ ( Petroleum Exploration Association of New Zealand ),
dokumen implementasi pajak karbon yang dikeluarkan pada bulan Juli 2005, ada
dua prinsip dasar dalam mekanisme pajak karbon :
▪
Tujuan utama dari pajak adalah untuk menginformasikan kepada pemakai akhir
dari energi yang digunakannya agar dapat membuat keputusan yang akan
memberikan benefit terhadap atmosfir. Untuk penyederhanaan, maka pajak
haruslah dikenakan pada pihak sejauh mungkin dari rantai distribusi dan
disampaikan kepada pemakai akhir sepenuhnya agar informasi tersebut dapat
dipakai untuk membuat keputusan.
▪
Karena pajak merupakan mekanisme fiskal, sebagai konsekuensi, setiap
pendapatan dari pajak karbon akan di ”recycle” kedalam sistem ekonomi
melalui pengurangan pajak yang lain.
Hasil studi mengenai interaksi antara pajak yang berlaku sekarang terhadap
energi dan penggunaan pajak karbon untuk mengurangi emisi gas CO2
( Peter
Hoeller and Jonathan Coppel,1992 ) terhadap 20 negara termasuk negara OECD,
menunjukkan bahwa ada hubungan antara besarnya pajak karbon per ton dengan
persentase pengurangan emisi.14)
13)
Laporan yang dikeluarkan oleh .The Royal Society (Nov 2002).”Economic Instruments for the
Reduction of Carbon Dioxide Emission”. Pajak karbon akan menaikkan biaya bahan bakar dan
harus mengurangi permintaan akan bahan bakar tersebut dan konsumen akan berpindah ke bahan
bakar dengan sumber karbon rendah. Halk ini akan tergantung dari elastisitas permintaan.
Elastisitas jangka pendek (short-run) negara OECD untuk gasoline pada kisar -0,15 sampai -0,38
dan jangka panjang -1,05 sampai -1,40 )
14)
Adalah hasil studi dari Hoe Hoeller,P and Coppel,J (Paris, 1992). Energy Taxation and Price
Distortions in Fossil Fuel Markets: Some Implications for Climate Change Policy.
OECD.Economic Department.Working Papers No 110.
20
Nedergaard,Mette ( 2005 ) dalam suatu survey dari aplikasi penggunaan instrument
ekonomi untuk kebijakan energi dan perubahan iklim untuk beberapa negara
Eropa memberikan empat alasan penggunaan pajak lingkungan, (1) karena pajak
lingkungan adalah instrument yang efektif untuk menginternalkan eksternalitas,(2)
memberikan
insentif
untuk
mengubah
perilaku,(3)
meningkatkan
pendapatan dan (4) alat yang efektif dalam mengurangi sumber polusi dalam
jangka panjang. 15)
Pada tabel 1 dapat dilihat tujuan dan objek dari pajak karbon, pajak energi
dan pajak emisi yang diterapkan pada negara Eropa Utara.
Tabel 1. Pajak karbon pada beberapa negara Eropa Utara
Negara
Jenis
Nilai pajak (Rate)
Tahun
Obyek
Diperkenalkan
mulai tahun 1990
Efek insentif:penghematan
Gasoline,light fuel oil,heavy fuel
BBF untuk mengurangi
Pajak masuk ke
oil,diesel oil,natural gas, coal
CO2,promosi investasi-hemat
general fund
dan peat (kecuali BBF untuk
energi dan substitusi produk
Listrik)
karbon rendah
Tujuan
Aliran Dana
Pajak Karbon
Mulai dari 26 Mk/tC s/d
260 Mk/tC
Denmark
Pajak CO2
100 Dkr/tCO2 meningkat
s/d 200 Dkr/tCO2 tahun
Sejak 1993
1996 dan s/d 6000
Dkr/tCO2 tahun 2000
Light fuel oil, heavy oil,diesel
oil,LPG,coal dan residual
fuel(kecuali untuk gasoline,
natural gas dan bio diesel)
Efek insentif:penghematan
BBF untuk mengurangi
CO2,promosi investasi-hemat
energi dan substitusi produk
karbon rendah
Pajak bukan
untuk
meningkatan
pendapatan
Nederland
Pajak karbon
dan energi
50% pajak energi dan
50% pajak karbon : 5,16
DGL/tCO2 dan 0,3906
DGL/Gj untuk energi
Sejak 1992
Gasoline, light fuel oil, heavy
fuel oil, diesel oil, natural gas
atau residual oil
Pengendalian emisi CO2
Pajak masuk ke
spesial fund
untuk
lingkungan
Norwegia
Pajak karbon
676 NKr/tC s/d 1350
NKr/tC
Sejak 1991
Gasoline, light fuel oil, heavy oil,
diesel oil, natural gas dan gas Efek insentif : untuk
yg dibakar dari lapangan minyak mengurangi emisi CO2
di laut
Pajak untuk
general account
Swedia
Pajak karbon
370 SKr/tCO2 -1996 s/d
380 SKr/tCO2 1997
Sejak 1991
Gasoline, light fuel oil, heavy oil,
Efek insentif : untuk
diesel oil, LPG,natural gas,coal
mengurangi emisi CO2
(kecuali untuk listrik)
Pajak
berhubungan
dgn general
account
Finlandia
Sumber: Diolah dari data research panel on economic instrument such as taxion and
charges in environmental policies. Chapter 1: Situation of Environmental Taxes
of Foreigh Countries. Dari website :
http://www.env.go.jp/en/rep/tax/ch1.html. 14Juli 2005.
15)
Baumert,Kevin ( 1998 ), Carbon Taxes vs Emission Trading: What the difference, and Which is
Better. Menyatakan bahwa pajak karbon dan semua pajak lingkungan adalah instrument kebijakan
yang bersifat “price-based”. Pajak menaikkan harga barang dan pelayanan dan akan mengurangi
kuantitas permintaan, ini disebut “price-effect” sedangkan trading permits atau emission trading
adalah instrument kebijakan berdasarkan “quantity-based”. Walaupun keduanya adalah merupakan
“market-based” cara kerjanya berbeda. Pajak karbon menetapkan biaya marjinal untuk emisi karbon
dan mengizinkan perubahan dari emisi yang dikeluarkan sementara emission trading menetapkan
jumlah emisi karbon yang dikeluarkan dan membiarkan harga berfluktuasi sesuai dengan
mekanisme pasar.
48
Pada tabel 2 dapat dilihat persentase pendapatan pajak lingkungan
termasuk pajak transportasi terhadap GDP dan persentase pajak energi terhadap
GDP . Menurut laporan dari OECD dan IEA (2003) instrumen pajak
sering
digunakan oleh pembuat kebijakan untuk mempromosikan pengembangan energi
terbarukan dan teknologi untuk efisiensi energi dari pada bertujuan untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca.
.Tabel 2. Persentase pajak lingkungan ( tidak termasuk energi) dan pajak energi
terhadap GDP
Lingkungan
% GDP
% Pendapatan Pajak % GDP
Austria
0,7
1,6
1,4
Belgium
0,5
1,1
1,6
Denmark
2,2
4,3
2,2
Jerman
0,6
1,4
2,1
Yunani
0,4
1,2
1,5
Finlandia
0,1
0,2
2,2
Perancis
0,5
1,1
2
Irlandia
1,4
4
1,8
Itali
0,5
1,2
3,1
Luxemberg
0,2
0,5
3,1
Netherland
2,6
5,9
1,5
Portugal
0,1
0,3
3
Spanyol
1
2,7
1,9
Swedia
0,4
0,8
2,6
UK
0,6
1,7
2,2
EU 15*
0,7
1,7
2,2
* terdiri dari 15 anggota negara Uni Eropa (EU)
Negara
Energi
% Pendapatan Pajak
3,2
3,4
4,3
4,8
4,6
4,7
4,5
5,2
7,7
7
3,4
8,4
5,2
5,1
6,3
5,2
Sumber : Final report : Study on the economic and environmental implications of the use
of environmental taxes and charges in the Europw Union and its member states.
ECOTEC, research & consulting. April 2001
Pada tabel 3 dapat dilihat instrumen kebijakan pajak yang telah
diimplementasi ataupun direncanakan oleh beberapa negara di Eropa. Pada table
tersebut dapat dilihat pendekatan implementasinya, pajak energi atau CO2 dan
perdagangan (trading).
22
Tabel 3. Instrumen pajak yang telah diimplementasikan dan direncanakan dibeberapa
negara Eropa.
Negara
Pendekatan sukarela
Pajak
(Voluntary Approach) Energi
Industri
Australia
x
Austria
x
x
Belgia
x
x
Kanada
x
Emisi
Trading
Energi terbarukan
x*
x
x
x
x
Check Republik
x
Denmark
x
x
x
Estonia
x
x
Finlandia
x
x
Perancis
x
x**
x
Jerman
x
x
x
Itali
x
x
Jepang
x
Belanda
x
Selandia Baru
x
Norwegia
x
x
Swedia
x
x
Swiss
x
x
UK
x
x
USA
x
x
x
x
x
x
x
Slovakia
x
x
x
x
x
x
x
x*
x*
* pada level negara bagian
** rencana saat ini dihentikan
Sumber: OECD and IEA information paper (2003) OECD environment directorate and
international energy agency. Policies to reduce greenhouse gas emission in
industry-successful approaches and lessen learned:workshop report.
2.3
Emisi Per Kapita, Energi dan Karbon Intensitas
Berdasarkan studi yang pernah dilakukan maka ada hubungan kuat antara
emisi, populasi dan GDP dimana pertumbuhan ekonomi dan populasi sebagai
pemicu emisi. Model ekonomi perubahan iklim global banyak menggunakan
pendekatan keseimbangan makro ekonomi dimana GDP berhubungan dengan
masalah investasi dan konsumsi melalui model produksi Cobb Douglas.
