21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Dengan berkembangnya teknologi komunikasi dunia kini dirasakan semakin sempit, karena dalam beberapa saat saja kita dapat berhubungan dengan yang lain, walaupun kita dibelahan bumi yang berbeda, sehingga rasanya kita berada di dalam suatu tempat didunia, suatu masyarakat dunia. Akibat dari berkembang pesatnya teknologi komunikasi ini berkembangnya media massa, bukan saja media elektronik seperti radio dan televisi, tetapi juga merambah ke media cetak. Televisi sebagai media komunikasi massa dengan kelebihan yang dimiliki, tidak l;alu menjadi saingan dari media lainnya, bahkan bersama media cetak dan radio merupakan Tritunggal media massa, yang mempunyai pengaruh dan dengan sendirinya akan membentuk kekuatan yang besar, hanya saja sebagai akibatnya khususnya media massa televisi, merupakan suatu tantangan bagi pengelolanya, karena harus mampu menjawab tantangan tersebut, apalagi Indonesia menganut kebijakan udara terbuka ( Open Sky Policy ), menyebabkan terjadinya “ perang “ program siaran, dalam arti terjadi persaingan program siaran dari berbagai stasiun penyiaran yang masuk kekawasan suatu negara.13 13 . Darwanto Sastrosubroto, Produksi Acara Televisi. Jakarta: Duta Wacana University Pers, hal 17. 22 2.2 Televisi 2.2.1 Pengertian televisi Televisi sebagai suatu alat yang merupakan bagian dari suatu sistem yang besar, sehingga meskipun televisi merupakan kotak hitam ajaib, tetapi apabila gelombang elektromagnetik dari suatu pemancar televisi, berhubungan langsung dengan televisi tadi yang telah di tekan tobolnya, maka dengan serta merta akan berubah ke arah fungsi sebenarnya, dimana kita dapat menikmati acara yang ditayangkan dari stasiun penyiaran yang bersangkutan. Televisi sebagai suatu alat dapat dimanfaatkan untuk mengkomunikasikan informasi, dengan menggunakan bayangan gambar dan suara, demikian halnya dengan video dan film.Pengertian ini sangat penting untuk difahami bagi mereka yang berkecimpung di bidang penyiaran televisi. 2.2.2 Karakteristik Televisi Ditinjau dari stimulasi alat indera, dalam radio siaran, surat kabar dan majalah hanya satu alat indera yang mendapat stimulus. Radio siaran dengan indera pendengaran, surat kabar dan majalah dengan indera penglihatan, televisi merupakan sarana media komunikasi massa yang dapat diterima khalayak luas dengan perpaduan antara pendengaran dengan penglihatan. Dengan demikian televisi mempunyai karakteristik, yaitu14: 14 Darwanto Sastrosubroto, Produksi Acara Televisi. Jakarta : Duta Wacana University Pers, 1994, hal 128-130. 23 a. Audiovisual Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual). Jadi, apabila khalayak radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting dari pada katakata. Keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis. Betapa menjengkelkan apabila televisi hanya melihat gambarnya tanpa suara, atau tanpa gambar. b. Berfikir Dalam Gambar Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berfikir dalam gambar, yaitu: 1. Visualisasi (Visualization), yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang terjadi secara individual. Seorang pengarah acara harus berusaha menunjukkan objek-objek tertentu (manusia, benda atau kegiatan lain) menjadi gambar yang jelas dan menyajikannya sedemikian rupa, sehingga mengandung sebuah makna. 2. Penggambaran (Picturization), yakni kegiatan merangkai gambar-gambar sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu. Perpindahan satu gambar ke gambar lainnya juga bermacam-macam, bisa secara menyamping (panning), dari atas ke bawah atau sebaliknya (tilting), dan sebagainya. c. Pengoperasian Lebih Kompleks dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran lebih kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Peralatan yang digunakannya pun lebih banyak, dan untuk 24 mengoperasikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan terlatih. Dengan demikian media televisi lebih mahal dari pada surat kabar, majalah dan radio siaran. Televisi merupakan salah satu medium terfavorit bagi para pemasang iklan di Indonesia. Media televisi merupakan industri yang padat modal, padat teknologi dan padat sumber daya manusia. Namun, sayangnya kemunculan berbagai stasiun televisi di Indonesia tidak diimbangi dengan tersedianya sumber daya manusia yang memadai. Pada umumnya televisi dibangun tanpa pengetahuan pertelevisian yang memadai dan hanya berdasarkan semangat dan modal yang besar saja.15 Media massa televisi meskipun sama dengan radio dan film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan karakteristik yang berbeda, terlebih lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah.16\ 2.2.3 Kelebihan Dan Kekurangan Televisi Sama halnya dengan media massa lainnya, televisi juga memiliki keunggulan dan kekurangannya sendiri. Keunggulan televisi dapat dilihat dari sisi progmatis dan teknologis.17 Keunggulan dari sisi Pragmatis adalah: 1. Menyangkut isi dan bentuk, media televisi meskipun direkayasa mampu membedakan fakta dan fiksi, realitas dan tidak realitas. 15 Op.Cit. Morissan, hal 8. Op.Cit. Morissan, hal 9. 17 Fahmi Alatas. Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa. YPKMD.Jakarta:1997, hal 30-32. 16 25 2. Memiliki khalayak yang tetap, memerlukan keterlibatan tanpa perhatian sepenuhnya, dan intim. 3. Memiliki tokoh berwatak (riil maupun rekayasa), sementara media lain film hanya memiliki bintang yang direkayasa. Keunggulan televisi dari sisi teknologis adalah : 1. Kemampuan televisi dalam menjangkau wilayah yang sangat luas dalam waktu yang bersamaan. Sehinga televisi dapat mengantarkan secara langsung suatu peristiwa di suatu tempat lain yang berjarak sangat jauh. 2. Televisi juga mampu menciptakan suasana yang bersamaan di berbagai wilayah jangkauannya. 3. Mendorong pemirsa untuk mendapatkan informasi dan berinteraksi secara langsung. Kelemahan televisi adalah : 1. Kecenderungan televisi untuk menempatkan khalayak sebagai objek yang pasif sebagai penerima pesan. Namun, saat ini dalam program acara tertentu, masyarakat juga dapat menjadi aktif apabila acara tersebut bersifat interaktif. 2. Mendorong proses alih nilai dan pengetahuan yang cepat. Hal ini terjadi tanpa mempertimbangkan perbedaan tingkat perkembangan budaya dan peradaban yang ada di wilayah jangkauannya. 3. Sifatnya sangat terbuka dan menjadikannya sulit untuk dikontrol dampak negatifnya. 26 4. Pergerakan teknologi penyiaran televisi yang begitu cepat mendahului perkembangan masyarakat dan budaya khalayak pemirsanya. Hal ini pada gilirannya melahirkan pro-kontra tentang implikasi kultural dari televisi. 5. Kecenderungan para pengelola televisi yang memanfaatkan kelebihankelebihan televisi dan lebih berorientasi pada pertimbangan komersial/ bisnis, sehingga mengenyampingkan faktor pendidikan. 2.3 Program 2.3.1 Pengertian Program Kata “program” berasal dari bahasa inggris programme atau program yang berarti acara atau rencana. Undang-undang penyiaran indonesia tidak menggunakan kata program untuk acara tetapi menggunakan istilah “siaran” yang didefinisikan sebagai pesan atau rangkaian pesan yang disajikan dalam berbagai bentuk. Namun kata “program” lebih sering digunakan dalam dunia penyiaran di indonesia daripada kata “siaran” untuk mengacu kepada pengertian acara. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiensnya. Dengan demikian, program memiliki pengertian yang sangat luas. Program atau acara yang disajikan adalah faktor yang membuat audiens tertarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran apakah itu radio atau televisi. Program dapat disamakan atau dianalogikan dengan produk atau barang (goods) atau pelayan (services) yang dijual kepada pihak lain, dalam hal ini audiens dan pemasang iklan. Dengan demikian, program adalah produk 27 yang dibutuhkan orang sehingga mereka bersedia mengikutinya. Dalam hal ini terdapat suatu rumusan dalam dunia penyiaran yaitu program yang baik akan mendapatkan pendengar atau penonton yang lebih besar, sedangkan acara yang buruk tidak akan mendapatkan pendengar atau penonton.18 2.3.2 Jenis Program Televisi Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Pada dasarnya apa saja dapat disajikan sebagai program untuk ditayangkan di televisi selama program itu menarik dan disukai audien, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Pengelola stasiun penyiaran dituntut untuk memiliki kreatifitas seluas mungkin untuk menghasilkan program yang menarik. Dari berbagai macam program yang disajikan stasiun penyiaran jenis-jenis program terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu19: 1. Program Informasi (berita) Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya untuk memberikan tambahan pengetahuan (informasi) kepada khalayak. Program informasi terbagi menjadi dua, yaitu: Berita Keras (hard news) , yang merupakan laporan berita terkini yang harus segera disiarkan, karena sifatnya yang segera untuk diketahui khalayak. Berita keras terdiri dari Straight News, Feature, Infotainment. 18 Op.Cit. Morissan, hal199-200 . Op. Cit.Morissan, hal 211. 19 28 Berita Lunak (soft news) , merupakan kombinasi dari fakta, gosip, dan opini yang harus disampaikan secara mendalam (indepth) namun tidak bersifat segera ditayangkan. Berita lunak terdiri dari Current Affair, Magazine, Dokumenter, Talk Show. 2. Program Hiburan (non news) Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audien dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Untuk itu diperlukan program acara yang menarik dalam penyajian. Program hiburan terdiri dari beberapa bagian20: a. Drama Program drama adalah pertunjukan atau show yang menyajikan cerita mengenai kehidupan atau karakter seseorang atau beberapa orang yang diperankan oleh pemain yang melibatkan konflik dan emosi. Program drama terdiri dari Sinetron, Film. b. Permainan Program permainan merupakan suatu bentuk program yang melibatkan sejumlah orang, baik secara individu maupun 20 Op. Cit.Morisan, hal 216. 29 kelompok atau tim yang saling bersaing untuk mendapatkan sesuatu. Program permainan terdiri dari Quiz Show, Ketangkasan, Reality Show. c. Musik Program musik berupa konser dapat dilakukan di lapangan atau di dalam studio. Program musik terdiri dari dua format yaitu, video klip atau konser. d. Pertunjukan Program pertunjukan adalah program yang menampilkan kemampuan seseorang atau beberapa orang pada suatu lokasi baik di studio maupun di luar studio, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Program pertunjukan terdiri dari Sulap, Lawak, Tarian, dan lain-lain. 2.4 Komodifikasi Komodifikasi merupakan istilah yang muncul dan dikenal oleh para ilmuwan sosial. Komodifikasi mendeskripsikan cara kapitalisme melancarkan tujuannya dengan mengakumulasi kapital, atau menyadari transformasi nilai guna menjadi nilai tukar. Komoditas dan komodifikasi adalah dua hal yang memiliki hubungan objek dan proses, dan menjadi salah satu indikator kapitalisme global yang kini tengah terjadi . Dalam ekonomi politik media komodifikasi penguasaan media. sebagai salah satu bentuk 30 Komodifikasi menurut Vincent Mosco yaitu adanya proses mentransformasi nilai guna menjadi nilai tukar yang didasarkan pada kemampuan memenuhi kebutuhan . Dan sekarang ini telah banyak sekali bentuk komodifikasi yang muncul dalam perkembangan kehidupan manusia . Karena banyaknya yang dijadikan komoditas oleh manusia . Pendekatan ekonomi politik menyatakan tentang hubungan – hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan , yang bersama – sama dalam interaksinya menentukan aspek produksi, distribusi, dan konsumsi termasuk didalamnya sumber – sumber yang terkait dengan komunikasi 21. Dalam pengertian luas ekonomi politik menurut Mosco yaitu sebagai studi tentang kontrol dan pertahanan dalam kehidupan sosial. Kontrol secara spesifik mengacu pada organisasi internal dari anggota kelompok dan individu , sementara untuk bisa bertahan mereka harus memproduksi apa yang dibutuhkan untuk mereproduksi diri mereka sendiri. Proses kontrol ini secara luas bersifat politik karena dalam proses tersebut melibatkan organisasi sosial dari hubungan - hubungan dalam sebuah komunitas. Proses komodifikasi menjelaskan cara kapitalisme dalam menyelesaikan tujuan akumulasi modal. Dalam konteks media sebagai institusi kapitalis, ada 3 konsep penting,yaitu: 1. Komodifikasi, dimana media massa menjadi penting dalam proses komodifikasi karena menjadi tempat produksi komoditas dan berperan penting. 21 Mosco,Vincent. The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal London: SAGE Publication 1996 hal. 25-26 31 2. Spatialisasi, merupakan perpanjangan institusi dari kekuasaan perusahaan dalam industri komunikasi. 3. Strukturasi, dimana terciptanya suatu struktur dalam masyarakat yang diciptakan oleh agen manusia dengan struktur sosial dan mempunyai hubungan antara satu dan yang lainnya. Persoalan media massa pada umumnya terkait dengan aspek budaya, politik, dan ekonomi. Dari aspek budaya, media massa merupakan institusi sosial pembentuk definisi dan citra realitas sosial, serta ekspresi identitas yang dihayati bersama secara komunal. Dari aspek politik, media massa memberikan ruang dan arena bagi terjadinya diskusi aneka kepentingan berbagai kelompok sosial tersebut. Dari aspek ekonomi, media massa merupakan institusi bisnis yang dibentuk dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan secara material bagi pendirinya 22. Komodifikasi menurut Mosco memiliki beberapa bentuk, yakni23 : 5) Komodifikasi isi,yakni proses mengubah pesan dan sekumpulan data ke dalam system makna sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang dapat dipasarkan . 6) Komodifikasi khalayak, yakni proses media menghasilkan khalayak untuk kemudian menyerahkannya kepada pengiklan . 7) Komodifikasi cybernetics, terbagi dua macam : (c) Komodifikasi intrinsik, merupakan proses dimana khalayak dijadikan sebagai media untuk meningkatkan rating, dan 22 23 Sunarto , Televisi , Kekerasan , dan Perempuan. Jakarta : Kompas 2009 hal.13 Ibid. 145-161 32 (d) Komodifikasi ekstensif, dimana komodifikasi menjangkau seluruh kelembagaan informasi termasuk pemerintah, media, dan budaya yang menjadi motivator sehingga tidak semua orang dapat memiliki akses terhadap informasi tanpa mengeluarkan sejumlah uang. 8) Komodifikasi tenaga kerja. dalam komodifikasi ini ada dua hal yang menjadi topik, pertama penggunaan teknologi dan system komunikasi untuk memperluas komodifikasi proses tenaga kerja. Kedua,ekonomi politik telah menjelaskan bahwa tenaga kerja dikomodifikasi dalam proses menghasilkan barang – barang dan jasa. Televisi sebagai contoh paradigma industri budaya dan menelusuri produksi dan distribusi komoditas-komoditas atau teks-teksnya dalam dua perekonomian yang sejajar dan semi otonom, yang biasa disebut perekonomian finansial yang mengedarkan kemakmuran dalam (duasubsistem) dan perekonomian budaya yang mengedarkan (makna dan kepuasan). Dengan demikian kedua perekonomian tersebut dijelaskan sebagai berikut24 : Perekonomian Finansial Perekonomian Budaya I 24 II Produsen studio produksi progam Komoditas program audiens Konsumen distributor pengiklan audiens makna/kepuasan makna/Kepuasan itu sendiri John Fiske,. 2011, Memahami Budaya Populer.Yogyakarta. Jalasutra , Hal 28 33 Studio produksi menghasilkan komoditas, program, dan menjualnya kepada distributor, jaringan televisi untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini adalah pertukaran finansial sederhana yang berlaku bagi semua komoditas. Namun, hal ini bukan akhir dari permasalahan, karena program televisi,atau komoditas budaya, tidak sama dengan komoditas material seperti pakaian dan furniture. Fungsi ekonomi program televisi belum lengkap ketika dijual,karena dalam momen konsumsinya hal tersebut berubah menjadi produsen,dan yang diproduksinya adalah audiens,yang kemudian dijual kepada pengiklan. Bagi banyak orang,produk yang paling penting dalam industri budaya adalah audiens yang terkomodifikasi,yang nantinya akan dijual kepada pada pengiklan. (Smythe dalam Fiske,2011:29) menyatakan kapitalisme telah memperluas kekuasaannya dari ranah kerja ke dalam ranah waktu luang. Akibatnya, menonton televisi berarti ikut serta dalamkomodifikasi masyarakat, dan bekerja sama kerasnya seperti halnya pekerja di lini perakitan bagi kepentingan kapitalisme komoditas. Argumen ini tetap mengacu pada pada logika bahwa basis ekonomi masyarakat yang dapat menjelaskan makna - makna atau ideologi-ideologi yang secara mekanistis ditentukan oleh basis tersebut. Semua komoditas bagi masyarakat konsumen memiliki nilai budaya serta nilai fungsional.Ideologi perekonomian perlu diperluas untuk menjelaskan hal tersebut . Ideologi perekonomian mencakup budaya di mana sirkulasinya bukan merupakan sirkulasi uang, tetapi sirkulasi makna dan kepuasaan. Di sini audiens yang tadinya menjadi komoditas kemudian menjadi produsen makna dan 34 kepuasan. Komoditas mula-mula (program televisi) dalam perekonomian budaya adalah teks,struktur wacana,berbagai kepuasan dan makna potensial yang membentuk sumber utama budaya popular. Dalam perekonomian ini tidak ada konsumen , hanya ada pengedar makna, karena makna merupakan satu-satunya unsur dalam proses tersebut yang tidak dapat dikomodifikasi atau dikonsumsi : makna dapat diproduksi,direproduksi,dan disirkulasikan hanya dalam proses yang berlangsung terus menerus yang dinamakan budaya. Kita hidup dalam industri sehingga popular tentu saja adalah budaya yang terindustrialisasi,serta merupakan sumber daya kita. Yang dimaksud “sumber daya” adalah sumber daya semiotik atau budaya dan sumber daya material hingga komoditas – komoditas perekonomian financial dan budaya. Kreativitas budaya popular tidak semata – mata terletak dalam produksi komoditas – komoditas seperti halnyadalam penggunaan produktif komoditas – komoditas industrial. Seni masyarakat adalah seni ‘mengolah’. Budaya kehidupan sehari – hari terletak dalam penggunaan kreatif dan diskriminatif terhadap sumber daya yang dihasilkan oleh kapitalisme. Oleh karena itu untuk menjadi budaya popular, komoditas budaya harus memenuhi berbagai kebutuhan yang kontradiktif. Kebutuhan ekonomi industri – industri budaya sesuai dengan persyaratan disipliner dan budaya tatanan sosial yang ada. Oleh karena itu, semua komoditas budaya paling tidak harus menyandang kekuatan – kekuatan yang bisa dikatakan melakukan sentralisasi,disipliner,hegemonik,memasifkan,dan mengkomodifikasi. 35 Semua budaya popular adalah proses perjuangan terhadap makna – makna pengalaman sosial, makna – makna perseorangan dan hubunganya dengan tatanan sosial dan makna – makna berbagai teks dan komoditas dalam tatanan tersebut. Membaca hubungan – hubungan mereproduksi dan memberlakukan ulang hubungan – hubungan sosial,sehingga kekuasaan,perlawanan,dan pengelakan pasti distrukturkan ke dalam hubungan – hubungan sosial tersebut. Stuart Hall dalam fiske,(Masyarakat versus blok kekuasaan: hal ini bukan merupakan “kelas sosial melawan kelas sosial”, ini adalah lini pusat kontradiksi yang disekitarnya wilayah budaya tersebut dipolarisasi. Budaya popular khususnya,diorganisasikan di sekitar kontradiksi tersebut: kekuatan – kekuatan popular versus blok kekuasaan). Hal ini membuat Hall menyimpulkan bahwa kajian budaya popular hendaknya harus dimulai dengan gerakan ganda pembendungan dan perlawanan,yang secara tidak terelakan selalu berada di dalamnya. Hal yang didistribusikan bukanlah barang – barang jadi yang telah selesai diolah, tetapi sumber daya – sumber daya kehidupan sehari – hari, bahan mentah yang darinya budaya popular membentuk dirinya sendiri. Setiap tindakan konsumsi adalah tindakan produksi budaya, karena konsumsi selalu merupakan produksi makna. Pada tahap penjualan,komoditas menghabiskan perannya dalam perekonomian distribusi,tetapi juga memulai pekerjaan dalam perekonomian budaya. Terlepas dari berbagai strategi kapitalisme,pekerjaannya bagi para majikan dilengkapi,komoditas tersebut menjadi sumber daya bagi budaya kehidupan sehari – hari. 36 Kehidupan sehari – hari masyarakat adalah tempat berbagai kepentingan kontradiktif masyarakat – masyarakat kapitalis dinegosiasikan dan dikontestasikan secara terus menerus. De Certau (1984) merupakan salah satu pakar teori budaya dan praktik kehidupan sehari – hari,dan dalam karyanya diungkapkan serangkaian metafora konflik,terutama metafora strategi dan taktik dalam perang gerilya, penjarahan,dan dalam berbagai tipu muslihat yang licik. Yang mendasari itu semua adalah asumsi bahwa kaum berkuasa itu lamban,tidak imajinatif,dan terlalu terorganisir. Sementara kaum yang lemah itu kreatif,cekatan,dan luwes. Dengan demikian, kaum yang lemah menggunakan taktik gerilya melawan strategi kaum yang berkuasa,melakukan serbuan terhadap berbagai teks atau struktur mereka,dan memainkan tipu muslihat terus menerus terhadap sistem25. 2.5 Semiotika : Membaca Tanda Semiotika sebagai cabang keilmuwan memperlihatkan pengaruh yang semakin luas dalam decade ini. Semiotika berasal dari kata Yunani,yaitu semeion yang berarti “ tanda“ atau seme yang berarti “penafsiran tanda“. Dalam pandangan Pilliang,seorang filsuf,pemikir kebudayaan,akademisi dan pengamat sosial yang mengkaji budaya kontemporer termasuk didalamnya adalah semiotika dalam Tinarbuko26. Penjelajahan semiotika sebagai metode kajian dalam berbagai cabang keilmuwan dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang berbagai wacana social sebagai fenomena bahasa. Signifikansi semiotika tidak 25 26 Ibid.Fiske,hal. 36 Tinarbuko Sumbo .Semiotika Komunikasi Visual .Jalasutra .Yogyakarta .2008 . Hal 2 37 saja sebagai “metode kajian“(decoding),akan tetapi juga sebagai“metode penciptan“ (encoding). Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure ( 1857 – 1913 ) dan Charles Sander Pierce ( 1839 – 1914 ) . Saussure di Eropa dengan latar belakang keilmuwan linguistic yang ia sebut dengan nama semiologi. Sedangkan Pierce di Amerika Serikat dengan latar belakang keilmuwan filsafatnya menyebut,ilmu yang dikembangkannya bernama semiotika. Baik semiotika maupun semiologi, keduanya sama – sama digunakan untuk mengacu kepada ilmu tentang tanda. Menurut Barthes dalam Sobur27, Semiotika merupakan ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Segers28 mengatakan semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana“Sign”atau “tanda – tanda“dan berdasarkan pada “sign system“(code) “sistem tanda“. Sedangkan Charles Sanders dalam Eriyanto29, mendefinisikan semiosis sebagai “a relationship among a sign, an object, an a meaning(Suatu hubungan diantara tanda, objek dan makna). Dari definisi para ahli yang disebutkan diatas, maka semiotika dilihat sebagai proses ilmu yang berhubungan dengan tanda. 27 Alex Sobur .Analisis Teks Media :Suatu Pengantar untuk Analisis wacana , Analisis Semiotik , Analisis framing. Remaja Rosda Karya . Bandung,2009 Hal. 16 - 17 28 Ibid 29 Eriyanto .Analisis Wacana :Pengantar Analisis Teks Media . Yogyakarta : Lkis . 2001 38 Menurut Sobur 30 , pada dasarnya analisis semiotic merupakan sebuah ikhtiar untuk sesuatu yang “aneh“. Sesuatu yang dapat dipertanyakan lebih lanjut. Tujuan utama dari semiotika media adalah mempelajari bagaimana media massa menceritakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri. Cara ini dilakukan dengan bertanya: (1) apa yang dimaksudkan atau direpresentasikan oleh sesuatu, (2) bagaimana makna itu digambarkan; dan (3) mengapa ia memiliki makna sebagaimana ia tampil. Penanda dan petanda merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Penanda mewakili elemen bentuk dan isi,sementara petanda mewakili elemen konsep atau makna. Kedua hal inilah yang membentuk tanda. Semiotika mempunyai tiga bidang studi utama,yaitu : 4. Tanda Studi tentang tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkan dengan orang yang menggunakannya. 5. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda Studi meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan kebutuhan masyarakat dalam kebudayaan. 6. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja Bergantung pada penggunaan kode – kode dan tanda – tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. 30 Ibid , Sobur Hal 117 39 2.5.1 Tanda dan Makna dan Simbol Dalam Komunikasi Hakikat komunikasi adalah pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai penyalurnya. Dalam “bahasa“ komunikasi pernyataan (message),orang yang menyampaikan pesan dinamakan disebut pesan komunikator sedangkan orang yang menerima pesan disebut komunikan. Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan, pesan komunikasi tersebut terdiri dari dua aspek, yaitu : isi pesan (content of the message) dan yang kedua adalah lambang (simbol ). Konkretnya, isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan dan lambang adalah bahasa31. John Fiske dalam Cultural and communication studies, dijelaskan bahwa terdapat dua mahzab utama dalam studi komunikasi. Mahzab pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Ia tertarik dengan bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi pesan (encode) dan menerjemahkan (decode), dan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi, dan ia melihat kedalam tahap – tahap dalam proses tersebut guna mengetahui dimana kegagalan tersebut 31 Ibid hal.28 40 terjadi32. Dalam mahzab ini, komunikasi dilihat sebagai suatu proses untuk merubah perilaku orang lain. Mahzab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi mahzab ini studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Ia berkenaan dengan bagaimana pesan dan teks berinteraksi dengan orang – orang dalam rangka menghasilkan makna; yakni,“berkenaan dengan peran teks dalam kebudayaan dan menggunakan istilah – istilah seperti pertanda (Signfication),dan tidak memandang kesalah pahaman sebagai bukti yang penting dari kegagalan komunikasi (hal itu dimungkinkan karena adanya perbedaan budaya antara pengirim dan penerima)”33. Upaya memahami makna, sesungguhnya memahami salah satu masalah filsafat tertua dalam umur manusia. Itu sebabnya, beberapa pakar komunikasi sering menyebutkan kata makna ketika merumuskan definisi komunikasi34. Dan sebagaimana telah dikemukakan oleh Fisher, makna merupakan “konsep yang abstrak, yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan toritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam35. Memberikan makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran, dan mempunyai kesejajaran dan ekstrapolasi (perluasan data dari yang 32 John Fiske , Cultural and Communication Studies ,Jalasutra,Jogjakarta 1990 ,hal 8 Onong UchjanaEffendy, Op.Cit, Hal 9 34 Alex Sobur ,Semiotika Komunikasi ,PT Remadja Rosdakarya , Bandung :2006 , hal 255 35 Alex Sobur , Analisis Teks Media PT Remadja Rosdakarya , Bandung :2006 , hal 19 33 41 sudah ada). Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integrative manusia : inderawinya, daya pikirnya, dan akal budinya. Ada beberapa pandangan yang menjelaskan ihwal teori atau konsep makna. Model proses makna Eendel Johnson,menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antarmanusia : a. Makna ada dalam diri manusia Makna tidak terletak pada kata – kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata – kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. b. Makna berubah Kata-kata relatif statis. Tetapi makna dari kata-kata ini terus berubah, dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna. c. Makna membutuhkan acuan Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. d. Penyingkatan yang berlebihan akan merubah makna Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang timbul akibat dari penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan yang konkret dan dapat diamati . Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian dan perilaku dalam dunia nyata. e. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas .karena itu,kebanyakan kata mempunyai banyak makna. 42 f. Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang diperoleh dari suatu kejadian (event) bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna – makna ini yang benar –benar dapat dijelaskan. Penafsiran pada makna itu sendiri tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai dan pesan adalah merupakan suatu konstruksi tanda yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah makna. Menurut umberto Eco, tanda adalah “suatu kebohongan“. Dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibalik dan merupakan tanda itu sendiri. Menurut Saussure, tanda – tanda dan kata – kata yang digunakan dalam konteks sosial, mengkonstruksikan persepsi dan pandangan kita tentang realitas. Bagi Saussure ,tanda merupakan objek “objek fisik dengan sebuah makna“. Saussure menjelaskan tanda sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari dua bidang, yaitu bidang penanda untuk menjelaskan bentuk atau ekspresi, dan bidang petanda untuk menjelaskan konsep atau makna. “Saussure menekankan, perlunya semacam konvensi sosial dikalangan komunitas bahasa, yang mengatur makna sebuah tanda36 . Tanda merupakan sesuatu yang bernilai fisik, bisa dipersepsi indra kita, tanda mengacu pada sesuatu diluar tanda itu sendiri dan bergantung pada pengamatan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda . Tanda – tanda adalah basis dari seluruh kegiatan komunikasi. Manusia dengan 36 Yasraf Amir Pilliang , Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya,Jalasutra ,Yogjakarta,2003, hal 258 43 perantara tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian tentang tanda dalam proses komunikasi tersebut sering disebut semiotika komunikasi. Tanda menunjukkan sesuatu yaitu objeknya. Menurut Berger37, tanda adalah sesuatu yang terdiri pada sesuatu yang lain atau menambah dimensi yang berbeda pada sesuatu hal lainnya. Pierce menyambut tanda sebagai “suatu pegangan seorang keterkaitan dengan tanggapan atau kapasitasnya“. Salah satu bentuknya adalah kata. Sedangkan object adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretant adalah tanda yang ada didalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Tanda, mengacu kepada sesuatu diluar dirinya sendiri – Objek dipahami oleh seseorang serta memiliki efek dibenak penggunanya – interpretant, dan apabila ketiga elemen tersebut berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna muncul dari suatu tanda apabila digunakan orang pada waktu berinteraksi. 2.5.1.2 Makna Semiotik berusaha menggali hakikat system tanda yang beranjak ke luar kaidah tata bahasa dan sintaksis yang mengatur teks yang murni dan tersembunyi. Yang menimbulkan perhatian pada makna tambahan. Menurut Umar Junus dalam Sobur38menyatakan, makna dianggap sebagai 37 Berger , Op. Cit, hal. 1 Sobur , Op. Cit, hal. 126 38 44 fenomena yang bisa dilihat sebagai kombinasi beberapa unsur. Secara sendiri – sendiri, unsure tersebut tidak mempunyai makna sepenuhnya. Makna menjadi isi komunikasi yang mampu menciptakan informasi tertentu. Sebuah makna berasal dari petanda – petanda yang dibuat oleh manusia, ditentukan oleh kultur dan subkultur yang dimilikinya yang merupakan konsep mental yang digunakan dalam membagi realitas dan mengkategorikannya sehingga manusia dapat memahami realitas tersebut. 2.5.2 Semiotika Roland Barthes Roland Barthes merupakan salah satu pemikir strukturalis dalam mempraktikkan model linguistik. Pemikiran Roland Barthes tentang semiotika merupakan pendapat yang banyak digunakan pada studi linguistik pada saat ini dan bukan merupakan sebuah teori, melainkan sebuah pandangannya pada teori – teori yang ada sebelumnya. Dalam pandangannya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan , yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas yang menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak 45 langsung dan tidak pasti. Model pengembangan teori konotasi Barthes dapat digambarkan dibawah ini : Gambar 2.1 Model Pengembangan Teori Konotasi Roland Barthes DENOTASI KONOTASI MITOS IDEOLOGI Bila konotasi menjadi tetap, ia akan menjadi mitos. Sedangkan kalau mitos menjadi mantap, ia akan menjadi ideologi. Jadi, banyak sekali fenomena budaya dimaknai dengan konotasi, dan jika menjadi mantap makna fenomena itu menjadi mitos, dan kemudian menjadi ideologi. Akibatnya, suatu makna tidak lagi dirasakan oleh masyarakat sebagai hasil konotasi. Tekanan teori tanda Barthes adalah pada konotasi dan mitos. Menurut Barthes, mitos adalah tipe wicara. “mitos merupakan sistem komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Mitos tak bisa menjadi sebuah objek, konsep, atau ide; mitos adalah cara penandaan (signification), sebuah bentuk apa ciri-ciri mitos? Mengubah sebuah makna menjadi bentuk. Dengan kata lain, mitos adalah perampokan bahasa.39 39 Syaiful Halim. Postkomodifikasi Media & Cultural Studies. Matahati Production: Tangerang. Hal.125-126. 46 Gambar 2.2 Model Pemaknaan Konotatif Unsur Gambar OBJEK GAMBAR DENOTATIF KONOTATIF EFEK TIRUAN POSE/SIKAP OBJEK FOTOGENIA MITOS ESTETISISME IDEOLOGI SINTAKSIS Berikut Tahap-tahap pembacaan konotasi Roland Barthes 40: a. Efek tiruan. Pembaca atas rekayasa yang menggabungkan dua foto terpisahsebagai upaya menginvertensi denotasi tanpa tedeng aling-aling. b. Pose atau sikap. Pembacaan atas sikap badan atau pose subjek sebagai petanda. c. Objek. Pembacaan atas objek-objek dalam gambar yang merujuk pada jejaring ide tertentu atau simbol-simbol berkesan dalam masyarakat. d. Fotogenia. Pembacaan atas aspek-aspek teknis dalam produksi foto, seperti pencahayaan dan hasil. e. Estetisme. Pembacaan atas perubahan pengemasan gambar untuk tujuan estetis tertentu hingga nilai spiritualnya bersifat ekstasi. 40 Ibid. Hal.129-130. 47 f. Sintaksis. Pembacaan atas rangkaian foto-foto sebagai sebuah kesatuan. Keenam unsur itu merupakan cara untuk membongkar pemaknaan yang terkandung dalam sebuah gambar. Karena masing-masing unsur bisa mengurai sebuah pemaknaan. Namun dalam praktiknya, tidak otomatis seluruh unsur itu digunakan dalam pembongkaran sebuah teks. Tapi, unsur yang dipilih itu digunakan berdasarkan kebutuhan penelitian. Bila konotasi menjadi tetap, ia akan menjadi mitos. Sedangkan kalau mitos menjadi mantap, ia akan menjadi ideologi. 2.6 Televisi Sebagai Kajian Semiotika Semenjak tahun 70-an, di Inggris muncul pendekatan – pendekatan baru yang berkembang dalam kajian kesastraan. pendekatan ini memfokuskan pada pesan yang dibawa televise. Apa yang disampaikannya dan bagaimana cara menyampaikannya. Isi dari program televisi dianalisis sebagai sebuah system sosial41. Salah satu pendekatan baru tersebut adalah pengaplikasian kajian semiotika pada televise. Semiotika adalah ilmu tentang tanda dan makna. Makna apa yang terkait dengan tanda. Mengapa makna tersebut terkait dengan tanda dan bagaimana keterkaitannya .televise menampilkan program – program yang merupakan gabungan gambar dan kata yang sangat kompleks, penuh dengan tanda42. Pendekatan ini memandang program televisi, film, komik, sebagai sebuah teks yang berkaitan dengan salah satu bentuk berkomunikasi. Apabila semua tanda yang berhubungan dalam teks tersebut dianalisa, maka makna tujuan dan alas an dari tanda tersebut akan tampak dengan jelas. 41 42 Andrew Goodwin & Garry Whannel .Understand Television. London : Routledge.1990.hal.150 Ibid. 159 48 Prinsip pertama dalam semiotika adalah tidak adanya hubungan alami antara sebuah tanda (apakah itu suara, gambar) dengan makna dari benda tersebut dengan menggunakan konsep yang kita gunakan untuk memahami benda. Makna yang terlihat merupakan hasil dari hubungan kata dengan benda tersebut. Posisi kita di dunia dan ideologi yang memungkinkan kita untuk memahaminya43. Menonton televisi secara singkat memerlukan pembelajaran dan keterampilan kita harus mempelajari kode atau aturan universal tentang bagaimana suatu benda dikomunikasikan dan cara mengkomunikasikannya. Dalam semiotika proses konstruksi makna ini disebut dengan signifikansi dan dalam proses ini sebuah benda atau signifier yang kita lihat, dengar atau rasa di interpretasikan. Interpretasi ini tidak alami namun perlu pembelajaran. Hal ini berhubungan dengan proses mengaitkan sebuah konsep atau signified dengan benda yang disebut tanda44. Hal diatas menunjukkan semacam “tata bahasa“ televisi seperti pengambilan gambar, kerja kamera, dan teknik penyuntingan. Kita semua bekerja memakai fenomena tersebut sebagaimana kita melihat dan dalam hal tersebut membantu kita memahami apa yang terjadi pada sebuah tayangan . Maka untuk memahami berbagai gambar dan kata – kata yang kompleks yang dihadirkan dalam tayangan tersebut. Kita harus dapat mengartikannya melalui serangkaian system makna yang didapat melalui menonton televisi. 43 44 Ibid. Hal. 160-164 Ibid. Hal. 120