BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Suatu hakekat bagi seorang anak, bahwa dalam pertumbuhan dan perkembangannya, ia membutuhkan uluran tangan dari kedua orang tuanya. Gambaran tersebut akan dapat dicapai bila hubungan pernikahan kedua orang tuanya baik. Tetapi hubungan antar kedua orang tua tersebut terkadang tidaklah senantiasa sempurna. Setiap keluarga tentu tidak luput dari permasalahanpermasalahan baik itu permasalahan kecil maupun besar. Tidak jarang permasalahan itu dapat menimbulkan ketegangan antara ayah dan ibu yang akan berakibat kepada anak-anaknya. Rumah tangga yang kurang stabil karena adanya perselisihan dan pertengkaran mengakibatkan anak menjadi bingung dan tidak tahu harus memihak siapa. Peranan lingkungan keluarga, terutama tingkah laku dan sikap orang tua, sangat penting bagi seorang anak, terlebih lagi pada tahun-tahun pertama dalam kehidupan anak. Melalui keluarga anak akan memperoleh bimbingan, pendidikan dan pengarahan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kapasitasnya. Melalui hubungan kasih sayang dan kedekatan dengan kedua orang tua, anak akan dapat berkembang sebagaimana mestinya. Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang akan mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam penyesuaian sosial pada saat ia bertambah besar. Gangguan-gangguan perilaku anak ini antara lain: cuek dengan lingkungan, melompat-lompat dan 1 2 ketawa tanpa sebab, timbul gerakan-gerakan yang melebihi anak-anak yang normal dan wajar. Dan kebiasaan-kebiasaan tersebut akan terbawa saat memasuki dunia sekolahnya. Baik di masa pra sekolah atau pada masa sekolah Taman Kanak-kanak (TK). Agar anak tidak berkelanjutan dalam tingkah laku yang hiperaktif itu maka perlu sekali agar anak tersebut dimasukkan pada pendidikan pra sekolah ( sekolah Taman Kanak-kanak ) Taman Kanak-kanak Dharma Wanita Patihan merupakan salah satu TK yang berada pada pinggiran Kota Kecamatan sebelah barat, memiliki kemampuan yang hampir seragam karena saat masuk memiliki umur yang hampir seragam yakni antara 5 tahun dan 6 tahun. Namun demikian bila ditinjau dari kemampuan dasar anak didik, belum sesuai harapan guru maupun orang tua sebagai user pendidikan berdasarkan hasil observasi dan refleksi diri ada beberapa masalah yang terjadi di TK Dharma Wanita Patihan, yaitu adanya anak yang belum memahami untuk melakukan interaksi dengan teman sebaya dan lingkungan anak yang baru, sehingga anak-anak yang belum bisa bersosialisasi dengan teman sebaya dan rendahnya kemampuan anak didik dalam berbahasa lisan melalui kemampuan dasar di sekolah. Bila masalah ini tidak segera mandapat solusi maka sangatlah sulit hasil belajar anak didik mencapai hasil yang memuaskan. Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan bentuk pendidikan yang fundamental dalam kehidupan seorang anak. Pendidikan di masa ini sangat menentukan keberlangsungan anak itu sendiri juga bagi suatu bangsa. Oleh karena itu, anak usia dini (PAUD) merupakan aset dan investasi masa depan bagi suatu bangsa. Bangsa Indonesia dua puluh lima tahun ke depan 3 sangat bergantung pada anak–anak usia dini (PAUD) yang ada pada masa sekarang. Kita tidak dapat memungkiri ba hwa pendidikan anak usia dini (PAUD) perlu mendapat perhatian yang sangat serius dari semua pihak baik, pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang terkait dan memiliki perhatian terhadap pengembangan sumber daya manusia di masa datang. Oleh karena itu, kebijakan dan standarisasi teknis pendidikan untuk anak usia dini perlu dibuat dan disusun dengan pemikiran yang matang dan menyeluruh. Pada lembaga pra sekolah inilah anak-anak dikenalkan proses kamandirian