Distribusi emisi per kapita pada setiap negara tergantung dari faktor yang
mempengaruhinya dari waktu ke waktu. Menurut identifikasi dari Kaya besarnya
karbon yang dikeluarkan sebagai emisi CO2 tergantung pada :
M = Nx (GDP/N) x (E/GDP) x (C/E)
dimana M adalah emisi CO2 ( dalam kg karbon), N adalah populasi (dalam orang),
GDP dalam rupiah per tahun, GDP/N adalah pendapatan per kapita ( dalam rupiah
23
per orang per tahun), E dalam watt, E/GDP adalah intensitas energi ( Watt tahun
per rupiah ), C/E adalah intensitas karbon (dalam kgC/W tahun)
McKibbin,Warwick dan Stegman,Alison (2005) menyatakan bahwa
hubungan emisi, GDP dan intensitas emisi dapat dilihat melalui persamaa berikut :
Emisi = Populasi x GDP/kapita x Emisi/GDP
Atau E = P x GDPPC x I
Dimana GDPPC adalah GDP per kapita, P adalah populasi dan I adalah intensitas
emisi. Kalau populasi, pendapatan per kapita dan intensitas emisi adalah faktor
yang tidak saling ketergantungan, maka laju emisi akan terjadi jika ada perubahan
terhadap ketiga variabel tersebut.
Hubungan dari faktor tersebut menurut Beumart,Kevin et.al 2005 dapat
dilihat dari model yang sederhana dengan menggunakan empat faktor yaitu level
kegiatan, struktur, intensitas energi dan fuel mix.
A.
CO2 = Populasi x GDP/orang x Energi/GDP x CO2/Energi
Energi/GDP adalah intensitas energi dan CO2/Energi adalah fuel mix
Intensitas emisi CO2 adalah fungsi dari dua variabel. Variabel pertama adalah
intensitas energi dan variabel kedua adalah fuel mix.
B.
CO2/GDP =
Energi/GDP x CO2/Energi
CO2/GDP disebut intensitas karbon dan merupakan perkalian antara intensitas
energi dengan fuel mix. Intensitas energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi
per unit dari GDP. Intensitas energi mereflesikan level efisiensi energi dan struktur
ekonomi secara keseluruhan termasuk kadar kandungan karbon dari produk yang
diimpor dan diekspor. Faktor yang tidak terwakili dalam persamaan A adalah
struktur. Sebagai contoh jika sebuah kendaraan yang mengkonsumsi jumlah bahan
bakar yang besar jika diganti dengan
menurunkan emisi.
jenis kendaraan hemat energi akan
Level dari intensitas energi tidak berhubungan langsung
dengan pembangunan ekonomi. Intensitas energi pada negara berkembang
cenderung lebih tinggi dari negara industri karena secara umum pada negara
berkembang GDP yang tinggi berasal dari industri manufaktur yang menggunakan
24
energi intensif sedangkan pada negara industri GDP yang tinggi berasal dari
sektor pelayanan yang memiliki karbon rendah. Komponen kedua dari intensitas
emisi adalah fuel mix atau secara spesifik adalah kadar karbon dari energi yang
dikonsumsi pada suatu negara.16)
.
Gambar 6. Intensitas energi dan karbon 25 negara European Union
Sumber : European union energy & transportation in figures, edisi 2004,
Part 2 : Energy.
Pada gambar 6 dapat dilihat intensitas energi dan intensitas karbon untuk 25
negara Eropa (anggota EU). GIC adalah gross inland consumption. Intensitas
karbon adalah emisi CO2/gross inland consumption dan intensitas energi adalah
gross inland consumption of energy/GDP. GDP adalah berdasarkan harga 1995.
Indikator yang sama untuk 15 negara anggota EU dapat dilihat pada gambar 7
16)
McDougall,RA (1993),Short-Run Effects of Carbon Tax. Centre of Policy Studies,Monash
University. Untuk menentukan pengaruh dari pajak karbon pada harga bahan bakar, kita perlu
mengetahui intensitas emisi untuk tiap-tiap bahan bakar yaitu jumlah kuantitas CO2 yang
dikeluarkan apabila bahan bakar dibakar dibagi dengan nilai dari bahan bakar tersebut (kt CO2/$m).
25
Gambar 7. Tren intensitas energi dan karbon 15 anggota European Union
Sumber : European union energy & transportation in figures, edisi 2002,
Part 2 :Energy.
2.4
Emisi dan Pertumbuhan Emisi Gas CO2
Beberapa gas rumah kaca terjadi di atmosfir secara alamiah sedangkan gas
rumah kaca lainnya terjadi sebagai akibat dari hasil kegiatan manusia. Gas rumah
kaca yang terjadi secara alamiah tersebut seperti uap air, karbon dioksida, metan,
oksida nitrogen dan ozon. Dengan adanya kegiatan manusia maka level dari
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir meningkat. Menurut UNFCC, gas rumah
kaca yang utama adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4), oksida nitrogen
(N2O),
perflouorocarbon
(PFCs),
Hydrofluorocarbons(HFCs)
dan
sulfur
heksaflorida (SF6). Menurut IPCC konsentrasi CO2 pada tahun 2100 akan berada
pada kisar 650 sampai 970 ppm jauh melebihi pada tingkat pra-industri (280 ppm).
Pada 200 tahun terakhir lebih dari 2.3 bilyar ton CO2 telah dilepaskan ke atmosfir
yang disebabkan oleh kegiatan manusia melalui konsumsi bahan bakar fosil dan
perubahan penggunaan lahan ( Baumert,Kevin et al 2005 ). Lima puluh persen
dari jumlah emisi tersebut telah dilepaskan dalam periode 30 tahun mulai dari
1974 sampai 2004.
Menurut
laporan World Resources Institute (2005),
peningkatan absolut CO2 terjadi pada tahun 2004 dengan lebih dari 28 milyar ton
dilepaskan ke atmosfir bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil.
Peningkatan konsentrasi ini akan berdampak pada kenaikan suhu permukaan bumi
pada kisar 1,4 dan 5,8 derajat Celcius antara tahun 1990 dan 2100. Protokol Kyoto,
jika diimplementasikan hanyalah merupakan langkah awal dan menurut IPCC
26
untuk menstabilkan atmosfir dari CO2 ketingkat 450 ppm haruslah menurunkan
CO2 pada level dibawah tahun 1990 dalam beberapa dekade yang akan datang. 17)
Dampak dari peningkatan suhu pemanasan global tersebut adalah
perubahan akan produksi pertanian, suplai air, hutan dan ketidakpastian
pengembangan sumberdaya manusia. Dampak kerusakan akan mempengaruhi
populasi sebagian besar penduduk dunia, terutama penduduk pada negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. Gambar 8 dapat dilihat kenaikan emisi gas CO2
yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Pada gambar 9 dapat dilihat
pertumbuhan gas rumah kaca mulai tahun 1990 – 2002.
Korea Selatan, Iran, Indonesia, Saudi Arabia dan Pakistan mengalami
pertumbuhan cukup besar dalam kontribusi gas rumah kaca. Pada gambar 10 dapat
dilihat persentasi dari gas rumah kaca menurut sektor, dimana sebanyak lebih
kurang 61.4% gas rumah kaca berasal dari produksi dan pembakaran bahan bakar
fosil ( batubara, minyak dan gas )
Gambar 8. Emisi gas CO2 global dari pembakaran BBF 1900-2004
Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the numbers. greenhouse gas
data and international climate policy, World Resources Institute
17)
Menurut IEA ( International Energy Agency ) .OECD/IEA, 2002 level proyeksi global emisi
global tahun 2015 adalah 9 GtC sedikit lebih tinggi dari perkiraan IPCC. Untuk kembali ke level
tahun 1990 – pada 5.8 GtC perlu pengurangan sebesar 36% dari level tahun 2015.
27
Gambar 9. Pertumbuhan emisi gas rumah kaca, 1990 – 2002
Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the numbers. greenhouse gas
data and international climate policy, World Resources Institute
Sektor
Energi
Bukan
Energi
Listrik dan
pemanasan
24,6%
Perubahan
penggunaan
lahan 18,2%
Transportasi
13,5%
Pertanian
13,5%
Industri
10,4%
Pembakaran
lainnya 9,0%
Fugitative dan
proses industri
7,3%
Limbah
3,6%
Gambar 10. Persentasi emisi gas rumah kaca global menurut sektor
Sumber : Baumert,Kevin. et al 2005, Navigating the numbers. greenhouse
gas data and international climate policy, World Resources Institute
Tabel 4 menunjukkan faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan CO2 dari 25
negara penghasil gas rumah kaca terbesar. Pertumbuhan emisi CO2 mengalami
peningkatan yang cukup tinggi pada negara-berkembang pada periode 1990-2002
yaitu Indonesia 97%, Korea Selatan 97%, Iran 93% dan Saudi Arabia 91%.
Pertumbuhan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Pada gambar 11 dapat dilihat
negara yang berkontribusi terhadap gas rumah kaca utama.
28
Tabel 4. Faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan emisi gas CO2, 1990-2002
Perubahan CO2 1990-2002
Negara
%
1.247
49
122
15
-96
8
863
18
23
16
-20
-1
MtCO2
China
Amerika Serikat
% Kontribusi terhadap perubahan CO2
GDP per kapita
(GDP/Pop)
Populasi
Intensitas Energi
(E/GDP)
Fuel Mix
(CO2/E)
India
457
70
55
28
-31
19
Korea Selatan
246
97
84
15
12
-15
Iran
178
93
44
26
24
-1
Indonesia
164
97
44
25
2
26
Saudi Arabia
148
91
-7
46
52
0
Braxil
125
57
17
21
7
13
Sepanyol
98
44
31
6
7
-1
Jepang
96
9
12
3
0
-7
Meksiko
87
28
17
22
-12
1
Kanada
87
20
24
13
-18
0
-1
Australia
73
28
31
16
-19
Afrika Selatan
69
23
-2
28
-2
-1
Turki
59
39
16
25
0
-2
Pakistan
40
60
18
38
-1
5
Itali
33
8
17
2
-6
-5
Argentina
10
9
17
13
-9
-11
Perancis
2
0
17
5
-6
-15
-13
Inggris
-36
-6
24
3
-20
Polandia
-60
-17
35
0
-46
-6
EU-25
-70
-2
21
3
-14
-12
Jerman
-127
-13
15
4
-21
-10
Ukraina
-129
-48
-32
-5
40
-51
Federasi Rusia
-453
-23
5
-3
-12
-3
Catatan : CO2 termasuk perubahan penggunaan lahan dan hutan
Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the numbers. greenhouse gas data and
international climate policy, World Resources Institute
Gambar 11. Kontribusi agregat gas rumah kaca utama
Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the Numbers. Greenhouse
Gas Data and International Climate Policy, World Resources
Institute
29
Berdasarkan proyeksi BPPT-KFA ( Environmental Impacts of Energy for
Indonesia 1993) 18) permintaan –penawaran ( demand-supply) emisi CO2 Indonesia
akan meningkat dari 219.68 juta ton pertahun (pertengahan tahun 1996) menjadi
1076,16 juta ton per tahun ( tahun 2021).
Perbandingan/komposisi konsumsi
energi akan berubah dimana batubara menjadi sumber energi penting dan emisi
CO2 pada tahun 2021 naik menjadi 54% berasal dari batubara, 35% dari minyak
dan 11% dari gas. Kenaikan jumlah emisi CO2 menurut tipe energi dapat dilihat
pada tabel 5
Tabel 5. Baseline emisi gas CO2 menurut tipe energi
Batubara
Minyak
Gas
Total
1996
2001
2006
2011
2016
2021
Juta ton/
Juta ton/
Juta ton/
Juta ton/
Juta ton/
Juta ton/
%
%
%
%
%
%
tahun
tahun
tahun
tahun
tahun
tahun
37,35 17
68,46
27
150,17
40
233,42
45
374,39
50
581,13
54
127,41 58
150,61
51
163,20
43
188,03
36
269,26
36
375,66
35
54,92 25
68,46
22
65,28
17
97,26
19
105,13
14
118,38
11
219,68 100
287,53 100
378,65 100
518,71 100
748,78 100
1076,17
100
Sumber : BPPT-KFA yang dimuat dalam laporan UNEP sebagai country report.
Economics of greenhouse gas limitation
Studi yang dilakukan oleh PIE ( Centre for Energy Information) yang
dimuat dalam laporan FIIEE (2004) mengestimasi emisi CO2 akan meningkat
sebesar dua kali dari nilai tahun 2000 dan BAPENAS mengestimasi bahwa CO2,
NOx dan SOx akan meningkat sebesar dua kali lipat pada tahun 2020 dibandingkan
dengan tahun 2003 dan penyebab utamanya adalah bahan bakar fosil. Studi
tersebut merekomendasi untuk mengurangi subsidi, promosi sumber energi
terbarukan dan insentip fiskal untuk meningkatkan pengembangan energi
terbarukan.19)
18)
Country Report dengan judul “Economics of Greenhouse Gas Limitations” yang diterbitkan
oleh UNEP,Denmark 1999.Studi dilakukan oleh KLH, BPPT-KFA ( Nuclear Research Centre )
Jerman dan PPLH-IPB.
19)
Sumber dikutip dari paper yang ditulis oleh Wattimena B.T and Soejono A.R. Indonesia Energy
Planning : A Concept Based on Some Energy Models. The Foundation of Indonesia Institute for
Energy Economics. Paper yang disampaikan pada 6 th Annual IAEE Europan Meeting at ETH
Zurich, Sep 02-03, 2004. Studi memberikan rekomendasi bahwa subsidi harus dikurangi. Subsidi
energi yang ada pada saat ini menyebabkan inefisiensi dalam semua penggunaan energi disemua
sektor. Insentif fiskal dibutuhkan untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia.
30
2.5
Elastisitas
Seperti yang diuaraikan pada bab pendahuluan bahwa konsumsi bahan
bakar fosil Indonesia pada saat ini mengalami peningkatan cukup signifikan.
Kenaikan konsumsi tersebut disebabkan karena meningkatnya permintaan dari
sektor transportasi, industri, rumah tangga dan listrik. Kenaikan tingkat konsumsi
tersebut berkisar antara 6- 9% per tahun. Permintaan akan konsumsi bahan bakar
sudah barang tentu berhubungan dengan harga bahan bakar tersebut. Metode untuk
mengukur bagaimana satu variabel bereaksi terhadap perubahan variabel lainnya
adalah elastisitas. Artinya kita akan melihat intensitas reaksi konsumen terhadap
perubahan harga bahan bakar setelah adanya perubahan harga (misalnya kenaikan
dengan adanya pajak). Efektivitas dari suatu pajak lingkungan sangat tergantung
dari berapa besarnya koefisien elastisitas. Untuk tujuan meningkatkan pendapatan,
pemerintah biasanya mengenakan pajak terhadap komoditas yang memiliki
permintaan yang tidak elastis seperti tembakau, alkohol dan bensin, sedangkan
untuk tujuan lingkungan biasanya terhadap komoditas yang memiliki permintaan
yang elastis. Gambar 13 adalah kurva fungsi permintaan komoditas yang
menunjukkan bahwa kurva permintaan yang tidak atau kurang elastis baik untuk
tujuan meningkatkan pendapatan dan kurva yang elastis baik untuk mengurangi
dampak lingkungan.
Permintaan yang kurang elastis-baik untuk pendapatan pemerintah
Harga
Permintaan yang elastis-baik untuk tujuan pajak lingkungan
Kuantitas
Gambar 12. Tipe fungsi permintaan
Pada gambar 13 dan 14 dapat dilihat pengaruh elastisitas harga terhadap perubahan
permintaan. Kemiringan kurva permintaan sangat menentukan akan perubahan
kuantitas dari bahan bakar yang diminta oleh konsumen.
31
Harga
suplai y1
yo
Harga
BBF
suplai y1
BBF
yo
p1
B pajak
p1
po
A
po
permintaan do
p2
p2
pajak
Suplai yo
C
permintaan do
x 1 x2
Liter
Gambar 13. Inelastis suplai
x1
x2
Liter
Gambar 14. Inelastis permintaan
Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa perubahan harga memiliki dampak relatif
kecil terhadap kuantitas BBF yang diminta. Elastisitas harga dari suplai lebih kecil
dari elastisitas permintaan. Perubahan harga memiliki dampak yang kecil terhadap
kuantitas suplai dari pada kuantitas permintaan. Pada gambar 14 dimana
permintaan tidak elastis dibandingkan dengan suplai dan konsumen menjadi
kurang responsif terhadap perubahan harga dibandingkan dengan penjual.
Koefisien elastisitas harga bahan bakar untuk negara OECD dapat dilihat pada
tabel 6
Tabel 6. Tipikal elastisitas harga permintaan pada negara OECD
Bahan bakar
Gasoline
Hampir semua negara OECD
Eropa
Listrik perumahan
(residential electricity)
Perjalanan dengan kendaraan
(car travel)
Perjalanan dengan udara (air
travel)
Perjalanan dengan kereta api
(rail travel)
Elastisitas jangka pendek
(short run elasticity)
Elastisitas jangka panjang
(long run elasticity)
-0,15 ~ -0,38
- 0,15
- 1,05 ~ - 1,40
- 1,24
- 0,05 ~ -0,90
-20 ~ 4,6
-0,09 ~ 0,24
-0,22 ~ 0,31
- 0,36 ~ - 1,81
- 0,37 ~ - 1,50
Sumber: Economic instrument for the reduction of carbon dioxide emission, Nov 2002.
The Royal Society. Policy documents 26/02
48
2.6
Model Ekonomi Pemanasan Global
Model pemanasan global ( Wexler,Lee 1996 ) yang berhubungan dengan
proyeksi pertumbuhan populasi dapat dilihat pada table 7 dan model – DICE
adalah salah satu model pemanasan global yang memasukkan hubungan kerusakan
ekologi dan biaya yang timbul untuk mengurangi dampak dari kerusakan yang
disebabkan oleh adanya emisi karbon (CO2 )
Studi yang dilakukan oleh Lynn Price,et.al (2005 ) dalam rangka efisiensi
energi terhadap negara anggota OECD dan yang bukan negara OECD
menunjukkan bahwa banyak negara yang telah menerapkan instrument pajak dan
fiskal untuk mempromosikan efisiensi energi. Pada tabel 8 dapat dilihat tipe dari
pajak, kebijakan fiskal maupun kebijakan yang terintegrasi yang dipakai oleh
setiap negara dalam rangka melakukan efisiensi energi. Sebanyak 12 negara OECD
menggunakan pajak energi atau pajak CO2, sebanyak 17 negara OECD
menggunakan pollution levy, 4 negara OECD menggunakan line charge, 28 negara
(5 negara Non-OECD dan 23 negara OECD) menggunakan kebijakan fiskal dalam
bentuk grand atau subsidi, 40 negara ( 17 pada negara non OECD dan 23 negara
OECD ) menggunakan kebijakan fiskal dalam bentuk subsidi audit, 21 negara ( 9
negara non OECD dan 12 negara OECD) menggunakan kebijakan fiskal berbentuk
pinjaman sektor pubik , 40 negara ( 15 negara non OECD dan 25 negara
OECD ) menggunakan kebijakan innovative funds, 23 negara ( 8 negara non
OECD dan 15 negara OECD ) menggunakan technology tax relief, 5 negara OECD
menggunakan program tax relief, 2 negara OECD menggunakan kebijakan yang
terintegrasi dalam bentuk country program dan 27 negara OECD menggunakan
emission trading. Indonesia termasuk kedalam negara non OECD yang
menggunakan kebijakan fiskal dalam bentuk audit yang disubsidi dengan cara
tidak mengenakan biaya dan memberikan dana untuk melakukan audit terhadap
kegiatan efisiensi energi termasuk penggunaan energi alternative.20)
20)
Sumber Lynn Price et.al dan Ernst Worrell et.al ( May 2005), laporan penelitian bersama antara
Lawrence Berkeley National Laboratory (LBNL ) Amerika, Ecofys dari Nederland dan China
Energy Conservation Investment Corporation (CECIC) dan Research Institute of Fiscal Science
(RIFS) dari Menteri Keuangan Cina. Laporan memuat survey dari kebijakan pajak dan fiskal yang
membagi tiga kelompok, yaitu A ; Taxes and fees : Menaikkan biaya yang berhubungan dengan
33
Tabel. 7. Model pemanasan global yang berhubungan dengan proyeksi populasi
Model
Jumlah region
Periode
Tipe Model
Model Energi
Edmonds-Relly-Bama (ERB)
9
Edmonds-Relly -1985
1995 - 2095
Model makro ekonomi untuk emisi CO2,CH4 dan
H2O dari energi
Edmonds.et.al 1995
GREEN Borniaoux,et.al 1992
Global 2100
12
Manna and Richels 1992
5
1985 - 2050
Apllied General Equilibriumk Model dari emisi CO2
1990 - 2200
Manna,et.al 1995
Model optimasi makroekonomi untuk penggunaan
energi.Produksi emisi CO2 dari energi
Model Kebijakan Ekonomi
Cline-cost-benefit
1990 -2275 Model stokastik untuk emisi CO2, N2O dan CH4
yang dipakai untuk menghitung kerusakan marjinal
1990 - 2220 dari emisi
1
Cline 1992
1
Fankhauser 1994
DICE
Model optimal growth dari Ramsey.Model kerusakan
1965 - 2365 ekologi dan biaya untuk mengurangi emisi CO2 dari
energi
1
Nordhaus 1994
Sumber : Wexler,Lee 1996. Improving population assumptions in greenhouse gas
emission models. International Institute for Applied Systems Analysis.
