BAB 1 PENDAHULUAN Sinkop atau pingsan merupakan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
Sinkop atau pingsan merupakan permasalahan yang penting dewasa ini. Sinkop
secara substansial mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada semua dimensi
kesehatan terutama pada mobilitas, aktivitas sehari-hari, dan perawatan diri sendiri.1
Sinkop merupakan salah satu penyebab penurunan kesadaran yang banyak
ditemukan di Unit Gawat Darurat (UGD). Sinkop adalah kehilangan kesadaran
sementara dengan awitan akut yang diikuti dengan jatuh, dan dengan pemulihan
spontan dan sempurna tanpa intervensi. Sinkop merupakan gejala dari suatu penyakit
sehingga harus dicari etiologinya.1,2
Sinkop merupakan penyakit yang umum terjadi di masyarakat. Sekitar 20%
orang pernah mengalami sedikitnya sekali pingsan dalam hidupnya dan 10% orang
pernah mengalami pingsan lebih dari 1 kali. Sebagian besar penyebab sinkop yang tidak
diketahui penyebabnya merupakan jenis vasovagal sinkop. Penelitian di Irlandia
menyatakan bahwa kunjungan pasien dengan sinkop murni adalah sebesar 1,1% dari
seluruh kunjungan ke instalasi emergensi atau gawat darurat. Penelitian di Amerika
Serikat juga menunjukkan prevalensi 19% penduduk menderita sinkop, dengan
karakteristik usia > 75 tahun (21%) dan 45-54 tahun (20%), dan laki-laki dibanding
perempuan (15% : 22%). 1,2,3
Sinkop yang paling sering terjadi adalah sinkop vasovagal (21,1%), sinkop
cardiac (9,5%) dan 36,6% sinkop yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan biaya
yang dikeluarkan untuk melakukan evaluasi dan pengobatan pasien dengan sinkop
tersebut dapat mencapai 800 juta dolar Amerika. Sedangkan di Eropa dan Jepang
kejadian sinkop adalah 1-3,5%. Sinkop vascular merupakan penyebab sinkop yang
terbanyak, kemudian diikuti oleh sinkop cardiac.2,3
Penatalaksanaan
sinkop
tergantung
etiologinya.
Untuk
itulah
tinjauan
kepustakaan ini ditulis agar dapat mendiagnosis sinkop berdasarkan etiologinya supaya
sinkop dapat dicegah ataupun diterapi.2
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Sinkop berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata syn dan koptein, yang
artinya memutuskan. Sehingga definisi sinkop (menurut European Society of
Cardiology: ESC), adalah suatu gejala dengan karakteristik klinik kehilangan
kesadaran yang tiba-tiba dan bersifat sementara, dengan konsekuensi terjadi
pemulihan spontan. Onsetnya relatif cepat dan terjadi pemulihan spontan.
Kehilangan kesadaran tersebut terjadi akibat penurunan aliran darah ke system
aktivasi reticular yang berlokasi di batang otak, dan akan membaik tanpa
membutuhkan terapi kimiawi maupun elektrik. 4
2.2. ETIOLOGI
Penurunan aliran darah otak biasanya diakibatkan oleh 3 mekanisme umum,
yaitu gangguan tonus vaskular atau volum darah, gangguan kardiovaskular
termasuk lesi obstruktif dan cardiac arrhythmia, atau penyakit cerebrovaskular.5,6,7
1) Gangguan tonus otot vascular atau volume darah
A. Reflex Sinkop
a. Sinkop Neurocardiogenik
Sinkop neurokardiogenik merupakan suatu istilah yang mencakup
vasovagal dan
vasodepressor sinkop. Sinkop neurokardiogenik
dicirikan dengan pingsan berulang dan ditimbulkan pada suasana panas
atau ramai, alcohol, kelelahan, nyeri hebat, lapar, berdiri terlalu lama,
dan keadaan emosi atau stress. Sinkop diawali dengan keadaan
presinkop yang berlangsung dalam detik atau mmenit dan jarang
terjadi pada posisi tidur terlentang. Orang tersebut umumnya duduk
atau berdiri kemudian mengalami kelemahan, mual, berkeringat,
kepala terasa melayang, pandangan kabur, dan palpitasi kemudian akan
mengalami penurunan denyut jantung dan penurunan tekanan darah
diikuti kehilangan kesadaran.2,6
Sinkop kardiogenik terjadi akibat peningkatan aktivitas simpatis
perifer dan venous pooling. Pada kondisi ini, aliran darah balik
menurun
dan
kosongnya
ventrikel
kiri
akan
mengaktifkan
mekanoreseptor otot jantung dan nervus vagus afferent yang
2
menginhibisi
aktivitas
simpatis
dan
meningkatkan
aktivitas
parasimpatis. Hasil dari vasodilatasi dan bradikardi menginduksi
hipotensi
dan
sinkop.