dan berinteraksi dengan pola permainan. Karena dunia anak adalah dunia bermain, maka melalui bermain anak memperoleh pelajaran yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi dan perkembangan fisik. Melalui kegia tan bermain dengan berbagai permainan anak dirangsang untuk berkembang secara umum baik perkembangan berpikir, emosi maupun sosial. Hal ini terjadi karena bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak (Sudono, 2005: 1). Pada perkembangan anak yang normal, pada usia pra sekolah mudah menyerap segala informasi yang ada di sekitarnya. Belajar pada masa awal dalam pendidikan formal bisa didapatkan dari pendidikan Taman Kanak–kanak. Taman Kanak-kanak adalah tempat anak belajar, anak berkembang lewat permainan. Sekolah Taman Kanak-kanak merupakan suatu usaha pendidikan pra sekolah mempunyai tujuan untuk mele takkan dasar perkembangan sikap, pengetahuan, 4 ketrampilan dan daya cipta anak didik di dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan (Hawadi, 2004: 1) Di samping itu pendidikan pra sekolah juga membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki jalur pendidikan sekolah. Dengan mengikuti pendidikan pra sekolah diharapkan anak memiliki kemampuan untuk mengenal huruf dan angka yang sangat diperlukan dalam tingkatan pendidikan dasar yang berada di atasnya. Kegiatan bermain biasa terlihat pada anak usia pra sekolah, melalui bermain, anak akan dapat menyusun kemampuan bahasanya. Banyak kosa kata muncul dari interaksinya dengan teman sebayanya. Jadi dengan bermain, seorang anak tidak saja mengeksplarasi dunianya sendiri, akan tetapi juga akan belajar bagaimana reaksi teman terhadap dirinya. Dengan kegiatan bermain bersama teman sebayanya merupakan sarana untuk anak bersosialisasi atau bergaul serta berbaur dengan orang lain. Pengalaman berinteraksi sosia l pada usia dini ini akan memainkan peranan yang penting dalam menentukan kemampuan dasar anak di masa yang akan depan dan bagaimana ia akan memiliki pola perilaku terhadap orang lain di masa yang akan datang. Agar tercapainya perkembangan interaksi sosial pada masa anak-anak secara optimal, maka sarana bermain mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan kemampuan dasar anak-anak. Anak perlu diasuh karena mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan anak terjadi melalui beberapa tahapan dan setiap tahapan mempunyai ciri dan tuntutan tersendiri. Pengasuhan anak perlu disesuaikan dengan tahapan perkembangan tersebut. Sejak terjadinya konsepsi 5 antara sel telur dengan sperma sampai menjadi tua akan mengalami suatu perkembangan. Hanya dalam kualitas dan sifat perkembangan-perkembangan ini akan mengalami perbedaan-perbedaan sesuai dengan fase-fasenya. Anak membutuhkan orang lain yang akan membantu perkembangan keseluruhan dirinya, sekalipun anak juga tergantung pada fase perkembangannya. Artinya, ada fase dimana anak tergantung sepenuhnya pada orang lain, misalnya bayi yang baru lahir. Sebaliknya, ada fase dimana anak dapat melepaskan sebagian besar ketergantungannya. Tanpa orang lain yang membantu perkembangan anak, maka anak mungkin masih dapat mengembangkan sesuatu dari dirinya, namun satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa anak yang berkembang tanpa bantuan orang lain akan kehilangan hakikat kemanusiaan dan kesosialannya. Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya dan orang yang paling dan pertama bertanggung jawab adalah orang tua. Orang tualah yang bertanggung jawab memperkembangkan keseluruhan eksistensi anak. Sejak dahulu telah ada usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk “mendidik” anak-anak mereka, baik sejak dalam kandungan maupun setelah lahir dalam bentuk-bentuk pembelajaran dan pendidikan yang sederhana. Apa yang diperoleh dari orang tua akan menjadi pengalaman awal anak yang akan mempengaruhi kepribadian anak Dalam agama Islam disebutkan bahwa “setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani ataupun Majusi” (H.R. Bukhari Muslim dalam Arifin, 2009: 45), maka dalam agama Islam dianjurkan agar anak yang baru lahir dilantunkan Adzan pada 6 telinga kanannya dan Iqomah pada telinga kirinya agar yang terekam pertama dalam kehidupan anak didunia adalah kalimat-kalimat suci dan terkait dengan keTuhan-an. Kemudian ibu selalu membacakan do’a sebelum melakukan kegiatankegiatan yang berkaitan dengan anak, misalnya ketika menyusui, ketika memandikan, ketika menina-bobokan, ketika memberikan makan dan sebagainya dengan harapan bahwa sejak dini ada penanaman pembelajaran yang baik. Di saat sekarang ini tidak sedikit orang tua yang mengejar kepentingan mereka sendiri dengan dalih untuk kesejahteraan anak, sehingga terkadang peran mereka sebagai orang tua yaitu “mendidik dan mengasuh anak” terlalaikan. Dengan demikian kebutuhan anak yang berupa kebutuhan fisik dapat terpenuhi tetapi bagaimana dengan kebutuhan psikologis da n kebutuhan-kebutuhan lainnya yang nantinya sangat menentukan perkembangan anak kearah kedewasaan yang mantap dan menyeluruh. Demikian pula halnya dengan keterampilan sosial, pelajaran pertama diperoleh anak dari keluarga. Keluarga merupakan primary group bagi anak yang pertama-tama mendidiknya dan merupakan lingkungan sosial pertama dimana anak berkembang sebagai makhluk sosial. Kebiasaan-kebiasaan dan keterampilan-keterampilan yang dipelajarinya dan dikembangkannya pertamatama dalam lingkungan keluarga dan yang utama dengan bimbingan dan arahan dari orang tua menjadi landasan bagi anak. Maka kondisi di dalam rumah sangat mempengaruhi perkembangan kreativitas bagi anak. Rumahlah yang dianggap sebagai lingkungan pertama yang membangkitkan kemampuan alamiah anak untuk bersikap kreatif. Jika suasana rumah kurang menunjang, maka kematangan yang siap berkembang untuk bersikap kreatif tersebut akan rusak. Lebih jauh, kondisi rumah yang kurang menguntungkan sejak masa anak-anak tersebut akan bertahan dan 7 meluluhkan perkembangan kreativitas selanjutnya (Uhwan Abdulah, 2003: 44). Kelak anak akan memasuki dunia sekolah dengan banyak sikap dan kemampuan yang kompleks. Berhasil tidaknya mereka di sekolah sangat ditentukan oleh cara mereka menanggapi batasan dan aturan, serta bagaimana mereka menerima tanggung jawab. Jika anak terbiasa memiliki rasa tanggung jawab dan bimbingan belajar dari orang tua, guru di sekolah akan memberikan dukungan positif dalam mengembangkan pengetahuan dan berbagai macam kegiatan belajar ba ik kegiatan intrakurikuler maupun kegiatan ekstrakurikuler. Perjalanan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan diperlukan belajar. Agar lebih efektif dalam belajar, setiap anak harus memiliki rasa tanggung jawab. Memiliki rasa tanggung jawab erat kaitannya de ngan prestasi di sekolah. Tanggung jawab anak yang telah ditanamkan dan diterimanya sejak dini oleh orang tua akan membantu kegiatan belajar anak di sekolah lebih bermakna yakni memperoleh hasil belajar yang memuaskan semua pihak. Seperti halnya ketika anak memasuki usia sekolah, anak sebenarnya harus telah siap dalam menerima pelajaran atau matang, tidak saja secara kognitif namun juga dalam aspek-aspek yang lainnya, sehingga anak benar-benar telah siap untuk belajar atau yang bisa disebut anak matang sekolah. Yang di maksud anak matang sekolah disini adalah anak sudah melewati fase tamat sekolah taman kanak-kanak, sehingga anak telah mengalami masa perkembangan-perkembangan yang membantu anak untuk dapat menerima kecakapan-kecakapan baru antara lain perke mbangan sifat sosial anak, perkembangan perasaan, perkembangan motorik, perkembangan bahasa, perkembangan pikiran, perkembangan pengamatan, perkembangan kesusilaan/agama, perkembangan tanggapan, perkembangan fantasi, perkembangan mengambil keputusan, perkembangan perhatian, perkembangan estetika (Agus Sujanto, 2007: 68). 