Laxenburg.Austria
Tabel 8.
Pajak dan fiskal untuk tujuan efisiensi energi sektor industri
Kebijakan Fiskal
Pajak atau fee
Negara
Pajak energi Pollution
atau CO2
levy
Line
charge
Grant
atau
subsidi
Public sector
Subsidi audit
loan
Kebijakan Terintegrasi
Innovative Technology
fund
tax relief
Program tax
relief
Country
program
Emission
trading
5
2
27
NON-OECD
Brazil
x
x
Columbia
x
x
Costa Rica
x
GF,RF
R
E
Cote d'Ivoire
E
Egypt
x
x
Ghana
E
R
E
Indonesia
x
Iran
x**
x
x
Jordan
x
x
x
Kenya
x
x
E
Israel
EX
Lebanon
E
R
x
Libya
E
Malaysia
x
Marocco
x
x
E
AD,R
E
R
AD
Peru
Phillipines
x
x
Singapore
E
E
South Africa
x
Taiwan
Tanzania
x
x
Thailand
Tunisia
Vietnam
Total
12
17
4
28
x
x
x
x
x
40
x
x
21
R
E,RF
E
E
39
23
x = program exist in country, A/C = administrative/civil pinalties, CR = criminal pinalties, E = ESCOSs, GF =guarantee funf
RE = revolving fund, VC= venture capital, AD = accelerated depreciation, R = reduction, EX = exemption
* diberikan melalui program negara/nasional bukan program dari begara bagian/federal
** subsidi ini berhubungan dengan loan ( loan tanpa bunga)
Sumber : Ernst Worrel dan Wina Graus, Ecofys (2005)
48
Tabel 8. - sambungan
Kebijakan Fiskal
Pajak atau fee
Negara
Pajak energi
atau CO2
Pollution
levy
Line
charge
Grant
atau
subsidi
Subsidi audit
A/C
x
x
x
A/C, CR
x
Public sector
loan
Kebijakan Terintegrasi
Innovative
fund
Technology
tax relief
Program tax
relief
Country
program
Emission
trading
x
E
EX
x
E
X
x
E
X
OECD
Australia
Austria
Belgium
Bulgaria
E
Canada
x
E, RF
AD
X
Cyprus
X
Check Repub
x
CR
x
Denmark
x
CR
x
x
Estonia
x
Finland
x
CR
x
x
France
x
Germany
x
Greece
Hungary
Ireland
Italy
E
X
X
X
X
CR
E
x
X
GF,IF
x
x
E,IF
X
A/C, CR
x
A/C, CR
x
EX, R
CR
x
x
x
x
E
R
x
x
E
AD,R
E
R
X
x
E,GF
X
X
x
x
x
Kerea-Rep
Latvia
x
X
x
Lithuania
x
x
X
E
X
Luxemberg
X
Malta
X
Mexico
Netherland
Norway
x
x
x
CR
x
Poland
x
x
x
x
x
x
Portugal
A/C, CR
x
Russia
x
Slovakia
A/C, CR
x
Slovania
CR
x
x
x
x
Turkey
x
US
x
CR
A/C, CR
AD,R
X
x
E
EX
X
E
EX
X
x
E,IF
Ex
IF
x*
x
E
AD
x
E
EX
x
E
X
X
X
x
Switzerland
UK
E,IF
x
x
Spain
x
x
Rumania
Sweden
X
X
A/C, CR
Japan
X
X
E
X
X
AD,R
x
x
x
E,VC
R
x*
x
x*
E
Ex*
X
2.6.1 Model DICE
Studi model DICE ( Dinamic Integrated and Climate Change Economic )
dilakukan pertama kali oleh William D.Nordhaus pada tahun 1990 yang berangkat
dari cost-benefit framework dan model secara keseluruhan dijelaskan kembali pada
tahun1994 dan 1996. Model terbaru dari DICE dikeluarkan pada tahun 1999 oleh
William D.Nordhaus dan Joseph Boyer. Model DICE adalah model perubahan
iklim global (climate change global) untuk melihat dampak dan kebijakan untuk
memperlambat pemanasan global. Model ini mengintegrasikan antara emisi yang
dinamis, dampak dan biaya ekonomi untuk memperlambat laju emisi gas rumah
kaca (dalam penelitian ini hanya CO2 ). Inti dari Model DICE adalah model
pertumbuhan dari Ramsey. Output nasional adalah fungsi produksi dari CobbDouglas yang terdiri dari kapital (K) , tenaga kerja (L) dan teknologi (A).
Pertumbuhan populasi dan teknologi adalah variable eksogen. Q(t) = Ω(t) A (t)
K(t) γ L (t) 1- γ , dimana Q adalah output nasional atau GDP nasional dan Ω adalah
faktor kerusakan akibat perubahan iklim terhadap output nasional yang merupakan
X
X
35
fungsi dari laju pengurangan emisi dan biaya pengurangan emisi tersebut. Jumlah
emisi dikalikan dengan besarnya pajak emisi yang ditambahkan pada pendapatan
nasional akan menjadi keseimbangan umum pendapatan nasional. Struktur model
DICE dapat dilihat pada gambar 15
CO2 di Atmosfir
Net Emission
CO2 Abatement
Fraction
B3
CO2 storage
Marginal Atmosfir Retention
Emisi CO2
Nilai Transfer Dari CO2
Radiative Forcing CO2
Biaya Abatement CO2
B1
Climate Feedback
Parameter
Gross Output
Radiative Forcing
Feedback Cooling
Konsumsi
R1
Biaya Kerusakan Iklim
Kapital
Investasi
B2
Suhu Atmosfir Upper
Ocean
Depresiasi
Perbedaan Suhu
Investation Fraction
Perub Atm UppOcean Temp
B4
Heat Transfer
Nilai Depresiasi
B5
Suhu Deep Ocean
Perub Suhu Deep Ocean
Gambar 15. Struktur model DICE
Model dapat dibagi kedalam tiga subsistem utama yaitu ekonomi, siklus karbon
dan iklim . Model ini disebut juga model 3-Box System. Struktur akumulasi kapital
dengan dua loop umpan balik, akumulasi kapital melalui penginvestaian kembali
(R1) dan penyusutan (B2). Output dipengaruhi oleh kapital dan input eksogen dari
populasi dan faktor produktivitas, biaya untuk mengatasi emisi dan kerusakan
akibat iklim ( akan membuat loop negatif B1). Emisi akan berakumulasi dalam
stok karbon di atmosfir dan bercampur dengan lapisan yang ada pada lautan
melalui radiative forcing . Radiative forcing akan memanaskan atmosfir dan
permukaan laut. Panas dipancarkan kembali ( loop B3) dan secara perlahan-lahan
akan ditransfer ke lautan dalam (loop B4 dan B5). Sedangkan kerusakan akibat
iklim adalah fungsi dari kuadratik dari suhu atmosfir.
36
2.6.2 Deskripsi Model DICE
Dalam model DICE isu sentral adalah tujuan dari ekonomi dan lingkungan
yang dimaksudkan untuk dapat memperbaiki standar kehidupan atau konsumsi dari
masyarakat pada saat ini untuk masa yang akan datang (sustainability).
Pendekatannya adalah bahwa konsumsi yang berlebihan pada saat ini dikurangi.
Asumsi dalam model bahwa setiap negara ingin memaksimumkan fungsi
kesejahteraan sosial (social-walfare) yang di discounting terhadap rata-rata
tertimbang dari pendapatan perkapita. Fungsi kesejahteraan sosial dimasukkan
kedalam persamaan matematis yang dapat dijelaskan bahwa ; (i) makin tinggi level
konsumsi maka semakin mahal harga, (ii) peningkatan konsumsi mengikuti prinsip
diminishing marginal valuation dan (iii) sosial marginal utiliti dari konsumsi pada
saat ini tinggi dibandingkan dengan konsumsi untuk generasi yang akan datang
dengan ukuran dan nilai konsumsi per kapita yang sama.
Fungsi tujuan atau kriteria untuk memaksimumkan kesejahteraan masyarakat :
T
(1) Wj = ∑ U [ cj (t),L(t) ] R(t)
t
Dimana W adalah fungsi objektif dan U [ c (t),L (t) ] adalah utiliti dari konsumsi,
c(t) adalah aliran konsumsi per kapita selama periode t, dan L (t) adalah populasi
pada waktu t dan R(t) adalah discount factor dari pure time preference. Hubungan
tersebut dapat dilihat pada gambar 16 dan gambar 17.