Mekanisme
lain
terjadi
pada
sinkop
neurokardiogenik akibat stimulus rasa takut, stress, dan nyeri dimana
tidak berhubungan dengan venous pooling pada ekstremitas bawah dan
diduga terjadi dengan pengaruh komponen serebral (peningkatan kadar
serotonin mendadak). 2,6
b. Sinkop Situasional
Aktivitas seperti batuk, menelan, kencing, dan defekasi dapat
memicu sinkop pada beberapa orang. Sinkop jenis ini mekanisme kerja
serupa dengan sinkop neurokardiogenik, yaitu respons kardioinhibisi,
respons vasodepressor, atau keduanya. Batuk, kencing, dan defekasi
dihubungkan dengan maneuver (serupa dengan maneuver valsava)
yang menurunkan venous return. Peningkatan tekanan intracranial
sekunder akibat peningkatan tekanan intratorakal dapat menurunkan
aliran darah serebral. 2,6
c. Hipersensitivitas Sinus Karotis
Sinkop dapat terjadi saat bercukur atau memakai kerah yang ketat.
Hal ini umum terjadi pada pria dengan usia lebih dari 50 tahun.
Aktivasi dari baroreseptor sinus karotis meningkatan impuls yang
dibawa ke badan Hering menuju medulla oblongata. Impuls afferen ini
mengaktivkan saraf simpatik efferen ke jantung dan pembuluh darah.
Hal ini menyebabkan sinus arrest atau Atrioventricular block,
vasodilatasi. Pemijatan salah satu atau kedua sinus karotikus,
khususnya pada orang usia lanjut, menyebabkan (1) perlambatan
jantung yang bersifat refleks (sinus bradikardia, sinus arrest, atau
bahkan blok atrioventrikel), yang disebut respons tipe vagal, dan (2)
penurunan tekanan arterial tanpa perlambatan jantung yang disebut
respons tipe depressor. Kedua tipe respons sinus karotikus tersebut
dapat terjadi bersama-sama. 2,6,7
B. Hipotensi Orthostatik
Hipotensi Orthostatik adalah apabila terjadi penurunan tekanan darah
sistolik 20 mmHg atau tekanan darah diastolik 10 mmHg pada posisi
berdiri selama 3 menit. Pada saat seseorang dalam posisi berdiri sejumlah
3
darah 500-800 ml darah akan berpindah ke abdomen dan eksremitas
bawah sehingga terjadi penurunan besar volume darah balik vena secara
tiba-tiba ke jantung. Penurunan ini mencetuskan peningkatan refleks
simpatis. Kondisi ini dapat asimptomatik tetapi dapat pula menimbulkan
gejala seperti kepala terasa ringan, pusing, gangguan penglihatan, lemah,
berbedebar-debar, hingga sinkop. 2,6
Keadaan ini dapat diakibatkan karena beberapa keadaan2,6
a) Penggunaan bat-obatan (antihipertensi atau obat vasodilator).
b) Kegagalan autonomy ( hipotensi ortostatik idiopatic)
c) Atropi multiorgan
d) Neuropati perifer (diabetes, alcoholism, makanan, amyloid)
e) Keaadan Fisik
f) Sympatectomy
g) Penurunan volume darah
2) Gangguan Kardiovaskular
A. Gangguan structural dan obstruktif2,6
a) Emboli paru
b) Hipertensi pulmoner
c) Atrial myxoma
d) Stenosis Mitral
e) Penyakit Miokard ( Infark Miokard akut)
f) Left Ventricular myocardial restriksi atau konstriksi
g) Tamponade atau konstriksi Perikardial
h) Obstruksi Aorta
i) Stenosis Aorta
j) Obstruksi hipertrofi cardiomiopati
B. Aritmia Kardiak2,4
a) Bradiaritmia: sinus bradikardi, sinoatrial blok, sinus aarest, sick sinus
syndrome, AV blok.
b) Takiaritmia: Supraventrikular Takikardi, Atrial Fibrilasi dengan
sindrom Wolf-Parkinson-White, Atrial Flutter, Ventrikular Takikardi.
3) Penyakit Cerebrovaskular2
A. Insufisiensi Vertebrobasilar
B. Migraine arteri basilar
4) Gangguan lain yang dapat menyebabkan sinkop2
A. Metabolik
- Hypoxia
- Anemia
- Hiperventilasi
- Hipoglikemi
B. Psikogenik
- Gangguan cemas
- Histeris berlebihan
C. Kejang
4
Sinkop
Gangguan tonus
vaskular atau volum
darah
Refleks sinkop
- Neurocardiogenik
- Situasional (batuk,
miksi, defekasi,
mengejan)
- Hipersensitifitas
sinus
carotis
Hipotensi Orthostatic
- Obat-obatan (obat
antihipertensi dan
vasodilator
- Kegagalan otonom
murni
- Atrofi multisistem
- Neuropati perifer
(diabetes, alkohol,
nutrisi, amiloid)
- Simpatektomi
- Penurunan volum
darah
Gangguan
kardiovaskular
Penyebab Struktural
dan Obstruktif
- Emboli pulmoner
- Hipertensi pulmonal
- Atrial Mixoma
Penyakit
Cerebrovaskular
Insufisiensi
cerebrovaskular
Migrain Arteri Basilar
Cardiac Arrythmias
- Bradiaritmia
- Tachyaritmia
Gangguan lainnya
Metabolik
- Hipoxia
- Anemia
- Hiperventilasi
- Hipoglikemia
Psikogenik
- Serangan Ansietas
- Serangan Histeris
Seizure
Tabel 2. Gambaran EKG yang menunjukan sinkop akibat aritmia.2
2.3. PATOFISIOLOGI
Pingsan (sinkop) adalah kehilangan kesadaran secara tiba-tiba, biasanya hanya
beberapa detik atau menit, karena otak tidak mendapatkan cukup oksigen pada
5
bagian-bagian otak yang merupakan bagian kesadaran. Terdapat penurunan
kesadaran aliran darah, pengisian oksigenasi cerebral, resistensi serebrovaskuler
yang dapat ditunjukkan. Jika iskemia hanya berakhir beberapa menit, tidak terdapat
efek pada otak. Iskemia yang lama mengakibatkan nekrosis jaringan otak pada
daerah perbatasan dari perfusi antara daerah vaskuler dari arteri serebralis mayor. 2,6
Patofisiologi dari sinkop terdiri dari tiga tipe:
1. Penurunan output jantung sekunder pada penyakit jantung intrinsic atau
terjadi penurunan klinis volume darah yang signifikan.
2. Penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan atau venous return.
3. Penyakit serebrovaskular klinis signifikan yang mengarahkan pada
penurunan perfusi serebral. Terlepas dari penyebabnya, semua kategori ini
ada beberapa factor umum, yaitu gangguan oksigenasi otak yang memadai
mengakibatkan perubahan kesadaran sementara.
2.4. DIAGNOSIS
Mengetahui penyebab pasti dari sinkop seringkali merupakan sesuatu keadaan
sulit yang menantang. Hal ini disebabkan oleh karena kejadian sinkop tersebut
terjadi secara sporadic dan jarang, sehingga sulit untuk dapat melakukan
pemeriksaan fisik ataupun membuat rekaman jantung saat kejadiaan sinkop.2,7
A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada saat sinkop kehilangan kesadaran terjadi akibat berkurangnya
perfusi darah diotak. Penting sekali diketahui riwayat kejadian disaat-saat
sebelum terjadi sinkop tersebut untuk menentukan penyebab sinkop serta
menyingkirkan diagnosis banding yang ada. Dari anamnesis harus ditanyakan
riwayat pasien secara teliti dan seksama, sehingga dari riwayat tersebut dapat
menggambarkan kemungkinan penyebab sinkop tersebut atau dapat sebagai
petunjuk untuk strategi evaluasi pada pasien. Gambaran klinis yang muncul
pada setiap pasien sangat penting untuk diketahui terutama faktor-faktor yang
dapat merupakan predisposisi terjadinya sinkop beserta akibatnya. 2,7
Pemeriksaan fisik lengkap adalah syarat bagi semua pasien yang
datang di UGD. Perhatian khusus harus diberikan pada aspek-aspek tertentu
dari pemeriksaan fisik pada pasien yang datang dengan sinkop. 2,5,7
 Selalu menganalisis tanda-tanda vital (Tekanan darah dan nadi pada
posisi berbaring dan berdiri)
 Auskultasi arteri subklavia dan arteri karotis
 Pemeriksaan jantung yang menyeluruh dan lengkap dapat memberikan
gambaran mengenai etiologi sinkop.
6
 Pemeriksaan neurologis yang cermat sebagai barometer perbaikan
ataupun perburukan gejala. Status mental biasanya normal.
 Identifikasi trauma
Pemeriksaan Neurologi 2,5,7
 Disfungsi otonom
Pada disfungsi otonom, system saraf otonom tidak mampu
menyesuaikan pada perubahan posisi sehingga menyebabkan hipotensi
ortostatik dan sinkop. Derajat sinkop didasarkan pada lamanya pasien
dapat berdiri sebelum akhirnya duduk. Impotensi dan gangguan miksi
merupakan jenis disfungsi otonom lainnya.

Test mengangkat kepala
Test dengan mengangkat kepala pasien sementara dalam posisi
berbaring merupakan tekhnik provokatif untuk mendiagnosis sinkop
vasodepressor.
Pengangkatan
kepala
hingga
mencapai
sudut
maksimum 60 sampai 700 biasanya akan mencetuskan hipotensi
simtomati atau sinkop dalam waktu 10 hingga 30menit pada pasien
sindroma ini.
 Gangguan Serebrovaskular
 Steal Syndrome
 TIA




NonSyncopal Attack
Epilepsi
Katapleksi
Drop attack
 Evaluasi Psikiatri
B. Laboratorium
Saat ini, tidak ada pengujian khusus memiliki kekuatan yang cukup
untuk benar-benar ditunjukkan untuk evaluasi sinkop. rekomendasi pedoman
berbasis penelitian dan konsensus tercantum di bawah ini. Pemeriksaan
laboratorium harus diarahkan oleh anamnesa dan pemeriksaan fisik, tetapi
tidak semuanya. 5,7
Pemeriksaan darah rutin seperti elektrolit, enzim jantung, kadar gula
darah dan hematokrit memiliki nilai diagnostik yang rendah, sehingga
pemeriksaan tersebut tidak direkomendasikan pada pasien dengan sinkop
7
kecuali terdapat indikasi tertentu dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis,
misalnya pemeriksaan gula darah untuk menyingkirkan kemungkinan
hipoglikemia dan kadar hematokrit untuk mengetahui kemungkinan adanya
perdarahan dan lain-lain. Pada keadaan sindrom QT memanjang keadaan
hipokalemia dan hipomagnesemia harus disingkirkan terlebih dahulu. Tes
kehamilan harus dilakukan pada wanita usia reproduksi, terutama yang akan
menjalani head-up tilt testing atau uji elektrofisiologi. 2,7
C. Pemeriksaan Radiografi

Head CT scan (noncontrast)
Head CT scan tidak diindikasikan pada pasien nonfocal
setelah peristiwa syncopal. Tes ini memiliki hasil diagnostik
rendah sinkop. Dari 134 pasien prospektif dievaluasi untuk
sinkop menggunakan CT scan, 39 pasien temuan abnormal
pada scan. Hanya 1 CT scan kepala adalah diagnostik pada
pasien tidak diharapkan memiliki patologi intrakranial. Dari
scan yang tersisa, 5 menunjukkan hematoma subdural
dianggap sekunder untuk sinkop. Head CT scan mungkin
secara klinis diindikasikan pada pasien dengan defisit
neurologis baru atau pada pasien dengan trauma kepala
sekunder sinkop.

2,7
CT-scan Thoraks / Abdomen
Studi imaging ditunjukkan hanya dalam kasus-kasus pilih, seperti
kasus di mana diseksi aorta, ruptur aneurisma aorta abdominal, atau
embolus paru diduga. 2,7
8

Brain MRI / arteriografi resonansi magnetik (MRA)
Tes-tes ini mungkin diperlukan dalam kasus-kasus pilih untuk
mengevaluasi pembuluh vertebrobasilar dan yang lebih tepat dilakukan
secara rawat inap dengan konsultasi dengan ahli saraf atau seorang ahli
bedah saraf. 2,7

Ventilasi-perfusi (V / Q) scanning
Tes ini cocok untuk pasien yang diduga pulmonary embolus. 2,7

Echocardiography
Pada pasien dengan penyakit jantung diketahui, fungsi ventrikel kiri dan
fraksi ejeksi telah ditunjukkan untuk mempunyai hubungan prediksi yang
akurat dengan kematian. Echocardiography merupakan ujian pilihan untuk
mengevaluasi penyebab yang dicurigai jantung mekanik sinkop. 2,7
Pemeriksaan Lain

Elektrokardiografi
Mendapatkan EKG 12-lead standar di sinkop. Ini adalah tingkat A
rekomendasi konsensus 2007 pedoman Acep untuk sinkop. EKG
digunakan di sebagian besar setiap aturan pengambilan keputusan klinis 7
9
Tabel 2. Gambaran EKG yang menunjukan sinkop akibat aritmia.
Pada pasien dengan kelemahan atau sinkop yang ditandai dengan
bradikardia, seseorang harus membedakan yang disebabkan oleh
kegagalan refleks neurogenik atau kardiogenik (Stokes-Adam). Ekg harus
bersifat menentukkan, tetapi meskipun tanpa EKG, serangan Stokes-Adam
dapat diketahui secara klinis dapat diketahui durasinya lebih lama, dan
sifat denyut jantung lambat yang menetap, adanya bunyi yang sinkron
yang dapat didengarkan dengan kontraksi atrial, dengan gelombang
kontraksi atrial pada pulsasi vena jugularis, dan dengan berbagai intensitas
bunyi jantung pertama yang nyata walaupun ritme teratur. 2,7

Holter monitor / loop recorder acara
Ini adalah tes rawat jalan. Di masa lalu, semua pasien
dengan sinkop dimonitor selama 24 jam di rumah sakit.
Kemudian, loop recorder dan sinyal-rata-rata perekam
10
acara diperbolehkan untuk pemantauan selama periode
waktu lebih lama, yang meningkatkan hasil mendeteksi
aritmia.
Penelitian
terbaru
menunjukkan
bahwa
umur-cocok
populasi asimptomatik memiliki jumlah setara dengan
peristiwa arrhythmic dicatat oleh pemantauan berjalan.
perekam Loop memiliki hasil diagnostik yang lebih tinggi
dari evaluasi monitor Holter dengan penghematan biaya
marjinal.7

Elektroensefalografi
Elektroensefalografi
(EEG)
dapat
dilakukan
pada
kebijaksanaan ahli saraf jika kejang dianggap sebagai
diagnosis alternatif yang mungkin.

7
Stress test
Stress test studi elektrofisiologik / (EPS) memiliki hasil diagnostik
yang lebih tinggi dibandingkan dengan monitor Holter dan harus diperoleh
untuk semua pasien dengan aritmia yang diduga sebagai penyebab sinkop.
Sebuah tes stres jantung sesuai untuk pasien yang diduga sinkop jantung
dan yang memiliki faktor risiko untuk aterosklerosis koroner. Tes ini dapat
membantu dengan stratifikasi risiko jantung dan dapat membimbing terapi
masa depan. 6,7
2.5. DIAGNOSIS BANDING
 Gangguan cemas
Kegelisahan, seperti pada serangan panik sering diinterpretasikan
sebagai perasaan pusing atau mau pingsan. Serangan dapat dicetuskan oleh
11
hiperventilasi dan dihubungankan dengan serangan panik seperti perasaan
gugup, kehabisan udara, palpitasi dan gemertar pada jari tangan dan region
mulut.2,7

Kejang
Sinkop sering didiagnosa banding dengan kejang. Sinkop lebih sering
diprovokasi oleh kejadian nyeri akut atau kecemasan dan berawal setelah
keaadan berdiri atau posisi duduk. Kejang dapat diawali dengan aura yang
kemudian diikuti dengan keadaan normal secara cepat atau dapat terjadi
penurunan kesadaran. Lama terjadinya ketidaksadaran pada kejang
umumnya lebih lama dibandingkan dengan sinkop. Berulangnya kejadian
ketidaksadaran pada pasien usia muda lebih dihubungkan pada epilepsi
dibanding sinkop. 2

Hipoglikemi
Hipoglikemia berat biasanya disebabkan oleh penyakit serius. Diagnosanya
dengan pemeriksaan kadar glukosa sewaktu.2

Pingsan Histerikal
Serangan biasanya tampak seperti serangan cemas. Tidak terjadi perubahan
denyut nadi dan tekanan darah atau perubahan warna mukosa menjadi pucat
akibat vasodepresor. 2
2.6. PENATALAKSAAN
Penatalaksanaan sinkop langsung ditujukan terhadap penyebab dasarnya. Pasien
dengan kehilangan kesadaran harus ditempatkan pada posisi yang memaksimalkan
aliran darah cerebral, perlindungan terhadap trauma, dan mempertahankan jalan
nafas. Jika memungkinkan, pasien diposisikan terlentang dengan kepala miring ke
samping untuk mencegah aspirasi dan sumbatan akibat lidah. Pemeriksaan nadi dan
auskultasi jantung dilakukan terutama pada bradiaritmia atau takiaritmia. Baju yang
ketat di sekitar leher dan pinggang harus dilonggarkan. Stimulasi perifer, seperti
memercikkan air dingin ke wajah, dapat membantu. Pasien tidak boleh diberikan
apapun melalui mulut sampai kesadaran pulih. 2,4,7
Pada sebagian besar kasus, keadaan mau pingsan atau fainting relative bersifat
benigna. Dalam menghadapi pasien yang pernah mengalami serangan ini, pertamatama dokter harus memikirkan sebab-sebab pinsan yang memerlukan emergensi.
Diantara berbagai keadaan yang bisa memerlukan penanganan darurat terdapat
perdarahan internal yang bersifat massif serta infark miokard yang dapat terjadi
12
tanpa nyeri dan aritmia jantung. Pada usia lanjut tanpa penyebab yang jelas curiga
kemungkinan blok jantung total atau takiaritmia.2,7
Pasien stadium awal diletakkan dalam posisi biasanya berbaring mendatar
merupakan
satu-satunya
cara
untuk
mengembalikan
kesadaran
penderita.
Mengangkat kaki (tinggikan tungkainya kurang lebih 20 cm) dapat mempercepat
pemulihan karena bisa meningkatkan aliran darah ke jantung dan otak. Longgarkan
pakaian yang ketat agar aliran darahnya tak terganggu. Jangan memberikan apa pun
lewat mulut apabila penderita belum sadar. Pastikan bahwa jalan napasnya terbuka,
napasnya lancar, dan denyut nadinya teraba kuat dan teratur. Jika penderita terlalu
cepat duduk atau disangga/digendong dalam posisi duduk, dapat terjadi episode
pingsan lain. Namun, pada kasus-kasus yang terus berulang dapat dibantu dengan
bantuan obat-obatan. Dokter mungkin meresepkan obat tekanan darah, antidepresan,
pembuluh darah dan penggunaan terapi tertentu.2,7
Pencegahan tergantung pada mekanisme yang terlibat. Pada keadaan sinkop
vasovagal yang biasanya ditemukan diantara para remaja dan cenderung terjadi
pada saat mengalami guncangab emosional, keletihan, perasaan lapar, dll. Tindakan
yang menganjurkan pasien untuk menghindari semua keadaan ini sudah memadai.
Pada pasien hipotensi postural, pasien harus diingatkan agar tidak bangkit secara
mendadak dari tempat tidur. Sebaiknya pasien tidur dengan ranjang yang
ditinggikan sampai 8 hingga 12 inci bagian kepala oleh ganjal kayu dan
mengenakan sabuk perut elastic serta stocking elastis. Obat golongan dari efedrin
dapat bermanfaat jika pemakaiannya tidak menimbulkan insomnia. 2,7
Pada sindroma hipotensi postural yang kronis, preparat mineralkortikoid yang
khusus (tablet fludrohidrokortison asetat 0,1 hingga 0,2 mg/hari dalam dosis
terbagi).2,7
Penanganan sinkop sinus karotikus meliputi pasien harus memakai pakaian
kerah baju yang longgar dan belajar berpaling dengan memutar seluruh badan serta
bukan dengan memutar kepala saja. Obat golongan atropine dan efedrin harus
digunakan masing-masing pada pasien bradikardia, pemasangan pacemaker dapat
dilakukan pada ventrikel kanan 7
Penatalaksanaan sinkop secara farmakologis dapat menggunakan
obat beta
adrenergic reseptor antagonis seperti metoprolol dan atenolol meningkatkan
kontraktilitas myocardial dan memblok reseptor serotonin sentral. Penghambat
reuptake serotonin (paroxetine atau sertraline), antidepresan (bupropion SR),
mineralokortikoid (hidroflorokortison meningkatkan retensi garam, meningkatkan
13
volum darah, dan vasokostriksi perifer melalui peningkatan sensitivitas reseptor
beta), alfa agonis (proamatine) dilaporkan berhasil digunakan pada pasien sinkop.
Sinkop vasovagal diobati dengan obat vagolitik antiaritmia (disopyramide,
skopolamin) tetapi dengan pengawasan yang serius terhadap pasien karena obat ini
memiliki efek samping berupa aritmia ventrikel.2,7
14
2.7. PROGNOSIS
Sinkop dari setiap etiologi pada pasien dengan kondisi jantung (untuk
dibedakan dari sinkop jantung) juga telah ditunjukkan untuk menyiratkan prognosis
buruk. Pasien dengan kelas fungsional NYHA III atau IV yang memiliki jenis
sinkop memiliki tingkat kematian setinggi 25% dalam waktu 1 tahun. Namun,
beberapa pasien melakukannya dengan baik setelah perawatan bedah definitif atau
penempatan alat pacu jantung. 2,7
Sinkop noncardiac tampaknya tidak berpengaruh pada tingkat kematian
keseluruhan dan termasuk sinkop karena respon vasovagal, insufisiensi otonom,
situasi, dan posisi ortostatik. 6,7
Sinkop Vasovagal memiliki prognosis seragam yang sangat baik. Kondisi ini
tidak meningkatkan angka kematian, dan jarang kambuh. Situasional dan sinkop
ortostatik juga memiliki prognosis yang sangat baik. Mereka tidak meningkatkan
risiko kematian, namun kambuh memang terjadi dan kadang-kadang menjadi
sumber morbiditas yang signifikan dalam hal kualitas hidup dan cedera sekunder. 4,7
Sinkop etiologi tidak diketahui umumnya memiliki prognosis menguntungkan,
dalam 1 tahun menunjukkan kejadian kematian mendadak rendah (2%), kemungkinan
20% dari sinkope berulang, dan tingkat remisi 78%. 7
15
BAB 3
KESIMPULAN
Terminologi sinkop berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata “syn” dan
“koptein” yang berarti memutuskan. Secara medis, definisi dari sinkop adalah
kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta kemampuan untuk berdiri
karena pengurangan aliran darah ke otak bersifat sementara. Berkurangnya aliran
darah ini terjadi bila tubuh tidak dapat segera mengkompensasi suatu penurunan
tekanan darah. Pingsan bisa didahului oleh pusing atau perasaan melayang, terutama
pada saat seseorang sedang dalam keadaan berdiri.
Secara garis besar, penyebab pingsan dibagi 3 mekanisme umum, yaitu
gangguan tonus vaskular atau volum darah, gangguan kardiovaskular termasuk lesi
obstruktif dan cardiac arrhythmia, atau penyakit cerebrovaskular .
Pertolongan pertama sinkop, baringkan penderita di lantai atau tempat tidur
dengan posisi kepala miring. Apabila terjadi di lapangan upacara, carilah tempat yang
teduh. Tinggikan tungkainya kurang lebih 20 cm. Longgarkan pakaian yang ketat agar
aliran darahnya tak terganggu. Jangan memberikan apa pun lewat mulut apabila
penderita belum sadar. Pastikan bahwa jalan napasnya terbuka, napasnya lancar, dan
denyut nadinya teraba kuat dan teratur. Setelah ia membaik, sarankan untuk menemui
dokter keluarga atau ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat. Tetapi bila dalam
waktu 10 menit penderita belum mulai sadar, segeralah panggil ambulan atau dokter.
Pasien yang mengalami sinkop akan mengalami penurunan kualitas hidup.
Prognosis dari sinkop sangat bervariasi tergantung dari diagnosis etiologinya.
Individu yang mengalami sinkop termasuk sinkop yang tidak diketahui penyebabnya
mempunyai tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak pernah
mengalami episode sinkop. Mortalitas tertinggi disebabkan oleh sinkop cardiac,
sedangkan sinkop yang berhubungan dengan persyarafan termasuk hipotensi
ortostatik dan sinkop yang berhubungan dengan obat-obatan tidak menunjukan
peningkatan angka kematian.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Sheldon, R, Rose, S and Connolly, S. Prevention of Syncope Trial (POST): a
Randomized, Placebo-Controlled Study of Metoprolol in the prevention of Vasovagal
Syncope. The European Society of Cardiology. [Online] 2006.
Diunduh dari
http://europace.oxfordjournals.org/content/5/1/71.full.pdf. Tanggal 12 April 2015.
2. Fauci, AS and dkk. 2009. Harrison`s Principles of Manual Medicine 17th Edition.
New York : McGraw-Hill`s Access Medicine. Hal : 207-211
3. McCarthy, F and dkk. Management of syncope in the Emergency Department: a
single hospital observational case series based on the application of European Society
of Cardiology Guidelines. European Society of Cardiology. [Online] 2008. Diunduh
dari http://europace.oxfordjournals.org/content/5/1/216.full.pdf. Tanggal 12 April
2015
4.
Sudoyo , A.R, Setiyohadi, B. Alwi., Simadibrata,M. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam : Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. Jilid II.Edisi IV. Jakarta : FKUI.
Hal : 161-166
5. Alboni P, Brignole M, Menozzi C, et. all. Clinical Spectrum of neurally mediated
reflex syncope. The European Society of Cardiology. [Online] 2003. Diunduh dari
http://europace.oxfordjournals.org/content/6/1/55.full.pdf. Tanggal 12 April 2015
6. Ooi S, Manning Peter. 2008. Guide To The essentials in emergency Medicine.
National University Hospital. Mc Graw Hill. Hal :140-143
7. Morrag, Rum. Syncope. Medscape Reference.
2014.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/811669-overview. Tanggal 11 April 2015
17
Download