8 Hal-hal tersebut di atas dikembangkan anak dengan landasan apa yang telah diperoleh dalam keluarga artinya bahwa kebiasaan-kebiasaan atau keterampilan-keterampilan yang diterapkan dalam keluarga akan menjadi landasan bagaimana anak menyikapi lingkungannya. Dengan demikian kebiasankebiasaan atau keterampilan-keterampilan tersebut setidaknya perlu dimiliki seorang anak untuk menghadapi kehidupan diluar keluarganya, sehingga anak akan dapat melakukan interaksi dengan rasa bahagia tanpa tekanan karena anak merasa dirinya telah mampu untuk berperilaku yang dapat diterima oleh lingkungannya. Seperti ketika memasuki dunia sekolah atau pendidikan formal, seseorang anak akan menghadapi lingkungan yang baru, lingkungan sosial yang lebih luas, lingkungan dimana anak akan berinteraksi dengan orang lain yang mungkin belum pernah ditemuinya dan menemui aturan-aturan yang sebelumnya belum pernah didapatkannya. Disini keterampilan dan kebiasaan yang telah dipelajarinya dan dikembangkannya dalam keluarga akan sangat membantu dan tentu saja semakin berkembang, sehingga anak tidak hanya menjadi seorang yang pasif dan seakan-akan tersisih dari kelompoknya namun sebaliknya anak dapat berbaur dengan perasaan bahagia, merasa sebagai anggota kelompok yang diterima dan dihargai oleh anggota kelompok yang lain baik itu teman sebayanya maupun orang dewasa lainnya. Dari uraian pendahuluan di atas yang mengutip beberapa teori tentang kematangan sosial anak dan peran gur u dalam meningkatkan kematangan sosial anak sehingga anak dapat mencapai kemasakan sosial yang sesuai dengan tahapan perkembangan dan usia yang dimilikimya, dengan demikian diharapkan 9 anak akan siap secara sosial untuk melakukan interaksi sosial baik dilingkungan, rumah tangga dan lingkungan sosial. Maka bila dilihat secara mendalam hal ini belum sepenuhnya dipahami oleh kebanyakan orang tua. Disinilah peran guru Taman Kanak-kanak sangat dituntut lebih optimal, bagaimana guru Taman Kanak-kanak dapat memberikan didikan, bimbingan, pengasuhan dan arahan pada anak dalam perkembangannya mencapai suatu kematangan sosial untuk bekalnya menghadapi kehidupan yang lebih luas, komplek dan beragam. Kemampuan guru Taman Kanak-kanak untuk memberikan pengasuhan yang baik dan optimal kepada anak-anaknya tidaklah dengan demikian saja terbentuk akan tetapi memerlukan sebuah proses pembelajaran, belajar dari lingkungannya dan belajar dari pengalaman baik langsung atau tidak langsung melalui media yang ada baik buku-buku ataupun media elektronik lainnya. Atas dasar uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui hubungan antara metode belajar kelompok dengan kemampuan kemampuan dasar dengan memanfaatkan lingkungan di sekitar anak. bagi anak Oleh karena itu tulisan ini diberi judul : Pengelolaan Pembelajaran dengan Metode Bermian guna Menggembangkan Kemampuan Dasar Pada Anak Usia Prasekolah Pada Anak TK Dharma Wanita Patihan Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. B. Fokus Penelitian Berpijak pada latar belakang masalah maka fokus penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah pengelolaan pembelajaran dengan metode bermian guna mengembangkan kemampuan dasar pada anak usia 10 prasekolah Dharma Wanita Patihan Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen? Dari fokus tersebut dapat dijabarkan menjadi sub fokus: 1. Bagaimanakah strategi pembelajaran dengan metode bermain yang dilakukan oleh guru sehingga dapat mengembangkan kemampuan dasar anak Taman Kanak-kanak? 