Cumulative Discounted Utility
Discounted Utility
Base Year
Discount Factor
Total Utility
Utility
Rate of Inequality
Aversion
Consumption
<Time>
Populasi
Rate of Time Preference
Consumption per Cap
Gambar 16. DICE discounting dan utility
37
<Climate Damage Frac>
<GHG Reduc Cost Fraction>
Net Climate Change Impact
Net Output
Konsumsi
R1
<Faktor Prod >
Gross Output
<Populasi>
Kapital
Investasi
Depresiasi
B1
<Investment Frac >
Nilai Depresiasi
Gambar 17. DICE akumulasi kapital dan depresiasi
t
(2)
R(t) =
∏
[ 1 + ρ (v) ] -t
v =0
ρ(t) adalah rate time preference
dan R(t) adalah discount factor. ρ(t) adalah
parameter pure rate dari social time preference
(3)
U [ c(t), ] = L(t) { cJ(t) 1-α – 1 } / (1-α)
(3a)
U [ cJ(t) ] = LJ(t) { log [c(t) ] }
Parameter α adalah pengukuran dari valuasi sosial dari perbedaan konsumsi dalam
hal ini bisa sebagai elastisitas dari konsumsi marginal utiliti atau rate dari
inequality aversion. Secara operasional α adalah untuk mengukur apakah suatu
daerah/negara ingin untuk mengurangi tingkat kesejahteraan dari generasi yang
memiliki konsumsi tinggi untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan terhadap
generasi yang memiliki tingkat konsumsi rendah. Model DICE menggunakan nilai
α =1, sehingga persamaan utiliti menjadi seperti pada (3a)
(4)
g pop j(t) = g pop j(0) exp)(-δ pop j,t )
Pertumbuhan populasi diasumsikan mengikuti pola eksponensial , g pop (t) adalah
pertumbuhan populasi pada
periode t dan δ
pop
adalah nilai konstanta dari
declining. Nilai parameter yang digunakan dalam model DICE untuk pertumbuhan
populasi adalah 1,5% per tahun untuk dekade awal dan nilai declining populasi
global adalah sebesar 0,195 ≈ 20% per dekade. Global populasi maksimum adalah
11,5 triliun penduduk.
38
(5)
Q (t) = Ω(t) { A (t) K (t) γ L (t) 1-γ dimana γ= 0,25
jika γ diasumsikan sebesar 0.25 maka kontribusi tenaga kerja terhadap pendapatan
nasional adalah 1- 0,25 = 0,75. A adalah perubahan teknologi dan Ω (t) adalah
kofisien kerusakan (damage factor) yang berhubungan dengan dampak perubahan
iklim terhadap output. Hubungan variabel eksogen tersebut dapat dilihat pada
gambar 18
Populasi
Net Pop Incr
Decl Pop Gr Rate
Nilai Pertum
Populasi
Faktor
Produktivitas
Faktor Nilai Pert
Prod
Nilai Incr Faktor Prod
Nilai Pert Fakt
Prod-Decl Rate
Intensitas CO2
dari Output
Decl Rate Int CO2
Decl Intens CO2
Dec Rate Int
CO2-Dec Rate
Nilai Pertum Fak
Prod-Dec Rate
Pop Gr Rate
Decline Rate
Gambar 18. Variabel eksogen model DICE
(6)
Q (t) = C (t) + I (t)
Gross output (Q) adalah konsumsi ditambah dengan investasi. Data dari
pendapatan nasional atau GDP sama dengan yang ada pada persamaan (5). Dalam
DICE Q adalah output dunia.
(7)
Konsumsi per kapita adalah c (t) = C (t)/L (t)
(8)
perubahan stok kapital dihitung dengan persamaan ;
K (t) = K (t-1)(1-δK) + I (t1), dimana δK = 0,10 per tahun
Angka 0,10 adalah besarnya penyusutan dari kapital stok (δK ) sebesar 10% per
tahun.
(9)
E(t) = [ 1 – μ(t)] σ(t) Q(t)
E merupakan emisi gas rumah kaca. Rasio dari emisi gas rumah kaca yang
tidak terkontrol terhadap gross output adalah parameter perlambatan ( σ ) dalam
DICE nilai σ adalah sebesar 0,519 berdasarkan tahun 1965. Sedangkan μ adalah
faktor pengendalian emisi (control rate), yang dalam hal ini adalah parameter
kebijakan. Parameter σ adalah merepleksikan tren emisi ekivalen dari CO2 per
unit dari GDP. Nordhaus membuat asumsi nilai σ menurun diantara 1-1,5% per
tahun karena adanya perbaikan efisiensi energi dan perubahan konsumsi dari BBF
39
yang berasal dari batubara. Untuk masa yang akan datang diasumsi menurun
sebesar 1,25% per tahun.
(10)
M(t) = βE(t) + (1-δM) M(t-1)
dimana β = 0,64 dan δM = 0,0833 per dekade
Persamaan (10) merefleksikan akumulasi dari konsentrasi karbon di atmosfir.
Fraksi dari β menunjukkan persentase dari emisi yang tetap tinggal di atmosfir
dalam jangka pendek dan disebut sebagai rasio marginal atmosphere retention
(dalam periode 10 tahun) dan δM adalah nilai dari transfer reservoirs ke dalam
lautan atau rate removal yang besarnya adalah 0,0833 per dekade. Persamaan (10)
tersebut menjadi M(t) – (1-0,0833)M(t-1) = 0,64E(t).
M(t) adalah perubahan
konsentrasi dari waktu pre-industri.
Emisi
CO2 di
Atmosfir
Long Term Storage
Short Term
Transport
Storage Rate
Atmosfir Retention
Gambar 19. Siklus karbon dari model DICE
Pada gambar 19 dapat dilihat struktur model DICE untuk siklus karbon. Emisi
mengalir ke atmosfir. Porsi yang tetap sebesar 36% langsung disimpan di
permukaan laut atau di biosfir. Dalam jangka panjang (120 tahun) karbon disimpan
di dalam lautan dalam. Hubungan sistem iklim tersebut dapat dilihat pada gambar
20. Persamaan berikutnya adalah hubungan antara akumulasi dari gas rumah kaca
dan perubahan iklim.
(11)
T1(t) = T1 (t-1) + ( 1/R1) { F(t) – λ T1 (t-1) –
( R2/ τ
12)
[ T1 (t-1) – T2(t-1)]}
(11a) T2(t) = T2 (t-1) + ( 1/R2) { ( R2/ τ
12)
[ T1 (t-1) – T2(t-1)]}
T1 adalah suhu pada layer 1 pada periode 1 relatif terhadap periode pra-industri
(layer pada atmosfir dan upper ocean) dan T2 untuk suhu pada bawah laut.
F adalah radiative forcing (relatif terhadap periode pra-industri ). R1 adalah
40
thermal capacity dari perbedaan layer dan τ 2 adalah transfer rate dari upper layer
ke lower layer dan λ adalah parameter feedback. Jika nilai T adalah konstan dalam
jangka panjang, maka dampak dari perubahan dalam radiative forcing adalah
∆T/∆F = 1/λ. DICE menggunakan parameter T 2xCO2 = 1/λ. Nilai T 2xCO2 menurut
US National Academy of Science ( 1991) adalah berkisar antara 1oC dan 5oC.
1/R1 = α 1 , λ = α 2 , R2/ τ 2 = α 3 , 1/ τ 12 = α 4 . DICE menggunakan α 3 = 0,44
dan α 4 = 1/500. Nilai α 1 berkisar antara 0,014 – 0,02
T ( 1960) = 0,2 dan R1 = 41,7 dan T 2 (1960) = 0,10
Climate Feedback
Parameter
Feedback Cooling
<Reference Temp>
Climate Damage Frac
< Radiative Forcing>
B1
Atmos UpperOcean
Temp
Perub Atm UppOCean
Temp
B2
<Skala Kerusakan
Iklim>
Perbedaan Temp
<Kerusakan Iklim
NonLinearity>
Heat Transfer
B3
Deep Ocean Temp
Perub DeepOcean Temp
Gambar 20. Sistem iklim model DICE
(12)
d(t) = 0,0133 [ T(t) / 3 ] 2 Q(t)
atau d(t)/Q(t) = 0,013 [ T(t) / 3 ] 2 = 0,00144 T(t)2
Persamaan (12) menyatakan bahwa kerusakan dari 3oC pada suhu rata-rata adalah
sebesar 1,33% dari Output Global. Berdasarkan studi Nordhaus (1991) bahwa
kerusakan yang terjadi pada suhu 3oC akan berdampak pada pendapatan negara
Amerika sebesar 0,25% dan kemudian dinaikkan menjadi 1% dari total output
nasional Amerika. Dalam model DICE, Nordhaus mengestimasi dampak
kerusakan sebesar 1,33% dari global output untuk semua negara.
41
(13)
TC(t)/GNP(t) = b1 μ (t) b2 = 0,0686 μ(t) 2.887
Laju pengurangan emisi gas rumah kaca adalah sebesar μ, parameter ini disebut
juga faktor pengendalian emisi. TC/GNP adalah total biaya untuk mengatasi emisi
yang merupakan fraksi dari output dunia. 21)
Hubungan antara biaya dan kerusakan dapat dilihat dari persamaan (14). Total
biaya kerusakan akibat emisi (TC) adalah tergantung dari laju pengurangan emisi
yang diinginkan(μ). Parameter b1 dan b2 adalah konstanta yang menentukan fungsi
biaya kerusakan.
(14)
Ω (t) = [ 1 – b1μ(t)b2 ] / [1+ d (t) ]
Persamaan (14) merupakan fraksi akibat kerusakan yang harus dimasukkan
kedalam sistem produksi dunia dengan cara memasukkan koefisien kerusakan Ω
(t). Dalam DICE nilai d (damage) adalah sebesar 0,000144 T(t)2., yaitu didapat
dari 0.0133[ T(t)/3 ]2 . Dimana T(t) adalah perubahan suhu permukaan relatif
setelah pre-industri. Nilai parameter b1 sebesar 0,0686 dan b2 sebesar 2,887,
sehingga fraksi kerusakan menjadi :
(15)
Ω (t) = [ 1 – 0,068μ(t) 2,887 ] / [1+ 0,000144 T (t)2 ]
2.6.3 Discounting
DICE menggunakan nilai ρ(t) sebesar 3.0% per tahun. Nilai ini ditetapkan
berdasarkan tahun dasar pada tahun 1995 dan menurun menjadi 2,3% per tahun
pada tahun 2100 dan 1,8% per tahun pada tahun 2200. Masalah besarnya
discounting yang dipakai terus menjadi perdebatan dikalangan modeller, hal ini
disebabkan oleh ketidakpastian pertumbuhan ekonomi untuk masa yang akan
datang. Nilai ρ sebesar 3% (time preference rate) sebenarnya adalah sosial time
preference rate (STPR). Menurut The Green Book 22) STPR adalah nilai konsumsi
sosial yang ada pada saat ini terhadap nilai konsumsi untuk waktu yang akan
datang.
21)
Menurut Nardhous dalam Resources and Energy Economics 15 (1993), kenaikkan dua kali
emisi CO2 akan berdampak biaya sebesar 1,3% terhadap GDP Amerika dan 1,4% terhadap negara
OECD dan 1,5 terhadap negara yang tidak termasuk pada kedua kelompok tersebut.
22)
Lihat The Green book Annex 6 mengenai discount rate. STRP ( r) memiliki 2 komponen yaitu
r = ρ + μg , dimana ρ adalah discount rate, μ adalah elastisitas dari utilitas marginal yang besarnya 1
dan g adalah pertumbuhan perkapita. Sumber: http://greenbook.treasury.gov.uk/annex06.htm
42
Untuk periode yang melebihi 30 tahun, The Green Book membuat rekomendasi
besarnya nilai STPR seperti pada tabel 9
Tabel 9. Tingkat penurunan nilai discount jangka panjang
Periode tahun
Nilai discount
0- 30
3,50%
31 -75
3,00%
76 - 125
2,50%
126 - 200
2,00%
201 - 300
1,50%
300 +
1%
Cline,Williem (2005), menjelaskan bahwa STRP adalah nilai pure time preference
(ρ) ditambah dengan perkalian dari nilai pertumbuhan pendapatan per kapita (g)
dengan elastisitas dari utilitas marginal (μ). Nilai elastisitas dalam hal ini
menggambarkan pengurangan persentase marginal utilitas untuk setiap satu satuan
mata uang dari konsumsi untuk setiap kenaikan satu persen pendapatan. Sehingga
STRP adalah r = ρ + μg. Menurut Fiddaman,Thomas (1996), μ adalah rate of
inequality aversion, dimana nilai μ yang tinggi akan berimplikasi bahwa generasi
yang miskin akan menerima benefit lebih besar untuk setiap unit tambahan dari
konsumsi dibandingkan dengan generasi yang lebih kaya. DICE menggunakan
nilai μ atau konsumsi marginal utilitas sama dengan 1. Artinya tidak ada
perbedaan nilai untuk generasi sekarang dan generasi akan datang. Pearce,David
et.al (2003) menyarankan untuk menggunakan nilai 1 artinya generasi yang akan
datang akan menerima benefit yang lebih baik dari generasi yang ada sekarang.
Jika menggunakan konsep Ramsey maka jika ρ adalah sebesar 0,5% ( Pearce dan
Ulph, 1999 dalam Pearce,David et.al ) dan pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar
2%, maka besarnya discount rate (r) adalah sebesar 0,5 + 1(2%) = 2,5%
Pada gambar 21 dapat dilihat bagaimana pengaruh dari nilai ρ ( pure time
preference rate ) terhadap tingkat kesejahteraan. Jika ρ=0 maka discount factor
menjadi sebesar 1 dan kesejahteraan untuk semua generasi diperlakukan sama. Jika
ρ= 0,01 maka nilai tersebut menjadi separohnya pada periode kira-kira 70 tahun
dan untuk nilai ρ=0,03 maka nilai menjadi separohnya pada periode kira-kira 25
tahun.
43
Gambar 21. Pengaruh discounting untuk beberapa nilai pure time preference
2.6.4 Perubahan Teknologi
Pertumbuhan emisi gas CO2 sangat tergantung dari perubahan faktor
teknologi. Faktor yang memicu adanya perubahan teknologi tersebut adalah
seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurangi emisi gas CO2 dan
apakah ada insentif untuk melakukannya. Tanpa peran dari perubahan teknologi
akan sulit untuk mengurangi emisi pada tingkat konsentrasi yang stabil. 23)
Gambar 22. Perubahan suhu pada tahun 2100 untuk perbedaan tingkat stabilisasi
Sumber:
23)
IPCC-2001a yang dimuat dalam Kyoto and Issues and Options in the
global response to climate change. Swedish Environmental Protection
Agency (2002)
Swedish Environmental Protection Agency (2002) ada tiga perbedaan tingkat stabilisasi CO2
dalam koresponden dengan kisar perubahan iklim. Pada level 450 ppm estimasi kisar iklim
meningkat pada tahun 2100 adalah 1,2 sampai 2,4 o C. Pada 550 ppm kisat iklim meningkat 1,6
sampai 2,9oC. Pada 1000 ppm meningkat dari 2,0 sampai 3,5oC
44
Gambar
22 menunjukkan level projeksi keseimbangan jangka panjang yang
berhubungan dengan target stabilisasi. Stabilisasi pada 450 ppm dapat
menyebabkan meningkatnya suhu antara 1,4 sampai 3,4 o C. Stabilisasi emisi pada
1000 ppm dalam jangka panjang dapat meningkatkan suhu antara 3,4 dan 8,9 o C.
Dalam kebanyakan model pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh ahli
ekonomi neo-klasik, pertumbuhan teknologi diperlakukan sebagai variabel
eksogen. Model DICE menggunakan asumsi bahwa perubahan teknologi adalah
eksogen atau eksternal terhadap model, oleh karenanya perkembangan teknologi
diasumsi
tidak
dipengaruhi
oleh
harga
energi
ataupun
kebijakan
24)
.
Berdasarkan pengalaman, laju dari perubahan teknologi dipengaruhi oleh harga
energi dan harus dipertimbangkan dalam model dalam hubungan kebijakan . Hal
ini disebut sebagai “Induce Technical Change (ITC)”.
Pajak karbon atau pajak emisi akan menciptakan insentif untuk
meningkatkan pengembangan dan penelitian untuk bahan bakar yang bukan fosil.
Hal ini akan menyebabkan adanya proses inovasi yang dinamis dalam rangka
mengurangi emisi CO2.
Dalam model ekonomi- perubahan iklim, perubahan
teknologi memainkan peran penting karena biaya untuk mencapai tingkat
stabilisasi yang diharapkan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi atau GDP
suatu negara.
Untuk mencapai tingkat stabilisasi pada 450 ppm pengurangan GDP berkisar dari
1% sampai diatas 4% per tahun, sedangkan untuk mencapai target 550 ppm
pengurangan GDP tahunan berkisar antara 0,2% sampai 1,7%.
Biaya untuk
stabilisasi konsentrasi CO2 dapat dilihat pada gambar 23. Hubungan perubahan
teknologi dapat diukur melalui pendekatan TFP (Total Factor Productivity ).
Perubahan teknologi kearah pengembangan energi substitusi dan pengembangan
penelitian energi dapat menekan laju konsumsi energi dan mengurangi laju emisi.
Hubungan tersebut dapat dilihat melalui persamaan :
Q(t) = Ω(t) A (t) K(t) γ L (t) 1- γ ....( dalam Rp/tahun )
24)
Islam,Sardar (2003). Climate change and economic growth: computational experiments in
adaptive economic modeling. Int.J.Global Environmental Issues,Vol.3.No1. bahwa teori baru telah
dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan dari teori pertumbuhan sebelumnya dengan
mempertimbangkan beberapa proposisi ekonomi yang penting seperti variable populasi dan
meningkatnya skala enonomi dalam model pertumbuhan
45
Q adalah output nasional atau GDP, Ω adalah dampak perubahan iklim, A adalah
perubahan teknologi, K adalah capital dan L adalah tenaga kerja.
Gambar 23. Biaya untuk stabilisasi konsentrasi emisi gas CO2
Sumber: IPCC- (2001a) yang dimuat dalam Kyoto and issues and options in the
global response to climate change. Swedish Environmental Protection
Agency (2002)
2.6.5 Investasi Dan Interest Rate
Keputusan investasi terhadap barang-barang konsumsi dan energi sangat
tergantung dari nilai suku bunga (interest rate). Dalam model optimasi yang
bersifat dinamik, investasi ditentukan sehubungan dengan memaksimumkan
tingkat kesejahteraan. Hal ini akan dilakukan jika suku bunga yang ditawarkan
adalah menarik bagi investor. Hubungan antara investasi, tingkat suku bunga dan
output nasional dapat dilihat pada gambar 24
Pure Time Preference
Kapital
Investasi
Sukubunga
Output
Pertumbuhan
Konsumsi
Konsumsi
Gambar 24. Hubungan investasi, sukubunga dan output
46
Sumaila,Ussif dan Walters,Carl (2003) dalam paper yang ditulis mengenai
“Intergenerational
discounting”
menjelaskan
bahwa
persamaan
discount
mengandung dua faktor yaitu nilai discount menurut standar normal, diasumsikan
dipakai untuk semua stakeholder termasuk populasi untuk masa yang akan datang
dan nilai discount untuk generasi yang akan datang yang mencerminkan keinginan
kita untuk menunda benefit yang akan diambil sekarang guna kepentingan
stakeholder untuk masa yang akan datang. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari
perbedaan discount rate yang secara umum disebut interest rate (perlu dicatat
bahwa interest rate tidak sama dengan social discount rate):
d=
1
(1 + r )
dan
d fg =
1
(1 + rfg )
dimana r adalah nilai discount tahunan standar dan r
fg
nilai discount tahunan
untuk generasi yang akan datang dan d = d fg adalah faktor discount.
Pada gambar 25 dapat dilihat bagaimana pengaruh nilai discount jika r fg<r, r fg >r
dan r fg= r
Gambar 25. Present value aliran dana sebesar 1 $ untuk periode 100 tahun
untuk beberapa nilai discount rate.
47
2.6.6 Variabel Dan Parameter Dalam Model DICE
Variabel
Keterangan
(Unit)
P(t)
populasi
(juta)
L(t)
labour input
(pure number)
R(t)
discount factor dari social preference
(pure number)
ρ(t)
discount rate dari social preference
A(t)
faktor produktivitas total (ditentukan oleh unit input dari fungsi produksi)
Variabel
Keterangan
eksogen
(rate per tahun)
(Unit)
endogen
C(t)
konsumsi
( dalam billiun $ )
c(t)
konsumsi per kapita
Q(t)
Output atau GDP
Ω (t)
faktor kerusakan terhadap gross output
K(t)
Kapital stok
E(t)
emisi karbon industri dunia
F(t)
radiative forcing, meningkat melebihi level tahun 1990
M(t)
Mass /konsentrasi CO2 di atmosfir
T(t)
suhu atmosfir, meningkat melebihi level 1900 (relatif terhadap base
( dalam juta $ per orang per tahun )
(billiun $ Berdasarkan tahun 1990 per tahun )
periode/periode dasar)
T* =(T2)
(pure number)
(dalam billiun $)
(GtC/tahun)
(W/m2)
(GtC)
(oC)
suhu dibawah lautan, meningkat melebihi level 1900
(relatif terhadap based periode/periode dasar)
(oC)
d(t)
kerusakan iklim sebagai fraksi dari net output
(pure number)
TC(t)
biaya total untuk mengurangi emisi
Variabel
Keterangan
(dalam billiun $)
(Unit)
Kebijakan
μ(t)
control rate pengurangan emisi
Parameter
α
rate dari inequality aversion ( pure number)
(pure number)
48
b1 dan b2 parameter dari emission-reduction cost function ( exponent dari
pengendalian biaya )
β
rasion dari marjinal atmosfir retention
γ
elastisitas output terhadap kapital (pure number)
ρ
pure rate dari social time preference ( pure number )
σ
rasio dari emisi terhadap output ( billion ton CO2 eqv /triliun dolar )
R1
thermal capacity dari upper layer
R2
thermal capacity dari deep ocean
τ
transfer rate dari upper ke lower reservoir
12
( pure number )
2.6.7 Skenario Kebijakan Model DICE
Kebijakan kebijakan dari model DICE dikelompokkan kedalam empat
katagori umum yaitu : (1) do nothing policy, (2) optimal policy artinya kebijakan
untuk memperlambat laju perubahan iklim global dengan cara memaksimumkan
kesejahteraan dengan kendala konsumsi, populasi dan besarnya laju percepatan
emisi yang akan digunakan (3) Ten-year delay dari optimal policy, yaitu menunda
sampai cukup pengetahuan mengenai dampak emisi gas rumah kaca agar analisis
menganai biaya dan benefit dapat dilakukan dengan akurat. (4) Kebijakan
mengurangi emisi sebesar 20% dari level tahun 1990 (5) Geoengineering yaitu
benefit dari teknologi mitigasi untuk perubahan iklim global, artinya dengan
bantuan teknologi biaya metigasi menjadi lebih murah. Alternatif dari masingmasing skenario tersebut dapat dilihat pada tabel 10
Tabel 10. Alternatif kebijakan dalam model DICE
No
1
2
3
Alternatif kebijakan model DICE
Tidak ada pengendalian (no control), artinya tidak ada kebijakan yang dibuat
dalam mengurangi emisi
Kebijakan optimal (optimal policy), artinya kebijakan untuk mengurangi emisi
dengan tidak mengorbankan tingkat kesejahteraan masyarakat
Kebijakan untuk menunda kebijakan optimal untuk waktu sepuluh tahun
kemudian
4
Kebijakan mengurangi emisi sebesar dua puluh persen dari level tahun 1990
5
Kebijakan geoengineering
49
2.6.8 Model FREE
Untuk melihat hubungan antar sektor dari model DICE , Thomas Fidaman
(1995) mengembangkan model FREE (Feedback-Rich Energy-Economy). Model
FREE dikembangkan dengan menggunakan hubungan ekonomi dan perubahan
iklim dari model DICE tetapi lebih menekankan pada hubungan sistim energiekonomi.
Population
Eksogen input dari
prakiraan ahli.
berhubungan dengan
DICE
Populasi
Energy
Produksi,
Deflesi,
Pajak
Harga dan Teknologi
T.Kerja
permintaan
energi
Welfare
Model utilitas yang
didiskonto
konsumsi
Kerusakan intangible
pengiriman
Policy
Pajak karbon, energi
and deplesi pajak
Produksi BBF
Pengukuran
energi /Harga energi
rate emsisi
CO2 Emission
Dari penggunaan
energi
Economy
GDP/Output, akumulasi
kapital, energi,
penggunaan kapasitas
Kerusakan tangible
Emisi
Konsentr CO2
di Atm
Impacts
Kerusakan pasar dan
bukan pasar
Suhu
Climate
Radiative forcing
surface warming,and
heat transport
Atm
konsentr
Carbon cycle,
Atmospheric
accumulation and
transport of carbon to
acean and biosphere
Gambar 26. Diagram sektor bondari dari model FREE
Hubungan antar sektor dari model DICE akan terlihat dengan jelas melalui model
FREE. Pada gambar 26 dapat dilihat bagaimana hubungan diantara sektor,
kegiatan internal dalam sektor dan hubungan eksternal. Pola perubahan dari model
dapat dilihat melalui umpan balik dari loop pada gambar 27. Ada penguatan proses
akumulasi kapital yang mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari
variabel eksogen dari populasi dan pertumbuhan faktor produktivitas. Perubahan
iklim akan bertindak sebagai perlambatan yang menahan laju pertumbuhan melalui
loop dampak kerusakan. Kegiatan ekonomi memerlukan energi yang akan
mengakibatkan adanya peningkatan emisi CO2 di atmosfir dan pada gilirannya
akan meningkatkan suhu. Suhu pemanasan global meningkat
dan
akan
50
berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Energi dan ekonomi akan berintegrasi
melalui perubahan dari BBF ke energi lain. Didalam sektor energi, biaya produksi
energi dipicu oleh masa belajar dan deflesi dari sumber energi. Fungsi pajak emisi
akan meningkatkan harga energi dalam hubungannya dengan meningkatnya emisi
CO2 dan konsentrasi diatmosfir. Implikasi kebijakan terhadap kesejahteraan diukur
melalui konsep diskonto kumulatif dari utilitas.
Dalam model FREE, energi
dikenakan pajak deplesi. Deplesi sumber energi atau BBF berhubungan erat
dengan kebijakan iklim, bahkan untuk dekade kedepan berimplikasi lebih serius
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dari pada perubahan iklim.
CDU (commulative discounted utility) = ∫ e (-ρt) L(t)U(t) dt
ρ adalah rate of time preference, L adalah populasi dan U adalah utilitas dari
setiap individu. Pada penelitian ini hubungan antar sektor tersebut hanya
diperlihatkan untuk memperjelas gambaran model DICE .
Gambar 27. Proses umpan balik antar sektor dari model FREE
51
Dalam model FREE, sektor energi digambarkan dengan jelas melalui hubungan
produksi energi, deplesi, proses pembelajaran (learning process) dan harga energi.
Besar kecilnya output nasional akan menentukan besar kecilnya permintaan
konsumsi energi. Ada hubungan positip antara besarnya konsumsi dan produksi.
Harga energi akan dipengaruhi oleh produksi energi melalui besarnya deplesi yang
terjadi dan seberapa cepatnya perkembangan teknologi ekstraksi. Hubungan energi
dengan besarnya output nasional tidak dijelaskan secara eksplisit dalam model
DICE. Kapasitas produksi energi dalam DICE diasumsi memiliki kontribusi yang
kecil karena rendahnya kapital dalam produksi energi dan teknologi produksi
energi merupakan variabel eksogen.
2.7
Kebijakan Terhadap Emisi
Membuat peraturan adalah cara yang utama bagi pemerintah untuk
memberikan proteksi terhadap lingkungan. Kebijakan dan instrumen dari kebijakan
selalu berubah sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Salah satu masalah yang sulit
dihadapi oleh pembuat kebijakan adalah memilih kebijakan yang paling efektif
untuk mengatasi masalah lingkungan dan bagaimana kebijakan tersebut sesuai
dengan kemampuan institusi yang ada pada saat ini.
Secara spesifik tujuan
kebijakan lingkungan haruslah efisien (lihat gambar 28 dan 31).
Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan oleh pembuat kebijakan
untuk mengurangi ataupun menghilangkan dampak dari eksternalitias yang
ditimbulkan khususnya penggunaan bahan bakar fosil (BBF). Menurut Energy
Resources International,Inc (2005)
26)
ada tiga instrumen yang dapat digunakan
yaitu : (1) voluntary standard yaitu merupakan suatu petunjuk atau standar tetapi
tidak ada paksaan bagi pihak jika tidak menerapkannya, tetapi pihak yang
menerapkan akan mendapatkan benefit jika menerapkannya dan tidak ada finalti
atau denda jika tidak mengimplemantasikanya. Standar ini pada umumnya
memiliki dampak yang terbatas dan kecil. (2) perintah dan pengendalian
( command and control ) adalah merupakan suatu aturan atau standar yang
26) )
Penjelasan lebih terinci dapat dilihat pada Best Practices Guide: Market Approach to
Environmental Protection. Disiapkan oleh Energy Resources International,Inc, Whasington,DC
untuk program pelatihan Energi dan Lingkungan US Agency for International Development (paper
dicetak 2005)
52
memiliki kekuatan hukum untuk mengurangi emisi sesuai dengan level dari emisi
yang disyaratkan. Standar ini sering mensyaratkan untuk menggunakan teknologi
tertentu untuk mengendalikan emisi dan kadang-kadang dibuat sesuai dengan
daerah tertentu. ( site-specific). (3) insentif ekonomi (economic incentives) yang
terdiri dari pajak emisi (emission tax), perdagangan emisi (tradable emission
quotas) atau disebut izin melepaskan pencemar (transferable discharge permit )
dan program refund deposit (deposit-refund program). Pajak emisi adalah
pembayaran atau pajak yang dikenakan untuk tiap unit emisi. Semua pencemar
harus mengendalikan unit biaya marjinal untuk mengurangi emisi ( MAC) sama
dengan besarnya pajak sehingga terjadi distribusi biaya yang efektif dan semua
pencemar akan mencari metode dengan biaya yang terkecil untuk mengurangi
biaya total yang akan memenuhi persyaratan. (lihat gambar 28 dan 29 ). Izin
melepaskan pencemar (TDP) adalah menetapkan jumlah emisi yang diperbolehkan
atau jumlah permit yang akan diperjual belikan dan harganya diserahkan kepada
mekanisme pasar. Dalam pasar permit semua pencemar dapat menjual ataupun
membeli permit yang dimilikinya dengan harga pasar. Harga pasar permit akan
bergerak sampai MAC sama dengan harga permit tersebut (lihat gambar 30).
Berbeda dengan pajak emisi. TDP bekerja atas basis jumlah emisi yang boleh
dikeluarkan sedangkan pajak menggunakan basis harga dari besarnya unit emisi
yang dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan jumlah emisi yang diizinkan. Pihak
pencemar dapat menjaga level emisi dibawah level yang dimilikinya dan dapat
menjual atau menyewakan surplus permitnya ke pencemar lain atau menukarkan
dengan kelompok pencemar dari fasilitas yang sama ( offset ).
Program refund deposit adalah pembayaran tertentu (deposit) yang
dibayarkan dimuka terhadap polusi potensial untuk dikeluarkan atau dibuang dan
pembayaran akan dikembalikan sebagai garansi dari deposit jika polusi tersebut
tidak terjadi. Jenis instrumen ini umumnya tidak dipakai untuk pencemaran emisi
dari BBF.
53
Contoh seperti penggunaan kembali botol dan kaleng yang diterapkan oleh
pemerintah Papua Nugini dan pembuangan sampah di Korea. 27)
Rp
biaya kerusakan marjinal (MD)
Biaya marjinal mengurangi emisi (MAC)
Biaya
T optimal
Jumlah emisi
ζ*
ζo
Gambar 28. Tingkat pencemaran yang efisien
Pada gambar 28 dapat dilihat bahwa jika tidak ada intervensi pemerintah, maka
pencemar akan mengeluarkan emisi sebesar ζo dimana MAC=0.
Rp
MACo
MD
MAC1
Pajak =T
a
d
b
jumlah emisi
c
ζ*
ζo
Gambar 29. Dampak pajak emisi terhadap MAC dan emisi yang dikeluarkan
27)
ESCAP Virtual Conference. “Role of various environment-related measures”. Market-based
Instrument (MBIs). MBI terdiri dari : charges,subsidies, marketable ( or tradable) permits, dan
jenis) lainnya adalah : deposit-refund systems, traditional property right, ecolabelling and ISO
standard. Sumber: http://www.unescap.org/DRPAD/VC/orientation/M5_3.htm
54
Tingkat pencemaran yang efisien terjadi pada titik ζ * dimana MAC = MD. Jika
emisi ζ > ζ * masyarakat harus menanggung biaya lebih mahal atau biaya sosial
yang terjadi lebih mahal sebagai akibat dari kerusakan lingkungan. Sebaliknya jika
ζ < ζ * ada biaya yang besar harus ditanggung oleh masyarakat karena adanya
biaya yang besar dikeluarkan untuk mengurangi emisi. Pada gambar 29 dapat
dilihat bagaimana pajak emisi merubah MAC. Jika pajak dikenakan kepada
pencemar sebesar T maka emisi yang terjadi adalah sebesar ζ* dan MAC = MD.
Kurva MAC akan bergeser dari MACo menjadi MAC1 . Daerah a adalah
pendapatan pajak ( tax revenue) dan c adalah total biaya untuk mengurangi emisi
( abatement cost ). Dengan adanya pajak emisi maka kerusakan dapat dikurangi
sebesar c+d. Karena terjadi pergeseran MAC maka setelah adanya pajak emisi
pendapatan pemerintah adalah sebesar a+b. Pada gambar 30 dapat dilihat
penawaran dan permintaan terhadap TDP. Kurva penawaran yang tegak lurus
ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan jumlah emisi yang diperbolehkan untuk
semua industri atau pencemar. Setiap pencemar akan membeli permit seharga P
sesuai dengan MAC dari pencemar dan kondisi keseimbangan akan menjadi
28)
:
MAC1 = MAC2 = MAC3 =.....MACn = P *
suplai atau penawaran
Rp
P*
( ∑MACn )
permintaan
ζ*
ζo
Æ permit/izin
Gambar 30. Penawaran dan permintaan TDP
28)
Masalah yang dihadapi menggunakan TDP adalah sulit dalam menentukan baseline yang tepat
untuk menentukan besarnya pencemaran. Dapat diaplikasikan dengan beberapa syarat Lihat
Fauzi,Akhmad (2004). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.Teori dan Aplikasi , hal 204.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
55
2.7.1 Instrumen Regulasi (CAC) VS Ekonomi (EI)
Hampir semua negara menggunakan kebijakan regulasi (common and
control) untuk mengatasi masalah lingkungan. Pendekatan ini sering dipandang
lebih memberikan kepastian ( secure), karena adanya larangan. Blackman dan
Harrington (1998) dalam
UNEP publication UNEP/ETB/2003/9 (2004)
menjelaskan bahwa ada tiga faktor kebijakan CAC yang selalu mendominasi
kebijakan ekonomi yaitu: (1) adanya pemimpin pasar (market leader) yang
memiliki pengaruh sangat kuat dalam proses politik, khusunya pada negara
berkembang. Hal yang sama juga terjadi pada negara maju, karena adanya
kedekatan hubungan dengan pihak pemerintah, selain itu masyarakat terbiasa
dengan sistem institusi yang tidak efisien. (2) karena pengandalian dalam
kebijakan CAC tidak terlalu sulit. Contohnya pemerintah hanya memerlukan
konfirmasi apakah alat untuk mengurangi emisi sudah dipasang dari pada
memeriksa jumlah emisi yang dikeluarkan setiap bulannya untuk memenuhi
persyaratan perizinan. (3) kebijakan CAC adalah ”status quo” dan cenderung
untuk mencegah perubahan (inertia prevent change). Hal lain yang diperlukan oleh
CAC adalah pemerintah yang bebas korupsi untuk melakukan tindakan hukum.
Karena kebijakan CAC selalu menentukan nilai batas emisi, maka pencemar bebas
mengeluarkan emisi sejauh emisi tersebut berada dibawah batas yang ditentukan
oleh standar.
Pada kenyataanya EI
adalah instrument kebijakan lingkungan
dengan biaya lebih murah dibandingkan dengan CAC dan ikut menciptakan
inovasi teknologi dalam pengendalian pencemaran lingkungan dan akan
berdampak
positif
dalam
menciptakan
perdagangan
yang
kompetitif.
Menggunakan pajak emisi (EI) akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggunakan CAC karena instrument pajak adalah salah satu dari instrument
ekonomi. Instrumen ini bekerja atas dasar mekanisme pasar dan insentif.
Dari uraian sebelumnya telah diuraikan bahwa
menggunakan EI lebih
efektif dari segi biaya karena sifatnya yang akan menyamakan biaya marjinal
untuk mengatasi emisi (equalize marginal abatement ) terhadap semua pencemar
dan memberikan pilihan bagi pencemar untuk memilih. Hal ini bertolak belakang
dengan CAC yang cenderung memaksa setiap pencemar untuk mengeluarkan
investasi yang sama dalam mengatasi pencemaran emisi yang berbeda
56
2.7.2 Pajak Emisi Optimal
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian 2.7 diatas bahwa pada titik ζ *
biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi emisi akan sama besarnya (MAD=MAC),
apakah pemerintah akan menggunakan kebijakan pajak (tax instrument) atau
menggunakan standar emisi (command and control). Dari sudut pandang sosial,
maka menggunakan pajak akan lebih efektif karena area ( b+c) yaitu besarnya
pendapatan dari pajak yang diterima akan dapat digunakan oleh pemerintah untuk
masyarakat, sedangkan area d adalah total biaya untuk mengatasi emisi. Pada
gambar 31 dapat dilihat bahwa daerah sebelah kiri dari titk ζ* atau pada ζA
pencemar akan memilih membayar pajak dan membuang emisi, sedangkan
disebelah kanan dari titik ζB biaya membayar pajak lebih besar dari pada biaya
mengurangi emisi (abatement cost). Jadi sepanjang sumbu x disebelah kiri dari ζ*
MAC > Pajak dan pada sebelah kanannya MAC<Pajak.
Rp
MAC
T optimal
a
MAD
e
b
c
ζA
d
ζ*
ζB
Jumlah emisi yang dibuang
Gambar 31. Pajak emisi optimal
Pada gambar 32 dapat dilihat dengan jelas hubungan antara MAC, jumlah emisi
dan pajak. Didaerah sebelah kanan titik ζ * lebih baik membayar pajak dari pada
mengeluarkan biaya abatement.
57
MAC
MAC
T
pajak
ζ*
jumlah emisi
Gambar 32. Kurva MAC terhadap jumlah emisi
Jika pencemar akan mengeluarkan emisi diatas ζ* maka pencemar akan dikenakan
pajak yang jauh lebih besar dari MAC dan opsi bagi pencemar adalah untuk
menghindar membayar pajak karena biaya untuk mengatasi emisi jauh lebih murah
dari pajak. ( MAC < Tax ). Dengan adanya pajak, maka pencemar cenderung untuk
melakukan efisiensi dengan melakukan inovasi teknologi, mencari substitusi energi
ataupun menggunakan teknologi tertentu. Kurva MAC dari pencemar akan
bergeser dari MAC1 ke MAC2 seperti dapat dilihat pada gambar 33
MAC
MAC1
MAC2
T
c
e
a
d
ζ2
b
ζ1
Gambar 33. Perubahan kurva MAC
emisi
58
Bergesernya kurva MAC1 ke MAC2 sebagai akibat dari adanya investasi dari
pencemar akan mendapatkan penghematan sebesar a+c jika besarnya pajak tetap
dipertahankan sebesar T dan total biaya untuk mengatasi emisi adalah sebesar
d+b.
Penghematan sebesar a+c didapat dari perubahan : (Total biaya untuk
mengatasi emisi dengan MAC1) – (Total biaya untuk mengatasi emisi dengan
MAC2 )+ (besarnya pajak karena perubahan dari ζ1 ke ζ2 )= (a+b) – (d+b) + (c+d)
= (a+c).
Download