II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksternalitas dan Pajak Lingkungan Masalah lingkungan sangat beragam, tetapi pada umumnya disebabkan karena penggunaan yang berlebihan (overuse) dari sumber daya alam atau karena adanya emisi dari polutan yang membahayakan. Tujuan kebijakan lingkungan adalah untuk memodifikasi, memperlambat ataupun menghentikan ekstraksi dari sumberdaya alam tersebut termasuk mengurangi atau mengelimasi emisi, mengubah pola konsumsi dan produksi kearah yang berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan karena adanya eksternalitas yang ditimbulkan dari penggunaan sumberdaya alam tersebut. Externalitas dapat positip atau disebut ”external economies” dapat juga berupa eksternalitas negatip atau disebut ”external diseconomies”. Eksternalitas lingkungan pada umumnya adalah negatif ( detrimental externalities) yaitu dimana suatu kegiatan yang dilakukan akan mengakibatkan kerugian biaya kepada pihak lain, sedangkan biaya kerusakan itu sendiri tidak dibayar oleh pencemar. Groosman,Britt (1999) menyatakan bahwa eksternalitas terjadi apabila produksi dan konsumsi dari suatu produk langsung mempengaruhi bisnis ataupun konsumen yang tidak ikut didalam proses pembelian dan penjualan tersebut . Selain itu juga karena pengaruh limpahan (spillover) yang tidak ter-refleksikan didalam harga pasar. Hartwick dan Olewiler dalam Fauzi,Akhmad (2004) menggunakan terminologi lain dalam menggambarkan eksternalitas. Keduanya membedakan antara eksternalitas privat dan eksternalitas publik. Eksternalitas privat hanya melibatkan beberapa individu dan tidak menimbulkan limpahan (spillover) kepada pihak lain, sementara eksternalitas publik terjadi manakala barang publik dikonsumsi tanpa pembayaran yang tepat. Eksternalitas yang telah disebutkan diatas adalah merupakan konsep eksternalitas statis, karena tidak ada keterlibatan variabel waktu didalamnya. Masalah eksternalitas tersebut oleh pemerintah dapat diatasi melalui instrumen kebijakan dalam bentuk peraturan atau disebut regulasi (command and control ) atau dapat juga diatasi melalui kebijakan yang berorientasi pasar yaitu dalam bentuk instrumen ekonomi ( economic instruments ). 15 Adanya fenomena pemanasan global dan kerusakan lingkungan yang disertai kelangkaan sumberdaya alam pada saat ini memerlukan perhatian dimana kita perlu melihat kembali kebijakan yang berorientase ekonomi (fiskal atau pajak) tersebut agar biaya lingkungan yang disebabkan oleh eksternalitas negatif dapat dimasukkan kedalam sistem ekonomi, kemudian meyakinkan kebijakan yang dibuat bergerak kearah pengendalian dan perlindungan yang kita kehendaki. Dan yang tidak kalah penting adalah mengurangi ketergantungan terhadap sumberdaya yang tak terbaharui. Fauzi,Akhmad ( 2004) dari persepektif ekonomi, menjelaskan bahwa pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomis sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun juga dari dampak pencemaran tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat. Pencemaran akan tetap ada sebagai hasil dari aktivitas ekonomi, tetapi jalan terbaik adalah mengendalikan pencemaran tersebut ketingkat yang paling efisien.8) Pajak lingkungan khususnya pajak emisi sebagai salah satu dari instrument ekonomi dapat memainkan peran penting untuk mengurangi kerusakan lingkungan tersebut. Menurut Japan Centre for a Sustainable and Society (JACSES) pajak lingkungan adalah : Perjanjian umum yang dibuat berdasarkan tujuan dan fungsi sebagai berikut : sebagai suatu insentif untuk mengurangi beban lingkungan dan menjaga lingkungan itu sendiri. Dengan mentranslasikan biaya kerusakan lingkungan atau kelangkaan sumber daya alam kedalam biaya yang sesuai. Pajak lingkungan membantu untuk melakukan tekanan ekonomi kepada pihak-pihak yang merusak lingkungan dan dengan cara yang sama dapat mengurangi beban ekonomi kepada pihak-pihak yang ikut berkontribusi dalam menjaga lingkungan. 8) Hoeller,Peter dan Wallin,Markku(1991), The International Panel on Climate Change (IPCC) dalam laporannya menyatakan bahwa proyeksi business-as–usual (BAU) dapat menaikkan suhu pemanasan global pada kisar o o 0,2 sampai 0,5 C per dekade pada seratus tahun yang akan datang dan untuk memperlambat laju pemanasan o sampai 0,1 C per dekade perlu mengurangi separoh dari level emisi pada saat ini. 16 Sebagai alat untuk menjaga lingkungan melalui pendapatan pajak. Pendapatan pajak tersebut dapat digunakan kembali untuk mengurangi pembayaran tenaga kerja dalam bentuk pajak pendapatan maupun pajak perusahaan. Objek dari pajak lingkungan adalah biaya eksternalitas lingkungan yang terdapat dalam harga, sehingga konsumen dan produsen memiliki insentif untuk membatasi/mengurangi polusi dan memperlakukan sumberdaya alam dengan cara lebih bertanggung jawab. Harga setiap unit produk seharusnya mereflesikan biaya sebenarnya dari penggunaan sumberdaya alam tersebut dan harga barang juga sekaligus akan memotivasi masyarakat untuk menggunakan sumberdaya alam dengan cara yang bijaksana dan kesadaran yang tinggi. Menurut seri lingkungan No 1, mengenai pajak lingkungan (Implementation and Environmental Efectiveness, (Copenhagen.1996), alasan utama untuk yang efektif untuk menggunakan pajak lingkungan adalah : ▪ Karena pajak lingkungan adalah instrumen menginternalisasikan eksternalitas, karena biaya kerusakan dan pelayanan lingkungan langsung dimasukkan kedalam harga produk ▪ Memberikan insentif kepada konsumen dan produsen untuk mengubah perilaku kearah eco-efficient dalam menggunakan sumberdaya alam, memberikan stimulus untuk berinovasi, perubahan struktural dan patuh terhadap peraturan ▪ Dapat menaikkan pendapatan yang dipakai untuk memperbaiki pengeluaran lingkungan, mengurangi pajak pendapatan tenaga kerja, kapital dan penghematan ▪ Merupakan alat kebijakan yang efektif untuk mengatasi masalah prioritas lingkungan seperti emisi kendaraan, limbah, bahan kimia yang dipakai dalam sektor pertanian. 48 Corpuz,Catherine (2003) menyatakan bahwa pajak lingkungan adalah bagian penting dari Market Based Instrument (MBI) dan pajak emisi adalah salah satu dari pajak lingkungan tersebut. 9) Pajak emisi adalah pembayaran secara langsung yang berhubungan dengan adanya emisi. Pajak emisi ini ditujukan langsung pada pihak pencemar yang mengeluarkan emisinya kedalam lingkungan, umumny terhadap sumber tetap. 10) 2.2 Pajak Karbon Dan Energi Pajak energi berbeda dengan pajak emisi. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tujuan dan cara bagaimana pajak tersebut diberlakukan. Pajak energi ( Zhang, Z Xiang dan Baranzini,Andrea, 2003 ) adalah jenis pajak yang besarnya secara absolut tetap misalnya rupiah per ton, rupiah per kilowatt-hour, rupiah per British thermal unit. Jadi pajak energi dikenakan terhadap bahan bakar fosil ataupun sumber energi yang bebas emisi ataupun sumber bahan bakar yang memenuhi batas emisi yang ditetapkan. Pajak energi tidak terkait dengan tingkat emisi yang dikeluarkan. Jika tujuannya adalah untuk mengurangi emisi gas CO2, maka yang efektif adalah mengenakan pajak karbon. Pajak karbon dapat ditransformasi ke pajak CO2 karena satu ton karbon ekivalen dengan 3,67 ton CO2. Walaupun pajak energi itu sendiri dapat mengurangi tingkat emisi, tetapi dalam implementasinya pajak energi tidak tepat untuk tujuan mengurangi emisi CO2 (Kageson,1991;Cline,1992; Jorgenson and Wilcoxen,1993; dikutip dari Zhang,Z Xiang dan Baranzini,Andrea,2003). 9) Menurut EEA ( Europen Environment Agency, Copenhagen (1996), pajak lingkungan terdiri dari cost-recovering charges, incentive taxes dan fiscal environmental tax. Fiscal environmental tax inilah disebut “green Tax Reform” yang terdiri dari pajak energi dan pajak bukan energi termasuk pajak CO2 10) Corpuz,Catherine (2003 ). Pollution Tax for Controlling Emssion From The Manufacturing and Power Generation Sectors:Metro Manila”. Regulasi langsung (Regulasi) yang digunakan oleh Filipina dengan memberikan batas atas emisi tidak memberikan insentif kepada industri untuk mengendalikan polusi pada tingkat yang dikehendaki oleh pemerintah. Selalu dihadapkan oleh kesulitan dalam menegakkan peraturan tersebut dan biaya administrasi yang tinggi. 18 Pajak emisi atau pajak karbon dapat mengurangi emisi melalui pengaruh mekanisme harga dari bahan bakar yang dikonsumsi. Oleh sebab itu pajak emisi merupakan instrumen kebijakan yang baik dalam mengurangi emisi (emisi CO2). Dilihat dari segi produksi, maka pajak energi secara umum berorientasi input bukan output, sedangkan pajak emisi berorientasi bisa input atau output. Pajak emisi pada dasarnya bukan untuk menciptakan pendapatan (fiscal objective) bagi pemerintah, tetapi di-disain dengan tujuan untuk pengendalian lingkungan seperti pengurangan emisi, mengubah perilaku pencemar akan tindakannya dalam merusak lingkungan. Studi yang dilakukan oleh Scrimgeour et.al ( 2005 ) untuk kasus New Zealand menunjukkan bahwa pajak karbon lebih efektif dibandingkan dengan pajak energi ataupun pajak petroleum. 11) Secara umum pajak energi dapat dikenakan sebagai pajak yang didasarkan pada output ( contohnya pemanasan atau listrik) sebagai pajak yang didasarkan pada input atau sebagai emission charged dari pembakaran bahan bakar fosil. 12) Pajak karbon merupakan pajak emisi dan merupakan jenis dari pajak lingkungan yang dikenakan pada konsumsi yang mengkonsumsi bahan bakar seperti batubara, minyak dan gas. Kadar kandungan karbon dari setiap bahan bakar tersebut menentukan besarnya nilai pajak. Bila suatu produk dikenakan pajak karbon, maka harga dari produk tersebut akan mengalami kenaikan. 11) Hasil studi dari Scrimgeour,Frank et.al ;”Reducing Carbon Emission ? The Relative effectiveness of Different Types of Environmental Tax: The Case of New Zealand” dengan CGE untuk kasus New Zealand menunjukkan bahwa dampak dari pajak karbon dan pajak energi hampir sama. Pajak energi akan mengurangi konsumsi sebesar 13 persen dibandingkan dengan 14% unuk pajak karbon. Emisi CO2 berkurang sebesar 16% untuk pajak energi dan 18% untuk pajak karbon. Sementara pajak petroleum kurang efektif. Pajak karbon dan pajak energi keduanya memberikan dampak makro dalam bentuk mengurangi GDP kira-kira sebesar 0,385% sedangkan pajak petroleum akan mengurangi GDP sebesar 0,29% 12) Menurut ESCAP Virtual Conference: Charge atau pajak adalah pembayaran yang dikenakan pada polutan sesuai dengan proporsi dari polutan yang dilepaskan ke lingkungan. Charge dibuat berdasarkan “Polluter Pay Principle”. UNEP- REPORT 1997 Menjelaskan bahwa charge system pada umumnya dipakai untuk melindungi sumberdaya dari limbah atau emisi yang dibuang ke lingkungan dan tidak dimasukkan kedalam instrument fiskal, tetapi dipisahkan kedalam sistem charge. 19 Kenaikan harga akan mengurangi permintaan dan pada akhirnya akan mengurangi emisi CO2. 13) Karena pajak karbon ditentukan berdasarkan kadar karbon yang ada dalam masing-masing bahan bakar, maka harga dari bahan bakar akan bervariasi sesuai dengan besarnya nilai pajak yang dikenakan untuk masing-masing bahan bakar. Oleh sebab itu konsumen akan melakukan pilihan dengan kesadaran akan segala konsekuensi dari pilihan yang dibuatnya. Menurut PEANZ ( Petroleum Exploration Association of New Zealand ), dokumen implementasi pajak karbon yang dikeluarkan pada bulan Juli 2005, ada dua prinsip dasar dalam mekanisme pajak karbon : ▪ Tujuan utama dari pajak adalah untuk menginformasikan kepada pemakai akhir dari energi yang digunakannya agar dapat membuat keputusan yang akan memberikan benefit terhadap atmosfir. Untuk penyederhanaan, maka pajak haruslah dikenakan pada pihak sejauh mungkin dari rantai distribusi dan disampaikan kepada pemakai akhir sepenuhnya agar informasi tersebut dapat dipakai untuk membuat keputusan. ▪ Karena pajak merupakan mekanisme fiskal, sebagai konsekuensi, setiap pendapatan dari pajak karbon akan di ”recycle” kedalam sistem ekonomi melalui pengurangan pajak yang lain. Hasil studi mengenai interaksi antara pajak yang berlaku sekarang terhadap energi dan penggunaan pajak karbon untuk mengurangi emisi gas CO2 ( Peter Hoeller and Jonathan Coppel,1992 ) terhadap 20 negara termasuk negara OECD, menunjukkan bahwa ada hubungan antara besarnya pajak karbon per ton dengan persentase pengurangan emisi.14) 13) Laporan yang dikeluarkan oleh .The Royal Society (Nov 2002).”Economic Instruments for the Reduction of Carbon Dioxide Emission”. Pajak karbon akan menaikkan biaya bahan bakar dan harus mengurangi permintaan akan bahan bakar tersebut dan konsumen akan berpindah ke bahan bakar dengan sumber karbon rendah. Halk ini akan tergantung dari elastisitas permintaan. Elastisitas jangka pendek (short-run) negara OECD untuk gasoline pada kisar -0,15 sampai -0,38 dan jangka panjang -1,05 sampai -1,40 ) 14) Adalah hasil studi dari Hoe Hoeller,P and Coppel,J (Paris, 1992). Energy Taxation and Price Distortions in Fossil Fuel Markets: Some Implications for Climate Change Policy. OECD.Economic Department.Working Papers No 110. 20 Nedergaard,Mette ( 2005 ) dalam suatu survey dari aplikasi penggunaan instrument ekonomi untuk kebijakan energi dan perubahan iklim untuk beberapa negara Eropa memberikan empat alasan penggunaan pajak lingkungan, (1) karena pajak lingkungan adalah instrument yang efektif untuk menginternalkan eksternalitas,(2) memberikan insentif untuk mengubah perilaku,(3) meningkatkan pendapatan dan (4) alat yang efektif dalam mengurangi sumber polusi dalam jangka panjang. 15) Pada tabel 1 dapat dilihat tujuan dan objek dari pajak karbon, pajak energi dan pajak emisi yang diterapkan pada negara Eropa Utara. Tabel 1. Pajak karbon pada beberapa negara Eropa Utara Negara Jenis Nilai pajak (Rate) Tahun Obyek Diperkenalkan mulai tahun 1990 Efek insentif:penghematan Gasoline,light fuel oil,heavy fuel BBF untuk mengurangi Pajak masuk ke oil,diesel oil,natural gas, coal CO2,promosi investasi-hemat general fund dan peat (kecuali BBF untuk energi dan substitusi produk Listrik) karbon rendah Tujuan Aliran Dana Pajak Karbon Mulai dari 26 Mk/tC s/d 260 Mk/tC Denmark Pajak CO2 100 Dkr/tCO2 meningkat s/d 200 Dkr/tCO2 tahun Sejak 1993 1996 dan s/d 6000 Dkr/tCO2 tahun 2000 Light fuel oil, heavy oil,diesel oil,LPG,coal dan residual fuel(kecuali untuk gasoline, natural gas dan bio diesel) Efek insentif:penghematan BBF untuk mengurangi CO2,promosi investasi-hemat energi dan substitusi produk karbon rendah Pajak bukan untuk meningkatan pendapatan Nederland Pajak karbon dan energi 50% pajak energi dan 50% pajak karbon : 5,16 DGL/tCO2 dan 0,3906 DGL/Gj untuk energi Sejak 1992 Gasoline, light fuel oil, heavy fuel oil, diesel oil, natural gas atau residual oil Pengendalian emisi CO2 Pajak masuk ke spesial fund untuk lingkungan Norwegia Pajak karbon 676 NKr/tC s/d 1350 NKr/tC Sejak 1991 Gasoline, light fuel oil, heavy oil, diesel oil, natural gas dan gas Efek insentif : untuk yg dibakar dari lapangan minyak mengurangi emisi CO2 di laut Pajak untuk general account Swedia Pajak karbon 370 SKr/tCO2 -1996 s/d 380 SKr/tCO2 1997 Sejak 1991 Gasoline, light fuel oil, heavy oil, Efek insentif : untuk diesel oil, LPG,natural gas,coal mengurangi emisi CO2 (kecuali untuk listrik) Pajak berhubungan dgn general account Finlandia Sumber: Diolah dari data research panel on economic instrument such as taxion and charges in environmental policies. Chapter 1: Situation of Environmental Taxes of Foreigh Countries. Dari website : http://www.env.go.jp/en/rep/tax/ch1.html. 14Juli 2005. 15) Baumert,Kevin ( 1998 ), Carbon Taxes vs Emission Trading: What the difference, and Which is Better. Menyatakan bahwa pajak karbon dan semua pajak lingkungan adalah instrument kebijakan yang bersifat “price-based”. Pajak menaikkan harga barang dan pelayanan dan akan mengurangi kuantitas permintaan, ini disebut “price-effect” sedangkan trading permits atau emission trading adalah instrument kebijakan berdasarkan “quantity-based”. Walaupun keduanya adalah merupakan “market-based” cara kerjanya berbeda. Pajak karbon menetapkan biaya marjinal untuk emisi karbon dan mengizinkan perubahan dari emisi yang dikeluarkan sementara emission trading menetapkan jumlah emisi karbon yang dikeluarkan dan membiarkan harga berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar. 48 Pada tabel 2 dapat dilihat persentase pendapatan pajak lingkungan termasuk pajak transportasi terhadap GDP dan persentase pajak energi terhadap GDP . Menurut laporan dari OECD dan IEA (2003) instrumen pajak sering digunakan oleh pembuat kebijakan untuk mempromosikan pengembangan energi terbarukan dan teknologi untuk efisiensi energi dari pada bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. .Tabel 2. Persentase pajak lingkungan ( tidak termasuk energi) dan pajak energi terhadap GDP Lingkungan % GDP % Pendapatan Pajak % GDP Austria 0,7 1,6 1,4 Belgium 0,5 1,1 1,6 Denmark 2,2 4,3 2,2 Jerman 0,6 1,4 2,1 Yunani 0,4 1,2 1,5 Finlandia 0,1 0,2 2,2 Perancis 0,5 1,1 2 Irlandia 1,4 4 1,8 Itali 0,5 1,2 3,1 Luxemberg 0,2 0,5 3,1 Netherland 2,6 5,9 1,5 Portugal 0,1 0,3 3 Spanyol 1 2,7 1,9 Swedia 0,4 0,8 2,6 UK 0,6 1,7 2,2 EU 15* 0,7 1,7 2,2 * terdiri dari 15 anggota negara Uni Eropa (EU) Negara Energi % Pendapatan Pajak 3,2 3,4 4,3 4,8 4,6 4,7 4,5 5,2 7,7 7 3,4 8,4 5,2 5,1 6,3 5,2 Sumber : Final report : Study on the economic and environmental implications of the use of environmental taxes and charges in the Europw Union and its member states. ECOTEC, research & consulting. April 2001 Pada tabel 3 dapat dilihat instrumen kebijakan pajak yang telah diimplementasi ataupun direncanakan oleh beberapa negara di Eropa. Pada table tersebut dapat dilihat pendekatan implementasinya, pajak energi atau CO2 dan perdagangan (trading). 22 Tabel 3. Instrumen pajak yang telah diimplementasikan dan direncanakan dibeberapa negara Eropa. Negara Pendekatan sukarela Pajak (Voluntary Approach) Energi Industri Australia x Austria x x Belgia x x Kanada x Emisi Trading Energi terbarukan x* x x x x Check Republik x Denmark x x x Estonia x x Finlandia x x Perancis x x** x Jerman x x x Itali x x Jepang x Belanda x Selandia Baru x Norwegia x x Swedia x x Swiss x x UK x x USA x x x x x x x Slovakia x x x x x x x x* x* * pada level negara bagian ** rencana saat ini dihentikan Sumber: OECD and IEA information paper (2003) OECD environment directorate and international energy agency. Policies to reduce greenhouse gas emission in industry-successful approaches and lessen learned:workshop report. 2.3 Emisi Per Kapita, Energi dan Karbon Intensitas Berdasarkan studi yang pernah dilakukan maka ada hubungan kuat antara emisi, populasi dan GDP dimana pertumbuhan ekonomi dan populasi sebagai pemicu emisi. Model ekonomi perubahan iklim global banyak menggunakan pendekatan keseimbangan makro ekonomi dimana GDP berhubungan dengan masalah investasi dan konsumsi melalui model produksi Cobb Douglas. Distribusi emisi per kapita pada setiap negara tergantung dari faktor yang mempengaruhinya dari waktu ke waktu. Menurut identifikasi dari Kaya besarnya karbon yang dikeluarkan sebagai emisi CO2 tergantung pada : M = Nx (GDP/N) x (E/GDP) x (C/E) dimana M adalah emisi CO2 ( dalam kg karbon), N adalah populasi (dalam orang), GDP dalam rupiah per tahun, GDP/N adalah pendapatan per kapita ( dalam rupiah 23 per orang per tahun), E dalam watt, E/GDP adalah intensitas energi ( Watt tahun per rupiah ), C/E adalah intensitas karbon (dalam kgC/W tahun) McKibbin,Warwick dan Stegman,Alison (2005) menyatakan bahwa hubungan emisi, GDP dan intensitas emisi dapat dilihat melalui persamaa berikut : Emisi = Populasi x GDP/kapita x Emisi/GDP Atau E = P x GDPPC x I Dimana GDPPC adalah GDP per kapita, P adalah populasi dan I adalah intensitas emisi. Kalau populasi, pendapatan per kapita dan intensitas emisi adalah faktor yang tidak saling ketergantungan, maka laju emisi akan terjadi jika ada perubahan terhadap ketiga variabel tersebut. Hubungan dari faktor tersebut menurut Beumart,Kevin et.al 2005 dapat dilihat dari model yang sederhana dengan menggunakan empat faktor yaitu level kegiatan, struktur, intensitas energi dan fuel mix. A. CO2 = Populasi x GDP/orang x Energi/GDP x CO2/Energi Energi/GDP adalah intensitas energi dan CO2/Energi adalah fuel mix Intensitas emisi CO2 adalah fungsi dari dua variabel. Variabel pertama adalah intensitas energi dan variabel kedua adalah fuel mix. B. CO2/GDP = Energi/GDP x CO2/Energi CO2/GDP disebut intensitas karbon dan merupakan perkalian antara intensitas energi dengan fuel mix. Intensitas energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi per unit dari GDP. Intensitas energi mereflesikan level efisiensi energi dan struktur ekonomi secara keseluruhan termasuk kadar kandungan karbon dari produk yang diimpor dan diekspor. Faktor yang tidak terwakili dalam persamaan A adalah struktur. Sebagai contoh jika sebuah kendaraan yang mengkonsumsi jumlah bahan bakar yang besar jika diganti dengan menurunkan emisi. jenis kendaraan hemat energi akan Level dari intensitas energi tidak berhubungan langsung dengan pembangunan ekonomi. Intensitas energi pada negara berkembang cenderung lebih tinggi dari negara industri karena secara umum pada negara berkembang GDP yang tinggi berasal dari industri manufaktur yang menggunakan 24 energi intensif sedangkan pada negara industri GDP yang tinggi berasal dari sektor pelayanan yang memiliki karbon rendah. Komponen kedua dari intensitas emisi adalah fuel mix atau secara spesifik adalah kadar karbon dari energi yang dikonsumsi pada suatu negara.16) . Gambar 6. Intensitas energi dan karbon 25 negara European Union Sumber : European union energy & transportation in figures, edisi 2004, Part 2 : Energy. Pada gambar 6 dapat dilihat intensitas energi dan intensitas karbon untuk 25 negara Eropa (anggota EU). GIC adalah gross inland consumption. Intensitas karbon adalah emisi CO2/gross inland consumption dan intensitas energi adalah gross inland consumption of energy/GDP. GDP adalah berdasarkan harga 1995. Indikator yang sama untuk 15 negara anggota EU dapat dilihat pada gambar 7 16) McDougall,RA (1993),Short-Run Effects of Carbon Tax. Centre of Policy Studies,Monash University. Untuk menentukan pengaruh dari pajak karbon pada harga bahan bakar, kita perlu mengetahui intensitas emisi untuk tiap-tiap bahan bakar yaitu jumlah kuantitas CO2 yang dikeluarkan apabila bahan bakar dibakar dibagi dengan nilai dari bahan bakar tersebut (kt CO2/$m). 25 Gambar 7. Tren intensitas energi dan karbon 15 anggota European Union Sumber : European union energy & transportation in figures, edisi 2002, Part 2 :Energy. 2.4 Emisi dan Pertumbuhan Emisi Gas CO2 Beberapa gas rumah kaca terjadi di atmosfir secara alamiah sedangkan gas rumah kaca lainnya terjadi sebagai akibat dari hasil kegiatan manusia. Gas rumah kaca yang terjadi secara alamiah tersebut seperti uap air, karbon dioksida, metan, oksida nitrogen dan ozon. Dengan adanya kegiatan manusia maka level dari konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir meningkat. Menurut UNFCC, gas rumah kaca yang utama adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4), oksida nitrogen (N2O), perflouorocarbon (PFCs), Hydrofluorocarbons(HFCs) dan sulfur heksaflorida (SF6). Menurut IPCC konsentrasi CO2 pada tahun 2100 akan berada pada kisar 650 sampai 970 ppm jauh melebihi pada tingkat pra-industri (280 ppm). Pada 200 tahun terakhir lebih dari 2.3 bilyar ton CO2 telah dilepaskan ke atmosfir yang disebabkan oleh kegiatan manusia melalui konsumsi bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan ( Baumert,Kevin et al 2005 ). Lima puluh persen dari jumlah emisi tersebut telah dilepaskan dalam periode 30 tahun mulai dari 1974 sampai 2004. Menurut laporan World Resources Institute (2005), peningkatan absolut CO2 terjadi pada tahun 2004 dengan lebih dari 28 milyar ton dilepaskan ke atmosfir bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil. Peningkatan konsentrasi ini akan berdampak pada kenaikan suhu permukaan bumi pada kisar 1,4 dan 5,8 derajat Celcius antara tahun 1990 dan 2100. Protokol Kyoto, jika diimplementasikan hanyalah merupakan langkah awal dan menurut IPCC 26 untuk menstabilkan atmosfir dari CO2 ketingkat 450 ppm haruslah menurunkan CO2 pada level dibawah tahun 1990 dalam beberapa dekade yang akan datang. 17) Dampak dari peningkatan suhu pemanasan global tersebut adalah perubahan akan produksi pertanian, suplai air, hutan dan ketidakpastian pengembangan sumberdaya manusia. Dampak kerusakan akan mempengaruhi populasi sebagian besar penduduk dunia, terutama penduduk pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Gambar 8 dapat dilihat kenaikan emisi gas CO2 yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Pada gambar 9 dapat dilihat pertumbuhan gas rumah kaca mulai tahun 1990 – 2002. Korea Selatan, Iran, Indonesia, Saudi Arabia dan Pakistan mengalami pertumbuhan cukup besar dalam kontribusi gas rumah kaca. Pada gambar 10 dapat dilihat persentasi dari gas rumah kaca menurut sektor, dimana sebanyak lebih kurang 61.4% gas rumah kaca berasal dari produksi dan pembakaran bahan bakar fosil ( batubara, minyak dan gas ) Gambar 8. Emisi gas CO2 global dari pembakaran BBF 1900-2004 Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the numbers. greenhouse gas data and international climate policy, World Resources Institute 17) Menurut IEA ( International Energy Agency ) .OECD/IEA, 2002 level proyeksi global emisi global tahun 2015 adalah 9 GtC sedikit lebih tinggi dari perkiraan IPCC. Untuk kembali ke level tahun 1990 – pada 5.8 GtC perlu pengurangan sebesar 36% dari level tahun 2015. 27 Gambar 9. Pertumbuhan emisi gas rumah kaca, 1990 – 2002 Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the numbers. greenhouse gas data and international climate policy, World Resources Institute Sektor Energi Bukan Energi Listrik dan pemanasan 24,6% Perubahan penggunaan lahan 18,2% Transportasi 13,5% Pertanian 13,5% Industri 10,4% Pembakaran lainnya 9,0% Fugitative dan proses industri 7,3% Limbah 3,6% Gambar 10. Persentasi emisi gas rumah kaca global menurut sektor Sumber : Baumert,Kevin. et al 2005, Navigating the numbers. greenhouse gas data and international climate policy, World Resources Institute Tabel 4 menunjukkan faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan CO2 dari 25 negara penghasil gas rumah kaca terbesar. Pertumbuhan emisi CO2 mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada negara-berkembang pada periode 1990-2002 yaitu Indonesia 97%, Korea Selatan 97%, Iran 93% dan Saudi Arabia 91%. Pertumbuhan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Pada gambar 11 dapat dilihat negara yang berkontribusi terhadap gas rumah kaca utama. 28 Tabel 4. Faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan emisi gas CO2, 1990-2002 Perubahan CO2 1990-2002 Negara % 1.247 49 122 15 -96 8 863 18 23 16 -20 -1 MtCO2 China Amerika Serikat % Kontribusi terhadap perubahan CO2 GDP per kapita (GDP/Pop) Populasi Intensitas Energi (E/GDP) Fuel Mix (CO2/E) India 457 70 55 28 -31 19 Korea Selatan 246 97 84 15 12 -15 Iran 178 93 44 26 24 -1 Indonesia 164 97 44 25 2 26 Saudi Arabia 148 91 -7 46 52 0 Braxil 125 57 17 21 7 13 Sepanyol 98 44 31 6 7 -1 Jepang 96 9 12 3 0 -7 Meksiko 87 28 17 22 -12 1 Kanada 87 20 24 13 -18 0 -1 Australia 73 28 31 16 -19 Afrika Selatan 69 23 -2 28 -2 -1 Turki 59 39 16 25 0 -2 Pakistan 40 60 18 38 -1 5 Itali 33 8 17 2 -6 -5 Argentina 10 9 17 13 -9 -11 Perancis 2 0 17 5 -6 -15 -13 Inggris -36 -6 24 3 -20 Polandia -60 -17 35 0 -46 -6 EU-25 -70 -2 21 3 -14 -12 Jerman -127 -13 15 4 -21 -10 Ukraina -129 -48 -32 -5 40 -51 Federasi Rusia -453 -23 5 -3 -12 -3 Catatan : CO2 termasuk perubahan penggunaan lahan dan hutan Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the numbers. greenhouse gas data and international climate policy, World Resources Institute Gambar 11. Kontribusi agregat gas rumah kaca utama Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the Numbers. Greenhouse Gas Data and International Climate Policy, World Resources Institute 29 Berdasarkan proyeksi BPPT-KFA ( Environmental Impacts of Energy for Indonesia 1993) 18) permintaan –penawaran ( demand-supply) emisi CO2 Indonesia akan meningkat dari 219.68 juta ton pertahun (pertengahan tahun 1996) menjadi 1076,16 juta ton per tahun ( tahun 2021). Perbandingan/komposisi konsumsi energi akan berubah dimana batubara menjadi sumber energi penting dan emisi CO2 pada tahun 2021 naik menjadi 54% berasal dari batubara, 35% dari minyak dan 11% dari gas. Kenaikan jumlah emisi CO2 menurut tipe energi dapat dilihat pada tabel 5 Tabel 5. Baseline emisi gas CO2 menurut tipe energi Batubara Minyak Gas Total 1996 2001 2006 2011 2016 2021 Juta ton/ Juta ton/ Juta ton/ Juta ton/ Juta ton/ Juta ton/ % % % % % % tahun tahun tahun tahun tahun tahun 37,35 17 68,46 27 150,17 40 233,42 45 374,39 50 581,13 54 127,41 58 150,61 51 163,20 43 188,03 36 269,26 36 375,66 35 54,92 25 68,46 22 65,28 17 97,26 19 105,13 14 118,38 11 219,68 100 287,53 100 378,65 100 518,71 100 748,78 100 1076,17 100 Sumber : BPPT-KFA yang dimuat dalam laporan UNEP sebagai country report. Economics of greenhouse gas limitation Studi yang dilakukan oleh PIE ( Centre for Energy Information) yang dimuat dalam laporan FIIEE (2004) mengestimasi emisi CO2 akan meningkat sebesar dua kali dari nilai tahun 2000 dan BAPENAS mengestimasi bahwa CO2, NOx dan SOx akan meningkat sebesar dua kali lipat pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2003 dan penyebab utamanya adalah bahan bakar fosil. Studi tersebut merekomendasi untuk mengurangi subsidi, promosi sumber energi terbarukan dan insentip fiskal untuk meningkatkan pengembangan energi terbarukan.19) 18) Country Report dengan judul “Economics of Greenhouse Gas Limitations” yang diterbitkan oleh UNEP,Denmark 1999.Studi dilakukan oleh KLH, BPPT-KFA ( Nuclear Research Centre ) Jerman dan PPLH-IPB. 19) Sumber dikutip dari paper yang ditulis oleh Wattimena B.T and Soejono A.R. Indonesia Energy Planning : A Concept Based on Some Energy Models. The Foundation of Indonesia Institute for Energy Economics. Paper yang disampaikan pada 6 th Annual IAEE Europan Meeting at ETH Zurich, Sep 02-03, 2004. Studi memberikan rekomendasi bahwa subsidi harus dikurangi. Subsidi energi yang ada pada saat ini menyebabkan inefisiensi dalam semua penggunaan energi disemua sektor. Insentif fiskal dibutuhkan untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia. 30 2.5 Elastisitas Seperti yang diuaraikan pada bab pendahuluan bahwa konsumsi bahan bakar fosil Indonesia pada saat ini mengalami peningkatan cukup signifikan. Kenaikan konsumsi tersebut disebabkan karena meningkatnya permintaan dari sektor transportasi, industri, rumah tangga dan listrik. Kenaikan tingkat konsumsi tersebut berkisar antara 6- 9% per tahun. Permintaan akan konsumsi bahan bakar sudah barang tentu berhubungan dengan harga bahan bakar tersebut. Metode untuk mengukur bagaimana satu variabel bereaksi terhadap perubahan variabel lainnya adalah elastisitas. Artinya kita akan melihat intensitas reaksi konsumen terhadap perubahan harga bahan bakar setelah adanya perubahan harga (misalnya kenaikan dengan adanya pajak). Efektivitas dari suatu pajak lingkungan sangat tergantung dari berapa besarnya koefisien elastisitas. Untuk tujuan meningkatkan pendapatan, pemerintah biasanya mengenakan pajak terhadap komoditas yang memiliki permintaan yang tidak elastis seperti tembakau, alkohol dan bensin, sedangkan untuk tujuan lingkungan biasanya terhadap komoditas yang memiliki permintaan yang elastis. Gambar 13 adalah kurva fungsi permintaan komoditas yang menunjukkan bahwa kurva permintaan yang tidak atau kurang elastis baik untuk tujuan meningkatkan pendapatan dan kurva yang elastis baik untuk mengurangi dampak lingkungan. Permintaan yang kurang elastis-baik untuk pendapatan pemerintah Harga Permintaan yang elastis-baik untuk tujuan pajak lingkungan Kuantitas Gambar 12. Tipe fungsi permintaan Pada gambar 13 dan 14 dapat dilihat pengaruh elastisitas harga terhadap perubahan permintaan. Kemiringan kurva permintaan sangat menentukan akan perubahan kuantitas dari bahan bakar yang diminta oleh konsumen. 31 Harga suplai y1 yo Harga BBF suplai y1 BBF yo p1 B pajak p1 po A po permintaan do p2 p2 pajak Suplai yo C permintaan do x 1 x2 Liter Gambar 13. Inelastis suplai x1 x2 Liter Gambar 14. Inelastis permintaan Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa perubahan harga memiliki dampak relatif kecil terhadap kuantitas BBF yang diminta. Elastisitas harga dari suplai lebih kecil dari elastisitas permintaan. Perubahan harga memiliki dampak yang kecil terhadap kuantitas suplai dari pada kuantitas permintaan. Pada gambar 14 dimana permintaan tidak elastis dibandingkan dengan suplai dan konsumen menjadi kurang responsif terhadap perubahan harga dibandingkan dengan penjual. Koefisien elastisitas harga bahan bakar untuk negara OECD dapat dilihat pada tabel 6 Tabel 6. Tipikal elastisitas harga permintaan pada negara OECD Bahan bakar Gasoline Hampir semua negara OECD Eropa Listrik perumahan (residential electricity) Perjalanan dengan kendaraan (car travel) Perjalanan dengan udara (air travel) Perjalanan dengan kereta api (rail travel) Elastisitas jangka pendek (short run elasticity) Elastisitas jangka panjang (long run elasticity) -0,15 ~ -0,38 - 0,15 - 1,05 ~ - 1,40 - 1,24 - 0,05 ~ -0,90 -20 ~ 4,6 -0,09 ~ 0,24 -0,22 ~ 0,31 - 0,36 ~ - 1,81 - 0,37 ~ - 1,50 Sumber: Economic instrument for the reduction of carbon dioxide emission, Nov 2002. The Royal Society. Policy documents 26/02 48 2.6 Model Ekonomi Pemanasan Global Model pemanasan global ( Wexler,Lee 1996 ) yang berhubungan dengan proyeksi pertumbuhan populasi dapat dilihat pada table 7 dan model – DICE adalah salah satu model pemanasan global yang memasukkan hubungan kerusakan ekologi dan biaya yang timbul untuk mengurangi dampak dari kerusakan yang disebabkan oleh adanya emisi karbon (CO2 ) Studi yang dilakukan oleh Lynn Price,et.al (2005 ) dalam rangka efisiensi energi terhadap negara anggota OECD dan yang bukan negara OECD menunjukkan bahwa banyak negara yang telah menerapkan instrument pajak dan fiskal untuk mempromosikan efisiensi energi. Pada tabel 8 dapat dilihat tipe dari pajak, kebijakan fiskal maupun kebijakan yang terintegrasi yang dipakai oleh setiap negara dalam rangka melakukan efisiensi energi. Sebanyak 12 negara OECD menggunakan pajak energi atau pajak CO2, sebanyak 17 negara OECD menggunakan pollution levy, 4 negara OECD menggunakan line charge, 28 negara (5 negara Non-OECD dan 23 negara OECD) menggunakan kebijakan fiskal dalam bentuk grand atau subsidi, 40 negara ( 17 pada negara non OECD dan 23 negara OECD ) menggunakan kebijakan fiskal dalam bentuk subsidi audit, 21 negara ( 9 negara non OECD dan 12 negara OECD) menggunakan kebijakan fiskal berbentuk pinjaman sektor pubik , 40 negara ( 15 negara non OECD dan 25 negara OECD ) menggunakan kebijakan innovative funds, 23 negara ( 8 negara non OECD dan 15 negara OECD ) menggunakan technology tax relief, 5 negara OECD menggunakan program tax relief, 2 negara OECD menggunakan kebijakan yang terintegrasi dalam bentuk country program dan 27 negara OECD menggunakan emission trading. Indonesia termasuk kedalam negara non OECD yang menggunakan kebijakan fiskal dalam bentuk audit yang disubsidi dengan cara tidak mengenakan biaya dan memberikan dana untuk melakukan audit terhadap kegiatan efisiensi energi termasuk penggunaan energi alternative.20) 20) Sumber Lynn Price et.al dan Ernst Worrell et.al ( May 2005), laporan penelitian bersama antara Lawrence Berkeley National Laboratory (LBNL ) Amerika, Ecofys dari Nederland dan China Energy Conservation Investment Corporation (CECIC) dan Research Institute of Fiscal Science (RIFS) dari Menteri Keuangan Cina. Laporan memuat survey dari kebijakan pajak dan fiskal yang membagi tiga kelompok, yaitu A ; Taxes and fees : Menaikkan biaya yang berhubungan dengan 33 Tabel. 7. Model pemanasan global yang berhubungan dengan proyeksi populasi Model Jumlah region Periode Tipe Model Model Energi Edmonds-Relly-Bama (ERB) 9 Edmonds-Relly -1985 1995 - 2095 Model makro ekonomi untuk emisi CO2,CH4 dan H2O dari energi Edmonds.et.al 1995 GREEN Borniaoux,et.al 1992 Global 2100 12 Manna and Richels 1992 5 1985 - 2050 Apllied General Equilibriumk Model dari emisi CO2 1990 - 2200 Manna,et.al 1995 Model optimasi makroekonomi untuk penggunaan energi.Produksi emisi CO2 dari energi Model Kebijakan Ekonomi Cline-cost-benefit 1990 -2275 Model stokastik untuk emisi CO2, N2O dan CH4 yang dipakai untuk menghitung kerusakan marjinal 1990 - 2220 dari emisi 1 Cline 1992 1 Fankhauser 1994 DICE Model optimal growth dari Ramsey.Model kerusakan 1965 - 2365 ekologi dan biaya untuk mengurangi emisi CO2 dari energi 1 Nordhaus 1994 Sumber : Wexler,Lee 1996. Improving population assumptions in greenhouse gas emission models. International Institute for Applied Systems Analysis. Laxenburg.Austria Tabel 8. Pajak dan fiskal untuk tujuan efisiensi energi sektor industri Kebijakan Fiskal Pajak atau fee Negara Pajak energi Pollution atau CO2 levy Line charge Grant atau subsidi Public sector Subsidi audit loan Kebijakan Terintegrasi Innovative Technology fund tax relief Program tax relief Country program Emission trading 5 2 27 NON-OECD Brazil x x Columbia x x Costa Rica x GF,RF R E Cote d'Ivoire E Egypt x x Ghana E R E Indonesia x Iran x** x x Jordan x x x Kenya x x E Israel EX Lebanon E R x Libya E Malaysia x Marocco x x E AD,R E R AD Peru Phillipines x x Singapore E E South Africa x Taiwan Tanzania x x Thailand Tunisia Vietnam Total 12 17 4 28 x x x x x 40 x x 21 R E,RF E E 39 23 x = program exist in country, A/C = administrative/civil pinalties, CR = criminal pinalties, E = ESCOSs, GF =guarantee funf RE = revolving fund, VC= venture capital, AD = accelerated depreciation, R = reduction, EX = exemption * diberikan melalui program negara/nasional bukan program dari begara bagian/federal ** subsidi ini berhubungan dengan loan ( loan tanpa bunga) Sumber : Ernst Worrel dan Wina Graus, Ecofys (2005) 48 Tabel 8. - sambungan Kebijakan Fiskal Pajak atau fee Negara Pajak energi atau CO2 Pollution levy Line charge Grant atau subsidi Subsidi audit A/C x x x A/C, CR x Public sector loan Kebijakan Terintegrasi Innovative fund Technology tax relief Program tax relief Country program Emission trading x E EX x E X x E X OECD Australia Austria Belgium Bulgaria E Canada x E, RF AD X Cyprus X Check Repub x CR x Denmark x CR x x Estonia x Finland x CR x x France x Germany x Greece Hungary Ireland Italy E X X X X CR E x X GF,IF x x E,IF X A/C, CR x A/C, CR x EX, R CR x x x x E R x x E AD,R E R X x E,GF X X x x x Kerea-Rep Latvia x X x Lithuania x x X E X Luxemberg X Malta X Mexico Netherland Norway x x x CR x Poland x x x x x x Portugal A/C, CR x Russia x Slovakia A/C, CR x Slovania CR x x x x Turkey x US x CR A/C, CR AD,R X x E EX X E EX X x E,IF Ex IF x* x E AD x E EX x E X X X x Switzerland UK E,IF x x Spain x x Rumania Sweden X X A/C, CR Japan X X E X X AD,R x x x E,VC R x* x x* E Ex* X 2.6.1 Model DICE Studi model DICE ( Dinamic Integrated and Climate Change Economic ) dilakukan pertama kali oleh William D.Nordhaus pada tahun 1990 yang berangkat dari cost-benefit framework dan model secara keseluruhan dijelaskan kembali pada tahun1994 dan 1996. Model terbaru dari DICE dikeluarkan pada tahun 1999 oleh William D.Nordhaus dan Joseph Boyer. Model DICE adalah model perubahan iklim global (climate change global) untuk melihat dampak dan kebijakan untuk memperlambat pemanasan global. Model ini mengintegrasikan antara emisi yang dinamis, dampak dan biaya ekonomi untuk memperlambat laju emisi gas rumah kaca (dalam penelitian ini hanya CO2 ). Inti dari Model DICE adalah model pertumbuhan dari Ramsey. Output nasional adalah fungsi produksi dari CobbDouglas yang terdiri dari kapital (K) , tenaga kerja (L) dan teknologi (A). Pertumbuhan populasi dan teknologi adalah variable eksogen. Q(t) = Ω(t) A (t) K(t) γ L (t) 1- γ , dimana Q adalah output nasional atau GDP nasional dan Ω adalah faktor kerusakan akibat perubahan iklim terhadap output nasional yang merupakan X X 35 fungsi dari laju pengurangan emisi dan biaya pengurangan emisi tersebut. Jumlah emisi dikalikan dengan besarnya pajak emisi yang ditambahkan pada pendapatan nasional akan menjadi keseimbangan umum pendapatan nasional. Struktur model DICE dapat dilihat pada gambar 15 CO2 di Atmosfir Net Emission CO2 Abatement Fraction B3 CO2 storage Marginal Atmosfir Retention Emisi CO2 Nilai Transfer Dari CO2 Radiative Forcing CO2 Biaya Abatement CO2 B1 Climate Feedback Parameter Gross Output Radiative Forcing Feedback Cooling Konsumsi R1 Biaya Kerusakan Iklim Kapital Investasi B2 Suhu Atmosfir Upper Ocean Depresiasi Perbedaan Suhu Investation Fraction Perub Atm UppOcean Temp B4 Heat Transfer Nilai Depresiasi B5 Suhu Deep Ocean Perub Suhu Deep Ocean Gambar 15. Struktur model DICE Model dapat dibagi kedalam tiga subsistem utama yaitu ekonomi, siklus karbon dan iklim . Model ini disebut juga model 3-Box System. Struktur akumulasi kapital dengan dua loop umpan balik, akumulasi kapital melalui penginvestaian kembali (R1) dan penyusutan (B2). Output dipengaruhi oleh kapital dan input eksogen dari populasi dan faktor produktivitas, biaya untuk mengatasi emisi dan kerusakan akibat iklim ( akan membuat loop negatif B1). Emisi akan berakumulasi dalam stok karbon di atmosfir dan bercampur dengan lapisan yang ada pada lautan melalui radiative forcing . Radiative forcing akan memanaskan atmosfir dan permukaan laut. Panas dipancarkan kembali ( loop B3) dan secara perlahan-lahan akan ditransfer ke lautan dalam (loop B4 dan B5). Sedangkan kerusakan akibat iklim adalah fungsi dari kuadratik dari suhu atmosfir. 36 2.6.2 Deskripsi Model DICE Dalam model DICE isu sentral adalah tujuan dari ekonomi dan lingkungan yang dimaksudkan untuk dapat memperbaiki standar kehidupan atau konsumsi dari masyarakat pada saat ini untuk masa yang akan datang (sustainability). Pendekatannya adalah bahwa konsumsi yang berlebihan pada saat ini dikurangi. Asumsi dalam model bahwa setiap negara ingin memaksimumkan fungsi kesejahteraan sosial (social-walfare) yang di discounting terhadap rata-rata tertimbang dari pendapatan perkapita. Fungsi kesejahteraan sosial dimasukkan kedalam persamaan matematis yang dapat dijelaskan bahwa ; (i) makin tinggi level konsumsi maka semakin mahal harga, (ii) peningkatan konsumsi mengikuti prinsip diminishing marginal valuation dan (iii) sosial marginal utiliti dari konsumsi pada saat ini tinggi dibandingkan dengan konsumsi untuk generasi yang akan datang dengan ukuran dan nilai konsumsi per kapita yang sama. Fungsi tujuan atau kriteria untuk memaksimumkan kesejahteraan masyarakat : T (1) Wj = ∑ U [ cj (t),L(t) ] R(t) t Dimana W adalah fungsi objektif dan U [ c (t),L (t) ] adalah utiliti dari konsumsi, c(t) adalah aliran konsumsi per kapita selama periode t, dan L (t) adalah populasi pada waktu t dan R(t) adalah discount factor dari pure time preference. Hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar 16 dan gambar 17. Cumulative Discounted Utility Discounted Utility Base Year Discount Factor Total Utility Utility Rate of Inequality Aversion Consumption <Time> Populasi Rate of Time Preference Consumption per Cap Gambar 16. DICE discounting dan utility 37 <Climate Damage Frac> <GHG Reduc Cost Fraction> Net Climate Change Impact Net Output Konsumsi R1 <Faktor Prod > Gross Output <Populasi> Kapital Investasi Depresiasi B1 <Investment Frac > Nilai Depresiasi Gambar 17. DICE akumulasi kapital dan depresiasi t (2) R(t) = ∏ [ 1 + ρ (v) ] -t v =0 ρ(t) adalah rate time preference dan R(t) adalah discount factor. ρ(t) adalah parameter pure rate dari social time preference (3) U [ c(t), ] = L(t) { cJ(t) 1-α – 1 } / (1-α) (3a) U [ cJ(t) ] = LJ(t) { log [c(t) ] } Parameter α adalah pengukuran dari valuasi sosial dari perbedaan konsumsi dalam hal ini bisa sebagai elastisitas dari konsumsi marginal utiliti atau rate dari inequality aversion. Secara operasional α adalah untuk mengukur apakah suatu daerah/negara ingin untuk mengurangi tingkat kesejahteraan dari generasi yang memiliki konsumsi tinggi untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan terhadap generasi yang memiliki tingkat konsumsi rendah. Model DICE menggunakan nilai α =1, sehingga persamaan utiliti menjadi seperti pada (3a) (4) g pop j(t) = g pop j(0) exp)(-δ pop j,t ) Pertumbuhan populasi diasumsikan mengikuti pola eksponensial , g pop (t) adalah pertumbuhan populasi pada periode t dan δ pop adalah nilai konstanta dari declining. Nilai parameter yang digunakan dalam model DICE untuk pertumbuhan populasi adalah 1,5% per tahun untuk dekade awal dan nilai declining populasi global adalah sebesar 0,195 ≈ 20% per dekade. Global populasi maksimum adalah 11,5 triliun penduduk. 38 (5) Q (t) = Ω(t) { A (t) K (t) γ L (t) 1-γ dimana γ= 0,25 jika γ diasumsikan sebesar 0.25 maka kontribusi tenaga kerja terhadap pendapatan nasional adalah 1- 0,25 = 0,75. A adalah perubahan teknologi dan Ω (t) adalah kofisien kerusakan (damage factor) yang berhubungan dengan dampak perubahan iklim terhadap output. Hubungan variabel eksogen tersebut dapat dilihat pada gambar 18 Populasi Net Pop Incr Decl Pop Gr Rate Nilai Pertum Populasi Faktor Produktivitas Faktor Nilai Pert Prod Nilai Incr Faktor Prod Nilai Pert Fakt Prod-Decl Rate Intensitas CO2 dari Output Decl Rate Int CO2 Decl Intens CO2 Dec Rate Int CO2-Dec Rate Nilai Pertum Fak Prod-Dec Rate Pop Gr Rate Decline Rate Gambar 18. Variabel eksogen model DICE (6) Q (t) = C (t) + I (t) Gross output (Q) adalah konsumsi ditambah dengan investasi. Data dari pendapatan nasional atau GDP sama dengan yang ada pada persamaan (5). Dalam DICE Q adalah output dunia. (7) Konsumsi per kapita adalah c (t) = C (t)/L (t) (8) perubahan stok kapital dihitung dengan persamaan ; K (t) = K (t-1)(1-δK) + I (t1), dimana δK = 0,10 per tahun Angka 0,10 adalah besarnya penyusutan dari kapital stok (δK ) sebesar 10% per tahun. (9) E(t) = [ 1 – μ(t)] σ(t) Q(t) E merupakan emisi gas rumah kaca. Rasio dari emisi gas rumah kaca yang tidak terkontrol terhadap gross output adalah parameter perlambatan ( σ ) dalam DICE nilai σ adalah sebesar 0,519 berdasarkan tahun 1965. Sedangkan μ adalah faktor pengendalian emisi (control rate), yang dalam hal ini adalah parameter kebijakan. Parameter σ adalah merepleksikan tren emisi ekivalen dari CO2 per unit dari GDP. Nordhaus membuat asumsi nilai σ menurun diantara 1-1,5% per tahun karena adanya perbaikan efisiensi energi dan perubahan konsumsi dari BBF 39 yang berasal dari batubara. Untuk masa yang akan datang diasumsi menurun sebesar 1,25% per tahun. (10) M(t) = βE(t) + (1-δM) M(t-1) dimana β = 0,64 dan δM = 0,0833 per dekade Persamaan (10) merefleksikan akumulasi dari konsentrasi karbon di atmosfir. Fraksi dari β menunjukkan persentase dari emisi yang tetap tinggal di atmosfir dalam jangka pendek dan disebut sebagai rasio marginal atmosphere retention (dalam periode 10 tahun) dan δM adalah nilai dari transfer reservoirs ke dalam lautan atau rate removal yang besarnya adalah 0,0833 per dekade. Persamaan (10) tersebut menjadi M(t) – (1-0,0833)M(t-1) = 0,64E(t). M(t) adalah perubahan konsentrasi dari waktu pre-industri. Emisi CO2 di Atmosfir Long Term Storage Short Term Transport Storage Rate Atmosfir Retention Gambar 19. Siklus karbon dari model DICE Pada gambar 19 dapat dilihat struktur model DICE untuk siklus karbon. Emisi mengalir ke atmosfir. Porsi yang tetap sebesar 36% langsung disimpan di permukaan laut atau di biosfir. Dalam jangka panjang (120 tahun) karbon disimpan di dalam lautan dalam. Hubungan sistem iklim tersebut dapat dilihat pada gambar 20. Persamaan berikutnya adalah hubungan antara akumulasi dari gas rumah kaca dan perubahan iklim. (11) T1(t) = T1 (t-1) + ( 1/R1) { F(t) – λ T1 (t-1) – ( R2/ τ 12) [ T1 (t-1) – T2(t-1)]} (11a) T2(t) = T2 (t-1) + ( 1/R2) { ( R2/ τ 12) [ T1 (t-1) – T2(t-1)]} T1 adalah suhu pada layer 1 pada periode 1 relatif terhadap periode pra-industri (layer pada atmosfir dan upper ocean) dan T2 untuk suhu pada bawah laut. F adalah radiative forcing (relatif terhadap periode pra-industri ). R1 adalah 40 thermal capacity dari perbedaan layer dan τ 2 adalah transfer rate dari upper layer ke lower layer dan λ adalah parameter feedback. Jika nilai T adalah konstan dalam jangka panjang, maka dampak dari perubahan dalam radiative forcing adalah ∆T/∆F = 1/λ. DICE menggunakan parameter T 2xCO2 = 1/λ. Nilai T 2xCO2 menurut US National Academy of Science ( 1991) adalah berkisar antara 1oC dan 5oC. 1/R1 = α 1 , λ = α 2 , R2/ τ 2 = α 3 , 1/ τ 12 = α 4 . DICE menggunakan α 3 = 0,44 dan α 4 = 1/500. Nilai α 1 berkisar antara 0,014 – 0,02 T ( 1960) = 0,2 dan R1 = 41,7 dan T 2 (1960) = 0,10 Climate Feedback Parameter Feedback Cooling <Reference Temp> Climate Damage Frac < Radiative Forcing> B1 Atmos UpperOcean Temp Perub Atm UppOCean Temp B2 <Skala Kerusakan Iklim> Perbedaan Temp <Kerusakan Iklim NonLinearity> Heat Transfer B3 Deep Ocean Temp Perub DeepOcean Temp Gambar 20. Sistem iklim model DICE (12) d(t) = 0,0133 [ T(t) / 3 ] 2 Q(t) atau d(t)/Q(t) = 0,013 [ T(t) / 3 ] 2 = 0,00144 T(t)2 Persamaan (12) menyatakan bahwa kerusakan dari 3oC pada suhu rata-rata adalah sebesar 1,33% dari Output Global. Berdasarkan studi Nordhaus (1991) bahwa kerusakan yang terjadi pada suhu 3oC akan berdampak pada pendapatan negara Amerika sebesar 0,25% dan kemudian dinaikkan menjadi 1% dari total output nasional Amerika. Dalam model DICE, Nordhaus mengestimasi dampak kerusakan sebesar 1,33% dari global output untuk semua negara. 41 (13) TC(t)/GNP(t) = b1 μ (t) b2 = 0,0686 μ(t) 2.887 Laju pengurangan emisi gas rumah kaca adalah sebesar μ, parameter ini disebut juga faktor pengendalian emisi. TC/GNP adalah total biaya untuk mengatasi emisi yang merupakan fraksi dari output dunia. 21) Hubungan antara biaya dan kerusakan dapat dilihat dari persamaan (14). Total biaya kerusakan akibat emisi (TC) adalah tergantung dari laju pengurangan emisi yang diinginkan(μ). Parameter b1 dan b2 adalah konstanta yang menentukan fungsi biaya kerusakan. (14) Ω (t) = [ 1 – b1μ(t)b2 ] / [1+ d (t) ] Persamaan (14) merupakan fraksi akibat kerusakan yang harus dimasukkan kedalam sistem produksi dunia dengan cara memasukkan koefisien kerusakan Ω (t). Dalam DICE nilai d (damage) adalah sebesar 0,000144 T(t)2., yaitu didapat dari 0.0133[ T(t)/3 ]2 . Dimana T(t) adalah perubahan suhu permukaan relatif setelah pre-industri. Nilai parameter b1 sebesar 0,0686 dan b2 sebesar 2,887, sehingga fraksi kerusakan menjadi : (15) Ω (t) = [ 1 – 0,068μ(t) 2,887 ] / [1+ 0,000144 T (t)2 ] 2.6.3 Discounting DICE menggunakan nilai ρ(t) sebesar 3.0% per tahun. Nilai ini ditetapkan berdasarkan tahun dasar pada tahun 1995 dan menurun menjadi 2,3% per tahun pada tahun 2100 dan 1,8% per tahun pada tahun 2200. Masalah besarnya discounting yang dipakai terus menjadi perdebatan dikalangan modeller, hal ini disebabkan oleh ketidakpastian pertumbuhan ekonomi untuk masa yang akan datang. Nilai ρ sebesar 3% (time preference rate) sebenarnya adalah sosial time preference rate (STPR). Menurut The Green Book 22) STPR adalah nilai konsumsi sosial yang ada pada saat ini terhadap nilai konsumsi untuk waktu yang akan datang. 21) Menurut Nardhous dalam Resources and Energy Economics 15 (1993), kenaikkan dua kali emisi CO2 akan berdampak biaya sebesar 1,3% terhadap GDP Amerika dan 1,4% terhadap negara OECD dan 1,5 terhadap negara yang tidak termasuk pada kedua kelompok tersebut. 22) Lihat The Green book Annex 6 mengenai discount rate. STRP ( r) memiliki 2 komponen yaitu r = ρ + μg , dimana ρ adalah discount rate, μ adalah elastisitas dari utilitas marginal yang besarnya 1 dan g adalah pertumbuhan perkapita. Sumber: http://greenbook.treasury.gov.uk/annex06.htm 42 Untuk periode yang melebihi 30 tahun, The Green Book membuat rekomendasi besarnya nilai STPR seperti pada tabel 9 Tabel 9. Tingkat penurunan nilai discount jangka panjang Periode tahun Nilai discount 0- 30 3,50% 31 -75 3,00% 76 - 125 2,50% 126 - 200 2,00% 201 - 300 1,50% 300 + 1% Cline,Williem (2005), menjelaskan bahwa STRP adalah nilai pure time preference (ρ) ditambah dengan perkalian dari nilai pertumbuhan pendapatan per kapita (g) dengan elastisitas dari utilitas marginal (μ). Nilai elastisitas dalam hal ini menggambarkan pengurangan persentase marginal utilitas untuk setiap satu satuan mata uang dari konsumsi untuk setiap kenaikan satu persen pendapatan. Sehingga STRP adalah r = ρ + μg. Menurut Fiddaman,Thomas (1996), μ adalah rate of inequality aversion, dimana nilai μ yang tinggi akan berimplikasi bahwa generasi yang miskin akan menerima benefit lebih besar untuk setiap unit tambahan dari konsumsi dibandingkan dengan generasi yang lebih kaya. DICE menggunakan nilai μ atau konsumsi marginal utilitas sama dengan 1. Artinya tidak ada perbedaan nilai untuk generasi sekarang dan generasi akan datang. Pearce,David et.al (2003) menyarankan untuk menggunakan nilai 1 artinya generasi yang akan datang akan menerima benefit yang lebih baik dari generasi yang ada sekarang. Jika menggunakan konsep Ramsey maka jika ρ adalah sebesar 0,5% ( Pearce dan Ulph, 1999 dalam Pearce,David et.al ) dan pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 2%, maka besarnya discount rate (r) adalah sebesar 0,5 + 1(2%) = 2,5% Pada gambar 21 dapat dilihat bagaimana pengaruh dari nilai ρ ( pure time preference rate ) terhadap tingkat kesejahteraan. Jika ρ=0 maka discount factor menjadi sebesar 1 dan kesejahteraan untuk semua generasi diperlakukan sama. Jika ρ= 0,01 maka nilai tersebut menjadi separohnya pada periode kira-kira 70 tahun dan untuk nilai ρ=0,03 maka nilai menjadi separohnya pada periode kira-kira 25 tahun. 43 Gambar 21. Pengaruh discounting untuk beberapa nilai pure time preference 2.6.4 Perubahan Teknologi Pertumbuhan emisi gas CO2 sangat tergantung dari perubahan faktor teknologi. Faktor yang memicu adanya perubahan teknologi tersebut adalah seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurangi emisi gas CO2 dan apakah ada insentif untuk melakukannya. Tanpa peran dari perubahan teknologi akan sulit untuk mengurangi emisi pada tingkat konsentrasi yang stabil. 23) Gambar 22. Perubahan suhu pada tahun 2100 untuk perbedaan tingkat stabilisasi Sumber: 23) IPCC-2001a yang dimuat dalam Kyoto and Issues and Options in the global response to climate change. Swedish Environmental Protection Agency (2002) Swedish Environmental Protection Agency (2002) ada tiga perbedaan tingkat stabilisasi CO2 dalam koresponden dengan kisar perubahan iklim. Pada level 450 ppm estimasi kisar iklim meningkat pada tahun 2100 adalah 1,2 sampai 2,4 o C. Pada 550 ppm kisat iklim meningkat 1,6 sampai 2,9oC. Pada 1000 ppm meningkat dari 2,0 sampai 3,5oC 44 Gambar 22 menunjukkan level projeksi keseimbangan jangka panjang yang berhubungan dengan target stabilisasi. Stabilisasi pada 450 ppm dapat menyebabkan meningkatnya suhu antara 1,4 sampai 3,4 o C. Stabilisasi emisi pada 1000 ppm dalam jangka panjang dapat meningkatkan suhu antara 3,4 dan 8,9 o C. Dalam kebanyakan model pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh ahli ekonomi neo-klasik, pertumbuhan teknologi diperlakukan sebagai variabel eksogen. Model DICE menggunakan asumsi bahwa perubahan teknologi adalah eksogen atau eksternal terhadap model, oleh karenanya perkembangan teknologi diasumsi tidak dipengaruhi oleh harga energi ataupun kebijakan 24) . Berdasarkan pengalaman, laju dari perubahan teknologi dipengaruhi oleh harga energi dan harus dipertimbangkan dalam model dalam hubungan kebijakan . Hal ini disebut sebagai “Induce Technical Change (ITC)”. Pajak karbon atau pajak emisi akan menciptakan insentif untuk meningkatkan pengembangan dan penelitian untuk bahan bakar yang bukan fosil. Hal ini akan menyebabkan adanya proses inovasi yang dinamis dalam rangka mengurangi emisi CO2. Dalam model ekonomi- perubahan iklim, perubahan teknologi memainkan peran penting karena biaya untuk mencapai tingkat stabilisasi yang diharapkan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi atau GDP suatu negara. Untuk mencapai tingkat stabilisasi pada 450 ppm pengurangan GDP berkisar dari 1% sampai diatas 4% per tahun, sedangkan untuk mencapai target 550 ppm pengurangan GDP tahunan berkisar antara 0,2% sampai 1,7%. Biaya untuk stabilisasi konsentrasi CO2 dapat dilihat pada gambar 23. Hubungan perubahan teknologi dapat diukur melalui pendekatan TFP (Total Factor Productivity ). Perubahan teknologi kearah pengembangan energi substitusi dan pengembangan penelitian energi dapat menekan laju konsumsi energi dan mengurangi laju emisi. Hubungan tersebut dapat dilihat melalui persamaan : Q(t) = Ω(t) A (t) K(t) γ L (t) 1- γ ....( dalam Rp/tahun ) 24) Islam,Sardar (2003). Climate change and economic growth: computational experiments in adaptive economic modeling. Int.J.Global Environmental Issues,Vol.3.No1. bahwa teori baru telah dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan dari teori pertumbuhan sebelumnya dengan mempertimbangkan beberapa proposisi ekonomi yang penting seperti variable populasi dan meningkatnya skala enonomi dalam model pertumbuhan 45 Q adalah output nasional atau GDP, Ω adalah dampak perubahan iklim, A adalah perubahan teknologi, K adalah capital dan L adalah tenaga kerja. Gambar 23. Biaya untuk stabilisasi konsentrasi emisi gas CO2 Sumber: IPCC- (2001a) yang dimuat dalam Kyoto and issues and options in the global response to climate change. Swedish Environmental Protection Agency (2002) 2.6.5 Investasi Dan Interest Rate Keputusan investasi terhadap barang-barang konsumsi dan energi sangat tergantung dari nilai suku bunga (interest rate). Dalam model optimasi yang bersifat dinamik, investasi ditentukan sehubungan dengan memaksimumkan tingkat kesejahteraan. Hal ini akan dilakukan jika suku bunga yang ditawarkan adalah menarik bagi investor. Hubungan antara investasi, tingkat suku bunga dan output nasional dapat dilihat pada gambar 24 Pure Time Preference Kapital Investasi Sukubunga Output Pertumbuhan Konsumsi Konsumsi Gambar 24. Hubungan investasi, sukubunga dan output 46 Sumaila,Ussif dan Walters,Carl (2003) dalam paper yang ditulis mengenai “Intergenerational discounting” menjelaskan bahwa persamaan discount mengandung dua faktor yaitu nilai discount menurut standar normal, diasumsikan dipakai untuk semua stakeholder termasuk populasi untuk masa yang akan datang dan nilai discount untuk generasi yang akan datang yang mencerminkan keinginan kita untuk menunda benefit yang akan diambil sekarang guna kepentingan stakeholder untuk masa yang akan datang. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari perbedaan discount rate yang secara umum disebut interest rate (perlu dicatat bahwa interest rate tidak sama dengan social discount rate): d= 1 (1 + r ) dan d fg = 1 (1 + rfg ) dimana r adalah nilai discount tahunan standar dan r fg nilai discount tahunan untuk generasi yang akan datang dan d = d fg adalah faktor discount. Pada gambar 25 dapat dilihat bagaimana pengaruh nilai discount jika r fg<r, r fg >r dan r fg= r Gambar 25. Present value aliran dana sebesar 1 $ untuk periode 100 tahun untuk beberapa nilai discount rate. 47 2.6.6 Variabel Dan Parameter Dalam Model DICE Variabel Keterangan (Unit) P(t) populasi (juta) L(t) labour input (pure number) R(t) discount factor dari social preference (pure number) ρ(t) discount rate dari social preference A(t) faktor produktivitas total (ditentukan oleh unit input dari fungsi produksi) Variabel Keterangan eksogen (rate per tahun) (Unit) endogen C(t) konsumsi ( dalam billiun $ ) c(t) konsumsi per kapita Q(t) Output atau GDP Ω (t) faktor kerusakan terhadap gross output K(t) Kapital stok E(t) emisi karbon industri dunia F(t) radiative forcing, meningkat melebihi level tahun 1990 M(t) Mass /konsentrasi CO2 di atmosfir T(t) suhu atmosfir, meningkat melebihi level 1900 (relatif terhadap base ( dalam juta $ per orang per tahun ) (billiun $ Berdasarkan tahun 1990 per tahun ) periode/periode dasar) T* =(T2) (pure number) (dalam billiun $) (GtC/tahun) (W/m2) (GtC) (oC) suhu dibawah lautan, meningkat melebihi level 1900 (relatif terhadap based periode/periode dasar) (oC) d(t) kerusakan iklim sebagai fraksi dari net output (pure number) TC(t) biaya total untuk mengurangi emisi Variabel Keterangan (dalam billiun $) (Unit) Kebijakan μ(t) control rate pengurangan emisi Parameter α rate dari inequality aversion ( pure number) (pure number) 48 b1 dan b2 parameter dari emission-reduction cost function ( exponent dari pengendalian biaya ) β rasion dari marjinal atmosfir retention γ elastisitas output terhadap kapital (pure number) ρ pure rate dari social time preference ( pure number ) σ rasio dari emisi terhadap output ( billion ton CO2 eqv /triliun dolar ) R1 thermal capacity dari upper layer R2 thermal capacity dari deep ocean τ transfer rate dari upper ke lower reservoir 12 ( pure number ) 2.6.7 Skenario Kebijakan Model DICE Kebijakan kebijakan dari model DICE dikelompokkan kedalam empat katagori umum yaitu : (1) do nothing policy, (2) optimal policy artinya kebijakan untuk memperlambat laju perubahan iklim global dengan cara memaksimumkan kesejahteraan dengan kendala konsumsi, populasi dan besarnya laju percepatan emisi yang akan digunakan (3) Ten-year delay dari optimal policy, yaitu menunda sampai cukup pengetahuan mengenai dampak emisi gas rumah kaca agar analisis menganai biaya dan benefit dapat dilakukan dengan akurat. (4) Kebijakan mengurangi emisi sebesar 20% dari level tahun 1990 (5) Geoengineering yaitu benefit dari teknologi mitigasi untuk perubahan iklim global, artinya dengan bantuan teknologi biaya metigasi menjadi lebih murah. Alternatif dari masingmasing skenario tersebut dapat dilihat pada tabel 10 Tabel 10. Alternatif kebijakan dalam model DICE No 1 2 3 Alternatif kebijakan model DICE Tidak ada pengendalian (no control), artinya tidak ada kebijakan yang dibuat dalam mengurangi emisi Kebijakan optimal (optimal policy), artinya kebijakan untuk mengurangi emisi dengan tidak mengorbankan tingkat kesejahteraan masyarakat Kebijakan untuk menunda kebijakan optimal untuk waktu sepuluh tahun kemudian 4 Kebijakan mengurangi emisi sebesar dua puluh persen dari level tahun 1990 5 Kebijakan geoengineering 49 2.6.8 Model FREE Untuk melihat hubungan antar sektor dari model DICE , Thomas Fidaman (1995) mengembangkan model FREE (Feedback-Rich Energy-Economy). Model FREE dikembangkan dengan menggunakan hubungan ekonomi dan perubahan iklim dari model DICE tetapi lebih menekankan pada hubungan sistim energiekonomi. Population Eksogen input dari prakiraan ahli. berhubungan dengan DICE Populasi Energy Produksi, Deflesi, Pajak Harga dan Teknologi T.Kerja permintaan energi Welfare Model utilitas yang didiskonto konsumsi Kerusakan intangible pengiriman Policy Pajak karbon, energi and deplesi pajak Produksi BBF Pengukuran energi /Harga energi rate emsisi CO2 Emission Dari penggunaan energi Economy GDP/Output, akumulasi kapital, energi, penggunaan kapasitas Kerusakan tangible Emisi Konsentr CO2 di Atm Impacts Kerusakan pasar dan bukan pasar Suhu Climate Radiative forcing surface warming,and heat transport Atm konsentr Carbon cycle, Atmospheric accumulation and transport of carbon to acean and biosphere Gambar 26. Diagram sektor bondari dari model FREE Hubungan antar sektor dari model DICE akan terlihat dengan jelas melalui model FREE. Pada gambar 26 dapat dilihat bagaimana hubungan diantara sektor, kegiatan internal dalam sektor dan hubungan eksternal. Pola perubahan dari model dapat dilihat melalui umpan balik dari loop pada gambar 27. Ada penguatan proses akumulasi kapital yang mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari variabel eksogen dari populasi dan pertumbuhan faktor produktivitas. Perubahan iklim akan bertindak sebagai perlambatan yang menahan laju pertumbuhan melalui loop dampak kerusakan. Kegiatan ekonomi memerlukan energi yang akan mengakibatkan adanya peningkatan emisi CO2 di atmosfir dan pada gilirannya akan meningkatkan suhu. Suhu pemanasan global meningkat dan akan 50 berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Energi dan ekonomi akan berintegrasi melalui perubahan dari BBF ke energi lain. Didalam sektor energi, biaya produksi energi dipicu oleh masa belajar dan deflesi dari sumber energi. Fungsi pajak emisi akan meningkatkan harga energi dalam hubungannya dengan meningkatnya emisi CO2 dan konsentrasi diatmosfir. Implikasi kebijakan terhadap kesejahteraan diukur melalui konsep diskonto kumulatif dari utilitas. Dalam model FREE, energi dikenakan pajak deplesi. Deplesi sumber energi atau BBF berhubungan erat dengan kebijakan iklim, bahkan untuk dekade kedepan berimplikasi lebih serius terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dari pada perubahan iklim. CDU (commulative discounted utility) = ∫ e (-ρt) L(t)U(t) dt ρ adalah rate of time preference, L adalah populasi dan U adalah utilitas dari setiap individu. Pada penelitian ini hubungan antar sektor tersebut hanya diperlihatkan untuk memperjelas gambaran model DICE . Gambar 27. Proses umpan balik antar sektor dari model FREE 51 Dalam model FREE, sektor energi digambarkan dengan jelas melalui hubungan produksi energi, deplesi, proses pembelajaran (learning process) dan harga energi. Besar kecilnya output nasional akan menentukan besar kecilnya permintaan konsumsi energi. Ada hubungan positip antara besarnya konsumsi dan produksi. Harga energi akan dipengaruhi oleh produksi energi melalui besarnya deplesi yang terjadi dan seberapa cepatnya perkembangan teknologi ekstraksi. Hubungan energi dengan besarnya output nasional tidak dijelaskan secara eksplisit dalam model DICE. Kapasitas produksi energi dalam DICE diasumsi memiliki kontribusi yang kecil karena rendahnya kapital dalam produksi energi dan teknologi produksi energi merupakan variabel eksogen. 2.7 Kebijakan Terhadap Emisi Membuat peraturan adalah cara yang utama bagi pemerintah untuk memberikan proteksi terhadap lingkungan. Kebijakan dan instrumen dari kebijakan selalu berubah sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Salah satu masalah yang sulit dihadapi oleh pembuat kebijakan adalah memilih kebijakan yang paling efektif untuk mengatasi masalah lingkungan dan bagaimana kebijakan tersebut sesuai dengan kemampuan institusi yang ada pada saat ini. Secara spesifik tujuan kebijakan lingkungan haruslah efisien (lihat gambar 28 dan 31). Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan oleh pembuat kebijakan untuk mengurangi ataupun menghilangkan dampak dari eksternalitias yang ditimbulkan khususnya penggunaan bahan bakar fosil (BBF). Menurut Energy Resources International,Inc (2005) 26) ada tiga instrumen yang dapat digunakan yaitu : (1) voluntary standard yaitu merupakan suatu petunjuk atau standar tetapi tidak ada paksaan bagi pihak jika tidak menerapkannya, tetapi pihak yang menerapkan akan mendapatkan benefit jika menerapkannya dan tidak ada finalti atau denda jika tidak mengimplemantasikanya. Standar ini pada umumnya memiliki dampak yang terbatas dan kecil. (2) perintah dan pengendalian ( command and control ) adalah merupakan suatu aturan atau standar yang 26) ) Penjelasan lebih terinci dapat dilihat pada Best Practices Guide: Market Approach to Environmental Protection. Disiapkan oleh Energy Resources International,Inc, Whasington,DC untuk program pelatihan Energi dan Lingkungan US Agency for International Development (paper dicetak 2005) 52 memiliki kekuatan hukum untuk mengurangi emisi sesuai dengan level dari emisi yang disyaratkan. Standar ini sering mensyaratkan untuk menggunakan teknologi tertentu untuk mengendalikan emisi dan kadang-kadang dibuat sesuai dengan daerah tertentu. ( site-specific). (3) insentif ekonomi (economic incentives) yang terdiri dari pajak emisi (emission tax), perdagangan emisi (tradable emission quotas) atau disebut izin melepaskan pencemar (transferable discharge permit ) dan program refund deposit (deposit-refund program). Pajak emisi adalah pembayaran atau pajak yang dikenakan untuk tiap unit emisi. Semua pencemar harus mengendalikan unit biaya marjinal untuk mengurangi emisi ( MAC) sama dengan besarnya pajak sehingga terjadi distribusi biaya yang efektif dan semua pencemar akan mencari metode dengan biaya yang terkecil untuk mengurangi biaya total yang akan memenuhi persyaratan. (lihat gambar 28 dan 29 ). Izin melepaskan pencemar (TDP) adalah menetapkan jumlah emisi yang diperbolehkan atau jumlah permit yang akan diperjual belikan dan harganya diserahkan kepada mekanisme pasar. Dalam pasar permit semua pencemar dapat menjual ataupun membeli permit yang dimilikinya dengan harga pasar. Harga pasar permit akan bergerak sampai MAC sama dengan harga permit tersebut (lihat gambar 30). Berbeda dengan pajak emisi. TDP bekerja atas basis jumlah emisi yang boleh dikeluarkan sedangkan pajak menggunakan basis harga dari besarnya unit emisi yang dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan jumlah emisi yang diizinkan. Pihak pencemar dapat menjaga level emisi dibawah level yang dimilikinya dan dapat menjual atau menyewakan surplus permitnya ke pencemar lain atau menukarkan dengan kelompok pencemar dari fasilitas yang sama ( offset ). Program refund deposit adalah pembayaran tertentu (deposit) yang dibayarkan dimuka terhadap polusi potensial untuk dikeluarkan atau dibuang dan pembayaran akan dikembalikan sebagai garansi dari deposit jika polusi tersebut tidak terjadi. Jenis instrumen ini umumnya tidak dipakai untuk pencemaran emisi dari BBF. 53 Contoh seperti penggunaan kembali botol dan kaleng yang diterapkan oleh pemerintah Papua Nugini dan pembuangan sampah di Korea. 27) Rp biaya kerusakan marjinal (MD) Biaya marjinal mengurangi emisi (MAC) Biaya T optimal Jumlah emisi ζ* ζo Gambar 28. Tingkat pencemaran yang efisien Pada gambar 28 dapat dilihat bahwa jika tidak ada intervensi pemerintah, maka pencemar akan mengeluarkan emisi sebesar ζo dimana MAC=0. Rp MACo MD MAC1 Pajak =T a d b jumlah emisi c ζ* ζo Gambar 29. Dampak pajak emisi terhadap MAC dan emisi yang dikeluarkan 27) ESCAP Virtual Conference. “Role of various environment-related measures”. Market-based Instrument (MBIs). MBI terdiri dari : charges,subsidies, marketable ( or tradable) permits, dan jenis) lainnya adalah : deposit-refund systems, traditional property right, ecolabelling and ISO standard. Sumber: http://www.unescap.org/DRPAD/VC/orientation/M5_3.htm 54 Tingkat pencemaran yang efisien terjadi pada titik ζ * dimana MAC = MD. Jika emisi ζ > ζ * masyarakat harus menanggung biaya lebih mahal atau biaya sosial yang terjadi lebih mahal sebagai akibat dari kerusakan lingkungan. Sebaliknya jika ζ < ζ * ada biaya yang besar harus ditanggung oleh masyarakat karena adanya biaya yang besar dikeluarkan untuk mengurangi emisi. Pada gambar 29 dapat dilihat bagaimana pajak emisi merubah MAC. Jika pajak dikenakan kepada pencemar sebesar T maka emisi yang terjadi adalah sebesar ζ* dan MAC = MD. Kurva MAC akan bergeser dari MACo menjadi MAC1 . Daerah a adalah pendapatan pajak ( tax revenue) dan c adalah total biaya untuk mengurangi emisi ( abatement cost ). Dengan adanya pajak emisi maka kerusakan dapat dikurangi sebesar c+d. Karena terjadi pergeseran MAC maka setelah adanya pajak emisi pendapatan pemerintah adalah sebesar a+b. Pada gambar 30 dapat dilihat penawaran dan permintaan terhadap TDP. Kurva penawaran yang tegak lurus ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan jumlah emisi yang diperbolehkan untuk semua industri atau pencemar. Setiap pencemar akan membeli permit seharga P sesuai dengan MAC dari pencemar dan kondisi keseimbangan akan menjadi 28) : MAC1 = MAC2 = MAC3 =.....MACn = P * suplai atau penawaran Rp P* ( ∑MACn ) permintaan ζ* ζo Æ permit/izin Gambar 30. Penawaran dan permintaan TDP 28) Masalah yang dihadapi menggunakan TDP adalah sulit dalam menentukan baseline yang tepat untuk menentukan besarnya pencemaran. Dapat diaplikasikan dengan beberapa syarat Lihat Fauzi,Akhmad (2004). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.Teori dan Aplikasi , hal 204. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. 55 2.7.1 Instrumen Regulasi (CAC) VS Ekonomi (EI) Hampir semua negara menggunakan kebijakan regulasi (common and control) untuk mengatasi masalah lingkungan. Pendekatan ini sering dipandang lebih memberikan kepastian ( secure), karena adanya larangan. Blackman dan Harrington (1998) dalam UNEP publication UNEP/ETB/2003/9 (2004) menjelaskan bahwa ada tiga faktor kebijakan CAC yang selalu mendominasi kebijakan ekonomi yaitu: (1) adanya pemimpin pasar (market leader) yang memiliki pengaruh sangat kuat dalam proses politik, khusunya pada negara berkembang. Hal yang sama juga terjadi pada negara maju, karena adanya kedekatan hubungan dengan pihak pemerintah, selain itu masyarakat terbiasa dengan sistem institusi yang tidak efisien. (2) karena pengandalian dalam kebijakan CAC tidak terlalu sulit. Contohnya pemerintah hanya memerlukan konfirmasi apakah alat untuk mengurangi emisi sudah dipasang dari pada memeriksa jumlah emisi yang dikeluarkan setiap bulannya untuk memenuhi persyaratan perizinan. (3) kebijakan CAC adalah ”status quo” dan cenderung untuk mencegah perubahan (inertia prevent change). Hal lain yang diperlukan oleh CAC adalah pemerintah yang bebas korupsi untuk melakukan tindakan hukum. Karena kebijakan CAC selalu menentukan nilai batas emisi, maka pencemar bebas mengeluarkan emisi sejauh emisi tersebut berada dibawah batas yang ditentukan oleh standar. Pada kenyataanya EI adalah instrument kebijakan lingkungan dengan biaya lebih murah dibandingkan dengan CAC dan ikut menciptakan inovasi teknologi dalam pengendalian pencemaran lingkungan dan akan berdampak positif dalam menciptakan perdagangan yang kompetitif. Menggunakan pajak emisi (EI) akan lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan CAC karena instrument pajak adalah salah satu dari instrument ekonomi. Instrumen ini bekerja atas dasar mekanisme pasar dan insentif. Dari uraian sebelumnya telah diuraikan bahwa menggunakan EI lebih efektif dari segi biaya karena sifatnya yang akan menyamakan biaya marjinal untuk mengatasi emisi (equalize marginal abatement ) terhadap semua pencemar dan memberikan pilihan bagi pencemar untuk memilih. Hal ini bertolak belakang dengan CAC yang cenderung memaksa setiap pencemar untuk mengeluarkan investasi yang sama dalam mengatasi pencemaran emisi yang berbeda 56 2.7.2 Pajak Emisi Optimal Seperti yang telah dijelaskan pada bagian 2.7 diatas bahwa pada titik ζ * biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi emisi akan sama besarnya (MAD=MAC), apakah pemerintah akan menggunakan kebijakan pajak (tax instrument) atau menggunakan standar emisi (command and control). Dari sudut pandang sosial, maka menggunakan pajak akan lebih efektif karena area ( b+c) yaitu besarnya pendapatan dari pajak yang diterima akan dapat digunakan oleh pemerintah untuk masyarakat, sedangkan area d adalah total biaya untuk mengatasi emisi. Pada gambar 31 dapat dilihat bahwa daerah sebelah kiri dari titk ζ* atau pada ζA pencemar akan memilih membayar pajak dan membuang emisi, sedangkan disebelah kanan dari titik ζB biaya membayar pajak lebih besar dari pada biaya mengurangi emisi (abatement cost). Jadi sepanjang sumbu x disebelah kiri dari ζ* MAC > Pajak dan pada sebelah kanannya MAC<Pajak. Rp MAC T optimal a MAD e b c ζA d ζ* ζB Jumlah emisi yang dibuang Gambar 31. Pajak emisi optimal Pada gambar 32 dapat dilihat dengan jelas hubungan antara MAC, jumlah emisi dan pajak. Didaerah sebelah kanan titik ζ * lebih baik membayar pajak dari pada mengeluarkan biaya abatement. 57 MAC MAC T pajak ζ* jumlah emisi Gambar 32. Kurva MAC terhadap jumlah emisi Jika pencemar akan mengeluarkan emisi diatas ζ* maka pencemar akan dikenakan pajak yang jauh lebih besar dari MAC dan opsi bagi pencemar adalah untuk menghindar membayar pajak karena biaya untuk mengatasi emisi jauh lebih murah dari pajak. ( MAC < Tax ). Dengan adanya pajak, maka pencemar cenderung untuk melakukan efisiensi dengan melakukan inovasi teknologi, mencari substitusi energi ataupun menggunakan teknologi tertentu. Kurva MAC dari pencemar akan bergeser dari MAC1 ke MAC2 seperti dapat dilihat pada gambar 33 MAC MAC1 MAC2 T c e a d ζ2 b ζ1 Gambar 33. Perubahan kurva MAC emisi 58 Bergesernya kurva MAC1 ke MAC2 sebagai akibat dari adanya investasi dari pencemar akan mendapatkan penghematan sebesar a+c jika besarnya pajak tetap dipertahankan sebesar T dan total biaya untuk mengatasi emisi adalah sebesar d+b. Penghematan sebesar a+c didapat dari perubahan : (Total biaya untuk mengatasi emisi dengan MAC1) – (Total biaya untuk mengatasi emisi dengan MAC2 )+ (besarnya pajak karena perubahan dari ζ1 ke ζ2 )= (a+b) – (d+b) + (c+d) = (a+c).