2. Bagaimanakah karakteristik kegiatan pembelajaran guru dalam pengelolaan pembelajaran dengan metode bermain guna mengembangkan kemampuan dasar anak Taman Kanak-kanak? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran dengan metode bermian guna mengembangkan kemampuan dasar pada anak usia prasekolah pada TK Dharma Wanita Patihan Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. Dari tujuan umum tersebut dapat dijabarkan menjadi tujuan khusus yaitu untuk mendeskripsikan : 1. strategi pembelajaran dengan metode bermain yang dilakukan ole h guru sehingga dapat mengembangkan kemampuan dasar anak Taman Kanakkanak. 2. karakteristik kegiatan pembelajaran guru dalam pengelolaan pembelajaran dengan metode bermain guna mengembangkan kemampuan dasar anak Taman Kanak-kanak. D. MANFAAT PENELITIAN Pelaksanaan suatu pekerjaan yang dimulai dengan suatu prosedur sistematik, tentunya akan memiliki kegunaan baik secara langsung maupun tak langsung. Demikian juga dalam penelitian ini diharapkan berguna bagi : 11 1. Manfaat Teoritis Menambah khasanah ilmu pendidikan Taman Kanak-kanak khususnya tentang pengelolaan pembelajaran dengan metode bermain untuk mengembangkan kemampuan dasar pada anak usia prasekolah (TK) Dharma Wanita Patihan Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. 2. Secara Praktis a. Bagi Anak Didik Taman Kanak-Kanak 1) Mengembangkan potensi anak melalui bermain dengan teman-teman sebaya untuk membangun kemampuan dasar anak Taman Kanakkanak. 2) Mengembangkan potensi anak melalui bermain dalam belajar mengenali dirinya dan hubungannya dengan orang orang lain sebagai pembentukan kemampuan dasar anak. b. Bagi Guru Taman Kanak-kanak Meningkatkan pemahaman tentang peran bermain dan pola asuh orang tua untuk perkembangan anak usia Taman Kanak-kanak, khususnya dalam melatih kemampuan dasar anak. E. Daftar Istilah Agar tidak terjadi penafsiran yang keliru dari penelitian ini maka akan disampaikan beberapa istilah yang ada kaitan dengan penelitian ini. Adapun daftar istilah yang ada dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pengelolaan Pengelolaan merupakan terjemahan dari kata ma najemen, pengelolaan merupakan komponen yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari proses 12 pendidikan karena tanpa pengelolaan yang baik tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien. Agar dalam pembelajaran terjadi interaksi yang kondusif dan menyenangkan serta mempermudah bagi siswa memahami informasi yang disampaikan oleh guru diperlukan pengelolaan pembelajaran yang baik. 2. Pembelajaran Pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful Sagala (2005: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorangan secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. 3. Metode Bermain Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan spontan dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik (diluar tubuh), melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan yang sistematik dengan hal-hal di luar bermain seperti perkembangan kreativitas sebagai kemampuan kognitif dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya secara memungkinkan anak melakukan adaptasi dengan lingkungan tersebut. 4. Kemampuan Dasar Anak Kemampuan dasar adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih agar dapat terwujud. (Alex Sobur, 2009: 180) Kemampuan dasar merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan.